Karena aksara punya banyak rasa. Tak semua rasa harus diaksarakan dan tak semua aksara harus dirasakan.
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Sayangku.
31 Okt 21
Momen pertama kali kita mudik ke Solo n Gemolong setelah hijrah ke Jember. Ada tetes yang menyejukkan setelah menahan rindu.
Momen ini, banyak liku yang kita bisa belajar banyak.
1. Setiap mengerjakan sesuatu harus fokus, tidak grusa grusu.
2. Ikhlas melewati apapun yg sudah di gariskan. Ketinggalan kereta, mengikhlaskan rupiah yang lumayan.
3. Mensyukuri apapun.
Terimakasih sayang, perjuangan yang tak mudah hanya untuk sekedar pulang.
3 notes
·
View notes
Photo

KAMU, RENJANAKU . . Mendulang renjana di pelataran jeda Usang dimakan oleh masa Terlewat belasan purnama Renjanaku mengekang logika Entah tersusun dari senyawa apa Kau, renjana Membiusku dalam bahagia Sedekat inipun renjanaku masih menganga Sampai letih lelah memuja jumpa Tetap saja, renjanaku menjelma pada kata Menyebut namamu, mendulang rasa Seakan aku tak lelah lagi mengucap satu nama Kamu, si cinta Besar syukurku mengurai aksara Tuhan yang mencipta renjana Meski pada raga dan hati yang sama Mengucap semoga yang tak kenal titik dan koma Kamu, renjanaku Namu terlanjur satu Mengalir bersama si merah di nadiku . . Kamu @kank_aam 💖 . . #challengemkday5 #challengemangkukkata #mangkukkata #puisicinta #puisipagi #puisirindu #renjana #puisirenjana #poem #poetry #kataromantis #katality #katasayang #menulis #menulispuisi #cinta #diary #tulisanku #sehidupsesurga #EnergyOfAkad https://www.instagram.com/p/Bu99Le9lQiv/?utm_source=ig_tumblr_share&igshid=1gs97omihl3bh
#challengemkday5#challengemangkukkata#mangkukkata#puisicinta#puisipagi#puisirindu#renjana#puisirenjana#poem#poetry#kataromantis#katality#katasayang#menulis#menulispuisi#cinta#diary#tulisanku#sehidupsesurga#energyofakad
2 notes
·
View notes
Photo

FIKSI MINI . . MERAPI ERUPSI. Guguran lava mengarah ke sungai dan 'wedus gembel' sudah turun untuk mencari tukang cukur. . . PANTAI. Puluhan wisatawan kecewa. Pantai Parangtritis sedang berlibur ke Musium Merapi. . . GERHANA. Gerhana sudah selesai tetapi rembulan masih belum tampak lagi. Rupanya ia masih rindu dengan matahari. . . #fikmin #fiksimini #cermin #ceritamini #sastra #tulisan #menulis #lfl #langit #hujan #angin #challengemkday6 #challengemangkukkata #mangkukkata #lucu #ayomenulis . . @mangkukkata @asfa_aulia https://www.instagram.com/p/BvAXplGl4OF/?utm_source=ig_tumblr_share&igshid=d9igtzmce6qy
#fikmin#fiksimini#cermin#ceritamini#sastra#tulisan#menulis#lfl#langit#hujan#angin#challengemkday6#challengemangkukkata#mangkukkata#lucu#ayomenulis
0 notes
Photo

FIKSI MINI . . DI MUSIM PENGHUJAN. Sang Kodok ngotot jadi pangeran. Ia lupa harus mengorek, bukan tebar pesona. . . ANGIN. Angin darat berhembus. Baru sebentar sudah kembali lagi, ternyata paket pesanan kakek tertinggal. . . LANGIT. Tak perlu lagi gulungan kertas. Aku sudah menuliskannya di langit. . . #fikmin #fiksimini #cermin #ceritamini #sastra #tulisan #menulis #lfl #langit #hujan #angin #challengemkday6 #challengemangkukkata #mangkukkata #lucu #ayomenulis . . @mangkukkata @asfa_aulia https://www.instagram.com/p/Bu_1HxBlIut/?utm_source=ig_tumblr_share&igshid=184g3ijo06mvr
#fikmin#fiksimini#cermin#ceritamini#sastra#tulisan#menulis#lfl#langit#hujan#angin#challengemkday6#challengemangkukkata#mangkukkata#lucu#ayomenulis
0 notes
Photo

DI RUANG MAKAN. . . "Bismillaahirrahmanirrahiim." Tak kusangka kalau tangan kananku masih terjebak diantara tumpukan rindu. . . (Fiksi mini alias fikmin. Baru tahu istilah fiksi jenis ini dari mincan @asfa_aulia. Akhirnya, setelah Dek Fatih tertidur pulas bisa eksekusi. Hmmm, aneh mungkin pertama baca. Nah, itu dia keunikan fikmin. Maaf untuk admin @mangkukkata, telat posting) . . #fikmin #fiksimini #fiksi #tulisan #sastra #challengemangkukkata #challengemkday4 #mangkukkata #menulis #flashfiction https://www.instagram.com/p/Bu82mublHnI/?utm_source=ig_tumblr_share&igshid=12wgiczcgzm88
#fikmin#fiksimini#fiksi#tulisan#sastra#challengemangkukkata#challengemkday4#mangkukkata#menulis#flashfiction
0 notes
Photo

Asaku asamu, satu . . Bait-bait kata (mu) entah berapa joule energi yang terpancar. Teriring firmanNya dan sabda Rasul yang selalu menenangkan semesta rasaku. Bersama bait-bait kata (mu) itu. Aku selalu menemukan permata asa, akan kesungguhan dalam ingat dan taat padaNya. Semesta rasa yang berlembar-lembar dari sekian halaman demi halaman yang entah sampai pada halaman berapa selalu kau baca. Berbait-bait kata (mu), itu pula doa-doa ku panjat padaNya. Satu persau terwujud. Terimakasih, atas bait-bait kata dalam setia penantian. Semoga ridhoNya membersamai (kita). Tak pernah henti. Selalu saja, merajut asa, berjuta doa, berserah padaNya. Cukuplah Allah bagi ku, bagimu, bagi kita. Asaku asamu, satu. . . #challengemangkukkata #challengemkday1 #challengemenulis #menulis #diary #musimpenantian #semestarasa #semestaasa #puisirindu #puisisenja #puisicinta #puisi #poem #catatancinta #muslimdiary #lfl #katality #mangkukkata #asa https://www.instagram.com/p/BuwX3Z2lUDh/?utm_source=ig_tumblr_share&igshid=1fptzj1rlv9nn
#challengemangkukkata#challengemkday1#challengemenulis#menulis#diary#musimpenantian#semestarasa#semestaasa#puisirindu#puisisenja#puisicinta#puisi#poem#catatancinta#muslimdiary#lfl#katality#mangkukkata#asa
0 notes
Text
Narasi Hudhud
@edgarhamas
Berapa jumlah tentara Nabi Sulaiman?
Banyak. Sangat banyak dan besar. Singa, gajah, harimau, angin, jin-jin dan manusia. Nabi Sulaiman memimpin sebuah negeri yang kemewahannya tak pernah bisa ditandingi oleh siapapun sampai hari ini. Kabar terbaiknya, kemegahan itu diinvestasikan untuk menyeru manusia pada dakwah dan ibadah. Makanya, jika kamu bertanya-tanya, siapakah orang paling kaya sepanjang sejarah manusia?
Jawabannya adalah; seorang da'i di jalan Allah. Seorang Nabi yang mentauhidkan Allah, dan seorang raja yang gagah perkasa lagi bijaksana. King Sulaiman, alaihissalam.
Tapi pernahkah kamu bertanya sekali saja; mengapa harus muncul nama burung unik yang tak segagah singa, tak sekuat gajah ataupun tak secepat angin?
Burung Hudhud, makhluk itu disebutkan dalam Al Qur'an sebagai salah satu headline surat An Naml. Dibandingkan tentara Nabi Sulaiman yang lain, mengapa harus dia? Pernahkah kamu bertanya-tanya?
Justru di situlah rahasianya. Al Qur'an tidak menyebut suatu nama kecuali ia punya nilai tinggi pada sebuah peristiwa. Dan narasi Hudhud Allah firmankan dalam barisan kalam suci-Nya, untuk mengajarkan hikmah yang ditujukan pada kita. Sayang, tak semua orang peka pada “kode” itu.
Hudhud suatu hari tak hadir dalam inspeksi Raja Sulaiman. Semua pasukan sudah berbaris rapi dan penuh semangat, namun Hudhud tak kunjung datang. Nabi Sulaiman yang tegas tentu mengambil sikap, ia akan menghukum Hudhud kecuali burung itu datang dengan membawa argumentasi yang dapat diterima. Itulah Sulaiman, tegas yang adil.
Datanglah Hudhud sambil mengepakkan sayap, namun ia menunduk di hadapan Sulaiman sembari menata nafasnya. Setelah ia tenang, barulah Hudhud membuka beritanya “Aku telah mengetahui sesuatu yang belum engkau ketahui. Aku datang kepadamu dari negeri Saba’ membawa suatu berita yang meyakinkan.” (An Naml 22)
“Sungguh, kudapati ada seorang perempuan yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta memiliki singgasana yang besar. Aku dapati dia dan kaumnya menyembah matahari, bukan kepada Allah; dan setan telah menjadikan terasa indah bagi mereka perbuatan-perbuatan mereka, sehingga menghalangi mereka dari jalan Allah, maka mereka tidak mendapat petunjuk” (An Naml 23-24)
Burung kecil itu menyampaikan apa yang dilihatnya di Negeri Saba’. Dengan jelas, runut, dan ringkas ia kabarkan pada Nabi Sulaiman tentang deskripsi singkat semua yang ia teliti di sana. Ia sebutkan rajanya, ia sebutkan pula bentuk singgasananya dan keadaan sosial masyarakatnya.
Namun ada satu elemen kisah yang membuat Hudhud menjadi istimewa di pagelaran Rabbani ini. Apa itu?
Jika kamu benar-benar memperhatikan, Hudhud menceritakan kisah rakyat Saba’ sembari menyayangkan keadaan mereka yang tidak menyembah Allah. Hudhud berduka memandangi mereka menyembah matahari, padahal Allah-lah pencipta semesta. Itulah yang menjadi kalimat terakhir dalam narasi Hudhud, “Allah, tidak ada tuhan melainkan Dia, Tuhan yang mempunyai ‘Arsy yang agung.” (An Naml 26)
Burung kecil bernama Hudhud itu memang tak segagah singa, tak sekuat gajah, apalagi secepat angin, namun ia menjadi headline dalam surat An Naml karena di relung jiwanya ada perhatian pada dakwah!
Ia kasihan melihat orang-orang tersesat, dan betapa inginnya ia agar mereka mengenal Allah. Bayangkan, seekor burung, namun ia jadikan dakwah sebagai alasannya untuk terbang jauh ke Saba. Barangkali, karena keistimewaan itu pulalah Rasulullah ﷺ melarang kita untuk membunuh anak-anak keturunan Hudhud.
"Narasi Hudhud”, tulis Dr Idris Musta'id, “adalah narasi tentang perhatiannya pada dakwah. Ia memang terlambat dalam inspeksi, namun ia tetap tenang karena ia membawa berita penting. Hudhud tahu bahwa dakwah adalah misi utama negara Sulaiman, dan misi ini untuk semua manusia, bahkan untuk mereka yang tinggal di luar batas teritorial negara Sulaiman.”
Jika bagi seekor burung bernama Hudhud, dakwah adalah panggilan jiwa dan perhatiannya, maka bagaimana dengan kita?
Dalam narasi hudhud itu, Allah memberi kita sinyal bahwa siapapun, bagaimanapun keadaannya, dari manapun dia, jika ia mewakafkan dirinya untuk berkibarnya dakwah, maka Allah akan meninggikannya, meskipun ia hanyalah burung.
Apalagi kita, manusia. Hidup di bumi ini bukan keisengan tanpa akhir. Ketika kakimu menapak tanah dan tangismu tuk pertama kalinya menggema di udara, sejak itulah sudah ada visi agung untuk beribadah, memakmurkan bumi dan menghidupkan dakwah.
Hanya dengan itulah kamu akan merasa hidupmu benar-benar bermakna, dan bagi banyak orang yang merasakannya, itulah hidup sejatinya untuk kali pertama; setelah tadinya ngalor ngidul tersesat di padang ketidakpastian.
Jika Hudhud saja perhatian sama dakwah, masa kamu cuma perhatian sama “si dia?” Alhamdulillah kalo jodoh. Kalo enggak? Hehe.
399 notes
·
View notes
Text

Masa penantian adalah masanya menempa hati, menguji tentang bagaimana ikhlas, sabar dan tawakal. Ujian ke-tiga kata ini tak akan ada habisnya. Seiring tangga demi tangga kehidupan yang terlewati, selalu ada waktunya hati untuk ditempa.
Saat penantian tanpa ada kesabaran, maka yang ada adalah ketergesaan.
Saat penantian tanpa ada keikhlasan, maka yang ada adalah kehampaan tanpa makna dan tujuan.
Saat penantian tanpa ada tawakal, maka yang ada adalah kerisauan dan keresahan.
Maka, menantilah dengan sabar, ikhlas dan tawakal. Karna segala urusan kita hanyalah dalam genggamanNya
10 notes
·
View notes
Text
Di antara riuhnya semesta rasa. Sepasang langkah memilihNya, memuarakan rasa dari mana ia dicipta.
Tak perlu banyak mata tahu, dan pasangan telinga mendengar.
8 notes
·
View notes
Text
Pada akhirnya nanti, akan ada yang berhasil meyakinkanmu tentang masa depan. Bahwa di dekatnya, hidupmu akan menjadi lebih tenang. Bahwa dengannya, kau bisa membangun mimpi bersama. Bahwa bersamanya, berdakwah menjadi lebih mudah.
Mungkin ia memang tak akan pernah menjanjikanmu kebahagiaan, tetapi ia akan membuktikan bahwa ia mampu berusaha lebih demi membahagiakanmu.
Seseorang itu bisa saja berbeda sifat denganmu, karena Allah tau kau butuh penyeimbang yang dapat menggenapimu. Yang akan berjalan bersamamu tanpa membuatmu merasa rendah.
Suatu hari kau akan bersyukur karena ia telah menemukanmu dan memberanikan diri datang kepadamu. Bukan karena sesuatu yang kau miliki, bukan karena profesimu, bukan karena kecantikanmu, tapi karena Allah yang menuntun langkahnya kepadamu.
Kau harus tau bagaimana pada akhirnya ia melawan ketakutannya sendiri dan menyingkirkan segala asumsi. Sampai akhirnya ia mengetuk pintu rumahmu dan bertemu orang tuamu.
Bila ini kau alami, jangan kau persulit. Jangan mencari-cari alasan untuk mengurungkan niat baiknya tersebut. Permudahlanlah ia menjalankan ibadahnya, dan tolonglah sempurnakan separuh imannya.
Yakinlah bahwa tak ada yang lebih mengetahui kondisi dirimu selain Allah.
Bahwasanya di saat kau tidak mengharapkan siapapun, dan Ia datangkan seseorang padamu, maka Allah menganggapmu telah siap.
“Yang bikin ngga maju-maju kalau mau nikah itu terlalu banyak asumsi dan tebak-tebakan.”
-@kurniawangunadi
624 notes
·
View notes
Text
a forgiving mother
kata ibu, saya ini orangnya cuek. dulu ibu mati-matian membuat saya menjadi anak yang selalu perhatian sama sekitar, mau memikirkan orang lain, peka. sekarang, saat giliran saya yang menjadi ibu, saya merasakan bahwa kecuekan saya hilang entah ke mana dan saya menjadi orang yang sebaliknya. saya mudah khawatir terutama apapun tentang mas yunus dan mbak yuna, mudah merasa bahwa diri saya bukan istri dan ibu yang cukup baik. lalu, kata ibu, saya perlu belajar menjadi cuek lagi. cuek yang lain, yaitu yang memaafkan.
setelah saya renungkan dan coba, ternyata, menjadi seseorang yang banyak memaafkan itu sangat penting. saat kita berhasil memaafkan, yang bahagia adalah diri kita sendiri. itulah mengapa kita harus sering berlatih memaafkan, termasuk memaafkan diri sendiri. memaafkan itu menenteramkan. apalagi kalau sudah menjadi ibu. rasanya, memaafkan harus selalu ada dalam agenda harian kita.
dalam dua minggu terakhir, ada banyak momen istimewa terjadi. untuk pertama kalinya saya meninggalkan mbak yuna karena sekolah (padahal hanya beberapa jam saja), untuk pertama kalinya mbak yuna melakukan perjalanan jarak jauh dengan pesawat, untuk pertama kalinya mbak yuna makan (yap, sebelum genap 6 bulan), dan untuk pertama kalinya saya sakit lumayan parah sampai kesulitan menyusui. selama dua minggu terakhir, saya benar-benar belajar untuk menjadi ibu yang memaafkan (diri sendiri).
ini adalah serangkaian usaha yang membantu saya memaafkan diri sendiri. menjadi ibu yang memaafkan.
1. miliki standar ideal tentang segalanya. namun, pilahlah mana yang benar-benar dasar, prinsipil, dan penting, lalu mana yang bisa luwes. supaya semakin pandai memilah dan memilih, kita harus punya pengetahuan luas, alias harus banyak belajar. biasanya, konflik paling sering muncul karena jaman sekarang ada banyak sekali ilmu parenting kekinian, sedangkan orang-orang terdekat kita belum mengetahui dan memahaminya. jadilah orang tua yang bijak dalam menentukan apa yang paling ideal. jangan sok-sokan kekinian tapi tidak tau dasarnya. jangan pula telan bulat-bulat metode parenting yang menurut orang tua kita atau orang-orang terdekat kita adalah yang terbaik. caranya? belajar, tentukan sendiri.
2. selalu ridho. maafkan, literally. dalam perjalanan mencapai yang kita sebut ideal, seringkali ada yang tidak tercapai. katakan kepada diri sendiri bahwa itu nggak papa. it’s OK.. kembali lagi ke poin pertama, selama masih ada alternatifnya dan alternatif tersebut sesuai dengan prinsip, it’s OK. nggak ada orang tua yang gagal, yang ada adalah orang tua yang kurang ridho. nggak ada anak yang nakal, yang ada adalah orang tua yang kurang ridho. menjadi orang tua artinya belajar untuk terus-terusan ridho dan harus begitu. kata lainnya, belajar terus-terusan memaafkan ketidaksempurnaan.
3. pada dasarnya kebutuhan bayi hanyalah dua: rasa aman dan rasa nyaman. itu sangat berbeda dengan keamanan dan kenyamanan. saat saya pertama kali memutuskan mbak yuna tidur bersama saya dan tidak di boks misalnya, yang ingin saya penuhi adalah perasaan aman mbak yuna karena dekat dengan ibunya. waktu itu mbak yuna baru satu bulan dan tidur bersebelahan dengan ibu tentu memiliki risiko keamanan. namun, berhubung mbak yuna selalu menangis jika tidur sendirian, sayalah yang harus ekstra memperhatikan keamanan dan mengurangi risikonya. ingat, rasa aman dan rasa nyaman–yang dirasakan bayi, bukan sekadar keamanan dan kenyamanan–yang dipikirkan orang tua.
4. semua hal baru bagi bayi bisa menimbulkan ketidaknyamanan. oleh karena itu, komunikasikan. sering-seringlah ngobrol sama bayi meskipun dia belum mengerti. bahkan, sejak dalam kandungan, ajak janin mengobrol sesering mungkin. berhati-hatilah dengan kata-kata yang digunakan dalam berkomunikasi karena kita sedang membentuk dirinya lewat kata-kata. saya termasuk yang sangat teliti soal kata-kata ini. ingatlah bahwa kata-kata, apalagi dari orang tua, adalah doa.
5. berusahalah untuk selalu mengikuti bayi dan anak–bukan menuruti yah, beda. ini berlaku jika bayi sudah mulai punya banyak keinginan. anak tidak bisa disuruh memahami keinginan orang tua. orang tua pun sering kali sulit memahami anak. jadi, ikutilah dunianya. pahamkan anak atas berbagai emosi dan pahamkan anak atas keinginan dirinya sendiri. kita tentu ingin anak kita tumbuh menjadi seseorang yang berempati alih-alih yang penurut. jadi, yang perlu kita berikan bukanlah pemahaman (saja), melainkan cara untuk memahami.
6. kebahagiaan tidak ada di internet dan media sosial. kebahagiaan itu adanya pada hubungan antara ibu dan anak, antara bapak dan anak–yang nggak kelihatan di mana-mana. ini penting pakai banget. orang-orang yang berbagi betapa “pintar” dan “baik” anaknya, mereka sedang merayakan kebahagiaannya. kita, jangan jadikan itu standar bahagia dan sukses kita. milikilah ikatan kuat nan tulus dengan cara kita sendiri. caranya? selalu ridho. selalu ridho. selalu ridho.
7. tidak semua properti bayi dan anak itu penting. saya yakin bahwa penyakit boros dan kalap belanja akan tiba-tiba menghinggapi para ibu baru karena ingin memberikan yang terbaik untuk buah hatinya. namun, percayalah, tidak semuanya penting dan hampir semuanya bisa ada alternatifnya. kebanyakan peralatan bayi pun dipakai hanya sebentaran saja. jadi, belanjalah apa yang penting, bukan apa yang lucu, apalagi apa yang dimiliki para ibu sejagat instagram. ajari anak kita untuk hidup hemat dan sederhana sejak dini. meskipun kita mampu, tidak berarti kita harus punya semua yang kita mau. kembali lagi ke poin satu.
***
mbak yuna baru saja enam bulan. baru lulus asi eksklusif dan (akhirnya tidak sesuai rencana) sudah memulai makan sejak 5.5 bulan karena tanda-tanda siap mpasi sudah lengkap. tantangan menjadi orang tua ternyata semakin besar berhubung mbak yuna sudah semakin mengenal emosi dan perasaan. di tengah berbagai ilmu parenting yang sangat banyak–kadang-kadang terlalu banyak sampai bingung mana yang terbaik–untuk diri sendiri, saya merangkum semuanya menjadi satu saja, yaitu menjadi ibu yang selalu memaafkan.
memaafkan, dalam kamus saya artinya: belajar, ridho, beri rasa aman nyaman, komunikasikan, ikuti dunianya, bangun ikatan, tetap sederhana.
lalu, memaafkan juga punya arti lain: bahwa apa yang dilakukan para ibu lain kepada keluarganya dan anak-anaknya adalah yang terbaik menurut mereka. jadi, kita jangaaan deh sekali-sekali terlibat dalam perdebatan dan perang tentang apa yang terbaik. cukuplah kita belajar lalu memilih yang terbaik untuk keluarga dan anak sendiri. berbagi bagaimana itu semua bekerja tidaklah apa-apa, tetapi tidak berarti hal yang sama akan berlaku bagi orang lain. standar ideal kita adalah untuk kita, bukan untuk orang lain.
semoga catatan kecil ini membantu semua ibu muda. semangat yaa. yang ingin curhat tentang menjadi ibu muda, i’m all ears yah.
999 notes
·
View notes
Text
RTM : Ego
Kehadiran Shabira di tengah-tengah keluarga kecil kami memberikan dampak yang begitu besar. Ritme, prioritas, dan hal-hal tak terduga lainnya, berubah sejak kahadirannya. Akan tetapi, ada satu hal yang paling besar dampaknya terhadap diri saya sendiri, yaitu ego.
Beberapa tulisan lama saya pernah membahas tentang ego, bagaimana kita bisa menyelesaikan ego-ego kita sebelum berkeluarga, dsb. Meski mungkin tidak sepenuhnya selesai, paling tidak, kita bisa mengendalikannya dengan baik. Menikah membuat saya paham betapa pentingnya masing-masing pribadi bisa berdamai, bisa akur dengan egonya masing-masing sebelum memutuskan untuk berumah tangga. Memiliki anak, akan jauh lebih menantang bagi ego-ego tersebut jika ia belum selesai atau belum bisa dikendalikan oleh tuannya, diri kita kita sendiri.
Shabira membuat saya jauh lebih sabar dari sebelum-sebelumnya, tidak pernah seperti ini dalam hidup. Ia juga mampu membuat saya mengubah prioritas. Shabira juga bisa membuat saya menjadi pribadi yang lebih tenang, tidak pernah setenang ini.
Ia berhasil membuat saya lebih nyaman dengan ketidakaturan, berdamai dengan hal-hal yang berantakan, juga bersedia bersabar dengan segala kelakuannya. Anak ini mampu menghancurkan ego yang besar, ambisi yang segunung.
Berumah tangga tidak pernah semudah yang tampak di panggung media sosial yang dilihat, tidak pernah sesempurna itu. Untuk itu, saya amat bersyukur menikah di usia 26 tahun kurang 2 bulan. Karena itu ternyata itu adalah waktu terbaik saya, di usia itu. Banyak urusan ego saya telah selesai, meski belum seluruhnya. Banyak ambisi saya yang sudah reda, meski juga belum seluruhnya. Setidaknya, semuanya bisa dikenali, dikendalikan. Waktu terbaik kita mungkin berbeda. Dulu saya pernah merencanakan menikah di usia 23, padahal saya baru lulus kuliah dari ITB di usia 24 kurang sedikit, menikmati semester bonus. Di usia itu, saya hanya punya keinginan tanpa persiapan. Menikah saat itu menjadi semacam ambisi, menjadi semacam ego untuk pembuktian. Entah mengapa saya berpikir seperti itu, saat itu. Ya itulah, ego.
Di usia 24 ke 25 saya dipertemukan dengan banyak orang baik yang memberi pembelajaran berharga. Di berikan kejadian-kejadian yang memaksa saya untuk belajar lagi, dan lagi. Membuat saya harus belajar tentang keikhlasan, kerelaan, bersabar, meredakan ego, dipaksa tunduk pada ketetapanNya selepas saya kekeuh ingin sesuatu, dan hal-hal lainnya. Saya kira saat itu tidak akan selesai cepat, ternyata butuh kurang dari dua tahun untuk belajar itu semua. Alhamdulillah.
Kini di usia 27, saya menjadi ayah. Saya tidak pernah membayangkan sebelumnya, bahkan saya sering bertanya ke teman-teman sebaya, rekan-rekan di FIM, dsb. Apakah saya sudah pantas untuk menjadi ayah dengan kelakuan yang banyak minusnya ini?
Shabira berhasil membuat saya percaya bahwa saya sudah cukup layak untuk menjadi seorang ayah. Ia berhasil membuat saya tahu, bahwa ambisi-ambisi dan ego ini hanyalah sesuatu yang menyita kebahagiaan, mengikis ketenangan batin.
Berumah tangga tidak pernah semudah yang dibayangkan, jangan bayangkan hanya yang indah-indahnya. Belajar dan bersiaplah justru untuk menghadapi badai-badainya. Kita bisa saja menyiapkan bahtera yang cantik dan megah, tapi jangan lupa membuatnya kuat saat menghadapi badai. Saat menjalani rumah tangga, kekuatan untuk menghadapi ujian akan jauh lebih dibutuhkan daripada hanya meriasnya agar tampak bahagia. Apalagi jika hanya untuk keperluan eksistensi diri di dunia maya :)
©kurniawangunadi
494 notes
·
View notes
Text
Berkenalan dengan Si Digital Native
Materi ini adalah materi yang saya bawakan dalam kuliah Whatsapp (Kulwap) bersama @infobubby yang dilaksanakan pada Rabu, 3 Januari 2018. Silahkan disimak, ya! Semoga bermanfaat :”)
Era Digital dan Anak-Anak Kita
Saat ini, kita hidup di tengah-tengah perkembangan teknologi yang semakin pesat setiap harinya. Sebut saja gadget, hanya dalam hitungan bulan atau bahkan minggu, seri-seri terbaru keluar dengan fitur yang tentunya semakin canggih. Hal ini berdampak sangat banyak pada berbagai aspek kehidupan, terutama secara sosial yang pada akhirnya mengubah bagaimana kita menjalani keseharian, seperti misalnya dalam berinteraksi, berkomunikasi, bekerja, dan lain-lain.
Bagaimana dengan anak-anak kita, apakah mereka juga terdampak perkembangan era digital ini? Tentu saja! Saat ini, anak-anak kita di usia berapapun sangat akrab dengan gadget. Mereka bahkan bisa lebih cepat mengerti bagaimana caranya mengoprasikan gadget daripada kita orangtuanya. Sekali pegang, langsung mahir dan mengetahui banyak hal soal gadget. Berbeda dengan orangtuanya, yang meskipun masih berusia muda, tapi terkadang memang butuh waktu untuk beradaptasi dengan penggunaan gadget. Mengapa bisa demikian? Karena mereka adalah digital native.
Digital Native
Menurut Prensky (2011) dalam jurnal berjudul “On The Horizon” yang diterbitkan oleh MCB University Press, anak-anak kita yang lahir di era ini dan sudah terpapar teknologi sejak lahir disebut sebagai digital native. Tak hanya sejak lahir, bahkan ketika masih di dalam kandungan pun mereka sudah terpapar penggunaan gadget, misalnya dengan adanya orangtua yang memposting foto USG, merekam peristiwa melahirkan, dll. Sebagai digital native, anak-anak kita biasanya akan cepat menerima dan menangkap informasi, bisa melakukan banyak hal secara paralel dalam waktu bersamaan, lebih suka dengan informasi-informasi yang disuguhkan dalam bentuk gambar, lebih berfungsi dengan baik ketika berjejaring dengan orang lain dan ingin mendapatkan apa-apa yang mereka mau dengan cara yang instant.
Digital Immigrant
Sebaliknya, kita adalah digital immigrant alias pendatang di era digital ini. Kita berada di masa peralihan, dari yang dulunya serba manual ke zaman sekarang yang seba gadget. Hal ini membuat kita mengalami gap generation alias perbedaan generasi dengan anak-anak kita sehingga timbul tantangan pengasuhan baru di era digital, sesuatu yang sedikit banyak bisa memicu timbulnya konflik.
Masalahnya, sebagai orangtua yang digital immigrant ini, kita seringkali ‘kurang gaul’ tentang dunia yang sedang dihadapi oleh anak. Kita memiliki keterbatasan pengetahuan tentang apa yang sedang hits di anak-anak sekarang, apa yang mereka sukai, mengapa mereka menyukainya, dan lain-lain. Hal tersebut bisa juga timbul karena kita tidak mau meluruhkan ego untuk sedikit bergeser posisi dan mulai menyelami dunia anak-anak kita. Coba, apakah bunda mengetahui apa itu mobile legend, GTA, hecker, dota, squishy, dan gem? Apakah bunda tahu video apa yang sering ditonton anak-anak di Youtube? Apakah bunda tahu situs apa yang perlu dikunjungi untuk mengajak anak belajar dan berkarya kreatif di internet? Apakah bunda tahu video berkonten negatif apa saja yang sering diakses anak? Apakah bunda tahu siapa saja vlogger atau Youtuber yang diidolakan oleh anak-anak? Acungan jempol untuk bunda-bunda yang tahu semuanya 😊
Potensi dan Resiko Era Digital
Bagaimana pun, era digital ini mengandung potensi dan resiko bagi si digital native kesayangan kita. Dari segi potensi, era digital ini memudahkan anak dalam mengakses informasi dan ilmu pengetahuan, mengasah kreativitas, berkarya dengan cara yang berbeda, serta berinteraksi dan berkomunikasi dengan menggunakan dunia maya seperti misalnya penggunaan media sosial. Telah banyak anak-anak yang menggunakan internet untuk hal-hal yang positif, yang bahkan bisa menjadi inspirasi untuk anak-anak lainnya, seperti misalnya Nara yang berjualan slime secara online sehingga saat ini sudah memiliki omset puluhan juta, Iqbal Coboy Junior yang menjadi brand ambassador sebuah platform belajar bernama Ruang Guru, atau juga keluarga Gen Halilintar yang aktif membuat konten-konten positif di Youtube.
Di sisi lain, era digital ini juga mengandung banyak resiko yang perlu diketahui dan diwaspadai oleh orangtua, seperti misalnya kecanduan gadget karena durasi penggunaan yang berlebihan, kecanduan games, konten negatif, cyberbullying, hate speech atau kata-kata kasar, dan yang paling parah adalah akses terhadap pornografi. Kabar buruknya, pornografi ini menyerang bahkan ketika anak-anak tidak dengan sengaja membukanya karena konten pornografi tersebut bisa begitu saja muncul lewat iklan/adds, game online, dan juga media sosial. Padahal, lama-lama pornografi akan dapat menyebabkan kecanduan yang berdampak pada kerusakan otak terutama bagian pre-frontal cortex. (Pembahasan khusus mengenai bahaya pornografi sepertinya akan lebih komprehensif jika dibahas dalam forum diskusi yang terpisah).
Digital Native Rentan Mengalami BLAST
Berdasarkan hasil riset yang selama ini dilakukan di Kakatu, banyak anak-anak terdampak resiko era digital yang ternyata ujung tombak masalahnya adalah karena mereka mengalami BLAST (bored, lonely, afraid/angry, stress, and tired). Mengapa? Banyak faktor yang memengaruhinya, seperti misalnya tidak dekatnya anak dengan ayah dan bunda, komunikasi di dalam keluarga yang tidak hangat dan tidak menyenangkan, beban belajar yang terlalu berat, seringkali tidak diterima perasaannya, dan rasa kesepian yang dirasakan anak akibat kurangnya kelekatan dengan orangtua.
Berkaitan dengan BLAST ini, kemarin seorang edukator di Kakatu mengabarkan bahwa ada seorang anak yang ditemuinya lalu ditanyanya mengenai cita-cita. Kemudian, anak itu menjawab ingin menjadi handphone. Bunda tahu mengapa? Jawabannya adalah karena anak ingin menjadi seperti handphone yang selalu diutamakan oleh orangtuanya, dibawa kemana saja, diajak tidur, dan selalu didekati ketika berdering. Miris, bukan?
Lalu, Apa yang Bisa Kita Lakukan Agar Bijak Mengasuh Si Digital Native?
Bangun komunikasi dan kelekatan dengan anak, seperti misalnya dengan lebih banyak menghabiskan waktu bersama, sering bertanya perasaan anak, mau mendengar cerita anak, dan mendampinginya dengan sepenuh hati.
Ajarkan anak kemampuan kontrol diri, seperti misalnya dengan selalu mengingatkan untuk menundukkan pandangan. Bisa juga dengan mengatakan, “Nak, meskipun ayah bunda tidak ada di dekat kamu, ibu guru juga tidak ada di sampingmu, tapi Allah mengetahui semua yang kamu lakukan sebab Allah Maha Melihat.” atau dengan redaksional bahasa yang lain yang biasanya dilakukan.
Pahami dunia anak. Ketahui game, video, media sosial, atau berita-berita populer yang sedang ramai dimainkan atau dibicarakan oleh anak. Tunjukkan pada anak bahwa kita juga tertarik dengan hal tersebut lalu beri pemahaman kepada mereka mana yang baik dan mana yang buruk.
Batasi durasi penggunaan gadget. Khusus untuk anak di bawah 2 tahun, sama sekali tidak boleh terpapar gadget. Jangan biasakan untuk memperlihatkan gadget saat anak sedang rewel atau tantrum.
Sebelum memberikan gadget kepada anak, diskusikan bersamanya tentang 3 hal, yaitu apakah gadget merupakan kebutuhan, apa tanggung jawab yang perlu dilakukan anak terhadap gadget yang notabene adalah milik orangtua, dan apa resiko yang mungkin akan dihadapinya saat memiliki gadget.
Gunakan aplikasi parental control yang dapat membantu untuk melakukan pengawasan terhadap perilaku bergadget anak, misalnya Kakatu.
Dampingi anak dalam penggunaan gadget, jangan biarkan anak menggunakan gadget sendirian, di dalam kamar, dalam waktu yang sangat lama, dan tanpa pendampingan.
Bagaimana pun, era digital bukan untuk ditakuti atau dikhawatiri, sebab, selayaknya analogi rumah di tengah laut, kita tentu tidak mungkin mengurung anak kita di rumah. Sebaliknya, kita bisa mengajarinya berenang dan membuatnya percaya bahwa dunia ini aman baginya untuk belajar, bertumbuh, lalu berdaya.
Banyak sekali potensi baik dan potensi kreatif yg bisa dioptimalkan oleh kita dan anak-anak di era ini. Maka jangan sampai pandangan kita terhadap hal itu menjadi kabur hanya karena kita terlalu takut akan resikonya.
Internet, games, dan era digital ini pada dasarnya netral. Maka, kuatkanlah anak, ajarkan kontrol diri, pahamkan bahwa ia selalu diawasi oleh Allah dalam setiap tindakannya, dan berilah ia kepercayaan untuk bisa berkarya dan berdaya di era ini.
Selamat belajar, selamat menjadi orangtua dan calon orangtua yang bijak di era digital. Sebab, selamatkan satu anak, selamatkan kemanusiaan 😊
___
PS: Untuk pertanyaan dan diskusi lebih lanjut mengenai tema ini, silahkan kirimkan via inbox Tumblr atau e-mail.
265 notes
·
View notes
Text
2 Januari 526 Tahun Lalu; Berakhirnya Kekuatan Umat Islam di Andalusia
@edgarhamas
في مثل هذا اليوم من 526 سنة ، أشرقت الشمس على غرناطة لأول مرة وهي تحت حكم الكاثوليك
[المسلمون في الأندلس]
(Bertepatan dengan hari ini, 526 tahun yang lalu, matahari terbit di Granada untuk pertama kalinya di bawah kekuasaan pemerintah katolik)

2 January, 1492. Granada fell to the Kingdom of Castile. It was the final Muslim state in the Iberian Peninsula to fall to the Reconquista.
(2 Januari 1492, Granada -kota terakhir Umat Islam di Spanyol- jatuh ke tangan Kerajaan Castille Katolik. Itulah negara muslim terakhir di semenanjung Iberia yang jatuh di era Reconquista -kebangkitan katolik Spanyol.)
Ada sejarah pilu di 2 Januari. Dan, sebenarnya saya sedang ingin rehat sejenak untuk menulis tentang kilas sejarah. Namun yang satu ini amatlah penting untuk dijadikan ibrah; jatuhnya Andalusia untuk terakhir kalinya pada 2 Januari 1492, 526 tahun yang lalu.
Kawan-kawan semua, yuk tadabbur. Mari kita lihat Indonesia kita, resapi setiap ruas jalannya, maknai betapa bersyukurnya kita berada di negeri indah, subur dan masjid kokoh berdiri dimana-mana. Syiar Islam membumi, Al Quran mulai jadi kurikulum tuk dipelajari. Mari bersyukur dan berdoa;
“Ya Allah, jangan jadikan negeri kami jatuh seperti jatuhnya Andalusia.”
Begini, saya ingin ajak teman-teman bayangkan ketika kalian ada di sebuah negeri yang kaya raya di saat Eropa sedang miskin dan gulita. Ruas-ruas jalan dihias lampu kota, bersih dan ditata taman bunga di kanan kiri, begitu indahnya. Itu di abad pertengahan, lho.
Saluran air sampai ke setiap rumah. Ribuan kamar mandi umum berjejer untuk musafir dan pendatang. Masjid-masjid dihias indah megah, kantor pemerintah ditata mewah dan berizzah. Perpustakaannya ranum dengan buku-buku literasi timur dan barat, ilmuwannya bersibuk dengan segala macam cabang pengetahuan.
Hebat! Hebat nian bukan? Andalusia adalah karir 800 tahun Umat Islam, dan kini ia telah pupus ditelan sejarah. Ini bukan ajakan untuk mengenang tanpa makna.
Ini adalah tadabbur sekaligus ancaman; jika Andalusia yang kaya nan gagah seperti itu saja bisa jatuh lumpuh, bagaimana dengan negeri kita yang kini dilecut bala musibah, dibombardir ancaman ekspansi bangsa lain.
Hanya pada Allah kita memohon, meminta, agar Islam di Indonesia tetap mekar mewangi walau diterjang badai, walau dihempas topan, walau dikikis hujan. Tanggal 2 Januari 2018 ini, warga katolik Granada merayakan hari kejatuhan Andalusia dengan festival meriah, diselingi arakan model berbusana arab muslim, yang dihina dan dipermainkan.
Akankah di masa depan, ada pihak yang akan berfestival atas jatuhnya Umat Islam di Indonesia? Nauzubillah min dzalik.
220 notes
·
View notes
Text
Generasi Shalahuddin
@edgarhamas
“Kaifa Abtasim, wal Qudsu asiir? Bagaimana aku bisa tersenyum, sedangkan Al-Quds terjajah?”
(Shalahuddin Al-Ayyubi, 1137-1193 M)
***

Pemuda itu, saat itu tidak segagah namanya. Ia tak begitu besar, bahkan bisa dibilang seperti anak ingusan. Padahal ayahnya telah lama mendidiknya untuk menjadi pejuang handal yang siap menghadang satuan-satuan musuh dari Barat. Ya, hari-hari itu adalah hari yang sulit bagi Muslimin, dihimpit pelbagai kesusahan dari dalamnya, dan bahaya dari 22 negeri Eropa.
22 Negara yang tidak pernah akur, namun jika berhadapan dengan Umat Islam, mereka akan saling bersatu padu.
Dia, dia adalah anak seorang gubernur. Lahir di Benteng Tikrit dan tumbuh besar disana, mengenyam kehidupan dan diajak berjalan melihat keadaan kaum muslimin di penjuru Arab, menyaksikan banyak peristiwa yang memilukan; kaum muslimin yang hidup berpecah-pecah, ulama yang rela berfatwa salah demi nama harum di hadapan khalifah, dan pasukan Salib utusan Eropa yang mencabik-cabik kedigdayaan Al-Quds, Palestina.
Namun ia takut dengan darah, ia takut dengan perang. Ia lebih suka berdamai. Ia khawatir sebilah pisau melukai kulitnya, ia berlindung dibawah ketiak ayahnya ketika datang kabar Pasukan Salib membantai daerah Muslimin. Ia dikelilingi keresahan dan kegalauan. Padahal Ia anak panglima, ia anak yang dibesarkan di bawah kewibawaan penghuni benteng raksasa Tikrit, tapi sampai beranjak masa remajanya, ia tumbuh jadi remaja yang akut, takut, dan limbung saat berhadapan dengan kata jihad dan perang.
Nama kecilnya Yusuf, ya; Yusuf. Ia masih takut dengan darah sampai akhirnya Sang Paman, Asaduddin Syirkuh mengajaknya, lebih tepatnya, memaksanya untuk melihat langsung bagaimana situasi perang, mengajarinya memanah, berkuda, mendidiknya dengan tegas dan wibawa. Asaduddin adalah panglima besar yang semangat jihadnya menginspirasi pemuda-pemuda muslimin di era Abbasiyah untuk berdiri di garda depan, memasang kuda-kuda, menyiapkan surat wasiat seandainya esok hari mereka telah syahid di tangan pasukan Salib.
Nyali Yusuf tumbuh, ia dipaksa keluar dari ketakutaannya. Ia dipaksa beranjak dari kegelisahannya, Ia dipaksa Pamannya untuk melihat realitas yang ada; bahwa ummatnya kini terguling-guling dalam ketidakpastian, bahwa sekarang mentari Al-Aqsho sedang dihijabi kabut-kabut samar yang menutupi kesucian dan terangnya semasa dulu. Semenjak 1092 M, perintah Paus Urbanus II dari Roma telah menggiring ratusan ribu pasukan beringas bersalib nan berpakaian lusuh dari 22 negeri Eropa yang kebanyakannya preman-preman dan narapidana penjara. Mereka datang dan tumpahkan darah 70 ribu jiwa muslimin tak berdosa hanya dalam waktu 4 hari 4 malam.
Ketakutan dan kata damai yang bersemayam di hatinya dahulu, senyum indah dan kenyamanan yang ia alami dahulu, berubah drastis.
Kini Yusuf hidup dibawah kilatan pedang, siangnya ia habiskan di atas kudanya, matanya telah tajam melihat, meresapi makna jihad, mengulang hafalan qur’annya di bawah terik matahari.
Asaduddin Syirkuh, pamannya, telah berhasil mendidiknya, lalu membawa Yusuf ke sebuah tempat yang akan jadi pijakan pertamanya menyatukan muslimin, menuju Aqsha! Membebaskan Al-Quds!
Tempat kemenangan itu bermula dari; Mesir, yang tahun-tahun itu Kerajaan Syiah Fathimiyah kehilangan taringnya disana. Berbagai cara mereka lakukan agar kekuasaannya bertahan, termasuk mengundang pasukan salib Eropa untuk membantu sang raja yang terlalu rapuh untuk berkuasa. Bukannya membantu, justru pasukan salib datang dan memperkeruh suasana Mesir.
Asaduddin dan Yusuf diperintahkan oleh Sultan Nuruddin Zanki, untuk berangkat bersama pasukan terbaiknya menuju Mesir, guna memperbaiki suasana dan menghadang ekspansi pasukan salib yang ingin merebut Bumi Islam. Disanalah Allah anugerahkan keberanian besar, Allah anugerahkan azzam membara dan membuka mata Yusuf untuk melakukan langkah besar yang bukan sekedar mengusir pasukan salib, tapi lebih dari itu: membebaskan Quds yang 80 puluh tahun berada dalam kepiluan dan jajahan Kerajaan Salib yang dipimpin Raymond saat itu.
Kemenangan diraih, Asaduddin dan Yusuf berhasil memimpin pasukan terbaik dan menampar pasukan salib dari laut tengah, memukul mundur mereka sampai pantai-pantai Eropa Selatan. Rakyat Mesir mencintainya. Yusuf, ia telah merebut hati rakyat Mesir dan membuat mereka mengangkatnya jadi pemimpin sejati. Ia, Yusuf, menemukan jalannya, ia menemukan tempatnya, ia menemukan markasnya untuk membangun kekuatan besar membebaskan Al-Aqsha.
***
“Ketika Allah menganugerahkanku bumi Mesir, Aku yakin Dia juga bermaksud Palestina untukku”
Begitu salah satu kalimatnya yang terjelma menyejarah hingga kini. Dengan segala upaya, pendidikan ketentaraan dan tarbiyah ruhiyah yang menggebu-gebu, Yusuf yang telah menjadi sultan di Mesir menjadikan Al-Aqsha sebagai slogan-slogan kebangkitan ummat Islam. Ia berkeliling dari kerajaan dan kekhalifahan Muslimin yang terpecah-pecah kemudian menyatukannya.
Namanya mulai mencuat sebagai singa yang mengancam keberadaan Salib di kubah-kubah Al-Quds. Angin menyebarkan namanya dan kaum muslimin menyambut panggilan Jihad darinya, kuda-kuda seluruh Arab disiapkan begitu sejahtera, anak-anak muda ditempa pendidikan Qur’an sedemikian rupa. Masjid-masjid sungguh jadi tempat para Ulama mendengungkan Jihad yang menyala-nyala. Para Ibunda melepas kepergian suami dan anak lelakinya untuk berbaris bersama Yusuf, menuju satu tujuan, menuju kemulian: mengganti salib di kubah Al-Aqsho menjadi bendera tauhid yang gagah berkibar-kibar!

Hittin, lembah dekat Al-Quds itu, jadi saksi 13.000 pasukan pimpinan Yusuf melawan 60.000 pasukan salib pimpinan Reynald De Chatillon dan Guy De Lusignan. Muslimin menang, telak. Beranjak dari Hittin, pasukan Muslim berbaris lurus berkilo-kilo dengan gagah.
Manjaniq (sejenis alat perang pelempar batu berapi yang populer di abad pertengahan) dipasang bershaf, bersiap dengan batu api. Pasukan panah berjajar, busurnya ditarik dan dan anak panah diterbangkan menutupi langit. Yusuf, bersama 13.000 pasukan –ada yang mengatakan 60.000, ada yang mengatakan 240.000- muslimin telah meneguk janji kemenangan, mereka jadi saksi nyata Al-Quds kembali ke pelukan kaum muslimin pada tanggal 27 Rajab, di tahun 1187 Masehi.
Kemenangan itu menyebar di saentero Arab dan membangkitkan kaum muslimin dari malunya yang sungguh tak tertahankan. Yusuf, yang saat itu telah mendirikan Kerajaan Ayyubiyyah di Mesir telah mengangkat wajah Ummat Islam dan membuat Eropa malu. Di Eropa, namanya pun bekibar gagah, disegani dan dihormati karena masih sempat-sempatnya mendatangkan dokter untuk mengobati penyakit kusta Raymond, Raja Kerajaan Kristen yang bercokol di Yerusalem, dan merawat Richard The Lionheart Raja Inggris ketika diserang wabah. Kawan, saksikanlah lelaki itu, Eropa memanggilnya; Saladin The Wise.
Kaum Muslimin mengenangnya; Shalahuddin Yusuf bin Najmuddin Al-Ayyubi; Shalahuddin Al Ayyubi.
***
Sebenarnya dalam tulisan ini, kita membahas tak sekedar biografi seorang tokoh. Memang benar kata Thomas Carlyle “Sejarah tidak lain tidak bukan adalah kumpulan biografi orang-orang besar yang menciptakannya”. Namun saya mengajak pembaca dan kawan sekalian untuk menelaah dan mendalami sebuah pertanyaan; “Bagaimana Shalahuddin tercipta? Apakah dia datang secara tiba-tiba, atau ditempa menjadi seseorang paling berharga?”
“Shalahuddin bukanlah seseorang, ia adalah sebentuk besar generasi. Ya, Generasi Shalahuddin!”, kata Ustadz Adian Husaini dalam salah satu talkshow beliau. Saya dan tentu kawan-kawan mengangguk mengamini pernyataan ini.
Saya pernah mempelajari sebuah buku tentang proses kembalinya Al-Quds menuju pelukan kaum muslimin. Dibalik kegagahan Shalahuddin dan kegemilangan Satria-Satria Hittin yang menampar kedigdayaan Salib, ada banyak elemen yang ikut andil dan punya pengaruh besar menyiapkan orang-orang sehebat itu.
Yang ada bukanlah Shalahuddin saja dan orang-orang mengikutinya, lalu bersatu dan menang. Tidak! Melainkan sebentuk generasi yang dipersiapkan berpuluh tahun, tepat sejak Al-Quds dijajah oleh Kaum Salib di tahun 1096 Masehi.
Tepat setelah mendengar kabar kejatuhan Quds di tangan pasukan Salib itu, para Ulama mendengungkan Jihad, mendidik anak-anak, memenuhi masjid-masjid. Karena para Ulama sadar, dibalik jatuhnya Quds di tahun 1096, mempunyai sebuah nilai dalam; bahwa Allah ingin ingatkan umat Islam atas kelalaian mereka dan keberpecah-belahan mereka.
Adalah deretan nama ini yang merintis pendidikan generasi Shalahuddin: Imaduddin Zanki, Nuruddin Mahmud, Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, dan penguasa Sholeh juga Ulama jenuis lain mempersiapkan serentak, sebuah angkatan raksasa manusia untuk dikemudian hari menjadi tentara terbaik dalam pembebasan Quds. Sebuah langkah visioner! Sebuah gerak tepat merespon kejatuhan.
Urusan Sejarawan Eropa dan Arab yang terkagum-kagum dengan kejeniusan taktik perang Shalahuddin itu nomor sekian. Dibalik kejeniusan dan briliannya Salahuddin, tentulah pasukannya juga pastinya pasukan terbaik, dengan keshalihan tingkat tinggi, dengan ketaqwaan yang menjadi-jadi, dengan kualitas tahajjud yang tak kenal absen di malam hari.
Itulah sebentuk besar generasi. Generasi, bukan hanya satu orang. Kita menamainya “Generasi Shalahuddin”, dan nama itu juga yang akan kita dengungkan ke penjuru bumi Muslimin hari ini. Bahwasanya bukan satu orang tampil kedepan, lalu membuat takjub manusia dan kemudian mengikutinya. Tapi… “Ia adalah sebentuk besar generasi. Ya, Generasi Shalahuddin!”, lagi-lagi mengamini kata Ustadz Adian Husaini.
528 notes
·
View notes
Text
Jagalah Allah, Dia Akan Menjagamu
Sambil dengerin ini :
youtube
enak juga ternyata bersliweran di dunia internet dan buka tulisan dr. Adika Mianoki. Ini linknya : https://kesehatanmuslim.com/jagalah-allah-dia-akan-menjagamu/
Dari Abul ‘Abbas ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu dia berkata: “Suatu hari saya dibonceng Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di belakang hewan tunggangan beliau. Beliau bersabda kepadaku:
يا غلام، إنّي أعلمك كلماتٍ: احفظ الله يحفظك، احفظ الله تجده تجاهك
“Wahai anak kecil, sungguh aku akan mengajarkan beberapa kalimat penting kepadamu: “Jagalah Allah, maka Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, maka kamu akan mendapati Allah di hadapanmu”.(HR At Tirmidzi, shahih).
Ada beberapa pelajaran dan faidah penting yang bisa diambil dari sabda nabi dalam hadist di atas :
(1). Balasan Melaksanakan Perintah Kembalinya Kepada Hamba
Nabi memerintahkan, “Jagalah Allah !…”. Tatkala Allah memerintahkan hamba untuk menjaga-Nya, bukan berarti Allah butuh kepada hamba tersebut. Akan tetapi balasan dari perintah tersebut, hakikatnya kembali kepada hamba sendiri, yaitu akan mendapat penjagaan dari Allah.
Demikian pula ketika Allah memerintahkan hamba untuk menyembah-Nya, bukan berarti Allah butuh untuk disembah oleh para makhluk-Nya, namun maslahatnya akan kembali kepada hamba itu sendiri.
(2). Balasan Setimpal Dengan Amalan
Nabi bersabda : “Jagalah Allah, maka Allah akan menjagamu”. Di sini Nabi memberikan jaminan bahwa barangsiapa menjaga Allah, maka dia akan dijaga pula oleh Allah. Dalam hal ini berlaku ketentuan dari Allah Ta’ala yang disebut,
الجزاء من جنس العمل
“ Balasan adalah sesuai dengan jenis perbuatan.”
Demikianlah ketentuan umum dalam agama ini. Seseorang akan mendapatkan balasan sesuasi dengan perbuatannya. Contoh lain seperti Allah Ta’ala sebutkan dalam firman-Nya:
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu.” (Al Baqarah: 152)
Dan firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu.”(Muhammad: 7).
Dan firman-Nya :
وَأَوْفُواْ بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ
“dan penuhilah janjimu kepada-Ku , niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu.” (Al Baqarah : 40)
Dan firman-Nya :
هَلْ جَزَاء الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ
“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula). “ (Ar Rahman : 60)
(3). Makna Menjaga Allah
Makna menjaga Allah mencakup dua hal :
Menjaga batasan-batasan Allah, hak-Nya, perintah dan larangan-Nya seperti menjaga shalat, menjaga iman, menjaga wudhu, dan lain-lain.
Menjaga anggota badan seperti penglihatan, pendengaan, kemaluan, lisan, dan anggota tubuh lain dari perbuatan kemaksiatan.
Adapun menjaga hak-hak Allah ada dua macam :
Hak-hak yang wajib. Yaitu dengan bertauhid dan melaksanakan kewajiban serta meninggalkan keharaman.
Hak- hak yang mustahab. Yaitu melaksanakan amalan-amalan sunnah setelah menunaikan hak-hak Allah yang wajib.
(4). Penjagaan Allah Terhadap Hamba-Nya
Nabi bersabda : “… maka Allah akan menjagamu.” Penjagaan Allah Ta’ala terhadap hamba-Nya meliputi dua macam penjagaan:
Penjagaan Allah terhadap hamba dalam urusan dunianya, seperti penjagaan Allah terhadap kesehatan badannya, keluarganya, istri dan keturunannya, serta
Penjagaan Allah terhadap hamba dalam urusan agamanya. Ini adalah penjagaan yang paling utama. Allah menjaga hamba ini dalam kehidupannya dari fitnah-fitnah syubhat (kerancuan dalam memahami agama/pengaburan yang benar dan yang batil) yang menyesatkan dan fitnah-fitnah syahwat yang diharamkan oleh Allah, dan Allah akan selalu menjaga dan meneguhkan imannya sampai akhir hayatnya dan mewafatkannya dengan husnul khatimah.
(5). Ancaman Bagi Yang Tidak Menjaga Allah
Dipahami dari hadits ini bahwa barangsiapa yang tidak menjaga Allah dengan tidak mengindahkan perintah-Nya dan melanggar larangan-Nya, maka Allah pun tidak akan menjaganya. Bahkan Allah akan menyia-nyiakannya dan menjadikannya lupa akan dirinya sendiri. Allah Ta’ala berfirman:
نَسُواْ اللّهَ فَنَسِيَهُمْ
“Mereka (orang-orang munafik) lupa kepada Allah, maka Allah pun melupakan mereka.” (At Taubah: 67),
Dalam ayat lain Allah ta’ala berfirman:
فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ
“Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah pun memalingkan hati mereka” (Ash Shaff: 5).
Dalam ayat lain Allah ta’ala berfirman:
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنسَاهُمْ أَنفُسَهُمْ
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri.” (Al Hasyr: 19)
(6). Allah Bersama Hamba yang Menjaga-Nya
Nabi bersabda : “Jagalah Allah, maka kamu akan mendapati Allah di hadapanmu”. Maksudnya Allah akan bersama dengan hamba-Nya dengan kebersamaan yang khusus. Inilah yang di maksud “al ma’iyyah al khashshah” (kebersamaan Allah Ta’ala dengan hambanya yang bersifat khusus) yang mengandung arti pertolongan, dukungan, penjagaan dan perlindungan dari Allah bagi hamba-Nya. Seperti Allah Ta’ala sebutkan dalam firman-Nya :
إِنَّ اللّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَواْ وَّالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ
“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.”(An Nahl: 128),
(7). Tips Agar Senantiasa Menjaga Allah
Berikut beberapa tips agar kita senantiasa bisa menjaga Allah :
Beristighfar dan bertaubat jika terluput dari melaksanakan kewajiban atau melakukan keharaman
Segera mengiringi perbuatan kejelekan dengan kebaikan.
Banyak-banyak berdoa kepada Allah agar diberi keistiqomahan.
Allahu a’lam.
Semoga hari pertama di tahun 2018 ini menjadi gerbang baru memulai kehidupan yang lebih istiqomah, menjadi hamba yang senantiasa menjaga ketaatan kepada-Nya. Istiqomah itu bukan suatu hal yang mudah, tapi jika ada niat dan senantiasa memohon kepada-Nya, insyaAllah.
اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ “Ya Allah yang mengarahkan hati, arahkanlah hati-hati kami untuk taat kepadamu.” (HR. Muslim)
56 notes
·
View notes
Text
Rekaman Sekolah Pra Nikah MTT (W1-W4)
Sebagaimana saya pernah memposting terkait sebuah event yang diadakan oleh DKM Majelis Ta’lim Telkomsel, yaitu Sekolah Pra Nikah (cek ig dan go follow : https://www.instagram.com/spn_mtt/ ) . Maka disini saya akan share rekaman video sesi Week 1 s/d Week 4 (keseluruahn materi dari W1-W8 yang insya Allah akan dishare kemudian) agar manfaat yang diambil bisa lebih luas oleh Ummat.
Teaser SPN MTT : https://www.youtube.com/watch?v=FiKPYmhNqOg
pers release SPN MTT : http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/17/07/15/ot4hiu-ciptakan-generasi-penerus-unggul-mtt-gelar-sekolah-pra-nikah
W1 Pengantar Pernikahan (15 Juli 2017)
Judul : Single-lillah to Couple-lillah
Link Youtube : https://www.youtube.com/watch?v=T4wMzhD7Htg
Pemateri : Ust. Muhsinin Fauzi
Profil Pemateri: Ustadz Muhsinin Fauzi yang lahir pada tahun 1972 ini telah menyelesaikan studi S1 nya pada tahun 1996 di Universitas Islam Madinah bidang studi Islam dan Hadits di kota Madinah, Saudi Arabia. Tahun 1999 beliau menyelesaikan studi lanjutannyadi bidang Manajemen di STIE IGI Jakarta. . Kini ustadz Muhsinin memfokuskan diri sebagai seorang trainer dan enterpreneur, serta aktif pada kegiatan dakwah dan sosial di masyarakat, perusahaan maupun di lingkungan pemerintahan melalui Yayasan Formula Hati yang didirikan oleh beliau. Sekarang, beliau menjabat sebagai Anggota Dewan Syariah MTT 2017-2020 dan Pemateri Tetap Kajian Dakwah Enlighment MTT.
W2 Motivasi Menikah (22 Juli 2017)
Judul : Jika Cinta Segerakan, atau Relakan!
Link Youtube : https://www.youtube.com/watch?v=fcRv8IS-wMo
Pemateri : Ust. Hanan Attaki
Profil Pemateri: Ustadz Hanann Attaki yang berdarah Aceh ini telah menyelesaikan pendidikannya di Universitas Al Azhar Mesir, Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir al-Qur’an hingga memperoleh gelar licence (Lc) pada tahun 2004. Selama di Kairo, beliau juga pernah aktif sebagai pemred buletin “Salsabila” yang diterbitkan oleh kelompok studi al-Qur'an dan ilmu-ilmu islam. Dengan tagline “Banyak Main, Banyak Manfaat”, beliau mendirikan gerakan positif untuk para pemuda yang diberi nama “Shift, Gerakan Pemuda Hijrah”. Tausiyahnya yang dibawakan dengan bahasa yang ringan dan kekinian memberikan nuansa baru dalam kajian di kalangan anak muda.
W3 Kesehatan Rumah Tangga (19 Agustus 2017)
Judul : Berkah Cintanya, Sehat Jasmaninya
Link Youtube : https://www.youtube.com/watch?v=xsYNF4y7u1c
Pemateri : dr. Rino Bonti Tri Hadma Shanti, Sp. OG
Profil Pemateri : Dokter Rino Bonti lahir di Bandung pada 22 November 1972. Saat ini beliau berpraktek sebagai dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan di Rumah Sakit Hermina Jatinegara, Rumah Sakit Bunda Jakarta, dan RS SamMarie Kebayoran Baru.Beliau telah mengenyam pendidikan kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Spesialis Obstetri dan Ginekologi FKUI. Beliau merupakan anggota dari Ikatan Dokter Indonesia, dan Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia . Adapun layanan kesehatan yang diberikan oleh dr. Rino Bonti Tri Hadma Shanti adalah kebidanan dan kandungan seperti infertilitas, kelainan kandungan, tes kehamilan, konsultasi kehamilan, USG, dan persalinan.
W4 Manajemen Rumah Tangga (5 Agustus 2017)
Judul : Rumah Tangga Idaman 1
Link Youtube : https://www.youtube.com/watch?v=HM42so1ju2Y
Pemateri : Ust. Fauzil Adhim
Profil Pemateri : Ustadz Fauzil Adhim yang dilahirkan di daerah Mojokerto 29 Desember 1972 ini adalah seorang penulis yang berkompeten tentang keluarga dan pendidikan anak. Beberapa buku yang beliau terbitkan telah menjadi best seller dan sudah tidak asing lagi bagi kawula muda muslim, seperti “Kupinang Engkau dengan Hamdalah” dan “Kado Pernikahan untuk Isteriku”. Beliau telah menyelesaikan studinya di SI Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Beliau pernah aktif sebagai staff pengajar Fakultas Psikologi UII Yogyakarta, kolumnis tetap majalah Hidayatullah Surabaya untuk kolom Tarbiyah, kolumnis tetap harian umum Republika untuk kolom renungan Jumat dan banyak kegiatan lainnya.
Silahkan dishare, reblog, dan sebarkan sebanyak banyaknya. Semoga jadi amal jariyah untuk kita semua. Terima kasih
623 notes
·
View notes