Kadang dengan pena kadang ketukan tombol. Semuanya sama, hitam di atas putih.
Don't wanna be here? Send us removal request.
Quote
Selamat datang bulan Ramadan! Dua minggu pertama bulan Ramadan saya tahun lalu, lebih banyak dihabiskan di luar kota untuk urusan pekerjaan. Minggu ketiganya saya habiskan untuk silaturahmi bersama teman-teman. Kemudian sisa seminggu waktu terakhirnya dihabiskan bersama keluarga dan mudik ke kampung halaman. Tahun ini mungkin akan lebih banyak berbuka puasa di jalanan. Hanya sisa-sisa waktu di akhir pekan. Tapi, bagaimana soal ibadah dan amalan? Apakah ada pemberian waktu lebih untuk Tuhan?
0 notes
Text
Waktu Yang Tepat
Yang misteri adalah waktu. Atas nama harapan-harapan yang dipupuk dan atas nama doa-doa yang dinaikkan ke langit. Kita seringkali ingin menyegerakan apa yang diinginkan dan menghindar dari yang tidak diinginkan. Padahal ini bukan perkara ingin atau tidak ingin, ini adalah soal baik, kurang baik atau tidak baik. Bahwa hidup adalah sebuah perjuangan. Memperjuangkan yang diinginkan dan mendekatkan semesta agar menjadi kawan baik untuk memastikan yang diinginkan juga adalah yang terbaik .
Masih ingat dengan jelas ada hari-hari kelabu ketika yang sudah ada digenggaman harus direnggut, hilang binar di kedua bolamata dan wajah yang tertunduk karena sekitar memicingkan pandangan. Hingga air mata lirih seorang wanita setengah baya di setiap malam menuju paginya. Hanya untuk berada di waktu yang tepat agar bisa melanjutkan mewujudkan mimpi.
Berjibaku dengan peluh, usaha, penat, lelah, meski jatuh, luka tergores, atau terpuruk. Sakit hati, suasana hati yang berganti-ganti hingga menelan rasa iri. Gagal dan kalah lalu pulang dengan rasa malu. Mengadu, mengaduh, untuk berada di waktu yang tepat merampungkan mimpi dan melanjutkan rencana hidup setelahnya, seperti hari ini.
Perlu ada di waktu yang tepat untuk menemukan arti cinta sesungguhnya.
Pun perlu menunggu waktu yang tepat untuk sebuah mainan dan sepeda di umur lima.Juga bahkan perlu waktu yang tepat untuk makan ayam goreng di sebuah restoran di masa kecil.
Tidak, tidak, saya tidak sedang mengharap pemakluman atau belas kasih. Saya memilih untuk berterimakasih. Segala proses untuk berada di waktu yang tepat dan mendapat yang terbaik bagi saya adalah penyair, seniman, dan pendongeng yang selalu meramu karya-karyanya untuk mengingatkan bagaimana bertahan menjaga sikap ketika menunggu, menutup mata dan telinga untuk sebuah kata putus asa, dan bahwa semua tidak akan datang begitu saja dengan mudahnya. Sebuah penambah manis saat merayakan keberhasilan. Sebuah pengingat jika riasan hidup mulai melenakan. Ada sosok digdaya yang mampu menggerakkan semesta atas ketidakmungkinan- ketidakmungkinan.
Seberapa kuat ingin diciptakan dan berbondong-bondongnya doa yang disampaikan, jika Ia tidak berkehendak, maka tidak akan pernah lah ada waktu yang tepat. Sebuah ujian dari-Nya terkadang caranya memang tidak selalu bisa dimengerti. Air mata dan kesedihan tidak perlu hingar bingar, biar senyuman dan energi yang baik yang diumbar. Biarlah senyap malam pukul dua yang tahu semua. Tidak perlu menjelaskan, karena kawanmu tidak butuh dan lawanmu tidak akan pernah percaya.
Waktu yang tepat mengantarkan saya berada di titik ini. Titik menjadi seorang pria dewasa yang berhati kuat atas apa yang telah menempa. Walau nampak lemah, walau nampak biasa-biasa saja, tetapi ada sesuatu yang berharga dalam dirinya. Titik kesiapan bertukar peran dengan orang tua yang mulai menua. Saya memilih kuat dan terus berjuang. Buah dari perjuangan itu akan mengantarkan saya bisa merasa dan menemukan waktu-waktu yang tepat.
0 notes
Text
Kopi, Hujan, dan Senja
Kau melangkahkan kaki memasuki sebuah kedai kopi di sudut jalan. Dengan langkah gontai di sisa sepertiga hari, kau mendorong pintu kaca dengan gagang pintu kayu secara perlahan lalu mengarahkan pandangan ke sekitar. Kau pilih duduk di pojok ruangan. Mengarah langsung menghadap jendela seluas layar. Dari sudut itu kau bebas melihat segala yang lalu lalang, yang di pandangan atau yang di pikiran.
Seorang pramusaji mengantarkan secangkir latte yang kau pesan, yang sebelumnya diracik seorang barista dari balik coffee bar. Kau nampak ingin bercerita tentang kejamnya hari. Bercerita pada kursi coklat yang kayunya mengkilap dan berkeluh kesah pada lampu yang menggantung di langit-langit bercat putih yang menjadi teman minum kopimu sore itu.
Kopimu sudah hangat. Gelap langit sore itu mulai menumpahkan rintik air hujan ketika bibirmu menyentuh mulut cangkir warna putih gading dengan gagang melingkar disebelah sisinya. Menyeruput kopi dengan hiasan latte art cantik yang membentuk perpaduan warna coklat tua dan muda di dalam sebuah cangkir, seperti halnya coklat kayu yang mendominasi seisi dekorasi bangunan. Sementara langit diluaran semakin buram, meniadakan jingga keemasan senja yang berubah menjadi abu-abu.
Menjelang malam suasana semakin ramai, hujan belum juga reda dan luka hatimu satu persatu menguap ke permukaan bersama udara yang semakin dingin merasuk lapisan kulit terluar. Sayup-sayup angin malam berhembus melalui pintu kedai yang bolak-balik dibuka oleh pelanggan yang baru tiba atau keluar. Riuh suara para pengunjung berlomba dengan lantunan suara tenor Thom Yorke dengan falseto khasnya dalam lagu Creep, sebuah hits bersama grup bandnya, Radiohead. Lagu tersebut diputar setelah Fly Me to The Moon tembang kepunyaan Frank Sinatra yang mengalun mengajak berdansa. Sebuah paradoks tentang permainan emosi diantara lagu yang diputar tanpa jeda. Meresapi dengan mudah bagaimana kisahmu seperti makna dua lagu tersebut, dibuat mabuk hingga diajaknya kau terbang menuju bulan, kemudian dihempaskan seketika hingga merasa tak pantas dan terhina. Kau mengelak. Menutup kedua kuping. Membenamkan diri ke dalam ruang kosong kedap suara, yang jikalau kau mengaduh gelombang suaramu hanya terpantul dari satu sudut ke sudut lainnya.
Kau meraih tasmu. Mengambil laptop dan mengisi daya baterainya dengan mencolokkan kabel ke stop kontak dibawah meja. Beberapa kali menyeruput kopi yang tinggal tersisa setengah gelas.Terasa pahit. Padahal yang kau pesan bukanlah kopi murni seperti robusta yang jelas lebih pekat dan pahit. Mungkin ceritamu saat itu sudah cukup mewakili pahitnya, hingga kau membutuhkan campuran susu di secangkir kopi teman penutup hari.
Hujan semakin masif, senja hampir habis, dan kopimu mulai dingin. Jari-jarimu mulai mengetuk satu dua huruf di keyboard yang membentuk ketukan nada tambahan pengingat memori. Semakin agresif efek ketiga katalisator tersebut, semakin lancar kau tuangkan imajinasi dibalik inspirasi cerita hidupmu sendiri. Puisi dan sajak-sajakmu banyak lahir dari pergeseran nilai komersil secangkir kopi, dari hujan yang turun setelah awan-awan cumolonimbus menggurita di atas langit, dan dari senja yang mengantarkan mentari kembali ke peraduan. Maka bisa dipastikan mereka yang membaca akan menemukan perasaan-perasaanmu dalam hujan, kopi, dan senja yang diabadikan dalam puisi dan sajak-sajakmu.
Hujan, senja, dan kopi mungkin sudah jadi pemicu yang banyak membuatmu menumpahkan segala hasrat lewat kata yang kau rangkai. Hujan memicu emosi, senja membuatmu melankoli. Secangkir kopi jadi pengingat akan pahit manisnya segala kenyataan hidup yang kau lewati.
Bosan. Tidak bisakah kata-kata pujanggamu lahir ketika kau sedang bernafas pada detik ini? Tidak bisakah kata-kata romantismu terangkai ketika kau baru terjaga dari tidurmu di pagi hari? Seperti Tuhanmu yang menunjukkan kasih sayang-Nya melalui udara yang diizinkan-Nya untuk kau hirup atau ruh yang masih dilekatkan-Nya pada jasadmu ketika bangun di pagi hari untuk kau jalani hidup.
Hujan sudah reda. Satu dua pengunjung mulai bergegas meninggalkan kedai. Malam sudah dimulai dan emosi telah tertumpahkan dalam satu dua halaman karya sastra. Kopimu juga sudah habis. Lantas kau matikan laptop, menghela nafas, dan memandang keluar. Dari balik jendela seluas layar yang berembun itu, kau melihat langit, jalanan beraspal dan dinding bangunan seberang yang masih basah. Lalu, jari-jarimu yang mengkerut kedinginan mengusap kedua mata yang berair, hingga menetes, dan membuat pipimu yang kini juga basah.
4 notes
·
View notes
Quote
Kenapa WhatsApp dan Line tidak punya fitur draft?
padahal saya butuh, jikalau sudah mengetik pesan rindu untuknya namun berujung pada mengurungkan niat untuk memencet tombol kirim.
0 notes
Text
Matarmaja
Barat ke timur Tujuh belas jam Delapan ratus lebih kilometer Apa gerangan yang sedang dicari? Bukankah kenyamanan dapat dirasakan di rumah tempat biasa berpulang? Ketulusan diperoleh dari sosok ibu yang kasih sayangnya tak pernah lekang Sosok digdaya sebuah gunung nampak kejauhan dibalik jendela yang basah karena hujan Dingin udara merembas ke dalam lapisan besi menusuk hingga dalam ruangan Perjalanan kali ini tanpa tujuan Membawa ambisi yang masih terkepal dalam genggaman Aksara mimpi-mimpi dibawa meskipun berantakan Isi hati meronta, isi kepala meledak Pada apa amarah bermuara? Tanpa kawan malam itu Kekecewaan dan penolakan tlah mengendap Mengisi relung jiwa dalam senyap Perjalanan tanpa tujuan Membawa langkah dalam dua pilihan persimpangan: menyerah atau bertahan
0 notes
Conversation
Me: I’m OK. Don’t worry.
Inner Me: No, You’re not really OK. You’re weak and fragile. You’re so fuckin’ tired. A lot of disappointment and rejection from your career, friendship, and love life. You lose the meaning of trust. You like a wuss to the things that you can’t reach. You feel something missing in your heart, but at the same time, there’s something that will explode from your head. Overthinking does kill your happiness. You fall into pieces.
Me: Maybe, you’re right. But, what should I do then?
Inner Me: All you need to do is keep struggling. Never give up to try and maintain your positive vibes. You should be thankful to God because from the circumstance like this you know who really care and who just become shit people around you. You learn to make your own decision and deal with its consequences. You are being strengthened. So, keep believe in you, believe your God, do the right things. Get rid of everything that doesn’t make you happy. Keep dreaming. It just temporary, Dude! The world will brighter, happier, and all you feel is excitement, excitement for what is to come and for all possibilities. Believe it!
1 note
·
View note
Text
Motivasi olahraga saya masih rendah! Ingin gitu rutin olahraga, sekedar lari, jogging atau pergi ke pusat kebugaran. Tapi entah tidak ada suatu hasrat yang kuat menggerakkan. Saya juga masih tidak memperdulikan disaat banyak orang sudah mulai mengurangi junk food sebagai menu makanan. Kaki saya masih begitu ringan digerakkan untuk masuk ke dalam kedai-kedai yang menjajakan menu cepat saji jika kelaparan. Begitu pun ketika lapar di rumah dan sedang tidak ada makanan, ide yang seketika muncul adalah Indomie. Padahal sebagian orang sudah anti kepadanya atau paling tidak bertoleransi untuk memakannya sebulan sekali. Tapi kasihan mereka yang memutuskan tidak lagi makan Indomie, pasti merasa tidak bahagia seutuhnya atau kehilangan konsep bahwa bahagia itu sederhana. Ah, pasti mereka juga akan membalikkan kalau yang dilakukan itu semua demi kesehatan. Saya saja yang masih abai jaga kesehatan. Merasa sehat-sehat saja padahal belum tentu.
Sebenarnya saya punya cita-cita untuk jadi vegetarian, kok. Nanti mulai umur 30-an. Cita-cita itu sudah saya buat sejak masih kecil. Walaupun sudah tergolong rata, saya juga berkeinginan untuk membentuk perut saya jadi kotak-kotak. Tak lupa juga otot lengan dan betis. Biar seperti finalis L-Men. Hehehe.. Tapi kalau cuma keinginan, kapan jadinya, ya? Hmm, berarti saya harus mulai menggerakkan hidup sehat dengan atur pola makan dan olahraga.
0 notes
Quote
Kalau saya jadi ayah nanti, meski entah kapan, saya akan membiasakan memberikan mereka pelukan, agar mereka tahu tempat paling nyaman di dunia adalah dekapan orang tua
0 notes
Text
Entah beberapa cawan kekecewaan yang dirasakan hingga Ia kini sulit menaruh kepercayaan? Penolakan yang ia terima juga membuat merasa dirinya rendah tergerus bersama harapan. Baginya, tahun ini penuh dengan kekecewaan dan penolakan. Ia ditolak, Ia dikecewakan. Tidak sekali, tidak juga dua kali. Berkali-kali. Aku pun tidak tahu alasan apa yang membuat dirinya masih berdiri untuk kembali berharap dan mencoba, padahal banyak orang yang benci dikecewakan dan takut jikalau ditolak. Beberapa rasionalisasi seseorang dikecewakan kubaca adalah karena diri yang tidak tegas dan terlalu baik menaruh besar harapan terhadap orang lain. Sementara orang yang ia taruh harapan tidak menjadikannya prioritas untuk diutamakan, lantas kemudian dijadikannyalah Ia pilihan untuk dikorbankan. Lalu seseorang ditolak karena Ia bukanlah yang diinginkannya, bukan yang dicarinya, lantas kemudian tidak dipilihlah Ia. Kini, seperti yang kuperhatikan sejak beberapa hari belakangan, Ia sering duduk diam memangku tangan, dalam hatinya berbicaranya pada setiap angin yang berhembusan, kapan Ia akan menjadi yang diutamakan dan diinginkan? Hingga asanya kembali dan tak ada lagi kekecewaan serta penolakan. Kapan?
0 notes
Quote
Dengan pena atau ketukan tombol aku menumpahkannya. Dalam langkah-langkah sendiri atau lamunan malam hari.
1 note
·
View note