fajarrpriyambada
fajarrpriyambada
Fajar Rachmadi Priyambada
32 posts
Read, Read, Read, and Write
Don't wanna be here? Send us removal request.
fajarrpriyambada · 1 month ago
Text
Pernah gak sih kalian ketemu orang-orang yang suka mengglorifikasi pendahulu - pendahulunya? Seringkali kita melihat mereka dengan kalimat, "wah dulu mbah ku / ortuku orang yang hebat, diusia muda bisa begini dan begitu".
Ternyata di usia yang kepala 3, aku menyadari hal tersebut sudah tidak relevan lagi, muncul pertanyaan, "buat apa? Lah terus kenapa kalau ortu² kita hebat?".
Malah ketika ku bandingkan dengan kondisi sekarang, rasanya malu. Sudah cukup rasanya aku ceritakan kehebatan-kehebatan mereka, sekarang waktunya kita mencetak sejarah itu sendiri dengan nama kita sendiri sebagai tokoh utamanya.
Di Negeri ini sering kita mendengar legenda kisah Majapahit atau Sriwijaya dengan kehebatannya, tapi hanya sedikit yang bertanya-tanya "bagaimana mereka bisa ditahap seperti itu?", kita sering berbangga dengan "hasilnya saja", tapi tidak mempelajari prosesnya.
Sama seperti dongeng "Indonesia Emas 2045". Kata-kata yang sering meninabobokan kita sehingga kita lupa bertanya proses mencapainya itu bagaimana.
Semoga kita bisa lebih baik lagi.
0 notes
fajarrpriyambada · 7 months ago
Text
BUKAN SEBERAPA BANYAK TAPI SEBERAPA TAHAN
Tumblr media
Ini tentang rejeki yang datang ke kita, nyatanya mau sebanyak apapun yang kita miliki kalau kita tidak bisa menahan hawa nafsu ya tetap saja habis.
Ini kisah tentang masa kecilku, kala aku masih bocil (bukan bocil EP EP), sekitar 20 tahunan yang lalu. seingatku aku masih kelas 2 SD. Biasanya aku dikasih uang saku sebesar 300 rupiah sama ibuku, dan uang saku segitu alhamdulillah cukup. Suatu ketika ibuku salah ngasih nominal uang saku, harusnya terdiri dari 3 keping uang koin 100, malah dikasih 1 keping 500 dan 2 keping 100. Jaman itu belum ada uang keping 200. Alhasil aku dapat uang saku 700, nominal yang cukup buatku hedon saat itu. Bodohnya aku, uang itu kuhabiskan hari itu juga, benar-benar tidak terpikirkan untuk ku tabung atau ku simpan esok. Padahal buat jajan 300 juga sebenarnya cukup.
Dewasa ini aku sadar, ternyata bukan tentang seberapa banyak rejeki yang kita terima. Namun seberapa kuat kita bisa menahan diri untuk selalu merasa cukup terhadap apa yang seharusnya kita butuhkan, bukan yang kita inginkan. Momen ibu salah kasih uang saku itu masih ku ingat sampai sekarang, meskipun mungkin ibu sudah lupa momen itu. Ternyata dari situ banyak hal yang bisa ku ambil pelajaran dan ku terapkan untuk ku saat ini.
0 notes
fajarrpriyambada · 9 months ago
Text
Menyenangkan memang bisa menjalani hobi yang dibayar, tapi itu bukan buat kamu sekarang. Ada hal yang masih perlu dipikirkan, ini tentang kelangsungan hidupmu dan orang-orang yang kamu cintai, yang masih jadi tanggungjawabmu.
Tetap yakinlah, tak selamanya Tuhan menyuruh kita berpuasa. Segala hal yang kita upayakan saat ini, pasti akan mendapatkan hasil yang indah, sangat indah.
0 notes
fajarrpriyambada · 11 months ago
Text
Menunggu
Menunggu itu menjemukan, kalau tidak kita isi dengan sesuatu hal yang penting. Seperti menunggu kehadiran anak pada pernikahan kami, rasanya menjemukan. Kabar baik tak kunjung datang. Namun terasa sangat berarti saat di waktu tunggu tersebut, kami sibukkan dengan belajar, bagaimana menjadi orang tua yang tidak hanya mengajarkan, tapi juga bagaimana mau terus belajar menjadi yang terbaik.
0 notes
fajarrpriyambada · 1 year ago
Text
Life is not about competition, it's always about collaboration. Competition is just for a game.
0 notes
fajarrpriyambada · 1 year ago
Text
Ku kira akulah si tokoh protagonisnya, nyatanya akulah si antagonis. Keputusan-keputusan yang spontan, tak pernah ku pikirkan dampaknya bagi orang lain.
Akulah yang selalu mengambil keputusan berdasarkan apa yang menguntungkan ku saja. Tak pernah kupikirkan kerugiannya bagi orang lain. Kebahagiaan yang ku raih, nyatanya berada diatas penderitaan mereka.
Meraih hal yang kuinginkan dengan tanpa sengaja menjatuhkan orang lain. Ada banyak hal yang selama ini ku anggap adalah sebuah kompetisi. Nyatanya hidup tak selamanya tentang siapa menang siapa kalah, kompetisi hanyalah bagian dari permainan. Hingga kusadari, hidup adalah tentang kolaborasi. Yang kuat membantu yang lemah, yang lebih menolong yang kurang.
1 note · View note
fajarrpriyambada · 1 year ago
Text
Tumblr media
25 posts!
0 notes
fajarrpriyambada · 1 year ago
Text
Menikahlah dengan sadar
Aku pernah di fase ingin menikah sesaat setelah lulus kuliah. Tak bisa dipungkiri doktrin-doktrin untuk menikah muda saat itu sangat terstruktur sistematis dan masif (TSM).. "ah elah kyk politikus" , khususnya di organisasi yang ku ikuti waktu kuliah dulu. Aku sudah mempersiapkan segala sesuatunya, mulai ikut Kajian Pra-Nikah, membaca buku-buku untuk persiapan menikah, dst.
Aku mulai dekat dengan seorang gadis, dengan mengumpulkan keberanian, aku menemui orang tuanya langsung dan bilang mau menikahinya. Singkatnya banyak hal dan persiapan yang kami lalui, bahkan lamaran dan menentukan tanggal pun sudah. Qodarullah, nyatanya Allah berkehendak lain, hubungan yang sudah terjalin serius harus kandas, Allah tidak mengijinkan kami untuk berjodoh.
Pernah juga di fase mengikuti program Ta'aruf, namun nyatanya ada hal yang tidak cocok saat itu. Tak dinyana, tak disangka.. Justru jodohku adalah seorang yang pernah ku kenal saat sekolah. Padahal sudah merantau antar kota antar provinsi, bahkan antar pulau.
Salah satu doktrin menikah muda adalah agar nanti kalau punya anak, saat aktif-aktifnya dia, kita masih membersamainya tumbuh sedari kita muda. Saat kita juga masih di puncak energi kita. Kenyataannya, Allah menguji kami, waktu beberapa tahun untuk menunggu kehadiran sang buah hati.
Allah selalu punya cara untuk "Menampar"ku. Aku menyadari, saat menyusun rencana-rencana indah ini, tak melibatkan Allah sebagai dasar keputusanku. Nyatanya, ada hal-hal yang diluar kendali kita. Menikah tidak hanya menyatukan dua hati yang sedang dilanda asmara, tapi juga dua isi kepala yang kapanpun bisa terjadi pergesekan. Menikahlah dengan sadar dan juga ikhlas, karena kesadaran ini yang akan mengingatkan kita kalau di dalam pernikahan ini, ada hal-hal yang sering terjadi di luar kendali kita. Maka kesadaran penuh untuk berserah pada Allah, akan sangat membantu kita dalam menjalani bahtera rumah tangga. -Fajarr.Priyambada-
1 note · View note
fajarrpriyambada · 1 year ago
Text
Standar Ganda
Manusia memang punya kecenderungan standar ganda. Dia bisa mengutuk sebuah kecurangan, pencurian, atau tindakan-tindakan tercela lainnya. Namun, ia harus membuat pengecualian jika yang melakukannya adalah orang terdekatnya atau bahkan dia sendiri.
Inilah fungsi adanya pedoman hidup agama, Tuhan memberi aturan, tidak ada bias dalam setiap aturan. Siapapun yang salah dan melanggar norma aturan, maka dia harus siap mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya.
0 notes
fajarrpriyambada · 1 year ago
Text
More Power, More Responsibility
Sebuah percakapan dari film saat kami kecil dulu. Peter seorang anak remaja yang mulai beranjak dewasa mendapatkan sebuah nasihat dari Paman yang telah mengasuhnya semenjak ia yatim piatu, yang kelak akan ia ingat seumur hidupnya, "semakin besar kekuatan yang kamu miliki, semakin besar pula tanggung jawabmu".
Sewaktu itu, saya tidak terlalu paham makna kalimat ini. Semakin bertambah usia, semakin mengerti bahwasanya makna kalimat ini sangatlah dalam. Hari demi hari saya belalar, semakin kita dewasa semakin kita punya power (kekuatan, skill, pengetahuan, dll), maka semakin besar pula tanggung jawab yang harus kita emban. Sesederhana dulu mungkin kita hanya memikirkan mau main apa, sekarang kita harus berpikir mau makan apa? Dulu kalau kita mau beli jajan, tinggal minta orang tua, sekarang kita harus memikirkan bagaimana mendapatkan uangnya?
0 notes
fajarrpriyambada · 1 year ago
Text
Tumblr media
It's my 1 year anniversary on Tumblr 🥳
0 notes
fajarrpriyambada · 2 years ago
Text
Petrichor yang kurindukan
Kemarau tahun ini kurasakan lebih panjang, terik panas matahari di siang hari seakan membakar kulitku. Sepanjang perjalanan, ku lihat uap seakan keluar dari jalan hitam yang ku lalui. El Nino, mereka menyebut fenomena cuaca yang mengakibatkan kemarau jadi lebih panjang di tahun ini.
Sungguh, Aku rindu sekali dengan datangnya musim hujan. Petrichor (aroma hujan yang turun di tanah yang kering) yang kurindukan kehadirannya. Aroma yang selalu menggugah gairah kehidupanku.
Namun, sebanyak apapun aroma petrichor yang telah kuhirup di berbagai belahan dunia. Tak ada yang bisa mengalahkan aroma petrichor dari kota kelahiranku, Kediri. Mungkin hanya disini satu-satunya kota yang aroma petrichor-nya bercampur dengan aroma cengkeh. Aroma itu berasal dari salah satu perusahaan rokok terbesar yang memang "bermarkas" di kota ini. Tak hanya aroma kesejukan (hujan), tapi juga aroma kenangan yang selalu muncul.
Kenangan saat keluarga kami masih utuh Kenangan saat aku dibonceng sepeda bersama ayah dan ibu Berjalan menikmati indahnya simpang Gumul Ahh,, kenangan yang hanya tinggal kenangan. Kenangan yang tak mungkin bisa diulang. Tuhan lebih mencintaimu Ayah. Tugasmu didunia sudah usai, sekarang aku yang mengambil alih tanggung jawab untuk menjaga ibu dan adik-adik. Doakan saja kami darisana, sebagaimana kami juga selalu mendoakan kebahagiaanmu disana. Semoga kelak Allah mempertemukan kita kembali di Surga-Nya. (c) fajarrpriyambada
0 notes
fajarrpriyambada · 2 years ago
Text
Beliefs : Guncangan Kedua
Tumblr media
Selamat Pagi…
Pagi yang begitu indah, Rinjani pagi ini terlihat megah dan gagah, berpadu padan dengan birunya langit pulau Lombok. Hanya sepasang awan berbentuk merpati yang menghiasi langit mala mini. Bola plastik tiba-tiba terbang di depan mukaku, “mengganggu orang melamun saja”, batinku. Rupanya bocah-bocah ini lagi asyik bermain bola sepak, meski mereka kemarin dilanda bencana yang cukup dahsyat, mereka masih bisa menikmati kehidupan. “Ahh enaknya jadi bocah, yang pikirannya cuma main dan main..”, aku tersenyum sambil membayangkan kembali masa-masa kecil dulu.
“Permisi Pak.. dari BMKG ya?”, Aku menoleh ke arah sumber suara. Sepersekian detik aku terpaku melihatnya, suaranya yang lembut serasi dengan senyumnya yang menyejukkan. Seorang gadis berkerudung merah maroon, sangat serasi dengan wajahnya yang indah nan cerah.
“Ehh… Iya kak.. bagaimana? Ada yang bisa kami bantu?”, Aku segera tersadar, canggung rasanya kalau ketahuan aku mengagumi kecantikannya.
“Pak, kira-kira sampai kapan ya gempa susulannya akan terus ada? Kami hendak mengambil barang ke rumah, tapi khawatir tiba-tiba ada gempa susulan?”. Tanya Gadis itu.
“eh kami?? Astaga, ternyata dia tidak sendiri, dia kesini bersama temannya!”. Kataku dalam hati, aku benar-benar tidak fokus sehingga tidak menyadari kalau dia datang bersama kedua temannya.
“Kalau untuk gempa susulannya, kemungkinan masih ada sampai beberapa hari kedepan. Tapi kalau dirasa bangunannya masih aman, berdiri kokoh, dan tidak ada tanda-tanda kerusakan atau keretakan pada dinding-dindingnya, tidak apa-apa kalau cuma ambil barang sebentar”. Kataku menjelaskan kepada mereka.
“Oh begitu ya Pak. Baik terimakasih atas penjelasannya.”, kata Gadis tersebut.
“Sama-sama kak”. Jawabku.
Ketiga gadis tadi langsung pergi setelah kuberi penjelasan singkat. Memang disaat-saat seperti ini, rawan sekali bangunan runtuh akibat gempa susulan. Gempa memang sifatnya suka datang tiba-tiba, bahkan para ilmuwan di bidang gempa pun sampai saat ini belum ada yang bisa memprediksi kapan dan dimana datangnya gempa.
Keesokan harinya, tim kami dibagi dua, aku bersama tiga orang tim berangkat survey ke Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air. Sisanya tetap tinggal di Camp, menjaga alat survey kami yang terpasang. Pelabuhan Bangsal yang menjadi tempat penyebrangan tidak jauh dari sini, hanya sekitar 15 menit. Kami menyewa kapal cepat untuk survey di tiga pulau tersebut.
“Kalau saja kesini tidak karena bencana, tentu aku akan sangat menikmati keindahan deretan pulau Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air.”, kataku dalam hati.
Beningnya lautan Gili berpadu dengan cerahnya langit biru, semakin romantis dengan kehadiran ribuan ikan yang bisa dilihat langsung dari atas permukaan. Hampir setiap jam helikopter mendarat di Gili Trawangan, kebanyakan memang sengaja disewa untuk mengevakuasi turis asing yang terisolasi akibat gempa kemarin. Bantuan dari pemerintah belum banyak yang masuk ke wilayah ini. Sorenya kami langsung kembali ke Camp kami di Alun-alun Tanjung.  
Sudah empat hari semenjak kami datang kesini, gempa susulan masih terus berdatangan silih berganti. Terkadang ia datang dengan kekuatan yang relatif cukup besar, terkadang hanya terasa seperti truk yang lewat. Pagi ini, suara ambulan yang bersliweran masih terus menghiasi hari-hari kami. Mereka membawa korban-korban longsor dari Pos di Gunung Rinjani, saat kejadian gempa kemarin mereka sedang melakukan pendakian.
“Mas, saya dapat info dari Pak Abdul, ibu kepala katanya mau kunjungan kesini mas”, Ucap Faqih saat mendatangi tendaku.
“Oh iya, kapan?”. Tanyaku ke Faqih
“Nanti sekitar pukul 16.00 WITA”, Jawab Faqih singkat
“Oke, aku akan berkoordinasi dengan Koordinator lapangan dari BPBD yang ada disini, siapa tahu ibu mau konferensi pers juga”, jawabku sambil bersiap untuk koordinasi dengan BPBD.
Selepas Ashar, rombongan Kepala BMKG dan jajarannya datang untuk mengunjungi lokasi pengungsian. Kami menyampaikan apa-apa saja yang kami dapatkan setelah survey disini, dan kami senang karena Ibu Kepala mengapresiasi apa yang sudah kami lakukan disini. Beliau selanjutnya berkoordinasi dengan stakeholder setempat, memberi informasi terkait gempa susulan, dan apa saja yang harus dilakukan saat gempa terjadi.
***
5 Agustus 2018,
Aku masih di Camp Pengungsian, beberapa titik survey di Lombok Utara sudah kami kunjungi. Banyak pengalaman yang ku dapatkan semenjak tiba disini. Ternyata tidak hanya dari tim BMKG saja, beberapa kampus ternama di Indonesia juga melakukan survey disini. Salah satunya adalah almamaterku dulu saat masih menjadi mahasiswa di kampus ternama di Kota Bandung.
“Permisi, sepertinya tidak asing dengan pak Dosen muda ini”, aku menyapa salah satu dari mereka
“Lho Roy, Loe disini juga?!”, Jawab Dosen Muda tersebut. Gibran, adalah nama dosen muda tersebut. Sahabatku semenjak kami ospek bersama, kebetulan juga kami di jurusan yang sama. Sosok Sahabat yang juga jadi “role model”. Dia mendapatkan predikat lulusan terbaik saat kami Wisuda, karena kecerdasannya itu dia mendapatkan beasiswa sampai jenjang S3. Sekarang dia mengabdi sebagai dosen muda di almamater kampus kami tercinta.
“Haha, iya Gib, sudah lama tidak bertemu. Gimana kabar loe?”. Aku mendekatinya sembari memeluknya, sebuah kebiasaan yang sedari dulu kita lakukan kalau bertemu.
“Puji Syukur Alhamdulillah baik..” Jawabnya
Kami melanjutkan obrolan, kebetulan juga timnya sedang beristirahat. Dia bercerita banyak hal, mulai dari pengalamannya sebagai dosen, ketemu mahasiswa baru setiap tahunnya, hingga bercerita tentang kehidupan pribadinya. Dia menikahi pujaan hatinya yang sudah dia dekati semenjak masa-masa kuliah dan dikaruniai anak yang cantik dan lucu.
“gue udah dengar tentang kabar loe dengan si Putri, aku turut berduka atas kegagalan itu”, Ucap Gibran
“Ahh gak papa bro.. udah cerita lama”, jawabku
“Ya walaupun cerita lama, tapi kan loe masih belum bisa move on, buktinya masih jomblo sekarang”, kata Gibran sambil bercanda
“Ahh sial loe, gue masih cari yang terbaik, dan masih belum menemukan sampai sekarang”. Jawabku dengan nada layaknya seorang diplomat.
“masa gak ada sih satupun, itu lho banyak cewek”, kata dia sambil menunjuk remaja-remaja putri yang sedang bersenda gurau.
“Hahaha, emangnya gampang tinggal comot”, balasku
Percakapan kami berakhir saat adzan Maghrib berkumandang, kami berjanji untuk bertemu lagi kalau nanti ada kesempatan.
Aku tetiba kepikiran gadis cantik berkerudung merah maroon yang waktu itu menanyaiku di Camp. Usianya ku perkirakan antara 22 – 25 tahun, sepertinya bukan berasal dari sini, karena tidak ku temui perempuan sini yang tipe mukanya seperti dia. Aku juga sedikit menyesal karena lupa menanyai nama gadis tersebut,
Pukul 19.45 WITA
Selepas Sholat Isya’ berjama’ah, kami terbiasa duduk bersama para pengungsi untuk mendengarkan ceramah di Musholla darurat tadi. Anak-anak berlarian di tengah lapangan, meski hanya bercahayakan rembulan. Hal-hal sederhana yang bisa membantu menyembuhkan trauma mereka akibat gempa.
Tiba.. Tiba..
“Gluruk..Gluruuk….” Suara batuan yang saling bertubrukan dari dalam bumi..
GEMPAA!!!
Anak-anak yang tadinya berlarian langsung terduduk, orang-orang dewasa yang sedang sibuk dengan tugasnya masing-masing pun segera keluar dari tempat berteduh mereka. Guncangan gempa yang sangat dahsyat, listrik yang tadinya digunakan untuk menyalakan lampu langsung padam. Gelap.. Gelap Gulita, semua langsung menyebut nama Tuhan, berdo’a, memohon  ampunan. Teriakan histeris terdengar dari seluruh penjuru kota. Bangunan Ruko 2 lantai di depan alun-alun tersebut runtuh, hanya tersisa 1 lantai. Aku pun merasa sangat takut, ini pertama kalinya kurasakan gempa selama hidupku. Beginikah Kiamat itu?
6 notes · View notes
fajarrpriyambada · 2 years ago
Text
Beliefs: Epicenter
Tumblr media
Waktu menunjukkan pukul 07.30 WIB, narasi dan materi untuk press release pimpinan sudah ku berikan ke atasanku, Pak Huda. Para pencari berita sudah mulai bergerumul di ruang konferensi pers, sebentar lagi para pimpinan instansi akan melakukan siaran langsung untuk menjelaskan detail peristiwa yang meluluh lantahkan pulau Lombok dan sekitarnya.
Selepas serah terima shift pagi itu, aku berpamitan ke atasan untuk mengambil keperluan di kosan. Waktu terasa berjalan sangat cepat, waktu menunjukkan pukul 08.30 saat aku tiba di kosan. Godaan mulai datang, gaya gravitasi yang datang dari kasur di kosanku terasa sangat besar, rasanya tubuh ini ingin menyerahkan dirinya ke kasur tersebut. “Cling..”, notifikasi chat masuk ke hp-ku.
Mas Roy, ini e-tiket nya untuk ke Lombok ya, Pesawat berangkat pukul 11.00 WIB. Hanya ini maskapai yang tersisa untuk penerbangan ke Lombok.
Aku meloncat dan beranjak dari tempat dudukku di samping kasur, -aku tak berani rebahan karena khawatir kebablasan tidur-, “untung tadi udah mandi di kantor”, pikirku dalam hati. Aku hanya tinggal menyiapkan keperluan pakaian selama disana, untuk peralatan survey sudah kami persiapkan, tadi saat menyiapkan narasi dan press release aku minta tolong Faqih untuk menyiapkan peralatan survey apa saja yang dibawa, tidak terlalu banyak karena ada beberapa peralatan untuk survey gempa sudah dimiliki oleh UPT di Bali dan Lombok.
Dengan agak berlari, aku berangkat ke kantor membawa ransel. Aku sudah janjian sama Faqih untuk berkumpul di kantor. Waktu menunjukkan 09.15 WIB saat aku tiba di kantor, Taxi yang  akan membawa kami ke Bandara sudah bersiap di Lobby kantor.
“Mas Roy, semua sudah siap, berangkat sekarang?”
“Oke Mantap.. Memang Faqih ini, junior yang paling bisa ku andalkan, yuk Gass!”, kataku sambil sedikit bercanda dengan dia, agar suasana tidak terlalu tegang.
Sesampainya di Bandara, waktu menunjukkan pukul 10.15 WIB, bersyukur hari ini jalan tidak terlalu macet. Tepat pukul 11.00 WIB pesawat berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta menuju ke Lombok. Perjalanan yang kami tempuh kurang lebih sekitar 2 jam, cukup bagiku untuk mengistirahatkan sejenak mata dan tubuhku. Aku menyadari ketika kakiku sudah menginjakkan pulau Lombok, aku takkan bisa beristirahat dengan tenang seperti aku di Jakarta.
Setibanya di Lombok, aku terkejut dengan kondisi di Bandara. Infrastruktur yang sudah dibangun dengan baik, hancur dalam waktu sekejap akibat gempa Lombok. Plafon-plafon yang menghiasi atap-atap lorong di bandara juga terlihat sudah tidak utuh lagi. Aku melihat banyak sekali orang yang terlantar di Bandara, kebanyakan diantara mereka takut dan trauma, mereka ingin segera pergi dari Pulau Lombok. Aku membaca berita tadi sewaktu di Taxi saat perjalanan menuju Bandara Soekarno Hatta, banyak maskapai yang membatalkan perjalanan dari dan ke Pulau Lombok. Mungkin ini juga yang menyebabkan penumpukan calon penumpang di Bandara.
Di parkiran, kami sudah ditunggu salah satu pegawai dari UPT Lombok, Pak Toni. Pak Toni menceritakan dengan detail kejadian tadi pagi, semua rasanya gelap. Untuk berdiri tegak saja rasanya sangat sulit, tanah-tanah ibarat sebuah air yang dilalui oleh gelombang, ia bergerak ke atas dan ke bawah secara bergantian. Aku menahan nafasku cukup lama saat beliau bercerita, untuk membayangkannya saja aku tak sanggup.
“Ya Allah, keluarga bagaimana pak?”, tanyaku setelah ia menjelaskan kronologi kejadian tadi pagi.
“Alhamdulillah semuanya selamat mas Roy, sekarang lagi berkumpul di tempat pengungsian”. Jawaban Pak Toni membuatku menghembuskan nafas, aku bersyukur Pak Toni sekeluarga baik-baik saja.
Mobil Triton merah bergerak cepat membelah jalanan dari BIL -Bandara International Lombok- ke Kota Mataram, butuh waktu sekitar 1 jam perjalanan. Di sepanjang jalan, ku lihat banyak warga mulai mendirikan tenda-tenda darurat di halaman rumahnya. Menurut cerita pak Toni, dari pagi hingga mendekati petang ini, sudah lebih dari 20 kali gempa susulan yang dirasakan warga. Mereka bahkan sudah mengalami fase kesulitan membedakan mana yang beneran gempa mana yang bukan, gempabumi ini cukup membangkitkan trauma mereka.
Mobil yang kami kendarai sudah memasuki kota Mataram. Kami melewati Kawasan masjid Islamic Center di Kota Mataram, masjid yang indah dan megah, mungkin menjadi salah satu masjid terindah di Provinsi NTB. Aku bersyukur masjid ini masih berdiri kokoh, terlihat beberapa tenda dan dapur umum berdiri di sekitar Kawasan masjid ini. Tak jauh dari situ, mobil kami berbelok ke sebuah kantor dengan desain bangunan mirip bangunan khas suku Sasak.
“Selamat datang mas Roy, tim yang lain sudah menunggu di dalam ruangan”, Pak Abdul, kepala UPT kami di Lombok tersenyum menyambut kedatangan. Aku tersenyum membalas sambutan hangatnya, “Terimakasih Pak Abdul.. Saya turut berduka dengan kejadian ini. Peristiwa yang cukup menggemparkan.”.
Kami hanya mampir sebentar di Kantor UPT Lombok, karena khawatir nanti terlalu malam saat sampai di lokasi tujuan kami. Aku dan Faqih berangkat bersama tim yang ke Alun-alun Tanjung, Lombok Utara. Ini wilayah paling parah kerusakannya karena lokasinya dekat dengan titik episenter, aku sempat membaca laporan BPBD setempat, ratusan keluarga kehilangan rumah tempat tinggalnya.
Matahari mulai terbenam di ufuk barat, tepat saat tim kami melalui pantai Senggigi, semburat cahaya merah senja, menunjukkan sebuah maha karya dari Sang Maha Pencipta.
“Sebenarnya kalau dari Mataram ada 2 jalur yang bisa dilalui kalau mau ke Tanjung mas Roy, jalur ini dan jalur satunya lebih cepat, lewat pegunungan dan banyak satwa monyet. Tapi, info terbaru, jalur disana ada longsor karena gempa tadi pagi”. Ucap Pak Toni membuyarkan sedikit lamunanku
“Oh gitu ya Pak, berarti hanya ini satu-satunya jalan yang bisa kita lalui ya pak?”, Tanyaku penasaran.
“Betul mas Roy, hanya ini satu-satunya”. Jawab Pak Toni.
Arlojiku menunjukkan waktu pukul 18.30 saat aku tiba di lokasi, aku sejak tadi belum memutar jamku ke WITA, berarti sekarang pukul 19.30 WITA. Alun-alun Tanjung menjadi salah satu pusat titik pengungsian warga Lombok Utara. Kami memasang alat survey di lokasi yang sedikit pinggiran, tidak terlalu dekat dengan lokasi pengungsian, namun juga tidak terlalu jauh karena khawatir akan keselamatan alat kami. Tenda sudah kami berdirikan, saatnya kami bergantian menjaga alat, akhirnya aku bisa beristirahat sejenak di tenda, besok sekitar jam setengah empat pagi, adalah waktu giliranku berjaga. (Bersambung .... )
0 notes
fajarrpriyambada · 2 years ago
Text
Beliefs: Guncangan Pertama
Tumblr media
Para Muadzin sedang beradu suara-suara indahnya. Ini bukan sebuah perlombaan, hanya mengharap Ridho Allah agar suara-suara mereka kelak dapat menjadi penolong mereka di hari perhitungan kelak. Aku bersiap berangkat ke kantor malam itu. Tiga Raka’at Sholat ku sempatkan Jama’ah di Musholla dekat kosan, sebelum aku berangkat ke kantor.
Ku ambil kemeja warna putih dan celana biru dongker yang sudah ku setrika semenjak sore tadi. Tempat Kosku cukup dekat dari kantor, jalan kaki hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit. Ku lihat sepanjang jalan, para muda-mudi sudah mulai berseliweran, selayaknya burung yang keluar dari sarangnya untuk mencari makan. “Oh iya, ini kan hari Jum’at”, gumamku dalam hati. Esok adalah hari Sabtu, banyak pekerja yang libur. Ibukota memang terbiasa sepi kalau weekend, Puncak atau Bandung adalah tempat favorit mereka untuk melepas penatnya hari-hari mereka. Sedangkan aku, aku harus berangkat ke kantor malam ini, jadwalku shift jaga.
“Selamat malam mas Roy, dinas malam mas?”, sapa security saat aku hendak melewati gerbang masuk kantor.
“Iya pak Sam, sendirian aja pak dinasnya?”, aku bertanya karena aku tidak melihat ada orang lain di Pos.
“Tidak mas, malam ini sama Syarif. Dia lagi bikin kopi di Pantry”,
“Oh begitu, kalau begitu saya permisi dulu ya pak, takut terlewat absennya”, jawabku sambil melihat arloji di tanganku.
Pak Sam tersenyum sambil berkata tegas, “SIAP Mas, selamat bertugas !”
Aku mengenal pak Sam dengan cukup baik, beliau masih ada hubungan saudara dengan ibu kosku. Beliau juga yang membantuku mencarikan tempat tinggal di sekitaran kantor. Kalau tak ada beliau entah gimana nasibku, sebagai pendatang, tak banyak ku tahu daerah sini.
Ku lewati lorong yang cukup remang-remang di kantor. Awal-awal kerja disini, bulu kudukku sering merinding kalau lewat lorong ini. Pegawai yang shift reguler sudah pulang jam segini, hanya pegawai yang operasional 24/7 yang bertugas malam ini. Aku masuki ruangan kerjaku, tak sembarang orang bisa masuk ruangan ini. Ruangan ini memang di desain memiliki keamanan tingkat tinggi karena berkaitan dengan pertahanan dan keselamatan negara, hanya orang-orang tertentu yang boleh memasukki ruangan kerja ini.
Waktu menunjukkan pukul 19.30 malam, itu artinya peralihan shift yang pagi ke shift malam. Kami petugas jaga yang malam sudah lengkap, atasanku, pak Huda juga dengan seksama serah terima dinas malam itu.
“Selama shift pagi ini, tidak ada gempa signifikan yang tercatat di wilayah kita pak. Komunikasi dengan provider, media nasional, hingga ke stakeholder di daerah-daerah juga kami pastikan aman”. Ucap mas Gerard, supervisor dinas shift pagi
“Malam ini supervisornya mas Roy ya?”, ucap pak Huda. Aduh, aku baru ingat, supervisor kelompokku, mas Arkan, hari ini sedang cuti, istrinya akan melahirkan katanya. Sebagai Co-Supervisor, berarti mau tidak mau, suka tidak suka, aku harus siap menggantikan posisi beliau.
“SIAP !”, jawabku tegas.
Sebagai supervisor, aku membagi tugas masing-masing pada 7 orang timku malam ini. Shift berjalan seperti biasanya, tidak ada firasat apapun malam ini. Setelah memastikan seluruh peralatan operasional bekerja dengan cukup baik, kami standby diposisi kami masing-masing. Dinginnya AC ruangan ini serasa menusuk-nusuk badan, hujan rintik sedari sore membuat dinginnya AC semakin menjadi-jadi. Aku tak berani melepas hoodie yang melekat di badanku ini. Kalau diingat kembali, ini hodie yang dibelikan oleh Putri saat aku berulang tahun 2 tahun yang lalu. Putri, seseorang yang pernah menjadi pujaan hatiku, mengisi hari-hariku yang indah, namun kami harus berpisah justru disaat kami sudah bertunangan. Kenangan yang sebenarnya tak ingin ku ingat-ingat lagi. Cukup menyakitkan bagiku.
“Mas Roy, mau dibikinin Kopi hitam gak?”, Faqih tiba-tiba datang membuyarkan lamunanku.
“Eh, boleh Faqih, gulanya sedikit saja ya”, ucapku
“Siap mas, jangan ngelamun malam-malam mas, nanti kesambet lho, hahaha”, Canda Faqih.
“Ahh sialan lu!” kataku sambil tersenyum kecut.
Aku kembali fokus melihat monitor-monitor besar dihadapanku. Kami harus memastikan dan memberikan info seakurat dan secepat mungkin ke masyarakat saat ada kejadian gempa signifikan, tak boleh sedikitpun kami lengah. Faqih sudah kembali dari pantry dan meletakkan secangkir kopi di mejaku.
“Terimakasih Faqih”
“Sama-sama mas Roy”, jawab Faqih singkat sambil kembali ke mejanya.
Malam ini beberapa gempa kecil yang tidak terlalu signifikan dapat kami analisa dan catat, ini menunjukkan bahwa Bumi masih hidup, dia masih menunjukkan aktivitasnya. Secangkir kopi hitam tadi cukup membantu untuk menahan mataku dari rasa kantuk yang sangat dahsyat. Waktu menunjukkan pukul 04.00 dini hari, artinya sebentar lagi akan memasuki waktu Subuh. Aku beranjak dari mejaku, aku titipkan tugasku sementara ke Faqih. Kami terbiasa bergantian kalau memang ada keperluan yang mengharuskan kami keluar ruangan. Yang terpenting ruangan tidak boleh kosong.
Aku menuju kamar mandi, di kantor ini ada fasilitas waterheater bagi pegawai operasional 24/7, jadi kami bisa mandi untuk menyegarkan badan kami kembali. Sedari kecil, aku sudah terbiasa mandi sebelum subuh, jadi rasanya tidak enak kalau mau sholat Subuh tapi belum mandi. Hanya butuh waktu lima menit aku mandi. Aku kemudian menuju musholla kecil dibelakang ruangan kerjaku, ruangannya cukup kecil, hanya cukup untuk sholat berdua disini. Meski begitu, aku suka sekali berdiam disini, menurutku ruangan ini adalah tempat ternyaman di kantorku.
“Faqih, sana sholat Subuh dulu”, kataku untuk bergantian dengannya.
Faqih, aku cukup dekat dengan dia, meski usia kami terpaut 7 tahun, tapi dia sudah seperti adik dan sahabat bagiku. Kisah cintaku yang kandas pun dia juga tahu, karena kebetulan kos kami dekat dan aku nyaman untuk berbagi cerita dengan dia.
06.30 WIB
Kami mulai mengumpulkan beberapa hasil check-list peralatan operasional, untuk nantinya dilaporkan saat serah terima. Satu Jam lagi adalah waktunya pergantian shift.
06.45 WIB
Kami masih standby di meja kami masing-masing. Kantor masih sepi, karena ini hari sabtu, tak banyak orang yang berlalu lalang di depan ruangan kami. Hanya kami bertujuh yang beraktivitas pagi ini.
06.47 WIB
Monitor mulai menunjukkan blinking merah pada sensor-sensor kami di wilayah sekitar Lombok dan Bali. Warnanya merah pekat, ini menunjukkan gempanya signifikan. Aku tiba-tiba kepikiran teman-temanku yang ada di Lombok dan Bali.
Faqih yang kebetulan bertugas menganalisa sinyal gempa sedang sibuk dengan empat monitor yang ada didepannya.
“Mas Roy, dapatnya di Lombok magnitude 6.5 mas, sudah saya kirim”, ucap Faqih.
“Oke, Siti langsung kirim ya hasilnya ke masyarakat”, perintahku ke Siti yang bagian mendiseminasikan informasi gempa.
“Baik Mas!”, Jawab Siti.
Telpon kantor berdering bersautan dengan dering dari HP Operasional.  pasti ini dari pihak daerah untuk memastikan apakah gempanya ini disusul Tsunami atau tidak.
“Mas Roy sama Faqih berangkat survey ke Lombok nanti siang ya. Koordinasi dengan UPT kita yang ada di Lombok dan Bali. Oh iya, jangan lupa narasi press release untuk ibu Kepala nanti mohon disiapkan juga”.
Isi chat atasanku yang cukup membuat pusing. Bukan karena tugasnya, tapi karena semalaman belum tidur, dan harus berangkat survey nanti siang. (Bersambung ... )
0 notes
fajarrpriyambada · 2 years ago
Text
Setelah Jadi Ayah
Setelah Jadi Ayah, Aku paham kenapa ia layak menjadi cinta pertama anak gadisnya.
Setelah jadi Ayah, aku jadi paham kenapa dulu ibuku rasa sedihnya begitu dalam ketika kehilangan kakekku untuk selamanya di dunia ini.
Setelah Jadi Ayah, Aku paham bagaimana sejatinya cinta tulus itu diberikan kepada wanita.
Setelah jadi Ayah, Aku paham alasan Rasulullah melarang sayyidina Ali untuk mem"poligami" putrinya, Fatimah.
Namun, Setelah jadi Ayah, aku juga memahami ini tugas yang tidak ringan. Tanggung jawab, kebijaksanaan dan konsistensi adalah sedikit sikap yang harus aku miliki sebagai Ayah. Kisah Lukman dan Imran adalah sedikit contoh Ayah shalih yang berhasil menerapkan cinta dan ketauhidan ke anak-anaknya. (c) fajarrpriyambada
0 notes
fajarrpriyambada · 2 years ago
Text
Asmaradana (end)
Tumblr media
"Assalamualaikum, Abah.. punten, kalau boleh saya mau minta tolong ", kataku
"Waalaikumsalam, bagaimana A? Sok atuh, kalau abah bisa bantu, Insya Allah abah bantu", jawab Abah
"Begini Abah, saya ada perasaan sama si neng geulis anak pak Haji, yang biasa ngajar ngaji di TPQ depan",
"Neng Nisa maksudnya?", Abah Meyakinkan lagi pertanyaannya.
Jujur, aku baru tahu namanya setelah abah mengatakannya tadi.
"Nah iya Abah",
Abah terlihat senang sekali, seperti gayung bersambut. Rupanya mereka tidak keberatan sama sekali untuk membantuku.
Keesokan harinya aku bertamu ke tempat Pak Haji. Dengan didampingi Abah dan Emak, aku menyampaikan niat baikku untuk ta'aruf dengan neng Nisa, sekaligus aku menyampaikan permintaan maaf karena bapak ibu belum bisa langsung hadir. Aku menyampaikan ke keluarga Pak Haji, kalau memang tidak mau berpacaran, jika ta'aruf ini cocok, tidak perlu waktu lama aku akan meng-khitbah-nya. Pak Haji sepertinya setuju dengan prinsipku, beliau mengijinkan kami untuk ta'aruf dengan mediasi orang lain tentunya.
Proses ta'aruf terasa sangat cepat, kami menemukan kecocokan dan juga menemukan kekurangan masing-masing yang tentu masih dapat kami tolerir. Tidak terasa, bulan depan kami akan melangsungkan pernikahan. Bapak ibu juga terlihat senang sekali dengan kesantunan dan keshalihahan Nisa, calon Istriku. Bayangan ketakutan mereka di masa lalu, asumsi-asumsi mereka telah terpatahkan semua. (End)
0 notes