Text
Aku Khawatir Membencimu di Waktu Mendatang, Benihnya Malah (Tanpa) Sengaja Kamu Tanam Sekarang
Dan, pada akhirnya ia dibuang
Siang bolong, tengah bulan
Sehabis manis, dicampakkan
Manusia semakin meninggi seiring takdirnya
Meninggalkan manusia-manusia lain
Menemui jarak yang baru
Keberadaan yang tidak dianggap
Untai pesan yang tidak ditanggap
Adalah sebuah keniscayaan
Dalam hubungan
Dalam pertemanan
Dalam perpisahan
Dan pada akhirnya ia dibuang
Siang bolong, tengah bulan
Belum habis manis, dicampakkan
Sayang, sepinya sudah datang
Depok, 27 Mei 2025 | Faiz Kurn
4 notes
·
View notes
Text
Mau Kupinjamkan Sepatuku? Agar Tak Terpancang Lagi Jalanmu
Bunga kaca di matamu benar-benar indah
Menghalangi pandangan dari dunia fana
Pikir tajam tak relevan banyak mengada-ada
Besar bicara penuhi kepala keruhkan suasana
Baiknya kamu diam, makan malam
Lantas mati dan tenggelam
Tersenyum di lautan dalam
Depok, 22 Mei 2025 | Faiz Kurn
8 notes
·
View notes
Text
kebiasaan diminta ngedisen ngebut pake canva, giliran buka illustrator sama sotosop bingung wk
1 note
·
View note
Text

Benda Ajaib yang Datangnya Juga Dengan Cara Ajaib!
Gegara story bokap, gue jadi inget nasihat guru gue dulu. Tapi sebelum itu, lemme tell u a story
Belasan tahun lalu, waktu gue masih SD, di tv tuh ada iklan super panjang yang punya titel "Lejel Home Shopping". Semua orang yang umuran gue ke atas dan suka nonton tv pada jamannya sih pasti ngeh ya karena ini tuh legend abis. Terkenal bangett pada masanya
Banyak produk yang waktu itu wadaw banget dan bikin kami, terutama gue dan nyokap, kepingin banget. Ada hp tv-nya k-touch, slow juicer, bread maker, daaan salah satu yang paling legendaris itu ya happy call double pan
Jujur, kami emang suka nontonin iklan-iklan itu. Terlebih gue yang emang hobi nonton iklan (sounds weird, tapi ini jadi salah satu yang lumayan 'nyetir' keputusan-keputusan dan cita-cita gue di masa mendatang, mungkin pankapan gue ceritain). Tapi ya sesederhana suka aja. Sambil sesekali berandai kalau bisa beneran kebeli. Karena, bagi kami, produk-produk di tv home shopping itu mahal
Dan di antara benda-benda yang sering diandaiandai itu, ada satu produk yang nyokap tuh kayanya ngebet bangett pengen punya. Hampir nelpon dan beli. Satu-satunya penghalang ya cuma kami ga sekaya itu wkwkw
Benda ajaib itu bernama happy call double pan
Gimana ga ajaib. Ada pan anti lengket yang kalo dituang saos, saosnya ga nempel samsek. Ngebersihin bekas masak tinggal dilap. Mana masak ayam utuh seekor muat. Pokoknya bagi kami saat itu, double pan gede anti lengket itu suatu penemuan yang breakthrough banget. Well, mungkin di kalangan orang kaya enggak sih, karena teknologi pan anti lengket kan udah lama juga ya wkwkw
Tapi sayangnya, benda satu itu ga kunjung hadir di rumah kami karena ga mampu beli. Kami cuma bisa doa supaya bisa punya dan mendem keinginan itu dengan tumpukan rasa sadar diri
Fast forward. Bokap yang seorang pensiunan guru, beberapa hari lalu dikontak buat hadir di acara reuni murid-muridnya dulu. Daaaan seperti yang bisa diliat di gambar awal. Bokap dihadiahin double pan yang persis kaya yang kami pingin dulu
Setelah belasan tahun lamanya, akhirnya benda ajaib itu hadir di rumah kami. Bahkan tanpa harus beli. Benda ajaib yang datangnya juga dengan cara ajaib!
Balik ke paragraf pertama, gue jadi keinget nasihat guru gue. Sebagai konteks, nasihat ini dulu guru gue kasih di penghujung masa sma, di mana kami (gue dan temen-temen gue), sedang sangat galau terhadap dua hal, kampus dan perempuan yang kami taksir di sekolah
Lantas, guru kami cerita soal bola kasti, sebuah pengandaian sederhana yang selalu terngiang di kepala tiap bahas takdir
Beliau nanya, "menurut kalian, ada ga orang yang ga sengaja kena lemparan bola kasti?"
Kami mikir bentar, terus ngangguk
"Pernah ga sih kalian bayangin, lapangan kasti kan luas banget ya. Orang juga banyak. Sementara bola kasti tuh kecil. Tapi kenapa, bisa ada orang yang ga sengaja, persis banget, kena bola kasti. Padahal, seandainya aja dia geser sedikiiit aja, atau yang lempar bola kasti melenceng sedikiitt aja, atau di saat itu ada angin yang kencengan dikiiit aja, pasti bola itu bakal meleset, ga bakal kena ke orang tadi"
Kami mikir. Gue juga, pura-pura mikir biar keliatan kompak. Tapi masih belum paham ke mana arah pembicaraan ini
"Kurang lebih takdir tuh gitu. Mungkin pada saat itu sesuatu itu bakal terjadi, bisa aja terjadi banyak hal yang bisa menggagalkan takdir. Tapi enggak. Takdir akan selalu tepat, pas, kena ke sasaran. Di waktu dan tempat yang ditentukan” lanjut beliau.
“Terus kenapa masih khawatir? Kalau emang takdirnya, apa yang bakal jadi milik kita, apa yang bakal terjadi di hidup kita, ya pasti bakal pas, tepat sasaran. Ga mungkin ketuker. Dan kita ga akan bisa ngelak”
Kami mengangguk. Saat itu rasanya ada sesuatu yang melegakan dada kami. Hangat dan menyerap ke ingatan dan dasar hati
Tapi bertahun-tahun kemudian seelah kejadian ini, turns out gue masuk kampus yang gue mau, tapi keluar di tengah jalan, dan perempuan yang gue taksir dulu, sekarang sudah menikah dan punya anak satu. Ternyata ga hangat-hangat amat ya wkwkw
Kembali ke soal double pan tadi. Kami pingin barang itu dan mungkin sampe terucap di doa udah lama banget. Belasan tahun lalu. Kami sama sekali ga nyangka, kalau pada akhirnya, takdir itu justru dateng, dengan cara yang ga diduga, dan di waktu yang ga diduga pula
Pas. Persis. Tepat sasaran. Sebagaimana sifat takdir itu datang dan kita ga bisa ngelak sama sekali
Sejujurnya, gue lagi ga mau mikir banyak soal takdir dan masa depan sih. Tapi abis nulis ini, gue jadi penasaran, bertahun-tahun mendatang, boleh jadi gue bakal dateng lagi ke kampus gue, bukan sebagai mahasiswa, tapi jadi dosen tamu mungkin. Atau mungkin perempuan yang gue taksir di sekolah dulu tetep bisa aja jadi jodoh gue, kalau doski jadi janda misalnya *eh wkwkw
6 notes
·
View notes
Text
Cerpen : Pengen Punya Omnitrix, Biar Sekalian Jadi Alien Aja
Keponakanku masih menatap dengan penuh harap. Sementara diam-diam keringat dingin mulai mengalir di sela rambutku. Heran. Pelajaran sekolah dasar jaman sekarang rupanya ga dasar-dasar amat
Oh, atau aku yang memang bodoh ya?
"Kamu udah nanya mama?"
"Kata mama suruh nanya om"
Ck, dasar picik. Giliran yang susah-susah dilempar ke orang lain. Mentang-mentang aku anak bungsu
"Coba sebentar, om pinjem bukunya"
Keponakanku langsung memberikannya. Lengkap, beserta buku pr dan kertas corat-coretnya
"Bentar, om pelajarin dulu ya, kamu mainin tablet om aja dulu nih"
"Oke!" katanya senang sambil segera mengutak-atik youtube kid di layar 8 inch milikku
Sial memang. Hal-hal sulit macam ini memang menyebalkan. Bukan cuma susah edan buat dipecahkan, tapi juga secara ga langsung memperanakkan buah-buah masalah pikiran baru
Kalau bantuin PR sepele gini aja ga bisa, apalagi nyelesein masalah anak lainnya?
Daaaan, selalu, berujung rasa syukur bahwa aku belum menikah. Rasa syukur yang mestinya baik, tapi diam-diam menjebak sampai tidak terasa umurku telah kepala tiga
Bangsat memang hidup ini. Isinya ujian semua
2 notes
·
View notes
Text
Aku tahu aku semakin hilang dari radarmu
Suaraku mengecil dan kamu tak melihatku lagi
Aku tahu aku semakin hilang dari radarmu
Suaraku mengecil dan kamu tak melihatku lagi
Aku tahu aku semakin hilang dari radarmu
Suaraku mengecil dan kamu tak melihatku lagi
2 notes
·
View notes
Text
Puisi Paling Tahi
Akan ada episode hidup di mana semuanya serba tahi
Bertanya dilempar tahi
Mengungkapkan pendapat dilumuri tahi
Ingin membantu diberi tahi
Diam di ruangan penuh tahi
Bergerak tertahan tahi
Bekerja berurusan dengan para tahi
Yang didengar ungkapan-ungkapan tahi
Yang dilihat tayangan tahi
Makan lauk tahi, muntah keluar tahi
Di depan tahi, belakang tahi
Aatas-bawah-kanan-kiri tahi
Depok, 8 Mei 2025 | Faiz Kurn
5 notes
·
View notes
Text
Kamu Pergi, Bayangmu Masih Membersamai
Liontin berbentuk hati bersandar manis
Air menjamah muka tubuhmu
Nyanyian perih berirama syahdu
Melekat erat di ruang yang utuh
Tanpa sadar sebentarnya hadirmu
Kebiasaan-kebiasaan kecil yang baru
Jadi arah, kiblat yang dituju
Yang putih, yang bagus, yang ayu
Yang manis, yang lugu, yang lucu
Depok, 29 April 2025 | Faiz Kurn
4 notes
·
View notes
Text
Bagi para peramu yang cakap, sejumput kasih ditabur rata mungkin tidak menyempurna, tapi cukup untuk menutup pekatnya dosa. Namun bagi para pencecap nan jauhari, cacat setitik menanda durkarsa. Hylyh wkwkw
1 note
·
View note
Text
Seketul Cahaya di Balik Hati yang Busuk
Gersang, kalut, sibuk
Di antara jutaan putih kerumun
Lampu hijau mulai kelihat rupanya
Kakiku bersiap lari kecil
Semoga kali ini sampai
Semoga kali ini jaya terampai
Depok, 28 April 2025 | Faiz Kurn
3 notes
·
View notes
Text
Aturan (Tak Tertulis) Bermedia Sosial Pasca Menikah
Aku ingat, aku pernah merasakan suatu ‘keterbatasan’ ketika membuka media sosial terutama Instagram pasca aku menikah 5 tahun yang lalu. Semua terjadi semenjak kehadiran suamiku.
Rasanya, semacam jadi ada ‘polisi’ yang mengawasi haha. Ada kurator dalam setiap perkataan dan sikapku di dunia maya. Yang biasanya aku ‘merasa bebas-bebas’ saja, kini jadi perlu apa-apa dipikir dan dimintai persetujuan.
Bagi sebagian orang, hal seperti ini akan dianggap “ihh kok gitu, kok kayak ngekang jadinya?” Atau “kok pasangan ikut campur urusan personal istri sih, harus ya sampai segitunya?”
Bentar-bentar, tahan.
Mulanya aku sendiri yang berpikir begitu haha. Diam-diam aku menggerutu dalam hati ketika suami mengomentari apa-apa yang aku post di IG. Baik story maupun postingan. Aku sedikit kesal karena ‘kenapa aku jadi merasa apa-apa harus sesuai yang beliau mau?’..
Mau posting A, ditanyai “apa alasan kamu ngepost ini?”
Mau posting B, dikomentari “harus ya ngepost tentang itu?”
Jawabanku saat itu lebih ke “ya karena saya mau..” atau “ya karena saya suka sama hal ini.. jadi saya share.”
Dibeberapa kesempatan, jadi urung diposting karena kena teguran. Atau karena aku sudah malas dan hilang mood wkwk. Mungkin saat itu bagi suami, aku terlalu membuka diri di media sosial. Dihadapan banyak orang yang tidak semuanya kukenal.
Tidak heran, awal menikah masa-masanya taaruf kedua kan ya. Mulai mengenai karakter, value lain, dan sudut pandang masing-masing terhadap apapun. Disitu lama-lama aku jadi tahu bahwa suami orangnya seprivat itu. Seberhati-hati itu mengenai media sosial.
Berlainan denganku yang saat itu lagi banyak-banyaknya dapet follower baru, kontenku selalu ramai, DM-ku penuh dengan obrolan dari teman-temanku.
Dulu aku aktif diberbagai kanal media sosial, sementara suami, tidak punya akun media sosial selain twitter (itu pun jarang dibuka) dan fb (ini kalau kebetulan lagi buka fb dan sering nemu postingan aku katanya wkwk).
Jadi disini dunia kita agak berbeda. Aku si yang banyak teman, dengan suami yang lebih hidup seperti ‘lone wolf’. Sang ambiever dan si introver akut pun menikah.
Butuh waktu cukup lama untuk menyesuaikan diri bagiku untuk bermedia sosial pasca menikah. Aku menghormatiku suamiku, aku menghargai pendapatnya, aku terbuka untuk belajar sudut pandang baru darinya.
Opininya ada benarnya, beberapa ada yang bisa kusanggah dan ia menerimanya. Kami hidup beradaptasi satu sama lain, dan belajar saling memahami kebiasaan yang sudah lama terbentuk sejak single dulu.
Ok, balik lagi ke bahasan sesuai judul. Apa aturan tak tertulis bermedia sosial pasca menikahnya?
Pertama-tama, ini cerita dan opini pribadiku ya (mewakili value keluarga kami hehe). Jadi kamu tidak harus setuju, tidak harus sama/sesuai, dan tiap orang punya latar pun situasi yang berbeda bukan? :D *jadi mari saling dengarkan dan belajar hargai ya..
Aturan pertama, tidak oversharing ketika fase newly wedd.
—dulu, ini suliiiit banget bagiku untuk menahan diri. Orang ketika baru nikah, bawaannya ingin ‘menunjukkan’ (sengaja atau ngga sengaja) kan ya? Ingin ngelihatin lagi bareng pasangan, aktivitas apa yang lagi dilakukan.
Karena memang sedang sebahagia itu :’)) hati penuh suka cita, hari-hari terasa indah sekali, energinya menular hingga ketiap postingan yang dishare di media sosial.
Beberapa minggu kemudian, biasanya muncul postingan sedang masak sesuatu untuk suami. Jalan-jalan kesuatu tempat, dan hal-hal menyenangkan lainnya.
Bagi suami, saat itu perlu banget postingan dikurasi dan ditahan. Tidak semua harus kita share, apalagi kalau ada hal-hal yang menyangkut privasi. Kalau tidak ada tujuan dakwah atau menginspirasi kebaikan, lebih baik tidak usah.
Saat itu aku pernah melakukan kesalahan. Aku pernah mengambil video suami sedang di halaman rumah (lupa beliau sedang ngapain) dan terlihat beliau sedang pakai celana pendek.
Saat melihat story IG itu, suamiku menegur cukup keras. Karena itu artinya aku tidak sengaja menunjukkan auratnya. Aku langsung sadar, “oh iya ya!! ((betapa bodohnya akuuu))”
Aku diperingatkan untuk tidak lagi sekali-kali menunjukkan wajah atau apapun perihal beliau di media sosial. Silakan aku membuat story, berupa foto atau video tapi jangan sampai pernah menunjukkan beliau.
Suamiku tidak suka diekspos ke publik. Disini, aku belajar untuk menerima dan menghormati keputusan beliau.
Aturan kedua, tidak menunjukkan ‘baby bump’ ketika sedang mengandung anak.
—untuk hal ini, bagiku cukup mudah. Karena dari yang kupahami, bagian perut adalah aurat sebagaimana anggota tubuh lainnya. Menunjukkan secara sengaja bentuk perut ketika hamil, seperti tidak ada bedanya dengan memperlihatkan lekuk tubuh yang seharusnya tertutupi oleh pakaian.
Bagian dada (yang maaf; menonjol) saja perlu dijulurkan kain kerudung bukan? Begitu pun bagian perut. Kalau bisa, ditutupi dengan baik. Pakai pakaian yang lebar, nyaman dan tidak ketat.
Aku pernah tahu saat itu sedang ramai bermunculan lelaki aneh yang suka mengoleksi foto-foto ibu hamil yang sedang menunjukkan perut besarnya, dan disalah gunakan menjadi sarana ‘pemuas nafsu’ mereka. Aku takut sekali. Lebih baik menjaga diri sedari awal daripada menyesal.
Aturan ketiga, tidak mengekspos wajah bayi (atau anak). Apalagi ketika mereka masih sangat kecil, dan tanpa persetujuannya.
—suami mewanti-wantiku soal hal ini. Ditengah maraknya dan cerita-cerita sedih mengenai efek ‘ain, membuatku lebih keras menahan diri. Khawatir kena, khawatir ada apa-apa. Mengambil foto anak ketika masih bayi boleh saja, hanya tidak perlu dishare ke publik.
Kalau gemes ingin posting, tutupi wajahnya. Atau foto bagian lainnya selain wajah (kalau memang ada keperluan). Kalau mau tahu wajah anakku, tidak apa-apa saat bertemu langsung. Atau bagi teman dekatku yang bertanya, ya aku beri saja fotonya dengan catatan tidak dishare tanpa persetujuanku hehe.
Baiknya teman-temanku, saat bertemu Syamil dan berfoto, mereka selalu meminta izin kalau mau diposting.
“Boleh aku post foto yang ada Syamilnya ngga Yu? Nanti aku tutupi wajahnya ya..” , begitu kata mereka. Aku haru sekali ketika mereka memahami dengan baik keputusanku.
Aturan keempat, tidak menunjukkan kemewahan, fasilitas rumah tangga, ‘keberuntungan’ pribadi, atau hal-hal yang tidak penting untuk dishare kalau tidak ada tujuan kebaikannya.
—untuk hal ini, aku masih belajar dan sedang kulanjutkan. Mungkin beberapa kali aku pernah kepeleset (maafkan aku.. dan tolong tegur baik-baik in privat ya) seperti foto makanan resto (dan tidak ada tujuan lain selain seperti pamer “hei, aku makan disini lhooo”). Atau hal lain yang tidak bertujuan apa-apa.
Aturan terakhir, tidak curhat dan tidak nge-spill masalah rumah tangga ke dunia maya.
—segatal apapun, sesedih apapun, se-stress apapun aku ketika menghadapi permasalahan yang terjadi di dalam rumah SEBAIKNYA tidak pernah dan jangan sekali-kali dituliskan di media sosial yang siapapun bisa membaca, mengonsumsi dan menikmati ceritanya.
Dituliskan dalam sebuah jurnal? Boleh saja, tapi tidak perlu dipublish. Jangan umbar-umbar masalah dan kesedihan di media sosial :’D biarkan orang berpikir bahwa kita selalu hidup dalam kondisi happy, tenang, damai dan nyaman. Walau sebetulnya tidak selalu begitu kan ya haha.
Hidup adalah rangkaian episode yang punya temanya masing-masing. Kadang hidup naik-turun, tidak selalu senang, tidak juga selalu menyedihkan.
Jika hidup sedang senang-senangnya, alhamdulillaah bersyukurlah!
Jika hidup sedang fase sedih-sedihnya, alhamdulillaah bersabarlah!
Semoga kondisi baik, kata Allah begitu. Jadi biasakanlah diri kita untuk menjaga diri kita, dan cerita kita dari berbagai spekulasi dan pandangan orang lain yang tidak bisa kita kontrol.
Kalau dirasa tidak kuat menahan semua masalah sendiri, pilihlah teman terpercaya untuk membantumu meringankan beban dihati.
Kalau tidak punya teman tersebut, hubungi ahli atau psikolog untuk membantu menguraikan pikiranmu & masalahmu.
Dan lebih baik jika masalah yang sedang kamu alami, kamu selalu bagikan bersama pasanganmu. Komunikasikanlah, curhatlah sering-sering. Sebab ia teman karib kita hingga surga. Bersuka ria-lah bersama-sama, bagilah rasa sedih itu hingga kamu rasakan ketenangan dan pasanganmu akan semakin senang karena ia benar-benar dipercaya oleh kita.
Memang jadi sulit jika pasanganmu yang jadi masalahmu, kamu perlu pihak ketiga (yang netral) untuk membantu menyelesaikan masalah itu.
Semua aturan tak tertulis diatas, adalah hasil belajarku dari pernikahan yang berjalan menuju 5 tahun ini.
Tentu, aku masih teris berproses. Aku tidak sempurna. Bisa sangat salah, bisa juga sesekali benar. Yang jelas, aku tidak pernah berhenti belajar.
Sesuai kalimat yang tertulis di bio WA-ku: “unstoppable learner!” —aku adalah pembelajar sepanjang hayat. Belajar soal kehidupan, belajar soal kebijaksanaan.
Semoga teman-teman disini, ketika sedang membaca tulisanku, ada yang bisa diambil hal baiknya (aku berharap banget..) dan buang jauh hal buruk yang tidak sengaja aku resonansikan di media sosial ini.
Mohon maaf kalau aku ada salah-salah ya :) semoga masih mau dan terus mau berteman sama aku meski hanya via maya (karena ketemu offline kan terbatas ya hihi).
Sekian~
Tangerang, 25 April 2025 | 16.06 WIB
62 notes
·
View notes
Text
Bila Tidak di Dunia, Kujanjikan Kita Akan Bersama di Neraka
Sama seperti dulu bibir merah muda itu masih manis rasanya
Aku tahu sebentar lagi membiru tapi aku tak akan melewatkannya
Depok, 25 April 2025 | Faiz Kurn
3 notes
·
View notes
Text
Cerpen : Aku Rindu Menambahkan Sesendok Sambal Pada Mangkuk Batagor Kuah Milikmu
Aku duduk di ujung, bersandar pada dinding yang aku tau akan memberiku noda putih di baju setelahnya. Kamu duduk di seberang sana. Kita berdua sama-sama duduk terdiam. Berpandangan, meski buram
Di ruangan sebesar ini, dua dari kita memang kecil bandingannya. Namun khayal kita keluar perlahan dari kepala. Seperti asap berwarna merah, biru dan jingga. Memenuhi, menutup kekosongan ruang besar ini
Aku ingat di bagian asap keunguan di sana khayal kita bersatu. Kamu kepingin hidup nyaman, aku mau hidup tentram, lantas kita rangkai satu persatu. Definisi demi definisi. Kita rekatkan sama-sama dengan rencana dan perhitungan semi matang. Lama kelamaan rangkaian tadi terbangun juga jadi bangunan kokoh mimpi kita berdua. Bersama-sama
Tapi kita sama-sama tahu bahwa, kuasa manusia tak lebih dari debu di tengah samudera. Mungkin, Tuhan melihat kita sama-sama cukup mahir merangkai bangunan mimpi itu sehingga Ia menyuruh kita membantu orang lain membangun mimpi mereka. Atau dengan kata lain, kita tidak diperbolehkan mengukuhkan milik kita sendiri
Lantas kita terduduk diam. Kebingungan di kejauhan. Saling menengok pada bangunan rencana kita berdua yang masih utuh. Pondasi yang kita bangun terlalu kokoh, sehingga perasaan-perasaan yang ada di dalam tetap terlindung meski sudah bertahun-tahun lamanya
Lantas kita duduk terdiam. Sama-sama sadar bahwa perasaan kita sudah habis di masa lalu. Investasi kita terlalu banyak. Sekarang, di masa yang kita tidak pernah tau akan datang, kita sudah tidak memilikinya lagi
Lantas, kita duduk, dan kita diam. Saling melihat dalam keburaman. Saling bercermin pada asap warna-warni yang menyimpan kenangan. Mencurahkan rindu yang tak mampu terucap, karena mulut kita sudah milik orang lain. Semoga doa kita dalam hati tetap saling bertemu, meski di waktu, tempat, dan mungkin dimensi lain
6 notes
·
View notes
Text
Cerpen : Efek Payahnya Sinkronisasi Isi Hati, Kepala, dan Rekening, Terhadap Pria Penakut Jelang Usia 27
Maaf banget kalau jelang weekend tapi aku malah babak belur. Bukan bermaksud ga mau tampil prima waktu ngedate sama kamu besok, tapi, aku baru aja ribut besar sama egoku sendiri. Ngerepotin banget emang terlahir punya ego yang besar. Karena bahkan, kompromiku aja kadang ketakutan sendiri waktu mau menghadapinya
Jadi ceritanya, sejak tadi siang, suasana tiba-tiba mencekam. Egoku datang bersama gebrakan besarnya. Dia datang dengan penampakan agak ngeri sih memang. Sekujurnya agak hangus, terbakar api cemburu waktu baca story lingkaran hijau milikmu
Kamu bilang, 'masih berusaha setia walaupun tiap hari ada aja yang dateng dengan usaha kerasnya'. Lengkap dengan lagu kekinian yang petikannya aduhai, tapi kalau dicermati liriknya, ada banget pukulannya ke hati
Membaca itu egoku langsung teriak besar. Tubuhnya memanas, dan ga tahan lagi. Ia segera mendatangiku tanpa wanti-wanti. Pingin melakukan rencana berbahaya yang bikin aku sendiri langsung waspada; Melamarmu. Iya. Ia memintaku untuk segera melamarmu
Ajegile tikus meledak. Berasa dikagetin Rocky Gerung pas makan bakso. Aku langsung keselek dan gagal nelen ludah sendiri. Sempet hilang napas sedikit tapi untung bisa balik lagi
Aku cuma bisa bilang, "Tapi kan belum siap..."
Lantas tanpa tedeng aling-aling, dia langsung kasih bogem mentah ke pipi
"...aku juga belum mapan, belum layak jadi imam..." lanjutku pelan
Pukulan lainnya mendarat keras di pipi yang lain
"...terus, soal komitmen gimana?" aku masih berusaha melanjutkan
Kali ini perutku langsung disikut keras
Setelah beberapa alasan berikutnya, yang tentu saja selalu berbuah pukulan keras, aku terdiam. Aku kehabisan alasan. Atau mungkin, aku ga sekreatif itu untuk bikin alasan waktu lagi babak belur. Tapi belum sempet bener-bener tau mana yang tepat, egoku langsung ngejambak dan ngomong di depan wajahku
"KAMU RELA KEHILANGAN DIA?!"
Kata-kata tadi diteriakkan tanpa pukulan. Tapi entah kenapa, rasanya tajem banget, nusuk langsung ke dada dan tembus ke hati. Sebenernya aku ga yakin secara anatomi, nusuk ke dada itu bisa tembus ke hati apa enggak, tapi darahku langsung ngalir gitu aja setelah kata-kata tadi terlontar
Curang. Aku ga punya pertahanan. Aku tergeletak lemas. Sakit dan kebingungan
Sore sampai malemnya aku terdiam. Rasanya aneh. Aku merasa terjebak dalam kondisi serba benar. Egoku benar. Tapi semua alasan dan keadaanku rasanya juga benar
Dan. Dan aku juga serba takut. Takut kehilanganmu. Sekaligus, takut memilikimu, di waktu yang salah
Sial. Aku payah sekali
4 notes
·
View notes
Text
Oh, Apalah Artinya Mulut yang Pandai Bicara, Apalah Faedahnya Tangan yang Apik Berkarya, Bila Tak Berguna Semestinya
Kumisku sudah panjang
Kuiris bibir itu
Merah menyala aku suka
Berceceran di mana-mana
Kukuku sudah panjang
Kupenggal jemari itu
Putih pucat aku suka
Bergeletakan di mana-mana
Depok, 17 April 2025 | Faiz Kurn
1 note
·
View note
Text
wew, baru sadar uda lama kayanya sejak terakhir kali maksain baca walaupun uda ngantuk berat. a good sign? maybe..
0 notes