Tumgik
#Data Kasus Campak
pamekasanhebat · 2 years
Text
Data Kasus Campak Selama 2022 di Madura
PAMEKASAN – Data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur menyebutkan, dua kabupaten di Pulau Madura, yakni Kabupaten Sampang dan Kabupaten Sumenep tercatat sebagai kabupaten paling banyak dalam kasus virus campak rubela (MR). Kasus campak di Kabupaten Sampang tercatat sebanyak 57 kasus, sedangkan di Kabupaten Sumenep tercatat sebanyak 55 kasus, lalu Pamekasan sebanyak 25 kasus dan yang paling sedikit…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
roliyan · 5 years
Quote
Beberapa waktu lalu beredar cerita lewat Whatsapp tentang "Vaksin Penyebab Autisme", yang isinya seolah curhatan seorang ibu tentang anaknya Joey, 27 bulan, yang menderita autisme yang (katanya) disebabkan vaksin. Cukup menghebohkan bagi pembaca awam, tapi bagi kami kabar tersebut hanya propaganda lawas & murahan dari pegiat antivaksin. Bila ditelisik, latar waktu 'curhatan' tersebut kurang lebih terjadi pada tahun 2003. Awal tahun 2000an, vaksin dan autisme menjadi trending topic dunia, vaksin dituduh sebagai penyebab autisme. Hal tersebut dipicu karena ulah penelitian sesat Wakefield. Tahun 1998, Andrew Wakefield, seorang ahli bedah di Inggris, mempublikasikan penelitiannya bahwasanya vaksin MMR berhubungan dengan munculnya gejala autisme dan gangguan pada usus anak (1). Wakefield mengemukakan bahwa penelitiannya mendukung teori "Autism enterocolitis" atau "Leaky Gut Syndrome", dimana vaksin MMR menyebabkan peradangan dan kerusakan pada usus, sehingga protein-protein berbahaya beredar dalam darah sampai ke otak dan menyebabkan autisme. Berita tersebut kemudian dipropagandakan oleh pegiat anti vaksin ke seluruh Inggris, Eropa, Amerika dan seluruh dunia. Orangtua menjadi panik dan takut dengan vaksinasi, angka cakupan vaksinasi pada anak-anak anjlok, dan akibatnya mulai tahun 2005, penyakit campak, gondong kembali mewabah di negara-negara tersebut (2,3,4). Dokter, peneliti, dan tenaga kesehatan bereaksi terhadap hasil penelitian Wakefield tersebut. Penelitian-penelitian besar diadakan untuk membuktikan apakah benar vaksin MMR menyebabkan autisme, dengan data yang lebih banyak dan metode yang lebih akurat. Hasilnya ternyata tidak ada bukti ilmiah yang mendukung bahwa vaksin dapat menyebabkan autisme (5,6,7,8,9,10). Bagaimanapun, kebohongan tak akan dapat selamanya ditutupi. Penelitian Wakefield tersebut kemudian ternyata terbukti penuh rekayasa dan manipulasi data. Wakefield rupanya dibayar oleh pengacara dan orangtua anak-anak autis yang ia teliti untuk menyusun "bukti ilmiah" bahwa vaksin menyebabkan autisme, agar dapat memenangkan tuntutan ganti rugi di pengadilan terhadap pabrik vaksin. Wakefield kemudian disidangkan di konsil kedokteran Inggris, publikasi penelitiannya ditarik dari jurnal Lancet, dan ia dipecat dari jabatan dokternya. (11,12). Begitu besar efek isu vaksin & autisme karena kebohongan Wakefield yang menyebabkan wabah campak kembali muncul di Eropa dan Amerika, sehingga dijuluki "the most damaging medical hoax of the last 100 years" Pegiat anti vaksin di Eropa dan Amerika umumnya adalah orang-orang yang mendapat keuntungan finansial atau popularitas dari isu bahaya vaksin. Melihat propaganda MMR dan autisme runtuh oleh penelitian-penelitian, dan terbongkarnya skandal penelitian abal-abal Wakefield, mereka tak mau kehilangan argumen untuk tetap mengkaitkan vaksin dengan autisme (karena autisme merupakan penyakit yang sedang populer saat ini, jumlah penderitanya terus meningkat, dan sangat mencemaskan bagi orang tua). Agar tidak kehilangan peminat, pegiat antivaksin beralih argumen (shifting hypotesis) bahwa merkuri (Hg) dalam vaksin dapat menyebabkan autisme, argumen lain dengan alasan yang dibuat-buat bahwa secara medis gejala keracunan metil merkuri dosis tinggi mirip dengan gejala autisme. (13) Thimerosal, senyawa yang mengandung etilmerkuri (bukan metilmerkuri), digunakan sebagai bahan pencegah kontaminasi bakteri dan jamur, terutama pada vaksin multidosis (vaksin yang setiap satu kemasannya dapat digunakan untuk memvaksin beberapa anak)(14). Kemasan multidosis banyak digunakan pada negara miskin dan berkembang karena biayanya murah, dan lebih tahan pada sistem transportasi dan penyimpanan vaksin yang kurang baik. Semua zat di alam, tak terkecuali, memiliki batas kadar racun bila kita terpapar dalam jumlah besar. Natrium, bila masuk dalam tubuh dalam jumlah besar dapat menyebabkan kematian, namun dalam dosis kecil setiap hari kita konsumsi sebagai NaCl (garam dapur). Merkuripun demikian, telah diperhitungkan dengan cermat untuk ditambahkan pada vaksin dengan kadar yang sangat rendah dalam bentuk thimerosal (etilmerkuri) yang lebih cepat didegradasi dari tubuh sehingga tidak mudah terakumulasi (15,16). Sekedar pembanding, merkuri juga ditemukan dalam air susu ibu/ASI (17), bayi yang mendapat ASI eksklusif akan mendapat merkuri lebih dari dua kali kadar merkuri dalam vaksin, namun tentu saja tetap aman karena secara keseluruhan kadarnya rendah dan tidak berbahaya (18). Meskipun demikian, pegiat antivaksin menyebarkan hasutan bahwa merkuri dalam vaksin berdosis tinggi, sangat beracun, dan menyebabkan autisme, sehingga mengakibatkan orangtua takut memvaksinasi anaknya. Bulan Juli 1999, Food & Drug Administration (FDA), American Academy of Pediatrics (AAP) dan Public Health Service (PHS; dari Dept Kesehatan Amerika Serikat) memutuskan thimerosal tidak dipergunakan lagi pada vaksin di Amerika, bukan karena thimerosal pada vaksin menyebabkan autisme, namun merupakan bagian upaya promosi pengurangan paparan merkuri pada anak di negara tersebut (19,20). Pabrik-pabrik di Amerika dan dunia masih banyak yang menggunakan merkuri (dalam berbagai bentuk senyawa berbahaya) dan pembuangan limbah merkuri mencemari biota laut. Akibatnya, paparan merkuri non-vaksin (metilmerkuri, terutama dari konsumsi ikan pemangsa berukuran besar) dapat meningkatkan akumulasi merkuri dalam tubuh (21). Keputusan FDA, AAP & PHS tersebut rupanya terkait pula untuk merespon hasutan pegiat antivaksin di atas: penarikan thimerosal dalam vaksin memberi kesempatan para peneliti untuk menjawab propaganda pegiat antivaksin tersebut secara ilmiah dengan penelitian-penelitian yang akurat. Dan hasilnya sangat meyakinkan, bahwa thimerosal pada vaksin sama sekali tidak ada hubungannya dengan autisme (22,23,24,25,26). Jawaban ilmiah ini dikuatkan dengan fakta bahwa meskipun thimerosal telah ditarik dari vaksin di Amerika, hingga saat ini jumlah penderita autisme di Amerika tidak turun, namun tetap meningkat (27). Sebuah fakta mudah yang tak dapat disanggah yang membuktikan pada orang awam bahwa vaksin benar-benar tidak berhubungan dengan autisme Jacquelyn McCandless (almarhum) adalah salah seorang dokter pengobat alternatif di California, Amerika serikat. Awalnya ia membuka praktik untuk gangguan kejiwaan dan seks terapi, dengan metode alternatif, namun setelah cucunya menderita autisme pada tahun 1996, ia beralih mendalami pengobatan autisme alternatif tanpa dasar ilmiah yang jelas. McCandless mempropagandakan bahwa merkuri adalah penyebab autisme dan paham Wakefield tentang "Leaky Gut Syndrom", termasuk segala metode alternatif berbasis bukti ilmiah abal-abal yang ia tulis dalam bukunya "Children with Starving Brain". Mengaku telah menyembuhkan ratusan pasien autisme, McCandless mendapat keuntungan dari program terapi kelasi dengan program diet dan suplemen bagi penderita autisme yang datang kepadanya (28,29). Terapi kelasi McCandless mendasarkan pada teori (yang terbukti salah) bahwa autisme disebabkan karena merkuri dari vaksin, sehingga harus diberikan terapi zat pengikat logam (kelasi) pada penderita autisme. Terapi kelasi tersebut sama sekali tidak bermanfaat pada penderita autisme (30), justru membahayakan dan dapat menyebabkan kematian (31,32,33). Sangat disayangkan buku sesat Jaquelyn McCandless beredar di Indonesia, sebuah kritik besar bagi penerbit buku tersebut karena telah menyebarkan pembodohan bagi masyarakat. Dari kasus cerita WhatsApp ini kita belajar bagaimana orangtua dan anak-anak penderita autisme seringkali dieksploitasi oleh pegiat anti vaksin dan pengobat alternatif sebagai alat propaganda dan pencari simpati. Anak-anak penderita autisme yang seharusnya mendapat kasih sayang dan stimulasi untuk berkembang seoptimal mungkin justru menjadi bahan coba-coba pengobatan alternatif tak berdasar logika, boros biaya, namun tak berguna. Di sisi lain, orangtua awam yang kurang mengenal literasi ilmiah, akan mudah diperdaya dengan isu bahaya vaksin yang dibumbui isu konspirasi, dibujuk dengan cerita mengharukan, dan ditipu teori ilmiah abal-abal, untuk tidak memvaksin anaknya. Kisah nyata wabah campak yang muncul kembali di Eropa dan Amerika seharusnya menjadi pelajaran bagi kita untuk waspada dan tanggap terhadap ulah gerakan anti vaksinasi yang mulai menyesatkan rakyat Indonesia. Sungguh mudah menggunakan media sosial seperti WhatsApp untuk menyebarkan berita menghebohkan, kontroversial, tanpa menganalisis dan meresapinya. Mari bersikap lebih cerdas & bijak dalam menerima dan mengirimkan informasi. Sekian artikel kali ini mengenai "Benarkah Vaksin Menyebabkan Autisme?" Semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi sobat sekalian, jangan lupa di Like & Share, dan kunjungi terus ROLIYAN.COM untuk mendapatkan berbagai macam topik dan informasi menarik lainnya !!!
http://www.roliyan.com/2020/01/benarkah-vaksin-menyebabkan-autisme.html
0 notes
anditabagas · 5 years
Text
Jumlah Kasus Campak Meningkat di Seluruh Dunia, WHO Salahkan Penolak Vaksin - JPNN.com
Jumlah Kasus Campak Meningkat di Seluruh Dunia, WHO Salahkan Penolak Vaksin – JPNN.com
Kamis, 29 Agustus 2019 – 22: 45 WIB
jpnn.com– Data terbaru WHO menunjukkan statistik mengkhawatirkan soal penyebaran penyakit campak. Di semua wilayah di dunia, kecuali Amerika, jumlah kasus campak meningkat.
Direktur Departemen Imunisasi, Vaksin, dan Biologi WHO Kate O’Brien menyalahkan sistem kesehatan yang lemah dan informasi yang keliru tentang vaksin.
“Kita mengalami kemunduran, kita…
View On WordPress
0 notes
liputanviral-blog · 6 years
Text
Wabah Campak Menyebar di Filipina, Puluhan Meninggal
Liputanviral - Wabah campak dilaporkan menyebar di Filipina. Bulan ini saja tercatat 25 orang meninggal akibat penyakit itu. Sebagian besar korban meninggal akibat campak adalah anak-anak. Kementerian Kesehatan Filipina menyatakan ada kemungkinan jumlah korban akan bertambah karena wabah itu menyebar dengan sangat cepat. Menurut catatan Kemenkes Filipina, pada 2017 penduduk yang mengidap campak berjumlah 791 orang. Setahun kemudian jumlahnya melonjak berkali-kali lipat hingga mencapai 5,120 orang. Bahkan, pada Januari 2019 tercatat ada 1,813 penduduk Filipina terinfeksi campak. Diduga hal ini erat kaitannya dengan keengganan penduduk melakukan vaksinasi campak. Sebab, program imunisasi demam berdarah pemerintah Filipina terhambat gara-gara vaksin Dengvaxia yang diimpor dari luar negeri disebut-sebut menyebabkan penerimanya malah jatuh sakit. "Vaksinasi campak memang menurun selama lima tahun belakangan. Masalah vaksin Dengvaxia turut menjadi pemicunya," kata Wakil Menteri Kesehatan, Eric Domingo. Menurut data Rumah Sakit San Lazaro, Manila, jumlah pengidap campak yang dirawat dan berobat di sana mencapai 1,500 orang. Bahkan, 50 di antaranya meninggal. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah menerbitkan peringatan pada November 2018 kasus wabah campak di seluruh dunia meningkat sekitar 30 persen pada 2017. Menurut mereka salah satu faktornya adalah anak-anak tidak melakukan imunisasi. Keengganan penduduk Filipina melakukan imunisasi dipicu masalah vaksin Dengvaxia pada 2017. Saat itu, pemerintah setempat sudah memberi vaksin itu kepada 837 ribu anak-anak. Namun, perusahaan pembuat vaksin, Sanofi, menyatakan mereka menemukan kecenderungan penerima vaksin itu bisa mengalami gejala yang lebih parah di masa kini atau mendatang. Padahal, mereka sebelumnya menyatakan vaksin itu aman. Pemerintah Filipina lantas menghentikan pemberian vaksin. Namun, ribuan orang tua dan anak-anak yang sudah menerima vaksin mengaku khawatir dengan kesehatan mereka. Read the full article
0 notes
inanews-blog1 · 6 years
Text
Menguak Jalan Panjang Fatwa MUI Tentang Vaksin MR
Inanews - Sejarah menunjukkan bahwa setelah 14 tahun Amerika Serikat menyatakan terbebas dari campak, pada 2014 wabah besar campak terjadi di Disneyland, California, AS. Tercatat, sebanyak 84 orang dari 14 negara bagian terinfeksi penyakit itu. Dan hingga 2016, data menunjukkan ada sebanyak 22 kasus di Arizona, AS. Wabah terkini di AS itu ditelusuri bermula di Tempat Tahanan Eloy, Arizona. Sejatinya, mulai 1960 AS telah melakukan langkah preventif demi membasmi potensi penularan campak melalui program vaksinasi. Hanya saja, kemudian penyakit itu kembali muncul lantaran banyaknya penolakan atas pencegahan penyakit tersebut. Padahal diyakini, ketika orang terinfeksi mengadakan kontak dengan populasi tak bervaksin, akibatnya bisa menjadi bencana. Di seluruh dunia, diketahui bahwa campak menghinggapi sebanyak 22 juta orang setiap tahunnya. Di negeri ini, wabah penyakit campak sendiri masih terjadi di Asmat, Papua, pada awal 2018. Menkes Nila F Moeloek ketika itu membeberkan, tim kesehatan terpadu memastikan sudah memeriksa 12.398 anak sejak September 2017 hingga 25 Januari 2018, dan dia mengonfirmasi terdapat 646 anak terkena wabah campak.
Tumblr media
Sementara itu, data Kementerian Kesehatan dalam kurun 2010-2017 mencatat, sebanyak 27.834 kasus Campak dilaporkan. Ancaman wabah campak tak sendirian. Selain itu, terdapat satu lagi penyakit yang perlu diperkenalkan kepada masyarakat, yakni penyakit Rubella. Dampak penyakit akut dan ringan yang sering menginfeksi anak dan dewasa muda yang rentan juga sangat luar biasa. Data Kementerian Kesehatan pada 2013-2017 mencatat, sebanyak 31.449 kasus rubella telah dilaporkan. Selain karena penyakit rubella mudah menular, pemerintah juga berupaya keras mencegah penyakit ini karena adanya efek teratogenik, yakni bila rubella ini menyerang pada wanita hamil terutama pada masa awal kehamilan, infeksi rubella pada ibu hamil dapat menyebabkan keguguran atau kecacatan permanen pada bayi yang dilahirkan atau dikenal dengan Congenital Rubella Syndrome (CRS). Kelainan akibat rubella dapat berupa ketulian, gangguan penglihatan, bahkan kebutaan, hingga kelainan jantung. "Jadi dampak dari rubella ini sangat luar biasa. Saya kira kita harus memikirkan dampak dan akibat yang terkena apabila kita menolak imunisasi,” tandas Menkes. Bahaya Antivaksin Dewasa ini, dapat dikatakan bahwa penolakan vaksin atau imunisasi telah menjadi sebuah gerakan global, tak terkecuali di Indonesia. Kondisi serupa juga terjadi seiring digelarnya program imunisasi nasional berbasis vaksin MR (Measles Rubella) fase kedua, yang dijadwalkan berlangsung pada kurun Agustus-September 2018. Alhasil, dari target cakupan semula sebesar 95%, baru terealisasi kurang lebih 40%. Ihwal penolakan tersebut setidaknya ada dua isu yang melatarbelakangi. Pertama, berbasis sikap teologi keagamaan yakni perihal haram atau halal berkaitan dengan kandungan vaksin.
Tumblr media
Sedangkan isu kedua, skeptisisme akan efektivitas kerja vaksin untuk menanggulangi penyebaran penyakit. Sekaligus juga munculnya kekhawatiran kuat terhadap keamanan vaksin (per se) bagi kesehatan anak-anak. Baik program imunisasi nasional berbasis vaksin MR (Measles Rubella) fase satu atau dua, yang pelaksanaannya mencakup seluruh wilayah Indonesia, ditujukan untuk mencapai eliminasi campak dan pengendalian rubella/congenital rubella syndrome (CRS), pada 2020. Terkait dua isu yang merebak mengiringi munculnya gerakan antivaksin, sejatinya pada 2016, MUI telah menerbitkan Fatwa MUI 04/2016 tentang Imunisasi. Tak hanya itu, MUI bahkan menerbitkan fatwa berikutnya, terkait imunisasi, khususnya ihwal vaksin MR. Senada dengan fatwa terdahulu, Fatwa MUI 33/2018 tentang Penggunaan Vaksin Masks Rubella (MR) Produksi Serum Institute of India (SII) untuk Imunisasi itu secara substansial menggunakan pendekatan darurat syar’iyyah. Yang sekiranya dapat dimaknai sebagai memperbolehkan penggunaan vaksin yang ada, sekalipun memiliki kandungan tertentu, sampai tersedia vaksin yang berbahan halal. Pasalnya diyakini, imunisasi merupakan cara yang sangat efisien dan efektif karena murah, mudah, dan ampuh untuk mencegah dan menurunkan morbiditas penyakit tertentu dan sekaligus memutus rantai penularannya. Read the full article
0 notes
majalahforbes-blog · 6 years
Text
Lebih dari 100 Ibu di Riau Terkena Campak dan Lahirkan Anak Cacat
Forbes – Sungguh menyedihkan. Data yang baru terhimpun di Riau ada 100 ibu hamil terkena campak. Imbasnya kini mereka memiliki anak-anak yang cacat. "Data yang kita dapatkan baru 100 ibu-ibu hamil terkena campak. Ini kondisinya mereka yang mau membuka diri. Bisa jadi masih ada lagi yang belum mau membuka diri soal anaknya," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Mimi Yuliani Nazir dalam diskusi 'Situasi dan Ancaman Penyakit Campak dan Rubella' di Provinsi Riau, Senin (10/9/2018). Dalam acara ini Dinas Kesehatan Provinsi Riau juga menggandeng, UNICEF, MUI (Majelis Ulama Indonesia) Riau dan Dinas Kesehatan Pekanbaru. Hadir juga belasan ibu-ibu korban campak yang membawa anak-anaknya kondisi cacat. Mimi mengungkapkan, Riau termasuk dalam endemi campak atau measles dan rubella (MR). Tercatat hingga Juli 2018 ada 972 kasus campak-rubella. "Di Riau jumlahnya tergolong banyak. Makanya kita benar-benar menjalankan pemerintah untuk melakukan vaksin MR pada anak," kata Mimi. Hanya saja, kata Mimi, dalam perjalanannya untuk melakukan vaksin harus tertatih-tatih. Ada sekelompok masyarakat yang menolak vaksin tersebut. Sehingga, sebagian pemerintah kabupaten dan kota ada yang menghentikan sementara suntik vaksin untuk anak-anak. "Pemerintah dalam programnya vaksin MR ini demi masa depan anak-anak bangsa. Dan program ini juga berjalan secara internasional. Tapi memang sandungan di lapangan masih banyak. Kita mengharapkan semua pihak, untuk sama-sama membawa anaknya vaksin MR demi kebaikan bersama," kata Mimi.Di Pekanbaru, kata Mimi, pelaksanaan vaksin MR memang dihentikan sementara. Penghentian ini karena adanya pro dan kontra. Namun demikian, diharapkan Pemkot Pekanbaru untuk dapat kembali melaksanakan program vaksin tersebut. "Perlu kesadaran bersama akan pentingnya vaksin ini untuk kesehatan anak-anak kita," kata Mimi. Khusus kepada ibu yang saat hamil terkena campak, kata Mimi, pihaknya sengaja menghadirkan diacara diskusi. Ini diharapkan, agar wartawan bisa langsung mendapatkan informasi dari para korban. "Untuk mengumpulkan mereka bukan hal yang mudah. Karena belum tentu semua mau terbuka soal ini. Kami mengharapkan dukungan teman-teman media dalam membantu sosialisasi. Ibu-ibu ini kami hadirkan dengan anak-anaknya yang korban campak, sebagai bukti nyata," kata Mimi. Dalam acara ini, para kaum ibu dan suaminya membawa anak-anak mereka yang terkena campak saat dalam kandungan. Pantauan Majalahforbes di acara itu, anak-anak tersebut ada yang mengenakan alat bantu pendengaran. Ada lagi kondisinya harus mengenakan kaca mata yang tebal. Usia mereka dari balita hingga belasan tahun. Pengakuan sejumlah dari orang tua anak korban campak, ada juga yang harus operasi karena jantungnya rusak. Pendengaran mereka rusak. Mata mereka rusak. Kondisi anak-anak yang terkena campak sangat menyedihkan. Read the full article
0 notes
adelzahara-blog · 6 years
Text
Tahun ini Ada 972 Kasus Campak di Riau, Terparah di Siak
Adel Zahara Tahun ini Ada 972 Kasus Campak di Riau, Terparah di Siak Artikel Baru Nih Artikel Tentang Tahun ini Ada 972 Kasus Campak di Riau, Terparah di Siak Pencarian Artikel Tentang Berita Tahun ini Ada 972 Kasus Campak di Riau, Terparah di Siak Silahkan Cari Dalam Database Kami, Pada Kolom Pencarian Tersedia. Jika Tidak Menemukan Apa Yang Anda Cari, Kemungkinan Artikel Sudah Tidak Dalam Database Kami. Judul Informasi Artikel : Tahun ini Ada 972 Kasus Campak di Riau, Terparah di Siak Sebagaimana data di Dinas Kesehatan Provinsi Riau ternyata ada 972 Kasus Campak di Provinsi Riau yang tersebar di 12 Kabupaten/Kota. http://www.unikbaca.com
0 notes
suratpembaca · 7 years
Link
Sering kita saksikan di berbagai media tentang anak hitam tinggal tulang dan sangat memprihatinkan. Biasanya kita saksikan itu kejadian di luar negeri seperti di wilayah Afrika. Namun kali ini menimpa saudara kita di ujung Timur Papua tepatnya di Kabupaten Asmad. Kejadian luar biasa (KLB) campak dan gizi buruk yang terjadi di Kabupaten Asmat, Papua banyak merenggut korban jiwa. Puluhan anak-anak di wilayah paling timur Indonesia ini meninggal dunia dan banyak yang masih membutuhkan bantuan. Menyikapi laporan tentang Kejadian Luar Biasa (KLB) dimana puluhan anak meninggal di Asmat akibat gizi buruk dan wabah penyakit Campak Pangdam XVII/Cendrawasih Mayor Jenderal TNI George Elnadus Supit telah memerintahkan jajarannya membentuk tim penanganan cepat dari Kodam XVII/Cendrawasih dan segera membuat Posko penanganan bencana yang akan dipusatkan di Timika dan di Kab. Asmat. Kodam XVII/Cendrawasih bergerak membantu Pemda di lapangan membantu mengisi ruang-ruang kosong yang tidak mampu dan tidak tersentuh oleh Pemda akibat wabah Campak dan Gizi buruk demi Kemanusiaan. Kodam Cendrawasih menerbangkan Hercules/A-1326 misi Dukungan Tim Bhakti Kesehatan TNI untuk penanganan KLB wabah penyakit di Asmat dengan jumlah 53 orang tim Medis TNI terdiri dari Dokter spesialis dan paramedis dan Alkes 6 ton serta sembako dan kebutuhan pokok warga yang tertimpa bencana akan memperkuat Tim kesehatan Kodam XVII/Cendrawasih. Data yang kami ketahui bahwa hingga pertengahan Januari 2018 data sementara wabah penyakit yang terjadi di Kabupaten Asmat, terdiri dari : 467 anak terkena campak, 487 anak divaksin, 1.052 anak sudah di obati dan mendapat pelayanan medis. Sedangkan laporan dari Asmat Yang meninggal 57 anak yg dirawat di RSUD 12 anak, dengan rincian : Tim distrik Pulau Tiga. Wialyah nakai : campak 63 anak, di vaksinasi 110 anak, dirujuk ke RSUD 4 anak, meninggal karena campak 4 anak. Wilayah kampung Ao: tidak mendapati campak. Mendapat vaksin 93 anak, tidak ada gizi buruk, tidak ada meninggal. Wilayah kampung Kappi : mendapat pengobatan campak 3 anak, mendapat vaksin 105 anak, meninggal karena campak 2 anak. Wilayah kampung As : mendapatkan pengobatan campak 28 anak, mendapat vaksinasi 71 anak, meninggal karena campak 8 anak, 1 anak gizi buruk dan kena campak. Wilayah kampung Atat : mendapat pengobatan campak 53 anak, mendapatkan vaksin 108 anak, meninggal karena campak 23 anak, 2 anak gizi buruk dan terkena campak. Sedangkan wilayah Distrik jetsy dilayani 4 kampung. Total 320 anak mendapat pelayanan. Sakit campak dan diobati 112 anak. Distrik Sirets dilayani 5 kampung. Total 732 anak yang mendapat pelayanan. Kena campak dan mendapat pengobatan 108 anak. Kodam XVII/Cendrawasih beserta seluruh jajarannya turut prihatin dan merasa terpanggil atas bencana kesehatan yang menimpa rakyat khususnya di Kab. Asmat. Kita patut bersyukur dengan adanya kejadian tersebut  pihak TNI melakukan tindakan cepat dangan mampu mengkosolidasikan sejumlah pihak agar segera turun tangan membantu saudara  kita yang  tertimpa masalah kesehatan. Oleh karenanya kepada semua pihak agar turut serta membantu saudara kita yang sedang mengalami musibah dengan menyalurkan bantuan kemanusiaan untuk meringankan beban penderitaan warga Kab. Asmat. Bantaun yang diberikan oleh TNI dan elemen lain akan sangat berarti  terutama jika semua pihak ikut memberikan bantaun sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Berapapun yang kita berikan kepada saudara kita yang penting keikhlasan dalam membantu dari sisi kepedulian dan kemanusiaan.  
0 notes
mardisahendra · 7 years
Photo
Tumblr media
Asmat, Provinsi Papua. Informasi Kunci Kronologis Kejadian Waktu Kejadian : Oktober 2017 s/d Januari 2018 Luas Kejadian : 5 distrik (Swator, Fayit, Jetsy, Siret dan Pulau Tiga) Penyebab Kejadian : KLB Campak Berdasarkan informasi dari Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Kabupaten Asmat (dr. Stefanus), di beberapa puskesmas terdapat wabah campak dan sudah ditangani sejak Oktober 2017. Kasus tersebut mulai berkurang tetapi muncul kasus baru di beberapa tempat. SDM Kesehatan yang ada kurang memadai. Hanya ada 9 dokter untuk 23 distrik dan 16 puskesmas. Gambaran Situasi: Tanggal 8 Januari 2018 dilaporkan ada 7 balita yang dirawat karena gizi buruk di RSUD, 5 di antaranya akibat post campak Tangal 8 Januari 2018, diadakan rapat dengan bupati untuk menindaklanjuti hasil kunjungan kerja terkait kasus campak di beberapa kampung di wilayah Kab. Asmat. Bupati memutuskan untuk mengirim tim kesehatan di 4 distrik yakni Pulau Tiga, Sirets, Jetsy, Suator. Pembaharuan Informasi: 9 Januari 2018 dilakukan investigasi oleh Tim Kesehatan di Kampung Nakai Distrik Pulau Tiga kepada hampir semua balita suspect campak (2 anak meninggal). Sweping imunisasi campak di Kota Agats dan ditemukan 12 kasus campak dan 7 kasus gizi buruk. Hasil rekapitulasi data oleh Kepala Bidang P2P Dinkes Asmat disebutkan bahwa di 5 distrik (Swator, Fayit, Jetsy, Siret dan Pulau Tiga) terdapat kenaikan kasus campak pada bulan September s/d Desember 2017 dengan jumlah 568 kasus (rawat jalan 393 kasus dan rawat inap 175 kasus), data meninggal belum dapat diklarifikasi Respon PKPU Human Initiative: 1. Deploy tim reaksi cepat PKPU-HI 2. Koordinasi dengan pihak terkait 3. Bantuan evakuasi warga 4. Pemberian siap saji dan PMT ( Pemberian Makanan Tambahan ) Balita 5. Mengirimkan Bantuan Medis Pkpu HI Sumut (di PKPU Human Initiative Sumatera Utara)
0 notes
roliyan · 5 years
Quote
Demam merupakan gejala tersering yang ditemui pada anak. Demam sendiri adalah gejala yang sangat umum, dan banyak sekali kemungkinan penyebabnya. Ketika anak demam tinggi, sepanjang hari selama 2-3 hari, tidak ada batuk pilek, "diagnosis" apakah yang harus dipikirkan pertama kali? Ya betul, Demam Berdarah Dengue (DBD). Apakah bisa curiga demam tifoid (tipes)? Jangan pikirkan demam tifoid dulu pada demam yang baru berlangsung beberapa hari. Sehingga pada kondisi yang seperti ini, pemeriksaan untuk memastikan apakah ini demam tifoid atau bukan (tes widal misalnya), tidak perlu dilakukan. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue ini disebabkan oleh vektor nyamuk yang telah membawa virus dengue dari orang yang sudah terinfeksi. Umumnya pada bayi atau anak yang baru pertama kali terkena infeksi primer virus dengue tidak langsung menjadi DBD. Bisa jadi terinfeksi tapi tidak bergejala khas, yang disebut "undifferentiated fever" (demam tidak terdiferensiasi) yang memiliki gejala atau sindroma infeksi virus. Ruam kemerahan pada kulit biasanya di wajah, leher, dada (khas infeksi virus) bersamaan demam, gejala pada saluran nafas dan cerna adalah gejala yang umum ditemui. Demam Dengue (DD), kondisi ini umum ditemui pada anak yang lebih besar. Gejalanya seperti demam yang mendadak tinggi, dengan sakit kepala berat, nyeri perut, nyeri persendian, nafsu makan menurun, mual muntah, susah BAB, diare, ruam kemerahan. Pada pemeriksaan laboratorium bisa ditemui trombosit yang rendah, dan leukosit yang rendah. Sangat jarang ditemui pendarahan, karena itu disebut demam dengue. Demam dengue umumnya adalah kondisi yang ringan dan tidak membahayakan. Demam Berdarah Dengue (DBD) memiliki gejala yang sama seperti demam dengue, dibedakan dengan adanya tanda-tanda pendarahan. Paling mudah diketahui dengan tes torniquet, bisa diuji pada beberapa hari awal demam. Pada kulit bisa temui petekie (bintik-bintik kemerahan), gejala lain seperti mimisan, gusi berdarah. Pada kasus yang berat, bisa terjadi pendarahan pada saluran cerna. Apa yang harus diwaspadai? DBD adalah penyakit yang harus diketahui perjalanan penyakitnya. Umumnya diawali dengan fase demam tinggi (39-40°C) selama 1-3 hari, lalu demam mulai turun. Tapi disinilah terjadi fase selanjutnya yaitu fase kebocoran plasma, inilah Fase Kritis (hari ke 3 - 6 sejak awal demam). Fase ini yang harus ditangani dengan tepat karena bisa mengarah kepada kondisi syok. Tanda dan gejala yang mengawali fase kritis/pre syok ini adalah muntah berulang, nyeri perut, tampak lemas/lelah, dan volume urin yang sedikit. Secara laboratorium, mulainya fase kritis ini ditandai dengan meningkatnya hematokrit dan menurunnya trombosit. Bisa ditemui juga peningkatan SGOT dan SGPT. Apa yang perlu dilakukan? DBD adalah penyakit yang harus dimonitor dan dipantau perjalanan penyakitnya. Demam hari 1-2 bisa jadi fase yang masih agak "longgar". Tapi jika sudah masuk hari ke 3 – 6 demam, harus dipantau ketat. Pemeriksaan laboratorium untuk mengecek hematokrit dan trombosit tidak bisa hanya dilakukan sehari sekali, tapi harus dilakukan minimal per 12 jam/sehari 2 kali. Karena pada "onset" awal fase kritis, nilai trombosit bisa turun drastis dengan tiba-tiba. Perawatan di Rumah Sakit adalah yang umumnya diperlukan untuk penanganan yang tepat. Fase kebocoran plasma bisa diatasi dengan penanganan yang baik, salah satunya pemberian cairan intravena. Setelah melewati 6 hari, umumnya kondisi pasien akan mulai pulih dan membaik. Fase penyakit demam berdarah dengue Pesannya disini adalah, tempatkanlah kecurigaan terhadap penyakit dengan benar. Pada demam tinggi di beberapa hari awal, curigalah kepada DBD sebelum curiga demam tifoid. Tapi, jika disertai batuk pilek, penyakit saluran nafas yang lebih tepat dicurigai. Sebagai tambahan, kemungkinan diagnosis banding lainnya adalah infeksi arbovirus (chikungunya), campak, rubella, virus lain, seperti enterovirus, influenza, hepatitis A, Pesan lainnya, ingat betul kapan anak mulai demam. Sebagian orang tua tidak mengasuh anaknya sendiri, melainkan diserahkan ke pengasuh, kakek atau nenek si anak. Maka ketika ditanya awal demam, jawabannya tidak tepat, tidak yakin. Ini akan mempengaruhi penilaian dokter, sudah sampai di fase mana demam tersebut. Mendapatkan data riwayat penyakit yang tepat, pada DBD khususnya hari awal terjadi demam, bisa membantu dokter memberikan penanganan yang terbaik. Sekian artikel kali ini mengenai "Demam, Demam Berdarah Dengue atau Bukan?" Semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi sobat sekalian, jangan lupa di Like & Share, dan kunjungi terus ROLIYAN.COM untuk mendapatkan berbagai macam topik dan informasi menarik lainnya !!!
http://www.roliyan.com/2020/01/demam-berdarah-dengue-atau-bukan.html
0 notes
saatmetime · 7 years
Text
DIREKTUR GIZI KEMENKES: CAMPAK ERAT KAITANNYA DENGAN KURANG GIZI DIPUBLIKASIKAN PADA : KAMIS, 18 JANUARI 2018 00:00:00 Jakarta, 18 Januari 2018 Kementerian Kesehatan terus melakukan pemantauan status gizi (PSG) secara terus menerus pada tahun 2015, 2016, sampai dengan 2017. Pada akhir tahun 2017, Kemenkes melihat bahwa data status gizi di Provinsi Papua secara umum cukup baik, namun secara khusus, data Kabupaten Asmat menunjukkan kenaikan cukup besar untuk persentase under nutition atau kekurangan gizi. Hal ini memperlihatkan hubungan kausal yang jelas antara inadekuat dietary intakes (kurang asupan makanan yang menyebabkan kekurangan gizi) dengan keberadaan penyakit infeksi di wilayah tersebut. Demikian pernyataan Direktur Gizi Masyarakat Kemenkes RI, Ir. Doddy Izwardy, MA, kepada sejumlah media di Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kantor Kemenkes, Jakarta Selatan, Rabu siang (17/1). ''Penyakit infeksi yang paling sering terjadi di sini adalah Diare, namun di Papua saat ini yang terjadi bersama ada Campak di sana. Jadi ada hubungan timbal balik, ada campak, ada gizi buruk. Mana yang lebih dulu'', tutur Doddy. Asupan makanan dan penyakit infeksi merupakan faktor penyebab langsung dari status gizi, dimana keduanya merupakan faktor yang saling mempengaruhi. Balita yang akan terkena penyakit infeksi biasanya mengalami perubahan pola makan, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara asupan makanan dan kebutuhan gizi. Jika hal ini terjadi dalam waktu yang cukup lama maka terjadilah kekurangan gizi. ''Adanya penyakit Campak, si anak sakit sehingga tidak bisa makan (nafsu makan menurun). Campak memperberat anak-anak yang inadekuat dietary intakes (kurus) tadi menjadi lebih buruk gizinya. Diare pun bisa cepat diatasi sebenarnya, tinggal kasih larutan gula garam, tetapi karena ada penyakit infeksi, menjadi lebih berat mengatasinya'', tambahnya. Campak atau yang dikenal dengan nama Measles merupakan salah satu penyakit menular melalui udara yang disebabkan oleh virus golongan paramyxovirus. Penyakit ini dapat menyerang sistem pernapasan dan sistem kekebalan sehingga anak menjadi rentan terhadap berbagai infeksi lainnya, seperti Pneumonia dan Diare. Campak sebenarnya bisa dicegah dengan imunisasi. Campak bukan penyakit berbahaya jika segera ditangani dengan tepat. Namun jika perawatan yang diberikan kurang baik dan kondisi tubuh penderita lemah (kurang gizi), maka akan mudah terkena infeksi lain atau komplikasi yang bisa berakibat fatal. Komplikasi yang paling umum terjadi pada kasus campak yang fatal adalah diare kronis. Pemberian kekebalan terhadap penyakit Campak telah menjadi salah satu prioritas program imunisasi nasional. Trimester akhir tahun 2017 lalu, pemerintah bahkan telah meningkatkan kekebalan dengan meluncurkan vaksin MR, jenis imunisasi yang mampu melindungi tubuh dari dua penyakit, yaitu measles (campak) dan rubella (campak jerman). Lebih jauh, Doddy juga menerangkan bahwa selain kekurangan zat gizi makro, penelitian membuktikan bahwa campak memiliki hubungan yang erat dengan kekurangan zat gizi mikro, yaitu vitamin A. ''Vitamin A itu bermanfaat mencegah morbiditas pada anak Balita. Kalau anak diberi vitamin A dan dikonsumsi dengan baik, bisa disimpan di dalam organ hatinya selama 4-6 bulan. Itu alasannya mengapa pemerintah memiliki program Bulan Vitamin A dua kali dalam setahun (Februari dan Agustus)'', imbuhnya. Bersamaan dengan pelaksanaan imunisasi massal, seluruh Balita yang ada di wilayah terjadinya KLB Campak perlu diberikan pula vitamin A dengan dosis sesuai usia, yaitu: Bayi
0 notes
cendananews · 7 years
Text
Tingginya Kasus Campak di Papua, Karena Imunisasi Belum Optimal
JAKARTA – Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Oscar Primadi, mengatakan, program imunisasi rutin termasuk campak di Papua, dinilai belum optimal, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan kasus penyakit campak di Kabupaten Asmat Papua.
“Saya memang belum pegang data kuantitatif, yang pasti memang belum optimal soal imunisasi ini,” kata Oscar dalam konferensi pers di Kementerian…
View On WordPress
0 notes
ghinash · 7 years
Video
📖 Repost: @dewi.n.aisyah Jazakallahu Khairan ··· WABAH DIFTERI VS VAKSIN . “Being a parent is not about what you think best for yourself. It’s about doing what is best for your child” . Ini adlh adkt coret2 sy menanggapi kasus wabah difteri yg sdg marak di Indonesia. Sebuah konsekuensi, krna minimum cakupan imunisasi tdk terpenuhi. Saya coba paparkan data & penjelasan ilmiah dari sisi epidemiologi, smg dpt mnjawab kegalauan orang tua yg masih ragu untuk mengikuti program imunisasi. . Secara ringkas begini, ada dua jenis imunitas, yaitu memori imunitas/imunitas aktif dan imunitas bawaan/imunitas pasif. Contoh imunitas bawaan adlh ASI. Sbg gambaran agar mudah pemahamannya, analoginya ibarat Allah telah menganugerahkan kemampuan akal pd manusia (imunitas bawaan). Kita bs menguatkan kemampuan otak ini dgn suplemen DHA, EPA dan mkn makanan bergizi sebagaimana multivitamin, herbal, madu dsb. Suplemen ini akn meningkatkan daya ingat otak secara umum, namun tdk spesifik. Sehingga menguatnya daya ingat itu tdk akan menjadikan kemampuan otak kita mampu menjawab soal-soal dlm ujian fisika, kimia atau biologi. Utk menstimulasi otak menguasai pelajaran2 tsb, kita hrs merelakan diri kita ‘terpapar’ kisi2 soal yg akan keluar pd saat ujian. Jika kita latihan dgn soal2 di suatu bidang tertentu, maka saat menghadapi soal ujian betulan, kita sdh siap dan bisa mengerjakan dgn mudah. Dan yg harus diingat, memori ini spesifik, latihan soal ujian fisika misalnya, tdk akn menjadikan kita jd mampu mengerjakan soal biologi. Istilahnya kita hrs rela ‘terpapar’ bljr pd masing2 subyek pelajaran. Demikian juga vaksin, vaksin campak ya untuk melindungi campak, vaksin cacar ya utk cacar. Bkn berarti mrka yg sudah divaksin campak, tdk akan tertular cacar, krna mmg memori imunitas ini haruslah spesifik dlm mengenal virus tertentu. . Melalui tulisan ini, sy hanya ingin mengajak para orang tua utk lebih bijak mengambil keputusan utk anak2 kita. Pilah dan pilih keputusan setelah bertanya kpd yg ahlinya. Bkn krna ngikutin ibu A, bapak B... ⚠ BACA blog . Semoga setelah BACA, ayah-ibu bisa diskusi berkualitas(?) 📖 banyak ilmu bermanfaat 🔎 kita cari+pilih, tentukan KUALITAS 🔬#moveon #grantAPT
0 notes
harianpublik-blog · 7 years
Text
Mengapa Harus Ada Imunisasi Campak dan Rubella di Negeri ini?
Mengapa Harus Ada Imunisasi Campak dan Rubella di Negeri ini?
Harianpublik.com ~ Tulisan ini dibuat untuk menanggapi tulisan yang dimuat di kolom Wacana dalam rubrik Jurnalisme Warga tanggal 17 Agustus 2017.
Kampanye imunisasi MR yang berlangsung di seantero Pulau Jawa sejak 1 Agustus 2017 menuai banyak reaksi masyarakat. Sebagian mendukung penuh, karena paham manfaatnya untuk menekan angka kematian anak akibat penyakit campak, dan mengurangi jumlah bayi terlahir cacat (sindrom rubella kongenital) karena ibunya terinfeksi virus rubella saat hamil. Sebagian lainnya masih bertanya-tanya, apa tujuan kegiatan yang kesannya “mendadak” dan “dipaksakan” oleh pemerintah ini? Mengapa harus berupa program imunisasi massal yang melibatkan rentang kelompok umur cukup panjang, yaitu bayi berusia 9 bulan sampai siswa SMP berusia kurang dari 15 tahun? Ada apa di balik semua ini?
Mengenal penyakit campak dan rubella
Sebelumnya, kita harus paham dulu, apa campak dan rubella? Keduanya adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus. Penyebab campak adalah Morbilivirus, dan rubella disebabkan oleh golongan togavirus. Gejala-gejala penyakit campak dan rubella mirip sebagiannya, yaitu adanya demam disertai ruam. Bedanya adalah anak yang mengalami campak seringkali tampak terlihat lebih sakit, yaitu disertai mata merah, batuk, sesak, dan diare.
Sebagai penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus, penderita campak akan sembuh dengan sendirinya, seiring waktu dan kekebalan tubuh yang melawan virus. Tetapi campak mematikan karena komplikasinya, yaitu radang paru (pneumonia), diare dengan dehidrasi (kekurangan cairan) berat, dan ensefalitis (peradangan di jaringan otak dengan konsekuensi kecacatan seumur hidup, jika penderitanya tidak meninggal). Campak juga dapat menyebabkan kebutaan dan infeksi telinga tengah yang berisiko gangguan pendengaran.
Data WHO menyebutkan di tahun 2015, terdapat 134.200 kematian di seluruh dunia (setara dengan 367 kematian/hari, atau 15 kematian/jam). Angka ini memang jauh menurun seiring meluasnya cakupan imunisasi campak. Pada tahun 1980, campak diperkirakan menyebabkan 2,6 juta kematian per tahun. Di Indonesia, imunisasi campak masuk ke dalam program yang diberikan rutin kepada seluruh bayi berusia 9 bulan sejak tahun 1982. Pada tahun 1980, tercatat 28.935 kasus campak di Indonesia, dan sempat meningkat menjadi 92.105 kasus di tahun 1990.
Profil kesehatan Indonesia tahun 2016 melaporkan 6.890 kasus campak sepanjang tahun 2016, dengan jumlah kematian 5 orang. Pusat data dan informasi Kementerian Kesehatan RI mencatat 8.185 kasus campak di Indonesia, dengan 831 kasus kejadian luar biasa (KLB) atau wabah. Angka kematian yang dilaporkan hanya 1. Apakah data ini menunjukkan kondisi penyakit campak di negara ini sudah sangat rendah dan tidak perlu dikhawatirkan? Apabila Anda berpikiran demikian, maka Anda salah! Pahami dulu beberapa hal berikut.
Pertama, tujuan akhir yang ingin dicapai adalah tidak adanya kasus campak sama sekali di Indonesia (eliminasi), bahkan di seluruh dunia! Rencana strategis (Renstra) 2012 – 2020 yang dibuat oleh WHO mencanangkan eliminasi campak dan rubella di setidaknya 5 area WHO, dan Menteri Kesehatan Nila F Moeloek sudah menargetkan Indonesia bebas campak di tahun 2020, sejak tahun 2015 lalu. Apa artinya? Kampanye imunisasi MR ini bukanlah program dadakan, dan sudah direncanakan mengikuti komitmen bersama 194 negara WHO sesuai Renstra yang ada, yaitu menekan angka kematian akibat campak sampai 95 persen, mengurangi insidens campak kurang dari 5 kasus per satu juta penduduk, dan mencapai cakupan imunisasi campak (atau MR) sampai 90 persen di tingkat nasional. Target ini seharusnya sudah dicapai di tahun 2015, dan angka cakupan imunisasi campak/MR meningkat menjadi 95 persen di tahun 2020. Maka diharapkan Indonesia bebas campak di tahun 2020, selain mampu mengendalikan rubella dan sindrom rubella kongenital. Inilah tujuan dari kampanye imunisasi MR yang mengundang pertanyaan banyak orang.
Perencanaan memasukkan vaksin rubella ke dalam program imunisasi nasional sendiri bukanlah hal baru. WHO position paper on rubella vaccines di tahun 2011 merekomendasikan bahwa semua negara yang belum mengintroduksikan (memasukkan) vaksin rubella dan telah menggunakan 2 dosis vaksin campak dalam program imunisasi rutin seharusnya memasukkan vaksin rubella dalam program imunisasi rutin. Pada tahun 2012, kemitraan global dalam pertemuan kesehatan dunia (World Health Assembly) membentuk The Measles and Rubella Initiative, yang menjadi cikal bakal pemberian vaksin kombinasi MR di banyak negara di dunia, termasuk Indonesia saat ini. Negara-negara Asia Tenggara lain bahkan sudah mendahului, seperti Kamboja di tahun 2013, Vietnam di tahun 2014, dan Myanmar di tahun 2015. Fakta ini makin memperjelas bahwa program kampanye imunisasi MR bukanlah program dadakan, suatu kewajaran mengikuti apa yang sudah dilakukan di negara-negara lainnya.
Kedua, sebagian orang berkata: “campak bukanlah penyakit berat, bukankah semua anak akan mengalami campak?” Atau “anak saya tetap kena campak, meskipun sudah diimunisasi. Apa manfaatnya vaksin campak?” Di Indonesia, ketika seorang anak mengalami demam yang disertai gejala ruam merah di kulit, maka orangtua menyebutnya sebagai campak, atau “tampak/tampek”. Padahal belum tentu penyakitnya adalah campak, tetapi bisa jadi rubella, atau yang tersering adalah roseola. Penyakit yang disebut terakhir ini dialami oleh sekitar 90% seluruh anak sebelum usianya mencapai 5 tahun (tersering pada usia 6 – 24 bulan).
Roseola yang kadang disebut “tampak” ini adalah penyakit ringan, dan tidak menimbulkan komplikasi, apalagi kematian. Sangat berbeda dengan campak. Orangtua diharapkan mengetahui perbedaannya agar tidak salah kaprah, dan paham bahayanya penyakit campak dan pentingnya imunisasi campak/MR. Maka bisa jadi, ketika orangtua berpikir anaknya tetap sakit campak meskipun sudah diimunisasi, sesungguhnya anak tersebut mengalami roseola atau rubella. Bukan campak.
Di negara-negara maju seperti Amerika, Eropa, dan Australia, penyakit campak sangat ditakuti, dan orang yang mengalaminya harus diisolasi di dalam rumah sampai berhari-hari, dan tidak boleh melakukan aktivitas di luar, atau pergi bekerja/bersekolah, sampai dinyatakan dokter boleh kembali beraktivitas di luar. Masyarakat di negara-negara ini sangat paham bahayanya campak. Lihat saja cakupan imunisasinya yang tinggi, seperti di Amerika Serikat (AS) sebesar 91,9 persen (dalam bentuk imunisasi MMR) dan dinyatakan telah mengeliminasi campak sejak tahun 1997, dan negara-negara lain seperti Australia (eliminasi sejak tahun 2005), Kanada (sejak 1998), Inggris dan Wales (tahun 1995 – 2001), dan Korea (tahun 2001 – 2006). Kunjungan antara negara memudahkan virus campak berpindah dari satu orang ke orang lainnya, sehingga negara-negara yang dinyatakan bebas campak ini bisa sewaktu-waktu “mengimpor” virus campak dari warga negara lain. Pada tahun 2014 misalnya, terdapat 667 kasus dari 27 negara bagian di AS, dengan 23 wabah, dan sebanyak 42 persen kasusnya dilaporkan “diimpor” dari negara-negara seperti Filipina, India, Indonesia, dan Cina.
Ketiga, bagaimana dengan data kasus campak di Indonesia yang turun terus, dari 10.712 kasus di tahun 2013, lalu sempat naik menjadi 12.493 kasus di tahun 2014, dan turun ke angka 8.185 kasus pada tahun 2015? Kematian yang dilaporkan pun hanya satu. Tidakkah merasa puas dengan “prestasi” yang ada? Tentu saja tidak! Penjelasan sebelumnya mengenai target Indonesia bebas campak tahun 2020 sudah sangat jelas. Bandingkan saja angka 8.185 di Indonesia tahun 2015 dengan angka 667 kasus di AS tahun 2014. Negara AS sudah merasa sangat banyak dengan jumlah tersebut! Lalu mengenai angka kematian yang hanya satu, saya merasa yakin jumlah ini masih underreported.
Tidak semua kasus kematian dilaporkan, dengan luasnya dan beragamnya geografis Indonesia, termasuk daerah-daerah pelosok, dan sistem pelaporan yang belum memadai di semua tempat. Bisa saja kenyataan yang terjadi merupakan fenomena gunung es, yaitu masih banyak kasus yang tidak atau belum terlaporkan. Di dalam petunjuk teknis kampanye imunisasi MR sendiri, Kementerian Kesehatan mengakui jumlah kasus diperkirakan masih rendah dibandingkan angka sebenarnya di lapangan, mengingat masih banyaknya kasus tidak terlaporkan, terutama dari pelayanan swasta, serta kelengkapan laporan surveilans yang masih rendah.
Keempat, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan cakupan imunisasi campak masih rendah, yaitu 82,1 persen, meskipun laporan dari data rutin imunisasi campak menunjukkan angka 97,8 persen di tahun yang sama, dan turun menjadi 92,3 persen di tahun 2015. Maka untuk mencapai target cakupan lebih dari 95 persen di tahun 2020, tantangannya menjadi sangat besar, dan kampanye imunisasi MR yang diawali tahun ini menjadi cermin bagaimana Pulau Jawa mampu menghadapinya.
Pernahkah Anda melihat anak yang dirawat di RS karena sakit campak, dengan komplikasi pneumonia, diare atau ensefalitis? Saya seorang dokter anak, dan saya melihat sendiri penderitaan anak-anak yang dirawat karena napasnya sesak, lemas akibat kekurangan cairan saat diarenya, bahkan sampai kejang berulang karena ensefalitis, dan berakhir pada kematian, atau cacat seumur hidup, setelah sebelumnya mengalami tumbuh-kembang normal! Penderitaan akibat penyakit campak dan rubella tidak semata pada fisik si anak saja, tetapi anggota keluarga lain yang terpaksa harus menemaninya menjalani sakitnya.
Ketika seorang anak dirawat, otomatis orangtuanya harus menemaninya. Sang ayah terpaksa tidak masuk kerja, atau mencari nafkah lewat berdagang misalnya, selama hari-hari anak dirawat. Belum lagi pengeluaran biaya untuk makan sehari-hari, ongkos transportasi, dan risiko mengalami kelelahan fisik dan mental yang berujung pada melemahnya daya tahan tubuh. Di AS misalnya, pada 12 (saja) kasus campak yang dilaporkan tahun 2008 di negara bagian Kalifornia, biaya kesehatan yang harus ditanggung masyarakat dihitung sebanyak 125.000 USD.
Di negara bagian Arizona pada tahun yang sama, 14 kasus yang dilaporkan memakan biaya 800.000 USD! Di Indonesia, Badan Litbang Kesehatan Kemenkes pada tahun 2015 memperkirakan kerugian makro-ekonomi sebesar 1,09 triliun akibat sindrom rubella kongenital! Pengkajian biaya disability-adjusted life year (DALY), yaitu estimasi kerugian berupa kehilangan hari-hari potensial untuk bekerja dalam hitungan tahun akibat penyakit campak dan rubella, antara yang mendapatkan imunisasi MR dengan yang tidak mendapatkan imunisasi adalah sebesar Rp 26.598.238 per orang! Bagaimana dengan kerugian akibat sindrom rubella kongenital?
Dalam sepekan terakhir, saya bertemu dengan dua orang anak yang mengalami ketulian akibat sindrom rubella kongenital. Anak pertama berusia 2 tahun dan orangtuanya tergolong ekonomi tidak mampu. Alat bantu dengar (ABD) yang didapatkannya secara Cuma-Cuma dari sebuah yayasan ternyata tidak memberikan manfaat sama sekali bagi putrinya. Ternyata spesifikasi minimal ABD yang dibutuhkannya seharga sekitar 10 juta rupiah. Anak kedua berusia 10 tahun, dan berasal dari orangtua berkemampuan ekonomi tinggi. Saat usianya 1 tahun, ia menjalani operasi implan koklea di Singapura, dengan biaya sekitar 500 juta rupiah per telinga! Itu sekitar 9 tahun lalu.
Saat ini ia masih menggunakan ABD dengan kapasitas 10 kali lebih baik dari ABD yang diperkirakan mampu membantu secara minimal pendengaran anak pertama. Harganya pun setara dengan spesifikasi alatnya, yaitu sekitar 10 kali lipat lebih mahal. Silakan hitung sendiri berapa besar biaya yang dibutuhkan untuk membantu indera pendengaran, penglihatan (anak dengan sindrom rubella kongenital mengalami katarak sejak lahir yang harus dioperasi), dan jantungnya (celah/katup jantung yang masih terbuka). Biayanya mencapai hitungan huruf M.
Berapa biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam kampanye imunisasi MR kali ini? Media Jawapos mengutip pernyataan Direktur Surveilans, Imunisasi, Karantina, dan Kesehatan Matra Kemenkes menyebutkan 740 miliar, dengan rincian sumber APBN sebesar 399 miliar, dan sisanya dana hibah dari Global Alliance for Vaccines and Immunization (GAVI). Media Harian Nasional menuliskan angka 1,84 triliun, tetapi ini mencakup vaksin-vaksin selain MR, seperti pneumokokus, HPV, dan JE, yang harganya tentu berbeda dengan vaksin MR.
Ada masyarakat yang mempertanyakan dana sebesar ini, bahkan menghubungkannya dengan “tidak ada makan siang gratis” lewat dana hibah, dan “praktik bisnis di dunia farmasi dan kedokteran”. Dua hal yang disebutkan terakhir ini mengundang tawa saya. Apakah dana tersebut besar? Ya, tapi masih sangat wajar, dengan banyaknya cakupan yang ditarget, dan manfaatnya secara ekonomis. Lihat kembali hitung-hitungan kerugian secara ekonomi (belum secara fisik dan mental) akibat penyakit campak dan rubella, bagi seluruh individu yang mengalaminya.
Lalu ide yang menghubungkan antara pemberian vaksin gratis 100 persen dari pemerintah dengan “praktik bisnis” sangatlah konyol. Bedakan antara program imunisasi gratis dari pemerintah yang sudah berlangsung sejak tahun 1977, dengan imunisasi-imunisasi menggunakan vaksin berbayar di layanan kesehatan swasta. Pada program imunisasi MR, semua adalah tanggungan dan kewajiban pemerintah, dan semua tenaga kesehatan lapangan yang terlibat dalam program ini adalah pegawai Puskesmas yang mendapat penghasilan secara rutin layaknya gaji bulanan. Vaksin program pemerintah tidak ada unsur bisnisnya!
Isu halal dalam vaksin MR
Isu halal-haram akan selalu muncul di keseharian selama vaksin-vaksin yang beredar tidak mengantongi sertifikasi halal MUI. Pembahasan masalah ini cukup panjang, tapi jika disederhanakan ada dua hal yang saya simpulkan. Pertama, sertifikat halal untuk vaksin sulit untuk dikeluarkan di Indonesia karena perbedaan pandangan dalam ilmu fikih, untuk kajian istihalah (perubahan suatu zat menjadi zat lainnya), istihlak (suatu zat yang terlarut dalam pelarut dengan jumlah besar sehingga menyucikan zat tersebut), dan darurat (apabila tidak ada pilihan lain, maka sesuatu yang haram menjadi boleh digunakan).
Vaksin adalah produk biologis yang melalui proses pembuatan sangat kompleks, dan melibatkan berbagai zat kimiawi untuk menjadikan produk akhir yang efektif dan aman. Apabila dalam prosesnya sempat bersinggungan dengan bahan-bahan kimiawi yang dikategorikan haram atau najis, maka LP POM MUI sulit untuk mengeluarkan sertifikat halalnya. Padahal di negara-negara lain, termasuk negara-negara Timur Tengah, alasan ini tidak menjadi masalah, karena kaidah fikih yang dipegang ulama-ulama setempat berbeda dengan ulama-ulama di MUI. Mereka masih mengakui kaidah istihalah dan istihlak untuk vaksin.
Kedua, ketiadaan sertifikat halal, tidak lantas menjadikan vaksin haram! Kaidah fikih ini yang tidak dipahami sebagian masyarakat Indonesia, sehingga dikhawatirkan menghukumi sesuatu haram, semata-mata karena ketiadaan sertifikat halal, padahal zat tersebut sebenarnya halal! Apabila membaca baik-baik secara runut fatwa MUI nomor 4 tahun 2016 tentang imunisasi, maka MUI menekankan bahwa imunisasi hukumnya wajib dalam hal seseorang yang tidak diimunisasi akan menyebabkan kematian, penyakit berat, atau kecacatan permanen yang mengancam jiwa. Dalam hal ini, vaksin campak dan rubella sudah sangat jelas memenuhi kriteria terakhir.
Terakhir, masyarakat “merasa” dipaksa harus mengikuti imunisasi ini. Ada masyarakat yang mengatakan bahan dasar vaksin tak terbuka, dan masyarakat sulit mengetahui bahan awal sampai jadinya vaksin tersebut. Belum lagi “bukti “ adanya efek samping atau kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) berat akibat vaksin, dan pernyataan “anak-anak bukan kelinci percobaan, jangan sampai sekadar kepentingan korporasi atau segelintir pihak, malah menjatuhkan kepercayaan program kesehatan”. Kali ini, semua pernyataan tersebut membuat saya geleng-geleng kepala.
Dokumen pembuatan vaksin dan kandungan vaksin sangat mudah diakses dan diunduh di internet. Beberapa buku berbahasa Indonesia juga sudah beredar sejak tahun 2014 lalu, menerangkan cara pembuatan vaksin dan apa saja kandungan vaksin. Informasinya sangat terbuka dan transparan, asalkan tahu cara mencarinya! Beberapa laporan KIPI vaksin yang dikatakan menyebabkan kelumpuhan, atau bahkan kematian pun, sudah diinvestigasi oleh tim berwenang dan hasilnya menyatakan tidak ada hubungan antara vaksin dengan gejala-gejala yang diduga KIPI tersebut! Vaksin bukanlah penyebab semua keluhan tersebut. Tidak mau percaya dengan hasil penyelidikan tersebut? Itu hak siapapun. Saya tahu orang-orang yang terlibat dalam tim PP KIPI, dan saya percaya mereka.
Anak-anak pun bukanlah kelinci percobaan, dan tak berhubungan sama sekali dengan kepentingan korporasi, atau teori konspirasi yang menjadi andalan sebagian orang. Seluruh vaksin yang beredar di Indonesia, dan dunia, telah melalui tiga tahap uji klinis yang sangat ketat, dan memakan waktu 10-15 tahun. Tidak sedikit kandidat vaksin yang gagal dipasarkan, karena tidak lolos uji klinis, meskipun sudah memakan biaya sangat besar untuk penelitiannya. Maka vaksin yang beredar dipastikan aman dan efektif. Pemantauan KIPI juga terus-menerus dilakukan sebagai uji klinis fase keempat.
Ingat, imunisasi adalah hak setiap anak yang dilindungi undang-undang. Segala upaya yang dapat menurunkan cakupan imunisasi di masyarakat, berisiko tinggi meningkatkan angka kesakitan dan kematian. Sadarkah orang-orang yang menyebarkan informasi tak benar yang tidak didukung fakta ilmiah akurat, bahwa Indonesia sudah dinyatakan bebas polio tahun 2014 lalu? Keberhasilan yang dicapai oleh keberhasilan program imunisasi dan tingginya cakupan imunisasi polio di Indonesia sejak beberapa dekade terakhir.
Tidak mustahil penyakit yang sudah hampir punah dari muka bumi, kembali meningkat jumlahnya karena masyarakat yang awalnya banyak mendukung imunisasi, malah berpikir sebaliknya. Saya adalah saksi bagi orangtua yang seumur hidup harus mengurus buah hatinya yang cacat akibat sindrom rubella kongenital. Dan bagi saya, satu anak saja yang meninggal karena campak sudah terlalu banyak!
*) Penulis adalah dokter spesialis anak dan penulus buku ‘Pro Kontra Imunisasi’, tinggal di Jakarta
Sumber Berita : republika.co.id
Sumber : Source link
0 notes
fyiblog · 7 years
Photo
Tumblr media
Data Monograpi desa Cibenda http://ift.tt/2uf2se6
Profil desa Cibenda kecamatan Ciemas kabupaten Sukabumi tahun 2014
DATA MONOGRAPI DESA CIBENDA DESA : CIBENDA KECAMATAN : CIEMAS KABUPATEN : SUKABUMI PROVINSI : JAWA BARAT PERIODE : TAHUN 2014 A.BIDANG PEMERINTAHAN I.UMUM 1. Luas dan Batas Wilayah a.Luas Wilayah Desa Cibenda : 1.495,5 Ha b.batas Wilayah 1.Sebelah Utara : Berbatasan Dengan Desa Caringin Nunggal 2.Sebelah Selatan : Berbatasan Dengan Desa Mekarsari 3.Sebelah Barat : Berbatasan Dengan Desa Mandrajaya & Sidamulya 4.Sebelah Timur : Berbatasan Dengan Desa Pasirpanjang 2. TOPOGRAPI a. Ketinggian Tanah Dari Permukaan Air Laut : .......M b. Banyaknya Curah Hujan : .......Mm/Tahun c. Topograpi ( Daratan Rendah,Tinggi Pantai ) : Dataran Rendah Dan Berbukit d. Suhu Udara Rata-Rata : 28’ Celcius 3. ORBITASI ( JARAK DARI PUSAT PEMERINTAHAN DESA ) a. Jarak Dari Kota Kecamatan : 12 Km b. Jarak Dari Ibu Kota Kabupaten : 61 Km c. Jarak Dari Ibu Kota Provinsi : 220 Km d. Jarak Dari Ibu Kota Negara : 200 Km II. PERTANAHAN 1.STATUS a. Sertifikat Hak Milik : 400 Ha b. Sertifikat Hak Guna Usaha : 75 Ha c. Sertifikat Hak Guna Bangunan : 50 Ha d. Sertifikat Hak Pakai : 50 Ha e. Tanah Kas Desa 1.Tanah Bengkok : 1 Ha 2.Tanah Titisara : 8 Ha 3.Tanah Pangonan : - Ha 4.Tanah Desa Lainnya : - Ha f.Tanah Bersertifikat : 200 Ha g.Tanah Bersertifikat Melalui Prona : 50 Ha h.Tanah Yang Belum Bersertifikat : 1500 Ha 2.PERUNTUKAN a. Jalan Kabupaten Dan Jalan Desa : 55,5 Km b. Sawah Dan Ladang : 1200 Ha c. Bangunan Umum : - Ha d. Empang : 0,5 Ha e. Jalur Hijau : - Ha f. Perkebunan : 224 Ha g. Lain-Lain : - Ha 3.Peruntukan a.Industri : - Ha b.Pertokoan/Perdagangan : - Ha c.Perkantoran : - Ha d.Tanah Wakaf : 5 Ha e.Pasar Desa : 400 M2 f.Tanah Sawah 1. Irigasi Teknis : 310 Ha 2. Irigasi Setengah Teknis : 162 Ha 3. Irigasi Sederhana : 100 Ha 4. Irigasi Tadah Hujan : 100 Ha 5. Irigasi Pasang Surut : - Ha g.Tanah Kering 1. Pekarangan : 500 Ha 2. Perladangan : 300 Ha 3. Tegalan : 100 Ha 4. Perkebunan Rakyat : 200 Ha 5. Perkebunan Swasta : 90 Ha 6. Tempat Rekreasi : - Ha h. Tanah Yang Belum Dikelola 1. Hutan : - Ha 2. Rawa ` : - Ha 3. Lain-Lain : - Ha III.KEPENDUDUKAN 1.Jumlah Penduduk Menurut a. Jenis Kelamin 1. Laki-Laki : 3.016 Orang 2. Perempuan : 2.789 Orang Jumlah : 5.805 0rang b.Jumlah Kepala Keluarga : 2.322 KK C. Kewarganegaraan 1. WNI Laki-Laki : 3.016 Orang 2. WNI Perempuan : 2.789 Orang Jumlah : 5.805 Orang 1.WNA Laki-Laki : - Orang 2.WNA Perempuan : - Orang Jumlah : - Orang 2. Jumlah Penduduk Menurut Agama/Penghayatan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa a. Islam : 5.799 Orang b. Kristen : - Orang c. Katholik : 6 Orang d. Hindu : - Orang e.Budha : - Orang f. Penganut Kepercayaan Terhadap Tuhan YMH Esa : - Orang 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur - 0 Tahun – 4 Tahun : 123 Orang - 5 Tahun – 9 Tahun : 523 Orang - 10 Tahun – 14 Tahun : 341 Orang - 15 Tahun – 19 Tahun : 247 Orang - 20 Tahun – 24 Tahun : 329 Orang - 25 Tahun – 29 Tahun : 284 Orang - 30 Tahun – 34 Tahun : 326 Orang - 35 Tahun – 39 Tahun : 426 Orang - 40 Tahun – 45 Tahun : 393 Orang - 46 Tahun – 49 Tahun : 451 Orang - 50 Tahun – 54 Tahun : 384 Orang - 55 Tahun – 59 Tahun : 469 Orang - 60 Tahun Ke Atas : 352 Orang 4.Jumlah Penduduk Lulusan Pendidikan Umum - PAUD : - Orang - Taman Kanak-Kanak : - Orang - Sekolah Dasar ( SD ) : 890 Orang - MI : - Orang - SMP : 241 Orang - MTS : 74 Orang - SMA : 208 Orang - SMK : 24 Orang - MA : 13 Orang - DI-DIII : 31 Orang - SI- S3 : 25 Orang 5. Jumlah Penduduk Lulusan Pendidikan Khusus - Pondok Pesantren : 184 Orang - Madrasah : 42 Orang - Pendidikan Keagamaan : 55 Orang - Sekolah Luar Biasa : - Orang - Kursus/Ketrampilan : 30 Orang 6. Jumlah Kepala Keluarga Berdasarkan Pendidikan Yang Ditamatkan - Tamat SD : 890 KK - Tamat SMP : 315 KK - Tamat SMA : 245 KK - Tamat Perguruan Tinggi : 56 KK 7. Jumlah Keluarga Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan - Pra Sejahtera : 170 KK - Keluarga Sejahtera I : 388 KK - Keluarga Sejahtera II : 925 KK - Keluarga Sejahtera III : 23 KK - Keluarga Sejahtera III Plus : - KK 8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian - PNS : 36 Orang - TNI/POLRI : - Orang - Karyawan Swasta : 126 Orang - Wiraswasta : 960 Orang - Petani : 1.144Orang - Pertukangan : 112 Orang - Buruh Tani : 917 Orang - Pensiunan : 5 Orang - Nelayan : - Orang - Pemulung : - Orang - Jasa : 300 Orang - Transportasi Dan Pergudangan : 133 Orang 9. Jumlah Penduduk Menurut Mobilisasi/Mutasi - Lahir - Laki-Laki : 19 Orang - Perempuan : 20 Orang - Mati - Laki-Laki : 19 Orang - Perempuan : 15 Orang - Datang - Laki-Laki : 7 Orang - Perempuan : 13 Orang - Pindah - Laki-Laki : 4 Orang - Perempuan : 6 Orang 10. Pembina Rt/Rw - Jumlah Rt : 36 Orang - Jumlah Rw/Kadus : 6 Orang 11. Keamanan Desa - Anggota Hansip - Laki-Laki : 36 Orang - Perempuan : - Orang 12. Ketentraman Dan Ketertiban - Jumlah Kejadian Kriminal : 5 Kali - Jumlah Bencana Alam : 2 Kali - Jumlah Operasi Penertiban : - Kali - Jumlah Penyuluhan : 5 Kali - Jumlah Pos Kamling : 32 Buah - Jumlah Balakar : - Kali - Jumlah Kenakalan Remaja : 2 Kali - Jumlah Peronda Kampung : 1.008 Orang - Jumlah Satpam : - Orang - Jumlah Posko Bencana Alam : - Buah - Jumlah Posko Hutan Lindung : - Buah IV. PENDIDIKAN PAUD : 5 Unit Jumlah Ruang Kelas : - Lokal Kondisi Ruang Kelas -Baik : - Lokal -Rusak Ringan : - Lokal -Rusak Sedang : - Lokal -Rusak Berat : - Lokal TK : 1 Unit Jumlah Ruang Kelas : 3 Lokal Kondisi Ruang Kelas : -Baik : 3 Lokal -Rusak Ringan : - Lokal -Rusak Sedang : - Lokal -Rusak Berat : - Lokal SD : 4 UNIT Jumlah Ruang Kelas : 24 Lokal Kondisi Ruang Kelas : -Baik : 10 Lokal -Rusak Ringan : 8 Lokal - Rusak Sedang : 6 Lokal -Rusak Berat : - Lokal SMP : 1 Unit Jumlah Ruang Kelas : 6 Lokal Kondisi Ruang Kelas : -Baik : 4 Lokal -Rusak Ringan : 2 Lokal - Rusak Sedang : - Lokal -Rusak Berat : - Lokal MTS : 1 Unit Jumlah Ruang Kelas : 4 Lokal Kondisi Ruang Kelas : -Baik : - Lokal -Rusak Ringan : - Lokal -Rusak Sedang : 4 Lokal -Rusak Berat : - Lokal SMA : - Lokal Jumlah Ruang Kelas : - Lokal Kondisi Ruang Kelas : -Baik : - Lokal -Rusak Ringan : - Lokal -Rusak Sedang : - Lokal -Rusak Berat : - Lokal SMK : - Unit Jumlah Ruang Kelas : - Lokal Kondisi Ruang Kelas ; -Baik : - Lokal -Rusak Ringan ; - Lokal -Rusak Sedang : - Lokal -Rusak Berat : - Lokal MA : - Unit Jumlah Ruang Kelas : - Lokal Kondisi Ruang Kelas : -Baik : - Lokal -Rusak Ringan : - Lokal -Rusak Sedang : - Lokal -Rusak Berat : - Lokal Jumlah Murid Berdasarkan Jenjang Pendidikan -TK/PAUD : 84 Orang -SD : 562 Orang -SMP : 180 Orang -MTS : - Orang - SMA : - Orang - SMK : - Orang -MA : - Orang Jumlah Guru PNS Berdasrkan Tingkat Pendidikan -TK : 1 Orang - SD : 15 Orang -SMP : 5 Orang -MTS : - Orang -SMA : - Orang -SMK : - Orang -MA : - Orang Jumlah Guru Non PNS Berdasarkan Tingkat Pendidikan -TK : 14 Orang -SD : 18 Orang -SMP : 12 Orang -MTS : - Orang -SMA : - Orang -SMK : - Orang - MA : - Orang V. KESEHATAN Prasarana Kesehatan -Rumah Sakit : - Unit -Puskesmas : - Unit -Puskesmas Pembantu : 1 Unit -Poskesdes : 2 Unit -Posyandu : 5 Unit Jumlah Pelayanan Kesehatan -Rumah Sakit : - Orang -Puskesmas : - Orang -Puskesmas Pembantu : 3 Orang -Poskesdes : 2 Orang -Posyandu : 25 Orang Tenaga Kesehatan -Dokter Rumah Sakit : - Orang -Dokter Puskesmas : - Orang -Dokter Puskesmas Pembantu : - Orang -Dokter Praktek : - Orang -Bidan : 2 Orang -Perawat : 1 Orang Jumlah Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan : 475 Orang Jumlah Peserta KB : 210 Orang Jumlah Bukan Peserta KB : 350 Orang Jumlah Akseptor KB Baru : 42 Orang Situasi Gizi Balita -Jumlah Balita : 480 Orang -Jumlah Balita Gizi Buruk : - Orang -Kasus Kematian Bayi : 3 Orang -Jumlah Ibu Hamil : 40 Orang Jumlah Bayi Yang Di Imunisasi -BCG : 12 Orang -DPT I : 8 Orang -DPT II : 12 Orang -DPT III : 8 Orang -HB Injec : 10 Orang -Polio I : 12 Orang -Polio II : 8 Orang -Polio III : 12 Orang -Polio IV : 8 Orang -Campak : 10 Orang -TT I : 16 Orang -TT II : 14 Orang Cibenda, Januari 2014 Kepala Desa Cibenda ASEP RUKOJAT,S.IP http://ift.tt/2ueQCR3 Desaku
0 notes
drasticaliana-blog · 7 years
Photo
Tumblr media Tumblr media
Gratis! Imunisasi MR mencegah penyakit campak dan rubella.
Hai Bunda, sudahkah mendengar informasi tentang Program Imunisasi MR gratis oleh Pemerintah?
Bunda cerdas harus tahu seluk beluk program ini. Tidak asal ikut-ikutan tanpa tahu maksud dan tujuannya. Dalam artikel ini, saya mencoba menuliskan informasi yang dapat membantu Bunda mengenal dan memahami program ini. Sebelum lebih jauh, yuk kita bahas tentang Apa itu MR dan Mengapa perlu imunisasi MR terlebih dahulu.
MR adalah singkatan dari measless dan rubella. Measles atau dikenal dengan campak merupakan penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus campak golongan Paramyxovirus. Penyakit ini sangat mudah menular. Media penularannya melalui percikan air ludah dari penderita campak. Gejala yang muncul antara lain, demam tinggi disertai batuk pilek, mata merah, serta gejala khasnya berupa bercak putih seperti sariawan di mulut bagian dalam (koplik spot) dan ruam kemerahan merata diseluruh tubuh.
Sedangkan, Rubella yang sering disebut sebagai campak jerman merupakan penyakit virus yang disebabkan oleh toga virus jenis rubivirus. Penyakit Rubella ditularkan melalui saluran pernapasan saat batuk atau bersin. Selain itu, Rubella juga dapat ditularkan oleh ibu hamil terhadap janinnya oleh karena virus rubella dapat melewati sawar plasenta/ari-ari. Hal ini dapat berakibat kematian janin atau bayi lahir dengan sindrom rubella bawaan (kongenital rubella sindrom).
Gejala rubella yaitu demam ringan, bercak kemerahan pada tubuh disertai pembesaran kelenjar getah bening di belakang telinga, leher belakang dan sub occipital. Pada wanita dewasa muda yang terserang virus ini dapat mengalami nyeri sendi (artritis/artralgia).
Tahukah Bunda, campak dan rubella masih menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia. Pun juga di Indonesia. Oleh sebab itu, WHO menargetkan campak dan rubella dapat dieliminasi di 5 regional WHO pada tahun 2020. Nah untuk mendukung target WHO tersebut, Kementrian Kesehatan Indonesia mengadakan Program Imunisasi MR gratis. Melalui program Imunisasi MR gratis ini diharapkan masyarakat Indonesia memiliki tingkat kekebalan yang tinggi terhadap penyakit campak dan rubella.
Kasus campak masih marak terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Media Jawapos.com pada 27 Juli 2017 memberitakan bahwa dalam tujuh bulan terakhir terdapat 106 anak yang terserang campak dan di rawat inap di RSUD Sidoarjo. Dokter spesialis anak di rumah sakit tersebut mengatakan bahwa kasus campak tersebut rata-rata terjadi pada anak usia 9 bulan hingga 10 tahun. Dan kondisinya pun rata-rata sudah parah karena disertai komplikasi.
Penyakit measles atau campak sangat berpotensi menjadi wabah apabila tingkat kekebalan masyarakat rendah atau tidak terbentuk. Selain itu, campak bisa berbahaya apabila disertai dengan komplikasi pneumonia, diare, meningitis dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Pada tahun 2000, lebih dari 562.000 anak per tahun meninggal di seluruh dunia karena komplikasi penyakit campak.
Rubella juga merupakah salah satu masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan upaya pencegahan efektif di Indonesia. Data surveilans selama lima tahun terakhir menunjukan 70% kasus rubella terjadi pada kelompok usia <15 tahun. Hal yang dikhawatirkan adalah ketika infeksi rubella terjadi pada wanita hamil, terutama trimester pertama yang dapat berakibat keguguran/ kematian janin, atau sindrom rubella kongenital (Congenital Rubella Syndrome/CRS) pada bayi yang dilahirkan.
Apa yang dimaksud dengan CRS? DR. Dr. Setyo Handryastuti, Sp.A(K) dalam artikel di situs idai.or.id (2016) menjelaskan bahwa sindrom rubela kongenital (CRS) adalah suatu kumpulan gejala penyakit yang terdiri dari katarak (kekeruhan lensa mata), penyakit jantung bawaan, gangguan pendengaran, dan keterlambatan perkembangan, termasuk keterlambatan bicara dan disabilitas intelektual. Sindrom rubela kongenital disebabkan infeksi virus rubela pada janin selama masa kehamilan akibat ibu tidak mempunyai kekebalan terhadap virus rubela. Seorang anak dapat menunjukkan satu atau lebih gejala SRK dengan gejala tersering adalah gangguan pendengaran.
Berdasarkan studi tentang estimasi beban penyakit CRS di Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan terdapat 2767 kasus CRS.
Ngeri ya bun, ternyata masih banyak kasus campak dan rubella yang terjadi di sekitar kita. Data tersebut didapat dari kasus yang tercatat atau dilaporkan. Jumlah kejadian kasus campak maupun rubella yang sesungguhnya bisa jadi lebih dari itu, Karena mungkin saja ada kasus yang tidak tercatat atau dilaporkan.
Jadi, pemberian imunisasi campak dan rubella (MR) ini penting ya bun. Imunisasi MR dapat melindungi anak dari kecacatan dan kematian akibat pneumonia, diare, kerusakan otak, ketulian, kebutaan dan penyakit jantung bawaan. Tidak hanya bermanfaat bagi diri pribadi anak, imunisasi MR ini juga berpengaruh bagi masyarakat umum. Sebab apabila setiap anak mendapat kekebalan dari vaksin MR maka tingkat kekebalan masyarakat terhadap penyakit campak dan rubella pun akan meningkat.
Nah, seperti yang sudah saya singgung sebelumnya. Kementrian Kesehatan Indonesia  mengadakan Program Imunisasi MR gratis bagi masyarakat. Program Imunisasi MR gratis oleh Kemenkes ini akan diselenggarakan dalam 2 fase. Fase pertama adalah bulan Agustus-September 2017 di seluruh wilayah Pulau Jawa. Dan fase kedua pada bulan Agustus-September 2018 di seluruh Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.
Sasarannya adalah seluruh anak usia 9 bulan sampai dengan <15 tahun. Baik yang sudah maupun yang belum pernah mendapat imunisasi campak sebelumnya. Dan bagi yang belum maupun yang sudah pernah mengalami sakit campak atau penderita CRS.
Pelayanan imunisasi dilakukan di pos-pos pelayanan imunisasi yang telah ditentukan yaitu di sekolah-sekolah yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak (TK), SD/MI/sederajat dan SMP/MTs/sederajat, Posyandu, Polindes, Poskesdes, Puskesmas, Puskesmas pembantu, Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
Jadi, Bunda cerdas harus mempersiapkan anak-anaknya yang berumur 9 bulan sampai dengan <15 tahun untuk mendapatkan vaksin MR ini nih. Jangan sampai terlewat. Mumpung gratis, hehe. Agar bisa diberikan vaksin, anak harus dalam keadaan sehat. Imunisasi MR akan ditunda pemberiannya pada anak yang sedang mengalami demam, batuk-pilek, atau diare.
Penting juga Bunda ketahui, Vaksin Measles Rubella (MR) yang digunakan berisi virus hidup yang dilemahkan (live attenuated) berupa serbuk kering dengan pelarut. Vaksin ini diberikan dengan cara disuntikkan pada jaringan bawah kulit (subkutan) dengan dosis 0,5 ml. Setiap dosis vaksin MR mengandung: 1000 CCID50 virus campak dan 1000 CCID50 virus rubella.
Bunda tidak perlu khawatir, vaksin yang digunakan sudah mendapat rekomendasi WHO dan izin dari BPOM. MUI juga memfatwakan bahwa imunisasi itu mubah/boleh dilakukan. Jadi, aman ya bun.
Satu hal lagi yang perlu diperhatikan adalah efek samping setelah imunisasi. Apabila terjadi demam ringan, bengkak, atau nyeri di tempat suntikan setelah imunisasi, Bunda jangan panik ya. Reaksi tersebut adalah hal yang wajar terjadi. Biasanya reaksi tersebut akan menghilang dalam 2-3 hari setelahnya.
Semoga bermanfaat.
(drasticaliana)
Sumber: http://www.ichrc.org/67-campak http://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/sindrom-rubela-kongenital http://www.jawapos.com/read/2017/07/27/147051/belum-tujuh-bulan-ada-106-kasus-campak-di-rsud-ini https://jurnalpediatri.com/2016/03/06/tanda-dan-gejala-penyakit-campak-atau-rubeola/ http://www.searo.who.int/indonesia/topics/immunization/petunjuk_teknis_kampanye_dan_introduksi_mr.pdf?ua=1
0 notes