Tumgik
fdinotes · 4 months
Text
Review #40
An Orphan World
Penulis : Giuseppe Caputo
Goodreads Rating : 3.18/5
Buku ini memiliki premis yang sangat menarik. Menceritakan tentang hubungan seorang ayah dan putranya yang berjuang bertahan hidup di sebuah lingkungan yang tidak biasa. Kemiskinan, kenikmatan, isu gender, kesengsaraan, cinta, kekerasan, keputusasaan, menjadi fokus isu yang diceritakan dalam buku ini.
Aku membeli ini karena membaca sekilas blurbnya, yang menurutku buku ini pasti berkisahkan cerita yang sedih, tipikal cerita yang sedang aku cari. Buku ini (dan penulisnya) juga dikenal luas sebagai salah satu sastra latin yang -katanya- wajib untuk dibaca. Cover bukunya (terjemah bahasa) juga menarik: gambar kupu-kupu hitam besar, kontras sekali dengan warna bukunya yang jingga, sederhana dan aku menyukainya.
Setelah membacanya buku ini, rasanya aku tidak bisa sepenuhnya menyukainya. Bukan karena isu queer yang menjadi salah satu isu utama yang diangkat, melainkan beberapa hal lainnya.
Pertama, aku merasa narasinya kurang nyaman dibaca. Aku tidak paham, apakah ini faktor terjemahannya atau memang tulisan aslinya demikian juga. Aku agak kesulitan untuk berkonsentrasi membaca penuh dan menangkap maksud dari kalimatnya yang rasanya tidak mengalir.
Kedua, plot maju mundur. Membaca buku dengan plot demikian sebenarnya aku tidak ada masalah. Hanya saja di buku ini -aku tidak tau bagaimana menyebutnya- terlalu kasar? intens? plotnya menjadi terlalu patah? Sejujurnya penulisan Caputo di buku ini lagi lagi membuatku menjadi tidak nyaman membacanya sehingga sulit untuk menikmati ceritanya.
Ketiga, pada bab Rolet cerita dan penulisannya terlalu vulgar. Aku tidak masalah membaca buku yang terdapat adegan vulgarnya, tapi ini sungguh jauh sekali melebihi ekspektasiku. Hampir sepanjang bab dari awal hingga akhir (sekitar 50 halaman), pembaca disuguhkan pengalaman vulgar dari tokoh dengan bahasa dan alur yang juga terlalu brutal. Jujur, aku sangat terkejut dengan ini. Belum pernah aku menemukan buku dengan adegan dan penulisan yang sangat vulgar sebegininya. Menurutku jika sebagai pengembangan karakter tokohnya, ini sudah jauh sekali berlebihan. Jadi apa tujuannya? Sedikit banyak ini membuatku kurang nyaman.
Keempat, kesanku terhadap kualitas cerita dan penulisan di tiap bab dari buku ini seperti tidak stabil. Ada yang biasa saja, ada yang sepanjang sekitar 50 halaman terlalu vulgar membuat tidak nyaman, ada yang sangat menarik, ada juga yang membosankan sekali. Aku merasa alasan pertama dan kedua yang aku sebutkan sebelumnya yang menjadi salah dua penyebabnya, sehingga di banyak bagian seperti, 'oh yasudah aku skip juga tidak masalah', sayang sekali.
Untungnya buku ini mengakhiri ceritanya dengan baik, semua kekacauan baik dari penulisan maupun cerita perjalanan hidup tokohnya semacam terbayarkan. Bukan sebuah akhir yang baru dari cerita dalam sebuah buku tetapi aku merasa akhir yang disampaikan cukup menyentuh dan pas untuk mengakhiri buku ini.
Sungguh membaca buku ini seperti mendapat sebuah pengalaman baru dalam membaca buku. Mencengangkan. Lol.
Depok, 26 Mei 2024, 7.35 PM
0 notes
fdinotes · 8 months
Text
Review #39
Vita Sexualis
Penulis : Mori Ogai
Goodreads Rating : 3.36/5
Aku memilih untuk membaca buku ini karena mengingat karakter Mori Ogai si pemimpin Port Mafia dari anime Bungou Stray Dogs yang sudah kutonton. Membuatku penasaran, seperti apa karya dari orang yang karakternya dijadikan pimpinan di anime tersebut.
Buku ini menceritakan Kanai Shuzuka seorang profesor filsafat yang alih alih membuat tulisan filsafat sesuai keahliannya, justru memilih untuk menuliskan semacam otobigorafi tentang kehidupannya yang berkaitan dengan hasrat seksual yang dialami sejak kecil hingga ia dewasa. Ini ia lakukan karena ia merasa hasrat seksualnya berbeda dengan orang kebanyakan dan mempengaruhi kehidupannya, juga karena ia tak ingin menulis hal yang biasa ditulis oleh penulis lainnya. Ia juga berharap karyanya dapat dibaca dan diwariskan kepada keturunannya untuk lebih memahami dirinya.
Buku ini pernah dilarang beredar karena dianggap erotis dan memberi kesan buruk. Setelah membacanya aku tidak mengerti kenapa demikian. Cerita ini cukup ringan dan sangat mudah diikuti, dan aku tidak merasakan ada unsur vulgar atau erotis sama sekali dalam ceritanya. Kanai menceritakan pengalamannya seperti melihat buku dengan gambar aneh waktu masa kecilnya, mempunyai teman wanita, bertamu ke bar yang terdapat geisha, dan lainnya yang tidak ada sesuatu vulgar yang diceritakan. Kesimpulanku satu: pergeseran standar kesan erotis sejak zaman itu dan masa kini yang sudah berbeda.
Selain itu juga mungkin karena terdapat hal “amoral” yang terjadi pada Kanai semasa ia bersekolah di asrama, yaitu teman teman lelakinya yang melakukan pelecehan seksual kepada siswa siswa laki-laki lain yang dianggap lemah atau tampan di asrama tersebut dan perbuatan tersebut dianggap sebagai kenakalan remaja pada umumnya.
Secara keseluruhan, buku ini menarik untuk bacaan ringan tetapi sejujurnya tidak memberikan kesan mendalam untukku. Mungkin juga karena ekspektasiku untuk sastra jepang dari penulis ternama sungguh tinggi sebagaimana karya sasta jepang lama yang telah kubaca lainnya.
Depok, 30 Januari 2024, 5.00 PM
0 notes
fdinotes · 8 months
Text
That’s when I clearly realized something: I did not have a personality of my own. The only difference between a robot and myself was the desire to be liked or blend in, that’s all. It’s not that I wanted affection, it’s just that it was rational and convenient to blend into and be liked by a community. Considering that humankind had already been living in villages by the Stone Age, it was basically human instinct. If you could blend in and be well-liked by a community, you would be safe and your life would go smoothly. That was my only motive for trying to be liked.
Life Ceremony (Sayaka Murata), page 220-221.
0 notes
fdinotes · 8 months
Text
Review #38
Life Ceremony
Penulis : Sayaka Murata
Goodreads Rating : 3.76/5
Life Ceremony ini adalah buku ketiga Sayaka Murata yang aku baca. Aku memutuskan membaca ini setelah beberapa bulan lalu dibuat takjub ketika membaca Earthlings, dan tentu juga kesan yang sama kurasakan ketika beberapa tahun lalu membaca Convenience Store Woman.
Buku ini berisikan kumpulan 13 cerita pendek yang dirangkai dengan satu tema utama: kisah absurd. Ke-absurd-an cerita-cerita ini entah kenapa rasanya menjadi normal saja apabila sebelumnya sudah pernah membaca bukunya Sayaka Murata. Harus aku akui juga bahwa tidak kesemua cerita di buku ini membuatku takjub, beberapa di antaranya membuatku bosan dan bahkan ketika review ini ditulis, beberapa di antaranya tersebut sudah tidak lagi aku mengingatnya karena memang tidak memberikan kesan mendalam untukku. Alasan lainnya karena ya temanya menarik tapi rasanya sulit untuk bisa invest ke cerita tersebut karena ketika dibaca beberapa halaman ternyata cerita sudah berakhir. Ini salah satu kesulitanku tiap membaca cerita pendek.
Beberapa cerita favoritku akan aku ceritakan dengan singkat setelah ini.
=================================
A First Rate Material
Menceritakan budaya manusia modern dimana ketika seseorang meninggal, jasad orang tersebut tidak disiasiakan oleh masyarakat, melainkan dibuat atau digunakan kembali sebagai bahan untuk pembuatan barang-barang baru yang akan digunakan lagi oleh manusia. Bahan pakaian dari rambut manusia, bahan peralatan dari gigi, tulang, kulit, dan lainnya. Kesemua barang yang berasal dari olahan jasad manusia yang telah meninggal ini bahkan dianggap sebagai barang berkualitas tinggi dan berharga mahal, sehingga dianggap sebagai identitas barang yang wajib dimiliki oleh manusia-manusia kelas atas.
Point of view cerita ini adalah Nana dan Naoki, pasangan muda yang akan menikah. Mereka mengalami dilema saat mempersiapkan pesta pernikahannya: Naoki sangat menentang penggunaan barang apa pun yang bahannya berasal dari olahan jasad manusia karena mengangagap hal itu “barbaric”, sementara Nana dengan dukungan teman dan lingkungannya mengaggap semua itu tidak masalah dan sudah menjadi hal yang biasa saja.
“A hundred years later, what would our bodies be used for? Would we be chair legs or sweaters or clock hands? Would we be used for a longer time after our deaths than the time we’d been alive?” – page 19
=================================
Life Ceremony
Menceritakan budaya/tradisi manusia modern dimana ketika seseorang meninggal maka akan diadakan pesta perayaan kehidupan, “Life Ceremony”. Jasad orang yang meninggal akan diolah, dimasak dan dimakan bersama sama oleh orang-orang yang datang pada perayaan tersebut. Kegilaan tidak berhenti sampai di situ saja, pada saat pesta memakan bersama makanan dari jasad manusia itu dilakukan, apabila ada orang yang merasa tertarik dengan orang lainnya dan kedua orang tersebut setuju, mereka akan keluar dari (ruangan) perayaan tersebut sebagai pasangan dan mereka hanya akan berhubungan badan satu waktu tersebut, mereka menyebutnya inseminasi. Digambarkan hubungan badan dilakukan secara bebas, di halaman, di jalan jalan, di pinggir pantai, di mana pun dan hal ini dianggap sebagai kegiatan yang suci, karena pada saat itulah kehidupan yang mengalir - yang telah mati digantikan dengan yang diharapkan akan dilahirkan. Bahkan digambarkan juga bagaimana sperma-sperma banyak berceceran di jalan jalan di sekitaran tiap lokasi perayaan. Gila!
Kegilaan budaya ini berlatarkan angka penduduk di Jepang yang dari waktu ke waktu terus mengalami penuruan drastis. Orang-orang sudah tidak membicarakan seks lagi, apalagi melakukannya. Oleh karena itu, semacam “dibuatlah” budaya/tradisi Life Ceremony ini (tidak diceritakan lebih detail pembuatannya). Bayi-bayi yang dilahirkan dari wanita-wanita berasal dari pasangan perayaan tersebut, sebagian dibesarkan langsung oleh mereka tetapi sebagian besarnya lagi akan ditampung di “Children Center” milik Pemerintah untuk dibesarkan hingga ada yang ingin mengadopsi atau hingga mereka dewasa. Digambarkan juga, orang-orang Jepang sudah menganggap hal itu sebagai suatu kewajaran dan kebanggaan karena sebagai bentuk hal yang dapat melestarikan manusia. Gila! Gila! Gila!
Cerita ini dikisahkan melalui Maho Iketani, karakter yang sebenarnya mengakui tidak menyukai tradisi tersebut karena tidak menyukai makanan olahan jasad manusia, tetapi “terpaksa” harus meikut merayakan tradisi tersebut ketika teman dekatnya, Yamamoto, meninggal. Bahkan diceritakan secara deskriptif, bagaimana ia membantu keluarga Yamamoto ketika mengolah dan memasak potongan-potongan tubuh Yamamoto! Belum lagi deskripsi hal-hal yang terjadi selanjutnya. Benar-benar cerita yang jauh melebihi imajinasiku. Ah, semakin stress saja rasanya!
=================================
Hatchlings
Menceritakan Haruka, seseorang wanita yang merasa bahwa dirinya selalu menjadi seseorang yang lingkungannya bentuk dan tuntut/inginkan sehingga ia merasa tidak memiliki kepribadiannya yang asli.
“That’s when I clearly realized something: I did not have a personality of my own. The only difference between a robot and myself was the desire to be liked or blend in, that’s all. It’s not that I wanted affection, it’s just that it was rational and convenient to blend into and be liked by a community. Considering that humankind had already been living in villages by the Stone Age, it was basically human instinct. If you could blend in and be well-liked by a community, you would be safe and your life would go smoothly. That was my only motive for trying to be liked.” – page 220-221
Cerita ini menjadi semacam satire untuk kehidupan manusia. Manusia yang tidak menjadi dirinya sendiri, berusaha untuk selalu menjadi apa yang lingkungannya inginkan agar mereka diterima, agar mereka mendapat kehidupan yang mudah dan “normal”. Mereka tidak mengenali atau bahkan menolak mencari tahu bagaimana dirinya yang sebenarnya. Membaca ini membuatku berefleksi, sudah sejauh mana aku mengenal diriku sendiri dan sejauh mana aku menerima dan menampilkan diriku yang asli sebagai diriku saat ini?
=================================
A Clean Marriage
Menceritakan kisah rumah tangga Takahashi, mereka pasangan yang menentang adanya sexual activities dalam bentuk apa pun di antara mereka. Mereka menyebutnya “asexual couple” dan menganggap bahwa dalam rumah tangga haruslah hanya kebersamaan dan kasih saying “murni” semacam adik-kakak, bukan sebagai sexual partner. Perihal sexual desire menjadi urusan mereka pribadi masing-masing, tidak perlu saling mencampuri, dan harus diselesaikan di luar rumah.
Mereka bermaksud mencari dan akhirnya menemukan treatment clinic yang menangani sexual minorities seperti mereka yang juga berkeinginan memiliki keturunan, Clean Breeder Clinic. Cerita menjadi semakin absurd ketika treatment tersebut dilakukan. Ah, sepertinya tidak perlu aku tuliskan kelanjutannya karena cukup membuat ngilu!
=================================
Membaca cerita-cerita Sayaka Murata selalu menyenangkan! Rasanya seperti membaca cerita dari dunia lain, tetapi mengingat bahwa kehidupan manusia yang kompleks dan pikiran-pikirannya yang semakin waktu semakin absurd, rasanya bukan tidak mungkin menjadikan semua cerita di buku ini bisa saja benar-benar terjadi di tahun-tahun mendatang. Ah, jadi ngeri!
Depok, 18 Januari 2024, 9.50 PM
0 notes
fdinotes · 1 year
Text
Review #37
Anwar Tohari Mencari Mati
Penulis : Mahfud Ikhwan
Goodreads Rating : 4.15/5
Sekuel dari Dawuk: Kisah Kelabu dari Rumbuk Randu, sekaligus buku kedua dari Mahfud Ikhwan yang aku baca. Aku baru menyadari bahwa aku belum menulis review Dawuk, jadi akan aku review sekaligus secara singkat saja.
Dawuk.
Peraih Kusala Sastra Khatulistiwa 2017 dan direkomendasikan teman bacaku, yang aku ingat dia bilang ini adalah salah satu buku terbaik yang dibacanya, menjadikan aku tertarik mulai membacanya. Sebenarnya aku sudah mengetahui buku ini sejak lama, tapi jujur saja aku urung juga membelinya karena menurutku cover bukunya kurang menarik dan blurb yang kubaca di bagian belakang buku tidak juga menarik minatku. Tapi karena saat itu aku di toko buku dan bingung harus membeli apa, aku putuskan -salah satunya- membeli buku ini.
Singkatnya menceritakan kisah cinta pasangan yang ganjil, antara Mat Dawuk dan Inayatun di desa Rumbuk Randu, dengan segala konfliknya. Diceritakan dari seorang ‘pembual’ bernama Warto Kemplung, yang hobinya berhutang kopi dan meminta rokok, kepada orang-orang yang ada di warung kopi. Aku tidak akan menuliskan detail ceritanya, tapi ya sudah lama sekali aku tidak membaca buku sebegini menarik dan serunya.
Aku menyukai cerita fiksi semacam ini ditambah gaya penulisan Mahfud Ikhwan yang sangat mengalir, membuatku yang sudah lama sulit menemukan niat membaca buku seketika langsung hook, yaaku tidak bisa lepas dari membaca buku ini. Seingatku, Dawuk aku baca kurang dari seminggu di bulan Juli lalu, yang adalah sudah termasuk prestasi bagiku menyelesaikan buku dalam waktu demikian. Seselesainya aku membaca, segera saja aku memberikan rating 5 dari 5 untuk buku ini dan membeli sekuelnya.
Anwar Tohari Mencari Mati.
Di buku kedua ini lebih difokuskan pada Mustofa, seorang wartawan yang juga adalah salah satu pendengar ‘bualan’ cerita Warto Kemplung di warung kopi tentang kisah dari Rumbuk Randu (Mat Dawuk, Mat Modar, Dulawi, Inayatun, dan lainnya). Sebenarnya di akhir Dawuk diberikan plot singkat yang mengabarkan bahwa Warto Kemplung ini sebenarnya adalah Anwar Tohari, salah satu murid Dulawi, dan ‘paman’ dari Mat Dawuk.
Di buku ini, pernyataan tersebut dibenarkan dan diceritakan oleh serangkaian surat -yang katanya ditulis- dari Imam Widjaja, teman dekat Anwar Tohari, kepada Mustofa. Diceritakan perjalanan kisah Anwar Tohari sejak ia meninggalkan Rumbuk Randu. Tapi apakah cerita itu benar adanya? Apa yang sebenarnya terjadi? Atau apakah Warto memang adalah Anwar Tohari?
Sebenarnya cukup banyak plot twist yang ada dalam cerita ini, walau Ketika dibaca tidak membuat terkejut aku rasa konklusi dari kisah Rumbuk Randu yang disajikan dalam buku ini cukup memuaskan. Penceritaan yang walau dari sudut pandang tokoh berbeda, dengan gaya penulisan Mahfud yang lihai membuat narasi tetap menarik untuk diikuti.
Hanya saja entah kenapa aku kurang menikmati membaca buku ini sebagaimana aku menikmati membaca Dawuk. Rasanya banyak bagian yang menurutku repetitif dan membosankan, seperti narasi tentang karya-karya penulis sastra dan lagu-lagu (dangdut dan india) yang dalam cerita adalah kegemaran para tokoh, yang cukup banyak diulang, dituliskan dalam narasi yang panjang, sementara aku tidak memahaminya. Aku akui saja, cukup banyak paragraph yang bahkan aku baca dengan metode skimming saja. Termasuk Bagian konflik puncaknya yang menurutku kurang klimaks, ya boleh jadi juga karena aku sudah berekspektasi tinggi cerita akan jauh lebih menarik dibanding Dawuk.
Tapi tetap saja, akhir cerita dari Kisah Rumbuk Randu ini sangat menarik untuk dibaca. Aku puas sekali membaca keseluruhannya. Bacaan ringan yang sungguh menghibur ini bisa membuatku bangkit dari reading slump yang aku alami. Mungkin menjadi salah satu sastra fiksi favoritku, dan aku memutuskan akan mencari dan membaca lagi karya-karya dari Mahfud Ikhwan lainnya.
Depok, 4 Oktober 2023, 10.13 AM
0 notes
fdinotes · 1 year
Text
Sometimes, I imagine how great it would be if we could live our lives without bothering other people. Think it's possible?
Hear the Wind Sing (Haruki Murakami), page 84.
5 notes · View notes
fdinotes · 1 year
Text
Review #36
Hear the Wind Sing
Penulis : Haruki Murakami
Goodreads Rating : 3.58/5
Ini kali kedua aku membaca buku ini. Kali pertamanya, aku membaca versi terjemahnya, “Dengarlah Nyanyian Angin” tahun 2018, sementara kali kedua ini aku membaca versi englishnya, berawal dari keinginan mengoleksi versi vintagenya maka jadilah sekaligus membaca ulang bukunya.
Aku ingat kesan setelah dulu pertama membacanya: aku kurang menyukainya. Kali kedua membaca ini, entah kenapa aku justru sangat menyukainya.
Ceritanya sederhana, tentang seorang pria yang bertemu dengan temannya (yang dipanggil “the Rat”) di sebuah bar, mereka merokok, mereka minum bir, mereka membicarakan banyak hal. Tokoh utama ini kemudian nanti bertemu dan menjalin hubungan dengan seorang wanita misterius. Tidak ada konflik yang berarti, semacam slice of life dari tokoh utama dengan cerita yang ya tetap saja absurd. Di buku ini juga kali pertama kita dikenalkan dengan tokoh The Rat, dan menjadi buku pertama dari trilogy The Rat.
Ceritanya yang ringan, dengan gaya penulisan santai khas Murakami yang enak sekali dibaca, membuatku dapat menyelesaikannya dalam sehari saja (selain juga karena buku ini cukup tipis, 152 halaman). Banyak detail cerita lain yang sepertinya tidak mendukung plot utamanya. Boleh jadi karena aku telah membaca cukup banyak buku Murakami, jadi ketika membaca ini semacam “wah, Murakami sekali”, dan aku tidak keberatan sama sekali dengan cerita lain – random sekali – yang tidak terlalu penting itu. Aku menikmatinya.
"Sometimes, I imagine how great it would be if we could live our lives without bothering other people. Think it's possible?" - page 84
Merupakan karya pertama seorang Murakami, dan ya semua keunikan karya-karya selanjutnya rasanya sudah dapat aku temukan di karya pertamanya ini. Walaupun ya jika dibandingkan dengan karya lainnya, cerita di buku sangatlah sederhana. Walaupun demikian, aku tetap sangat menikmati karya debut Murakami ini. Menurutku buku ini adalah sebuah buku yang cocok jika pembaca baru ingin mulai mengenal karya dan gaya penulisan Murakami, seperti yang sudah kutuliskan, buku ini sangat Murakami sekali.
Depok, 25 Juli 2023, 11.11 PM
0 notes
fdinotes · 2 years
Text
Review #35
The Double
Penulis : Fyodor Dostoevsky
Goodreads Rating : 3.69/5
Buku ketiga dari Fyodor Dostoevsky yang aku baca, setelah Notes from the Underground, dan The Gambler. Sejujurnya aku telah berniat menulis review sejak buku pertamanya yang aku baca, namun rasanya sungguh berat. Berat dari isi bukunya, juga dari keinginanku untuk menggerakkan jari-jariku. Mengingat kembali bahwa Dostoevsky adalah salah satu penulis sastra klasik termahsyur di dunia sepanjang masa, rasanya di buku ketiga ini aku harus memaksa jari-jariku untuk sedikit menuliskan pengalaman membaca karya penulis asal Rusia ini.
Ditulis pada tahun 1846. Menceritakan tentang Yakov Petrovich Goliadkin, seorang anggota dewan perwakilan (titular councillor?), yang digambarkan memiliki kepribadian yang sinis dan sentimental. Pada suatu hari, ia bertemu dengan seorang yang memiliki penampilan dan nama yang sama persis dengannya, namun dengan sifat bertolak belakang. Kehadiran si kembaran ini kemudian menimbulkan pergolakan psikologis dalam dirinya, seiring satu sama lain berusaha saling menjatuhkan.
Sejujurnya menurutku konflik antar kedua tokoh dan dengan tokoh lainnya dalam cerita ini tidak terlalu ‘wah’, namun ada konflik yang jauh lebih menarik yang disajikan Dostoevsky: konflik antara tokoh dengan pikirannya sendiri. Buku ini dipenuhi pergolakan batin dan pikiran Goliadkin. Mulai dari ia memikirkan suatu rencana, kemudian menimbang kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi setelahnya, lantas terjadi kebimbangan atas rencananya sendiri, akhirnya dengan ‘terpaksa’ mengambil suatu keputusan apa yang ia harus lakukan, dan diakhiri (sebagian besar) dengan penyesalan atas keputusan yang diambilnya tersebut, ya semacam itu.
Hal semacam di atas semua dinarasikan Dostoevsky dalam suatu kalimat panjang tanpa jeda paragraf. Di satu sisi, hal ini sungguh menarik, bagaimana kompleksitas pikiran manusia dituliskan dengan runut, tetapi di sisi lainnya ini dapat menjadi hal yang membosankan. Bayangkan hampir tiap pikiran tokoh dituliskan dengan sebegitu detailnya, sampai sering kali aku merasa bahwa ada yang salah dengan tokoh kita ini. Tetapi tidak juga, dipikir kembali memang begitulah isi pikiran manusia: “semrawut”. Tipikal penulisan ini sejujurnya tidak membuatku terkejut lagi, mengingat di dua buku Dosktevsky sebelumnya yang kubaca menggunakan gaya penulisan yang kurang lebih sama, ya memang seperti itulah ciri khasnya.
Kompeksitas pikiran Goliadkin juga membuatku berpikir: jangan jangan semua ini hanya ada di pikiran Goliadkin saja, jangan jangan ia hanya mengada-ada, berhalusinasi. Semakin aku membaca, rasanya semakin aku menjadi pengidap Schizophrenia. Tapi rasanya semua itu tidak penting lagi disimpulkan. Seolah memang begitulah dunia tempat kita hidup: ganda. Kebohongan, kebenaran, ilusi, fakta, sudah menyatu dan tidak jelas batasnya, semua terasa nyata.
Kehadiran kembaran ini juga boleh jadi adalah alegori, menggambarkan bagaimana seseorang (dalam hal ini Goliadkin) tidak puas dengan dirinya sendiri dan kesulitannya beradaptasi di masyarakat. Akhirnya ia menciptakan kepribadian lain yang bertolak belakang, yang banyak disukai banyak orang. Dalam pikirannya ia merasa marah karena sebagaimana pun ia mencoba, ia tetap tak bisa merubah dirinya. Semakin berandai bagaimana jika ia adalah dirinya yang lain, semakin ia membenci dirinya dan kehidupannya.
Hal yang mengangguku selama membaca buku ini adalah sebagaimana yang telah kutuliskan sebelumnya, ceritanya padat sehalaman dengan sedikit (atau bahkan tidak ada) jeda paragraf dan baris, dialog antartokoh juga minim sekali, semua ini membuatku terkadang pusing kehilangan fokus terhadap bagian yang dibaca. Membaca labirin isi pikiran yang dituliskan dengan detail kadang membuatku juga ikut berpikir, kemudian menjadi tersesat, memikirkan kembali sebenarnya apa yang sedang kubaca. Kepala ikut terasa berat.
Kompleksitas pikiran tokoh utama dalam buku seperti ini memang menjadi ciri khas tulisan Dostoevsky. Bukan buku yang mudah dibaca, boleh jadi belum tentu juga dapat langsung memahami apa yang sedang dibaca pada saat itu atau pun seselesainya. Namun iya, buku dengan cerita dan penulisan semacam ini adalah tipikal buku yang tepat sekali dijadikan bahan untuk diskusi. Bahkan, dirimu bisa takjub dengan banyaknya pembahasan kritis dari pembaca pembaca lainnya yang sama sekali tak terpikirkan olehmu. Ya, itulah yang terjadi padaku.
Depok, 27 Februari 2023, 7.11 PM
8 notes · View notes
fdinotes · 2 years
Text
Review #34
Fire and Blood
Penulis : George R. R. Martin
Goodreads Rating : 3.98/5
Buku pertama dari George R. R. Martin yang aku baca. Sebenarnya sudah sejak lama aku mengikuti karyanya, tetapi hanya melalui serial TV saja: Game of Thrones. Terakhir mengikuti serial spin-off-nya, House of the Dragon, yang berakhir dengan cerita ‘menggantung’ di season 1-nya dan membuatku tak sabar untuk segera mengetahui kelanjutan cerita di serial TV tersebut (yang harus menunggu setidaknya 2 tahun), hingga akhirnya kuputuskan untuk membeli dan membaca saja langsung dari bukunya.
Menceritakan tentang dinasti House Targaryen, sejak King Aegon I (the Conqueror), mulai dari bagaimana ia menyatukan Seven Kingdoms di bawah kekuasaannya, sampai dengan King Aegon III (the Dragonbane). Tujuh kepemimpinan Iron Thrones dengan alur cerita sekitar 1-157 AC (After Conqueror) dituliskan dalam 786 halaman, cukup tebal.
Dari keseluruhan cerita, bagian konflik perebutan tahta hingga terjadi perang besar yang disebut “Dance of Dragons” memang menurutku menjadi bagian yang paling menarik. Cerita ini dalam buku dituliskan dalam 6 bab tersendiri (The Dying of Dragons), sekitar 190 halaman. Cerita ini jugalah yang dipilih dan diadaptasi menjadi TV serial, House of Dragons, untuk itu aku menyetujui keputusan pemilihan cerita ini. Cerita Aegon I sewaktu menundukkan Seven Kingdoms di bawah kekuasaannya juga menurutku tidak kalah menariknya, ya semoga saja juga bisa diadaptasi ke dalam serial TV selanjutnya.
Sejujurnya aku jarang membaca buku fantasi. Beberapa buku fantasi yang sudah kubaca, juga jelas berbeda dengan buku yang satu ini. Buku ini seperti buku sejarah, seolah ditulis oleh “Archmaster”, sebutan untuk cendekiawan dalam dunia dalam cerita tersebut. Layaknya buku sejarah, cerita dituliskan dengan narasi lengkap, tidak terlalu deskriptif dengan kata-kata indah sebagaimana novel fiksi lainnya, dan hanya sedikit ditambahkan dialog dari tokohnya, seperlunya. Cerita pun terasa semakin seperti buku sejarah dengan keterangan-keterangan pada banyak bagian cerita seperti “menurut kesaksian … kejadian itu disebabkan oleh …” kemudian ditambahkan kesaksian-kesaksian lain, seolah tidak menjelaskan satu hal fakta yang terjadi karena memang “sang penulis” tidak meyakini hal apa yang sebenarnya terjadi. Ini sungguh menarik.
Membaca cerita ini membuatku sangat kagum bagaimana GRRM bisa memikirkan segala halnya, kemudian menuliskannya ke dalam buku. Cerita ini, detail sekali. Tokohnya sungguh banyak, kekonsistenan penulisan cerita untuk membentuk sebuah dinasti dengan periode yang panjang dan segala konflik yang terjadi, sungguh luar biasa. Jelas menurutku tepat dijadikan sebagai salah satu penulis dengan ‘ide besar’ yang pernah ada.
Buku dengan cerita semacam ini juga jujur saja sering kali membuatku kewalahan saat membacanya. Plot cukup berat, sering kali hilang arah karena sebegitu banyaknya tokoh dan cerita, membuatku harus sering waktu untuk lebih baik berhenti dahulu sejenak. Untungnya, ada ‘panduan’ Targaryen Lineage di belakang buku yang sangat membantuku memahami cerita. Buku tebal dengan tulisan kecil dan padat ini juga sering kali membuatku malas untuk berniat memulai kembali membaca. Tapi selama sudah mulai membacanya, akan sulit untuk berhenti karena memang ceritanya sungguh menarik.
Merupakan sebuah pengalaman baru bagiku membaca buku dengan cerita sebesar ini. Gaya penceritaan yang unik, narasi yang detail, dan tentunya segala konflik dalam cerita yang sering kali membuatku terkejut, beberapa kali menahan napas, dan setelahnya termenung-menung memikirkan ‘bisa-bisanya’ ada plot seperti yang baru saja aku baca, ini tidak akan aku lupakan. Salah satu buku terbaik yang aku baca tahun ini.
Depok, 12 Desember 2022, 11.11 AM
0 notes
fdinotes · 2 years
Quote
Because we’re always in pain, we know exactly what it means to hurt somebody else.
Heaven (Mieko Kawakami)
139 notes · View notes
fdinotes · 2 years
Quote
But I wasn’t crying because I was sad. I guess I was crying because we had nowhere else to go, no choice but to go on living in this world. Crying because we had no other world to choose, and crying at everything before us, everything around us.
Heaven (Mieko Kawakami)
7 notes · View notes
fdinotes · 2 years
Text
Review #33
Heaven
Penulis : Mieko Kawakami
Goodreads Rating : 3.84/5
Shortlisted for the 2022 International Booker Prize. Titel yang melekat tersebut membuatku semakin ingin membaca buku ini, selain memang sudah lama juga aku ingin membacanya karena tertarik dengan cover bukunya yang menggambarkan sepasang pelajar dengan ekspresi gloomy (padahal warna cover cerah – kuning) dan ditulis oleh penulis Jepang, yang akhir akhir ini banyak dibicarakan oleh para pembaca.
Mencari buku ini pun cukup membutuhkan perjuangan, aku tidak menemukannya di toko buku online maupun offline di dalam negeri, bahkan juga di toko buku online luar negeri langgananku. Terpaksa aku memesannya online dari tempat yang jauh – UK – yang membuatku harus bersabar menunggu lama sampai dengan buku ini tiba.
Menceritakan tentang kehidupan seorang siswa, Eyes, dijuluki demikian karena ia memiliki lazy eyes, yang membuatnya menjadi target bullying oleh sekelompok (atau bahkan seluruh) siswa lain di sekolahnya. Eyes pada suatu ketika menjadi dekat dengan siswi di kelasnya yang juga mengalami bullying, Kojima, setelah mereka saling bertukar surat. Hubungan mereka tidak seperti hubungan pada umumnya, kedekatan mereka disatukan oleh kemalangan yang sama.
Cerita terasa begitu ringan dengan penulisan yang mudah dipahami. Cukup banyak dialog antartokoh yang melengkapi narasi cerita, membuat penggambaran karakter tokoh menjadi semakin nyata. Akhir cerita yang menggantung pun menurutku sungguh pas, tidak memaksakan bahwa sebuah cerita harus ada akhirnya. Karena memang begitulah yang sering kali terjadi, akhir peristiwa kadang tidak selesai, tetapi dibiarkan saja sebagaimana hidup yang terus berjalan.
Banyak sekali isi pikiran dan percakapan antartokoh yang membuatku ikut berpikir, merenung, dan menimbang-nimbang atas kewajaran atas hal-hal yang terjadi dalam hidup. Membayangkan bahwa aku adalah tokoh, rasanya mungkin aku akan memikirkan dan melakukan hal yang sama dengannya. Rasanya hal-hal dalam buku ini banyak yang bisa dijadikan topik untuk diskusi.
“I don’t really know how to say it, but it’s like something wrong all the time, and I can’t do anything to stop it. It’s always there.” - (pages 21)
Cerita bertemakan bullying selalu terasa personal bagiku. Aku tidak mengerti kenapa bullying di sekolah-sekolah Jepang bisa terjadi sebegitu parahnya (walaupun ya aku hanya menggeneralisasi dari berita, buku, film yang aku baca dan tonton), atau bahkan seharusnya pertanyaanku menjadi, kenapa bullying bisa sampai terjadi. 
Memperoleh takdir diciptakan dengan ketidaknormalan fisik, membuatku ikut merasakan sakit sebagaimana penderitaan yang Eyes alami. Mempertanyakan kenapa bisa dipilih untuk mendapat kemalangan diri, sering kali merasa ‘kecil’ di hadapan orang-orang normal lainnya, hal-hal itu aku paham sekali rasanya,. Membuatku tidak heran atas ketidakberdayaan Eyes apalagi menuntutnya untuk melawan para pembully-nya. Itulah yang memang sudah seharusnya terjadi, begitu selalu pikirnya.
Secara keseluruhan, cerita dalam buku ini menarik sekali. Aku sangat menikmatinya.
Depok, 7 Juli 2022, 11.11 PM
1 note · View note
fdinotes · 2 years
Text
Review #32
The Book of Jakarta
Penulis : Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie, Sabda Armandio, et al.
Goodreads Rating : 3.94/5
Merupakan buku yang berisikan sekumpulan (sepuluh) cerita pendek belatarkan Jakarta. Jakarta dengan keberagaman ceritanya, membuat cerita-cerita yang dituliskan masing-masing penulisnya tidak membosankan, menegaskan benar adanya bahwa Jakarta ‘tidak pernah “habis' ceritanya.
Aku yang walaupun tinggal di pinggiran kota Jakarta (tapi bekerja di Jakarta), sedikit banyak cukup merasa relate dengan cerita yang disampaikan penulis. Hal ini membuat cerita terasa begitu dekat dan seolah aku ikut berada di dalamnya, menyaksikan apa-apa saja yang terjadi.
Dari buku sekumpulan cerita tentunya pasti ada cerita yang lebih mengesankan pembaca, dan ini belum tentu menjadikan cerita yang lainnya tidak menarik. Aku pun merasa demikian, memang tidak semua cerita dalam buku ini membuatku takjub dan membekas di pikiran, tapi tetap saja aku sangat menikmati membaca semua cerita dalam buku ini.
Selanjutnya akan kutuliskan sedikit kesan membaca di tiap ceritanya.
1. B217AN
Cerita tentang perjalanan singkat dua orang di malam hari, menyusuri gang gang sempit di Jakarta menuju tujuan mereka, sembari sedikit sedikit mengenang masa lalu saat pertemuan awal mereka.
Membaca cerita ini membuatku memikirkan kembali, bahwa hidup 'bebas' seperti tokoh lelaki dalam cerita, adalah yang sebenar-benarnya hidup. Melakukan hal-hal yang ia inginkan, menjalaninya dengan cara yang menyenangkan, dan tidak khawatir akan penilaian dari orang lain. Tokoh wanita pun rasanya demikian, ia merasa hidup dan merasa menjadi dirinya sendiri hanya ketika bersama dengan tokoh lelaki dalam cerita. Menghabiskan waktu dengan tokoh lelaki sebelum kembali lagi ke dunianya dan menjadi "manusia pada umumnya", adalah waktu yang dinantikanya.
Ah, hidup memang pelik. Keinginan dan aturan bagaimana hidup yang seharusnya dijalani, sering kali tidak sejalan. Memaksakan keduanya adalah mustahil, manusia dipaksa memilih salah satunya.
2. The Aroma of Shrimp Paste
Cerita tentang pengalaman tokoh saat melakukan pengurusan paspor di sebuah Kantor Imigrasi. Cerita ini sebenarnya lucu tapi juga membuatku merasa tidak nyaman bahkan kesal karena mengingat pengalamanku saat melakukan pengurusan hal-hal adminitrasi semacam ini di negeri ini memang pelayanannya seburuk itu.
3. The Problem
Tentang musik, tentang demonstrasi, tentang politik. Sejujurnya saya kurang menikmati cerita ini.
4. Biyan
Cerita singkat tentang satu kejadian, kegagalan sistem di aplikasi transportasi yang dinaiki seorang Ibu, di kota Jakarta yang tenggelam. Ini lucu banget, hahaha!
5. A Secret from Kramat Tunggak
Tentang kehidupan seorang anak perempuan yang hidup dengan ibunya yang adalah seorang penghibur malam, kemudian berlanjut dengan penceritaan ke depan juga ke belakang, masa lalunya.
Ceritanya menarik tapi cukup bisa diprediksi. Yang membuatku suka adalah detail deksripsinya yang baik, tempat, kejadian, suasana, seolah aku ikut "berjalan" di gang Kramat Tunggak tersebut. Mengingatkanku juga bahwa ini Jakarta, di kota besar seperti ini tempat semacam itu (apalagi dahulu) ternyata memang benar adanya.
6. Grown-Up Kids
Tentang perjalanan sekelompok wanita ke taman fantasi. Cerita ringan, komedi, yang diakhiri dengan sebuah komedi menjadi jadi yang aku tidak sangka sangka. Aku sangat menikmatinya, kecuali satu: penamaan tokohnya Mrs. M, sampai dengan Mrs. O yang entah kenapa membuatku sering kali merasa hilang arah antara karakter satu dan lainnya, terkadang membingungkan. Ya, mungkin hanya aku saja yang demikian.
7. Haji Syiah
Tentang seorang tokoh yang dipanggil Haji Syiah, yang menampung dua orang anak muda pemabuk untuk dijadikan muridnya. Cerita yang ringan dan singkat dan sebenarnya menarik ini, sejujurnya tidak memberikan kesan mendalam bagiku.
8. The Sun Sets in the North
This story is perfect. Tentang kisah pertemanan antara dua gadis, Tata dan Ace, semasa mereka sekolah hingga terjadi tragedi Mei 1998 yang mengubah kisah hidup mereka. Berisikan romance, tetapi selanjutnya dibuat menegangkan. Aku suka sekali campuran emosi tokoh yang dituangkan, mengagumi, menyadari, hingga berakhir merelakan. Tokoh Tata yang berkarakter dewasa, bagaimana ia hingga akhir cerita berpikir dengan logis, tentang apa yang baik dan seharusnya memang dilakukannya. Tokoh Ace juga menarik, karakter yang bebas, yang rasanya semua orang ingin menjadi dan mengagumi karakter semacam itu. Perpaduan antara keduanya, dengan plot serta penulisan yang baik membuat cerita ini jelas menjadi salah satu favoritku dalam buku ini.
9. All Theatre is False
Mengikuti sepenggal kisah Frans dan Joji yang adalah performance artist di Taman Ismail Marzuki. Mereka lebih terlihat dan disebut sebagai thief, lunatic, homeless people, karena ya memang sering kali seniman bertingkah absurd. Sejujurnya sampai akhir aku tidak meyakini jika mereka benar benar seniman atau memang hanya orang orang homeless saja, tapi entahlah sepertinya tidak perlu terlalu dipikirkan. Cerita ini ringan dan menyenangkan untuk dibaca.
10. A Day in the Life of a Guy from Depok who Travels to Jakarta
Mengisahkan perjalanan sehari si tokoh "a Guy from Depok" di Jakarta. Cerita ini ringan, dipenuhi humor yang menggambarkan kisah yang agaknya menyindir bahwa masih banyaknya masyarakat di Jakarta ini kurang berilmu, dengan kisah dan dialog mereka yang absurd.
Depok, 7 Juli 2022, 9.59 PM
0 notes
fdinotes · 2 years
Text
Whenever I feel sad, I listen to this beautiful music, and then I cry. God knows how much I want to give up on my life.
0 notes
fdinotes · 2 years
Text
I always thought that I will die young, or soon. Pretty sure. So if one day I suddenly 'disappear', just forgive me for all my mistakes.
0 notes
fdinotes · 2 years
Text
One thing that I regret the most in my life is when I was dying back then, why didn't I just die.  I don't care if people say I'm not grateful, or anything like that because I actually suffer more if I'm alive.
0 notes
fdinotes · 3 years
Text
I can't keep up with this projrect which need social activities, like a lot. It feels like I wanna run from this place, go to nowhere, hiding.
0 notes