Tumgik
#ketimpangan ekonomi
kbanews · 1 year
Text
Anies Ingin Pertumbuhan Ekonomi Merata ke Seluruh Wilayah Indonesia
JAKARTA | KBA – Bakal Calon Presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan menyampaikan dirinya ingin pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat dirasakan tidak hanya oleh sebagian masyarakat, namun lebih merata ke masyarakat luas. Hal itu disampaikan Anies saat menjadi pembicara di acara Indonesia Data and Economic (IDE) Conference 2023 di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat, Kamis,…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
ruangrindusblog · 1 year
Text
Sederhana...
Dinamika perjalanan kehidupan "apa yang di cari manusia adalah tetap hidup dengan cara untuk bahagia. hari ini penampilan diri jadi ukuran kebutuhan untuk kebahagiaan. foto selfi jadi RUKUN HIDUP" sebuah Quotes dari KH.Husaein Muhammad.
Quotes ini menarik perhatian saya atas dinamika sosial yang terjadi saat ini. seakan-akan ukuran kebahagian seseorang bisa diasumsikan dengan sebuah postingan, atau bisa di asumsikan dengan sebuah gaya hidup (penampilan diri) ala ala artis gitu.... hehehe
Tataran kehidupan saat ini memang benar-benar berubah, teknologi perlahan-lahan memberikan perubahan yang sangat signifikan terhadap tataran dunia. yaaaaa bagusss sih, tapi prihatinnya banyak dari masyarakat yang menyalah gunakan perubahan ini, Ketidak siapan Masyarakat dengan perubahan, memberikan efek negatif dan terjadinya ketimpangan sosial ekonomi di tataran masyarakat kelas-kelas menengah dan kecil.
2 notes · View notes
wafaauliya · 2 years
Text
Victim Blaming: Kekerasan Simbolik Terhadap Perempuan
Tahun 2017 lalu, Agni (bukan nama sebenarnya) seorang mahasiswa Universitas Gadjah Mada Yogyakarta melaporkan bahwa dirinya mengalami pelecehan seksual ketika sedang melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Pulau Seram, Maluku. Agni yang saat itu ingin kembali ke penginapan putri terjebak hujan deras. Ia akhirnya menginap di pondok pelaku yang merupakan teman laki-laki satu kelompok KKN-nya. Di pondok ini lah Agni menerima pelecehan seksual dari pelaku. Agni kemudan melaporkan tindakan pelecehan seksual ini ke Dosen Pendamping Lapangan (DPL). Namun, alih-alih mendapatkan dukungan, Agni justru mendapatkan kata-kata kurang mengenakkan yang justru menyalahkan dirinya sebagai korban.
Dikutip dari KOMPAS.com, Tommy selaku kuasa hukum pelaku justru menyalahkan dan mempertanyakan keputusan Agni yang tidak melakukan pelaporan kepada polisi. “Kenapa korban hanya melakukan curhatan kepada Balairung? Kenapa tidak melapor ke polisi? Polisi itu tempatnya menegakkan hukum,” ungkapnya. Sementara itu, dikutip dari balairungpress.com, salah seorang pejabat DPkM juga mengatakan bahwa Agni turut bersalah dalam kasus ini. Ia bahkan menyamakan Agni dengan gereh atau ikan asin dalam bahasa Jawa. “Jangan menyebut dia (Agni) korban dulu. Ibarat kucing kalau diberi gereh pasti kan setidak-tidaknya akan dicium-cium atau dimakan,” katanya.
Miris, namun hal ini sungguh terjadi. Agni mungkin hanya satu dari sekian banyak perempuan lain yang mendapati perilaku serupa ketika melaporkan atau menceritakan pelecehan dan kekerasan seksual yang dialaminya. Kalimat-kalimat seperti “Kamu seharusnya tidak pulang sendirian larut malam”, “Kalau mau pergi makanya jangan pakai celana pendek” atau “Kenapa waktu kejadian kamu tidak berteriak?” masih sering terdengar diucapkan kepada para penyintas kekerasan seksual. Perlakuan menyalahkan korban yang dikenal dengan istilah victim blaming menjadi hal yang sering ditemukan di lingkungan masyarakat yang patriarkis dan cenderung menormalisasikan rape culture.
Kekerasan Seksual dan Victim Blaming
Dalam Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, kekerasan terhadap perempuan dimaknai sebagai “tindak kekerasan yang didasari pada perbedaan gender yang mengakibatnya adanya kerugian fisik, seksual, dan psikologis, atau menimbulkan kerugian pada perempuan, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan, perampasan kemerdekaan yang terjadi di depan umum ataupun dalam kehidupan pribadi” (United Nations General Assembly, 2015). Sementara itu. dalam Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) pasal 1 angka 1 dijelaskan bahwa, “Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan 2 dengan kehendak seseorang, yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik.” Dari sini dapat kita ketahui bahwa kekerasan seksual tidak hanya seputar pemaksaan hubungan seksual saja, namun juga perbuatan-perbuatan lain seperti catcalling, memegang atau melihat bagian tubuh tertentu, dan ejekan-ejekan secara verbal juga termasuk dari kekerasan seksual. Kekerasan seksual dapat terjadi baik kepada perempuan maupun laki-laki. Walaupun begitu, hingga saat ini perempuan merupakan kaum yang lebih banyak menjadi korban kekerasan seksual. Menurut data pengaduan ke lembaga layanan kekerasan seksual yang tercatat di CATAHU 2022, terdapat 2.456 kasus kekerasan seksual sepanjang tahun 2021. Sementara itu, berdasarkan data pengaduan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), terdapat 2.204 kasus kekerasan seksual sepanjang tahun 2021 dengan 1.051 kasus kekerasan seksual dilakukan di ranah publik (Komnas Perempuan, 2022).
Penyebab kekerasan seksual sendiri tidak lain dan tidak bukan adalah patriarki. Patriarki sendiri merupakan sistem sosial yang melihat perempuan sebagai kaum subordinasi kelas dua dan menempatkan perempuan di bawah laki-laki dalam struktur sosial masyarakat. Sistem patriarki menjadi akar utama terjadinya kekerasan seksual terhadap perempuan. Sistem ini membuat perempuan berada dalam posisi inferior. Dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan, perempuan ditempatkan sebagai kaum yang lemah dan berhak didominasi hingga kekerasan seksual yang dialami perempuan dianggap wajar karena sudah menjadi “tugas” perempuan menjadi objek fantasi laki-laki (Fushshilat & Apsari, 2020). Tak hanya kekerasan seksual, patriarki juga membatasi ruang gerak perempuan. Banyak perempuan yang mengalami diskriminasi berbasis gender dalam ranah pendidikan, ekonomi, hingga pemerintahan akibat sistem patriarki yang menganggap laki-laki haruslah didahulukan dibanding perempuan. Diskriminasi terhadap perempuan juga lah yang kemudian membuat kasus kekerasan seksual semakin sulit untuk diatasi. Diskriminasi terhadap perempuan ini lah yang kemudian melahirkan fenomena victim blaming terhadap penyintas kekerasan seksual, seperti yang terjadi pada Agni.
Victim blaming merupakan istilah yang menyalahkan korban terhadap suatu bencana atau kesalahan yang menimpa dirinya (Alfi & Halwati, 2019). Fenomena victim blaming ini dapat terjadi di berbagai kasus sosial seperti kemiskinan, pembunuhan, dan tentu saja kekerasan seksual.  Banyak perempuan korban kekerasan seksual yang justru disalahkan dan dianggap tidak bisa menjaga diri karena memakai pakaian yang terlalu terbuka, dianggap terlalu berlebihan dalam menginterpretasikan tindakan laki-laki, bahkan dianggap lemah karena tidak bisa melawan perlakuan kekerasan dari laki-laki. Tak hanya itu, alih-alih berfokus pada pelaku kekerasan seksual, pemecahan masalah kekerasan seksual justru malah berfokus pada “edukasi” kepada korban. Perempuan diminta untuk selalu berpakaian tertutup, untuk tidak pulang larut malam sendirian, bahkan diminta untuk belajar bela diri agar dapat melawan. Padahal, permasalahan utama dari kekerasan seksual ada pada pelaku, dan bukan korban. Victim blaming juga mengakibatkan semakin banyak perempuan yang takut untuk bersuara ketika mengalami kekerasan seksual. Reaksi masyarakat yang justru malah menyalahkan korban serta hukum dan pemerintahan yang tidak berjalan sebagaimana mestinya membuat banyak perempuan korban kekerasan seksual memilih untuk tutup mulut. Bungkamnya korban akan berdampak kepada semakin sulitnya kasus kekerasan seksual ini diatasi.
Victim Blaming sebagai Bentuk Kekerasan Simbolik
Victim blaming berupa kalimat-kalimat penyalahan yang dilontarkan kepada penyintas kekerasan seksual dapat dikategorikan sebagai bentuk kekerasan simbolik. Bourdieu (1991), mengatakan bahwa kekerasan simbolik merupakan kekerasan yang tersembunyi atau tak kasat mata yang dibaliknya menyembunyikan praktik dominasi dan objek yang mengalami tidak menyadari bahwa dirinya merupakan korban dari kekerasan simbolik. Ciri lain dari kekerasan simbolik adalah kekerasan ini dilakukan di kehidupan sehari-hari secara repetitif atau berulang-ulang. Kekerasan simbolik memiliki kaitan erat dengan konsep habitus yang juga dikemukakan oleh Pierre Bourdieu. Habitus sendiri merupakan kekuatan yang ada pada diri seorang individu dan merupakan sumber pemikiran yang kemudian dikonkretkan lewat tindakan individu tersebut. Menurut Bourdieu (1991), akar dari kekerasan simbolik adalah adanya dominasi gender. Dominasi laki-laki terhadap perempuan terbentuk dalam struktur-struktur sosial produktif dan reproduktif yang terjadi atas pembagian seksual yang memberikan bagian terbaik kepada laki-laki (Bourdieu, 2001). Sistem yang dilembagakan oleh dominasi gender, dikhususkan dominasi laki-laki, ini kita kenal dengan sebutan sistem patriarki.
Haryatmoko (dalam Novarisa, 2019) mengatakan bahwa wacana patriarki sebagai sistem merupakan bagian dari kekerasan simbolik karena sistem ini “menjebak” perempuan untuk berpikir dan bertindak berdasarkan wacana dari dominasi laki-laki. Perempuan kemudian juga memandang sistem patriarki atau dominasi simbolik laki-laki sebagai suatu hal yang dapat diterima dan menjalankannya seakan-akan hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar. Hal ini terjadi dikarenakan sistem patriarki ini telah diinternalisasi menjadi habitus para pelakunya sehingga para pelaku menjalankan peran masing-masing sebagai suatu kewajaran (Novarisa, 2019). Habitus patriarki yang merupakan sumber pemikiran individu kemudian dikonkretkan lewat berbagai tindakan dan salah satunya adalah victim blaming terhadap penyintas kekerasan seksual.
Sistem patriarki yang mengakar di masyarakat menjadi salah satu penyebab marak terjadinya fenomena victim blaming. Dominasi laki-laki yang kuat dalam sistem sosial masyarakat membuat laki-laki diposisikan sebagai pihak yang memiliki kuasa lebih atas perempuan. Perempuan dianggap sebagai objek yang diciptakan untuk membuat laki-laki tergoda, sehingga ketika kekerasan seksual terhadap perempuan terjadi, hal tersebut diasumsikan sebagai kesalahan perempuan yang tidak menjaga dirinya agar tidak “menggoda” laki-laki entah karena pakaiannya yang kurang tertutup, atau pergi larut malam, atau memakai parfum yang terlalu wangi. Sementara perilaku laki-laki dijustifikasi karena merupakan hal yang wajar bagi laki-laki jika tergoda melihat perempuan yang “tidak-menjaga-dirinya”. Fenomena victim blaming ini terjadi akibat sistem patriarki yang mana laki-laki memiliki dominasi yang besar dalam sistem masyarakat baik dari cara berpikir mereka maupun tindakan mereka. Sistem patriarki sangat sulit dihilangkan karena telah menjadi habitus dan baik secara sadar maupun tidak sadar sistem ini diamini oleh masyarakat.
Kesimpulan
Kekerasan seksual masih menjadi PR besar di masyarakat. Budaya victim blaming di masyarakat menjadi salah satu penyebab kekerasan masih sulit untuk diatasi karena perempuan sebagai korban masih terus disalahkan atas kekerasan seksual yang menimpanya sementara pelaku mendapatkan justifikasi atas perilakunya. Selain itu, budaya victim blaming akan berdampak buruk bagi korban terutama dari sisi psikologis. Budaya victim blaming juga memungkinkan korban-korban lainnya tidak berani untuk melapor karena takut disalahkan atas kekerasan seksual yang dialaminya. Terdapat berbagai faktor terjadinya victim blaming seperti kurangnya rasa empati terhadap sesama, kurang edukasi mengenai kekerasan seksual, dan tentu saja budaya patriarki yang mengakar kuat di masyarakat. Jika perempuan masih dianggap sebagai objek dan laki-laki adalah kaum yang berhak mendominasi dan berkuasa atas perempuan, maka kasus kekerasan seksual akan terus sulit diatasi. Kita harus dapat menyingkirkan bias gender ketika melihat kasus kekerasan seksual agar dapat dengan adil menimang dan memberikan solusi yang tepat atas kasus ini.  
Daftar Pustaka
Alfi, I., & Halwati, U. (2019). Faktor-faktor Blaming the Victim (Menyalahkan Korban) di Wilayah Praktik Kerja Sosial. Islamic Management and Empowerment Journal, 1(2), 217–228. https://doi.org/10.18326/imej.v1i2.217-228
Bourdieu, P. (1991). Language and Symbolic Power (G. Raymond & M. Adamson, Trans). Polity Press.
Bourdieu, P. (2001). Masculine Domination (R. Nice, Trans). Stanford University Press.
Fushshilat, S. R., & Apsari, N. C. (2020). Sistem Sosial Patriarki Sebagai Akar Dari Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan Patriarchal Social System As the Root of Sexual Violence Against Women. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 7(1), 121. https://doi.org/10.24198/jppm.v7i1.27455
Komnas Perempuan. (2022). Bayang-Bayang Stagnansi: Daya Pencegahan dan Penanganan Berbanding Peningkatan Jumlah, Ragam dan Kompleksitas Kekerasan Berbasis Gender Terhadap Perempuan. CATAHU 2022: Catatan Tahunan Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2021.
Maudy, C. (2018). Nalar Pincang UGM atas Kasus Perkosaan. Balairungpress.com. https://www.balairungpress.com/2018/11/nalar-pincang-ugm-atas-kasus-perkosaan/
Novarisa, G. (2019). Dominasi Patriarki Berbentuk Kekerasan Simbolik Terhadap Perempuan Pada Sinetron. Bricolage : Jurnal Magister Ilmu Komunikasi, 5(02), 195. https://doi.org/10.30813/bricolage.v5i02.1888
United Nations General Assembly. (2015). Declaration on the Elimination of Violence Against Women. Retrieved from stopvaw.org: http://www.stopvaw.org/declaration_on_the_elimination_of_violence_against_women
Wismabrata, H. M. (2019). Fakta Kasus Dugaan Pelecehan Mahasiswi UGM saat KKN, Kuasa Hukum Pertanyakan Pelapor hingga Ombudsman Panggil Rektor UGM. KOMPAS.com. https://regional.kompas.com/read/2019/01/03/17140741/fakta-kasus-dugaan-pelecehan-mahasiswi-ugm-saat-kkn-kuasa-hukum-pertanyakan?page=all
Ditulis sebagai tugas Ujian Akhir Semester, mata kuliah Teori Sosiologi Modern
3 notes · View notes
febytriana01 · 10 days
Text
Ketidaksetaraan Ekonomi dan Sosial
Tumblr media
Ketimpangan pendapatan dan kekayaan yang meningkat menyebabkan ketidakstabilan sosial dan politik. Krisis balap4d ini memerlukan kebijakan redistribusi kekayaan, pendidikan, dan akses kesehatan slot gacor untuk mengurangi kesenjangan
0 notes
indonesianacademy · 17 days
Text
Ledakan Penduduk Indonesia : Bonus atau Bencana Demografi?
Tumblr media
Bonus ledakan penduduk di Indonesia menghadirkan dua sisi mata uang yang saling bertolak belakang. Indonesia telah mencapai populasi 283 uta jiwa, sebuah angka yang mengundang perhatian besar. Di satu sisi, Indonesia bisa meraup keuntungan dari bonus demografi yang dapat memperkuat perekonomian. Namun di sisi lain, perkembangan populasi ini juga bisa menjadi bencana demografi yang menghambat pertumbuhan. Lantas, bagaimana Indonesia bisa mengelola potensi besar ini agar tidak berbalik menjadi ancaman? Bonus Demografi : Peluang Emas Yang Harus Bisa Berguna
Tumblr media
Bonus demografi adalah momen ketika jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak dari pada usia non-produktif (65 tahun ke atas). Situasi ini memberi peluang besar bagi Indonesia untuk memaksimalkan produktivitas nasional. Dengan lebih banyak penduduk produktif, Indonesia dapat meningkatkan output ekonomi secara signifikan. Selain itu, adanya bonus demografi bisa memperkuat daya saing tenaga kerja Indonesia di pasar global. Namun, untuk meraih manfaat maksimal dari bonus demografi, pemerintah harus melakukan berbagai upaya. Pendidikan yang merata dan berkualitas adalah kunci agar generasi muda siap bersaing di era globalisasi. Selain itu, lapangan kerja yang memadai harus tersedia untuk mengakomodasi jumlah tenaga kerja yang terus meningkat. Tanpa langkah-langkah strategis ini, bonus demografi bisa berubah menjadi beban bagi negara. Bencana Demografi : Ancaman Yang Mengintai Di Balik Ledakan Penduduk
Tumblr media
Jika tidak terkelola dengan baik, ledakan penduduk bisa membawa Indonesia ke jurang bencana demografi. Ketika jumlah penduduk meningkat pesat tanpa mengimbangi dengan infrastruktur yang memadai, berbagai masalah sosial bisa muncul. Kemacetan, kurangnya lapangan pekerjaan, dan tekanan terhadap layanan kesehatan adalah sejumlah contoh masalah yang bisa terjadi. Selain itu, ledakan penduduk yang tidak terkendali bisa menyebabkan penurunan kualitas hidup secara keseluruhan. Krisis demografi juga dapat meningkatkan angka kemiskinan jika pemerintah tidak mampu menyediakan akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Ini bisa memicu ketimpangan sosial yang lebih parah, dan akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pengendalian populasi dan perencanaan yang matang menjadi sangat penting untuk mencegah ledakan penduduk ini menjadi bencana. Risiko Generasi Tua : Beban atau Berkah?
Tumblr media
Selain peluang dan ancaman bencana dari bonus demografi, Indonesia juga berhadapan dengan potensi bencana generasi tua. Peningkatan harapan hidup dan pertumbuhan pesat angka kelahiran membuat jumlah penduduk lanjut usia semakin besar. Jika tidak ada antisipasi, hal ini akan membebani ekonomi karena kebutuhan akan perawatan kesehatan dan pensiun yang terus meningkat. Generasi tua dapat menjadi berkah jika mereka masih produktif dan berkontribusi terhadap ekonomi. Namun, tanpa kebijakan yang tepat, mereka dapat menjadi beban bagi angkatan kerja yang lebih muda. Oleh karena itu, pemerintah harus segera menyiapkan strategi untuk mengelola populasi yang semakin menua agar tetap produktif. Mengelola Ledakan Penduduk Demi Masa Depan yang Lebih Baik
Tumblr media
Indonesia berada di persimpangan antara bonus dan bencana demografi. Keberhasilan dalam mengelola ledakan penduduk akan menentukan masa depan bangsa. Dengan perencanaan yang tepat dan kebijakan yang efektif, Indonesia bisa memanfaatkan potensi besar ini untuk mencapai kesejahteraan yang merata menyongsong Indonesia Emas 2045. Sebaliknya, tanpa upaya yang sungguh-sungguh, ledakan penduduk bisa menjadi ancaman serius bagi masa depan. Ledakan Penduduk Indonesia : Bonus atau Bencana Demografi? Indonesian Academy – Hong Kong Read the full article
0 notes
gapki · 1 month
Text
Industri Sawit: Benarkah Hanya Memperburuk Ketimpangan Ekonomi?
Industri sawit memperburuk ketimpangan ekonomi (Mitos 4-05) Ketimpangan ekonomi menjadi salah satu isu yang terjadi pada hampir setiap negara dalam proses pembangunan. Disparitas ekonomi antara sektor industri versus pertanian, kota versus desa, sektor modern versus tradisional, merupakan bagian dari ekspresi ketimpangan ekonomi. Apakah disparitas yang demikian merupakan cerminan dari ketimpangan…
0 notes
peanutjar-blog · 1 month
Text
Ingin Dibawa Kemana Bonus Demografi di Indonesia Saat Ini
Hari ini semua orang melakukan selebrasi hari kemerdekaan, tak ayal sebuah peringatan atau memang dihayati sebagai sebenar-benarnya merdeka. Namun, apakah kita sudah benar-benar merdeka? - Catatan 17 Augustus 2024
Tahun 2015 merupakan awal tahun Indonesia mengalami bonus demografi dengan puncaknya diperkirakan terjadi pada tahun 2020-2035, dimana jumlah penduduk usia produktif mengalami kelonjakan yang besar dapat berperan sebagai sumber tenaga kerja dan pelaku ekonomi demi mempercepat pencapaian tujuan-tujuan pembangunan. Tetapi banyaknya data jumlah masyarakat usia produktif ini tidak diimbangi dengan peluang pekerjaan yang memadai, justru terjadi ketimpangan via DATAin BPS.
Artikel KOMPAS berjudul “Kelas Menengah: dari Zona Nyaman ke Zona Makan” menyebut tentang perlindungan sosial kelas menengah perlu mendapat pekerjaan dengan pendapatan yang memadai, instrumen perlindungan sosial dan lapangan kerja kelas menengah memang perlu dipikirkan. Mereka tak tergolong miskin tetapi guncangan ekonomi dapat mengantar mereka kepada kemiskinan. Data BPS menunjukkan, peningkatan penganggur muda justru terjadi di kelompok tamatan SMK. Mungkin karena apa yang dipelajari di SMK tak cocok dengan kebutuhan perusahaan.
3,6 juta Gen Z usia 15-24 tahun per Februari 2024 menganggur tahun ini, mengutip data Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS).  Ada sejumlah faktor yang membuat banyak anak muda menganggur, salah satunya salah memilih sekolah dan jurusan bahkan tidak bisa melanjutkan ke bangku perkuliahan. Menurut Denni Puspa Purbasari (Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja) dalam wawancaranya yang dimuat pada laman CNBC Indonesia, mengatakan yang menjadi persoalan saat ini memang adalah anak muda yang tak terserap di dunia kerja, meski sudah memiliki gelar sarjana penyebabnya ialah salah jurusan perkuliahan yang mereka ikuti tak ada kaitannya dengan kebutuhan perusahaan di Indonesia.
Sementara pada periode Januari-Mei 2024 terjadi gelombang PHK yang cukup signifikan, yang berdampak pada daya beli masyarakat dan memunculkan tren deflasi. Hal ini cukup menyita perhatian Gen Z yang sebagian besar baru memasuki dunia kerja atau baru beberapa tahun membangun karir, tentu belum memiliki kesehatan finansial yang baik sehingga berpotensi menjadi Generasi Sandwich, generasi yang membiayai kebutuhan hidup orang tua (lansia) serta menanggung kebutuhan adiknya seperti biaya sekolah dan lainnya dilansir dari CNBC Indonesia.
Masalah pengangguran yang terus meningkat sebenarnya bukan hanya karena skill atau kurangnya keterampilan yang dimiliki masyarakat. Namun, berasal dari kurangnya lapangan kerja serta iklim usaha yang kembang kempis. Meskipun pemerintah sudah menggelontorkan dana untuk Kartu Pra-Kerja, sejatinya ini bukanlah gaji melainkan dana insentif untuk para pencari kerja ikut serta dalam pelatihan-pelatihan kompetensi kerja dan solusi ini tidak menyentuh akar masalah.
Meningkatnya angka pengangguran tidak bisa dilepaskan dari dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor Internal, pertama adalah kemalasan individu. Cara pandang kapitalis saat ini memengaruhi cara berpikir masyarakat, ingin serba instan, gaya hidup hedonisme dan kedua rendahnya pendidikan serta keterampilan. Ingin sekolah, biayanya mahal. Adapun faktor eksternal disebabkan adanya ketimpangan antara kebutuhan tenaga kerja dengan lapangan kerja, kebijakan pemerintah tidak prorakyat dalam hal ini SDM banyak diambil dari luar negeri, kemudian banyaknya tenaga kerja wanita karena mempekerjakan kaum wanita tak banyak tuntutan dibandingkan laki-laki.
Dalam Islam, tugas negara tidak hanya menyediakan platform pelatihan dan bukan hanya berfungsi sebagai regulator, melainkan melayani kebutuhan dasar masyarakat secara optimal. Negara harus memastikan bantuan sosial kepada masyarakat tepat sasaran, politikus Nasdem Charles Meikyansah berpendapat bahwa Gen Z sulit mendapat kerja karena kebijakan dan syarat mendapat pekerjaan terlalu sulit, sehingga harus dibahas lebih komprehensif dengan mengurai akar permasalahannya via wartaekonomi.co.id
Oleh karenanya, mengatasi permasalahan ini tidak cukup dengan solusi parsial atau tambal sulam. Melainkan dinihilkannya penerapan kebijakan berdasarkan kapitalisme yang akan mengesampingkan posisi rakyat dari segi kesejahteraan, kesehatan.
PEANUT JAR | 17 Agustus 2024
0 notes
supernote · 1 month
Text
Hari ini menemani perlombaan anak-anak di tempat kerja dalam rangka memeriahkan HUT RI. Seperti acara perayaan kemerdekaan pada umumnya, acara dimulai dengan jalan sehat lebih dulu.
Berhubung anak-anaknya adalah anak abk dan anak balita, jadi orangtua ikut mendampingi. Mulanya biasa saja, hanya berangkat kerja seperti hari-hari biasa sebelumnya. Satu per satu anak-anak datang, turun dari kendaraan lalu bergandeng tangan dengan orangtuanya. Semua anak tampak ceria sekali dan meriah dengan atribut kemerdekaan yang lucu-lucu.
Ditengah keramaian itu, tiba-tiba hati ini berdesir dan perasaan sesak perlahan menyeruak.
"Anak-anak Palestina seharusnya ceria seperti ini juga, bisa merasakan kebahagiaan bersama orangtua dan keluarga mereka," suara di kepala ini lantang berbicara.
Semakin banyak kulihat senyum anak-anak yang berdatangan, semakin mata terasa panas dan ingin tumpah. Tapi urung kuturuti dan langsung kutepis, mengingat acara ini butuh banyak energi untuk ditularkan pada anak-anak dan tidak ada waktu untuk bersembunyi sebentar di kamar mandi seperti sebelumnya.
Sesi demi sesi acara berganti hingga selesai seluruh rangkaian acara, tiba saat penutupan dari panitia dengan sesi hiburan. Juga seperti sesi hiburan pada acara umumnya, diisi dengan menyanyi karaoke. Biasanya kalo ada waktu sisa setelah kerja, aku lebih memilih istirahat dengan tidur sebentar sebelum perjalanan pulang. Tapi tadi tidak begitu, aku sengaja duduk berada di tengah keramaian dan kerasnya suara sound untuk meredam bisingnya suara di kepala. Tidak memberi ruang sedikitpun untuk mendengar suara dalam kepalaku sendiri.
Berharap bisa menikmati putaran lagu tapi tidak juga bisa sepenuhnya, beberapa kali aku tersadar dari lamunan. Hingga tiba waktu makan siang, memutuskan jajan di luar dengan teman kerja yang kusadari sepaket dengan sesi cerita tentang persoalan hidupnya. Sengaja kudengarkan dengan seksama dan kutimpali semestinya. Lagi-lagi untuk bisa memikirkan hal selain perihal dalam kepala. Tapi di akhir waktu aku kembali tersadar, bahwa beberapa perkataan kulontarkan tanpa kesadaran alias asbun.
Sesampainya di rumah, kulihat dokumentasi acara yang dibagikan setelah selesai bebersih. Lucu dan bahagia sekali wajah-wajah yang terpotret, hatiku kembali merasa sesak. Bercampur dengan rasa capek, kulihat foto-foto yang menjadi berbayang dengan wajah anak-anak Palestina itu, sampai ketiduran. Lalu terbangun karena bapak membangunkan saat waktu mahgrib. Selepas salam sholat, sudah tidak terbendung lagi air dalam mata ini. Kusambung dengan sujud kembali, meminta Allah untuk memelukku.
Berucap syukur atas iman yang Allah berikan di tengah kehidupan yang menyesakkan ini. Rasanya mustahil bisa tetap berjalan, tanpa bantuan dan karunia Allah. Karena sungguh diri ini termasuk orang-orang yang dzalim seperti dalam doa Nabi Yunus as. Dan memohon ampun, karena belum bisa memberikan sesuatu yang berarti untuk bisa membebaskan al-quds. Sungguh mata ini melihat dan telinga ini mendengar bagaimana keadaan saudara-saudara muslim kami kehilangan seluruh hak dalam hidup mereka, tapi mereka tidak kehilangan keimanan pada-Mu Ya Allah. Betapa malunya, dengan kesempurnaan syariat yang engkau karuniakan, kami (di luar al-quds) yang telah Engkau tunaikan nikmat hidupnya, tidak mampu menjadikannya sebagai penolong mereka.
Rasanya sungguh menyesakkan melihat ketimpangan hidup yang nyata terjadi hari ini. Kasih sayang orangtua pada anak maupun anak pada orangtua, serta hak hidup adalah hal fitrah yang seharusnya dimiliki setiap manusia beserta penjagaannya. Tapi hari ini, betapa banyak yang terhalang untuk memenuhinya karena sulitnya kondisi ekonomi, pandangan hidup kebebasan, dan sekat wilayah.
Semakin menyadari bahwa hidup yang singkat ini, tidak cukup 'hidup' jika hanya untuk memikirkan kehidupan diri sendiri. Berat? Sudah semestinya. Tapi tidak apa-apa, menangis saja jika perlu. Kelak langkah yang berat itu akan menjadi berarti.
10/08/24
0 notes
hellopanda69 · 2 months
Text
Film-Film yang Membahas Isu Sosial Kontemporer
Tumblr media
Film telah lama menjadi medium yang kuat untuk mengeksplorasi dan mengungkap isu-isu sosial kontemporer. Melalui narasi yang kuat dan karakter yang kompleks, film mampu menyentuh hati penonton dan memicu diskusi tentang berbagai tantangan yang dihadapi masyarakat modern. Berikut adalah beberapa film yang secara efektif membahas isu sosial kontemporer, menawarkan perspektif yang mendalam dan sering kali memprovokasi pemikiran.
1. "Parasite" (2019)
Sutradara: Bong Joon-ho Isu Sosial: Kesenjangan Kelas, Ketidaksetaraan Ekonomi
"Parasite" adalah film Korea Selatan yang meraih penghargaan Academy Award untuk Film Terbaik. Film ini mengisahkan tentang dua keluarga dari latar belakang ekonomi yang sangat berbeda – keluarga kaya Park dan keluarga miskin Kim. Dengan menggunakan cerita yang penuh ketegangan dan satire sosial, Bong Joon-ho mengeksplorasi kesenjangan kelas dan ketidaksetaraan ekonomi dengan cara yang menggugah pikiran dan emosional. Film ini menyajikan kritik tajam terhadap perbedaan sosial dan kesenjangan yang semakin melebar di masyarakat.
2. "Get Out" (2017)
Sutradara: Jordan Peele Isu Sosial: Ras dan Diskriminasi, Rasisme Sistemik
"Get Out" adalah film horor psikologis yang menggabungkan elemen teror dengan komentar sosial yang mendalam. Jordan Peele menciptakan sebuah cerita tentang seorang pria kulit hitam yang mengunjungi keluarga pacarnya kulit putih dan menemukan bahwa ada sesuatu yang sangat salah di sana. Film ini mengeksplorasi tema rasisme dan eksploitasi rasial dalam konteks yang sangat menegangkan dan satir, membuka diskusi tentang diskriminasi dan stereotip yang sering diabaikan.
3. "The Help" (2011)
Sutradara: Tate Taylor Isu Sosial: Ras, Hak Sipil, Kesenjangan Sosial
Berdasarkan novel karya Kathryn Stockett, "The Help" mengisahkan kehidupan para pembantu kulit hitam di Jackson, Mississippi pada tahun 1960-an. Film ini mengeksplorasi isu ras dan hak sipil melalui sudut pandang tiga wanita – seorang jurnalis kulit putih, dan dua pembantu kulit hitam. Dengan pendekatan yang penuh empati dan narasi yang kuat, film ini menggambarkan perjuangan melawan diskriminasi rasial dan memberikan suara pada mereka yang sering kali terpinggirkan.
4. "Roma" (2018)
Sutradara: Alfonso Cuarón Isu Sosial: Kelas Sosial, Peran Gender, Ketidakadilan Sosial
"Roma" adalah film semi-autobiografi yang berlatar di Meksiko City pada tahun 1970-an. Alfonso Cuarón menceritakan kisah seorang pembantu rumah tangga, Cleo, yang bekerja untuk keluarga kelas menengah. Film ini tidak hanya menyoroti ketidakadilan sosial dan ketimpangan kelas tetapi juga mengeksplorasi peran gender dan dampak perubahan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Dengan sinematografi yang indah dan narasi yang intim, "Roma" menyajikan pandangan mendalam tentang pengalaman kelas pekerja.
5. "A Beautiful Day in the Neighborhood" (2019)
Sutradara: Marielle Heller Isu Sosial: Kesehatan Mental, Empati, Persahabatan
Film ini, yang didasarkan pada artikel Esquire tentang Fred Rogers, menyoroti pentingnya empati dan kesehatan mental. Tom Hanks berperan sebagai Fred Rogers, seorang pembawa acara TV anak-anak yang terkenal dengan pesan-pesannya tentang cinta dan pengertian. Melalui cerita persahabatan dan penyembuhan, film ini membahas dampak positif dari empati dan dukungan emosional dalam mengatasi masalah pribadi dan kesehatan mental.
6. "The Post" (2017)
Sutradara: Steven Spielberg Isu Sosial: Kebebasan Pers, Korupsi Pemerintah, Hak Masyarakat untuk Tahu
"The Post" mengisahkan perjuangan surat kabar Washington Post dalam mempublikasikan dokumen Pentagon yang mengungkapkan kebohongan pemerintah AS tentang Perang Vietnam. Film ini, dengan Meryl Streep dan Tom Hanks sebagai bintang utama, menyoroti pentingnya kebebasan pers dan tanggung jawab media dalam menghadapi kekuasaan pemerintah. Dalam konteks ketidakpastian politik saat ini, film ini relevan dalam membahas isu-isu tentang transparansi dan akuntabilitas.
7. "Boyhood" (2014)
Sutradara: Richard Linklater Isu Sosial: Keluarga, Pertumbuhan Anak, Perubahan Sosial
"Boyhood" adalah eksperimen sinematik yang mengikuti kehidupan seorang anak laki-laki dari usia enam tahun hingga dewasa muda. Richard Linklater menggunakan teknik yang unik dengan merekam film ini selama 12 tahun, menangkap perubahan fisik dan emosional karakter utama, Mason, serta dinamika keluarganya. Film ini mengeksplorasi tema pertumbuhan pribadi, perubahan keluarga, dan dinamika sosial yang mempengaruhi perkembangan individu.
Penutup
Film-film yang membahas isu sosial kontemporer tidak hanya menawarkan hiburan, tetapi juga berfungsi sebagai cermin bagi masyarakat, memperlihatkan tantangan, ketidakadilan, dan perubahan yang terjadi di sekitar kita. Dengan narasi yang kuat dan karakter yang mendalam, film-film ini mendorong penonton untuk berpikir kritis dan reflektif tentang berbagai aspek kehidupan sosial dan budaya. Melalui cerita mereka, film-film ini memainkan peran penting dalam dialog sosial dan memperluas pemahaman tentang isu-isu yang mempengaruhi masyarakat modern.
0 notes
pardomuansitanggang · 2 months
Text
Isu tentang pendidikan, PARDOMUANSITANGGANG.COM – Isu-isu tentang pendidikan sangat beragam dan mencakup berbagai aspek yang mempengaruhi kualitas dan aksesibilitas pendidikan. Berikut adalah beberapa isu utama yang sering menjadi perhatian dalam bidang pendidikan: 1. Kesenjangan Akses dan Kesetaraan a. Kesenjangan Sosial-Ekonomi: Anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah seringkali memiliki akses yang lebih terbatas ke pendidikan berkualitas dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga yang lebih mampu. b. Kesenjangan Gender: Di beberapa wilayah, anak perempuan memiliki akses yang lebih terbatas ke pendidikan dibandingkan anak laki-laki, meskipun banyak kemajuan telah dicapai dalam beberapa dekade terakhir. c. Kesenjangan Geografis: Siswa di daerah pedesaan atau terpencil seringkali memiliki akses yang lebih terbatas ke fasilitas pendidikan, guru berkualitas, dan sumber daya pendidikan dibandingkan dengan siswa di daerah perkotaan. 2. Kualitas Pendidikan a. Kualitas Guru: Banyak sekolah yang kekurangan guru berkualitas. Pelatihan, dukungan, dan insentif yang tidak memadai sering menjadi penyebab utama. b. Kurikulum yang Tidak Relevan: Kurikulum yang tidak relevan dengan kebutuhan zaman atau kebutuhan lokal dapat menghambat perkembangan keterampilan yang dibutuhkan siswa untuk masa depan mereka. c. Fasilitas dan Sumber Daya yang Tidak Memadai: Banyak sekolah yang tidak memiliki fasilitas yang memadai, termasuk ruang kelas yang layak, laboratorium, perpustakaan, dan akses ke teknologi. 3. Pendanaan Pendidikan a. Kekurangan Pendanaan: Banyak sistem pendidikan yang menghadapi masalah kekurangan dana, yang berdampak pada kualitas fasilitas, gaji guru, dan program-program pendidikan. b. Pengelolaan Dana yang Tidak Efisien: Korupsi, birokrasi, dan manajemen yang buruk dapat menghambat distribusi dana yang efektif dan efisien ke sekolah-sekolah. 4. Teknologi dalam Pendidikan a. Akses ke Teknologi: Ketidakmerataan akses ke teknologi dan internet menghambat implementasi pendidikan berbasis teknologi, terutama di daerah terpencil atau kurang mampu. b. Kesiapan Guru dan Siswa: Kurangnya pelatihan bagi guru dan kesiapan siswa dalam menggunakan teknologi dapat mengurangi efektivitas integrasi teknologi dalam pembelajaran. 5. Kesejahteraan dan Dukungan untuk Siswa a. Kesehatan Mental dan Emosional: Meningkatnya masalah kesehatan mental di kalangan siswa memerlukan perhatian khusus dan dukungan dari sekolah dan masyarakat. b. Dukungan bagi Siswa dengan Kebutuhan Khusus: Banyak sistem pendidikan yang belum mampu menyediakan dukungan yang memadai bagi siswa dengan kebutuhan khusus. 6. Tantangan dalam Sistem Pendidikan a. Reformasi Pendidikan: Proses reformasi pendidikan seringkali lambat dan menghadapi resistensi dari berbagai pihak, termasuk birokrasi, politik, dan masyarakat. b. Evaluasi dan Asesmen: Sistem evaluasi yang terlalu berfokus pada ujian standar dapat menghambat perkembangan keterampilan kritis dan kreatif siswa. 7. Pendidikan Inklusif a. Inklusivitas dalam Pendidikan: Menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan ramah bagi semua siswa, termasuk mereka yang berasal dari latar belakang etnis, budaya, dan agama yang berbeda. 8. Pandemi COVID-19 dan Pendidikan a. Gangguan Pembelajaran: Pandemi COVID-19 menyebabkan gangguan besar dalam pembelajaran, dengan banyak sekolah terpaksa melakukan pembelajaran jarak jauh. b. Ketimpangan Pembelajaran: Pandemi memperburuk ketimpangan dalam akses pendidikan, terutama bagi siswa yang tidak memiliki akses ke teknologi atau lingkungan belajar yang mendukung di rumah. 9. Partisipasi Orang Tua dan Komunitas a. Keterlibatan Orang Tua: Keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak-anak mereka sangat bervariasi dan dapat mempengaruhi keberhasilan akademik siswa. b. Kolaborasi dengan Komunitas: Kerjasama antara sekolah dan komunitas setempat dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan mendukung perkembangan siswa secara holistik. 10. Globalisasi dan Pendidikan a. Persaingan Global: Pendidikan harus mempersiapkan siswa untuk bersaing di pasar global...
0 notes
journalpapua · 3 months
Text
PMKRI Mencatat Lebih Dari 3300 Tindak Kekerasan Terhadap PRT, Negara Bungkam
JAKARTA | Ketimpangan relasi kuasa antara Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan pemberi kerja juga kerap berakhir menjadi kekerasan ekonomi maupun fisik pada pembantu rumah tangga, hal itu dikatakan Ketua Umum Lembaga Pemberdayaan Perempuan Pengurus Pusat (PMKRI) Periode 2022-2024, Raineldis Bero melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (29/6/2024). Dalam konteks internasional lanjut Raineldis,…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
quguru · 5 months
Text
Pengantar Globalisasi
Apa itu globalisasi? Bagaimana fenomena ini telah memengaruhi dunia kita? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, mari kita memulai dengan pemahaman dasar tentang globalisasi.
Konsep globalisasi telah ada dalam pemikiran manusia selama berabad-abad. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, konsep ini telah mendapatkan perhatian besar dari ilmuwan, pemikir ekonomi, dan sosiolog. Salah satu tokoh terkenal dalam pembicaraan tentang globalisasi adalah Marshall McLuhan.
Sosiologi Roland Robertson juga telah memberikan pandangan pentingnya tentang globalisasi, terutama dalam konteks budaya dan sosial. Tidak hanya itu, banyak pemikir lainnya juga telah menggambarkan fenomena ini dengan berbagai sudut pandang.
Kenichi Ohmae, seorang konsultan bisnis, bahkan menyumbangkan konsep "wilayah tiga blok" dalam bukunya "The Borderless World," yang membahas globalisasi ekonomi.
Dewasa ini, para sosiolog dan ekonom kontemporer terus memeriksa dampak globalisasi dalam berbagai aspek kehidupan kita, termasuk ekonomi, sosial, dan budaya.
Sekarang, mari kita pahami pengertian globalisasi itu sendiri. Bagi sebagian orang, globalisasi adalah fenomena alamiah yang telah ada sejak lama, seperti perdagangan antar bangsa pada era Jalur Sutera.
Namun, bagi yang lain, globalisasi adalah proyek sistematis yang diciptakan oleh negara-negara barat, perusahaan-perusahaan multi nasional, dan elit global untuk menguasai dunia. Mereka melihat globalisasi sebagai bentuk mutakhir dari kapitalisme.
Globalisasi memengaruhi ekonomi, budaya, dan bahkan agama. Efeknya tidak hanya terasa di negara-negara besar, tetapi juga di negara-negara kecil dan penduduk dunia secara umum.
Sekarang, mari kita dengarkan pandangan beberapa ahli terkemuka tentang globalisasi.
Anthony Giddens melihat globalisasi sebagai proses yang menghubungkan orang-orang di seluruh dunia melalui perubahan dalam ekonomi, teknologi, politik, dan budaya.
Joseph Stiglitz, seorang ekonom terkenal, fokus pada aspek ekonomi globalisasi dan menyoroti dampak ketimpangan yang mungkin timbul.
Arjun Appadurai, seorang antropolog, membahas dimensi budaya globalisasi dan bagaimana media, teknologi, dan ideologi menghubungkan individu di seluruh dunia.
Manuel Castells, seorang sosiolog komunikasi, menekankan peran internet dalam membentuk hubungan global.
Dari berbagai pandangan ini, kita dapat menyimpulkan bahwa globalisasi adalah fenomena kompleks yang melibatkan integrasi ekonomi, politik, sosial, dan budaya di seluruh dunia.
Menurut Jan Aart Scholte, ada beberapa pengertian dalam globalisasi, termasuk internasionalisasi, liberalisasi, universalisasi, dan westernisasi.
Dan itulah pengantar singkat tentang globalisasi. Bagi kita semua, penting untuk memahami bagaimana fenomena ini memengaruhi kehidupan kita sehari-hari.
Baca lengkap di sini:
0 notes
mahijaanstasia · 5 months
Text
PLOT ON : SIARAN LANGSUNG.
Wajah Anastasia nyaris memenuhi layar gawainya sendiri ketika jemarinya menekan opsi “Siaran langsung” pada aplikasi instagramnya yang baru-baru ini mencapai hingga 10.000 pengikut. Sang dara berdecak, sulit mempercayai bahwa kini ia berada di bawah naungan ATUT Entertaiment. Siapa sangka, perempuan muda yang kerap merutuki sistem kapitalisme itu pada akhirnya merangkaki sistem itu juga.
Apakah sedang berkompromi? Apakah sedang menikmati menjadi buruh atau komoditi? Atau memang telah lenyap waras dan meluruh sudah isi kepala dan ideologinya? Entahlah—itu biar jadi rasahasia kecil yang disimpan oleh Anastasia.
“Halo teman-teman…” dengan canggung kuasa Anastasia bergerak membelah udara, digerakkan ke kanan dan ke kiri seolah tengah menyapa seseorang. “Wah, halo…. Terimakasih sudah menonton siaran langsung saya ya!” Ucapnya antusias.
Inilah yang sebetulnya dicari oleh Anastasia, sebuah ketenaran—sebuah pengaruh, hingga ia bisa menyebarkan isu-isu perempuan dan kesetaraan gender.
“Saya gak bisa lama-lama nih temen-temen, saya langsung ke pokok pembahasan saja, ya?” Ucapnya.
“Temen-temen, selama ini kalau kita mendengar soal kekerasan seksual, mungkin yang terpikir atau yang ada di kepala teman-teman adalah—oh, kekerasan seksual itu adalah bentuk dari kecacatan moralitas, atau Oh, itu karena seseorang tidak bisa mengendalikan nafsunya.” Anastia mulai menjelaskan—hilang sudah canggung yang melingkupinya bersamaan dengan banyaknya narasi yang keluar dari bibirnya.
“Nyatanya temen-temen, kekerasan seksual tidak hanya itu saja. Kekerasan seksual itu bukan sekedar karena ada yang mau menjadi korban atau pelaku. Tetapi kekerasan seksual ada karena relasi kuasa. Bahkan pada penelitian yang dilakukan oleh Rifka Annisa, sebuah organisasi non-goverment nih, dikemukakan bahwa pada kasus yang mereka temui, pelaku itu memang merasa berhak untuk memperkosa korban.” Ah, meski tidak terlihat oleh kamera—tangan sang dara mengepal kuat, rasanya emosi dalam dirinya masih sama, masih susah dikendalikan.
Ia buru-buru menenangkan diri, berupaya menangani detak jantungnya yang bertulu-tulu. “Jadi, sebenernya—kekerasan seksual adalah sebuah tindak kekerasan yang dilatar belakangi oleh relasi kuasa, nah, apasih sebenernya relasi kuasa itu?” Anastasia berhenti sejenak—ia mengintip kolom komentar pada layar gawainya.
“Wah, wah. Ada satgas dari kampus merah muda… benar sekali jawabannya.” Senyum merekah jadi penghias wajah Anastasia, “Lebih tepatnya ketimpangan relasi kuasa ya. Ketimpangan relasi kuasa itu terjadi apabila pelaku memiliki posisi yang lebih tinggi dibanding korban.” Sambungnya.
“Kekerasan seksual erat kaitannya dengan ketimpangan relasi kuasa antar jenis kelamin sehingga ada pihak (pelaku) yang menyalahgunakan pengetahuan, status sosial dan ekonomi atau hak nya untuk melakukan perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan atau menyerang tubuh khususnya alat vital dan fungsi reproduksi seseorang (penyintas) tanpa konsen atau persetujuan.” Anastasia diam sejenak, ia melirik kolom komentarnya lagi dalam sekali gerak mata sebelum akhirnya kembali fokus pada pembahasannya.
“Jadi, Relasi kuasa menjadi alat penindasan, ia ditentukan oleh hubungan hierarkis. Memiliki kekuasaan berarti memiliki kemampuan untuk mengubah perilaku atau sikap orang lain sesuai dengan apa yang diinginkan oleh orang yang memiliki kuasa tersebut. Dengan memiliki kekuasaan, otomatis yang bersangkutan memiliki pengaruh termasuk terhadap orang-orang yang ia jadikan korban kasus kekerasan seksual.”
Anastasia memperbaiki duduknya, ia membuka lembar demi lembar catatan yang ia siapkan agar tidak terlewat dan keluar dari topik. “Menurut Foucault, kuasa dijalankan melalui serangkaian regulasi tertentu yang saling mempengaruhi. Kuasa menjalankan perannya melalui serangkaian aturan-aturan dan sistem-sistem tertentu sehingga menghasilkan semacam rantai kekuasaan. Secara garis besar, terdapat dua faktor terjadinya kasus kekerasan seksual. Yakni faktor penyebab dan faktor pemicu. Faktor penyebabnya ialah ketimpangan relasi kuasa. Sementara faktor pemicunya bisa bermacam-macam. Bisa karena perekonomian, pendidikan yang rendah, bisa juga karena pemahaman agama yang berbeda dan lain hal.”
Anastasia mulai bergerak gelisah dalam duduknya—ia memutuskan untuk mengikat rambutnya ke atas agar bisa lebih leluasa. “Maka, andaikata tidak ada ketimpangan dalam kehidupan masyarakat kita, akan sangat kecil kemungkinan terjadinya kasus kekerasan seksual.” Setelahnya, Anastasia membungkuk kecil, ia meraih gawainya dan memperhatikan kolom komentar.
“Saya bingung mau sambung apa, saya izin liat komentar ya. Silahkan tanya-tanya kalau mau.” Ucapnya.
“Oh ini, siapa pihak yang sering disubordinasi dalam relasi kuasa? Pertanyaan dari Mbak Ajeng, terimakasih sudah tanya ya, saya izin jawab.” Gawainya lantas diletakkan kembali, Anastias memilih duduk dengan posisi tegap.
“Kalau menurut saya pribadi ya, sebetulnya siapapun rentan untuk dipinggirkan. Tetapi melihat kenyataannya, kultur patriarki telah menempatkan perempuan dalam posisi yang lebih rendah dibanding laki-laki atau sebagai masyarakat kelas kedua (second sex), sehingga perempuan dianggap tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam bidang politik, sosial, dan lain sebagainya dibandingkan dengan laki-laki yang memiliki kekuatan penuh dalam kontrol sosial.” Anastasia bernafas berat, “Jadi ya daam hal ini, perempuan yang rentan disubordinasi.”
“Melalui pengetahuan saja contohnya, kita sering mendengar bahwa laki-laki dengan sosok maskulinitasnya adalah figur yang kuat sementara perempuan dengan feminitasnya adalah figur yang lemah. Hal ini jika terus menerus dilanggengkan maka akan membentuk suatu paradigma kepercayaan bahwasanya laki-laki memanglah sosok yang selalu kuat dan perempuan selalu lemah. Dengan begitu masyarakat memiliki pengetahuan laki-laki kuat dan perempuan lemah.”
Anastasia menunduk lagi, ia melirik kolom komentarnya. “Satu pertanyaan saja ya dulu? Bisa dilanjutkan kapan-kapan atau teman-teman tanyakan lewat DM, saya harus menangani pasien setelah ini. Terimakasih sudah menonton teman-teman.”
Ucapan tersebut mengakhiri siaran langsung Anastasia malam ini, ia mematikan siaran langsungnya dengan terburu-buru.
Catatan: Penulis memberi informasi berdasarkan apa yang penulis baca tetapi sebagaimana manusia yang tidak sempurna, penulis memohon maaf apabila adalah kesalahan dalam memberi materi/teori
Tumblr media
0 notes
arsyadsworld · 6 months
Text
Desain Partisi dalam Pembangunan di Pangkalan Kerinci
Tumblr media
Desain Partisi dalam Pembangunan di Pangkalan Kerinci - Pangkalan Kerinci, sebuah kota yang terletak di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, menjadi sorotan utama dalam pembangunan wilayah di Indonesia. Terkenal dengan kekayaan alamnya dan posisinya yang strategis, Pangkalan Kerinci menjadi pusat perhatian bagi para pembangun dan arsitek dalam mewujudkan visi pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.
Desain Partisi dalam Pembangunan di Pangkalan Kerinci
Desain partisi bukan hanya sekadar pembatas fisik, tetapi juga merupakan elemen penting dalam menciptakan lingkungan yang fungsional, estetis, dan berdaya guna tinggi. Dengan memanfaatkan desain partisi yang tepat, Pangkalan Kerinci dapat menghadirkan ruang yang fleksibel, terstruktur, dan ramah lingkungan, sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.
Dengan demikian, artikel ini bertujuan untuk memberikan wawasan yang mendalam tentang bagaimana desain partisi dapat berperan secara signifikan dalam mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan dan berdaya guna di Pangkalan Kerinci.
Konteks Pembangunan di Pangkalan Kerinci
Pangkalan Kerinci, kota yang terletak di Provinsi Riau, Indonesia, memiliki sejarah yang kaya dan perkembangan yang signifikan sejak dulu hingga saat ini. Awalnya dikenal sebagai daerah perkebunan karet dan kelapa sawit, Pangkalan Kerinci mengalami transformasi yang pesat menjadi pusat industri dan ekonomi yang penting di wilayah tersebut. Perkembangan ini didorong oleh berbagai faktor, termasuk pertumbuhan ekonomi yang stabil, investasi dalam infrastruktur, dan kebijakan pembangunan yang progresif.
Tantangan dan Peluang dalam Pembangunan Wilayah Ini
Meskipun mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat, Pangkalan Kerinci juga dihadapkan pada sejumlah tantangan yang perlu diatasi dalam proses pembangunannya. Tantangan tersebut meliputi masalah seperti keberlanjutan lingkungan, infrastruktur yang belum memadai, ketimpangan sosial-ekonomi, dan kebutuhan akan perumahan yang layak bagi penduduk. Namun demikian, di tengah tantangan tersebut, terdapat pula peluang besar untuk mengembangkan potensi wilayah ini lebih lanjut, baik dari segi ekonomi, infrastruktur, maupun kualitas hidup masyarakatnya.
Peran Desain Arsitektur dalam Mencapai Tujuan Pembangunan
Dalam menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang pembangunan di Pangkalan Kerinci, peran desain arsitektur menjadi sangat penting. Dengan memanfaatkan prinsip-prinsip desain yang baik, seperti pemanfaatan ruang yang efisien, integrasi teknologi hijau, dan pembangunan berkelanjutan, desain arsitektur dapat menjadi kunci untuk mencapai tujuan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan di Pangkalan Kerinci.
Melalui pemahaman yang mendalam tentang konteks pembangunan Pangkalan Kerinci, kita dapat lebih memahami kompleksitas dan dinamika pembangunan wilayah ini serta pentingnya peran desain arsitektur, termasuk desain partisi, dalam merespons tantangan dan memanfaatkan peluang yang ada.
Peran Desain Partisi dalam Pembangunan Wilayah
Desain partisi memainkan peran kunci dalam pembangunan wilayah seperti Pangkalan Kerinci dengan menciptakan ruang yang fleksibel dan multifungsi. Melalui penggunaan partisi yang cerdas dan adaptif, ruang yang awalnya terbatas dapat diubah menjadi ruang yang lebih efisien dan dapat menyesuaikan diri dengan berbagai kebutuhan pengguna.
Menciptakan Keseimbangan antara Privasi dan Interaksi Sosial
Desain partisi juga memungkinkan pembangunan wilayah seperti Pangkalan Kerinci untuk menciptakan keseimbangan yang baik antara privasi dan interaksi sosial. Melalui desain partisi yang cerdas, ruang-ruang seperti apartemen, kantor, atau ruang publik dapat disusun sedemikian rupa sehingga memungkinkan penghuni atau pengguna untuk memiliki kontrol atas tingkat privasi mereka sambil tetap memungkinkan komunikasi dan interaksi yang mudah terjadi.
Memfasilitasi Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi Lokal
Dengan memungkinkan fleksibilitas dalam penggunaan ruang, desain partisi dapat mendukung berbagai jenis usaha dan kegiatan ekonomi, mulai dari usaha kecil dan menengah hingga kantor-kantor perusahaan besar. Hal ini menciptakan peluang bagi masyarakat setempat untuk berinovasi, berkolaborasi, dan mengembangkan usaha mereka sendiri, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial di wilayah tersebut.
Dengan demikian, peran desain partisi dalam pembangunan wilayah seperti Pangkalan Kerinci tidak dapat diabaikan. Melalui desain partisi yang cerdas dan terencana dengan baik, pembangunan wilayah dapat menciptakan ruang yang fleksibel, nyaman, dan inklusif, yang memungkinkan masyarakat untuk berkembang dan bertumbuh bersama.
Tren dan Inovasi Terkini dalam Desain Partisi
Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi perkembangan pesat dalam teknologi dan material yang digunakan dalam desain partisi. Selain itu, material baru yang ramah lingkungan dan inovatif, seperti panel akustik berbasis daur ulang dan partisi berenergi rendah, membuka peluang baru untuk menciptakan partisi yang efisien secara energi dan berkelanjutan.
Integrasi Konsep Ramah Lingkungan dalam Desain Partisi
Desain partisi yang ramah lingkungan semakin menjadi fokus utama dalam industri konstruksi dan arsitektur. Partisi dengan sistem penyaring udara alami, penggunaan material daur ulang, dan penggunaan sumber energi terbarukan menjadi tren yang semakin populer. Hal ini tidak hanya mencerminkan kesadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan, tetapi juga memberikan kesempatan untuk mengurangi jejak karbon dan meningkatkan kualitas udara dalam ruangan.
Adaptasi Desain Partisi terhadap Kebutuhan Masyarakat Modern
Desain partisi juga terus beradaptasi dengan perkembangan kebutuhan dan gaya hidup masyarakat modern. Partisi yang dapat diubah-ubah, modular, dan dapat disesuaikan secara personal menjadi pilihan yang semakin diminati. Selain itu, penekanan pada desain yang minimalis, elegan, dan berfungsional memberikan ruang bagi partisi untuk menjadi lebih dari sekadar pembatas ruang, tetapi juga menjadi elemen dekoratif yang menarik dan menyatu dengan estetika ruangan secara keseluruhan.
Sebagai bagian integral dari pembangunan wilayah seperti Pangkalan Kerinci, desain partisi yang inovatif dan berdaya guna dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih baik, lebih efisien, dan lebih berkelanjutan bagi masyarakat.
Kesimpulan
Desain Partisi Pangkalan Kerinci bukan hanya sekadar pembatas fisik antar-ruangan, tetapi juga menjadi elemen kunci dalam menciptakan ruang yang fleksibel, multifungsi, dan berdaya guna tinggi. Melalui penggunaan desain partisi yang cerdas dan inovatif, ruang yang terbatas dapat dioptimalkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan pengguna, mulai dari aspek privasi hingga kolaborasi sosial, serta mendukung pertumbuhan ekonomi lokal.
Dengan cepatnya perkembangan teknologi dan perubahan kebutuhan masyarakat, desain partisi harus terus beradaptasi dan berkembang agar tetap relevan dan efektif dalam mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif di Pangkalan Kerinci.
Di tengah perubahan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dinamis, perlu adanya strategi yang terencana dan terkoordinasi dengan baik untuk menghadapi tantangan yang muncul dan memanfaatkan peluang yang ada. Dengan komitmen untuk terus mendorong inovasi dan kolaborasi lintas sektor, kita dapat memastikan bahwa desain partisi akan tetap menjadi bagian integral dari transformasi positif dalam pembangunan wilayah ini.
0 notes
theartismi · 7 months
Text
Janji Kesejahteraan di Sistem ini ternyata membuat kita harus berhutang
Kalian harus tau kenapa pajak kalian naik terus? Biaya pelayanan tinggi banget? Dan banyak ketimpangan sebagai rakyat yang bermuara pada ekonomi. Ini solusinya
@theartismi | Allaboutkhilafah
Suatu negara yang hendak menyusun anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) ternyata harus mengikuti suatu prinsip atau kaidah tertentu yang sesuai dengan paham ekonomi yang dianutnya. Negara yang menganut paham ekonomi kapitalisme (konvensional), dalam menyusun APBN-nya, tentu akan sangat berbeda dengan negara yang menganut sistem ekonomi Islam. Pembahasan berikutnya adalah bagaimana kebijakan anggaran belanja negara itu akan ditetapkan, khususnya pada negara Khilafah yang menganut sistem ekonomi Islam.
Sekilas APBN Konvensional
APBN dari suatu negara yang menganut paham ekonomi kapitalisme (konvensional) akan memiliki konsep penyusunan yang khas, menggunakan kaidah-kaidah tertentu yang telah digariskan. Konsep itu dapat diketahui dengan melihat dua unsur utama penyusunnya, yaitu dari mana sumber utama penerimaannya dan untuk apa pengeluarannya (belanjanya). Selain itu, pemerintah dalam menyusun APBN-nya juga harus mendapat persetujuan dari DPR, untuk selanjutnya akan ditetapkan sebagai anggaran belanja selama satu tahun, yang biasa dikenal sebagai tahun fiskal.
Menurut paham ekonomi kapitalisme, sumber utama pendapatan negara hanyalah berasal dari pajak yang dipungut dari rakyatnya. Pengeluaran (belanja) utamanya hanyalah untuk membiayai kebutuhannya sendiri, seperti administrasi negara, operasi departemen pemerintah, dan pertahanan keamanan. Di samping itu, belanjanya juga akan digunakan untuk membiayai berbagai kepentingan pembangunan fasilitas umum, seperti membangun jalan, jembatan, waduk, sekolah, dan rumah sakit. Dalam menyusun APBN-nya, pemerintah harus selalu merujuk pada prinsip anggaran berimbang. Artinya, belanja yang dikeluarkan oleh pemerintah harus seimbang (sebesar) dengan penerimaan dari pajak yang berasal dari rakyatnya.
Jika pemerintah harus mengeluarkan belanja yang besarnya melebihi sumber penerimaannya, inilah yang akan disebut sebagai anggaran defisit atau biasa dikenal dengan sebutan defisit fiskal.
Jika anggaran pemerintah mengalami defisit, biasanya akan ditutup dengan salah satu dari empat cara: (1) Penjualan obligasi (surat utang negara). (2) Pinjaman dari bank sentral dengan cara mencetak uang baru. (3) Pinjaman di pasar uang atau modal di dalam negeri atau luar negeri. (4) Pinjaman atau bantuan resmi dari pemerintah negara-negara donor.
Dari penjelasan singkat di atas kita dapat memahami, jika pemerintah harus menetapkan anggran defisit, dari keempat sumber dana untuk menutupi kekurangan anggarannya, sesungguhnya hanya bermuara pada suatu kata, yaitu utang!
Jika APBN memiliki beban utang, siapa yang berkewajiban untuk membayar angsuran utang pokoknya ditambah dengan bunganya (ribanya)? Jawabnya tidak lain adalah rakyat! Melalui apa? Melalui beban pajak yang akan senantiasa dinaikkan besarannya; atau dengan memperbanyak jenis-jenis pajaknya!
Inilah buah simalakama dari sistem APBN konvensional. Jika negara menetapkan anggaran defisit untuk menyelamatkan ekonomi rakyatnya, dalam jangka panjang justru akan membebani rakyatnya. Namun, jika pemerintah tidak mau memberi bantuan kepada rakyatnya, tentu ekonomi rakyat akan semakin terpuruk. Mana kebijakan yang harus dipilih? Inilah lingkaran setan dari ekonomi kapitalisme, yang tidak pernah akan berujung pangkal.
Sekilas APBN Negara Khilafah
Bagaimana dengan konsep penyusunan APBN di negara Khilafah? Tentu prinsip dasar dan kaidah-kaidah penyusunan sangat berbeda dengan prinsip penyusunan APBN dalam ekonomi konvensional. Perbedaan prinsip yang paling mendasar antara APBN konvensional dan APBN Khilafah adalah menyangkut sumber-sumber utama pendapatannya maupun alokasi pembelanjaannya. Sumber-sumber penerimaaan negara Khilafah, yang lebih dikenal denagan sebutan Kas Baitul Mal, sama sekali tidak mengandalkan dari sektor pajak. Bahkan negara sedapat mungkin tidak memungut pajak dari rakyatnya.
Sumber-sumber utama penerimaan Kas Baitul Mal seluruhnya telah digariskan oleh syariah Islam. Paling tidak ada tiga sumber utama, yaitu (a) Sektor kepemilikan individu, seperti: sedekah, hibah, zakat, dsb. (b) Sektor kepemilikan umum, seperti pertambangan, minyak bumi, gas, batubara, kehutanan, dsb dan (c) Sektor kepemilikan negara, seperti jizyah, kharaj, ghanimah, fa’I, ‘usyur, dsb.
Jika sumber utama penerimaan negara sudah jelas, yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah bagaimana dengan ketentuan pembelanjaannya?
Konsep dan Kaidah Pembelanjaan
Seorang kepala negara (Khalifah) dalam negara Khilafah memiliki kewenangan penuh untuk menetapkan anggaran belanjanya tanpa harus meminta persetujuan Majelis Umat (atau DPR dalam sistem ekonomi kapitalisme). Penyusunan anggaran belanja negara Khilafah juga tidak terikat dengan tahun fiskal sebagaimana dikenal dalam sistem ekonomi kapitalisme. Khalifah hanya tunduk pada garis-garis atau kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh syariat Islam.
Khalifah memiliki kewenangan penuh untuk mengatur pos-pos pengeluarannya, dan besaran dana yang harus dialokasikan, dengan mengacu pada prinsip kemaslahatan dan keadilan bagi seluruh rakyatnya, berdasarkan pada ketentuan yang telah digariskan oleh syariah Islam, agar jangan sampai harta itu berputar di kalangan orang-orang kaya saja (QS al-Hasyr [59]: 7). Wallahu A’lam.
Sumber dari Rumah Tsaqofah, penulis Umar Fadhilah
0 notes
baliportalnews · 8 months
Text
Sekda Dewa Indra: Capaian RPJPD Bali Tahun 2005-2025 Cukup Baik dan di Atas Rata-Rata Nasional
Tumblr media
BALIPORTALNEWS.COM, DENPASAR - Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali, Dewa Made Indra mengatakan bahwa Target Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) tahun 2005-2025 secara makro sudah tercapai, bahkan banyak angka yang berada di atas rata-rata nasional. Hal tersebut dikatakannya saat memberikan sambutan mewakili Pj. Gubernur Bali, S.M Mahendra Jaya pada acara Kunjungan Kerja Komite IV DPD RI, dalam rangka Pengawasan atas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025, bertempat di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Denpasar pada Selasa (16/1/2024). “Target makro pertumbuhan ekonomi selama 19 tahun dikurangi masa Covid-19 ini relatif tercapai. Kecuali masa Covid karena itu di luar kontrol manusia,” jelasnya pada kesempatan yang turut dihadiri oleh Pimpinan DPD RI, Dr. H. Mahyudin, S.T., M.M, Pimpinan MPR RI, Prof. Fadel Muhammad, Wakil Ketua Komite IV, Fernando Sinaga, S.Th., serta Koordinator Tim/Prov. Bali, Dr. Made Mangku Pastika, M.M. Secara umum, birokrat asal Desa Pemaron, Buleleng, tersebut menjabarkan inflasi di Bali selama hampir 20 tahun ini cukup terkendali. “Pengecualian terjadi pasca (pandemi, red) Covid-19, karena pariwisata baru dibuka dan daya beli masyarakat tiba-tiba melejit sehingga berdampak inflasi. Namun, tahun 2023 inflasi kembali terkendali,” imbuhnya. Selain itu, angka baik juga diikuti oleh Indeks Gini Ratio, yang bisa dilihat ketimpangan di Bali jauh di bawah Nasional. Lebih lanjut, ia juga menambahkan, bahwa tingkat kemiskinan di Bali jauh di bawah Nasional. Menurutnya, kemiskinan tidak bisa dinihilkan karena ada aspek fisik yang menentukan seperti disabilitas dan demografi. Tentang kemiskinan ekstrem yang mencuat akhir-akhir ini juga menurutnya masih sangat rendah di Bali. Mengenai beberapa penurunan seperti di bidang peternakan, perikanan dan pertanian, ia tidak menampik memang ada produksi yang turun. Namun, ada indikator lain yang harus dilihat seperti nilai tukar petani yang cukup naik. “Produksi menurun tapi dibarengi dengan kenaikan nilai tukar petani, sehingga hal itu bisa diimbangi,” tutupnya. Wakil Ketua Komite IV DPD RI, Fernando Sinaga mengatakan, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 20 tahun yang bertujuan untuk merancang sistem perencanaan pembangunan nasional diselenggarakan berdasarkan asas umum penyelenggaraan negara. Menurutnya, RPJPN juga menjadi acuan Kepala Daerah dalam Menyusun RPJPD. Ia juga menambahkan, permasalahan yang terjadi di Indonesia yang menjadi fokus DPD RI Komisi IV yaitu tingkat kemiskinan yang masih relatif tinggi, pendapatan negara yang masih menengah serta kesenjangan pembangunan dalam daerah. Pimpinan DPD RI, Mahyudin menekankan, RPJPN harus bisa memperjuangkan kepentingan daerah yang belum terwakili, sehingga dalam kesempatan ini diharapkan aspirasi daerah Bali bisa diserap sebanyak-banyaknya. Hal senada juga diungkapkan oleh Anggota DPD Dapil Bali, Made Mangku Pastika yang berharap pertemuan ini bisa menyerap aspirasi komprehensif untuk pembangunan Bali.(bpn) Read the full article
0 notes