To @porshaolayiwola thank you for this.
Our names are sacred. Our names are songs. Our names are declarations and prayers.
This is one of those micro-aggressions that ain’t so micro. It needs to stop.
As @uzoaduba said when she told a story about wanting to shorten her name, her mother replied “if they can learn to say Tchaikovsky or Dostoyevsky,” they can learn to say your name.
Today I was in gas station to pick up something really quickly, that did not happen because of the 4 people ahead of me.
We had businesses and check out lines and cash registers and debit cards and coins and dollar bills 30 years ago, what happens to some people when they enter a store? They all could not have had the same mental issues.
Your beverage rang up 8 cents different than it did the last time you bought one. (*this is no exaggeration) You really don't have to get the manager involved if there is a sign on the thing. You don't have to interview the three other people behind you either.
That was just the first person.
Thanks for activating bitch mode to the clerk for me.
Daripada hanya fokus terhadap memunculkan kebaikan pasangan yang mungkin akan terasa memaksa, lebih baik mengupayakan untuk saling melengkapi kekurangan pasangan. Pasanganmu bukan sainganmu.
Tak ada pasangan yang sempurna maka carilah yang bisa saling menyempurnakan dan yang kekurangannya bisa ditoleransi. Maka, semua kebiasaan dan karakter yang hanya bisa kita raba ketika perkenalan akan terlihat dan bermunculan setelah tinggal bersama. Di sinilah adaptasi berlanjut sampai kematian dan atau Allah yang memisahkan. Seiring berjalannya waktu mungkin akan muncul ketidaksesuaian kebiasaan atau karakter yang kita terima saat perkenalan dan setelah tinggal bersama. Perbedaan itulah yang memunculkan konflik rumah tangga.
Dalam rumah tangga mungkin saja akan muncul rasa 'lebih' dibanding pasangannya. Lebih baik, lebih sholih, lebih bisa, lebih sanggup dan lebih yang lainnya. Jika perasaan ini dibiarkan terus tumbuh, rumah tangga akan terasa seperti kompetisi, bukan? Aku menang, kamu kalah atau sebaliknya. Bukankah iblis juga merasa lebih dari Adam? Naudzubillah. Yang ada hanya saling menyalahkan. Yang ada hanyalah memaksanya untuk berbenah secara instan. Padahal alangkah indahnya jika kita saling menghargai proses, bukan? Bersama-sama berproses ke arah yang lebih baik demi mengharap ridhoNya.
Terbukalah. Bicaralah dari hati ke hati dalam kondisi perut, fisik dan perasaan yang baik. Sampaikanlah aliran rasamu setelah menikah bersamanya dengan tenang. Evaluasi kembali visi misi yang telah disusun bersama. Temukan solusi untuk ke depannya lebih baik lagi. Tak ada pernikahan karena Allah dengan harapan sementara, ia ingin selamanya sampai surga. Maka, rawatlah pernikahan dengan sungguh-sungguh.
Jadilah kamu sebagai pakaian pasanganmu. Saling melengkapi. Saling menutupi kekurangan dan aib pasangan. Daripada fokus pada melatih kebiasaan baru untuk memunculkan kebaikan yang belum kunjung memperlihatkan hasil hingga lelah dan emosi lebih baik menikmati prosesnya dibarengi dengan saling melengkapi pasangan. Sadarilah, mungkin kamu akan bertemu dengan kekurangannya yang ternyata adalah kelebihanmu dan kelebihannya adalah kekuranganmu. Tak ada yang tak ingin kebaikan namun tak ada juga manusia sempurna. Hargai proses dan nikmatilah bersama.
Jadilah kamu sebagai pakaian pasanganmu. Saling merangkul dengan penuh kasih sayang, cinta, kehangatan, kedamaian, dan kebahagiaan. Selayaknya pakaian yang selalu menempel pada tubuh kita begitu pula pasangan yang selalu dekat, lekat dan membuat hangat.
Semoga sakinah mawaddah wa rahmah selalu menyertai dalam rumah tanggamu.
karlie kloss shared some more content and a photo with isha ambani piramal from this weekend at anant ambani and radhika merchant's pre-wedding via her instagram story 💙