Monday Love Letter #42: Cinta, dari Akal Turun Ke Hati
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh, sister! Gimana kabar hatimu di pertengahan Ramadhan ini? Semoga kita bisa saling menasehati dan menyemangati, bahwa waktu kita sebentar lagi, bahwa segala kemudahan pahala di bulan ini akan segera pergi. Alhamdulillah, senang sekali rasanya masih bisa memberimu surat-surat cinta di hari Senin. Mailing list ini old style bagi sebagian orang, tapi, bagi kami yang senang berbicara dari hati ke hati, cara ini tidak pernah menjadi usang. Semoga, bagimu pun demikian. Anyway, ada cinta dalam judul surat hari ini, sebab saya memang ingin bercerita tentang saya yang sedang jatuh cinta. Tapi ini (bukan) rahasia, ya! Hehe.
Kemarin, Alhamdulillah saya mendapat kesempatan untuk mengisi acara pesantren kilat dari teman-teman Hujan Safir garapannya teh Lutfiah Hayati (teh Fifi) dan kawan-kawan. Di acara itu, saya membahas tentang bagaimana seorang perempuan bisa ter-empower atau berdaya. Saya tentu tidak pernah belajar secara khusus dan akademis tentang hal ini, semua bersumber dari perjalanan diri atas semua bentuk pendidikan yang Allah beri.
Tanpa saya sadari, sepanjang materi saya berkali-kali mengatakan sesuatu yang benang merahnya hampir selalu sama: back to Allah and Al-Qur’an. Hal itu baru saya sadari di akhir, ketika teh Fifi mengajukan pertanyaan yang sejujurnya agak mengagetkan,
“Nov, ada satu hal menarik yang aku perhatikan dari materi yang kamu bawakan hari ini dan juga dari serial Heal Yourself yang sedang kamu garap di Ramadhan ini. Kamu selalu mengkaitkannya dengan Al-Qur’an dan sepertinya kamu merasa Al-Qur’an telah menunjukimu banyak hal. Apa yang membuat itu terjadi? Bagaimana interaksi kamu dengan Al-Qur’an sehingga ayat-ayat Allah bisa menjadi inspirasi kamu dalam menjalani kehidupan? Aku ingin dengar dan semoga ini juga bisa menginspirasi kita semua untuk lebih dekat dengan Al-Qur’an.”
Wohooo, tolooong, susah amat ini pertanyaannyaaa~
Saya kemudian menyembunyikan tarikan napas di balik lengkung senyum pasca kalimat terakhir pertanyaan itu. Neuron-neuron di dalam otak saya kemudian seolah berlari lebih cepat, mencari ruang-ruang dimana saya menyimpan ingatan tentang bagaimana saya jatuh cinta pada Al-Qur’an, yang ternyata dari akal turun ke hati.
Saya percaya bahwa Al-Qur’an berisi pesan-pesan cinta dari Allah yang akan sesuai untuk setiap orang dengan pola berpikir, cara belajar dan sikap hidup apapun. Termasuk bagi saya, salah satu diantara seluruh pribadi unik yang diciptakan-Nya. Semenjak kuliah (dan mendewasa), saya sadar kalau ternyata cara berpikir saya adalah kritis dan analitis: saya seringkali tidak puas dengan sesuatu yang hanya berbicara tentang permukaan saja, tapi saya ingin tahu apa yang ada di kedalaman permukaan itu. Orang-orang terdekat saya biasanya hafal betul soal ini, katanya, gaya berdiskusi saya adalah deep talk jadi jangan kasih “kacang goreng”. Meski memang, kalau sudah receh, kata keluarga saya sih, saya ini kencring pisan~ Hehe.
Selain itu, sebagai seorang penulis yang akrab dengan buku dan tulisan, saya akan mudah menyukai karya-karya dengan diksi sastra yang indah dan menenangkan. Dan, it’s kinda surprise, karena ternyata … Al-Qur’an mengakomodir bagaimana saya berpikir, merasa, dan memahami tentang sesuatu. Saya jadi yakin seyakin-yakinnya kalau mahakarya ini memang bukan buatan manusia. Maa syaa Allah. Tabarakallah.
Saat ini, saya memang belum punya banyak hafalan, tahsin saya pun masih banyak yang berantakan, tapi cinta ternyata datang dari mengenal dan mencoba memahami, dari read what’s between the lines. Dalam perjalanan merajut cinta pada pesan-pesan cinta-Nya ini, saya banyak belajar dan ter-influence oleh diskusi-diskusi bersama orangtua, guru-guru kehidupan, dan juga sahabat-sahabat saya. Lewat hal ini, Allah memahamkan saya yang suka banyak nanya ini gimana itu gimana, kenapa begini kenapa begitu, dan seterusnya. Selain itu, dari segi kedalaman bahasa, saya juga banyak ter-influence oleh bagaimana ustadz Nouman Ali Khan menceritakan kandungan isi Al-Qur’an.
Jatuh cintanya saya pada Al-Qur’an membuat saya merasa ayat-Nya dalam Al-Baqarah 185 yang mengatakan bahwa Al-Qur’an itu hudalinnas, bayyinati minal huda, wal furqon yang artinya petunjuk bagi manusia, penjelasan dari petunjuk-petunjuk itu, dan pembeda antara yang haq dan yang bathil, itu benar adanya.
Saat saya bertanya-tanya banyak hal tentang hidup, jawabannya ternyata tidak terletak pada buku-buku atau seminar motivasi, tapi pada Al-Qur’an;
dan atas seizin-Nya, semua mengubah arah hidup saya, termasuk arah berkarya. Saat saya dulu sering bermasalah dengan orangtua, yang meluluhkan hati saya bukanlah perkataan manusia, tapi Al-Qur’an; dan atas seizin-Nya, itu mengubah bagaimana saya bersikap kepada mereka. Begitulah, dan seterusnya, hingga saya juga menyadari bahwa
Al-Qur’an itu bukan sekedar kata, ia menunjukki jiwa. Jika saat ini belum terasa olehmu, lanjutkan belajar, lanjutkan mengkaji, dan lanjutkan berinteraksi dengan Al-Qur’an. Sebab, pada saatnya nanti, sesuatu di dalamnya pasti akan membuatmu jatuh cinta.
So, apa buku yang mengubah banyak sekali hal dalam diri saya? Al-Qur’an. Bagaimana denganmu? Semoga Allah senantiasa melapangkan hati kita untuk menerima cahaya dalam pesan-pesan cinta-Nya, agar kita tertunjuki, agar kita tak tersesat lagi.
Your sister of Deen,
Novie Ocktaviane Mufti
___
Untuk teman-teman perempuan yang ingin bergabung dengan mailing list Sister of Deen Project, silahkan klik http://bit.ly/sisterofdeenproject
___
Sumber foto: dokumentasi Hujan Safir
180 notes
·
View notes
Affiche réalisée par le collectif Sauce Noire (knapfla + quentin tavenier + kylab) pour le shop Stupidcat, Numérotées, signées et sérigraphiées par l’Atelier Kencre (Lille).
> www.knapfla.com
> heycavalier.tumblr.com
> www.atelierkencre.com
> Retrouvez le catalogue prints et sérigraphies
du collectif sauce noire sur www.stupidcat.fr
1 note
·
View note