Tumgik
#pspd
blackbird-brewster · 1 year
Text
Tumblr media
My first all-consuming special interest was Ewan McGregor. It started with Phantom Menace and Moulin Rouge and to this day, I still love him.
Through high school, I would find ways to make every essay, speech, and project focused on Ewan. I had all of his movies and shows on Dvd and VHS. I memorised his filmography to the point I would play 'Six Degrees of Ewan' (and I NEVER lost).
When I decided to graduate high school early, I asked him to be my prom date by a series of DAILY letters I mailed to him for an entire year.He didn't get to come because he was filming at the time, but it was amazing all the same. (Yes he did find out about this, yes I did get a statement, yes I might have been on an MTV show about it, yes his mum thought it was cute and yes, there are still BBC articles about me).
The photo is of my Obi-Wan action figure from 2002. I carried him to school in my backpack every day of high school and he was always on display for all the years after. Over TWO DECADES later, he now watches over my desk as I focus on my current special interest (fanfic writing).
So I just want to say, to all my other neurodivergent friends, you're never too old to love your special interest. You don't have to grow out of it, even though often times you might, but I want you to know that you absolutely can be an adult with special interests from childhood.
3 notes · View notes
past-kids-bedtime · 2 years
Text
Krakowski Konkurs Piw Domowych
A jak mają te metryczki wyglądać? Ktoś się jeszcze dziwi, że się skarżą? Jeden się drapie po głowie, drugi się przeciąga, a ten, co nie umie po polsku, pisze po polsku. Fajny, rozwijający dzień. Dziękuje za zdjęcie na pamiątkę od Mateusza Ficka.
Tumblr media
0 notes
soapcan18 · 1 year
Text
Tumblr media
I drew my ocs based off that Barbie image going around ❤️❤️
24 notes · View notes
suwardana · 2 years
Text
Ketika jati meranggas -bagian kedua-
Kobe, 28 Januari 2023.
Pagi itu cukup cerah, meski aplikasi cuaca di telepon genggam saya menunjukan angka 4 derajat .
“Setidaknya tidak hujan atau turun salju seperti kemarin-kemarin” saya membatin.
Setelah menghabiskan secangkir kopi dan beberapa helai roti tawar, serta menjemur baju yang baru saja selesai dicuci. Kemudian saya bergegas mandi dan bersiap untuk menuju laboratorium.  
Sekitar pukul 12.30 siang, saya bermaksud untuk makan siang memanfaatkan waktu jeda sambil menunggu 2nd antibody Western Blot. Adalah dr. Ulik yang mengabarkan bahwa Prof Dewa Sukrama telah berpulang kurang lebih sejam lalu.
Prof Dewa tengah mendapatkan perawatan intensif akibat stroke non hemoragik. Tak dinyana kondisinya memburuk serta mengalami henti jantung. Tim medis yang merawat beliau sempat memberikan pertolongan resusitasi. Manusia berusaha, Tuhan yang menentukan.
Sambil mengucapkan terima kasih kepada dr. Ulik atas informasinya, saya mengambil bekal makan siang dan menghabiskannya.
Musim kemarau di Bali ternyata datang lebih cepat. Daun-daun jati pun harus kembali berguguran.
***
Selesai program internship September 2019, kemudian saya bekerja sebagai asisten riset dr. Dwi Fatmawati (saat itu kepala departemen Mikrobiologi). Semenjak itu, saban senin hingga jum’at, saya menjadi penghuni tetap departemen Mikrobiologi—atau Mikro singkatnya.  
“Engken kabarè, Si?”
Pertanyaan yang seringkali ditanyakan oleh prof. Dewa Sukrama ketika bertemu saya.
Meski bersifat basa-basi, namun hal itu adalah lumrah mengingat prof. Dewa sangat jarang berkantor di Mikro. Ketika itu, beliau masih menjabat sebagai Pembantu Dekan I (PD 1) FK Unud. Oleh karenanya, mayoritas aktivitas keseharian beliau berpindah ke ruang dekanat. Hanya sesekali beliau mengunjungi Mikro. Utamanya saat agenda rapat yang rutin dilaksanakan beberapa bulan sekali bersama staf Mikro lainnya.
Sebelum menjabat sebagai PD 1, prof Dewa didapuk sebagai sekretaris Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) FK Unud. Beliau juga pernah bertugas sebagai ketua unit Penelitian dan Pengembangan (Litbang) FK Unud. Pasti masih banyak lagi riwayat struktural dan organisasi yang beliau geluti namun luput dari pengetahuan saya.
Pertama kali saya mengenal nama prof Dewa Sukrama adalah ketika beliau masih menjabat sekretaris PSPD—ketuanya adalah prof Purwa. Lelucon yang acapkali  terdengar tentang akronim PSPD kala itu adalah Program Studi Para Dewa (PSPD). Mengingat sang ketua dan sekretaris PSPD sama-sama bertitel ‘Dewa’, yakni Dewa Purwa dan Dewa Sukrama.
Saya tidak tahu kapan pertama kali prof Dewa sadar akan keberadaan saya, apakah ketika saya masih menjadi mahasiswa atau ketika rutin berpartisipasi pada riset-riset dr. Dwi Fatmawati. Yang jelas, sebagai seorang yang datang dari latar belakang keluarga non-dokter, penerimaan prof Dewa terhadap kehadiran saya di Mikro teramat-sangat-ramah.
Sebagai catatan, selain profil prof Dewa sebagai “orang penting” di kampus, beliau juga adalah staf paling senior di Mikro. Di tengah iklim interaksi sosial dalam lingkup kampus yang cenderung konservatif, senioritas adalah satu keniscayaan yang tidak bisa dilangkahi. Bersyukurnya ternyata Mikro adalah tempat dimana konsep senior-junior berjalan dengan sangat baik. Senior mengayomi, junior menghormati.
Prof Dewa tak segan memulai percakapan. Topiknya ringan. Semisal asal daerah saya yang ternyata sama dengan beliau. Benar, kami anggota buldog a.k.a Buleleng Dogen. Atau cerita beliau tentang salah satu putranya yang kini kembali ke Buleleng sebagai seorang urolog. Sesekali topiknya agak berat, semisal tentang potensi ekonomi desa-desa di Buleleng Barat.
Pembicaraan paling serius bersama prof Dewa adalah ketika beliau datang di acara pernikahan saya dan istri. Saat itu sedang hangat-hangatnya isu pemilihan rektor Unud. Beliau berkisah tentang polemik, politik, dan manuver-manuver terkait dengan pemilihan rektor. Satu pesan yang saya petik dari cerita beliau adalah tidak ada yang bisa dipaksakan secara rigid. Api itu tidak bisa dipadamkan dengan api. Prinsip tersebut yang selalu beliau pegang saat meniti karier strukturalnya di kampus.
Selepas bertugas sebagai PD 1, kemudian beliau dipercaya menjadi direktur utama (dirut) RS Pendidikan Unud. Saya keburu berangkat melanjutkan studi di Kobe ketika beliau mulai menjabat, sehingga tak banyak yang saya ketahui mengenai sepak terjang beliau selama menjadi dirut RSPTN (begitu kami biasa menyebut RS Unud). Namun satu yang saya bisa ceritakan adalah tentang fokus beliau untuk mengatur ulang laboratorium RSPTN, utamanya terkait dengan tes qPCR COVID-19.
Tak tanggung-tanggung, yang menyanggupi ajakan beliau untuk mereformasi laboratorium RSPTN adalah prof Sri Budayanti. Sebelummya, prof Sri adalah ketua tim laboratorium Satgas COVID-19 Provinsi Bali dengan aktivitas utama berpusat pada instalasi mikrobiologi klinik RSUP IGNG Ngoerah (sebelumnya bernama RSUP Sanglah). Dimana saya adalah salah satu anggota tim bentukan pemprov Bali tersebut.
Untuk diketahui, prof Sri juga adalah salah satu staf Mikro senior. Meski dari urutan senioritas berada setingkat di bawah prof Dewa. Meski termasuk staf senior, prof Sri rela mengulang dari awal untuk membangun sistem yang tertata rapih di RSPTN. Kembali berkutat pada pre-analitik, analitik, dan post-analitik. Tentang prinsip serta alur kerja yang mengikuti kaidah-kaidah biosafety dan biosecurity ketika bekerja dengan kuman infeksius sekaliber SARS-CoV-2. Meninggalkan segala kemapanan dan sistem yang telah berjalan di RSUP Ngoerah. Padahal, bisa saja prof Sri mendelegasikan tugas menata ulang lab RSPTN kepada junior beliau di Mikro. Senior mengayomi, junior menghormati.
Tanpa mengurangi rasa hormat dan dengan apresiasi yang setinggi-tingginya terhadap kesediaan prof Sri. Namun, rasa-rasanya kesediaan prof Sri untuk turun tangan langsung membenahi lab RSPTN tidak bisa dilepaskan dari sosok prof Dewa, dirut RSPTN sekaligus senior prof Sri di Mikro. Saya rasa tak berlebihan bahwa gestur positif dari prof Sri terhadap prof Dewa adalah implementasi sebaik-baiknya harmoni antara senior-junior yang terjalin di Mikro. Serta pengakuan bagaimana pribadi prof Dewa mampu mengayomi junior-juniornya di Mikro.
Selamat jalan Prof. Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, M.Si, Sp.MK (K). Terima kasih untuk semua keramahan, inspirasi, dan petuah-petuah yang diberikan. Seperti kata dr. Dwi Fatmawati, prinsip di Mikro adalah pay it forward. Jika kita merasa berhutang budi terhadap kebaikan sesepuh dan senior-senior di Mikro, pastikan bahwa kita menjadikannya sebagai teladan dan bersikap serupa terhadap junior-junior di masa mendatang. Sehingga, nilai-nilai positif itu akan terus lestari di Mikro.
Jika memang akhirnya saya berjodoh di Mikro, astungkara daun-daun jati yang telah berguguran akan menjadi kompos bagi tunas-tunas baru yang akan tumbuh.
5 notes · View notes
Text
9/24/2023
South Korea—Kudos to our friends at the organization Youth PSPD in South Korea for their protest at the Dongdaemun Design Plaza during the 2024 S/S Seoul Fashion Week in early September. Their message was crystal clear: the urgent environmental pollution crisis spurred by the fast fashion industry must be addressed! Youth PSPD is a group dedicated to creating a space for young people to participate in direct action, build solidarity, and learn about human rights.
Youth PSPD in Korea is the latest recipient of our Cultures of Resistance Award! You can follow them at https://www.instagram.com/youth_pspd/
Read more about our award at:
https://culturesofresistancefilms.com/youth-pspd/
Tumblr media Tumblr media
0 notes
mentoscola · 3 months
Text
pspd of south korea starting a lawsuit against netanyahu and other israelis of being war criminals...
0 notes
bastianblog · 1 year
Text
Tentang Denny JA dan Kecemerlangannya dalam Mendorong Pemberdayaan Anak Muda dan Generasi Milenial
Dalam era modern ini, peran aktivis menjadi semakin penting dalam memajukan masyarakat. Aktivis adalah individu yang bersemangat dan berdedikasi untuk mengatasi berbagai isu dan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Salah satu nama yang patut diacungi jempol dalam dunia aktivis Indonesia adalah Denny JA. Dengan gelar doktor dalam bidang sosiologi, Denny ja telah berhasil menjadikan namanya dikenal luas dalam perjuangannya mendorong pemberdayaan anak muda dan generasi milenial di Indonesia. Melalui organisasi yang ia dirikan, seperti Pusat Studi Pemuda dan Demokrasi (PSPD) dan Denny JA Leadership & Communication Center (DJLCC), Denny JA telah berhasil menginspirasi dan membantu anak muda untuk mengembangkan potensi mereka. Salah satu kunci keberhasilan Denny ja dalam mendorong pemberdayaan anak muda adalah pendekatannya yang inovatif. Ia menyadari bahwa anak muda merupakan generasi yang penuh dengan kreativitas dan energi yang luar biasa. Oleh karena itu, ia mengembangkan beragam program dan kegiatan yang dirancang khusus untuk memotivasi dan menginspirasi mereka. Salah satu program yang sangat populer dari Denny JA adalah "Muda Mendunia". Program ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada anak muda Indonesia untuk belajar dan berinteraksi dengan pemuda dari berbagai negara. Dalam program ini, mereka dapat memperluas wawasan mereka, meningkatkan keterampilan komunikasi, dan menciptakan jaringan hubungan yang bermanfaat. Melalui "Muda Mendunia", Denny JA berharap dapat membantu anak muda Indonesia untuk menjadi pemimpin masa depan yang berdaya saing global. Selain program "Muda Mendunia", Denny JA juga aktif dalam mengadakan seminar, pelatihan, dan lokakarya untuk mengajarkan keterampilan kepemimpinan, komunikasi efektif, dan peningkatan diri kepada anak muda. Ia percaya bahwa dengan memberikan mereka pengetahuan dan keterampilan yang tepat, anak muda akan mampu berkontribusi secara positif dalam membangun masa depan bangsa. Selain itu, Denny JA juga terlibat dalam berbagai kegiatan sosial dan advokasi untuk memperjuangkan hakhak kaum muda. Ia sangat concern terhadap isuisu yang dihadapi oleh generasi milenial, seperti pengangguran, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan hidup. Melalui kampanye dan aksiaksi lainnya, Denny JA berusaha untuk memberikan suara kepada kaum muda dan memastikan bahwa kepentingan mereka mendapatkan perhatian yang layak. Pengaruh dan keberhasilan Denny JA dalam mendorong pemberdayaan anak muda dan generasi milenial juga tercermin dari berbagai penghargaan dan prestasi yang ia raih. Ia telah dianugerahi berbagai penghargaan, termasuk penghargaan "Tokoh Inspiratif Anak Muda" dan "Pemimpin Muda Berprestasi". Penghargaanpenghargaan ini tidak hanya mengakui dedikasi dan kontribusinya, tetapi juga menjadi motivasi bagi Denny JA untuk terus berjuang dan menginspirasi generasi muda. Melihat kecemerlangan aktivis Denny JA dalam mendorong pemberdayaan anak muda dan generasi milenial, kita sebagai masyarakat Indonesia perlu memberikan apresiasi dan dukungan terhadap upayanya. Anak muda adalah aset berharga bangsa dan merekalah yang akan menjadi tonggak masa depan. Denny JA telah membuktikan bahwa dengan memberikan mereka kesempatan dan dukungan yang tepat, kita dapat menciptakan generasi muda yang berpotensi dan mampu menghadapi tantangan zaman. Oleh karena itu, mari kita bersamasama mendukung dan terlibat dalam berbagai program dan kegiatan yang dikelola oleh Denny JA. Mari kita berikan anak muda kita kesempatan untuk berkembang, belajar, dan berkontribusi dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik.
Cek Selengkapnya: Melihat Kecemerlangan Aktivis Denny JA: Pemberdayaan Anak Muda dan Generasi Milenial
0 notes
Text
Monitoring the actions of Korean companies abroad that have violated labor and human rights. (1995)
[This could also apply to the exploitation of Unification Church members outside of Korea. These Japanese members working in a UC fish processing plant in Alaska got little or no pay. Many were prevented from joining their husbands for years, sometimes until they were 33 years old.]
Tumblr media
International Conference on the Social Responsibility of Korean Companies Abroad: Human Rights, Labor and the Environment
Korean House for International Solidarity (KHIS), Conference announcement, 23 November 1998
Since 1995, Korean House for International Solidarity (KHIS)—an independent center of People’s Solidarity for Participatory Democracy (PSPD) has been monitoring the actions of Korean companies abroad that have violated labor and human rights.
Every year KHIS has written letters of appeal to companies, conducted field research—fact finding—in China, Vietnam and Indonesia, and organized seminars and street campaigns to raise public awareness of corporate violations.
Recently, KHIS began organizing a street campaign every weekend to promote writing protest postcards as well as collecting small funds for workers who have been illegally dismissed since the summer of 1998. Many students and young people in particular are interested in and support this campaign. This is because name brands such as Nike, Reebok and Adidas are popular with this demographic group, and because these companies tend to violate the labor rights of youth, children and women (Violations include low-wages and unsafe working conditions, among others).
Many of these name brand companies subcontract to Korean companies from Indonesia, China, Vietnam, Sri Lanka and Central America.
KHIS has organised an international conference every two years on the independent monitoring of Korean companies abroad. This year’s conference will be held on December 12-13 at Sokang University in Seoul, Korea. Various social organizations are scheduled to participate including trade unions, labour and human rights groups and different social interest groups including those concerned with the rights of women, citizens, youth and consumers.
During the conference, host organizations will address NGOs codes of conduct against companies codes of conduct and action program in the each area like women, labour union, environmental group, youth group and independent monitoring system. Also we will invite workers from shoe and clothing companies who worked from TNCs like Nike and Carfu and Sony.
An important part of this conference is the Cultural Event and Solidarity program with Asian trainees who work in Korean companies abroad. It is an opportunity for conference participants to share their experiences, culture, food, etc. The event will also be a space to discuss building a network to monitor Korean companies abroad in the Asian region.
Attached is a conference program and a PSPD brochure. sincerely yours, 
Chief Coordinator of KHIS in PSPD
 Serapina Cha, Mi-kyung
1. Conference Goals
• Evaluate the monitoring of Korean companies abroad and discussion of how to raise the social responsibilities of companies • Create a declaration and campaign for fair trade and human rights companies • Prepare a domestic network for human rights and green consumerism • Publicize ways to conduct education for youth • Create a network of southeast and east Asian laborers working in Korean companies abroad • Develop codes of conduct and independent monitoring
http://www.hartford-hwp.com/archives/55a/047.html
________________________________________
The Dark Side of True World Foods
Sushi and Rev. Moon – Chicago Tribune
The Untold Story of Sushi in America – New York Times
Danny Harth – My Life in the FFWPU / Unification Church: abuse on MFT
1 note · View note
khangndv · 2 years
Text
N. Murthy: tại Infosys, trách nhiệm chính yếu của CEO được tóm tắt trong 4 chữ PSPD.
Predictability of revenues: hệ thống dự báo doanh thu có tốt ko, bạn có khả năng dự báo doanh thu của tháng, quý, năm sau tốt đến mức nào.
Sustainability: khả năng bán được doanh số đã dự báo; khả năng triển khai được các dự án đúng hạn, trong budget và đạt yêu cầu chất lượng; khả năng thu tiền đúng hạn mà không làm khách hàng mếch lòng.
Profitability: tôi tin rằng mỗi doanh nghiệp thành công phải kiếm tiền như điên (hand over fist). Nếu bạn ko có lãi, thì ko nghĩa lý gì để tham gia cuộc chơi. Nếu bạn ko có lãi suất tốt nhất, thì bạn ko phải là giỏi nhất. Tất nhiên, phải kiếm tiền đúng luật, hợp đạo lý, và theo cách khiến các đồng nghiệp hạnh phúc và tự hào.
De-risking: bao gồm các hệ thống, quá trình, thông tin và hành động nhằm giảm rủi ro cho doanh nghiệp trong tất cả các hoạt động của doanh nghiệp.
Tumblr media Tumblr media
0 notes
patelparimalp · 3 years
Photo
Tumblr media
#PSPD #ShivCube #ShivPPPatel #Shiv (at Bopal Ahmedabad, Gujrat) https://www.instagram.com/p/CX6qufDvOrC/?utm_medium=tumblr
0 notes
past-kids-bedtime · 2 years
Text
Krakowski Konkurs Piw Domowych 2023
Czesi mają z Krakowa traumę. Winne jest tutaj – jak to często w przypadku czeskich traum bywa – nasze szkolnictwo. Dzieci w wieku 12 – 15 lat zaliczają obowiązkową wycieczkę na trasie: Kraków, Wieliczka, a na koniec... Oświęcim. Ja twierdzę, że Oświęcim to najważniejsze miejsce do odwiedzenia w Polsce, ale Kraków i Oświęcim razem? To przecież zupełnie inny rodzaj wycieczki, inne emocje, inne refleksje. Więc każdy, komu się uda wyjść z czeskiej szkoły w miarę poczytalnym, musi od nowa przerobić to miasto, przyjechać z jakiegoś nowego powodu, z nadzieją. Ja już to mam za sobą i z Krakowem się lubimy. Nie wiem, czy mi w domu uwierzą, że całą sobotę w najpiękniejszym mieście Europy Środkowej spędzę przy piwie. Studiuję Brett Saisona. 
Tumblr media
0 notes
editspacks · 3 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
site models icons
like or reblog if you save, please ↓
© cassianwarrior for credits on twitter
31 notes · View notes
czarnypiatek · 5 years
Text
16 czerwca w Warszawie odbyła się II edycja Festiwalu Piwowarów Domowych. Po raz kolejny impreza odniosła wielki sukces, a piwowarzy domowi z Polski (i nie tylko) zaprezentowali swoje wielkie piwowarskie umiejętności. Było świetnie, a przede wszystkim było profesjonalnie. Poprzeczka została postawiona niezwykle wysoko przed kolejną edycją w 2020.
Tumblr media
Festiwal odniósł znowu wielki sukces. Napisano już praktycznie wszystko o profesjonalnych stoiskach, o piwach, które powalały swoją jakością i pomysłowości, o świetnej organizacji itp itd. więc nie będę się dużo powtarzał. Można wejść np. na chmielobrody blog albo kilka słów o piwie aby przeczytać obszerne relacje. Wpisów o festiwalu można znaleźć całą masę, łącznie z fotoleracjami itp. wystarczy poszukać 🙂
Napiszę natomiast jak festiwal wyglądał od strony wystawcy, jakim byłem z moim piwem. Bo jest o czym pisać. Halucek zrobił trochę szumu.
Organizacja Festiwalu Piwowarów Domowych 2019
Pierwsza rzecz jaką trzeba zaznaczyć to organizacja festiwalu. Organizatorzy czyli PSPD, odrobiło pracę domową z poprzedniego roku i mocno przygotowało się do edycji 2019. Zgłoszenia na festiwal odbyły się z dużym wyprzedzeniem, co dało piwowarom czas na zaplanowanie swoich warek oraz stoisk. Znaleziono wreszcie lokal, który posiadał sprawną klimatyzację (mimo że momentami było gorąco to nikt nie mdlał z powodu upału). W samej hali po przybyciu było wszystko uporządkowane, miejsca stanowisk opisane, a wszystko wcześniej zakomunikowane, łącznie z rozplanowaniem stoisk. Aplikacja do głosowania działała i się nie wieszała, a sam jej wygląd był całkiem profsjonalny. Widać było w tym wszystkim ogrom pracy jakie wykonało PSPD, aby ogarnąć 70 wystawców, sponsorów, oraz całe zaplecze imprezy, wolontariuszy, łącznie z noclegiem itp. Brawo! Tak to się powinno robić.
Tumblr media
Festiwal z perspektywy wystawcy
Jako wystawca poznałem całą masę pozytywnych ludzi. Zbijane piątki, dyskusje o piwie i nie tylko piwie. Wielokrotnie spotykałem te same osoby, z którymi rozmawiałem przed rokiem, które wracały na moje stoisko aby znowu zakosztować smaku Halucka i chociaż chwilę pogadać. 🙂 To było piękne i mega motywujące do dalszego warzenia piwa. Taka atmosfera, że nie chciało się kończyć imprezy, pomimo wielkiego zmęczenia (na stoisku byłem od 10 rano, a skończyłem składanie koło północy). Tego nie da się podrobić.
I co chwilę słyszane pytanie: “A co chodzi z tymi świerszczami?”. 🙂
Tumblr media
Salty Cricket – a co chodzi z tymi świerszczami?
Salty Cricket czyli moje gose z dodatkiem suszonych świerszczy stało się swego rodzaju hitem festiwalu i rozeszło się niczym ciepłe bułeczki w niecałe 4 godziny. Jak można przeczytać na blogu Kilka słów o piwie: “To było z góry skazane na sukces”. Z mojej perspektywy piwo zostało przyjęte bardzo dobrze. Może było swego rodzaju festiwalową sensacją, ale w sumie o to też mi chodziło robiąc ten eksperyment. Usłyszałem mega dużo fajnych opinii o piwie, za co serdecznie dziękuję, negatywne oczywiście również przyjmuję z pokorą – było ich jednak bardzo mało. Szczerze mówiąc nie spodziewałem się tak ciepłego przyjęcia. Niektórzy zdecydowali się również na foodpairing z suszonymi świerszczami, również dodawanymi do samego piwa…
Tumblr media
Kulminacyjnym dla mnie momentem było otrzymanie statuetki za zajęcie II miejsca za etykietę do piwa Salty Cricket. Praca całego zespołu Halucka została doceniona. Wyjście na scenę i zobaczenie tego od drugiej strony było niesamowite.
Tumblr media Tumblr media
Podsumowanie Festiwalu Piwowarów Domowych 2019
Ponieważ byłem wystawcą to niestety nie miałem tyle czasu, aby chodzić i próbować piwa konkurencji, natomiast to co wypiłem było bardzo bardzo dobre. Nie będę wymieniał wszystkich świetnych piwowarów których piwa spróbowałem, bo wszyscy zasługują na oklaski. Opinie osób zwiedzających potwierdzają, że poziom był ultra wysoki, piwa były przemyślane i często zaskakujące. Pomysłowość nie z tej ziemi, odnośnie samego piwa, jak i stoisk. Organizacja imprezy na najwyższym poziomie.
Co bym poprawił? Hmmm… Rozdzielenie strefy wystawowej i stoisk reklamowych było niestety niewypałem. Rozumiem, że stoiska sponsorów nie byłyby tak bardzo odwiedzane jakby wszystko ruszyło o jednej godzinie, ale ludzie stojący w kolejce, za taśmą, jak po karpia w lidlu było trochę słabe, lekkie wymuszenie pod sponsorów. Ale za rok to niech sponsorzy się biją o miejsce i dostosują do nas, a nie my do nich…
Niestety kolejnym dziwnym posunięciem było ustawienie kilku stoisk w przelocie między foodtruckami a strefą wystawową. Nie byłoby w tym nic złego, gdyby nie fakt, że stoiska zaczęły polewać przed piwowarami znajdującymi się “za taśmą”, a prezentacja stoisk w ich wypadku rozpoczęła się z dużym wyprzedzeniem. Wydaje mi się, że wszyscy powinni mieć takie same szanse na prezentację swoich piw i stoisk i nie rozumiem czemu te kilka stanowisk było w tej lokalizacji nieodgrodzone. Jak dla mnie jest to do poprawy. Z tego tytułu rozgorzała gównoburza w interncie, w sumie słusznie.
Ostatnim mankamentem był system głosowania. Niestety po raz kolejny PSPD po fakcie ogłosiło że były punkty ujemne według tajemniczego współczynnika i punkty dodatnie według równie nieznanego równania. Szkoda że nie było takiej informacji wcześniej (w regulaminie nie było żadnej wzmianki). Przez to obraz głosowania został trochę wypaczony, gdyż nie wiadomo jak oddawane były głosy, a suma nie oddaje informacji na temat punktów oddawanych przez konkretnych konsumentów. Mam nadzieję, że PSPD pochyli się nad tym problemem w przyszłej edycji.
(P.S. Wziąłem udział mimo że miałem pełną świadomość że nic nie wygram w konkursie konsumenckim, faktem jest że najwięcej głosów otrzymują ci najbardziej znani piwowarzy i z tym się godzę, i nie mam bólu tylnej części ciała że nie wygrałem, bo wiedziałem o tym przed przyjazdem). 🙂
Podsumowując, jest to jedna z najlepszych imprez piwnych w Polsce z co raz mniejszą ilością mankamentów. Jestem strasznie szczęśliwy że byłem częścią tego wydarzenia, a fakt że moje piwo zeszło prawie w całości świadczy, że wam smakowało i to cieszy tym bardziej. Świetna atmosfera, super ludzie i prawdziwy craftowy klimat. A na pierwszym miejscu genialne piwa. Jeśli otrzymam możliwość i zaproszenie, to będę też za rok i za rok i za rok i za rok. Brawo PSPD za organizację imprezy!
I na koniec podziękowania, moje prywatne. W pierwszej kolejności dla mojej ekipy Dawida i Stefana, bez których nie dałbym rady w zbudowaniu stoiska i obsłudze klientów, oraz dla sklepu alembik.eu za pomoc od strony produktowo-finansowej.
Tumblr media
  wykorzystano zdjęcie z bloga https://kilkaslowopiwie.com/2019/06/18/fantastyczni-piwowarzy-i-jak-ich-znalezc-ii-festiwal-piwowarow-domowych/
wykorzystano zdjęcia z bloga https://chmielobrody.wordpress.com/2019/06/18/kosmiczny-ii-festiwal-piwowarow-domowych/
wykorzystano zdjęcia z profilu fb https://www.facebook.com/drukarniaEticod
II Festiwal Piwowarów Domowych 2019 – znowu najlepsza piwna impreza roku 16 czerwca w Warszawie odbyła się II edycja Festiwalu Piwowarów Domowych. Po raz kolejny impreza odniosła wielki sukces, a piwowarzy domowi z Polski (i nie tylko) zaprezentowali swoje wielkie piwowarskie umiejętności.
0 notes
zvaigzdelasas · 2 years
Text
In America these days, almost any information about North Korea, be it rumor, fake news, or just plain silly, becomes fodder for the mainstream media. [...]
But when it comes to South Korea, which hosts 28,500 American ground troops and the Pentagon’s largest military base outside of North America, U.S. media coverage is, shall we say, highly selective. That was made resoundingly clear on August 14, when Seoul was the scene for the largest public demonstration in decades against the U.S. military presence in South Korea.
Amazingly, not a word about the protest appeared in the U.S. media.
That Saturday, thousands of people chanting “this land is not a U.S. war base” demonstrated against Ulchi Freedom Shield, the first large-scale military exercises between U.S. and South Korean forces since 2017. The protests were organized by the Korean Confederation of Trade Unions (KCTU), South Korea’s second-largest labor federation. They were joined by a range of progressive allies, including People’s Solidarity for Participatory Democracy (PSPD), an influential citizen’s group founded in 1994.
“At a time when military tensions on the Korean Peninsula are escalating and there is no clue for inter-Korean dialogue, we are concerned that an aggressive large-scale military exercise will exacerbate the situation,” PSPD declared. “We once again urge the US and ROK governments to suspend the ROK-US joint military exercise and make efforts to create conditions for dialogue.” At the demonstration, protesters took direct aim at the heart of U.S. policy in Korea, with signs that read “No war rehearsal, No U.S.” and “No Korea-U.S.-Japan military cooperation.”
Outside of the Korean press, the only outlets to cover this massive showing against militarism were Iran’s Press TV and China’s CGTN, which provided extensive video of the mobilization. The single print story on the march appeared in Xinhua, China’s daily wire service. Neither the New York Times or the Washington Post, which often set the pace for U.S. press coverage of Asia, deemed the demonstration newsworthy.
23 Aug 22
722 notes · View notes
Note
So... how you doing now that it's revealed?
Tumblr media
As much as I joked about “Octavio 3 and knuckles” in the past I am genuinely scared Octavio actually isn’t gonna be in Splatoon 3 since it’s not taking place in Inkopolis, I’m gonna miss my goofy octopus man. 
Tumblr media
As for the blog, hopefully the fact the game is a year away will motivate me to actually work on it again. 
Tumblr media
Not looking forward forward to going through my archives and marking old posts with new tags though. I know a few people mentioned unisex hair and pants in the past so I need to mark those.
Tumblr media
No one seemed to predict the new respawner system aside from the splatoon rip off game PSPD so points to China I guess?
10 notes · View notes
naailahana · 3 years
Text
3: a proud to be- person
"I'm a proud neurosurgeon. Gue akan melakukan apa pun untuk menjunjung tinggi ilmu bedah saraf yang gue tekuni,"
Pamungkass sekali bukan kalimatnya. Dari preseptor bedah saraf yang baru ketemu malam ini. Rasa-rasanya belum pernah deh, dengar kalimat serupa dari pengajar-pengajar yang lain.
Kalau ditangkap sekilas kedengarannya seperti agak overproud. Tapi untuk memahami suatu kalimat memang tidak bisa asal comot. Harus tau 'asbabun nuzul'-nya, kepada siapa diucapkan dan dalam kondisi apa.
Dalam kondisi bidang ilmu yang pada dasarnya memang berad, diucapkan dalam konteks rela meluangkan waktu dan effort 'menjelaskan' demi remah-remah pspd bisa mengerti walau sedikit, adalah suatu hal yang justru membuatku kagum. Selain menggambarkan betapa passionate-nya beliau, secara tidak langsung justru juga mencerminkan ketulusan dan dedikasi. Yang akhirnya lahir menjadi suatu identitas yang memang patut dibanggakan.
Hikmahnya adalah; be proud of who you are.
Identitas apa yang kau punya, maka banggalah dengan itu. Bangga bukan berarti serta merta menjadi sombong. Dari yang bisa ku ambil, kebanggan dalam kadar yang cukup justru akan melahirkan semangat juang, totalitas, dan dedikasi penuh.
Bangga menjadi seorang muslim, misalnya. Bukankah akan melahirkan sesosok muslim yang berprinsip kuat, tidak goyah, taat, dan semangat menebar manfaat? Berbeda dengan yang tidak bangga; maka hasilnya akan sebaliknya. Cenderung tidak peduli, asal-asalan, dan seenaknya.
So, be proud. Semangat. :)
Bogor, 15 April 2021 22.34
1 note · View note