Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Arus.
Akhirnya aku mengerti. Pada akhirnya, sungai tak akan berdaya dengan arus untuk menentukan kemana dia akan bermuara. Apalagi ikan, dedaunan yang gugur maupun batu yang akhirnya akan larut dan terkikis dengan kuatnya arus dari hulu menuju muara yang mereka takkan bisa tebak seperti apa.
Akhirnya aku mengerti, idealis manusia akan terkikis dengan arus kehidupan selama ia terus berenang di tengahnya. Mereka akan larut secara perlahan seiring waktu berjalan. Pilihannya hanya dua, segera menepi atau ikut larut dalam arus nya yang begitu kuat.
Aku paham, aku tak akan mampu merubah siapapun saat ini. Tapi bila boleh, aku ingin apa yang kulihat saat ini hanya sekedar mimpi dan akan terlupakan saat aku bangun pagi. Entahlah, aku tidak tahu apa - apa. Mungkin saja ini adalah skenario terbaik untuk menunjukkan seperti apa seseorang itu sebenarnya. Sambil terdiam dalam tulisan singkat ini, aku hanya berharap semoga dia segera tersadar dan segera berenang cepat ke tepian sebelum dia benar - benar larut dalam arus ini. Karena aku masih percaya ini bukanlah dia yang sebenarnya.
#kembalimenulis #isikepala
0 notes
Quote
Bukannya tidak ada pilihan, bisa saja memang kamu enggan dengan pilihan yang ada. Tidak memilih adalah sebuah pilihan yang tepat pada sebagian kesempatan.
0 notes
Quote
Mimpi buruk manusia tentang kegagalan akan segera berakhir, ketika ia mulai mencoba menendang batas yang ada pada dirinya
Jogja, 2019
1 note
·
View note
Text
Delayed, 1
Tidak ada yang lebih memuakkan selain menunggu sebuah jeda. Begitu bosannya, menunggu sesuatu yang tertunda walau sedetikpun, Lebih - lebih jika untuk menunggu sesuatu yang diidamkan ataupun yang dicintai. Sejak dulu aku selalu membenci ketertundaan, misal menunggu rekan satu tim yang terlambat berkumpul, atau menunggu di depan gerbang sekolah selama satu jam akibat terlambat masuk 5 menit. Dalam dialektika berpikir manusia, tertunda adalah awal mula dari terbitnya kejahatan gaya baru. Dalam sejarah, kejahatan sering terlahir akibat tertundanya kebaikan dalam bersuara atau terlambatnya nalar berpikir manusia dalam bersikap. Misalnya tentang hancurnya tatanan ekonomi Venezuela. Mereka tidak hancur karena permainan harga, tetapi lebih dari itu, terlambatnya kesadaran untuk hidup lebih bijak saat kenikmatan sedang berada di pangkuan. Atau pada kasus lain, tentang sulitnya peradaban muslim untuk maju kembali. Mengesampingkan tentang segala konspirasi, kebobrokan pikiran dan akhlak setiap muslim (termasuk aku di dalamnya) yang dibiakkan terlalu lama adalah penyumbang terbesar kemunduran peradaban (walau akhirnya nalar itu hidup kembali, semoga terus meningkat).
Dalam kegilaan dinamika dunia kampus. Rupanya aku diam - diam mengakrabi ketertundaan. Akibatnya? ya... kamu tahu sendiri, mimpi indah untuk menjadi tokoh utama di kampus (yang katanya terbaik di negeri ini) berubah menjadi mimpi buruk dengan segala masalah - masalah di dalamnya. Mulai dari kurangnya andil dalam kontribusi gelar untuk kampus, kecewanya sebagian orang atas tertundanya sebagian pekerjaan, dan yang paling parah, tertundanya waktu studi hingga hampir 4 bulan. Aku tidak pernah menyangsikan fakta ini, karena seharusnya aku memanfaatkan dinamika kampus sebagai tempat mengasah nalar berpikir, bukan tempat untuk berkompromi dengan rekan - rekan di kampus dengan segudang ambisi yang berbeda denganku. Kepadamu yang kemarin memarahi dan lelah akan keadaan saya, hanya satu hal yang ingin saya ucapkan, terimakasih. Izinkan saya untuk mulai berlari kembali. Pertaubatan terbaik mahasiswa akhir adalah menampar ketertundaan dan segera berlari untuk merengkuh hal - hal yang pasti didepan
5 notes
·
View notes
Text
Prolog
Kepada diriku,
Terimakasih telah membangunkanku dari hiatus selama ini. Semenjak aku memutuskan hiatus dari dunia rajut kata, aku melihat hari - hari berubah lebih cepat dari sebelumnya. Entahlah, rasanya terlalu banyak momen - momen yang berganti, bahkan sebelum mataku mampu menerjemahkannya sebagai sebuah fenomena. Angkuhnya waktu memaksa setiap orang untuk berubah, termasuk aku didalamnya. Banyak orang berkelakar tentang perubahanku, dari aku si tukang protes dan nekat menjadi seorang yang lebih diam dan mencari aman. Sebagian menganggapku sebagai pecundang, dan aku tidak pernah menyalahkan anggapan itu. Hanya saja, aku meyakini bahwa mendiamkan kata - kata adalah hal terbaik untuk saat ini. Kau harus mengerti, bahwa dunia saat ini telah mengalami ketumpulan akal, mungkin paling tumpul dalam sejarah peradaban dunia. Banyak suara - suara pandir yang dikibas - kibaskan sebagai tanda untuk menegaskan keangkuhan, bukan untuk mempertajam cara berpikir manusia. Para pendengar juga tak kalah pandirnya dengan para pembicara. Buktinya? para pendengar rupanya lebih banyak memposisikan diri sebagai pengekor daripada menjadi kepala. Kau pasti tahu kebiasaan para pengekor, yang tak lebih dari corong untuk kepandiran para kepala.
Terimakasih diriku. Telah menemukanku dari rasa amanku. Kita harus kembali menjadi nekat. Nekat tidak selalu menandakan pertentangan, tetapi selalu menjadi deklarasi akan kebebasan berpikir.
Aku akan menulis semua ini.
4 notes
·
View notes