Tumgik
#5cc2023
afvrionaersa · 1 year
Text
REVIEW BUKU FIKSI
Judul : Malam yang Terik
Penulis : Gita Nadia
Cetakan pertama, september 2020
Penerbit : Langitlangit Creative
Jumlah halaman : 85 halaman
Tema : kontemplasi diri
Poin of View : Orang pertama / "aku"
..................................................
Premis :
Seorang ibu rumah tangga yang bekerja sebagai peneliti ingin berkomentar tentang perasaan yang dialaminya serta keadaan sosial dan lingkungannya, tetapi dia tahu bahwa hidup itu saling terikat antara satu orang dengan yang lain sehingga perlu menggunakan media lain untuk menuangkan segara perasaan dan emosinya.
..................................................
Gaya Bahasa :
Bahasa yang digunakan ringan dan sangat dekat dengan keseharian pembaca.
..................................................
Ritme :
Ritme dalam tulisan ini cenderung lambat. Karna satiap sub-bab, penulis menulisakan secara rinci dan mencoba untuk mendalami setiap masalah dan emosi
..................................................
Plot :
Karya mbk gita ini, rasa rasanya memakai alur "pergi untuk kembali". Kenapa bisa demikian ?
Karena melihat dari arti plot pergi untuk kembali itu sendiri yaitu penulis melakukan kontemplasi diri, di awali dengan dirinya sendiri. Hal ini tertuang dalam bab pertama yaitu "KITA". Tulisan pada bab ini lebih di tujukan ke diri sendiri. Bagaimana pembaca seolah olah menyelami dirinya sendiri.
Kemudian di lanjutkan dengan bab "MEREKA", dimana bab ini menggambarkan sang penulis mengekploitasi keadaan sekitar. Di bab ini lebih banyak bercerita tentang orang lain di luar diri pembaca maupun penulis.
Dan bab terakhir "MUARA" yaitu berisi kesimpulan kesimpulan dari tahap menyelami diri sendiri dan ekploitasi keadaan sosial sekitar.
..................................................
Ulasan singkat :
Buku ini merupakan kumpulan tulisan pribadi penulis yang menceritakan keresahan, kesedihan, kesenangan, serta emosi emosi dari perasaan manusia.
Buku ini sangat sesuai dengan kehidupan akhir akhir ini meksipun buku ini diterbitkan pada tahun 2020.
Dibuku ini, semua perasaan, prasangka, pemikiran, sifat sifat manusia, kondisi sosial, tertuaang dibuku ini
..................................................
@kurniawangunadi @careerclass @bentangpustaka-blog
..................................................
8 notes · View notes
seftiapramesti · 2 years
Text
Menuju Seperempat Abad.
Dalam rentang waktu yg terus berjalan, kali ini aku menengok ke belakang.
Menuju diriku 5 tahun di masa lampau.
Ku amati diriku pada masa lalu, begitu menyebalkan.
Tapi mengapa aku punya banyak teman ya?
Aku yang dulu begitu ambisius, banyak mau, banyak mimpi,  ga gampang nyerah.
Masih punya mimpi, pikirku. Bedanya sekarang lebih menilik titik mana yg bisa ku isi. Tidak seambisius dulu, membuat redam emosi pemenang.
Ku amati emosi diriku 5 tahun yg lalu, begitu fluktuatif. Agak sulit untuk stabil. Emosi remaja menginjak 20 tahun, ternyata cukup emosional, masih jauh dari kata bijak.
Ya, pergantian tahun selalu menjadi momen menarik, untuk menengok diri kita di masa lalu. Sembari menelisik bertambah baik kah atau semakin kacau.
3 notes · View notes
fajarrpriyambada · 1 year
Text
Beliefs : Guncangan Kedua
Tumblr media
Selamat Pagi…
Pagi yang begitu indah, Rinjani pagi ini terlihat megah dan gagah, berpadu padan dengan birunya langit pulau Lombok. Hanya sepasang awan berbentuk merpati yang menghiasi langit mala mini. Bola plastik tiba-tiba terbang di depan mukaku, “mengganggu orang melamun saja”, batinku. Rupanya bocah-bocah ini lagi asyik bermain bola sepak, meski mereka kemarin dilanda bencana yang cukup dahsyat, mereka masih bisa menikmati kehidupan. “Ahh enaknya jadi bocah, yang pikirannya cuma main dan main..”, aku tersenyum sambil membayangkan kembali masa-masa kecil dulu.
“Permisi Pak.. dari BMKG ya?”, Aku menoleh ke arah sumber suara. Sepersekian detik aku terpaku melihatnya, suaranya yang lembut serasi dengan senyumnya yang menyejukkan. Seorang gadis berkerudung merah maroon, sangat serasi dengan wajahnya yang indah nan cerah.
“Ehh… Iya kak.. bagaimana? Ada yang bisa kami bantu?”, Aku segera tersadar, canggung rasanya kalau ketahuan aku mengagumi kecantikannya.
“Pak, kira-kira sampai kapan ya gempa susulannya akan terus ada? Kami hendak mengambil barang ke rumah, tapi khawatir tiba-tiba ada gempa susulan?”. Tanya Gadis itu.
“eh kami?? Astaga, ternyata dia tidak sendiri, dia kesini bersama temannya!”. Kataku dalam hati, aku benar-benar tidak fokus sehingga tidak menyadari kalau dia datang bersama kedua temannya.
“Kalau untuk gempa susulannya, kemungkinan masih ada sampai beberapa hari kedepan. Tapi kalau dirasa bangunannya masih aman, berdiri kokoh, dan tidak ada tanda-tanda kerusakan atau keretakan pada dinding-dindingnya, tidak apa-apa kalau cuma ambil barang sebentar”. Kataku menjelaskan kepada mereka.
“Oh begitu ya Pak. Baik terimakasih atas penjelasannya.”, kata Gadis tersebut.
“Sama-sama kak”. Jawabku.
Ketiga gadis tadi langsung pergi setelah kuberi penjelasan singkat. Memang disaat-saat seperti ini, rawan sekali bangunan runtuh akibat gempa susulan. Gempa memang sifatnya suka datang tiba-tiba, bahkan para ilmuwan di bidang gempa pun sampai saat ini belum ada yang bisa memprediksi kapan dan dimana datangnya gempa.
Keesokan harinya, tim kami dibagi dua, aku bersama tiga orang tim berangkat survey ke Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air. Sisanya tetap tinggal di Camp, menjaga alat survey kami yang terpasang. Pelabuhan Bangsal yang menjadi tempat penyebrangan tidak jauh dari sini, hanya sekitar 15 menit. Kami menyewa kapal cepat untuk survey di tiga pulau tersebut.
“Kalau saja kesini tidak karena bencana, tentu aku akan sangat menikmati keindahan deretan pulau Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air.”, kataku dalam hati.
Beningnya lautan Gili berpadu dengan cerahnya langit biru, semakin romantis dengan kehadiran ribuan ikan yang bisa dilihat langsung dari atas permukaan. Hampir setiap jam helikopter mendarat di Gili Trawangan, kebanyakan memang sengaja disewa untuk mengevakuasi turis asing yang terisolasi akibat gempa kemarin. Bantuan dari pemerintah belum banyak yang masuk ke wilayah ini. Sorenya kami langsung kembali ke Camp kami di Alun-alun Tanjung.  
Sudah empat hari semenjak kami datang kesini, gempa susulan masih terus berdatangan silih berganti. Terkadang ia datang dengan kekuatan yang relatif cukup besar, terkadang hanya terasa seperti truk yang lewat. Pagi ini, suara ambulan yang bersliweran masih terus menghiasi hari-hari kami. Mereka membawa korban-korban longsor dari Pos di Gunung Rinjani, saat kejadian gempa kemarin mereka sedang melakukan pendakian.
“Mas, saya dapat info dari Pak Abdul, ibu kepala katanya mau kunjungan kesini mas”, Ucap Faqih saat mendatangi tendaku.
“Oh iya, kapan?”. Tanyaku ke Faqih
“Nanti sekitar pukul 16.00 WITA”, Jawab Faqih singkat
“Oke, aku akan berkoordinasi dengan Koordinator lapangan dari BPBD yang ada disini, siapa tahu ibu mau konferensi pers juga”, jawabku sambil bersiap untuk koordinasi dengan BPBD.
Selepas Ashar, rombongan Kepala BMKG dan jajarannya datang untuk mengunjungi lokasi pengungsian. Kami menyampaikan apa-apa saja yang kami dapatkan setelah survey disini, dan kami senang karena Ibu Kepala mengapresiasi apa yang sudah kami lakukan disini. Beliau selanjutnya berkoordinasi dengan stakeholder setempat, memberi informasi terkait gempa susulan, dan apa saja yang harus dilakukan saat gempa terjadi.
***
5 Agustus 2018,
Aku masih di Camp Pengungsian, beberapa titik survey di Lombok Utara sudah kami kunjungi. Banyak pengalaman yang ku dapatkan semenjak tiba disini. Ternyata tidak hanya dari tim BMKG saja, beberapa kampus ternama di Indonesia juga melakukan survey disini. Salah satunya adalah almamaterku dulu saat masih menjadi mahasiswa di kampus ternama di Kota Bandung.
“Permisi, sepertinya tidak asing dengan pak Dosen muda ini”, aku menyapa salah satu dari mereka
“Lho Roy, Loe disini juga?!”, Jawab Dosen Muda tersebut. Gibran, adalah nama dosen muda tersebut. Sahabatku semenjak kami ospek bersama, kebetulan juga kami di jurusan yang sama. Sosok Sahabat yang juga jadi “role model”. Dia mendapatkan predikat lulusan terbaik saat kami Wisuda, karena kecerdasannya itu dia mendapatkan beasiswa sampai jenjang S3. Sekarang dia mengabdi sebagai dosen muda di almamater kampus kami tercinta.
“Haha, iya Gib, sudah lama tidak bertemu. Gimana kabar loe?”. Aku mendekatinya sembari memeluknya, sebuah kebiasaan yang sedari dulu kita lakukan kalau bertemu.
“Puji Syukur Alhamdulillah baik..” Jawabnya
Kami melanjutkan obrolan, kebetulan juga timnya sedang beristirahat. Dia bercerita banyak hal, mulai dari pengalamannya sebagai dosen, ketemu mahasiswa baru setiap tahunnya, hingga bercerita tentang kehidupan pribadinya. Dia menikahi pujaan hatinya yang sudah dia dekati semenjak masa-masa kuliah dan dikaruniai anak yang cantik dan lucu.
“gue udah dengar tentang kabar loe dengan si Putri, aku turut berduka atas kegagalan itu”, Ucap Gibran
“Ahh gak papa bro.. udah cerita lama”, jawabku
“Ya walaupun cerita lama, tapi kan loe masih belum bisa move on, buktinya masih jomblo sekarang”, kata Gibran sambil bercanda
“Ahh sial loe, gue masih cari yang terbaik, dan masih belum menemukan sampai sekarang”. Jawabku dengan nada layaknya seorang diplomat.
“masa gak ada sih satupun, itu lho banyak cewek”, kata dia sambil menunjuk remaja-remaja putri yang sedang bersenda gurau.
“Hahaha, emangnya gampang tinggal comot”, balasku
Percakapan kami berakhir saat adzan Maghrib berkumandang, kami berjanji untuk bertemu lagi kalau nanti ada kesempatan.
Aku tetiba kepikiran gadis cantik berkerudung merah maroon yang waktu itu menanyaiku di Camp. Usianya ku perkirakan antara 22 – 25 tahun, sepertinya bukan berasal dari sini, karena tidak ku temui perempuan sini yang tipe mukanya seperti dia. Aku juga sedikit menyesal karena lupa menanyai nama gadis tersebut,
Pukul 19.45 WITA
Selepas Sholat Isya’ berjama’ah, kami terbiasa duduk bersama para pengungsi untuk mendengarkan ceramah di Musholla darurat tadi. Anak-anak berlarian di tengah lapangan, meski hanya bercahayakan rembulan. Hal-hal sederhana yang bisa membantu menyembuhkan trauma mereka akibat gempa.
Tiba.. Tiba..
“Gluruk..Gluruuk….” Suara batuan yang saling bertubrukan dari dalam bumi..
GEMPAA!!!
Anak-anak yang tadinya berlarian langsung terduduk, orang-orang dewasa yang sedang sibuk dengan tugasnya masing-masing pun segera keluar dari tempat berteduh mereka. Guncangan gempa yang sangat dahsyat, listrik yang tadinya digunakan untuk menyalakan lampu langsung padam. Gelap.. Gelap Gulita, semua langsung menyebut nama Tuhan, berdo’a, memohon  ampunan. Teriakan histeris terdengar dari seluruh penjuru kota. Bangunan Ruko 2 lantai di depan alun-alun tersebut runtuh, hanya tersisa 1 lantai. Aku pun merasa sangat takut, ini pertama kalinya kurasakan gempa selama hidupku. Beginikah Kiamat itu?
6 notes · View notes
kakaanggi · 1 year
Text
Ingin menjadi Rumah
[bag.1 - Jendela]
Ada satu jendela yang kutemui di sebuah rumah tanpa daun pintu. Rumah yang letaknya tak jauh dari tempat dimana aku menetapkan akan tinggal, guna bersembunyi setelah lelah dari berlarian di tengah kota. Neptunus menjadi satu-satunya tempat dimana aku bisa bersembunyi. Hilang dari peradaban. Tenggelam di suatu tempat yang orang-orang bahkan tak ingin datang walau untuk sekedar singgah pulang hari.
Mengenai jendela yang kusebut tadi, ada hal istimewa yang kutemukan disana. Rumah tua dengan ornamen kayu jati yang sangat kuat, namun tak memiliki daun pintu hingga pintu depannya dibiarkan terbuka sedikit agar siapa saja bisa masuk kedalamnya. Aku berlari kesini karena kupikir, ada beberapa orang yang mencariku lantaran sudah menghilang untuk waktu yang lama. Dan menemukan rumah ini, seperti menemukan sesuatu yang kita butuhkan. Bukan yang kita inginkan.
Jendela itu letaknya di lantai dua dari ujung tangga berwarna cokelat. Debu dan udara lembab, menghiasi isi rumah yang hampir tak tersentuh tangan manusia. Kurasa, pemiliknya dahulu meninggalkannya dengan sengaja. Kursi dan semua peralatan rumahan seperti meja makan, dapur kecil, dan sebuah papan tulis dengan rak buku-buku itu dibiarkan begitu saja berselimut kain berwarna putih. Entah apa yang menyebabkan serangga dan hewan-hewan pengerat seperti tikus tidak memakannya, tapi yang kulihat, semuanya masih terlihat baik-baik saja kecuali debu yang menebal menempel disetiap permukaan benda disini. Ketika menaiki anak tangga satu persatu, ada perasaan was-was disana. Takut kalau ternyata kayunya lapuk dimakan rayap. Tapi ternyata dugaanku salah besar. Semua ukiran kayu dan susunannya tampak kokoh dan kuat. Kutelusuri semua isi rumah yang hanya berlantai dua namun terlihat begitu nyaman dan luas. Di lantai dua, ada satu tempat tidur yang letaknya disamping jendela berwarna hijau. Ada sebuah meja belajar pendek tanpa kursi, dan lemari kayu dengan beberapa perabot disampingnya. Semua dominasi warna rumah ini, bisa kusimpulkan dalam hanya satu detik melihatnya. Coklat, iya.. warna cokelat yang sangat pekat namun membawa nuansa yang sangat teduh. Hanya satu jendela ini yang warnanya di cat hijau muda telur asin.
Cahaya siang yang sudah berangsur menuju sore seakan memberikan ketenangannya sendiri. Jendele yang kulihat dari luar, ternyata memang indah bila melihatnya dari dekat secara langsung. Sinar matahari yang jatuh mengenai ukiran jendela ini, seakan memberitahukan bahwa jendela ini memang dibuat untuk dinikmati keindahannya oleh siapapun yang melihatnya.
Dari dalam rumah ini, tepat kaki ini berdiri didepan jendela hijau yang terbuka, aku melihat pemandangan taman depan rumah yang begitu asri namun tak terawat keadaannya. Begitu banyak daun berserakan, juga dengan ilalang yang mulai tumbuh ditempat yang tak seharusnya. Sejauh mata memandang, jalanan yang kulewati tadi, terlihat juga meski tidak begitu jelas. Rumah ini sepertinya memang tidak pernah disinggahi oleh siapapun kecuali aku. Karena kulihat, jejak debu dilantai ini hanya milik kakiku saja. Kuputuskan untuk duduk dipinggir jendela hijau ini sembari menunggu sore datang mencariku. Aku akan menetap disini malam ini. Gumamku dalam hati.
** Hari sudah malam saat aku terbangun. Sepertinya, perjalanan tadi membuat tubuhku lelah dan berakhir ketiduran disini. Iya dengan posisi kakiku menjuntai ke luar jendela, dan tubuhku yang hampir jatuh sebab terbangun dalam keadaan kaget. Aku langsung berangsur turun dari jendela hijau ini, yang tingginya hanya sekitar setengah dari badanku yang tidak begitu tinggi atau begitu pendek. Aku membuka kain putih yang menutupi kasur serta lemari dan meja belajar diruangan ini. Menggulungnya menjadi satu bagian kain, dan kuletakan diujung tangga agar bisa kubawa turun untuk ku cuci besok, pikirku.
“ahh nyamannya” badanku rebah juga diatas kasur empuk yang berukuran sedang. Aku membuka mataku seraya melihat langit-langit rumah ini. Betapa terkejutnya aku, ketika kudapati langit-langit rumah ini berubah menjadi gugusan bintang-bintang yang berpendar, berkeliling dari satu tempat ke tempat lainnya. Spontan kedua tanganku memastikan mata ini tidak salah melihat, dan benar saja, langit-langit itu memang bergerak. Bagai gugusan galaksi yang terdapat banyak sekali bintang. Bertebaran. Indah sekali.
Alih-alih merinding pada keanehan kota kecil tak berpenghuni ini, aku bangun dan melihat kearah langit luar lewat jendela hijau di sebelahku. Kupastikan langit di kota ini sekali lagi. Ternyata memang sangat indah pada malam hari. Aku bahkan baru saja melihat sebuah planet besar melayang yang melewati beberapa meter dari rumah ini, dimana itu adalah pemandangan yang sangat tidak biasa. Sangat menakjubkan.
Lalu, tak berapa lama, saat sedang menikmati keindahan langit pada kota kecil di Neptunus ini, aku melihat beberapa orang bergerombol melewati rumah ini. Tunggu-tunggu, maksudku barusan kupikir yang tadi itu orang sepertiku, ternyata mereka lebih menyerupai tokoh kartun yang pernah kulihat disebuah film. Entahlah, sebab penasaran, aku berlari menuruni tangga dan keluar mencari beberapa makhluk yang tadi melewati jalan ini. Tapi, mereka sudah pergi cukup jauh. Jalannya santai jika kulihat dari atas jendela tadi, namun kenapa mereka sudah jauh sekali.
“besok, aku akan berkeliling, perutku juga mulai lapar, dan aku tau aku memang harus mencari sumber makanan lagi” dengan lemas aku memutuskan masuk kembali kerumah tanpa daun pintu itu. Menaiki tangga kembali dan menyandarkan punggungku pada kasur empuk dengan kantuk yang mulai menyerang. Aku terlelap.
** “Selamat pagi, apakah tidurmu nyenyak nona muda” suara seorang anak kecil membangunkan tidurku pagi ini. Dengan perasaan kaget, aku sadar rumah ini memang bukan rumahku, kenapa aku tidak terpikir jika ada yang menghuninya, kenapa pikiranku malah mengarah pada rumah yang kosong yang tidak ditempati siapapun, gumamku dalam hati sambil bangun dari tempat tidur. Anak kecil itu, membelakangiku, ku kira-kira usianya mungkin sekitar 10, atau 11, entahlah. Tapi yang jelas, dia bahkan malah sibuk merapikan sudut demi sudut ruangan ini yang tertutup oleh debu. Seraya membalik badannya, anak itu berjalan ke arahku, tepat didepan jendela hijau ini aku melihat wajahnya yang begitu ceria.
“hai, perkenalkan, namaku Natsuko” aku menjabat tangan mungilnya. Dia anak laki-laki dengan rambut berwarna coklat muda, berwajah sedikit kotak, dan kulitnya putih bersih. “Sabine” sahutku singkat memperkenalkan namaku padanya. “Tak usah kikuk, aku yang berterima kasih kepadamu, karena sudah datang dan memilih menetap dirumah ini” dia berjalan menuju tangga, mrmbawa kain yang kugulung semalam. Karena masih menelaah kondisi ini dan kejadian aneh dari semalam, aku berlari kecil mengikuti Natsuko menuruni tangga keruang utama dibawah.
Kakiku terhenti saat kulihat seisi ruangan dibawah sudah berbeda jauh sekali dari yang semalam kulihat. Rak buku, meja, bahkan lantainya pun kini sudah bersih tanpa debu menempel barang setitik. “WAAAH” sontak suaraku terdengar oleh Natsuko yang sadar akan kehadiranku.
“Selamat datang dirumah, beritahu aku jika kau membutuhkan sesuatu” katanya lagi sambil sibuk membuat sesuatu di dapur mungil yang bersih itu.
Bersambung…
2 notes · View notes
dessyakhirana · 2 years
Text
Kuatin lagi “why”-nya
Awal tahun 2023 ini banyak hal-hal baru yang sudah banyak aku lalui dan banyak harapan agenda dan pencapaian baru lainya. Dan semua itu sangat menyita waktu menenggelamkan diri dalam kepadatan aktivitas.  Apa kabar? Lelah, capek ya? Mungkin saat ini kamu ingin menyerah, berfikir nggak akan sanggup menjalani kenyataan. Tapi buktinya kamu masih kuat bertahan.
Mungkin tak mudah bagiku untuk melanjutkan langkah. Namun, akan lebih tidak mungkin jika aku menyerah begitu saja. Bukankan sudah sejauh itu dirimu melangkah? Maka, teruskanlah.
Saat kau sedang lelah, istirahatlah sejenak. Kita manusia biasa yang tau kapan harus berhenti atau beranjak. Nikmati saja semua prosesnya. Apa-apa yang sedang kau kerjakan, tak melulu harus dikejar secepatnya. Yang penting tepat pada waktunya. Tapi kalau harus berjalan perlahan itu lebih tepat dibandingkan jalan ditempat.
Jalani hari ini dengan sebaik-baiknya. Berjuang dengan semampumu. Mungkin rintangannya akan lebih sulit dari kemarin. Ngak apa-apa yakin saja, kalau kamu pasti bisa menaklukannya. Telah banyak hari-hari sulit yang kamu lewati, tapi kamu bisa melaluinya dengan baik bukan? Kamu sudah mau bertahan samapi saat ini. Itu sudah cukup membuktikan kalau ternyata kamu memang kuat.
Tetap semangat ya, manusia-manusia hebat
2 notes · View notes
truegreys · 2 years
Photo
Tumblr media
Dulu, saya sering memberi nama barang yang menjadi kesukaan saya. Suatu ketika, barang-barang yang saya beri nama itu hilang. Kehilangan yang terjadi berkali-kali membuat saya tak lagi mau menamai apapun yang fana terutama barang. Meskipun begitu, masih tersisa barang kesukaan yang saya ‘tandai’ dan beri keterangan: kesukaan—gelas porselen yang saya beli dengan gaji pertama saya dahulu. Bulan lalu, gelas itu pecah. Saya terdiam lama, tak sampai hati untuk membuangnya. Mata saya mulai buram dan basah di sudutnya. Tuntas sudah ‘kisah’ kemelekatan saya terhadap barang paling terkahir yang saya favoritkan. Kejadiannya sudah sebulan lalu, tapi kesannya masih terpikirkan hingga kini. Ternyata, kemelekatan menjadi hal yang paling saya khawatirkan. Dengan hati-hati, akan saya jalani hidup dengan kemelekatan yang paling minimal. Suara kecil saya berkali-kali mengingatkan bahwa semua hal di dunia yang fana ini bisa hilang dalam sekejap, bahkan sepersekian detik. Semoga, suara kecil saya bisa lebih lantang dari hasrat kemelekatan yang seketika itu.
#5CC2023 #5CC-1
https://www.instagram.com/p/CpXs4MLvXSI/?igshid=NGJjMDIxMWI=
5 notes · View notes
agiretnopersada · 1 year
Text
#5
“keluar kamu!” ucap ibu dospem 2 ku. Beliau mengusir aku di depan teman-teman yang lain yang saat itu konsultasi. Alasannya karena aku tidak membawa buku referensi sebagai penguat dari latar belakang, bab 1 yang ku tulis. Sudah berminggu-minggu aku mencari referensi dari buku dan jurnal tentang jengkol ataupun kerupuk tapi tidak ada hasil. Kucoba kembali membujuk ibu dospem agar di acc perangkat validasiku tapi yang ada beliau makin marah dan aku berakhir menahan air mata. Sejak hari itu, 3 bulan aku vakum konsultasi, perpusnas, perpustakaan UI, perpustakaan IPB, jurnal online semua aku sambangi dan berakhir dengan tangan kosong tak ada referensi yang kucari. Hari itu entah sudah berapa kali aku menyambangi perpusnas, sudah capai dan menyerah tapi Allah baik sekali bantu semuanya, refernsi yang dicari akhirnya ketemu, tak tanggung-tanggung 5 buku sekaligus! Padahal sebelumnya buku itu tidak ada.
#5CC #5CCday15 #careerclassQLC #bentangpustaka
0 notes
roqfahshere · 2 years
Text
Melesat Bersamanya
Tumblr media
Tidak seperti Jumat sore biasanya, sore ini Danu tidak langsung pulang ke rumah. Ia meminta Rahmad, lelaki muda yang saat ini bekerja di bawah Danu, untuk menemaninya mencari kue dekorasi tercantik serta buket bunga berwarna pastel yang harumnya semerbak sekota Magelang.
“Wah ada acara apa, Mas? Anniversarry ya? atau ulang tahun Mbak Arum?” 
“Haha bukan keduanya, Mad. Tapi bagi saya, ini momen yang spesial.”
“Apaan, Mas? Saya boleh tau ga? Bikin penasaran."
"Kamu taukan kalau Arum lagi sibuk-sibuknya membangun daycare?"
"Iya, Mas. Saking sibuknya sampai menirus pipinya saya lihat."
"Haha iya, jujur saya senang sekali melihat Arum riweuh dengan apa yang dia geluti saat ini. Bukan karena kurusan, ya. Tapi saya senang melihat sosok ambisius yang ada dalam dirinya kembali."
"Dulu, Arum itu wanita karier banget. Kemudian, memutuskan resign karena ingin mengurus keluarga dan menjadi ulur tangan saya saat merintis usaha. Karena sekarang usaha sudah stabil, saya ingin giliran Arum untuk berkarya dan menebar manfaat. Waktunya gantian, saya menjadi ulur tangan Arum dalam mewujudkan mimpinya," lanjut Danu.
"Masya Allah, Mas Danu. Saya ikut bangga mendengarnya."
"Saya ga tau apa kriteriamu dalam mencari pasangan, Mad. Tapi yang saya ingin tekankan carilah pasangan yang mau membersamai langkahmu dan ingin bertumbuh bersama. Sehingga nanti kalian akan saling mengisi dan mendukung impian masing-masing."
"Iya, ya Mas. Terkadang saya suka mikir, nanti dipertemukan dengan perempuan yang gimana, ya? Bisa komitmen ga menerapkan visi misi dalam menjalani rumah tangga?"
“Hmm kamu pasti udah tahu kalau jodoh itu udah rahasia Allah. Yang bisa kita lakukan adalah berikhtiar. Bukannya Allah itu tergantung prasangka hamba-Nya? Yaudah sekarang foku upgrade diri saja, jadi kelak akan dipertemukan dengan perempuan yang mengupgrade dirinya juga. Orangnya pasti ada kok, belum dipertemukan saja."
“Aduh dalem banget obrolan ke toko bunga hari ini, tapi makasih, Mas Danu. Saya jadi semakin semangat membenahi diri.”
--
Sesampainya di toko bunga dan telah memilih bunga tercantik berwarna pastel, Danu mengunjungi kasir.
"Untuk ucapannya, mau tulis sendiri atau dituliskan, Pak?
"Saya tulis sendiri saja, Mas"
Melesatlah jauh, Istriku. Selamat berlelah-lelah. Aku di sini akan mendukung setinggi apapun mimpimu. - Pengagummu nomor satu, Danu.
--
Cerita fiksi kali ini terinspirasi dari caption Mas Gun untuk Mbak Apik hihi, Barakallahu Mas Gun dan Mbak Apik! 
instagram
16 Maret 2023
Sumber foto: Pinterest
1 note · View note
rhandayani22 · 2 years
Text
Melibatkan-Nya
Pernah, di suatu masa, ketika ucapan menjadi kenyataan.
Ketika perjuangan menjadi proses yang penuh keindahan, dibalik terjal landai perjalanan.
Ketika doa memang benar menjadi hal utama di samping ikhtiar, tak lupa restu dan doa dari orang-orang tercinta.
Ketika saling menguatkan menjadi penguat bagi diri yang sempat kehilangan asa.
Ketika bagi diri "itu tidak mungkin", namun, cukup bagi-Nya "kun!" dan jadilah ketidakmungkinan itu menjadi mungkin.
Pada saat itu, diri merasakan betapa romantisnya Dia dalam merencanakan, mengatur, dan menentukan hasil akhir yang membuat diri jatuh cinta pada kasih-Nya.
Benar memang adanya, jika melibatkan Dia di setiap pijakan langkah, hati tak akan pernah menuai kecewa.
Bagaimanapun hasil akhirnya.
Kita akan dibuat tersenyum oleh-Nya.
1 note · View note
adindanirwana · 2 years
Text
Selama ini aku berpikir adalah hal yang wajar jika aku menghabiskan waktuku dengan kalian.. rutin berkirim pesan, mengobrol hingga larut malam, berpergian ke tempat makan hingga wisata terknenal di kota lain.. Seiring waktu berlalu, aku menyadari bahwa hal itu telah berubah.. Kenyamanan-kenyamanan berbincang, berpergian ataupun sekedar pergi ke pusat perbelanjaan kini menjadi hal yang mewah untukku, untuk kita habiskan bersama..
Aku seringkali melabeli diriku sebagai orang extrovert. aku mempunyai banyak teman. Menjadi seseorang penyendiri bukanlah aku. Aku tak pernah menghabiskan waktuku untuk bepergian sendiri. Hal seperti sekedar makan diluar sendirian adalah hal yang asing bagiku, tapi itu dulu..
Aku harus terbiasa sekarang bahwa aku harus bernegosiasi dengan diriku terhadap kesendirian, merasa terasingkan ditengah keramaian, mencari cari kenyamanan dengan diriku sendiri, menghibur dan berbincang dengan aku dan pikiranku..
Tak pernah terbayangkan bahwa itu adalah hal yang sulit, Sulit sekali menjalani kenyataan ini.
Aku senang sekali mereka sudah memulai hidup baru, Aku senang mereka sudah bahagia dengan kehidupannya masing-masing, Aku baik-baik saja dengan kenyataan bahwa kita dipisahkan oleh rutinitas yang jauh berbeda.. Yah, jauh berbeda.
Mereka sudah menjalani penuh kehidupan sebagai seorang wanita, sedangkan aku hanyalah aku..
Aku baik-baik saja. Kukira Tapi aku sendiri yang paling tahu bahwa membohongi diriku, jauh lebih menyakitkan dibandingkan membohongi orang lain.
Aku tidak baik baik saja. Aku kesepian, sedih, kesal, marah dan putus asa.
Tapi harus bagaimana ? Aku harus mulai darimana ? Benakku penuh sesak dengan berbagai pertanyaan, yang tak bisa kujawab. "Kalau saja, Andai saja dulu, Jika saja waktu itu…."
Lalu, berada disinilah aku sekarang. Mencoba mencari diriku yang hilang. Berjibaku dengan diriku sendiri dan rutinitas asing ini. Mencoba yang terbaik yang bisa kulakukan dan kuserahkan sisanya pada Tuhan.
1 note · View note
jerichaellena · 1 year
Text
Kisah Kasih Keisya
Is it Love?
Di depan kelas saat itu muncullah sosok yang familiar.
“Keisya bisa bicara sebentar nggak?” ucapnya.
“Ya udah.” Balasku sambil bete.
Dibawalah aku ke bawah pohon rindang di sekolah.
“Sya maaf banget ya pasti kamu bete banget sama aku ya?”
“Menurut lo?”
“Sorry banget sorry ada hal mendesak yang belum bisa aku ceritakan ke kamu sekarang. Please forgive me.”
Aku mengambil nafas panjang dan kukeluarkan perlahan. “Sabar sya sabar.” Ucapku dalam hati.
“Oke kali ini gue maafin. Lain kali gak bakal gue maafin ya.” Ucapku dengan nada ketus.
“Iya janji kalau ada apa-apa aku bakal ngehubungin kamu dulu. Aku mau kenalin diriku dulu, mungkin kamu belum tau namaku. Aku David yang nyapa kamu hari pertama kamu MOS.”
“Oh jadi itu lu yang ngajak kenalan? Gue buru-buru nggak sempet liet wajah lu. Eh tapi lu bukan anak seangkatan deh kayaknya. Bener nggak?”
“Iya aku kelas 12 IPS 2.” “Oops, sorry Kak selama ini aku nggak sopan ya.”
“Santai aja Sya. Senyaman kamu aja.”
“Aku panggil Kak David aja ya.”
“Iya nggak papa. Nanti pulang sekolah ada acara nggak? Aku mau ngajakin jalan kali ini nggak akan php lagi. Swear deh Sya.”
“Mm… Aku pikirin dulu deh ya Kak. Tadi udah bilang Mama mau bantuin bikin kue sepulang sekolah.”
“Okey, kalau nggak bisa nggak papa juga. Next time kita bisa jalan. SMS aja nanti ya.”
“Oke. Kalo gitu aku ke kantin dulu ya Kak.”
Hari itu aku nggak ketemu Kak David karena sudah janji bantuin Mama bikin kue. Lagi banyak orderan kasihan jika Mama harus mengerjakannya sendiri.
 “Hei Sya, lagi ngapain? Besok boleh nggak jemput kamu berangkat sekolah?”
“Ada SMS dari Kak David mau jemput berangkat sekolah gimana nih kalau ditanya Mama. Dia siapa, akupun belum terlalu mengenalnya.” Ucapku dalam hati.
“Kak next time aja ya. Nanti kalau emang udah waktunya tepat boleh jemput ke rumah.”
“Oke. Sorry ya Sya kalo ngeganggu.”
 Pas istirahat Kak David sering banget nyamperin ke kelas dan mengajakku makan bersama. Satu kelas meledekku dengan Kak David. Malu sekali rasanya kenapa Kak David harus terang-terangan begini.
Kami membicarakan banyak hal tapi banyak juga recehan yang kita bahas, hal-hal yang tidak penting, tapi itu membuatku nyaman dan nyambung bersamanya. Entah kenapa aku sudah mulai nyaman dengannya, sudah tidak canggung lagi.
 “Keisya, weekend ini ada acara nggak? Temenin aku nonton dong.”
“Nonton apa Kak?”
“Ada deh nanti kamu bakal tahu.”
“Ah nggak mau ah kalau nggak dikasih tahu.”
“Ih jangan ngambek gitu dong nanti cantiknya hilang.”
“Ih apaan sih kak, garing tauk!”
Lalu aku tertidur. Esok paginya ada SMS dari Kak David yang belum kubaca.
“Jam 5 sore aku jemput ya.”
Sontak aku kaget. “Wah jam 5 sore ya, aku harus pakai baju apa ya? Aduh kenapa jadi deg-degan gini sih Keisyaaaa!! Mamaaa!!”
“Ada apa Keisya? Ngapain teriak-teriak?”
“Nggak papa Ma! Abaikan saja anakmu ini!”
Aku bingung memadu madankan baju. “Mau yang simple atau cute atau ala-ala eonnie Korea?”
Lama sekali aku mencoba baju yang tidak kusadari sudah berantakan satu kamar.
Akhirnya aku memakai baju dress motif bunga.
“Assalamu’alaikum.” “Wa’alaikumsalam. Eh ada siapa ini kok Tante baru ketemu.”
“Temen Keisya Ma!”
“Temen apa temen nih Sya? Ganteng gini sayang cuma jadi temen aja.”
“Mama! Ya udah adek pamit dulu ya. Nanti ijin pulang agak maleman.”
“Iya  Tante, ijin pinjem anaknya dulu ya. Insyaallah dijagain.”
“Oke kalau gitu have fun kalian! Hati-hati ya jangan kebut-kebutan.”
“Siap 86 komandan!” Ucap Kak David
Hari itu adalah hari yang tidak pernah kulupakan dalam hidup. Bagaimana ternyata Kak David membawaku ke tempat yang sangat aku nanti-nantikan dari dahulu. Apalagi kalau bukan konser Sheila On 7. “Ya Allah mimpi apa semalem bisa ketemu Sheila On 7 akhirnya. Mau nangis.” Ucapku dalam hati.
“Kak David, ini serius? Aku nggak mimpi kan? Ini nyata kan?” Kata Keisya sambil mencubit pipinya sendiri.
“Nyata Keisya. Sengaja mau kasih Surprise. Seneng kan?”
“Seneng banget!!” Tidak sadar kuteteskan air mata bahagia.
“Ih Keisya nangis?”
“Tanggung jawab Kak aku sampe nangis. Hua gak bisa berhenti.”
“Sya dilap dulu ah air matanya. Nanti orang ngira aku ngapa-ngapain kamu.”
“Makasih banyak Kak David. Maybe this is the happiest moment in my life.”
Ada perasaan bahagia, terharu, dan tidak tahu ada rasa lainnya. Campur aduk rasanya. Terima kasih Ya Allah. Kuhabiskan malam itu melihat konser band favoritku. Tidak henti aku berteriak dan melantunkan semua lirik lagunya sampai suaraku habis. Betapa bahagianya aku hari itu. Kak David melihat ke arahku lebih sering daripada nonton Sheila On 7 yang di depan mata. Tak sadar aku tersenyum ke arahnya. Mata kita saling bertemu, senyuman tipis dan mata berbinar menghiasi malam itu.
Semenjak hari itu hubungan kita semakin dekat. Kak David, seseorang yang mungkin sangat aku nantikan hadir dalam hidupku. Membuat hari-hariku lebih berwarna. Senja kalah bagus daripada apa yang sedang kualami sekarang. Rasanya mejikuhubiniu. Tidak tergambarkan. Setiap detik yang kuhabiskan dengannya sangat berharga, tidak ternilai. Padahal sosok Kak David adalah cowok popular di sekolah tetapi kenapa dia malah tertarik sama aku yang bukan siapa-siapa ini. Muka pas-pasan, pinter banget juga enggak, aneh. Rasanya seperti mimpi. Aku bingung dengan perasaanku. Bagi orang sepertiku yang belum pernah pacaran sebelumnya atau punya riwayat kenal dekat dengan seorang laki-laki. Is it love? Or I’m just happy with him? Biarkan waktu yang menjawab itu semua.
“Keisya, kenapa kamu suka banget deh sama Sheila On 7?”
“Mm… Kenapa ya? Mungkin karena dengan lagu-lagunya aku merasa tidak sendiri, ada yang menemaniku. Lagu-lagunya pun aku suka semua. Menghibur di kala sedih, senang, dan susah. Gitu sih nggak ada alasan yang gimana-gimana.”
“Oh gitu ya. Kemarin waktu nonton konser aku belum pernah melihat kamu sebahagia itu.”
“Iya hari itu kayaknya emang hari terbahagia di hidupku. Makasih banyak ya Kak.”
“Sya, kamu mau nggak sih jadi pacar aku?”
Setengah kaget setengah nggak sadar barusan Kak David bilang apa? Aku tersadar dari lamunanku.
“Keisya? Are you still there?”
“E-eh iya Kak. Boleh kasih aku waktu dulu untuk mencerna ini semua?”
“Yah ditolak nih ceritanya?”
“E-enggak bukan gitu. Masih nggak percaya aja sama yang terjadi sama kita di beberapa bulan ini. Aku coba pikirkan dulu ya Kak. Nggak papa kan? “Iya Keisya anak manis, anak cengeng.”
“Ih aku nggak cengeng ya!” Balasku kesal.
“Tapi jangan lama-lama ya mikirnya. Keburu aku nggak ada.”
“Hah? Nggak ada? Mau pindah sekolah kak?”
Jawabanku tidak dijawab olehnya. Dia hanya tersenyum melihatku dan menatap dalam-dalam mataku.
Kita hanya diam tapi momen itu momen membahagiakan bagiku. Bagaimana aku bisa melihat sosok Kak David yang begitu dekat dan terasa nyaman.
“Mama, bisa ajarin adek masak nasi goreng?”
“Hah tumben banget kamu mau masak? Ada angin apa nih? Pasti angin cinta ya?” Ledek Mama.
“Ah Mama kepo!”
Akhirnya aku belajar masak untuk pertama kalinya dalam hidup. Kesamber apa ya bisa-bisanya mau belajar masak.
“Ini dimasukin minyaknya dulu, tunggu agak panas masukkan bawang merah dan bawang putih yang tadi udah dicincang. Masukin telur buat dijadiin telur orak-arik. Kalo udah masukin sosis yang tadi udah dipotong-potong.”
“Oke Ma, gampang juga ya bikin nasi goreng.”
“Nah kalo udah masukin nasinya. Kasih kecap, saus sambal, dan garam.”
“Siap chef! Udah tinggal diratakan pakai spatula kan ya Ma?”
“Iya, sambil dicicipin udah enak belum itu. Jangan sampai keasinan.
“Udah pas kayaknya, Mama coba deh.”
“Hmm.. Not bad, it’s good.”
“Not bad doing nih Ma? Kalau nggak enak bilang aja Mama.”
“Enak kok enak sayang.”
Setelah diajari masak nasi goreng oleh Mama, keesokan harinya pagi-pagi sebelum berangkat sekolah aku memasak nasi goreng. Disusun lah rapi di kotak makan nasi goreng tadi.
“Hmm.. Semoga enak.” Ujarku.
 Hari itu aku berangkat dengan suka cita. Hari ini Insyaallah aku mau ngejawab pertanyaan Kak David tempo hari. Aku menunggu di kelas tapi Kak David tak kunjung muncul. Akhirnya aku beranikan diri untuk mencarinya di kelas.
“Permisi Kak, mau nanya Kak David ada nggak ya?” “David? Dia lagi gak masuk hari ini, katanya sakit.” “Oh gitu ya? Baik makasih ya Kak infonya.”
Aku coba SMS Kak David.
“Kak David lagi sakit?”
“Enggak kok Sya tenang aja, sakit biasa aja, nggak usah kuatir.”
“Cepet sembuh ya Kak. Kalau nggak sembuh-sembuh nanti pertanyaannya nggak kujawab-jawab lho.”
“Ah jangan gitu dong. Kalo besok udah lebih baik aku masuk Sya. See you tomorrow!” “See you!”
1 note · View note
afvrionaersa · 2 years
Text
Tumblr media
Lastri duduk di kursi shofa dengan bahan kulit. Saking empuknya sofa itu, lastri sampai tertidur. Bukan hanya sofa empuk yang buat dia tertidur, segelas alkohol yang beberapa menit dia teguk penyebab utamanya.
Lastri dengar, ada suara laki laki di sampingnya. Entah suara itu berucap apa, tapi suaranya lebut sekali di telinga. Peelahan dia merasakan kancing bajunya terbuka. Lastri merasakan bajunya mulai terbuka, dadanya tersentuh tangan yang entah itu tangan siapa. Lastri merasakannya, namun tak bisa berbuat apa apa.
Tubuhnya lemas, lastri merasakan sakit di bagian vaginanya. Tapi Lagi lagi lastri tak mampu bergerak. Lastri mencoba membuka mata, menggoyangkan tangannya, bahkan mencoba berteriak. Namun hasilnya nihil.
Lastri tak tahu apa yang terjadi, yang lastri rasakan hanya sakit yang dia pun menikmatinya...
Lastri mulai merasakan sesak.dadanya terasa tergencet sesuatu yang besar. Kakinya tiba tiba tertarik kearah bawah. Makin lama makin kuat tarikannya hingga tubuhnya tergeser beberapa centimeter.
BRAAAAKKKK
"Mbak, lia lo nangis terus. Aku gerebeken ngerungokno e. Njaluk susu paling" ucap suara yang memang tak asing bagi lastri.
Itu suara sulis, adik lastri.
"Ya allah lis, mbok yo seng temen ae nek nggungah"
"Mbak lo angel gugahane. Yo wes aku tak budhal ngaji sek. Assalamualaikum"
Lastri perlahan bangun, mendudukan tubuhnya di ranjang, yang diatasnya terdengar suara tangis sangat nyaring seorang bayi.
"Cup cup cup, sepurane yo nak, ibuk keturon. Luwe yo pean" ucap lastri lembut kepada anak sematawayangnya...
Sambil memberi asi lia, lastri sadar bahwa barusan ia mimpi buruk. Mimpi yang berulang kali muncul selama 2 pekan ini. Mimpi yang muncul ketika lastri mendeklarasikan dirinya ingin meninggalkan rumah dan merantau ke jakarta.
Bersambung.......
@kurniawangunadi @careerclass @bentangpustaka-blog
2 notes · View notes
seftiapramesti · 2 years
Text
Kalau throwback ke belakang,
Begitu banyak yg diinsafi, tapi sesal tidak akan mengubah situasi, yg ada hanya akan mendistraksi.
Dari pada menghakimi, lebih baik terus bergerak memperbaiki, yakin baik-baik kalau hari-hari kemarin adalah episode terbaik yg mampu kita lalui.
Maka saat ini adalah hal yg sangat perlu disyukuri, terlepas dari apa yg telah terjadi dan apa yg akan terjadi.
Yuk banyakin senyumnya, kontrol emosinya, luasin sabarnya, terus terus belajar jadi hambaNya yg semakin baik, sampai Allah ridha kita bisa pulang ke surgaNya :")
5 notes · View notes
fajarrpriyambada · 1 year
Text
Beliefs: Epicenter
Tumblr media
Waktu menunjukkan pukul 07.30 WIB, narasi dan materi untuk press release pimpinan sudah ku berikan ke atasanku, Pak Huda. Para pencari berita sudah mulai bergerumul di ruang konferensi pers, sebentar lagi para pimpinan instansi akan melakukan siaran langsung untuk menjelaskan detail peristiwa yang meluluh lantahkan pulau Lombok dan sekitarnya.
Selepas serah terima shift pagi itu, aku berpamitan ke atasan untuk mengambil keperluan di kosan. Waktu terasa berjalan sangat cepat, waktu menunjukkan pukul 08.30 saat aku tiba di kosan. Godaan mulai datang, gaya gravitasi yang datang dari kasur di kosanku terasa sangat besar, rasanya tubuh ini ingin menyerahkan dirinya ke kasur tersebut. “Cling..”, notifikasi chat masuk ke hp-ku.
Mas Roy, ini e-tiket nya untuk ke Lombok ya, Pesawat berangkat pukul 11.00 WIB. Hanya ini maskapai yang tersisa untuk penerbangan ke Lombok.
Aku meloncat dan beranjak dari tempat dudukku di samping kasur, -aku tak berani rebahan karena khawatir kebablasan tidur-, “untung tadi udah mandi di kantor”, pikirku dalam hati. Aku hanya tinggal menyiapkan keperluan pakaian selama disana, untuk peralatan survey sudah kami persiapkan, tadi saat menyiapkan narasi dan press release aku minta tolong Faqih untuk menyiapkan peralatan survey apa saja yang dibawa, tidak terlalu banyak karena ada beberapa peralatan untuk survey gempa sudah dimiliki oleh UPT di Bali dan Lombok.
Dengan agak berlari, aku berangkat ke kantor membawa ransel. Aku sudah janjian sama Faqih untuk berkumpul di kantor. Waktu menunjukkan 09.15 WIB saat aku tiba di kantor, Taxi yang  akan membawa kami ke Bandara sudah bersiap di Lobby kantor.
“Mas Roy, semua sudah siap, berangkat sekarang?”
“Oke Mantap.. Memang Faqih ini, junior yang paling bisa ku andalkan, yuk Gass!”, kataku sambil sedikit bercanda dengan dia, agar suasana tidak terlalu tegang.
Sesampainya di Bandara, waktu menunjukkan pukul 10.15 WIB, bersyukur hari ini jalan tidak terlalu macet. Tepat pukul 11.00 WIB pesawat berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta menuju ke Lombok. Perjalanan yang kami tempuh kurang lebih sekitar 2 jam, cukup bagiku untuk mengistirahatkan sejenak mata dan tubuhku. Aku menyadari ketika kakiku sudah menginjakkan pulau Lombok, aku takkan bisa beristirahat dengan tenang seperti aku di Jakarta.
Setibanya di Lombok, aku terkejut dengan kondisi di Bandara. Infrastruktur yang sudah dibangun dengan baik, hancur dalam waktu sekejap akibat gempa Lombok. Plafon-plafon yang menghiasi atap-atap lorong di bandara juga terlihat sudah tidak utuh lagi. Aku melihat banyak sekali orang yang terlantar di Bandara, kebanyakan diantara mereka takut dan trauma, mereka ingin segera pergi dari Pulau Lombok. Aku membaca berita tadi sewaktu di Taxi saat perjalanan menuju Bandara Soekarno Hatta, banyak maskapai yang membatalkan perjalanan dari dan ke Pulau Lombok. Mungkin ini juga yang menyebabkan penumpukan calon penumpang di Bandara.
Di parkiran, kami sudah ditunggu salah satu pegawai dari UPT Lombok, Pak Toni. Pak Toni menceritakan dengan detail kejadian tadi pagi, semua rasanya gelap. Untuk berdiri tegak saja rasanya sangat sulit, tanah-tanah ibarat sebuah air yang dilalui oleh gelombang, ia bergerak ke atas dan ke bawah secara bergantian. Aku menahan nafasku cukup lama saat beliau bercerita, untuk membayangkannya saja aku tak sanggup.
“Ya Allah, keluarga bagaimana pak?”, tanyaku setelah ia menjelaskan kronologi kejadian tadi pagi.
“Alhamdulillah semuanya selamat mas Roy, sekarang lagi berkumpul di tempat pengungsian”. Jawaban Pak Toni membuatku menghembuskan nafas, aku bersyukur Pak Toni sekeluarga baik-baik saja.
Mobil Triton merah bergerak cepat membelah jalanan dari BIL -Bandara International Lombok- ke Kota Mataram, butuh waktu sekitar 1 jam perjalanan. Di sepanjang jalan, ku lihat banyak warga mulai mendirikan tenda-tenda darurat di halaman rumahnya. Menurut cerita pak Toni, dari pagi hingga mendekati petang ini, sudah lebih dari 20 kali gempa susulan yang dirasakan warga. Mereka bahkan sudah mengalami fase kesulitan membedakan mana yang beneran gempa mana yang bukan, gempabumi ini cukup membangkitkan trauma mereka.
Mobil yang kami kendarai sudah memasuki kota Mataram. Kami melewati Kawasan masjid Islamic Center di Kota Mataram, masjid yang indah dan megah, mungkin menjadi salah satu masjid terindah di Provinsi NTB. Aku bersyukur masjid ini masih berdiri kokoh, terlihat beberapa tenda dan dapur umum berdiri di sekitar Kawasan masjid ini. Tak jauh dari situ, mobil kami berbelok ke sebuah kantor dengan desain bangunan mirip bangunan khas suku Sasak.
“Selamat datang mas Roy, tim yang lain sudah menunggu di dalam ruangan”, Pak Abdul, kepala UPT kami di Lombok tersenyum menyambut kedatangan. Aku tersenyum membalas sambutan hangatnya, “Terimakasih Pak Abdul.. Saya turut berduka dengan kejadian ini. Peristiwa yang cukup menggemparkan.”.
Kami hanya mampir sebentar di Kantor UPT Lombok, karena khawatir nanti terlalu malam saat sampai di lokasi tujuan kami. Aku dan Faqih berangkat bersama tim yang ke Alun-alun Tanjung, Lombok Utara. Ini wilayah paling parah kerusakannya karena lokasinya dekat dengan titik episenter, aku sempat membaca laporan BPBD setempat, ratusan keluarga kehilangan rumah tempat tinggalnya.
Matahari mulai terbenam di ufuk barat, tepat saat tim kami melalui pantai Senggigi, semburat cahaya merah senja, menunjukkan sebuah maha karya dari Sang Maha Pencipta.
“Sebenarnya kalau dari Mataram ada 2 jalur yang bisa dilalui kalau mau ke Tanjung mas Roy, jalur ini dan jalur satunya lebih cepat, lewat pegunungan dan banyak satwa monyet. Tapi, info terbaru, jalur disana ada longsor karena gempa tadi pagi”. Ucap Pak Toni membuyarkan sedikit lamunanku
“Oh gitu ya Pak, berarti hanya ini satu-satunya jalan yang bisa kita lalui ya pak?”, Tanyaku penasaran.
“Betul mas Roy, hanya ini satu-satunya”. Jawab Pak Toni.
Arlojiku menunjukkan waktu pukul 18.30 saat aku tiba di lokasi, aku sejak tadi belum memutar jamku ke WITA, berarti sekarang pukul 19.30 WITA. Alun-alun Tanjung menjadi salah satu pusat titik pengungsian warga Lombok Utara. Kami memasang alat survey di lokasi yang sedikit pinggiran, tidak terlalu dekat dengan lokasi pengungsian, namun juga tidak terlalu jauh karena khawatir akan keselamatan alat kami. Tenda sudah kami berdirikan, saatnya kami bergantian menjaga alat, akhirnya aku bisa beristirahat sejenak di tenda, besok sekitar jam setengah empat pagi, adalah waktu giliranku berjaga. (Bersambung .... )
0 notes
kakaanggi · 1 year
Text
Ingin menjadi Rumah
[bag.akhir - Rumah untuk pulang]
"Nat, kau yakin tidak ikut denganku?" Suara deru mobil Yale membuat suaraku sedikit mengeras memanggil Natsuko dari dalam mobil. 
Nat menggeleng pelan, sambil tersenyum dia mengisyaratkan tangannya menyuruh kami berdua bersegera jalan. 
"AKU AKAN SEGERA KEMBALI NAT!!" 
"JANGAN BIARKAN SIAPAPUN MENEMPATI RUANGANKU" senyum Nat melebar, kulihat dari kaca spion yang semakin menjauh. 
Yale akhirnya membuka obrolan denganku. Dia bilang mendiang papaku pernah mengunjungi kota kecil ini juga sewaktu ia belum memilikimu. 
"Om Gurden dan papaku benar-benar sahabat karib sejak mereka masih kecil Sab, aku bahkan pernah melihat album usang milik papa dirumah nenek dikampung kami dulu. Ada foto Om Gurden kecil membawa bola basket kesayangannya. Tepat bersebelahan dengan papaku, yang juga merangkul Om Gurden sahabatnya" jelas Yale sambil menyetir mobil antik berwarna hijau tua miliknya. 
"Sebenarnya, apa yang papaku tinggalkan untukku Yale?" perasaan cemas tak bisa kupungkiri. 
"Kau mungkin akan lebih cemas jika kuberi tahu sekarang, tidurlah dulu, perjalanan kita masih jauh" tukas Yale menenangkan. 
langit malam ini masih dipenuhi bintang-bintang yang bersinar. Namun, saat tak sengaja melihat dari jendela mobil Yale, kudapati beberapa kumpulan bintang yang seperti tersenyum kepadaku. 
"Bukankah kata Nat ini…" 
aku menghilangkan asumsiku. biarlah semoga hari esok akan mendapat jawaban terbaik dari kepergianku. 
dan tak lama, kantuk datang menghampirku. Yale memberikan selimut yang ia dapat dari Nat sebelum aku masuk ke dalam mobilnya. Nat memang sangat perhatian. senyumku sembari menutup badanku agar hangat. 
**
"Akhirnya sampai juga" Yale sumringah. Dengan wajah kusutnya karena semalaman menyetir, ia terlihat tetap semangat karena mengantarkanku kepada ayahnya yang ia ceritakan kemarin. 
"Sab, silahkan masuk, ini rumahmu juga, Om Gurden membelinya sejak kau masih taman kanak-kanak" kata Yale sambil tersenyum. 
aku yang masih kebingungan, hanya mengikuti Yale dari belakang. 
Tak lama, Papa Yale memperkenalkan dirinya. Om Diche namanya. Dia segera memberiku sebuah kaleng berbentuk kotak kecil, aku membukanya. Dan kudapati beberapa foto diriku kecil bersama dengan papa, beberapa surat yang amplopnya sudah usang, dan sebuah dompet kecil berwarna coklat keemasan. 
Aku membukanya. Lalu menemukan sebuah foto perempuan yang menggendong anak bayi mengenakan pakaian berwarna merah muda. Wajahnya sangat tak asing, dia bukan ibuku, tapi kenapa wajahnya sangat kukenali. 
Aku membalik foto itu. Aku ingat beberapa kebiasaan papa saat menuliskan momen demi momen pada kertas foto di bagian belakangnya. Dan benar saja, disana tertulis.. 
"Untuk anakku Sabine, Ibumu sangat mirip denganmu. Maafkan papa karena tak bisa berkata jujur lebih awal"
tertulis tahun dibawahnya, tepat ditahun papa meninggalkanku selamanya. 1998. 
Aku membuka buku harian papa yang kutemukan dibawah ring basket, mencocokan potongan foto yang tersobek dengan sengaja. 
Foto itu kini tersambung dengan baik. Seperti bagian puzzle yang hilang entah kemana dan ditemukan pada waktu yang tepat. 
Om Diche kini membuka suara. Dia bilang, Ibuku yang kini bersamaku lebih dari puluhan tahun, memang bukan ibu kandungku, ia adalah sahabat dari Ibuku yang sudah lebih dulu meninggalkan papa. Itu kenapa papa tidak pernah mempermasalahkan ibu yang selalu menyayangi adiku saja. sebab ia tau, aku bukanlah darah dagingnya. 
Kini seluruh warisan papa jatuh ketanganku. yang aku bahkan tak tau harus bagaimana dengan itu semua. 
Papa hanya berpesan pada buku hariannya. 
bangunlah keinginanmu apapun yang kau mau. Entah kau lebih suka berpetualang di hutan, atau melihat bintang-bintang sekalipun. 
Papa juga berpesan, sebagaimana hidupmu yang susah semenjak kepergiannya, kamu akan menuai kebahagiaan yang indah yang tak terkalahkan oleh rasa sedihmu. 
Bersemangatlah. Tulisan papa menggetarkan jiwaku. 
Tiba-tiba aku teringat Natsuko di Neptunus. 
Aku akan tetap tinggal disana. 
membuka sebuah toko kue manis untuk penduduk kota Neptunus setiap malam. Sampai Pagi, Sampai hari berganti malam kembali. 
meski suasana Rumah terasa kosong, 
papa dan mendiang ibuku, pasti menjadi bagian yang tak pernah tergantikan. 
Rumah ini, setiap sudutnya, sudah mengingatkanku akan kenangan-kenangan papa saat bersamaku sewaktu kecil. 
Yale tersenyum, seraya mengatakan.
"Selamat datang dirumah, Kau bebas pulang dan pergi kapanpun kau mau" 
Tamat. 
#5CC #5CC21 #Cerpencareerclass #bentangpustaka #writingcareerclass
0 notes
dessyakhirana · 2 years
Text
TAKUT
Ini kali kedua ku pergi ke Jakarta. Kali ini aku pergi ke Jakarta bukan untuk berlibur ataupun berkunjung ke sanak saudara. Rintik hujan menemani perjalananku, mata ku terpanah dengan pemandangan yang menajubkan, berisik sekali isi kepala ini. Bibit-bibit ketakutan, kecemasan, dan kegagalan setia menghantui lamunanku.
 “Apa aku bisa ?”
“Bagaimana jika nanti gagal?”
Rasanya aku seperti memikul beban yang sangat berat, bagaimana tidak, aku diberi sebuah kepercayaan untuk belajar system baru untuk mengembangkan kemajuan perusahaan. Mau tidak mau aku harus bisa, jika aku gagal, dampak nya bukan hanya di aku, tapi rekan kerja dikantor. Berat sekali rasanya.
Kepada diriku, belum apa-apa sudah punya minset kentang, belum dicoba bibit-bibit negative thinking, selalu memenuhi isi kepala.
Aku sedikit menghela nafas, sambil menaruh kedua telapak tangan diatas dada sambil berbisik lirih dalam hati “Tidak akan ada pekerjaan yang mudah, maka luruskan niatnya dari awal” ketika diniatkan untuk memberi dampak di kehidupan orang lain justru hal tersebut yang membuat kualitas  visi hidup kita lebih besar. kehidupan kita akan lebih bermakna ketika diniatkan membanggun dampak bagi orang lain.  Bekerja keras bukan cara untuk memperkaya bos, ini adalah salah satu bentuk untuk meningkatkan diri. Karena aku selalu yakin ketika kita bekerja dengan ikhlas, akan mendatangkan hal baik.
Akhirnya rasa ketakutan ku akan kegagalan sirnah, aku menyakinkan diriku bahwa aku bisa melaluinya, hari demi hari aku lalui dengan keyakinan bahwa aku bisa menaklukan tantangan ini. Samapi sekarang aku masih tidak percaya bahwa aku bisa melalui semua ini, aku bisa memberikan dampak bagi kehidupan orang lain dan perusahaan ku.
 Kali ini aku bangga dengan diri ku sendiri (I’m Proud of you)
2 notes · View notes