Tumgik
duniaruth · 9 years
Text
Remembering
“Pantene?”, tebakmu setelah mencium wangi rambutku.
“Tetot, salah.”, ujarku. Dan kita pun kembali melanjutkan kegiatan merapikan kamarmu.
Selang beberapa menit, kau mencium puncak kepalaku untuk yang kedua kalinya. Saat itu adalah pertemuan kita untuk kali pertama, dan kau melakukan apa yang kau lakukan saat itu dengan keluwesan maksimal. Tanpa beban. 
“Sunsilk?”, kau masih berusaha menebak. Aku hanya memberikan gelengan kepala sebagai jawaban.
Hingga percobaan terakhir kau lakukan, kau masih juga salah.
Tiga merek shampoo kau sebutkan, dan ketiganya bukan merupakan shampoo yang kugunakan untuk mengeramasi rambutku saat itu.
Tiga ciuman di kepala kau berikan, dan ketiganya merupakan tujuan utama dibalik kesengajaan kesalahan menebak merek shampoo. 
Satu dari keisengan tidak jelas, modus manis yang kau lakukan.
Ah, kau memang paling bisa. 
1 note · View note
duniaruth · 10 years
Text
Surat Terbuka untuk Renatha Arini
Tumblr media
KITA MASIH HIDUP!!
Masih ingat semboyan kita selama bersenang-senang di Dufan bulan Juli lalu? Ya, ternyata, terlepas dari apapun yang sedang kita lalui dan hadapi saat ini, fakta bahwa kita masih hidup di dunia ini harusnya sudah cukup untuk membuat kita bersyukur. 
Aku tau kau akan merasa asing membaca kalimat-kalimatku dalam postingan ini, haha, kita tidak pernah berbincang formal bukan? Maklumi sajalah, tumblr seperti menuntutku untuk menulis dan berbahasa baik.
Renatha Arini, sahabatku sedari SMA yang keseksian bibirnya mampu mengguncang hati setiap pria (yang sedang mabuk), aku merasa harus memberimu semangat. Aku merasa harus memelukmu melalui tulisan ini. Aku merasa harus membuatmu tersenyum dan bersemangat saat kau membaca tulisan ini. Karena aku sahabatmu yang menyayangimu. Ayo, jangan menangis dulu, terlalu cepat untuk meneteskan air mata, baca dulu tulisan ini sampai selesai. :p
"Apalah artinya sebuah derita
Bila kau yakin itu pasti akan berlalu
Hai, nona manis, biarkanlah bumi berputar
Menurut kehendak Yang Kuasa"
Penggalan lirik salah satu lagu Utha Likumahuwa di atas selalu berhasil menciptakan senyum di bibirku, segera membuatku merasa bahwa semua akan baik-baik saja. Skripsi bangsat-mu itu pasti akan berlalu, Ta. Derita, mumet, ruwet, gelisah, segala susah dan lelahmu, pasti akan berlalu. Ketahuilah, tidak ada yang tidak bisa kau lalui. Ucapkan kalimat ini bersamaku: "TIDAK ADA YANG TIDAK BISA KULALUI". Semua ini tentang bagaimana kau mengelola pola pikirmu. Kau bisa karena kau berpikir kau bisa. Semua ini tentang jalan atau cara apa yang kau pilih untuk menjalani hidupmu. Kau akan berhasil melalui semua ini jika kau memilih untuk tidak menyerah. Skripsi yang sulit untuk disimpulkan, kerjaan di kantor yang tidak ada habisnya, urusan percintaan yang seperti jalan berkelok-kelok dan penuh lubang, perut yang terlalu membludak tidak tau malu... Ta, semua itu hal-hal yang harus terjadi dalam hidup. Hidup itu menyebalkan, bukan? (atau dalam bahasa kita: Hidup itu bangsat). Dari semua hal menyebalkan yang harus terjadi tadi, ada beberapa pilihan untuk marah, kecewa, ikhlas, terlalu menelan semuanya bulat-bulat sehingga kau tidak ada waktu untuk bernapas, tetap bersyukur, tetap ceria, mengeluh, menangis, menahan air matamu, bersemangat, bangkit, dll, dsb, dst. Mana yang akan kau pilih? 
Mengerti maksudku kan?
Bahan bakarnya hanya semangat dan percaya pada dirimu sendiri. Mengutip salah satu lirik lagu Mariah Carey: "That a hero lies in you." Bangunkan Renatha positif yang tertidur dalam dirimu. Jangan biarkan ia tidur terlalu lama. Kau akan menjadi pahlawan bagi dirimu sendiri. 
Sekarang kau boleh menangis terharu dengan sesenggukan. Tanganku selalu terbuka untuk memelukmu. :)
2 notes · View notes
duniaruth · 10 years
Photo
Tumblr media
Lights will guide you home.
0 notes
duniaruth · 10 years
Text
Payung Teduh + Do Fun + Crazy Friends = Awesome Weekend
Satu minggu kembali berakhir dan terlewati. Untuk lebih menghayati, aku akan meneriakkan kalimat sakti terbaru-ku, Renatha, dan Agassi (pacar Renatha): KITA MASIH HIDUP!!! 
Aku masih dalam libur panjang perkuliahan. Liburan ini kuisi dengan kegiatan yang sangat bermanfaat, yaitu fitness. Iya, aku sebegitu inginnya mempunyai perut papan gilingan, haha. Sudah hampir sebulan kegiatan ini kujalani. Yaa, setidaknya lumayan untuk menambah lingkungan baru.
Highlight dari minggu ini adalah hari Kamis, 17 Juli, ketika aku, Renatha, dan Adit (teman SMA-ku) menyaksikan live performance Payung Teduh, dan hari Sabtu, 19 Juli, ketika aku, Renatha dan Agassi bersenang-senang di Dufan. Info tentang live performance Payung Teduh di Lippo Karawaci sudah kuketahui sejak awal bulan, yang mana saat mengetahui hal tersebut, aku berniat untuk membatalkan apapun rencana yang mungkin datang menghampiriku untuk 17 Juli. Beberapa kali kulewatkan kesempatan menonton live performance Payung Teduh karena ketidaksesuaian tempat dan waktu, selain karena tidak ada yang bersedia menemani. Rupanya Dewi Fortuna masih menyimpan kengidamanku yang terpendam dan mengabulkannya pada tempat dan waktu yang sangat tepat.
Tumblr media
Seminggu sebelum hari H, teman-teman D3 merencanakan acara buka puasa bersama yang, entah kenapa kok bisa bentrok banget, ditetapkan bersamaan dengan hari aku ingin menonton Payung Teduh. Mengingat kembali niatku yang bulat, teguh, lurus, keras pada awalnya, aku memutuskan untuk tetap pada rencana semula, dan menghalau kebimbangan karena keinginanku yang juga besar untuk menghadiri bukber. Mengetahui pilihan yang kubuat ini, Ndra menjadi sangat menyebalkan. Menurutnya, prioritasku aneh. Menurutku, setiap orang mempunyai kehidupan, dan hidup terlalu singkat untuk menilai dan mengatur-atur prioritas orang lain.
Lupakan si Ndra yang seenak udel muncul dan sangat menggangu, menurut info yang tersebar, acara di Lippo dimulai pukul 7 malam, jadi ada waktu bagiku untuk menemani Adit dan Renatha buka puasa. Kemudian kami menunggu sekitar setengah jam di sekitar panggung di lobi utama, karena Payung Teduh yang ditunggu-tunggu baru muncul pada pukul setengah 8 malam. Is sang vokalis menyapa penonton yang berkerumun namun tidak bisa dibilang ramai. Aku menduga sebagian yang hadir bahkan tidak mengetahui siapa yang sedang tampil di panggung saat itu. Tidak banyak kata, Is langsung memetik gitarnya menyenandungkan intro lagu yang akhir-akhir ini sering kumainkan dari playlist handphoneku, Rahasia. Lagu ini lagu paling lama durasinya di antara lagu Payung Teduh lainnya, namun sangat jauh dari membosankan. Beberapa penonton meninggalkan sekitar panggung setelah lagu pertama selesai dinyanyikan, mungkin akhirnya berasumsi bahwa yang tampil ternyata hanya band tidak terkenal, atau mungkin, selera musiknya tidak begitu bagus. Lucunya, ada dua orang perempuan yang datang menghampiriku, salah satunya bertanya padaku: "Mbak, ini yang manggung siapa ya?", kujawab dengan mata malas dan senyum tipis: "Payung Teduh".
Tumblr media Tumblr media
Aku ikut menyanyikan dengan lancar semua lagu yang dibawakan Payung Teduh malam itu. Penampilan mereka, entah mengapa, terasa cepat berlalu. Mungkin karena Is tidak terlalu banyak mengajak ngobrol penonton. Setelah kengidamanku terpenuhi, kengidaman perut Renatha dan Adit harus juga terpenuhi. Kami memesan makan malam di Yoshinoya dan menghabiskan waktu dengan banyak ngakak setelahnya.
Tumblr media
Aku tidak menyesal dengan pilihan yang kubuat untuk 17 Juli. :)
Sabtu, 19 Juli, Renatha dan Agassi menjemputku ke rumah sekitar pukul 10 pagi. Aku sudah sering jalan bersama mereka berdua. Renatha dan Agassi sebagai pasangan menerima hadirku dengan baik. Jalanan Jakarta siang itu terasa panjang dan ruwet, kami baru tiba di Ancol sekitar pukul 1 siang. Renatha, dengan kuasa Papanya sebagai pensiunan pegawai Pembangunan Jaya (perusahaan kontraktor Ancol), menyediakan free pass untuk kami. Wahana pertama yang kami naiki adalah wahana favoritku di Dufan, yaitu Kora-Kora. Kora-Kora adalah wahana terbikin geli dan terbikin nyengir-nyengir-ngakak, menurutku. Ontang-Anting membuat kepalaku dan Renatha pusing, sehingga Renatha, dengan bujukan Agassi, akhirnya memutuskan untuk membatalkan puasanya. Kamipun makan siang di McDonald. Wahana terbaru di Dufan adalah Ice Age, yang akhirnya kami ladeni antriannya meskipun aku harus digoda-goda pegawai yang sok asyik, haha, aku kembali cengir-cengir sendiri saat mengingat-ingat momen ini. :)) Karena wahana Ice Age inilah kami mempunyai kalimat sakti "kita masih hidup!" yang diucapkan oleh Syd (tokoh dalam Ice Age) dan kami rasa sangat mewakili keadaan kami ketika perahu terguncang-guncang dan melalui dua air terjun. Wahana terakhir yang kami naiki dengan segala keindahannya saat malam adalah merry go round. Ini wahana wajib sebelum meninggalkan Dufan, tentunya saat lampu-lampunya sudah dinyalakan. Hatiku diselimuti perasaan hangat saat melihat keindahan merry go round malam itu.
Tumblr media
Kami tidak langsung pulang ke Tangerang karena acara masih berlanjut ke kafe The Warf di Mall Ancol untuk ngumpul-ngumpul bersama teman-teman kampus Agassi. Pada saat itulah aku pertama kalinya (dan akhirnya) bertemu Paris. Paris adalah teman kampus Agassi yang pernah dikenalkan padaku melalui Renatha pada tahun 2012. Kami hanya berkomunikasi lewat BBM sampai akhirnya di saat hubungan kami sudah semakin dekat dan mulai mengkhawatirkan arah (karena kami berbeda keyakinan), Paris menghilang. Menurut penjelasan Renatha, yang langsung diketahui dari Paris, saat itu handphone Paris hilang. Tapi toh akhirnya ia tidak mencoba untuk menghubungiku lagi. Dan aku tidak menyangka ia akan hadir malam itu, dengan kaos hitam Metallica dan kacamata full frame menghiasai wajahnya.
Entah ia masih mengingatku atau tidak, aku tetap mengenalkan diri dan bersalaman dengannya, juga dengan teman-teman Agassi lainnya. Teman-teman perempuan Agassi sangat ramah, tapi Renatha dan aku tidak banyak bercakap-cakap dan membaur terlalu banyak, karena suasana ngumpul-ngumpul malam itu pun tidak terlalu hangat. Pukul 9 malam kami pulang. Jalanan Jakarta malam itu sudah lenggang, ditambah perasaan kami yang sedang baik dan dalam keadaan sukacita, perjalanan jadi terasa lebih ngakak-ngakak, haha. Tidak lupa sebelum menutup pintu mobil Agassi saat kami sudah tiba di depan gang rumahku, aku meneriakkan kalimat sakti kami sepanjang hari itu. :))
0 notes
duniaruth · 10 years
Photo
Tumblr media
Surya Kencana, Gunung Gede. Kapan kita bertemu lagi?
0 notes
duniaruth · 10 years
Text
Pendakian Ke-3: Gunung Gede, Termenyenangkan dan Termengenyangkan.
Seharusnya aku bisa berbagi pengalaman pendakian ke-3 ku lebih cepat di tumblr, mengingat tidak banyak yang kulakukan selama masa libur semester 3 bulan ini. Hanya saja, aku merasa tidak terdesak untuk berbagi pengalaman ini dan mood untuk menulis panjang tidak kunjung menghampiriku. Syukurlah malam ini mood itu akhirnya hinggap menyelubungiku. Jadi, bersiaplah, kuajak kamu berjalan-jalan ke Gunung Gede.
Teman pendakianku kali ini adalah teman-teman D3, ada Ruri, Hiko, Argi, Ridho, Septi (salah satu temanku ke Ciremai kemarin, si anak gunung sejati, di pendakian manapun dia ada). dan Rince (teman kampus Ruri, Hiko, Argi, yang sekarang melanjutkan S1 di Universitas Sahid). Perjalanan kami dimulai pada Jumat malam, 20 Juni. Ruri membawa mobilnya dan berangkat bersama Septi, Argi, Ridho, dan Rince dari Jakarta, sedangkan Hiko dan aku dijemput di Stasiun Bogor. Aku naik kereta dari Stasiun Kota dan tiba di Bogor sekitar pukul 10 malam, Hiko sudah duduk-duduk menungguku di pinggiran depan stasiun. Hiko dan aku melewatkan waktu dua jam lebih dengan mengobrol sambil minum kopi, menunggu rombongan dari Jakarta yang sangat ngaret.
Tumblr media
Larut malam. Stasiun. Orang lalu-lalang. Pedagang pinggiran. Kopi hangat di aqua gelas. Bogor. Obrolan panjang dengan teman 'baru'. Menunggu dua jam tidak begitu buruk.
Hiko dan aku lega melihat Kijang tua Ruri akhirnya tiba di hadapan kami. Kurang lebih sudah setahun aku tidak berjumpa dengan teman-teman D3 ku ini (kecuali Septi), jadi tersungging senyum lebar di bibirku begitu melihat wajah mereka. Kapasitas mobil yang sebenarnya cukup untuk memuat 9 orang tetap membuat posisi kami berhimpit-himpitan dengan kaki yang bergantung tidak jelas karena mobil dipenuhi carrier-carrier raksasa.
Untuk menuju Gunung Gede, kami melalui jalan raya Puncak. Aku suka momen ini. Menurutku perjalanan jauh mengendarai mobil dengan teman-teman di malam hari mempunyai romantismenya sendiri (selain naik kereta). Aku sempat tertidur sejenak, namun begitu memasuki jalan raya Puncak, kantukku hilang. Jalan raya Puncak yang lenggang dan sepi malam itu terlalu sayang untuk dilewatkan, suasana yang sangat cocok untuk pikiran yang ingin berkelana. Di pinggir jalan, penjaga-penjaga villa memegang papan menjajakan villa, sudah kebal masuk angin. 
Kami berhenti untuk makan di warung pecel lele, lalu berhenti lagi di Alfamart untuk berbelanja keperluan-keperluan. Dengan terlambatnya rombongan dari Jakarta tiba di Bogor, ditambah kami terlalu berlama-lama untuk berhenti mampir, maka tidak ada waktu bagi kami untuk tidur sejenak begitu tiba di kaki Gunung Gede. Sekitar pukul setengah 5 pagi kami tiba di pemukiman penduduk di sekitar kaki Gunung Gede, menitipkan mobil di salah satu rumah warga, lalu mengatur ulang isi carrier kami. Karena carrier-ku mampu memuat lebih banyak barang (80 L), Ruri membawa carrier-ku yang sudah dirombak ulang isinya hingga menjadi carrier paling berat. Aku membawa carrier Ruri yang, karena sudah jebol, jadi lebih diringankan bebannya (juga bebanku, beruntung sekali ya :p).
Merasa sudah terlalu siang untuk beristirahat, kami memutuskan untuk langsung memulai pendakian. Bisa dibilang yang memprakarsai pendakian ini adalah Ruri, jadi untuk persediaan makanan pun Ruri lah yang berbelanja. Salah satu isi dalam carrierku yang membuatnya menjadi sangat berat adalah satu buah semangka. Iya, semangka, bulat-bulat. Ruri ternyata orang yang sangat detail dan terlalu banyak berbelanja. X)
Pemandangan yang kami lalui di satu jam pertama pendakian adalah pemukiman penduduk dan hamparan sawah, jalanan tersemen mulus, hanya udara subuh yang dingin menusuk yang memberatkan kami. Gunung Gede dipadati pendaki. Maklum, saat itu minggu terakhir sebelum memasuki bulan puasa (sepertinya para pendaki sejati di minggu terakhir sebelum puasa merasa berkeharusan melakukan pendakian terakhir sebelum istirahat sebulan mendaki), dan Gunung Gede (atau Pangrango dan Papandayan) adalah gunung paling umum yang menjadi tujuan. 
Hanya butuh waktu sekitar dua jam sejak kami memulai pendakian hingga mencapai pos pertama. Terdapat lima pos sebelum mencapai Surya Kencana (tempat para pendaki berkemah), jarak dari pos pertama hingga pos tiga tidak terlalu jauh, jarak pos selanjutnya berjauhan dan berat. Tidak seperti di Ciremai, pos-pos di Gunung Gede tidak dinamai. Jalur pendakian Gunung Gede mudah untuk dilalui karena sudah disemen, selain itu tidak banyak terdapat jarak yang mengharuskan pendaki melangkah lebar dan mengangkat tubuh dengan susah. Hampir selalu Septi dan aku berada paling depan, jauh mendahului yang lain. Padahal aku tidak bermaksud terburu-buru, aku hanya melangkah kecil-kecil namun konsisten dan tidak sering berhenti.
Di perjalanan dari pos empat sampai lima, kami semakin terpencar. Meskipun sangat kelelahan, bagiku pendakian ini tidak memiliki kesulitan yang berarti, namun bagi Hiko, Ruri, Argi dan Ridho yang membawa carrier yang sangat berat, pendakian ini sangat menghabiskan tenaga mereka sehingga mereka sering tertinggal sangat jauh di belakang. Ridho masih sanggup sekali-sekali menyusulku, Rince, dan Septi, namun tiga lainnya tidak kunjung muncul batang hidungnya meskipun kami menunggu dengan sangat lama di satu tempat. Bahkan saat aku dan Septi semakin memisahkan diri berada jauh di depan, Septi sempat tertidur dan memintaku memerhatikan jika teman yang lain sudah muncul. Hingga akhirnya kami berkumpul bersama dan memutuskan berhenti untuk makan siang. Ruri memasakkan kami mie rebus pakai telur, yang rasanya jadi berkali-kali lipat nikmatnya karena kami kelaparan dan kelelahan. Sepanjang siang itu di Gunung Gede, udara terasa sangat dingin jika berdiam diri, kabut tebal menutupi pohon-pohon yang menjulang tinggi.
Makan siang berpengaruh terhadap pergerakanku, perutku terasa sakit saat berjalan. Hasilnya, di satu jam terakhir mendekati Surya Kencana, aku tertinggal di belakang bersama Argi, Hiko, dan Ruri. Hingga di jalan setapak bebatuan, entah bagaimana Hiko dan Ruri jadi tertinggal jauh di belakangku dan Argi, Argi berkata kepadaku: "Kali ini beneran, Yuth, ga bohong. Udah deket banget", dan aku menjawab "Kayak film Narnia ga sih, masuk ke dalem lemari, tau-tau pas keluar udah di dunia lain." Memang persis seperti itulah keadaan saat itu, karena jalan setapak bebatuan saat itu sangat sepi, panjang, dan terdapat pepohonan rapat di pinggir kiri dan kanannya. Dan detik ketika aku melihat apa yang mereka sebut Surya Kencana, detik ketika jalan setapak bebatuan itu berakhir, akan menjadi detik yang takkan kulupakan seumur hidup.
Surya Kencana adalah salah satu tempat terindah dan paling menakjubkan yang pernah kulihat (lainnya adalah Danau Toba). Hamparan ilalang dan edelweiss maha luas dengan tenda warna-warni yang tersebar. Aku berhenti sejenak mengedarkan pandangan dengan mulut yang bergantian mangap dan tersenyum sangat lebar. Sungguh, kawan, tulisan ini mungkin tidak akan mampu menggambarkan keindahannya. Kau hanya harus langsung melihatnya! (bisa lewat foto di bawah ini.)
Tumblr media
Septi, Ridho dan Rince sudah tiba lebih dulu, bahkan sudah duduk minum susu jahe di tenda salah satu pedagang yang ada di situ. Setelah Hiko dan Ruri sudah berkumpul bersama kami, kami mencari posisi yang pas untuk memasang tenda. Dua tenda kami dipasang di wilayah paling pinggir dan dekat dengan hutan. Rince, Argi dan aku sempat tidur untuk waktu yang cukup lama dalam satu tenda, sampai akhirnya aku terbangun karena mendengar keseruan teman yang lain memasak makan malam. Tidak membantu sama sekali, aku malah hanya tertawa-tawa melihat kekonyolan Hiko dan Ridho saling ceng-cengan saat memasak bareng. Makan malam pun siap: telur dadar, nugget, dan ikan teri + kacang balado. Mungkin merupakan makan malam termewah di antara makan malam pendaki lain :p Kemudahan lain yang ditawarkan Gunung Gede adalah tersedianya mata air dari gunung yang bisa langsung diminum. Para pendaki tidak perlu khawatir kekurangan air.
Tumblr media
Surya Kencana malam itu tidak terlalu hening. Dari lembah, di wilayah yang lebih dipadati tenda pendaki, terdengar suara-suara memenuhi Surya Kencana. Sementara teman-temanku sibuk di dalam tenda setelah makan malam, aku memilih merebahkan diriku di atas matras di luar, menatap bintang. Menatap bintang dengan berbaring di area terbuka pada malam hari adalah salah satu impianku dalam hidup. Ini sudah menjadi agenda yang harus kutuntaskan saat aku tahu wilayah perkemahan kami jauh lebih nyaman dibanding saat aku berkemah di Ciremai. Dan momen itu takkan pernah kulupakan seumur hidup. Oh, hatiku masih dipenuhi haru ketika mengingat kembali malam itu. Baru pertama kali dalam hidup, aku melihat bintang sebanyak bintang malam itu di Surya Kencana. Aku tidak akan bosan memandangi langit malam itu, aku bahkan tidak rela mengedipkan mata sedetikpun! Perasaanku meluap-luap. Tapi kemudian Rince keluar dari tenda dan berbaring di sampingku. Hal ini mengganggu ketenangan dan kedamaian yang ingin kuciptakan sebenarnya, namun apa boleh buat. Rince anak yang menyenangkan dan senang bercerita. Ia bisa bercerita banyak hal pada orang yang baru dikenalnya kurang dari 24 jam. Contohnya malam itu, ia bercerita tentang hubungan jarak jauhnya, keluarganya, dan pengalaman-pengalaman magangnya di Jogja. Argi dan Hiko juga keluar dari tenda untuk memotret bintang-bintang sambil diam-diam mendengar pembicaraanku dan Rince, haha. 
Kemudian, seperti belum cukup rasa bahagiaku hari itu, keajaiban yang lain terjadi. Bintang jatuh. Kalian mungkin menganggapku berlebihan tentang yang satu ini, tapi memang begitulah aku, dan ini bintang jatuh pertamaku, selain itu, aku sedang sangat ingin meminta sesuatu (atau, berharap pada sesuatu). Jadi saat melihat bintang itu melesat ke kiri bawah, aku menjerit histeris dan mencubit-cubit tangan Rince sambil mengucap satu kalimat (permintaan) pendek dalam hati: Ketemu Olav. Aku berharap tidak banyak pendaki yang melihat bintang jatuh itu malam itu, sehingga si bintang jatuh tidak kewalahan mengabulkan permintaan. :)
Kami kembali masuk tenda sekitar pukul 11 malam, sementara Ruri, Ridho, dan Septi sudah tertidur pulas. Tidurku cukup nyenyak, hanya sedikit berpindah-pindah posisi merapatkan diri pada Rince dan Septi (aku tidur di tengah) karena kedinginan. Alarm handphone membangunkan kami pukul setengah 5, namun yang benar-benar bangun dan langsung bergerak hanya Ridho dan aku. Kami berdua membuat roti bakar untuk sarapan dan menyiapkan bekal untuk dibawa ke puncak. Perjalanan dari Surya Kencana ke puncak hanya membutuhkan waktu kurang lebih satu jam, kami berencana menyaksikan sunrise di puncak (summit). Namun rencana summit batal karena hingga pukul 6 pun baru Septi yang akhirnya ikut bangun. 
Septi dan aku akhirnya memilih turun ke lembah ilalang dan berfoto-foto, Rince menyusul, Ridho masih berurusan dengan nesting. Surya Kencana pada pagi hari lebih ajaib lagi keindahannya. Langit biru pagi itu menambah keriangan hatiku. Sekembalinya kami ke tenda, Ruri menawarkan untuk menemaniku berangkat ke puncak. Aku yang pernah merasakan menyesalnya naik gunung tapi tidak sampai puncak, menyambut tawaran Ruri dengan gembira. Rince, Hiko dan Argi tinggal dan merapikan barang sementara Ruri, Septi, Ridho dan aku berangkat ke puncak. 
Tumblr media
Puncak Gunung Gede juga tidak kalah menakjubkan. Gunung Pangrango terlihat jelas dengan latar belakang awan putih dan langit biru. Jalanan di puncak Gunung Gede memanjang setengah lingkaran, cukup sempit untuk ruang gerak pendaki yang padat saat itu. Para pedagang minuman memenuhi puncak, membuat keadaan lebih ramai dan ruwet. Rasa syukur memenuhi hatiku. Aku lagi-lagi berhasil mencapai puncak. Betapa mata ini dipuaskan melihat karya-karya indah Sang Maha Oke.
Tumblr media
Ketika kembali ke Surya Kencana, tenda kami sudah tidak terpasang lagi. Kami memuaskan berfoto bersama sebelum turun melanjutkan perjalanan pulang. Kali ini, kakiku tidak selemah ketika di Ciremai. Bergetar, namun tidak membuat tumbang atau goyah. Jujur saja, meskipun beberapa kali terpeleset, perjalanan turun kulalui dengan sangat mudah. Namun tidak bagi Rince, ia sering terpeleset, dan maag yang kambuh membuat carriernya harus dibawa Argi dan Ridho bergantian. Septi paling cepat melaju, ia sendirian meninggalkan kami jauh di belakang. Kami akhirnya bertemu di pos pertama dan makan siang dengan menu mie goreng diurak-arik dengan telur. 
Hujan mengguyur deras Saat kami tiba di kaki gunung dan beristirahat sejenak di salah satu warung, sehingga membuat kami tertahan selama dua jam. Kami melanjutkan perjalanan kembali ke tempat mobil kami diparkir sekitar pukul 8 malam. Setelah menyusun kembali isi carrier dan bersilaturahmi dengan pemilik rumah dan para pedagang sayur tempat kami menitip mobil, kami berangkat pulang. Satu hal yang membuat Hiko tercengang di detik terakhir, yaitu kebaikan para pedagang sayur yang harusnya diberi imbalan karena kami telah menitip mobil, sebaliknya malah memberi kami sayur-sayur segar. Kadang kebaikan terlalu tidak masuk akal bagi seseorang.
Pendakian kali ini merupakan pendakian yang paling sesuai dengan kemampuanku. Berat, tapi tidak begitu berat. Aku sendiri terheran-heran dengan keadaan tubuhku yang tidak mengalami gangguan seperti kontraksi perut atau getaran lutut hebat seperti di Ciremai. Pendakian ini juga membuatku lebih mengenal Hiko, Argi, Ridho dan Ruri, teman-teman sepintas lalu saat di D3. Pendakian ternyaman, termenyenangkan, dan termengenyangkan. Pada akhirnya, kami membawa pulang dua bungkus plastik makanan sisa. :))
Tumblr media
0 notes
duniaruth · 10 years
Video
youtube
"Kuucapkan berkat atas Indonesia
Biar kemuliaan Tuhan akan nyata"
0 notes
duniaruth · 10 years
Text
Hiruk Pikuk 9 Juli. (Satu atau Dua?)
Tumblr media
Kukira foto di atas sudah menjawab pertanyaan yang tertera pada judul postingan ini. Mungkin ini tulisan pertamaku yang berbau politik, tapi sebenarnya aku hanya ingin berbagi hal-hal yang terjadi beberapa akhir ini, yaitu efek Pemilu 2014 di Indonesia.
Kurang lebih tiga bulan sejak pemilu legislatif, lalu pengusungan capres dan cawapres dari beberapa partai politik, kemudian masa kampanye, sampai pada pemilu hari ini, rakyat Indonesia baik di dunia nyata maupun maya, tidak habis-habisnya menuturkan pembicaraan mengenai capres dan cawapres pilihan. Hal ini menjadi topik utama pada berbagai media informasi, obrolan warung kopi, obrolan selasar mahasiswa, dan terutama: media sosial. 
Oh bukan, aku bukan termasuk yang rajin mengicaukan topik tersebut. Sejak nama Prabowo - Hatta dan Jokowi - Jusuf Kalla diumumkan sebagai capres dan cawapres, aku sudah tau siapa yang akan kupilih, tanpa pemikiran ulang, tanpa ragu, tetap dan mantap. Tapi aku malas menerjunkan diri dalam pembicaraan-pembicaraan hangat tentang pemilu, tentang capres A begini, kampanye capres B kok begitu, si ini dibayar ya sama timses capres A, dan berbagai gunjingan-gunjingan lainnya. Tidak. Aku memilih diam dan mengamati. Aku menganggap apa yang terjadi beberapa bulan ini sebagai hiburan. Hiburan yang membosankan sebenarnya, dan, awalnya.
Kenapa membosankan? Karena detik pertama aku membuka twitter, twit paling pertama yang muncul di timeline adalah twit tentang pemilu, yang terlihat begitu aku menyetel tv adalah iklan kampanye atau berita tentang pemilu, headline semua koran dari hari ke hari tidak jauh-jauh dari topik tentang pemilu. Semua mata, hati, pikiran, tertuju pada pemilu. Semua yang kulihat dan kudengar adalah tentang pemilu. Banyak topik lain yang jadi kalah penting, yang tenggelam dan terlupakan. Aku merindukan topik yang berbeda, saat semua hal lebih berwarna, acak, dan tidak terfokus. 
Bagaimanapun juga, aku berusaha tetap melek berita, aku tetap antusias mengikuti perkembangan pemilu. Berita dan informasi lebih banyak kudapatkan melalui twitter, walaupun dengan begitu, intensitas ku ngetwit menjadi sangat berkurang, karena topik apapun selain pemilu, dianggap hanya sebagai angin lalu di dunia twitter (yes guys, dunia twitter memang keras :( ) Lama kelamaan aku menjadi lebih santai, aku menjadi lebih 'nrimo keadaan, ya sudahlah, mbok ya dibaca saja, ikuti saja, seperti itu kira-kira. Semakin aku mengamati, kesadaranku semakin tergugah, kesadaran akan betapa pemilu tahun ini benar-benar berbeda, betapa media sosial seperti twitter bisa menjadi senjata yang sangat ampuh untuk menggerakkan massa, betapa peningkatan antusiasme anak-anak muda di Negeri ini (yang bahkan kebanyakan pemuda pemudi haha-hihi sepertiku) sangat mengejutkan, betapa perbedaan pilihan sangat berpengaruh terhadap hubungan pertemanan, betapa satu tokoh bisa teramat sangat dicintai rakyat, betapa seseorang bisa sangat ngotot membela pilihannya dan menajiskan seorang lain yang mempunyai pilihan berbeda, betapa kreativitas anak-anak muda dalam rangka menyuarakan pilihannya begitu mengagumkan, dan..... Aku harus menarik napas untuk mengetik kesimpulan ini..... Betapa keadaan Negeriku beberapa bulan belakangan ini membuatku takjub.
Menarik, teman, benar-benar menarik. Banyak video yang diunggah ke youtube, yang jika ditonton dengan santai dan tidak emosional, akan menghadirkan gelak tawa. Foto-foto editan yang terkesan mengelu-elukan dan mengejek-ejek salah satu capres dan cawapres pun juga banyak. Lagu-lagu diciptakan, surat-surat terbuka ditulis. Yang paling menarik adalah Konser 2 Jari yang diadakan di Gelora Bung Karno sebagai bentuk kampanye capres dan cawapres Jokowi - Jusuf Kalla. Hatiku terharu, meluap-meluap, terpana, melihat ribuan orang memenuhi stadion menunjukkan dukungannya kepada pasangan capres dan cawapres nomor urut 2. Maafkan ketidaktahuanku, tapi, bukankah yang seperti ini baru terjadi kali ini di Indonesia? Maksudku, antusiasme dan kecintaan hampir seluruh rakyat pada satu tokoh. Foto di bawah ini membuktikannya, teman.
Tumblr media
Ya, aku juga merinding :) Indonesia akhirnya berharap. Indonesia akhirnya bersemangat. Indonesia, setelah kehilangan arah, merasa ditinggalkan, dan memilih mengeluh dan berpasrah, akhirnya bangun, akhirnya bersatu untuk mencapai satu tujuan. Rakyat yang skeptis dan memilih golput, akhirnya mempunyai pilihan, akhirnya memilih untuk memilih. Ini yang, menurutku, membuat pemilu 2014 ini sangat istimewa dan takkan terlupakan. Ini yang, (anggap saja sedikit lebay), membangkitkan semangat nasionalisme-ku. Pemilu 2014 kubawa dalam doa, Indonesia kubawa dalam doa. Ini bukan tentang kompetisi dua calon terkuat, ini tentang masa depan Indonesia. Aku berharap, mimpi-mimpi yang dilupakan oleh rakyat yang tadinya sudah tertidur pulas, bisa diwujudkan oleh pemimpin baru Negeri ini.
Jangan kecewakan kami lagi, Pak.
0 notes
duniaruth · 10 years
Text
Beginikah Nanti Jadinya?
Tumblr media
0 notes
duniaruth · 10 years
Photo
Tumblr media
Adem ya.
1 note · View note
duniaruth · 10 years
Photo
Tumblr media
Sabtu ceria di Jalan Surabaya. Let's say it's a rhyme.
0 notes
duniaruth · 10 years
Photo
Tumblr media
Salah satu toko di Jalan Surabaya. 
0 notes
duniaruth · 10 years
Photo
Tumblr media
Kegiatan di Jalan Surabaya, Jakarta. Penjaga toko sedang membersihkan telepon jadul. Bisa dilihat dari mobil yang terparkir, pengunjung Jalan Surabaya rata-rata orang berada, bahkan wisatawan mancanegara.
0 notes
duniaruth · 10 years
Photo
Tumblr media
Halaman rumah masa depanku. Semoga. (Taman Wiladatika, Cibubur.)
0 notes
duniaruth · 10 years
Text
What to Tell, What to Tell...
Hai, kamu yang sedang baca postingan ini, apa kabar? Kabarku, kuharap bisa lebih baik dari hari ini. :)
Setelah seminggu tidak bisa berjalan dengan normal karena efek turun dari gunung, banyak yang terjadi. Dengan berakhirnya UAS tanggal 9 Juni kemarin, berakhir pulalah semester 4 yang, yaa, lebih 'hidup' dari semester-semester sebelumnya. Bisa dibilang UAS terlancar dan ter-sesuai dengan kemampuanku dibanding UAS-UAS sebelumnya. 
Mundur ke belakang lebih jauh, festival film Eropa yang lebih dikenal dengan Europe on Screen kembali dilaksanakan di beberapa kota besar di Indonesia dari tanggal 2 sampai 11 Mei. Tahun 2010 adalah tahun pertama aku 'mencicipi' beberapa film yang disajikan di festival ini, bersama sahabat-sahabat D3-ku yang gaul itu :p Sejak saat itu, di tahun-tahun berikutnya, aku selalu berusaha menyediakan waktuku untuk setidaknya satu hari saja menonton film pilihan yang disajikan untuk hari itu. Begitu pula pada tahun ini, aku berkesempan menikmati film-film Eropa secara gratisan selama dua hari berturut-turut, hihi.
Aku mengajak Stephanie. Karena kami hanya punya waktu pada akhir minggu, kami memilih hari Sabtu 10 Mei, yang merupakan dua hari terakhir festival. Awalnya kami berencana menonton film Tom Sawyer di Istituto Italiano di Cultura pada pukul 12 siang, lalu berpindah ke Erasmus Huis untuk Searching for Sugar Man pada pukul 14.30. Namun karena kemacetan Jakarta, kami baru tiba di daerah Menteng sekitar pukul 12 lewat, belum lagi kami harus mencari letak gedung IIC, jadi kami memutuskan untuk melewatkan Tom Sawyer dan memilih berjalan-jalan di Jalan Surabaya. 
Stephanie memang temanku menjelajah Jakarta, jika sedang terlalu kurang kerjaan kemudian tergerak untuk naik bis keliling Jakarta, Stephanie lah orang pertama yang muncul di pikiranku. Dan berjalan-jalan di Jalan Surabaya adalah pengalaman pertama bagiku dan Stephanie. Jalan Surabaya di daerah Menteng, Jakarta, terkenal karena toko-toko barang antik yang berderet di sepanjang jalannya. Bermacam-macam barang antik mulai dari piringan hitam, satu set peralatan makan ala kerajaan (bahkan mungkin peninggalan kerajaan), keramik, pernak-pernik dan aksesoris peninggalan ratu kerajaan (mungkin?), cermin, lampu gantung cantik, kerajinan-kerajinan tradisional, dan masih banyak lagi barang-barang antik lainnya yang membuatku........... Ahh, sulit dijelaskan, kegirangan seperti anak kecil, cengengesan, gembiraaa sekali. Iya, ingin rasanya memiliki semua barang antik yang ada di sana, serius, barang-barang itu keren bangetttt, dan aku suka banget banget banget! Bahkan aku berjanji pada diriku sendiri, kelak jika aku sudah mempunyai rumah sendiri, aku akan menghiasi rumahku dengan barang-barang dari Jalan Surabaya, hehe. Namun mungkin karena barang-barangnya sulit ditemukan di manapun, jarang ada yang menjual, beda dari yang lain, harga barang-barang di Jalan Surabaya bisa terbilang mahal. Setidaknya, bagiku dan Stephanie. Meskipun begitu, aku berhasil membawa pulang tas superduper keren yang kata penjualnya, merupakan kerajinan asli Kalimantan, dan cincin yang terbuat dari cangkang keong.
Tumblr media
Setelah puas menjelajahi Jalan Surabaya, aku dan Stephanie segera menuju Erasmus Huis. Karena aku pernah belajar bahasa Belanda di Erasmus Huis selama tiga bulan pada tahun 2011, kami tidak perlu kesulitan mencari letak gedungnya.
Jadi, highlight hari itu selain Jalan Surabaya adalah film Delicacy, yang kami tonton pada pukul 5 sore, setelah Searching for Sugar Man. Film Prancis yang dibintangi Audrey Tautou ini bercerita tentang bagaimana dua orang yang kelihatannya sangat tidak mungkin untuk jatuh cinta, terlalu di luar perkiraan orang-orang untuk berpasangan, ternyata malah saling jatuh cinta dan berpasangan. Karakter kaku, kikuk, dan polosnya pemeran utama lelaki lah yang menjadi penyegar dalam film ini.
Tumblr media
Aku meng-update tentang kegiatanku hari itu di BBM sehingga Adon menyadarinya dan mengajakku menonton gratis lagi esok hari. Sebenarnya, untuk esok hari, aku berencana menonton Ernest and Celestine (Film yang pernah direkomendasikan oleh O) di Goethe Haus pukul 12 siang, sendirian saja. Tapi karena aku sudah cukup lama tidak bertemu Adon, dan hitung-hitung merayakan statusnya yang jadi anak Jakarte, ku-iya-kan saja ajakannya. Jadi sebenarnya, untuk hari ke-2 merupakan rencana di luar perkiraan. :))
Adon mengajak teman perempuannya yang lain, yang juga merupakan anak Jakarte baru, Nita namanya. Kami bertemu di depan Sarinah, lalu naik taksi menuju Goethe Haus. Kami tiba tepat pukul 12, dan untungnya masih kebagian tiket. Dan pantaslah O merekomendasikan film ini, aku tersentuh, bahkan menangis di akhir film. Ernest and Celestine merupakan film Prancis yang menceritakan persahabatan antara tikus dan beruang yang sebenarnya merupakan hal tidak wajar dalam dunia pertikusan dan dunia perberuangan. Film ini film kartun, dan aku sangat terkesima dengan nuansa pastel di dalamnya. Ada bagian di mana hanya ada alunan melodi sebagai backsound disertai gambar-gambar cantik yang bergerak-gerak. Bagian paling manis, paling kusuka.
Ada waktu rehat setengah jam untuk melanjutkan ke film berikutnya, yaitu Wadjda. Adon, aku, dan Nita mengobrol di tempat duduk-duduk pada ruang outdoor. Nita mengeluarkan biskuit yang dibawanya untuk teman mengobrol kami. Sejak itu aku tau bahwa biskuit Deka rasa choco-banana adalah cemilan yang endeus bingit dan sampai saat ini masih sering kubeli untuk cemilanku. Thanks to Nita, haha. 
Wadjda juga film yang sangat menarik. Merupakan film Jerman dengan setting Riyadh, Arab Saudi, tentang gadis berumur 10 tahun yang terlalu berbeda dengan gadis-gadis seumurannya, gadis yang keluar dari jalur, banyak akal, cerdik, berani, dan menghidupi mimpinya. Film ini memperlihatkan betapa perempuan Arab Saudi diberi anugerah lebih dibanding perempuan dari negeri manapun, dalam hal kecantikan wajah.
Dari Goethe Haus, Adon, aku dan Nita menuju Pasar Festival untuk makan sore. Kami banyak bercerita, tentang Adon dan Nita yang bekerja keras bagai kuda sehingga tidak punya waktu untuk bersenang-senang, tentang kuliah dan ketertarikanku pada bidang pemasaran, dan tentang O. Aku sudah bercerita pada Adon tentang O, dan ia meminta Nita memberikan saran atau pandangan baru. Dan Nita, sebagai orang asing yang baru mengetahui ceritaku dan O, memberikan pandangan yang tepat sasaran, yang membuatku tertohok, yang membuatku berpikir. Yaa, seperti: "Percuma kamu lari kalo ga tau garis finish-mu di mana." Hehe. Mengesalkan ya Nita. Mengesalkan dalam artian yang bagus, maksudnya.
Sepertinya aku akan membahas O secara khusus dalam satu postingan.
Oke, sekian tentang keriaan Europe on Screen. Tanggal 29 Mei yang lalu, gereja kami merayakan ulang tahun yang ke-3 dengan berkebaktian padang di Taman Wiladatika, Cibubur, sekaligus memperingati hari Kenaikan Yesus Kristus. Melalui permainan-permainan yang kami ikuti, membuat keakraban antar jemaat semakin bertambah. Pastinya kegiatan yang menyenangkan dengan lokasi yang bisa dibilang menyegarkan mata.
Pertemanan rombongan pendakian Ciremai tidak berakhir begitu saja, kami memiliki grup whatsapp untuk saling mengobrol hal tidak penting, berbagi info-info, dan merencanakan perjalanan atau pertemuan lain. Rencana kopdar kami terlaksana pada 7 Juni yang lalu, di Summarecon Mall Bekasi. Semua bisa hadir kecuali Bang Anton, Rizky Fauzi, Bang Dwi, dan Desty. Saat itu hari Sabtu, aku melaksanakan UAS dari pukul 1 sampai 3 siang, lalu berangkat menuju Bekasi. Karena kopdar dilaksanakan di Bekasi, apalagi kami berjanjian pada malam hari, sudah dipastikan aku harus menginap di rumah Septi, yang merupakan warga Bekasi sejati.
Kami berkumpul di downtown Summarecon Mall Bekasi, menyantap makanan yang kami pesan sambil mengobrol dan menertawakan hal-hal yang bisa ditertawakan saat pendakian kemarin. Hanya sebentar saja kami menghabiskan waktu di downtown, lalu kami memutuskan untuk berpindah ke alun-alun Bekasi. Dengan suasana yang lebih nyaman, 'ramah', dan duduk ngemper beralaskan tikar, obrolan kami menjadi lebih hangat, lepas, dan hidup. Alun-alun Bekasi membuat ingatanku melayang pada alun-alun Jogjakarta, suasana dan keramaiannya sama persis, kecuali lahan semen pada Bekasi, lahan rumput pada Jogja.
Tumblr media
Ditutup dengan pembicaraan tentang perjalanan berikutnya yang menggantung, kami kembali ke rumah masing-masing, sekitar pukul setengah 12 malam saat itu. Keesokan harinya, aku mengikut saja apa rencananya Septi hari itu. Kebetulan, Septi dan tiga temannya sudah mempunyai rencana untuk mengikuti Jakarta International 10K, yaitu lari massal pada car free day dari jalan Sudirman sampai Thamrin, Jakarta. Walaupun kami tidak lari bersungguh-sungguh pada acara itu, namun aku menikmati suasana hiruk pikuk Jakarta pada pagi itu. Kami menyusuri sepanjang jalan Thamrin sampai ke Monas. Sesekali dengan berlari, lebih seringnya dengan berjalan santai.
Ramainya jalan Thamrin pagi itu menjadi kenikmatan tersendiri bagiku. Aku tidak peduli dengan matahari yang membakar kulit tanganku. Aku menikmati melihat banyaknya manusia tumpah ruah di jalanan, jajanan-jajanan di pinggir jalan, berbagai macam komunitas yang berkumpul, dan ada beberapa orang yang membawa anjing peliharaannya. Minggu pagi itu aku melihat beberapa husky dan retriever, itu yang paling membuatku sumringah. 
Tumblr media
Well, mungkin itu saja beberapa kejadian penting dalam hidupku beberapa minggu ini. Aku tidak pernah menulis dengan singkat ya, hihi. Untuk kalian yang bersedia membaca setiap ceritaku, terima kasih! :)
0 notes
duniaruth · 10 years
Photo
Tumblr media
Dari ketinggian 3.027 mdpl.
0 notes
duniaruth · 10 years
Photo
Tumblr media
Tertinggal, tua, sendiri.
1 note · View note