Tumgik
#Prasasti Batu Tulis
temporaktif · 2 years
Text
Kerajaan Kutai: Kebudayaan Dan Peninggalannya
Kerajaan pada daerah Kutai di hulu Sungai Mahakam, Kalimantan Timur merupakan kerajaan Hindu pertama di Nusantara. Sumber utama Kerajaan di daerah Kutai ini ialah 7 buah batu tulis yang disebut Yupa. Prasasti ditulis dengan huruf Pallawa, bahasa Sanskerta, diperkirakan pada tahun 400 M (abad ke-5 M). Kerajaan Kutai Isi prasasti dapat diketahui bahwa raja yang memerintah ialah Mulawarman, anak…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
hallobogorcom · 5 years
Photo
Tumblr media
#Repost @demangparfa • • • • • • Situs Arca Purwagalih Situs ini letaknya tidak jauh di selatan prasasti batu tulis, dan masih di Jalan Lawang Gintung, seberang istana Batu Tulis. Dulu masyarakat mengenal situs ini dengan nama Purwa Galih, namun sekarang menjadi Purwakalih. Di dalam situs ini terdapat tiga patung yang menurut penduduk adalah Patung Purwa Galih, Galap Nyawang, dan Kidang Penanjung. Ketiga karakter ini dapat ditemukan dalam Babad Pajajaran yang ditulis di Sumedang tahun 1816 pada masa Bupati Pangeran Kornel. Kalau dilihat urutan patung dari kiri kekanan, dapat dilihat bahwa arca pertama tidak utuh, bagian kakinya terputus dan kedua tangannya silang menyatu di dada. Kepalanya tidak ada seperti terputus / terpenggal. Arca kedua tangan menyatu di dada dan berkerudung. Arca ketiga tidak proporsional. Situs ini sendiri terdiri dari batu datar, menhir, dan arca bercorak megalitik sejumlah 7 buah. Kemungkinan ini merupakan situs prasejarah dikarenakan adanya menhir dan arca megalit tersebut. -Data kebudayaan dan pariwisata Kota Bogor 2013- #bogor #jawabarat #indonesia #sejarah #batutulis #purwakalih #prasejarah #culture #statue #ancientcarvings #ancient #ancientrelief https://www.instagram.com/p/B9I93xRl4xk/?igshid=5fxlw5b80vua
0 notes
Text
Produsen Souvenir Pernikahan Bekasi 0838·4061·2744[wa]
Tumblr media
Ini adalah tulisan tentang produsen souvenir pernikahan bekasi. Melimpah alasan kenapa manusia memerlukan tulisan ini, kayak sebagai penelitian, tugas sekolah / memberikan tambahan wawasan. Tulisan berikut ini dibikin supaya orang - manusia yang menginginkan pengetahuan semacam ini, dapat menemukan dg singkat dan simpel. Dijaman kemajuan sains, kau dapat menemukan wawasan berikut ini, sembarang waktu serta dimanasaja. Asalkan terhubung dg jaringan. Oleh karena itu anda bisa melancong situs berikut ini kapanpun kau mau. Kau juga dapat menyediakan opini pada tabel opini atau bisa mengkontak kita via nomor yang telah tersedia. Diduga bahwasanya bekasi adalah salah tunggal sentra kerajaan tarumanagara prasasti tugu, berbunyi:. Dahulu waktu yg bernama saat candrabhaga digali bagi maharaja yang mulia purnawarman, yg mengalir sampai terhadap laut, bahkan tempo ini mengalir disekeliling istana kerajaan. Kemudian, semasa 22 tahun dari tahta raja yg mulia serta bijaksana beserta semua panji-panjinya mencari waktu yang indah dan berair jernih, “gomati” namanya. Setelah sungai tersebut mengalir disekitar tanah kediaman yang mulia sang purnawarman. Pekerjaan ini dimulai pada hari yg oke, yakni pada tanggal 8 paro petang bulan phalguna dan diakhiri pada tanggal 13 paro jelas bulan caitra. Sehingga, selesai cuma 21 hari saja. Panjang hasil tambang waktu tersebut mencapai 6. 122 tumbak. Bagi itu, diadakan selamatan yang dipimpin oleh para brahmana serta raja mendharmakan 1000 ekor sapi…. Pembahasan pada prasasti ini menggambarkan perintah raja purnawarman bagi mencari tempo candrabhaga, yang dimaksudkan untuk mengairi sawah dan menghindar dari bencana banjir yg kerap melanda skoop kerajaan tarumanagara.
pusat souvenir murah bekasi
Demikianlah, waktu berlalu, kerajaan-demi kerajaan berevolusi, tumbuh, mengalami masa kejayaan, runtuh, timbul kerajaan anyar. Kedudukan bekasi senantiasa menempati posisi strategis serta tercatat pada sejarah masing-masing kerajaan terakhir tercatat pada sejarah, kerajaan yang menguasai bekasi merupakan kerajaan sumedanglarang, yg berkembang belahan sekitar kerajaan mataram. Bahkan bukti-bukti tentang keberadaan kerajaan berikut ini sampai sekarang masih ada, misalnya: ditemukannya makam wangsawidjaja dan ratu mayangsari mineral nisan, makam wijayakusumah dan sumur mandinya yg terdapat pada kampung ciketing, desa mustika jaya, bantargebang. Ditempatmana oke batu nisan maupun kondisi sumur dan bebatuan sekitarnya, menunjukkan bahwasanya usianya parallel dengan masa kerajaan sumedanglarang. Demikian pula penemuan rantai pada kobak rante, kampung sukamakmur, kecamatan sukakarya konon katanya, daerah kobak rante ialah tempat pinggir sungai yg cukup luas, sampai dapat dilayari kapal. Jalur berikut ini sering difungsikan patroli kapal tentang sumedanglarang. Seiring majunya zaman, keperluan akan informasi-informasi ke segi kebutuhan atau eksistensi kian gesit. Salah satunya ialah produk souvenir boneka bekasi. Kita faham bahwasanya produk-produk sekarang ini semakin lanjut serta bermacam. Oleh sebab itu, ulasan saat ini akan mengangkat perihal mengenai souvenir boneka bekasi alasan kenapa ulasan berikut ini dibutuhkan sebab ini ialah salahsatu elemen penting sebagai sebagian kalangan. Oleh karena itu informasi tentang macam-macam produk serta faedahnya didoakan bisa mengampu menopang lanjut insan yg tengah menggali pengetahuan / referensi baru terhubung hal tersebut. Bisa serta mengampu para mahasiswa atau siswa yang sedang mencari bahan guna riset, mandat pendidikan atau sekedar menggali entertainmen sebagai yang senang mengamati. Nah faedah yg lain serta supaya pemirsa pula gesit mempunyai referensi yang diburu. Karna di zaman tehnologi saat ini sangat praktis menemukan wawasan dari yg mana aja hingga ke pedalaman desa sekalipun, asalkan mampu terhubung dg jaringan internet dan memiliki alat guna mengakses internet. Dg demikian para pembaca bisa mengunjungi situs berikut ini kapan saja serta dimanasaja anda ingin. Pembaca serta dapat mengembangkan atau memberikan masukan lagi banyak jika mendapatkan pandangan, pendapat, atau opini kentir maupun pendapat beda mengenai tulisan yg kita tulis. Pembaca dapat membuat sampai atau mengetik pandangan, bantahan, ide-ide pendapat serta seragamnya di kolom yg telah disediakan. Mampu serta men-japri kita via nomor yang telah termaktub pada web ini, yg bisa kami cukup dan kami majukan dalam penulisan tulisan selanjutnya supaya lebih bermacam serta sesuai dg kesenangan pemirsa.
jual souvenir di bekasi
Suvenir ialah kosakata baku bahasa indonesia yang diserap dari kata souvenir pada bahasa inggris. Kata beda tentang souvenir merupakan cenderamata / sovenir. Oleh-oleh / cenderamata merupakan sebutan guna produk-produk yang membentang kenang-kenangan / pengingat terhadap suatu daerah / kejadian yg bersejarah / utama bagi seorang insan.
0 notes
mahfudz-moezaik · 5 years
Photo
Tumblr media
. kasih manakala di butiran pasir ku tulis rindu ia akan hilang dihempas angin . kasih manakala di buih ku tulis rindu ia akan pecah disapu ombak . kasih manakala di batu ku tulis rindu barangkali ia akan seperti prasasti . lalu kujadikan properti di rumah kita (at Borobudur Home Furniture) https://www.instagram.com/p/B7UckkYJCci/?igshid=1rh49diu7zyw8
0 notes
pranatrn · 6 years
Text
Tumblr media
Soe Hok Gie, Aktivis "Cina" yang Mencintai Indonesia
Jika anda menilai baik atau buruknya seseorang hanya dari suku, ras, ataupun agamanya, boleh jadi halaman buku yang anda baca masih belum cukup banyak.
Kenyataannya masih banyak orang-orang dari kalangan minoritas yang kepekaan moralnya jauh lebih baik dari kita sendiri, salah satunya Soe Hok Gie.
Gie lahir di Jakarta, 17 Desember 1942. Soe Hok Gie adalah anak keempat dari lima bersaudara keluarga Soe Lie Piet alias Salam Sutrawan–seorang penulis. Ia adik kandung Arief Budiman atau Soe Hok Djin, sosiolog terkemuka.
Sebagai peranakan Tionghoa, ia lebih dekat dengan Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki) dan Lembaga Pembinaan Kesatuan Bangsa (LPKB). Tapi, di LPKB, Gie juga bersikap kritis. Ujung-ujungnya ia dipecat dengan sejumlah tuduhan miring diarahkan ke dadanya.
Sejak kecil, Soe Hok Gie telah memperlihatkan diri sebagai seorang pemberontak. Nuraninya gampang tersentuh saat melihat ketidakadilan dan kesewenang-wenangan.
Ketika ia duduk di kelas 2 SMP, guru Ilmu Bumi mengurangi nilai ulangannya tanpa alasan: dari 8 menjadi 5. Gie marah sekali. Ia tulis dalam buku hariannya, 4 Maret 1957: “Hari ini adalah hari ketika dendam mulai membatu…Dendam yang disimpan, lalu turun ke hati, mengeras sebagai batu.”
Beberapa tahun kemudian, sebagai mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Indonesia (UI), Gie menjadi salah seorang pemimpin mahasiswa dalam aksi menumbangkan Orde Lama pada 1966. Ia menjadi tokoh mahasiswa Angkatan 66 bersama nama-nama lain seperti Cosmas Batubara, Soegeng Sarjadi, Mar’ie Muhammad, atau Nono Anwar Makarim.
Protes-protes itu ditujukan kepada pemerintah yang dianggap tak becus mengurus negara, pejabat yang hanya memperkaya diri sendiri, juga terhadap kebijakan “memberi angin” kepada Partai Komunis Indonesia (PKI).
Gie dan teman-temannya jelas juga berhadapan dengan Sang Bapak Bangsa, Sukarno. Ia sendiri menilai Sukarno sebagai manusia yang baik. Namun, ia menulis di catatan harian, “…dikelilingi oleh Menteri-menteri Dorna yang hanya memberikan laporan-laporan yang bagus-bagus saja.”
Ia juga penulis yang produktif. Tulisannya tersebar di Harian KAMI, Kompas, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, danIndonesia Raya. Ia menulis di rumah keluarganya di Jalan Kebon Jeruk IX, dekat Glodok, Jakarta Barat. Di kamar belakang yang temaram, berteman nyamuk, ketika kebanyakan orang telah terlelap dalam mimpi.
Saat Orde Lama tumbang dan Orde Baru tegak, sejumlah pentolan Angkatan 66 masuk parlemen. Gie tetap di luar. Tapi mengirimi pupur dan lipstik –tentu sebagai sindiran– agar mereka terlihat elok di mata penguasa. Sebelum mendaki Semeru, ia mengirim bedak, gincu, dan cermin kepada 13 aktivis mahasiswa yang menjadi anggota DPR setelah Orde Baru berkuasa. Harapannya, agar mereka bisa berdandan dan tambah “cantik” di hadapan penguasa.
Gie kecewa dengan teman-teman mahasiswanya di DPR. Mereka dianggap sudah melupakan rakyat, lebih mementingkan kedudukannya di parlemen. Buat Gie, aktivis mehasiswa sebagainya hanya menjadi kekuatan moral, bukan pelaku politik praktis.
Dalam surat pengantar kiriman, 12 Desember 1969, ia menulis, “Bekerjalah dengan baik, hidup Orde Baru! Nikmati kursi Anda–tidurlah nyenyak.”
Selain membaca dan menulis, hobi Gie adalah mendaki gunung. Ia menjadi salah seorang pendiri organisasi Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) UI.
“Mencintai Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung,” tulis Gie di esaiMenaklukkan Gunung Slamet.
Di gunung pula, Gie menghembuskan nafas terakhir. Ia meninggal di Gunung Semeru, 16 Desember 1969, akibat menghirup asap beracun di sana. Dia meninggal bersama rekannya, Idhan Lubis.
Pada 2005, kisah hidupnya diangkat ke layar lebar oleh sutradara Riri Riza dalam film Gie. Nicholas Saputra didapuk memerankan Gie. Karya itu menyabet 3 Piala Citra dalam Festival Film Indonesia (FFI) 2005, termasuk gelar Aktor Terbaik untuk Nicholas.
Gie adalah tipikal intelektual sejati. Berani melawan arus jika diperlukan. Tak membeo.
Dalam artikel Di Sekitar Pembunuhan Besar-besaran di Pulau Bali, Gie mengkritik aksi perburuan dan pembunuhan kader serta simpatisan PKI pasca-G30S. Tulisan itu dimuat diMahasiswa Indonesia, Desember 1967.
Ia menulis, “…di pulau yang indah ini telah terjadi suatu malapetaka yang mengerikan, suatu penyembelihan besar-besaran yang mungkin tiada taranya dalam zaman moderen ini, baik dari waktu yang begitu singkat maupun dari jumlah mereka yang disembelih…”
Pada hari-hari itu, tak banyak intelektual Indonesia yang mengecam. Nyaris semua diam, dengan alasan masing-masing.
Akibat kritik-kritik dalam tulisannya, ia pernah menerima surat kaleng. Petikannya, “Cina tak tahu diri, sebaiknya pulang ke negerimu saja.”
Kakaknya, Arief Budiman, berkisah bahwa ibu mereka berkata, “Gie, untuk apa semuanya ini? Kamu hanya mencari musuh saja, tidak mendapat uang.”
Ditegur seperti itu, pria berperawakan kecil itu menjawab pendek seraya tersenyum, “Ah, Mama tidak mengerti.”
Gie dimakamkan di lingkungan Museum Taman Prasasti, Tanah Abang, Jakarta. Di nisannya, tertulis, “Nobody can see the trouble I see, nobody knows my sorrow.”
1 note · View note
muhamadelgana · 8 years
Text
Putih
Aku tulis sajak ini, Sambil meletakkan hawa nafsu, dan mencari rindu.. Kata-kata ini aku sebar Aku jadikan pamplet serta iklan Lalau biarkan setelahnya pertanyaan menggunung, menumpuk dan hanyut di samudera waktu Sajak ini tak bersenjata Lalu mengapa peristiwa memaksaku merekamnya ? Raga yang termanggu diatas debu Roh yang duduk direruntuhan batu, dan kain putih berhamburan bertuliskan rindu. Orang-orang merindukan pahlwan Penyelamat bersemayam dalam kerinduan Dalam nurani ia diam dan tak mengenal jalan pulang Sepatumu penuh resah Kantongku berat akan gelisah Perahu kita padat dendam Biarkan berlayar hingga karam. Ini adalah doa untuk anak cucu Prasasti tak terlihat para pendahulu Adu domba adalah tradisi Bukan untuk membentur diri sendiri Jika pertanyaan dan perlawanan itu bernyawa, maka perbaikan mesti menjadi materi dalam doa yang diterbangkan. Sajak ini aku tulis sebagai pertanda Bahwa kemerdekaan dinikmati saat kesadaran dan keikhlasan berjalan bergandengan Kehidupan mesti dijaga kedaulatannya Sajak ini aku tulis bukan untuk jadi menjadi juara atau berpihak pada siapa saja Namun, ditulis untuk menjadi peta bagi siapa saja yang mencari rindu dalam nurani manusia. Bandung, 19-12-2016
3 notes · View notes
zorjya · 5 years
Text
Excerpt #nth
Perpustakaan Bahasa Inggris lengang ketika Yanu tiba. Hanya ada bapak penjaga perpustakaan yang sedang bermain Solitaire di komputer ditemani secangkir kopi. Dua orang mahasiswi duduk di bangku baca pojok, berdiskusi dengan suara rendah.
Yanu menyimpan tasnya di loker, hanya membawa laptop, botol air mineral, dan alat tulis di tangannya, lalu menempelkan Kartu Tanda Mahasiswa ke pemindai. Ia menuju salah satu meja di dekat angin-angin, meletakkan barang bawaannya di sana. Hari ini, ia berencana mengerjakan tugas teori kritik sastra yang beberapa hari ini sudah ditundanya dengan alasan malas. Sebenarnya bukan salah Yanu juga, sih, karena teman-teman kelompok susah luar biasa untuk diajak berkumpul. Jadilah ia memutuskan untuk menggunakan metode bagi tugas. Teman-teman yang lain mengerjakan pendahuluan dan latar belakang teori kritik yang mereka dapatkan, sedangkan ia mengerjakan contoh penerapan teori tersebut.
Karya sastra yang dipilihnya untuk tugas ini adalah cerita pendek karya Fitzgerald. The Curious Case of Benjamin Button bercerita tentang seorang Benjamin Button yang saat lahir langsung berusia 80 tahun, dan bagaimana dia menjalani hidupnya dengan keadaan yang tak lazim tersebut di tengah tuntutan norma dan kebiasaan yang berlaku. Yanu rasa, cerita itu sangat cocok dan menarik untuk dibahas, apalagi melalui teori yang berhubungan dengan sosial-budaya.
Saat membaca ulang cerita pendek tersebut, Yanu mau tak mau ingat kemarin saat Laras membicarakan mengenai mortalitas manusia. Mereka berdua duduk di lantai teras kontrakan Yanu, baru saja menghabiskan mi yamin yang dibeli sepulang dari kampus. Ihsan juga turut duduk di teras, sedang mengerjakan tugas bersama teman-temannya.
"Manusia, tuh, ya, begitu tua bakal jadi bayi lagi," kata Laras sambil menusukkan sedotan pada kotak susu.
Yanu yang baru saja menengak air putih melirik gadis yang duduk di sampingnya. Laras memang bisa dengan sangat random mengeluarkan trivia yang diketahuinya. "Gimana?"
"Secara alamiah, nih, ya, di usia bayi, risiko kematian manusia bakal lebih tinggi dari pada usia-usia produktif, lalu resikonya menurun seiring bertambah usia, tapi pas mulai masuk usia tua risikonya naik lagi kayak waktu bayi. Kalau digambarin, mortality rate manusia sejalan dengan bertambahnya umur bentuknya kayak huruf U," lanjut Laras. Yanu masih terdiam mencerna, menutup botol minum.
"Itu baru dari sisi sistem imun dan fisiknya, belum lagi dari sisi psikologis. Aku pernah baca ada fenomena yang namanya second childhood dan age regression, di mana orang yang lanjut usia mulai bertingkah seperti anak kecil. Mulai dari kebutuhan mereka akan perawatan sampai pola pikir gara-gara gangguan kesehatan mental macem dementia."
Yanu mengangguk-angguk. Kata-kata Laras ada benarnya.
"Hmm, jadi inget waktu Nenek sakit, Mama pernah bilang gitu juga. Ngurusin orang tua kayak ngurus bayi. Pakai popok, rewel, ngomongnya nggak jelas... ya, bukan ngeluh, sih. Tapi ya gitu," timpal Yanu sambil mengingat-ingat hari-hari terakhir neneknya yang hanya bisa terbaring di tempat tidur.
"Kalau kata ibuku sih, gini. Kalau bayi ngurusnya bikin senang, kan, soalnya pasti excited gedenya bakal seperti apa, ada harapan-harapan yang mungkin bisa dipenuhi. Kalau ngurus orang yang lansia gitu sedikit banyak bikin kesel. Selain nggak lucu seperti bayi, karena kita tahu kalau masa hidupnya tinggal sebentar lagi. We expect nothing but death," sambung Laras menanggapi.
"Mungkin itu alasan buat orang untuk ninggalin orang tua mereka di nursing home," gumam Yanu. Laras melipat kotak susu yang telah kosong, lalu melemparkannya ke tong sampah di sisi teras.
"Makanya, kan? Padahal kan, semua itu emang lingkaran yang mesti diselesaikan. Emang itu ekspektasinya: waktu bayi diurusin orang tua, pas udah gede kita ngurusin orang tua. Tapi susah, karena pada dasarnya manusia egois."
"Tapi, Ras. Kayak banyak di Jepang malah orang tuanya yang mau ke nursing home aja karena takut ngerepotin anak-anak mereka." Yanu mengingat-ingat lagi video yang asal ditontonnya di YouTube. Laras menjentikkan jari.
"Yah, itulah. Kadang memang lebih keurus di nursing home. Bayangin aja, sebagian anak-anak mereka mungkin kerja nine to five tiap hari. Selain nggak begitu bisa ngurusin, ortu juga mungkin butuh teman yang bisa nyambung. Solusinya? Nursing home. Ada perawat yang memang dibayar buat ngurusin, ada teman sepantaran dan senasib, pula," ulas Laras.
"Well, and they say no places like home," Yanu bergumam.
"Home is a relative thing to say," sahut Laras sambil mengangkat bahu. Gadis itu kini menatap lurus-lurus pada Ihsan yang tengah menggaruk-garuk kepala dan tampak bingung dengan bukunya.
"Emang gitu, ya. Bayi, orang tua. Sama aja. We're born with nothing and back into nothingness," ujar Laras menutup diskusi mereka sore itu.
Trivia dari Laras tersebut memberinya ide bagaimana mendekati kritik untuk tugasnya kali ini. Bagaimana tuntutan berperilaku seseorang di zaman tersebut, serta bagaimana orang melihat kemampuan seseorang, masyarakat yang lebih menghargai rupa dan masa muda.
Yanu mulai mengetik:
Babies and old people are alike. But what if we were born as an old person and started regressing into a younger person?
Tiga jam kemudian, Yanu berhasil mengidentifikasikan hal-hal yang diperlukan, menyelesaikan kritik singkatnya. Ia meregangkan tubuhnya, melepas kacamata dan memejamkan mata. Semburan udara dari pendingin ruangan terlalu dingin, membuat hidungnya mendadak panas.
Tidak ada kelas lain setelah ini. Yanu membereskan laptop dan buku-bukunya, lalu keluar dari perpustakaan. Ia melirik ponselnya. Pukul setengah tiga sore. Lalu melirik ke atas, ke langit biru cerah dan sinar matahari yang menyengat.
Gila. Jam segini masih terik aja, pikirnya.
Yanu berjalan menuju jalanan utama kampus. Hari ini, dia tidak membawa motor. Ihsan kesiangan bangun dan hampir terlambat kelas sehingga Yanu yang kelasnya masuk jam sepuluh harus merelakan motornya dipinjam si bungsu.
Ia memilih untuk berjalan kaki ke gerbang lama, karena jika naik angkot akan lebih jauh memutar. Menyeberangi jalan dan menyusuri trotoar, melewati deretan asrama baru kampus. Untung saja sepanjang trotoar dinaungi oleh kanopi, sehingga terik matahari tidak terlalu mengganggu.
Di depan FISIP, Yanu bertemu Silvia yang sedang menyeberang. Gadis itu sendirian, tas yang disandangnya terlihat berat. Ada beberapa buku dalam dekapannya. Seolah semua itu belum cukup, ia masih menenteng tas jinjing besar berisi entah apa.
Silvia tersenyum lebar dan mempercepat langkah. Yanu berhenti, menanti.
"Ribet banget, Vi," komentarnya begitu Silvia tiba di sebelahnya.
"Orang penting," jawab Silvia sambil menyengir. Yanu mengulurkan tangan ke arah tas jinjing yang ditenteng Silvia, membuat gadis itu mengerutkan dahi.
"Ape, lo?"
Yanu menghela napas. "Mau dibantuin, nggak?"
"Nggak usah," balas Silvia singkat. Yanu mengangkat bahu, lalu mulai melangkah.
"Maksud gue biar ringan sampai gerlam doang, sih. Abis itu ya, lo bawa sendiri," kata Yanu pelan. Silvia tertawa mendengarnya.
"Yaudehhh nih, bawa. Sok, bawain. Makasih banyak Akang Yanu nu kasep." Silvia mengangsurkan tas jinjingnya pada Yanu. Pemuda itu tersenyum tipis saat menerimanya.
"Lo bawa batu, ya," komentar Yanu saat ia merasakan berat dari tas tersebut.
"Iya, buat nulis prasasti," jawab Silvia sekenanya.
"Perasaan lo anak HI bukan anak sejarah." Yanu malah meladeninya. Silvia terkekeh.
"Bukan, deng. Itu fotokopian modul punya BEM," ujar Silvia. Alis Yanu terangkat.
"Kenapa lo yang bawa?"
"Baru gue ambil dari fotokopian. Mau ditaruh ke sekre."
"Bentar, deh, lo masih ngurusin BEM, ya? Kemarin udah ganti periode, kan?"
Kini gantian Silvia yang mengangkat alis.
"Lo gimana, dah. Ya malah gue naik jabatan jadi kadiv sekarang."
Oh, begitu rupanya.
"Kirain udahan. Abis lo banyak banget perasaan ikut kegiatan? Mawapres juga kan, lo?" Kabar ini didapatkan Yanu bukan dari hasil stalking atau dari Rahdian. Ia tidak sengaja mendengarnya dari obrolan teman-temannya waktu di sekretariat himpunan. Silvia cukup terkenal di kalangan mahasiswa ilmu sosial.
"Iya. Lo kagak ikutan?" tanya Silvia balik. Yanu memandang gadis itu tak percaya.
"Vi, jangan ngigau. Gue? Apanya yang berprestasi?"
Silvia menggigit-gigit bibir. "IPK lo kan bagus banget...."
Yanu tertawa kecil. Satu-satunya cela di nilainya adalah huruf C di antara banyak A waktu semester tiga, yang sudah diperbaikinya menjadi B. Silvia benar. Nilai Yanu selalu bagus. Tapi hanya itu yang dipunyainya.
"Yah, gue kan nggak banyak pengalaman organisasi, Vi. Cuma masuk himpunan pas semester muda, kepanitiaan dikit juga. Lo, kan, semua diikuti," kata Yanu tenang.
"Lagian gue nggak minat juga mawapres-mawapres gitu. Ribet banget mesti bikin ini itu," imbuh Yanu.
"Oh. Iya, lo anti ribet-ribet club, sih." Silvia terdengar kecewa, namun maklum.
"Emang lo ngapain sih, Vi, ikut segala macam kegiatan? Nggak capek, apa?" tanya Yanu. Dari dulu ia penasaran, apa Silvia ikut hal-hal tersebut atas dasar sederhana karena suka, atau ada alasan-alasan lainnya?
Meski Silvia yang disukainya memang seperti itu, yang bersinar di mana pun gadis itu berada.
Silvia tampak berpikir sejenak, seperti sibuk mengumpulkan kata-kata. Lalu, seulas senyum tersungging di bibirnya.
"Capek, lah. Tapi emang ya seneng aja," jawab Silvia. Lalu dengan suara kecil, gadis itu menambahakn, "gue juga, punya suatu hal yang gue kejar."
Yanu menoleh ke arah Silvia. Profil wajah Silvia yang cantik tampak muram walau ada senyum melengkung di bibirnya. Genggaman tangan Yanu akan tas menguat sementara tas tersebut tiba-tiba terasa lebih berat.
Ia jadi teringat tahun terakhir mereka di SMA, saat memilih jurusan untuk SNMPTN. Yanu dan Silvia berdiri bersandar di balkon depan kelas, mengamati anak-anak kelas sepuluh bermain basket di lapangan bawah.
"Lo jadi ambil apa, Vi?" tanya Yanu saat itu. Silvia mengangkat bahu.
"HI. Gampang ditebak, ya?" ujarnya sambil tersenyum tipis. Yanu hanya mengangguk kecil.
"Kenapa HI? Ya, gue tahu bokap lo kan kerjaannya itu, tapi emang lo pengen?"
"Ada yang harus gue kejar di HI," tukas Silvia. Yanu memandangi gadis di sebelahnya. Lengan seragam terhembus angin dan rambut panjang dalam kunciran tinggi. Mata yang menatap lurus ke bawah, tidak menatap apa pun selain kekosongan.
Kejayaan. Pembuktian. Yang mana?
Waktu itu, Yanu tidak bertanya lebih lanjut.
Sebuah motor menderu melewati jalanan di samping mereka dan sekolah perlahan-lahan kabur, berubah menjadi trotoar kampus yang dinaungi kanopi. Silvia menatap lurus pada mahasiswa yang berkerumun di boulevard, entah sedang apa.
"Jangan lupa napas, Vi," kata Yanu pada akhirnya. Silvia menoleh cepat.
"Apaan? Gue napas, nih?" Silvia mengerutkan hidung, menyedot-nyedot udara dengan lucu.
Yanu tertawa kecil.
"Maksud gue, kalo lagi ngejar sesuatu jangan lupa napas. Biar gak semaput di tengah jalan."
"Kirain teh, apaan. Udah nih. Gue mesti nyebrang ke sekre."
Yanu menyerahkan tas jinjing berisi modul kepada Silvia, yang diterima gadis itu dengan hati-hati.
"Trims, bos," ujar Silvia sambil mencoba melambaikan tangan, namun akhirnya menyerah karena tidak ada tangan yang bebas. Yanu tertawa melihatnya.
Ia menatap hingga punggung Silvia hilang ditelan lautan manusia yang baru saja turun dari angkot.
***
"Nu, kopi abis, ya?"
Arief tiba-tiba membuka pintu kamar Yanu, dan muncul dengan tampang kusut. Yanu yang tengah menghadapi laptopnya menoleh heran.
"Mana gue tahu? Lagi nggak ngopi, gue?"
"Wah sianjir sape nih yang ngabisin kopi tapi kagak distok balik," gerutu Arief. Mereka memang suka membeli patungan bubuk kopi instan kemasan besar untuk stok.
"Curiga Bang Bima, nih. Begadang kejar skripsi," kata Arief lagi.
"Bisa jadi," gumam Yanu menambah api.
Arief berlalu pasrah, naik ke lantai dua. Yanu menduga pemuda itu akan menggedor-gedor kamar Bang Bima. Tapi memangnya si mahasiswa tingkat akhir itu pulang? Beberapa hari ini tidak kelihatan tampangnya. Mungkin menginap di tempat teman, mungkin juga melipir ke apartemen Chika, pacarnya yang mahasiswi kedokteran.
Yanu menutup pintu kamarnya, lalu kembali menatap laptopnya. Ia mengirimkan tugas kritiknya ke pengepul kelompok, lalu membuka halaman baru pengolah kata.
Gara-gara pertemuannya dengan Silvia tadi sore ditambah tugas yang baru saja dikerjakannya, Yanu jadi memikirkan banyak hal. Mengenai mengejar sesuatu dan memenuhi ekspektasi akan diri.
Kalau kata Laras, we are born with nothing. Tidak juga. Kita lahir dengan seribu ekspektasi menggelayuti mata kaki. Seperti rantai dengan jangkar di ujungnya. Ekspektasi membuat manusia mawas diri. Membuat manusia egois. Membuat manusia ingin melakukan sesuatu.
Yanu jadi mempertanyakan dirinya sendiri. Apa selama ini dia melakukan sesuatu karena sebatas suka seperti yang sering diklaimnya, atau sebenarnya dia memenuhi ekspektasi orang lain? Membantu orang lain sehingga disebut sebagai orang baik. Belajar dan banyak membaca novel untuk memenuhi ekspektasi mahasiswa Sastra yang baik. Menuruti orang tua dalam rangka menjadi anak yang berbakti. Benar, semua itu adalah ekspektasi yang dipancang di masyarakat. Faktanya, manusia juga punya ekspektasi tentang dirinya masing-masing.
Mungkin selama ini yang Yanu coba untuk penuh bukan ekspektasi masyarakat, melainkan ekspektasi dirinya akan dirinya sendiri.
Esai singkat tersebut selesai ditulisnya dalam sekejap. Hanya sedikit lebih banyak dari seribu kata. Yanu menyimpannya, memberi nama tulisan tersebut of expectations and age_180303. Ia lalu membuka laman mesin pencari, masuk ke akun penyimpanan daring.
Ada satu folder khusus di sana, yang hanya dapat diakses oleh dua akun email. Miliknya dan milik Laras. Folder tersebut berisi kumpulan tulisan-tulisannya, mulai dari esai sampai prosa dan puisi. Ada juga cerita yang tengah ditulis Laras, tentang petualangan magis seorang pemuda penjaga toko buku yang dapat menelan cerita dan seorang anak perempuan dengan pena ajaib. Mereka akan saling membaca, saling bertukar komentar, membahas tulisan-tulisan.
Yanu mengunggah tulisan terbarunya ke folder tersebut. Pemuda itu kemudian meraih ponselnya, mengirimkan pesan pemberitahuan pada Laras.
Tiga puluh menit berlalu. Tentu saja pesan tersebut tak dibaca atau dibalas. Yanu tertawa, menggeleng kecil. Ia menilik lagi jam di sudut layar laptop. Baru pukul setengah sepuluh. Tak mungkin Laras sudah tidur.
Lalu, ia menekan tanda panggilan suara.
Beberapa dering berlalu sebelum panggilan diangkat. Suara Laras terdengar kurang jelas.
"Ya??"
"Apaan, Ras. Nggak jelas."
"Sori. Baru selesai makan. Apa nih, nelpon-nelpon gini?"
Yanu mengerutkan kening.
"Jam segini baru makan kamu ngapain aja?"
"Tadi keasyikan rewatch Before Trilogy," Laras menyebutkan trilogi film karya Richard Linklater tersebut. "Terus baru keinget belum makan karena laper banget? Jadi deh baru deliv nasi rames."
Yanu menggeleng pelan. Ada-ada saja.
"Ada yang baru di folder cek aja," ujar Yanu pada akhirnya. Terdengar suara sesuatu terjatuh di sisi lain sambungan. Karena tidak ada suara mengaduh, Yanu menyimpulkan bukan Laras yang jatuh.
"Oke, deh. Aku juga upload baru sih, buat si Tawon . Tapi aneh, aku agak nggak suka bagian ini, tapi coba baca aja ntar kasih saran." Si Tawon atau Mr. Wasp adalah nama tokoh utama dalam cerita Laras. Gadis itu memang lebih sering merujuk ceritanya sebagai Mr. Wasp atau si Tawon.
Kini Yanu dapat mendengar suara klik-klik dari mouse. Laras pasti tengah membuka folder dalam penyimpanan daring.
"Oh, yang of expectations bla bla bla ini, ya? Oke, oke."
Yanu tersenyum kecil.
"Ya udah. Eh, Ras. Pernah baca The Curious Case of Benjamin Button, nggak?"
"Apaan? Berasa pernah denger? Oh? Itu film bukan, sih?" tanya Laras beruntun.
"Iya, emang ada filmnya. Tapi aslinya short story Fitzgerald. Coba ntar baca deh. Search internet aja."
"Ohhh. Fitzgerald punya, ternyata. Oke, masuk daftar bacaan dulu, yak. Thanks, Nu."
"Yo. Sama-sama."
Lalu hening. Hanya suara klik-klik mouse dari seberang sambungan dan jari beradu dengan papan tombol. Yanu meraih earphone, menyambungkannya ke ponsel, dan menyumpalkan kepala benda tersebut ke kedua telinga.
Baik Yanu maupun Laras tidak segera memutus panggilan suara tersebut meski mereka tidak saling bicara. Hanya sesekali, namun diam lebih mendominasi.
Yang seperti ini cukup. Seperti sedang mengerjakan tugas bersama teman, larut dalam kesibukan masing-masing, namun mengetahui bahwa seseorang ada. Sunyi yang seperti ini, yang tanpa ekspektasi akan kata-kata, cukup. 
0 notes
linguistikid · 7 years
Text
Sastra Indonesia di Masa Lampau
Sejak abad ke 9 Masehi, masyarakat Nusantara sudah mengenal dunia tulis menulis. Hal ini karena sudah ada bukti dengan adanya peninggalan sejarah prasasti yang memiliki tulisan tahun pembuatannya. Tulisan dibuat diberbagai tempat seperti batu, daun lontar dan kulit kayu. Pada zaman kerajaan Hindu-Budha serta kerajaan Islam, sudah banyak kitab-kitab yang ditulis dalam bentuk sastra, baik… Read More » http://linguistikid.com/sastra-indonesia-masa-lampau/?utm_source=dlvr.it&utm_medium=tumblr
0 notes
ayampedesinaja-blog · 8 years
Text
5 Musisi Di Indonesia Dengan Lirik Bahasa Indonesia Terbaik
Sangat mudah untuk menjelaskan kelebihan lirik dengan menggunakan Bahasa Indonesia di bandingkan menggunakan Bahasa Inggris . Seperti memudahkan kita untuk menceritakan sesuatu atau menyampaikan pesan dalam lagu .Selain karena alasan tadi, kelebihan kedua karena Bahasa Indonesia adalah bahasa ibu yang terbiasa kita gunakan sejak belia, kemudian 9 tahun kita juga belajar di sekolah tentang Bahasa Indonesia. Terus apa lagi sebenarnya susahnya menulis lirik dengan Bahasa Indonesia ? Jawabannya adalah : Tidak semua bisa memilih perbendaharaan kata Bahasa Indonesia ke dalam lagu dengan emosi yang puitis tetapi terdengar tidak cengeng dan lebay. Menurut ane banyak sekali musisi-musisi keren di Indonesia sekarang. Sebut saja Iwan Fals , Ahmad Dhani dengan Dewa 19 nya sebelum berubah menyebalkan menjadi Dhani yang sekarang, dan jangan lupakan Ebiet G Ade!
“Roda jaman menggilas kita Terseret tertatih-tatih Sungguh hidup sangat diburu Berpacu dengan waktu” Ebirt G Ade - Menjaring Matahari
Tsdiiiiiiiiiiiis !   Rasanya seperti habis sit up banyak-banyakan sama Ade Ray buat bikin darah ngalir merinding di tengkuk ane ketika mendengarkan lagu ini . Terimakasih buat Bapak yang selalu menyanyikan lagu ini   Sekeras apapun ane mencoba memahami bagaimana caranya menulis lirik seperti itu , sebanyak apapun buku yang di baca atau film yang di tonton untuk mendapatkan kata kata yang enak untuk di tulis. lagu-lagu mereka sangat membekas di otak ane Berikut ini ada 5 Penulis lirik Berbahasa Indonesia terbaik menurut ane . Dan sepeti biasa, semua yang ane tulis ini berdasarkan pendapat pribadi ane yang mungkin saja bisa sama dengan agan, namun bisa juga berbeda  
1. Jimi Multazam – The Upstair
Tumblr media
Sejujurnya ane sangat tertinggal mendengarkan The Upstair karena pengaruh Metal dan Rock N Roll sangat mendominasi pada saat itu dan 180 derajat berbeda dengan musik The Upstair yang sangat disko. Kemudian sepenglihatan ane terhadap teman-teman dengan pilihan fashion warna cerah yang saling bertabrakan menurut ane sangat norak, di tambah karena selera musik ane jaman SMA sangat membenci bebunyian kiboard   Namun penilaian ane hanya sekedar penilaian amatir yang akan berubah seiring dengan jalannya waktu, perkenalan tak terduga berawal karena MORFEM pada tahun 2012 ketika mengadakan Jalur Darat Tour mampir di kota ane . Di iringi suasana musik disko yang asik buat ngajak goyang dan pembawaan vocal yang tegas . lagu Matraman bikin ane skip bolak balik di bagian awal hanya untuk mendengarkan bagian lirik ini:
“Demi trotoar dan debu yang beterbangan Ku bersumpah.. Demi celurit mistar dan batu terbang pelajar Ku ungkapkan..”
Matraman - The Upstair
Tsadiiiiiiis pemilihan diksi yang canggih !   Menurut ane Jimi Multazam bisa di bilang cerdas karena bisa membuat lirik dengan tema sederhana tetapi mempunyai “hook” dengan pemilihan kata yang di keren . Selain itu ada 2 lagu lagi yang ane suka dan semakin menyakinkan ane untuk men “sah” kan Jimi Multazam sebagai salah satu penulis lirik terbaik . yaitu : Apakah Aku Berada di Mars atau Mereka Mengundang Orang Mars dan Antahberantah.
2. Eka Annash – The Brandals
Tumblr media
Ahir SMP memasuki SMA adalah awal perkenalan ane dengan musik rock n roll Ibu kota. Album Audio Imperalist yang ane dapet dari Flashdish temen saat itu yang selalu nempel di kuping saat ugal ugalan dalam perjalanan pulang ke rumah hahaha   Bisa di bilang The Brandals adalah salah satu band yang everlasting bagi ane, enggak pernah bosen untuk ngedengerin kapanpun lagunya . Bermodalkan gitar di colokin ke ampli, semua anak SMA di sekolah ane berusaha menjadi bintang rock hahaha   Dan Eka Annash adalah penanggung jawab penuh untuk departemen penulisan lirik . Salah satu saja, lagu 24:00 Lewat ( Lagu Luna ), sampai sekarang masih memiliki “hook” lirik nakal yang masih menempel dalam otak:
“Jangan ragu buka semua, terus meluncur deras Pelan-pelan, percuma terburu malam kita bebas Berikan kunci masuk kedunia-mu, terus ke atas Terus sayang, bergelinjang resah hingga kau puas!”
24:00 Lewat ( Lagu Luna ) - The Brandals
Entah, sebenarnya interprestasi apa yang ingin di sampaikan Eka Annash kepada para audiens nya dengan kata “bergelinjang” hahaha Sangat brandalan sekali bukan ?   Walaupun menurut ane ketika tampil live, Eka Annash sering kali terdengar seakan kehabisan nafas, tapi apalah artinya rock n roll tanpa aksi panggung dari The Brandals . Selain itu ada 2 lagu lagi yang menjadi kesukaan ane sampai sekarang, yaitu : Komoditi Fantasi dan Komplikasi cinta Transit .
3. Arian 13 – Seringai
Tumblr media
Ketidaksengajaan datang ke acara pensi SMA Negeri di kota ane pada tahun 2010 adalah perkenalan pertama dengan band Seringai   Kehebatan lirik itu terjadi ketika sebagian atau keseluruhan bagian lagu bisa mempengaruhi audiens nya. Dan Seringai sepertinya berhasil melakukan hal itu. Banyak part part dari lirik lagu seringai bahkan menjadi tagline yang menarik dan keren untuk di teriakan, seperti : Generasi menolak tua, High Octane Rock,atau Individu Merdeka   Yang ane suka dari lirik yang di buat Arian13 itu seperti cerita yang mengalir saja dengan emosi menderu-deru. Seperti contohnya pada pandangan masyarakat tentang standart kecantikan di TV dalam lagu Citra Natural, protes terhadap pemerintah Kota Bandung karena di persulitnya konser musik di lagu Dilarang di Bandung, Karakter favoritnya dalam Film Star Wars Fett sang Pemburu , atau lagu Tragedi seperti kebencian terhadap Habib Riziq hahaha   Semua lagu sangat menyenangkan untuk di dengarkan, tetapi lagu spesial ada di :
“Apa kabar semua? Sehat? Apakah baik-baik saja? Mari bergabung dengan rock oktan tinggi! Yang di belakang silahkan maju saja, masih ada ruang kosong kok disini. Sudah siap? Yuk, mulai!” Seringai – Berhenti di 15
Cakep dah ! 
4. Farid Stevy Asta – Jenny / FSTVLS
Tumblr media
“#Bahagiaitusederhana” “Hidup Cuma sekali, dan mati itu pasti. Bisa jadi nanti atau setelah ini”
Ada yang gak asing dengan kalimat itu ?
Album pertama Jenny sebelum berganti nama menjadi FSTVLS bertajuk Manifesto Postmodernisme yang lagi lagi ane dapetin dari Flashdish temen ane yang lebih dulu tergila gila dengan band Jogja bernama Jenny ini. Lagu “Mati Muda”, “Menangisi ahir pekan”, Monster Karaoke”, “Maha Oke” memuncaki daftar lagu playlist hp nokia nya masih masing .
Ane lupa tahun nya, kemungkinan tahun 2009 adalah kesempatan pertama bisa nonton Jenny di TBRS Semarang. Dan komentar temen ane waktu lihat vokalisnya “gila nih, kurus amat ? gak mungkin lebih dari 55kg nih” . ane Cuma bisa ketawa saat itu
Susah untuk mengartikan, menjelaskan, apalagi membedah lirik dari Farid Stevy, Lha wong dia seniman lulusan ISI Jogja. Aku cuma lulusan akuntansi asal lulus sudah bahagia  
Walaupun dia belum dikenal seperti Jimi Multazam – The Upstair / MORFEM . tapi percayalah, semua lirik puitis itu sangat menyenangkan untuk di resapi :
“Di tanah tua yang tinggal hanya debu darah dan marah di antara keranda prasasti janji ku bangun kendaraan dari kayu pasak dan tali bekas bakal rumah itu ku bangun mesinnya dari logam senjatamu yang menyayat-nyayat kurangkai sayapnya dari sumpah serapahmu yang menampar-namparku mengepul minyak bakar yang menetes kencang dari lebam yang menghitam menjelajah ruang yang megah mengarungi waktu yang entah menengadah ke langit yang pemurah pergi dari tanah yang rusak”
Tanah Indah Untuk Para Terabaikan, Rusak dan Ditinggalkan - FSTVLS
5. Andri Lemes – Ex Rumahsakit
Tumblr media
Vocalisnya lucu ya ! Seperti lemas, gugup, dan tidak bersemangat untuk bernyanyi. Komentar yang lancar keluar dari mulut temen saat ane sodorin laptop buat nunjukin band ibu kota: Rumahsakit . Andri Lemes ex vocalis rumahsakit ane rasa adalah “roh” dari band hebat ini setelah dia keluar. Dia keren dengan cara nya sendiri . Sejujurnya, ane masih agak ragu kalau ingin menulis Andri Lemes adalah penanggung jawab penuh untuk semua departemen lirik-lirik lagu dari lagu Rumahsakit, koreksi jika ane salah, walaupun felling juga jarang salah hahaha   Liriknya menurut ane enggak sederhana karena membingungkan, seperti dalam lagu Anomali, tapi keren. Unik lah ! walaupun kalau nonton live nya cuma dari youtube   Buat yang belum tau, sangat di sarankan untuk menonton Band Rumahsakit ini. Untuk pemanasan lagu Anomali, Kuning, Pop Kinetik, dan Bernyanyi Menunggu .
0 notes