arumprastt
arumprastt
a room
51 posts
A place where an introverted one leave word.
Don't wanna be here? Send us removal request.
arumprastt · 4 years ago
Text
Kereta Berangkat
Sudah sekitar 30 menit aku duduk di sini, di sampingmu. Asyik memperbincangkan banyak hal. Meski sudah berbincang begitu lama, aku lupa mulai penasaran kemana arah tujuanmu. Barangkali kita satu tujuan, bisa kita bersama dalam perjalanan. Namun sebelum aku bertanya, kau sudah memberitahuku bahwa keretamu akan berangkat 5 menit lagi.
Ah, rupanya kita tak satu tujuan, aku sedikit kecewa. Tentu kusembunyikan kekecewaan itu dengan memasang senyuman di wajah.
Tiba-tiba kau melambaikan tangan ke arah lain. Aku mengalihkan pandanganku, pada siapa kau melambaikan tangan. Seseorang yang sungguh cerah berseri, tersenyum penuh kebahagiaan membalas lambaian tanganmu. Rupanya kau sedang menunggu seseorang. Kau berdiri, berpamitan padaku untuk pergi lebih dulu.
Ternyata dengan orang ini kau akan menempuh perjalanan, aku hanya memandangi punggungmu yang menjauh bersama orang lain.
6 notes · View notes
arumprastt · 6 years ago
Text
Cerpen : Bertemu
“Menurutmu, kita bertemu kemudian berjodoh, atau karena berjodoh akhirnya kita bertemu?” ujarmu dalam pesan singkat yang membuat seisi ruangan rapat menolehku, aku lupa mematikan dering handphone.
Usai rapat, hari telah sore. Aku melihat pemandangan landskap kota ini dari lantai 20. Melepaskan jauh pandanganku pada kota yang sebentar lagi akan kutinggal pergi. 
“Apa tidak sayang dengan karirmu saat ini?” ujarmu kala itu saat tahu bahwa aku akan melepas pekerjaanku jika nanti menikah. Mungkin, itu juga akan menjadi kekhawatiran siapapun karena aku adalah lelaki yang nanti harus bertanggungjawab memberi nafkah dan sebagainya.
“Tidak, ini adalah momen yang tepat bagiku untuk sekaligus rehat sejenak dari hirup pikuk pekerjaan yang seolah tak ada habisnya sejak tujuh tahun terakhir.” ujarku.
“Aku menghargai keputusanmu.” ujarnya.
Aku tak pernah menjelaskan nanti bagaimana kami hidup jika selepas menikah kemudian aku resign sementara dia juga baru saja lulus dan mau sekolah lagi, ke luar negeri. Dan aku berencana untuk menamaninya. Karena mendukung mimpi pasangan adalah cita-citaku yang lain. Memberinya ruang kepercayaan untuk melangkahkan kakinya kepada mimpi-mimpinya.
“Aku bisa bekerja jadi tukang cuci piring atau mungkin yang tak pernah kamu duga, aku bisa jadi tukang jagal. Pasti di luar sana ada kebutuhan untuk umat islam mendapatkan daging dari binatang yang disembelih dengan benar menurut syariat.” ujarku.
“Terserah kamu, aku sudah terlanjur percaya juga kalau semuanya akan baik-baik saja kalau kamu yang pegang dan ya sepertinya kamu sudah mempersiapkan rencana.” ujarnya. Aku tersenyum.
Sore ini pun aku tersenyum melihat pesan yang ia kirim. Memikirkan jawaban yang tepat, meski pada akhirnya ini bukan tentang mencari salah dan benar. 
“Kurasa, karena kita berjodoh.” 
Kirim.
Sambil melepas pandangan, aku mengingat kembali perjalananku sebelum-sebelum ini. Di usiaku yang sebentar lagi 30 tahun, aku baru bertemu dengannya tahun lalu dalam sebuah kegiatan sosial. Mahasiswa tingkat akhir yang baru mau lulus. Kalau tidak salah, jarak usia kami terpaut delapan tahun. Tapi, umur bukan masalah besar bagi kami. 
Pertemuan itu menciptakan beragam pertemuan lainnya karena aku semakin aktif dalam mengikuti kegiatan, sesuatu yang membuatku merasa lebih hidup karena hari-hari sebelumnya terasa habis untuk memikirkan pekerjaan. Sesuatu yang memberiku uang begitu banyak tapi melenyapkan kebahagiaan. Dan pertemuan dengannya saat itu adalah saat dimana aku merasa begitu hidup dan tak sabar menunggu akhir pekan.
Bulan lalu, aku ke rumahnya diam-diam. Melamarnya, meski sempat dikira aku hendak memberikan pekerjaan kepadanya karena dia baru saja seminggu lulus menjadi sarjana. Orang tuanya kaget, dia pun, saya juga kaget pada diri saya sendiri. Kadang, memiliki keberanian itu muncul ketika kita menemukan alasan yang tepat atau sesuatu yang amat berharga untuk diperjuangkan.
“Ini tidak kenalan dulu?” tanya bapaknya. Aku tahu yang dimaksud dengan “kenalan” adalah pacaran.
“Tidak, Pak, Bu. InsyaAllah saya sudah cukup mengenalnya dan yakin kalau anak bapak dan ibu adalah anak yang baik.” ujarku terlalu polos.
Dalam hal ini, sebaik apapun selama ini public speaking-ku ketika berurusan dengan para klien, bubar seketika ketika melewati proses ini. Hari itu, saya sekalian memperkenalkan diri, menjelaskan kapan ketemu, kenapa suka sama anaknya, bekerja di mana, dsb.
Syukurnya, diterima. Meski jawabannya menunggu seminggu lagi, seminggu yang membuat fokusku terhadap pekerjaan hilang.
“Ya, kurasa juga demikian. Aku tak pernah mempermasalahkan umurmu yang sudah seperti om-om bagiku dan teman-teman. Pekerjaanmu yang aku sendiri bingung kamu itu kerja apa, mungkin karena kita beda dunia. Aku juga tidak tahu, kenapa kita harus dipertemukan dalam keadaan saat ini. Ya, kalau memang sudah jodoh, mau bagaimana pun kita menghindar, pasti juga akan ketemu.” balasnya panjang.
“Ya, benar sekali.” balasku.
“Yang sabar ya Om, ngasuh anak kecil yang cerewet.”
Aku tertawa melihat balasannya. 
“Ya” balasku.
“Ya ampun, dasar laki-laki ya kalau balas cuma sekata doang padahal aku sudah ngetik panjang!”
Aku tertawa, tak pernah ku sangka kalau aku baru menemukan apa yang kucari setelah melewati begitu banyak cerita. Rasanya, lega. 
©kurniawangunadi | 6 September 2019
1K notes · View notes
arumprastt · 6 years ago
Text
Mengetuk Pintu
Mungkin sepertinya aku tak boleh masuk. Entah aku lupa sudah berapa kali pintu diketuk. Tak ada respon, tak ada jawab. Sepertinya sudah tiga kali aku mengetuk. Seperti mengetuk pintu ketika bertamu, pintu hatimu juga mungkin sama. Ada batasnya. Sudah kuketuk tiga kali, maka waktunya aku untuk pergi.
2 notes · View notes
arumprastt · 6 years ago
Text
Jauh
Kamu ada, dan aku melihatmu. Jarak kita hanya beberapa langkah saja. Tapi entah, jauh rasanya. Apa pasal? Hati, barangkali. Hatiku terisi olehmu, sedang hatimu? Terisi olehnya.
11 notes · View notes
arumprastt · 6 years ago
Text
Tumblr media
4 notes · View notes
arumprastt · 6 years ago
Text
Tumblr media
0 notes
arumprastt · 6 years ago
Text
Radar
aku heran. mengapa di tengah hiruk pikuknya aktivitas stasiun pagi ini, aku masih bisa melihatmu.
aku heran. mengapa ramainya stasiun pagi ini tak mampu menenggelamkan sosokmu, sehingga masih terlihat oleh mataku.
aku heran. mengapa banyaknya orang berlalulalang tiada sanggup untuk mematikan radarku untuk memindai keberadaanmu.
mengapa?
10 notes · View notes
arumprastt · 6 years ago
Text
Jadilah Peka
Dalam hidup, pasti kita mempunyai banyak sekali pertanyaan. Pertanyaan yang kita tujukan pada diri kita sendiri, pertanyaan-pertanyaan mengenai hidup, pertanyaan-pertanyaan tentang permasalahan yang kita hadapi. Siapakah yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut? Di mana jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu?
Jawaban atas pertanyaan kita tersebut bisa saja sudah terhampar di sekitar kita. Bisa saja sudah ada di depan kita. Bisa saja Allah sudah sediakan jawaban tersebut di dekat kita. Terkadang kitanya saja yang tidak peka, tak mau berusaha menghidupkan radar-radar kepekaan untuk menangkap jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kita.
2 notes · View notes
arumprastt · 6 years ago
Text
Dua pintu.
Mungkin pintu hatimu tertutup untukku dan tak memperbolehkan untuk diketuk, namun langit tak pernah sekalipun melarang pintunya untuk diketuk manusia.
1 note · View note
arumprastt · 6 years ago
Text
Cerpen : Insaf
Tidak semudah itu, menilai seseorang dari berapa banyak kajian yang ia hadiri. Berada dimana ketika waktu shalat tiba. Berapa banyak lembar kitab yang ditadaburi. Kelompok apa yang ia ikuti.
Menyusuri jalan yang sunyi, kita akan bertemu dengan banyak sekali kebaikan-kebaikan yang tak tampak dijalan yang ramai orang lalui. Pengorbanan para ayah yang berjuang mencari nafkah. Baktinya seorang istri yang tak kenal keluh dalam keluarganya. Perjuangan-perjuangan seorang hamba yang tak tersurat. 
Aku selalu menangisi diri, tertunduk malu. Kemudahanku dalam beribadah, dalam mengikuti kajian, aktif dalam berdakwah bersama teman-teman, dan kemudahanku dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Adalah kemudahan yang bisa membuatku terjebak, merasa lebih baik dari orang lain. Perasaan yang iblis sematkan pada orang-orang yang merasa dirinya ahli ibadah. Karena mereka tak bisa membuat para ahli ibadah bermaksiat, mereka membuat para ahli ibadah riya’ atas amalannya.
Malam ini, ketelusuri jalan menuju rumah dengan berjalan.  Di bawah lampu yang temaram. Sepasang suami istri berjalan bersama gerobak sampahnya. Sang istri berada di dalam gerobak, sang suami menariknya. Aku merasa tak lebih baik dari mereka. Perjuanganku menjalani hidup ini tak seberat mereka, tapi barangkali Allah lebih ringan tangan memberi pahalaNya kepada mereka.
Aku merasa malu sering menilai manusia lain. Padahal aku tak pernah tahu sama sekali, dari sekian banyak sujudku dalam shalat. Aku tak tahu apakah itu cukup untuk menghapus kesalahanku yang mungkin lebih banyak. Itu pun kalau Dia menerima semua shalatku.
Kalau usiaku tak lebih panjang dari usia sang Rasul. Apakah waktu yang ku miliki ini cukup untuk membuatku selamat dari ujian dunia ini?
Aku melangkahkan kaki ke arah mereka, “Pak, Bu, saya ada sedikit rezeki untuk bapak dan ibu, mohon diterima.” Mereka berdua tertegun karena aku tiba-tiba mengentikan perjalannya.
“Alhamdulillah, terima kasih Nak. Semoga Allah yang membalas, kami tidak bisa membalas apa-apa”
“Aamiin,”
Tiba-tiba terbesit dalam pikiranku. Ucapan itu pun keluar.
“Saya mohon doanya saja Pak, Bu. Semoga Allah memaafkan semua kesalahan saya dan keluarga, dan Allah ridha kami memasuki surgaNya nanti. Dan semoga kita dipertemukan di sana.” “Aamiin”, kami serempak berdoa. Kemudian kami berpisah, semoga kelak kami dipertemukan kembali.
© kurniawan gunadi
916 notes · View notes
arumprastt · 6 years ago
Text
Selama di dunia, perpisahan adalah suatu hal yang nyata.
Rizqi Arum Prastuti
15 notes · View notes
arumprastt · 6 years ago
Text
Dekat Bukan Jaminan
Jarak kembali menipu. Kau menjadi korbannya lagi. Kali ini, jarak yang dekat yang mempermainkan.
Kau yang kini tengah dekat dengan seseorang, merasa seperti dia adalah orangnya.
Kau selalu bertegur sapa dengannya saat bertemu, bahkan tak jarang membicarakan banyak hal dari yang bersifat umum sampai merambah privasi. Pun saat tak berjumpa, kau tetap saling berkirim pesan, mengomentari kiriman di media sosialnya. Makin ke sini, interaksi yang kau bangun dengannya semakin banyak sehingga memperkecil jarak di antara kalian. Kau semakin dekat dengannya. Ketika hal ini terjadi, kau pun berpikir bahwa mungkin dialah orangnya. Mungkin dia orang yang kau tunggu selama ini.
Tanpa kau sadari, ternyata kau telah tertipu oleh jarak. Kau tertipu akan kedekatanmu dengannya. Kau lupa bahwa kedekatanmu dengannya tak bisa menjamin dirimu akan selalu bersamanya. Mungkin kau bisa menyapa, bercanda, ngobrol, atau bertukar pesan dengannya. Tapi apakah kau dapat memastikan hatinya padamu? Memastikan bahwa memang hatinya terpaut denganmu? Perlu kau ingat, orang yang berdampingan saat di kereta atau bus tidak serta merta dapat selamanya bersama. Maaf, mungkin saja kedekatanmu sekarang dengannya hanya sebatas kedekatan antar penumpang dalam transportasi umum saja.
4 notes · View notes
arumprastt · 6 years ago
Text
Pertemuan
Aku percaya bahwa sesuatu yang terjadi di dunia ini mempunyai hikmah. Kemudian muncul pertanyaan di benakku, apa hikmahnya aku bertemu denganmu?
0 notes
arumprastt · 6 years ago
Text
Tertipu oleh jarak
Kau menyalahkan jarak. Atas ketidakbersamaannya kamu dengannya. Kau mempermasalahkan jarak. Atas keterbatasannya mendampingimu. Kau membenci jarak. Atas ketidakmampuannya mendengarkan semua ceritamu. Kau merasa jarak adalah halangan bagimu dengan dia. Kau berusaha memperkecil hambatan itu, mempersempit ruang kerja jarak antara kau dengan dia. Kau berusaha membunuh jarak, menghilangkannya antara kau dan dirinya. Dengan bantuan zaman, kau berusaha. Setiap saat melayangkan pesan lewat chat, memberi komentar di media sosial, berkirim pesan suara, melakukan voice call, bahkan video call. Itu semua kau lakukan agar tak ada jarak di antara kalian berdua.
Namun apakah jarak adalah satu-satunya yang menghalangi kalian berdua? Apakah jarak di antara kalian berdua mampu menghalangi hatimu untuk saling bertaut dengan hatinya? Kau sepertinya lupa bahwa ada sesuatu yang lain, yang mampu menyatukan kalian berdua. Sesuatu yang lebih kuat dari sekedar jarak. Sesuatu yang dapat menautkan hatimu dengan hatinya, meski ragamu dan raganya terdapat jarak yang menganga. Kehendak Allah, mungkin kau lupa. Atas kehendakNyalah hatimu dan hatinya saling bertautan atau tidak.
20 notes · View notes
arumprastt · 6 years ago
Text
Sudut pandang
05 June 2019
21:06
Ketika ada masalah, kita seringnya hanya melihat permasalahan tersebut dari satu sudut pandang saja. Dari sudut pandang kita saja. Sehingga hal tersebut membuat kita merasa yang paling tidak diuntungkan, paling merugi, paling merana, dan paling terdzolimi.
Namun akan lain ceritanya kalau kita berusaha melihat sebuah masalah dari sudut pandang yang berbeda. Kita akan melihat bentuk lain dari sebuah masalah. Masalah tersebut terlihat sebagai bentuk kebaikan, perhatian, bahkan kesempatan yang Allah berikan. Kalau saja kita bisa melihat sudut pandang selain kita, tekanan terlihat sebagai kebaikan, cobaan terlihat sebagai perhatian, hukuman terlihat sebagai kesempatan. Cukup lihat dari sisi yang berbeda, maka kita akan temukan!
4 notes · View notes
arumprastt · 6 years ago
Text
Tidak diterima
Jika apa-apa yang kita lakukan, apa-apa yang kita berikan, apa-apa yang kita persembahkan kepada seseorang yang kita cintai atau sayangi tidak diterima, pastilah hati akan merasa sedih, hancur. Lalu bagaimana jika ibadah yang kita kerjakan, amal yang kita lakukan (yang katanya) semata-mata karena Allah tidak diterima, bagaimana rasanya?
3 notes · View notes
arumprastt · 6 years ago
Text
Sok tahu
01 June 2019
18:29
Aku ini, terkadang (atau malah sering) sok tahu. Sok tahu apa yang terbaik buatku, yang kurang baik buatku, atau yang tidak baik buatku. Seenaknya saja memutuskan mana yang paling baik dilakukan, mana yang harus ditinggalkan. Dengan dalih 'aku tahu yang terbaik untukku', aku memutuskan hal dan melakukan sesuatu sesuka hatiku. Namun yang sebenarnya sedang terjadi adalah aku memperturutkan rasa malasku, nafsu yang menguasaiku. Padahal ada yang lebih tahu dariku. Dia yang Maha Tahu, Maha Mangetahui. Dia yang paling mengerti. Mungkin sesuatu itu terlihat buruk bagiku, namun bagiNya itu yang terbaik bagiku. Karena boleh jadi, apa yang tak kusukai adalah yang baik bagiku, dan apa yang aku sukai adalah buruk bagiku. Allah yang Maha Tahu, Maha Mengetahui. Aku saja yang sok tahu.
7 notes · View notes