Tumgik
#kuliah s2 online ugm
Text
KAMPUS TERBAIK, WA 0857-2367-4960, Daftar Kuliah Online Karawang
Tumblr media
KLIK WA http://wa.me/6285723674960, Kuliah Online Di Bandung, Kuliah Online Cepat, Kuliah Online Kelas Karyawan Murah, Kuliah Online Cianjur, Rekomendasi Kuliah Online Murah, Kuliah Online Cepat Lulus, Kuliah Online Akreditasi A Kuliah Murah, Waktu Fleksibel, Sambil Kerja? BISA BANGEETT... Langsung Aja DAFTAR!!! Program Perkuliahan Asik (PPA) Berikut Daftar Kampus Yang Menerima Pendaftaran Mahasiswa Baru. STIE Ganesha Univ Teknologi Nusantara STT Niit I-Tech STIE Hidayatullah STIE Widya Persada KEUNGGULAN Program Perkuliahan Asik - Kursus Bahasa - Pendampingan - Kelas MC & Public Speaking - Sertifikasi Email/Hub : [email protected] / 0857-2367-4960 Info Lebih Lanjut : https://ppa.baik.or.id/ https://www.instagram.com/programperkuliahanasik/ https://www.youtube.com/channel/UCdogRIebOUNQu5reqqTUwww #kuliahonlineviawhatsapp, #kuliahonline1semester, #5kuliahonlineterbaik, #kelaskaryawan, #kelaskaryawanbandung kuliah full online murah, kuliah full online s1, kuliah online s1 gratis, kuliah online kelas karyawan, kuliah online berijazah resmi, kuliah online s1 universitas terbuka, universitas online terbaik di indonesia, biaya kuliah online
0 notes
Text
Tumblr media
KLIK WA http://wa.me/6285723674960, Kuliah Online Murah Luar Negeri, Kuliah Online Muhammadiyah, Kuliah Online Murah Di Jakarta, Kuliah Online Murah Di Bekasi, Kuliah Online Murah Di Indonesia, Kuliah Online Murah Bekasi, Kuliah Online Murah Di Bandung, Kuliah Online Kelas Karyawan Murah, Kuliah Online Jurusan Olahraga, Kuliah Online ProbolinggoKuliah Murah, Waktu Fleksibel, Sambil Kerja? BISA BANGEETT...Langsung Aja DAFTAR!!!Program Perkuliahan Asik (PPA)Berikut Daftar Kampus Yang MenerimaPendaftaran Mahasiswa Baru.STIE GaneshaUniv Teknologi NusantaraSTT Niit I-TechSTIE HidayatullahSTIE Widya PersadaKEUNGGULANProgram Perkuliahan Asik- Kursus Bahasa- Pendampingan- Kelas MC & Public Speaking- SertifikasiEmail/Hub :[email protected] / 0857-2367-4960Info Lebih Lanjut :https://ppa.baik.or.id/https://www.instagram.com/programperkuliahanasik/https://www.youtube.com/channel/UCdogRIebOUNQu5reqqTUwww#kelaskaryawanlamongan, #kelaskaryawanmalang, #kelaskaryawanmakassar, #kelaskaryawanmakasar, #kelaskaryawanmalamuniversitas online terbaik di indonesia, kuliah online s1 gratis, kuliah online berijazah resmi, kuliah online jakarta, kuliah online s1 universitas terbuka, universitas online terbaik di indonesia, kuliah online gratis universitas indonesia, kuliah full online murah
0 notes
Text
WA 0857-3674-960, Kuliah S2 Online Ugm Nias
Tumblr media
WA 0857-3674-960, Kuliah S2 Online Ugm NiasLangsung ORDER KLIK WA http://wa.me/628573674960 , Kuliah S2 Online Ugm Nias, Kuliah S2 Online Ugm Klungkung, Universitas Kelas Karyawan Sabtu Minggu Di Surabaya Banjar Baru, Kelas Karyawan Sabtu Minggu P2k Banjarmasin, Kelas Karyawan Sabtu Minggu Edunitas Barito Selatan, Kelas Karyawan Sabtu Minggu Di Bandung Barito Timur, Kelas Karyawan Sabtu Minggu Barito Utara, Kelas Karyawan Sabtu Minggu Di Jakarta Gunung Mas, Kelas Karyawan Sabtu Minggu Di Bogor KapuasKampus Online, Kelas Karyawan, Kuliah Kelas Karyawan, Kuliah Karyawan Online, Program Kuliah Karyawan, Kuliah Kelas Karyawan Jakarta, Kuliah Kelas Karyawan Murah, Kampus Online,Kuliah Murah, Waktu Fleksibel, Sambil Kerja? BISA BANGEETT...Langsung Aja DAFTAR!!!Program Perkuliahan Asik (PPA)Pendaftaran Mahasiswa Baru.STIE GaneshaKEUNGGULANProgram Perkuliahan Asik- Kursus Bahasa- Pendampingan- Kelas MC & Public Speaking- SertifikasiInfo Lebih Lanjut :https://ppa.baik.or.id/https://www.instagram.com/programperkuliahanasik/https://www.youtube.com/channel/UCdogRIebOUNQu5reqqTUwwwkuliah karyawan, kuliah sabtu minggu, kuliah karyawan online, kuliah kelas karyawan murah, universitas kelas karyawan, kuliah karyawan edunitas, program kuliah karyawan, biaya kuliah karyawan, kuliah karyawan murah, jurusan kuliah karyawan, kelas karyawan di jakarta, kelas karyawan sabtu minggu#KuliahS2OnlineUgmNias, #KuliahS2OnlineUgmKlungkung, #UniversitasKelasKaryawanSabtuMingguDiSurabayaBanjarBaru, #KelasKaryawanSabtuMingguP2kBanjarmasin, #KelasKaryawanSabtuMingguEdunitasBaritoSelatan, #KelasKaryawanSabtuMingguDiBandungBaritoTimur, #KelasKaryawanSabtuMingguBaritoUtara, #KelasKaryawanSabtuMingguDiJakartaGunungMas, #KelasKaryawanSabtuMingguDiBogorKapuas
0 notes
iradatira · 1 year
Text
Menjelang dua puluh lima
Dulu, saat masih di tahun terakhir bangku sma, aku pernah menuliskan target capaian hidupku dari masuk kuliah hingga 20-30 tahun kedepan. Kenapa aku masih ingat dengan hal tersebut? Karena aku memotretnya, dan tidak sengaja aku melihat foto tersebut, kubaca ulang beberapa bulan ini. Tentu saja aku tertawa geli melihat roadmap hidupku yang dirancang oleh gadis belia umur 18 tahun itu.. sisi lain, aku salut dengannya karena dia sangat berani bermimpi, walau pengetahuannya tentang dunia pasca kampus sangat terbatas.
Berikut target yang ditulis gadis lugu itu saat usia 18 tahun: Lulus kuliah 3,5 tahun IPK di atas 3,5 cumlaude Skripsi A Setelah S1 langsung S2 di UI atau UGM dan lulus cumlaude Di umur 24 menikah
Bagaimana? Mbanyol bukan? Wkwkwkw Tentu saja yang terjadi kenyataan hidupku tidak semulus demikian. Banyak sekali ketakutan, kegagalan, dan plot twist kehidupan yang terjadi.
Kenyataannya aku justru mengalami: -aku lulus 4 tahun 3 bulan -lulus dengan IPK ngepres 3,5 wkwkw -skripsi tetap A tapi ini dengan penuh perjuangan, karena harus wawancara berbagai stakeholder saat karantina wilayah (PSBB) pandemi covid19 yang sedang tinggi. -ada beberapa kali sesi patah hati yang menguras energi wkwkkw, tapi juga membuatku bangkit dan sadar bahwa aku bisa membahagiakan diriku sendiri. Aku tetap bisa bersinar dengan atau tanpa orang lain. -sebelum lulus sempat merasa hampa dan hilang arah apakah ingin menjadi pekerja sektor publik, bekerja di bidang swasta, menjadi peneliti kebijakan publik, atau bekerja di bidang lembaga swadaya masyarakat/yayasan. -setelah lulus aku sempat merasa hopeless karena NGO atau perusahaan incaranku menolakku berkali-kali, mentok hanya sampai sesi wawancara. selama mengalami masa penolakan pekerjaan inilah sebenarnya mentalku sedang di posisi terendah.
Aku berusaha keras membangun rasa berharga diriku bukan dari pekerjaan dan gajiku, tapi apa yang bisa kulakukan untuk sekitarku dan bagaimana diriku bisa tetap memaksimalkan potensi. Saat itulah aku mengisi waktuku dengan mengajar les, mengikuti berbagai kelas online dan offline, aktif di berbagai komunitas, semata agar aku bisa menemukan rasa cukup dalam diri, perasaan bahwa aku berharga dan layak untuk menggapai mimpi-mimpiku meski jalanku terjal sekalipun.
Sekarang usiaku mendekati 25, belum menikah, belum S2, sedang menjalankan tugas sebagai relawan guru Indonesia Mengajar (biasa disebut Pengajar Muda) di ujung Kalimantan Barat selama satu tahun. Dann, di tengah penugasan ini ternyata aku mengalami kecelakaan, yang membuatku harus meninggalkan kabupaten penempatanku beberapa saat dan kembali ke kota asalku untuk operasi dan pemulihan…
Bagaimana rasanya? Tanyaku pada diri sendiri… Bagaimana memperjuangkan mimpi yang ternyata banyak likunya, banyak nangisnya. Berkali-kali merasa insecure dan ga berharga karena merasa banyak banget menghadapi kegagalan dan penolakan.
Bukan, bukan maksudku mendramatisir merasa jadi manusia paling berjuang, yang ingin kubagikan adalah, perjalanan hidup seseorang itu sangat personal, bisa jadi lintasanku tidak seterjal lintasanmu, begitupun sebaliknya. Namun tidak menjadikan apa-apa yang telah kita perjuangkan tidak berharga, tidak layak untuk dihargai. Kita bisa berbagi cerita satu sama lain atas apa yang telah kita lalui, bukan untuk dinilai siapa yang lebih berjuang. Melainkan agar kita bisa saling menguatkan, saling memberi petunjuk dengan empati.
Hal berharga yang kupelajari setelah 7 tahun lulus dari SMA; dunia ga harus berjalan sesuai dengan apa yang ada di kepalaku, dan itu bukanlah hal yang buruk. Aku belajar memberikan ruang penerimaan untuk mengalami kegagalan dan kesedihan atas apa-apa yang tidak berjalan sesuai harapan, meski aku sudah memberikan yang terbaik atas usahaku.
Perlahan rasa cukup itu mulai menghampiri, aku ga harus buru-buru untuk mengejar pencapaian. Karena definisi kesuksesanku sekarang tidak hanya pencapaian, melainkan perjalanan belajar itu sendiri. Bagaimana perjalanan ini membentuk diriku yang lebih tangguh, lebih tenang, lebih mawas diri, dan fokus pada memberikan dampak sekecil apapun itu..
25 notes · View notes
ambuschool · 3 months
Text
Mama Papa Melby
Hatiku tuh penuhhh bgt kl abis main sm mereka. Kayanya aku bakal SEDIH BGT pas Hilda udh sls kuliah huhuhu semoga Allah tetapkan persahabatan ini smp surga dan bs kolaborasi brg after balik ke Indonesia ❤️
Tumblr media
Jujur aja ini circle yang🔥🔥🔥
Masabid lg ngambil master of environment sebelumnya di tekim UI dan kerja jadi waste-specialist. Istrinya, temen SMA di IC trs sempet jadi ASN dan skrg lg ambil Certification jadi Childcare Educator.
Hilda lagi ngambil master of Law dengan fokus intelectual property. Suaminya, Shiddiq lagi S2 online di IIOU dan juga founder habiskerja.com.
Aku lagi ngambil Master of Public Health dan suamiku lulusan double degree MBA di UGM dan MSc di University of Agder, Norway.
Kurang satu lg nihhh, ada bang Zulung harusnya! Beliau lg ambil jurusan Master of Environmental juga disini, istrinya udh lebih dulu jadi Awardee AAS di th 2017 mengambil Master of Law dan skrg jadi dosen di Unhas.
Ntaappp.. semoga ada yg bs kita kontribusikan utk Indonesia 🔥🔥🥺🥺 laa hawlaa walla quwwata illa billah
0 notes
humairaleon · 2 years
Text
Kuliah Online di Universitas Gajah Mada Yogyakarta (UGM)
Dibuka program kuliah online dan juga kuliah kelas karyawan program studi s1, s2, s3 di Universitas Gajah Mada Yogyakarta (UGM) yang merupakan salah satu Universitas terkenal di negeri ini. Kuliah online merupakan salah satu sistem kuliah yang menggunakan fasilitas internet untuk media perkuliahannya. Sistem yang sering disebut sebagai kuliah elearning atau e-learning ini menerima kuliah kelas karyawan serta transfer kuliah dari D3 ke s1.
Terkait info lengkap kuliah online dan juga kuliah kelas karyawan ini Anda bisa menghubungi nomor telepon/whatsapp: 0877.568.00001 untuk informasi yang lebih lengkap.
Menjadi seorang karyawan sekaligus kuliah, atau kuliah sambil bekerja atau bekerja sambil kuliah, kenapa tidak? Kuliah online merupakan salah satu solusi bagi padatnya jam aktivitas. Ketidakdisiplin waktu dan prospek pengembangan karir kerja. Maka dari itulah Universitas Gajah Mada Yogyakarta (UGM) membuka kuliah online kelas karyawan yang sangat rekomended untuk Anda semuanya.
0 notes
irfanilmy · 6 years
Text
Meneladani Sikap Mencintai Ilmu dari Seorang Dosen Filsafat
[Jurnal Ilmyah: Hari #336]
Kata pak Syamsu menjelang Jumatan kemarin (28/12/18) ketika kuliah Filsafat Ilmu pertemuan terakhir bilang kalau filsafat itu kebingungan yang menyenangkan. Sama dengan menikah, katanya. Pernikahan itu sebuah penderitaan yang nyata. Tapi kalau sudah terlanjur menceburkan diri di dalamnya bakal terasa nikmat dan ketagihan, lanjut beliau.
Bagi bapak iya, lah bagi saya? Saya masih ada di titik bingungnya, menyenangkan dari mempelajarinya belum dirasakan. Jelas atuh. Baca buku-buku filsafatnya juga jarang. Kalau boleh jujur, baca 1 buku filsafat sampai selesai pun belum pernah. Ini merembet ke diskusi pastinya. Kalaupun berdiskusi, pasti banyak bengongnya dan enggak tuk-tek kayak permainan bulu tangkis itu. Banyak melesetnya. Dan skor saya terus-terusan 0. Menyedihkan. 
Bapak itu pembimbing akademik saya di S2 PAI UPI. Sebagai doktor yang juga menempuh 2 pendidikan magister (Pendidikan Umum UPI dan Filsafat UGM. Tapi untuk Filsafat ini dari kabar manuk yang beredar, beliau tidak menuntaskannya. Bapak menulis tesis, ini sebagaimana pernah diceritakan di beberapa pertemuan perkuliahan, tapi ada yang bilang, tidak disidangkan) beliau bagi saya sudah sangat layak jadi profesor. Tapi entah apa pasal gelar itu belum disandangnya. 
Selain menempuh sarjana muda di Pendidikan Bahasa Arab, bapak pun pernah kuliah di salah satu kampus di Mesir. Hanya saja kuliahnya non gelar. Kalau tidak salah, program yang diambil ada 2: Studi Islam dan Bahasa Arab. Asyik kagak tuh? Semangat beliau untuk mempelajari berbagai ilmu memang sangat layak untuk dituruti. Kesehariannya selalu diawali dengan membaca koran-koran luar seperti BBC dan berita dari Turki (lewat online). Jangan tanya soal pengalamannya membaca buku-buku. Pernah suatu ketika bapak bilang kalau saat mengerjakan disertasi (apa tesis ya?) ia enggak pernah ke perpustakaan karena buku-bukunya tersedia di rumah. Rumahku, perpustakaanku. Barangkali itulah prinsipnya. 
Sebagai seseorang yang begitu mencintai Filsafat dan bahasa, penguasaan beliau terhadap bahasa-bahasa asing pun amat bagus. Beliau bilang pernah bisa bahasa Rusia (tapi karena jarang dipakai, jadi agak lupa-lupa ingat), mampu juga memahami bahasa Perancis. Bahasa Jerman mungkin juga iya. Beberapa istilah berbahasa Jerman dengan fasih bisa diucapkannya. Kalau Inggris dan Arab jangan di tanya lagi. Ia pernah menerjemahkan beberapa buku berbahasa Arab dan Inggris ke Indonesia sebagai seorang freelancer. 
Di kampus, ia mengampu mata kuliah PAI (karena tanggung jawab utamanya sebagai dosen MKDU), Filsafat Umum, Filsafat Islam, Filsafat Ilmu, Fiqih Mawaris, pernah juga Bahasa Arab. Di jenjang pascasarjana baik jurusan PAI maupun jurusan lain, bapak dipercaya untuk mengajar mata kuliah-mata kuliah berbau Filsafat. Karena katanya dosen yang menguasai ilmu ini sangat minim di UPI. Kalaupun ada juga sebenarnya bukan berlatarbelakang Filsafat tulen. 
Saya mempelajari banyak hal dari cara beliau mengajar, kepribadiannya, dan terutama semangatnya dalam menguasai ilmu. Beliau tidak pernah main-main kalau soal ilmu. Di kelas, ia paling tidak suka dengan mahasiswa yang haharewosan saat pembelajaran berlangsung. Kalau mau ngobrol, di luar saja. Begitu katanya. Ia lebih bisa kompromi dengan yang datang telat. Karena lumayan, bisa tetap menyerap ilmu meskipun pasti beda dengan yang datang tepat waktu. 
Saya kira guru-guru (dalam hal ini dosen) harus punya sesuatu yang bisa membuat murid-muridnya takjub pada dirinya. Bukan untuk didewakan maksudnya. Yang saya maksud adalah bahwa guru itu baik dari cara mengajar, kepribadian (akhlak), dan penguasaannya terhadap banyak hal harus mampu menginspirasi peserta didiknya. Dengan begitu, kesan yang kemudian timbul akan mewujud gerak nyata dari murid-muridnya tersebut. Bukan tidak mungkin, berawal dari kekaguman, akan berlanjut menjadi sebuah perubahan besar bagi yang bersangkutan di kemudian hari.
Saya misalnya, ingin sekali waktu dulu kuliah di Ilmu Komputer UI, karena terinspirasi saja dengan Guru TIK waktu di MTs. Ia tidak pernah bilang saya harus kuliah di jurusan berbau IT, tapi saya ingin sendiri saja. Selain karena menyukai pelajarannya, saya merasa penting untuk berterimakasih padanya dengan cara nyemplung juga di bidang yang ditekuni guru saya itu. Meski akhirnya keinginan itu belum kesampaian karena ternyata susah buat menembus ketatnya persaingan menuju kampus itu. Duh. 
Banyak pula di luar sana orang-orang yang kemudian mengambil jalan hidup tertentu lantaran pengaruh dari para gurunya. Entah secara langsung dipengaruhi untuk masuk ke jurusan tertentu saat berkuliah, ataupun hanya bermodalkan terinspirasi saja sebagaimana saya sebut sebelumnya. Sebegitu kuat pengaruh dari--meminjam istilahnya kang Rendy--keterpukauan atas sesuatu. Dalam hal ini terpukau pada kemampuan seorang dosen. 
Semoga bapak sehat selalu pak dan terus menerus memberikan sejuta inspirasi bagi kami murid-muridmu.
Muhammad Irfan Ilmy | Bandung, 30 Desember 2018, pukul 07.00 WIB
Sebelum ngegarap laporan dan makalah UAS, ngejurnal dulu. Lebih enteng soalnya kalau bikin jurnal mah.
2 notes · View notes
mufidahfd · 5 years
Text
Satu Bulan (1)
Sudah satu bulan akhirnya aku ada di Bandung dan memulai tinggal sendiri tanpa ada ayah ibu dan bocil-bocil itu. Kadang aku masih nge-wonder (bahasa apa ini) bisa-bisanya ya Mufidah sekarang S2 di Bandung, bisa ya Mufidah akhirnya tinggal sendiri dan punya kamar sendiri, mengingat proses akhirnya aku ambil S2 ini sangat grabak grubuk dan tentunya bukan planning yang aku sudah targetkan dari awal tahun.
Aku dari dulu kepengen ambil S2, ayah dan ibu juga kalau melihat dari gelagatnya lebih seneng aku ambil S2 ketimbang nikah, tapi ngga pernah aku planning di awal tahun 2019, bahwa OKE tahun ini aku harus S2, nah jadilah di tulisan ini aku ingin menuliskan dan menuangkan apa yang terjadi dari awal aku mau ambil S2 hingga hari ini,, agar suatu hari nanti aku bisa kembali membaca dan bergumam dalam batin “Mufidah ini sangat ....” entah apa ya
Bermula dari telah dibukanya pendaftaran beasiswa LPDP di tahun 2019, aku mulai teringat lagi bahwa aku pengen S2
‘oh iya aku kan pengen S2′ (waw kan)
Maka aku telusurilah daftar universitas beasiswa LPDP, untuk universitas LN sangat sedikit yang dibuka untuk jurusan Arsitektur dan jurusan-jurusan yang aku pengen kayak jurusan desain untuk anak-anak di Universitas Gothenburg atau Environmental Design di Sussex University tidak ado.
Makanyalah aku mencari yang di dalam negeri (mudah sekali pupus ya wkwk) dan di situ pula aku berpikir bahwa
‘aku S2 di Indonesia aja dulu lah, nanti mungkin S3′ (aamin)
Begitulah, hambatan seorang Mufidah untuk mengambil S2 di LN adalah rasa rendah diri yang begitu besar, sehingga mau melangkah maju aja untuk menjemput mimpi S2 di LN itu langsung surut, terus aku mikir
‘okelah bener di dalem negeri aja, kalau mau di LN entah sampai kapan aku bakal S2′ (rasa percaya diriku memang memprihatinkan)
Awalnya aku melihat daftar Departemen Arsitekturnya, ketemulah aku dengan jurusan Lingkungan Binaan. wow ada ya di Indonesia jurusan yang enviromental ini. sudahlah aku memutuskan, okelah aku S2 nya ini aja.
Tapi begitulah Mufidah, panas di awal, lupa di akhir, sampai bulan Mei awal, ngga ada tanda-tandanya si Mufidah ini bakal apply S2.
Hingga suatu hari,
Mungkin sekitar bulan Mei akhir, atau malah udah masuk Juni, salah satu dari ibu Kasie manggil aku sama seorang temenku,
‘Mufi Indi, sini deh, aku mau ngeracunin kalian sesuatu’,
dan yang dimaksud olehnya racun adalah dorongan untuk melanjutkan S2,
‘ayolah kita sekolah lagi (btw ibunya berencana S3) mumpung kalian masih muda loh, belum nikah lagi, ini kesempatan. Ini ya saya kasih ke email kalian buku IELTS (yang mana sampai hari ini belum pernah kubuka)’
Terus ibunya tanyalah aku mau jurusan apa, pas aku menyebutkan jurusan Lingkungan Binaan, ibunya seperti mengernyitkan kening, apalagi setelah tau itu di dalam negeri, ibunya mendorong untuk di luar, tapi aku menjawab dengan rendah dirinya bahwa aku tidak PD, dan ketidak-PD-an ini menjadi pengahalang terbesar, sehingga aku mau di dalam negeri saja. Ibunya pun mengangguk saja walaupun dalam hati tentunya tidak puas.
Setelah dipanggil Ibu kasie-ku itu, aku jadi terharu biru, si lebay emang, aku jadi mikir ada loh orang yang peduli sama aku, orang lain yang nyuruh aku bukan untuk cari gaji lebih gede, tapi untuk sekolah. apalagi ibunya ini baru kenal aku baruu banget, ibunya baru kena rotasi dan kita baru ketemu sekitar 4 bulanan saat itu. Jadilah aku mulai tersambar rasa semangat
Mulai lah aku menyisiri kembali Universitas dalam negerinya LPDP, lalu aku melihat di UGM ada jurusan Perancangan Kepariwisataan di dalam Departemen Arsitekturnya. Aku dengan pikiran yang polos kala itu, berpikiran bahwa
‘wahh ini pasti berhubungan sama anak-anak nih’
Oh iya, jadi gini aku itu pengen banget ngambil jurusan S2 yang peminatan dari Arsitektur atau Desain yang berhubungan sama anak-anak, sayangnya ngga ada jurusan desain sekolah atau semacamnya, jadilah aku berpikir wah mungkin jurusan Perancangan Kepariwisataan ini bakal merancang taman bermain atau wisata semacam theme park, Disneyland, dan semacamnya. (walaupun kenyataannya tidak sesempit itu pengertian Kepariwisataan, tapi itu entar taunya wkwk). Akhirnya aku memutuskan untuk mengambil itu saja.
Waktu itu aku ingat sehabis sholat, aku sambil lalu bilang mau ambil kuliah di UGM, spontan saja ibuku memprotes kenapa harus di Jogja. Baiklah. Aku mulai mencari lagi di daftar list universitas LPDP, Haha, Lemah aku kalai ibuku sudah ngga setuju.
Lalu aku lihatlah ada Departemen SAPPK di ITB, dan ada jurusan yang hampir sama judulnya seperti yang UGM, yaitu jurusan Perencanaan Kepariwisataan (PK), Saat aku bandingkan informasinya dengan yang UGM, jurusan PK di ITB jauhh lebih lengkap informasinya bahkan ada silabusnya, dan tentunya dari silabus itu aku tahu bahwa hanya ada satu STUDIO. Bergiranglah aku dalam hati. Maka aku putuskan untuk mengambil jurusan ini.
Saat aku cerita ke ibu Kasie-ku kalau aku mau ambil jurusan PK ini, ibunya mendukung dan bilang bahwa Indonesia sedang giat mengembangkan pariwisata di Indonesia salah satunya dengan perencanaan pembuatan 10 ‘Bali’ baru. Lalu saat aku bilang ke ibuku, kalau aku ambil di ITB, ibuku langsung super setuju (mengingat Bandung merupakan tempat favoritnya).  Aku langsung tancap gas.
Mulailah aku melihat apa saja persyaratan yang harus dipenuhi untuk pendaftaran online program master di ITB. Aku ingat saat itu sudah masuk Juni dan jreng-jreng penutupan gelombang 3 a.k.a gelombang terakhir adalah 7 Juli. Hampir seluruh persyaratan bisa terpenuhi kecuali 3 hal penting:
1. Nilai TPA minimal 470
2. Nilai TOEFL (yang masih berlaku) minimal 450
3. Asuransi kesehatan (yang berlaku selama kuliah di ITB)
Untuk nilai TPA, mungkin baru di saat itu aku baru tahu kalau ada tes TPA yang diselenggarakan BAPPENAS untuk keperluan kuliah dan kerja. Wadaw. Mulailah aku mencari info untuk tesnya, itu saja rasanya aku sudah super deg-deg-an ini bisa keburu ngga ya sebelum 7 Juli. Ketemulah info bahwa ada tes TPA untuk tanggal 29 Juni 2019. Waw waktu yang sangat mepett bukaan. Wkwk luar biasa Mufidah. Tapi pada saat itu aku hajar aja lah blass, Kalau sempet Alhamdulillah kalau ngga ya udah liat nanti aja. Langsung aku daftar. Beres. Nandain di kalender.
Untuk nilai TOEFL, yang aku punya sudah kadarluarsa di bulan April. Karena aku super bingung, maka aku tetap ambil tes TOEFL kembali tanggal 6 Juli, dan pas daftar aku akan nekat pakai yang kadarluarsa, dan kalau keterima akan kuperbaharui pas daftar ulang.
Terakhir untuk asuransi kesehatan, jreng jreng, aku tak punya, wkwk, Mufidah seorang warga negara yang tidak memiliki asuransi kesehatan even BPJS. Jadi begini ceritanya, ayahku adalah seorang dosen yang PNS, yang mana memiliki tunjangan anak untuk kesehatan melalui ASKES. Namun expired pada saat berumur 23 tahun, dan karena kami adalah keluarga santai, maka asuransi tersebut yang bisa diperpanjang 2 tahun atau diubah menjadi BPJS tidak dilakukan sehingga aku tidak ada askes itu. Nah dari kantorku pun aku hanyalah pegawai jelata yang tidak memiliki hak untuk diurus BPJS nya. Sedihnya dan begitulah.
Akhirnya untuk askes ini aku mencari sendiri karena ayahkupun bingung bagaimana mendaftarkan BPJS untukku. Karena akhirnya aku harus cari sendiri, yang artinya swasta, maka aku mencarilah yang syariah, karena aku malas mengurus riba-riba itu. Sebenarnya dari awal tahun aku udah mulai cari info tentang askes syariah, tapi karena pada saat itu aku ngga merasa perlu maka ya udah cuma nyari doang, tapi yang ternyata pada saat itu nyari doang, akhirnya ada hikmahnya sehingga aku ngga perlu mencari mulai dari 0.
Aku memutuskan akhirnya aku daftar ajalah askes Alli*nz Syariah, nyari agennya di website Alli*nz dan jreng aku akhirnya memiliki Askes. Alhamdulillah -nya untuk persoalan askes ini bisa menyusul untuk diberikan ke ITB jika keterima. Alhamdulillah
Sekitar H-1 minggu mau tes TPA aku baru inget dong, kalau tanggal 29 Juli itu yang bertepatan dengan tes TPA ngadadak itu, kalau sepupuku nikahan, sepupunya beneran sepupu, saudara deket banget. EH super bingung aku. Maka bilanglah aku sama ayah ibuku, dan suprisingly, mereka ngga marah, lempeng aja gitu. Padahal sudah takut aku dan aku berjanji bahwa aku akan menyusul datang.
Oh iya untuk tes TPA, aku tes di sebuah lembaga yang mengadakan tes TPA BAPPENAS resmi, jadi bukan dari BAPPENAS nya langsung, namanya REI Education. Oh iya untuk jadwal tes TPA + kontak penyelenggaranya juga bisa dilihat di websitenya si BAPPENAS, lengkap lah euy. Tes TPA-nya tentu berbayar, harganya sekitar 450 ribu, karena harganya tidaklah murah, maka aku bertekad pokoknya harus LULUS, susah kan cari duit segitu.
HMMmm, tekad memang mau lulus tapi aku tidaklah belajar dan menganggap bahwa tes TPA bakal sama kayak tes psikologi gitu (palelu). Hingga akhirnya aku mengetahui kenyataannya.
Waktu hari Sabtu, tesnya di daerah Kemang, tes mulai jam 8/9, ada tiga bagian masing-masing bagian dikasih waktu 1 jam. Bagian pertama aku masih tenang, tentang bahasa gitu, aku suka. Eh terus kan bagian ke dua, MATEMATIKA, nah mulailah aku menyebut, Masya Allah, Astaghfirullah, Bismillah, dan mulai mengutuki diri sendiri,
‘ kamu sok amat sih Muff, mananya yang tes psikologi’
‘ini mana soal apaan lagi kagak inget lagi, ya ampoon’.
Tapi, bersyukurnya (??) jadi sebelum mau tes TPA, bapak yang memberikan pengarahan dan mengawasi bilang gini
‘nah nanti kalau semisal bingung dan waktu mepet udah dilurusin aja jawabannya’
Berkat saran berharga (?) dari bapaknya maka untuk soal mateMATIka tersebut aku membuat bulet-bulet deret. Nah di bagian ketiga tesnya juga susah yaaaa, tapi karena sudah ada saran dari Bapaknya maka aku lakukan kembali untuk yang di bagian ketiga meskipun tidak sebanyak yang di bagian kedua. Bagian ketiga itu kalau ngga salah tentang logika. Ah tapi akupun sudah lupa karena sudah terlalu syok dengan bagian kedua sebelumnya.
NAHHHH. aFteR tHe TesTT, aku supeerrrrr ngga percaya diri, aku mulai cemass, aduuh gimana ini kalau kagak memenuhi nilai 470. Nanti ketauan kalau aku ini kurang pintar wkwk, tapi yang aku paling merasa bersalahnya adalah karena demi tes aku sampai ngga ikut nikahan sepupuku ituu.
Oh iya kalau ada yang penasaran, Alhamdulillah, aku sampe juga di nikahan sepupuku, sekitar jam 1 an wkwk, masih sempet makan, salaman, dan foto bareng. HAHAHa. meskipun sambil melakukan itu semua, aku super takut kalau nilainya ngga cukups,
Alhamdulillah-nya adalah tes TPA nya kan hari Sabtu, hari Rabu nilai tes sudah keluar dan lembarnya di scan terus dikirim by email. Jadi pada hari Rabu itu aku sudah bisa upload ke website pendaftaran ITB. Pada hari Kamis nya, lembar tes fisiknya dikirimkan ke alamat rumaah. Wahh mantap yaa. OH IYA DAN ALHAMDULILLAH NILAINYA MELEWATII HEUU HEUU AKU SENANGGG
Untuk yang TOEFL, sudahlah aku pasrah pakai nilai yang sudah kadaluarsa tersebut. Nah karena itu juga aku super cemas lagi kalau ga lolos seleksi administrasi.
Tapi Alhamdulillah, 1 hari setelah penutupan pendaftaran, ada email masuk untuk panggilan wawancara. Mulailah aku mengabari ibu Kasie-ku yang satu lagi kalau aku mau izin wawancara (karena wawancara dijadwalkan hari Rabu) dan aku ngabarin ibuku kalau aku mau pesen tiket kereta untuk ke Bandung.
Lalu ibuku berkata
‘oh ya udah, nanti sama Ayah aja, Ayah mau nganter kok katanya’
Akupun terperangah..... dan mulai dari titik itu aku mulai sadar bahwa ayah dan ibuku yang biasanya lempeng adem ayem melihat aku berusaha sendiri (misal pas nyusun skripsi, cari kerja, CARI ASURANSI wkwk) tapi untuk kali ini, ayah dan ibuku supeerrrr FULL SUPPORT. Sampai aku superr ngerasa ngga enak dan ngrepotin...
Maka ceritanya akan disambung di part berikutnnya, mayan juga nih
1 note · View note
feegur-blog · 7 years
Text
Kuliah Dibayarin Kemendikbud–bukan tips & trick lolos Beasiswa Unggulan!
Tumblr media
Saya bukan pemburu beasiswa sebenarnya. Saya tipikal orang yang gemar memanjatkan Puji Tuhan hamdalah syukur kepada Allah ketika punya foster parents yang bersedia mendanai UKT plus uang saku selama kuliah S2. Namun, tidak demikian kata Sekar ketika mengetahui sikap saya tersebut. Sekar adalah kakak kelas semasa kuliah S1 yang sekarang sekelas dengan saya di Komunikasi FISIPOL UGM. Sekar ini calon ibu yang luar biasa oportunis, jika tidak ingin disebut pelit. Bagi Sekar, kalau bisa mendapat kucuran dana dari negara untuk menebas buku sekaligus baju cantik a la butik, kenapa harus repot-repot nithil tabungan? Sekar inilah yang mendorong saya mendaftar Beasiswa Unggulan. Mungkin ia tidak sampai hati hanya melihat kawannya ini hanya nongkrong di rak buku Gramedia sambil gigit jari kemudian pulang dengan tangan hampa :’)
Seperti yang saya katakana tadi, saya bukan pemburu beasiswa. Ketika Sekar mendorong saya untuk daftar Beasiswa Unggulan, hati saya luar biasa bimbang. Mungkin malas lebih tepatnya… hahaha. Saat itu beban tugas kuliah sedang luar biasa kampret, belum lagi ditambah adek-adek bimbel yang wajib saya tuntun pola belajarnya seperti anak bebek. Di masa yang demikian ini, menyiapkan syarat pendaftaran beasiswa bukanlah hal yang bisa dikerjakan sambil santai. Males aja boo… harus menyusun proposal studi, rencana penelitian, esai yang semuanya harus mewakili kelayakan saya sebagai kandidat.
Tapi semua kemalasan untuk mempersiapkan berkas syarat pendaftaran harus saya kalahkan. Senjata yang saya gunakan untuk menumpas kemalasan ini adalah bayang-bayang merasakan perut yang luar biasa kenyang setiap hari karena ada tambahan uang saku dari negara, bayang-bayang ekstasi karena bisa membeli buku apapun yang dimau dengan uang buku dari negara, sekaligus bayang-bayang pendanaan tesis yang membuat saya jadi terserah-ente-mau-neliti-apa-aja-nih-ada-duitnya-kok! Bayangan yang terakhir inilah yang luar biasa mendorong saya (atau bayangan pertama sih).
Singkat kata, saya berhasil menjadi salah satu penerima Beasiswa Unggulan Kemendikbud batch 1 tahun 2017. Berdasarkan kesepakatan dengan kawan-kawan yang juga merupakan kandidat, kami menyadari bahwa hanya ada sekelumit informasi tentang beasiswa ini. Berbeda dengan beasiswa kekinian mentereng punya Kemenkeu itu. Mungkin akibat kalah pamor, kami yang sesama kandidat ini akhirnya bingung mencari referensi situasi mulai pendaftaran hingga saat wawancara. Meskipun ada sekelumit informasi tentang beasiswa ini, isinya cuma tuntunan menyiapkan batin, mental, dan mantra. Lha lek iku yo faham lek kudu dicepakno, tapi tidak ada satupun catatan tentang peradaban selama bertemu dengan panelis. Nah, tulisan ini niatnya menyajikan hal yang beda. Tulisan ini bukan tentang upaya membongkar misteri pikiran panelis wawancara beasiswa, bukan juga tips mempersiapkan daftar beasiswa! Saya mau kasih gambaran suasana mengikuti tes beasiswa lewat tulisan ini; teristimewa Beasiswa Unggulan Kemendikbud.
 Mengapa Beasiswa Unggulan?
Saya juga nggak tahu. Sebelum membayar UKT perdana ke UGM sebagai pengesahan saya sebagai maba, saya sempat berpikir untuk membuang kesempatan kuliah ini. Sebabnya adalah saya ditolak mentah-mentah sama UGM untuk menunda pembayaran. Asumsi saya saat itu UGM bersedia memberikan saya LoA untuk mendaftar LPDP dan juga bersedia menangguhkan status penerimaan saya sambil menunggu saya dapat beasiswa. Nyatanya enggak.
Jadilah saya kuliah dengan bantuan dana dari foster parents yang (sepertinya meneruskan berkat Tuhan untuk) memahami keinginan bocah untuk sekolah tinggi. Lupalah saya dengan cita-cita menjadi penerima beasiswa LPDP.
Nah, jika sistem penerimaan UGM dan LPDP tidak bisa saling mendukung, maka sistem Beasiswa Unggulan Kemendikbud tidak demikian. Beasiswa Unggulan Kemendikbud bersedia mendanai mereka yang sedang berkuliah (on-going). Bukan reimburse, tapi membayar sisa masa studi yang belum ditempuh. Semisal pada kasus saya, saya terdaftar sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi semester 2 sewaktu saya mendaftar Beasiswa Unggulan. Kemendikbud bersedia membayar biaya kuliah semester 3 dan 4 yang belum saya tempuh. Ditambah uang saku selama 12 bulan dan uang buku.
Mungkin sistem itulah yang mengizinkan saya memilih Beasiswa Unggulan ini.
Baiklah, kemudian ada isu juga yang menyebutkan Beasiswa Unggulan ini semacam ban serep LPDP lantaran persaingannya lebih mudah ditembus. IDIH KATA SIAPA?! Landasan tujuan diadakannya Beasiswa Unggulan sangat berbeda dengan LPDP. Kalau berpikir persaingan Beasiswa Unggulan lebih mudah ditembus, yah mungkin itu hanya faktor keberuntungan saja sih. But, keep this in your mind, penalti Beasiswa Unggulan jauh lebih mematikan dari pada LPDP! Setidaknya menurut pendapat pribadi saya sih… Penerima Beasiswa Unggulan harus memenuhi kewajibannya. Jika mengalami kegagalan dalam beberapa pasal yang ada di kontrak, maka silahkan tunda pesta pernikahanmu demi mengganti uang negara sebanyak DUA KALI LIPAT dari yang sudah kamu terima (modyar kon gak sido rabi!).
 Menjadikan Dirimu Kandidat yang Menguntungkan
Saya nggak tahu tentang sistem perputaran uang dalam program Beasiswa Unggulan Kemendikbud, tapi yang saya selalu yakini dari dunia beasiswa adalah eksistensi investor. Logika sederhana tentang potensi investasi kadang diwujudkan dalam pertanyaan menjebak nan mendebarkan seperti: Mengapa anda layak menerima beasiswa ini? Harah kon… mau menjawab a la motivator yang pede abis, nyatanya masih banyak kandidat yang jauh lebih unggul dari pada kita. Mau menjawab dengan rendah hati, nanti malah dikira nggak niat mendapatkan beasiswa. Pertanyaan inilah yang membuat saya melek semalam suntuk sebelum tes wawancara. Kalau cuma menjawab pertanyaan ini via esai atau proposal sih masih bisa membela diri sampai berlembar-lembar kertas. Kalau langsung ditanyai oleh panelis, ya beda sih gugupnya. Di tengah kekalutan, saya memutuskan untuk menyatakan diri saya sebagai sebuah bentuk investasi yang menjanjikan bagi investor atau pembiaya beasiswa saya.
Mungkin saya beruntung, mungkin saya sial. Jawaban yang sudah susah payah saya siapkan tidak pernah mendapat pertanyaan yang sesuai. Panelis yang ada di hadapan saya justru berimprovisasi memecah pertanyaan sejenis mengapa-anda-layak-menerima-beasiswa-ini. Jadilah saya dikejar pertanyaan tentang aktivitas lain yang dilakukan selain belajar. Aktivitas yang mendukung kegiatan belajar. Aktivitas yang sanggup dikelola tanpa mengorbankan prestasi akademik saya. Semua pertanyaan memiliki konteks waktu semasa saya SMA dan S1… semua kegiatan yang saya lakukan lebih dari 3 tahun lalu dan entah mengapa sangat sulit untuk mengingatnya kembali di hadapan panelis saat itu. Persekongkolan apa ini…
Mungkin saya beruntung dibandingkan kawan saya yang juga menjadi kandidat. Wujud pertanyaan mengapa-anda-layak-menerima-beasiswa-ini diturunkan berulang kali dulu sebelum di lempar ke dia. Kisahnya adalah kawan saya ini dengan semangat menjelaskan bahwa skenario pendanaan dari Kemendikbud bisa membantu ia dan orang tuanya untuk membayar UKT. Ia dan orang tuanya kemudian dapat membelokan dana pribadi yang sebelumnya untuk membayar UKT ke dana penelitian disertasi. Ia juga bersemangat menjelaskan urgensi dan keunikan calon disertasinya tersebut. Sebelum ia sempat melanjutkan penjelasannya disertasinya yang luar biasa itu, panelis menampakan wajah bosan. Akhirnya ia pun berhenti bercerita. Panelis yang sempat bosan itu melanjutkan pertanyaan pengandaian yang paling membuatmu mual sewaktu wawancara: Bagaimana jika kamu tidak menerima beasiswa ini? Lagi, ini pertanyaan membingungkan sekaligus mematikan. Kawan saya tersebut menjawab dengan mantap bahwa sesuai perhitungannya, baik ia dan orang tuanya akan mengalami kesulitan keuangan. Sekali-kali ia menekankan lagi dengan halus bahwa ia memerlukan dana beasiswa dari Kemendikbud sebagai bantuan untuk biaya studinya.
Hasilnya, kawan saya gagal.
Di kesempatan selanjutnya, karena kebetulan kami satu kampus hanya beda nasib (FYI, kawan saya ini lebih muda 1 tahun dari saya, tapi angkatan kuliah S1-nya setahun lebih awal dari saya, dan sekarang dia sudah menempuh pendidikan doktoral sedangkan saya masih kayak kecebong yang bingung mau nulis apa untuk paper UAS), saya turut membantunya berkontemplasi tentang kegagalan yang baru saja dialami. Dengan otak saya yang cuma berisi untung-rugi ini, saya menjelaskan bahwa mungkin sebaiknya ia mencoba ‘menjual diri’ di kesempatan lain. Sebenarnya saya tidak sampai hati untuk mengatakan bahwa panelis doesn’t want any of your drama.
Dalam analisis banal saya, kami berdua sebenarnya sama-sama ditanyai tentang kelayakan kami sebagai kandidat penerima beasiswa, namun kalimat tanyanya saja yang berbeda. Pertanyaan yang diajukan kepada kami berdua sebenarnya sama-sama tricky. Sama-sama memiliki potensi menjerumuskan dirimu ke lubang yang semakin lama semakin dalam kamu gali sendiri. Tapi bedanya saya ‘memaksa’ panelis hanya melihat catatan keberhasilan saya secara obyektif. Sayangnya, kawan saya ini mengemas ceritanya dengan penderitaan. Maksud saya adalah… begini lho… investor itu mau tahu seberapa jauh kamu dapat menjamin keberhasilan investasi mereka karena kamu tidak akan telat lulus. Seberapa jauh kamu bisa membuat mereka tenang karena kamu paham betul skema pendanaan yang akan mereka lakukan (ingat ya, Beasiswa Unggulan cuma bersedia membayar SPP, uang hidup, dan uang buku; so don’t even try to make them fund your research!). Investor mungkin bisa bersimpati, tapi bukan itu yang mereka ingin lakukan: investasi karena kasihan. Jadi, kalau kamu mendapat pertanyaan bagaimana jika kamu gagal? Ya sudah, jawab saja seperti bocah nan lugu: ya ikut lagi pak/bu, kan masih boleh. Case closed!
 Tak Mendapat Beasiswa, Tak Masalah
Kalau kata Sekar, ini semacam pasrah dan tidak berharap berlebih. Ini adalah fase termustahil untuk dijalani setelah submit berkas secara online. Awalnya saya memang ogah-ogahan mendaftar beasiswa ini, namun setelah submit semua berkas saya jadi berharap. Harapan saya semakin menggendut sejak tahu saya lolos seleksi administrasi dan berhak maju ke babak wawancara. Harapan saya kemudian berubah menjadi obsesi yang rawan takabur menjelang hari H wawancara. Tapi saat saya menjejakan kaki di lokasi wawancara, semua keserakahan sebagai manusia itu menguap. Nggak tau uapnya disedot siapa.
Lokasi wawancara yang diberikan pada panitia ke saya beralamat di Hotel Tjokro Style Yogyakarta. Hari itu saya datang mepet, sekitar 10 menit lebih awal dari jam yang ditetapkan. Seharusnya sih nggak mepet-mepet amat sehingga masih bisa dapat antrean awal, tapi para kandidat rupanya terlalu bersemangat. Mungkin sehabis subuh mereka berangkat. Perkiraan saya adalah saya datang saat waktu registrasi sudah berjalan selama 20 menit. Demi apa untuk waktu yang demikian itu saya mendapat jatah wawancara nyaris bontot! Menurut jadwal resmi wawancara dimulai pukul 8.00 WIB, sedangkan saya dapat giliran wawancara sekitar pukul 17.00 WIB. Eits.. jangan sedih, masih ada yang lebih malam lagi lho, pukul 20.00 WIB!
Ruang wawancara berada di meeting room lantai 2 Hotel Tjokro Style. Guna menganulir segala ketakutan hati saya yang cengeng ini, saya tidak mengucapkan mantra all izz well, justru saya melongok ke dalam ruangan. Mungkin ini sebab musabab isu yang menuding Beasiswa Unggulan jauh lebih mudah ditembus persaingannya: panelis yang bertugas mewawancarai kamu hanya SATU orang saja!
Namun asumsi konyol tersebut mendadak terbirit-birit kabur dari otak saya setelah saya bertemu dengan beberapa kawan sekelas di UGM dan beberapa kenalan baru. Sambil menunggu giliran wawancara kami duduk (di lantai, karena kalau nyari kursi harus ke ballroom dan itu berarti tidak mendengar giliran wawancara yang dibacakan panitia) melingkar seperti sedang mengadakan pemujaan berhala. Kami saling berkenalan dan menanyakan kehidupan masing-masing. Sesekali kami bergunjing. Kami juga tak lelah menebak-nebak pertanyaan yang akan diberikan kepada kami.
Percayalah, ada banyak keuntungan jika kamu berkenalan dengan orang-orang baru di ajang-ajang seperti ini! Tidak usahlah kamu berpikir bahwa mereka akan mengalahkanmu dalam kompetisi mencari beasiswa. Setiap orang punya kapasitas yang berbeda dan membandingkan dirimu dengan orang lain hanya akan membuatmu terisolasi dalam pikiran cekak nan bebal.
Ada 5 orang saat itu yang membuat lingkaran pemujaan, sebut saja namanya Agra, Rosa, Bayu, Hanum, dan saya. Sebenarnya saya juga sempat berkenalan dengan sesorang bernama Kitty, namun saya tidak tahu ia kemana saat kami mengadakan lingkaran pemujaan tersebut. Anyway, percaya atau tidak, kehadiran 4 orang inilah yang menguapkan segala keserakahan manusiawi saya sebagai kandidat penerima beasiswa. Bagaimana mungkin saya bisa menjadi sombong dihadapan seorang peraih medali Sea Games? Bagaimana mungkin saya bisa sok tahu dihadapan seseorang yang lebih mengetahui bisnis media dibanding saya yang cuma tahu lewat buku? Bagaimana mungkin saya bisa sok pintar dibanding seseorang yang jauh lebih jenius dibanding saya? Bagaimana mungkin saya bisa sok ngerti ilmu pemasaran dibanding praktisi yang menekuni bidang tersebut? Keempat orang tersebut membuat saya melihat kembali ke dalam diri saya sambil mengumpat: Asem tenan, apa yang harus tak jual di hadapan panelis?! Fiuh…All izz well… all izz well.
Sejak menit itu, saya menjalani apa yang dikatakan Sekar sebelumnya… pasrah dan tidak berharap lebih.
 Layak atau Sekedar Beruntung?
Saya nggak berani mengatakan bahwa saya sepenuhnya layak karena saya yakin keberhasilan saya ini melibatkan strategi untung rugi dalam investasi. Jika saja jawaban saya berbeda, maka saya mungkin gagal dan menganggap diri saya tidak layak. Saya lebih suka mengatakan saya ini beruntung.
Sering kali saya temukan kandidat berusaha menerka-nerka sebuah sistem penilaian yang terapkan panitia (termasuk saya sendiri sih!). Mencoba memecahkan misteri dibalik penilaian sewenang-wenang panelis. Panik setengah mati cari kisi-kisi wawancara kesana kemari. Kawan, ijinkan saya beri tahu bahwa tidak ada gunanya kita memikirkan sistem penilaian mereka. Biarkanlah itu menjadi hak mereka. Saya yakin berdoa dan menyiapkan mental pun tidak mampu membongkar sistem yang mereka terapkan. Yang sudah berdoa banyak barangkali gagal. Yang sudah siap secara mental dan fisik barangkali tidak mendapat kesempatan. Yang cuma ketawa-ketiwi kadang malah dianggap mumpuni. Dari titik ini saya yakin bahwa masalah kelayakan adalah relatif, masalah keberuntungan jauh lebih misterius lagi. Tapi setidaknya itu milikmu dan Tuhan.
Saya tidak tahu bagaimana dengan penerima beasiswa yang lain.
Jika saya melihat ulang kisah dibalik kesaktian berkas yang saya kiriman, maka saya tidak dapat memungkiri bahwa saya hanya beruntung. Konstelasi kejadian masa lalu dalam hidup saya secara bergilir menjadi de javu yang menguntungkan bagi kehidupan masa kini saya. Bagian yang ini ingin saya nikmati sendiri tanpa harus menuangkannya menjadi kata-kata dalam blog. Inilah keperkasaan Tuhan yang tidak bisa saya dekonstruksi karena saya tidak berani.
Jadi semoga beruntung kawan-kawan yang mau mencoba mendaftar Beasiswa Unggulan batch 2 tahun 2017!!!
2 notes · View notes
khusnulfadhilahkf · 7 years
Photo
Tumblr media
5 juni 2017 Malem-malem, cek email. Hari itu jadwal pengumuman seleksi asessement online LPDP. Sahabatku ngirim line, screenshoot email kalau dia nggak lolos seleksi. DEG. Aku gimana ya? Setelah cek, aku dapet email serupa sama sahabatku. Aku terpaku. Ini beneran? Aku cek sekali lagi, jelas tertulis bahwa aku nggak lolos seleksi asessement online itu. Kecewa? Jelas. Padahal aku sama sahabatku bisa ngerjain asessement online itu. Iya, asessement itu tes psikologi, mirip mbti. Kami optimis bisa, setidaknya kami akan lolos untuk bisa wawancara. Ternyata, hasilnya lain. Kami lolos administrasi, tapi tidak di asessement online ini. Padahal, kami begitu bersemangat membara. Tes TOEFL bareng, saling bantu ngurus surat rekomendasi, saling nyemangatin pas nyiapin ini itu. Padahal, aku udah menyusun semuanya dengan rapi di map-map, supaya mudah untuk dibawa waktu wawancara. Padahal, aku udah semangat pengen lanjut ke ITB, udah hubungin salah satu dosen yang research interestnya sama denganku. Beliau sudah bersedia untuk jadi pembimbingku. Iya, aku pengen ngerasain kuliah di luar kota Aku optimis bisa dapet beasiswa ini. Aku juga sudah menyusun rencana dengan matang untuk kelanjutan studiku itu. "Orang yang seperti apa sih yang dicari?" kami pun bertanya-tanya. Aku pun nggak tau. Kami merasa pantas menerima beasiswa itu, tapi ternyata mereka nggak menerima kami. Untuk tahun ini, hanya 2 periode. 1 untuk dalm negri, 1 lagi untuk luar negri. Kalau mau daftar luar negri, aku belum memenuhi syarat. Kalau seperti tahun sebelumnya yang 4 periode, bisa daftar batch berikutnya. Kalau ini?Bisanya daftar tahun depan, kuliahnya jadi mundur lagi. Sementara aku ingin menyegerakan untuk lanjut studi, mumpung masih fresh dan belum punya tanggungan. Ah, manusia hanya bisa merasa dan berencana, Allah berkehendak. "Langsung daftar S2 di UGM tahun ini. Nanti daftar beasiswa yang on going....Kalau nggak dapet, pasti ada rejeki lain.." kata Ayah Ibu. Sukses menangis tiap kali inget itu. Merasa bersalah, harus merepotkan ayah ibu lagi, padahal seharusnya aku udah bisa mandiri. Kasih orangtua yang tak lekang oleh waktu. Rencana B, lanjut studi lagi di kampus tercinta, cari peluang beasiswa on going, termasuk mulai cari lowongan pekerjaan sampingan. Aku bisa jadi apoteker pendamping atau pengajar les lagi kan? Atau buka toko online kreasi flanel lagi? Pada akhirnya aku memang harus tetap di Jogja.Tetep nemenin Ibu sama Adek buat masak, bikin kue, anter jemput, curhat, dan belanja. Tetep deket sama keluarga. Allah, lebih tau apa yang terbaik untuk aku, lebih dari yang sekedar kuinginkan. Allah, punya rencana yang jauh lebih indah :)
2 notes · View notes
prima94 · 6 years
Text
Curhat: Mengapa memilih S2?
Sebenarnya memilih jalan S2 bukan suatu big deal for me, tapi memang sedari awal menjalani S1 aku sudah ngarah untuk mengambil jenjang master. Aku sadar betul atas jalan yang aku ambil karena pada dasarnya aku memang ingin mengabdikan diri dalam dunia pendidikan, terlebih lagi pendidikan tinggi. Aku sangat menyukai berkecimpung dalam dunia aktivis mahasiswa maka aku sangat merasa hidup ketika bisa menghabiskan waktu bersama kehidupan mahasiswa. Aku bukan orang yang terlahir dengan IQ tinggi terus pinter apalagi prestatif banget. Duh, jauuh. Ketika beberapa temen di kelas cukup belajar pake sistem kebut semalem, atau parahnya sekali baca buku langsung nangkep maka aku harus belajar tiga atau empat kali diulang-ulang agar bisa ngerjain soal ujian. Aku bersyukur, Alhamdulillah Allah kasih aku kesadaran penuh untuk tergerak belajar lebih keras demi mengcover kelemotan ini. 
Berarti ga tertarik donk untuk ngelamar kerja setelah lulus S1?
Bukan ga tertarik sih, buktinya ketika aku masih tinggal di Bogor saya beberapa kali mengirim lamaran kerja di Jakarta. Qodarullah, belum ada satu pun yang lolos seleksi hehehe. Sejujurnya, aku termakan euphoria teman-teman yang sedang asik-asiknya nglamar kerja. Aku ikutan hectic seperti mereka dengan daftar sini daftar sana. Ketika main di jobfair, teman-teman antusias nyari info kerjaan dan penuh harap saat ngisi form online melalui scan barcode, sedangkan aku asik berburu goodie bag. Walhasil, teman-teman dapet kerjaan, aku dapat beragam goodie bag “aja”! Banyak temen yang pada akhirnya telah diterima kerja, sedangkan aku lolos berkas aja belum hehehe. Aku sadar bahwa teman-teman memang punya tekad dan niat lebih keras maka ga heran jika Allah kasih mereka riski pekerjaan terlebih dulu dibanding aku.
Apakah ga sedih ngeliat temen-temen sudah kerja sedangkan aku masih nganggur?
Sometimes ngerasa sedih sih karena semacam terlalu bergantung sama orangtua. Ketika lagi kongkow sama temen-temen, mereka jajan pake duit hasil keringat mereka sedangkan aku masih pake supply dari orangtua. Kadang malah dijajanin pake gaji mereka, sedangkan aku belum bisa ngasih apa-apa bahkan masih harus sangat memperhitungan pengeluaran guna berhemat untuk menyelamatkan hidup akhir bulan. Treatment yang aku lakukan biasanya lurusin niat selalu ketika muncul pikiran kaya gitu bahwa duit dari orangtua atau duit dari hasil kerja keduanya merupakan riski dari Allah. Jadi syukuri saja, toh aku milih S2 bukan berarti nganggur hanya saja sedang memperpanjang masa belajar sebagai bekal kerja kelak.
Aku mengibaratkan S2 seperti sekolah profesi kedokteran. Seseorang lulus dari Pendidikan Dokter tidak langsung bisa menjadi dokter maka mereka harus menjalani profesi koas dua tahun, ujian kompetensi dokter, sumpah, internship baru mereka bergelar dokter. Total lama studi setidaknya 6 tahun yaitu 4 tahun kuliah ditambah 2 tahun profesi koas. Nah, sama pula dengan menjadi dosen. S2 merupakan suatu tambahan waktu belajar untuk bisa menjadi dosen, anggap saja S2 seperti profesi yang mana tidak akan bisa lulusan S1 menjadi dosen jika tidak melalui S2. Jadi kalo melihat S2 seolah para master yang luarbiasa maka aku melihatnya biasa saja karena untuk mencapai profesi dosen memang harus melalui S2.
Kenapa ga kuliah ke luar negeri? Kok malah S2 di UGM saja.
Keluar negeri siapa sih yang ga pengen. Pengen bangetlah, tapi banyak faktor pertimbangan. Mulai dari faktor bahasa yang memang aku ngerasa kurang banget, faktor usia hehehe ga munafik aku mengkhawatirkan keburu tua belum nikah apalagi posisi sebagai perempuan karena memang persiapan buat ngurus LoA, beasiswa dan segala macam berkas postgraduate in abroad memakan waktu cukup lama bisa setahunan lebih. Terus kenapa ga nikah dulu baru S2 jadi ga khawatir kalo mau S2 di luar negeri? Hahaha nikah ga sesimple beli kacang goreng. Nikah itu big deal for me, banyak pertimbangan dan kesepakatan yang harus diperhatikan.
Okeey, sub bahasan nikah sekarang
Aku pribadi menganggap nikah seperti ibadah semacam sholat yang memang ga boleh ditunda. Jika memang sudah saatnya maka harus ditunaikan, urusan dunia yang akan menyesuaikan. Jangan dibalik urusan dunia yang harus menyesuaikan ibadah. Nikah di tengah S2 tentunya akan ada banyak konsekuensi-konsekuensi yang perlu diperhatikan biar ga ada konflik dikemudian hari. Pasangan yang baik bagiku adalah dia yang tidak akan meredupkan potensi pasangannya hanya demi kepentingannya sendiri. Dia adalah orang yang paling bijak untuk menjadi supporting system bagi pasangannya. 
Sekali lagi S2 semacam profesi bagi seseorang yang ingin menjadi dosen. S2 bukan sebagai ajang tinggi-tinggian degree apalagi gengsi. Jalan menjadi dosen adalah jalan pengabdian, jauh dari gemerlap gaji tinggi maka sebenarnya dosen adalah profesi yang biasa aja tapi bagiku sangat syarat makna. Aku ga peduli nominal, karena yang aku yakini menjadi dosen adalah profesi yang memanusiakan manusia.
Sebenarnya S2 ini juga salah satu cara terhormat yang aku pilih dalam memperbaiki diri dan selama menanti pasangan. Bagiku ini suatu hal yang luarbiasa dalam proses memperbaiki diri. Aku belajar struggle, sabar, telaten, adaptasi dengan lingkungan baru dan cases baru. Proses mencari ilmu sedikit/banyak akan membentuk pola pikir dan cara bersikap seseorang maka jangan mau hanya jadi perempuan yang biasa aja. Aku mau jadi perempuan yang kuat akan prinsip dan terbentuk dari proses yang baik.
Okey sekian aja curhatnya. Ambil baiknya, buang buruknya.
Yogyakarta, 4 September 2018 Prima Andriani
0 notes
Text
KAMPUS TERBAIK, WA 0857-2367-4960, Kuliah Kelas Karyawan Di Bekasi Bogor
Tumblr media
KLIK WA http://wa.me/6285723674960, Kuliah S2 Online Di Luar Negeri, Kuliah S2 Online Di Bali, Kuliah S2 Online Di Medan, Kuliah S2 Online Di Binus, Kuliah S2 Online Di Pekanbaru, Kuliah S2 Online Di Jakarta, Kampus Kelas Karyawan Sabtu Minggu Di Jakarta, Kampus Kelas Online, Kuliah Online S2, Kuliah Online Karyawan P2k, Kuliah Online Di Jakarta Kuliah Murah, Waktu Fleksibel, Sambil Kerja? BISA BANGEETT... Langsung Aja DAFTAR!!! Program Perkuliahan Asik (PPA) Berikut Daftar Kampus Yang Menerima Pendaftaran Mahasiswa Baru. STIE Ganesha Univ Teknologi Nusantara STT Niit I-Tech STIE Hidayatullah STIE Widya Persada KEUNGGULAN Program Perkuliahan Asik - Kursus Bahasa - Pendampingan - Kelas MC & Public Speaking - Sertifikasi Email/Hub : [email protected] / 0857-2367-4960 Info Lebih Lanjut : https://ppa.baik.or.id/ https://www.instagram.com/programperkuliahanasik/ https://www.youtube.com/channel/UCdogRIebOUNQu5reqqTUwww #kelaskaryawanlamongan, #kelaskaryawanmalang, #kelaskaryawanmakassar, #kelaskaryawanmakasar, #kelaskaryawanmalam kuliah islam online gratis berijazah, s1 bahasa arab kelas karyawan, kuliah bahasa arab online gratis, kuliah online lipia, kuliah online bermanhaj salaf, kuliah online lc, universitas islam online gratis, kuliah s1 bahasa arab
0 notes
Text
Tumblr media
KLIK WA http://wa.me/6285723674960, Kampus Kelas Karyawan Di Bali, Universitas Kelas Karyawan Di Bali, Kampus Kelas Karyawan Di Jakarta Barat, Kampus Kelas Karyawan Cikarang, Universitas Kelas Karyawan Cimahi, Kampus Kelas Karyawan Di Cirebon, Universitas Kelas Karyawan Di Cilegon, Universitas Kelas Karyawan Di Cimahi, Kampus Kelas Karyawan Di Surabaya, Kampus Kelas Karyawan Di MalangKuliah Murah, Waktu Fleksibel, Sambil Kerja? BISA BANGEETT...Langsung Aja DAFTAR!!!Program Perkuliahan Asik (PPA)Berikut Daftar Kampus Yang MenerimaPendaftaran Mahasiswa Baru.STIE GaneshaUniv Teknologi NusantaraSTT Niit I-TechSTIE HidayatullahSTIE Widya PersadaKEUNGGULANProgram Perkuliahan Asik- Kursus Bahasa- Pendampingan- Kelas MC & Public Speaking- SertifikasiEmail/Hub :[email protected] / 0857-2367-4960Info Lebih Lanjut :https://ppa.baik.or.id/https://www.instagram.com/programperkuliahanasik/https://www.youtube.com/channel/UCdogRIebOUNQu5reqqTUwww#kuliahonline, #kuliahonlinemedan, #kuliahonlineteknikinfomatika, #kuliahonlinetic, #kuliahonlinetuniversitas online terbaik di dunia, kuliah online kelas karyawan murah, kuliah online s1 gratis, kuliah online berijazah resmi, kuliah full online s1, kuliah kelas karyawan murah, biaya kuliah online, paket kuliah s1 cepat
0 notes
Text
WA 0857-3674-960, Kuliah S2 Online Ugm Kepulauan Mentawai
Tumblr media
WA 0857-3674-960, Kuliah S2 Online Ugm Kepulauan MentawaiLangsung ORDER KLIK WA http://wa.me/628573674960 , Kuliah S2 Online Ugm Kepulauan Mentawai, Kuliah S2 Online Di Jakarta Aceh Tengah, Biaya Kuliah Online Muna, Kuliah Online Murah Muna Barat, Kuliah Online Kelas Karyawan Wakatobi, Kuliah Online Kelas Karyawan Murah Baubau, Kuliah Online Karyawan Kendari, Kuliah Online S5 Bolaang Mongondow, Kuliah Online Malam Bolaang Mongondow SelatanKampus Online, Kelas Karyawan, Kuliah Kelas Karyawan, Kuliah Karyawan Online, Program Kuliah Karyawan, Kuliah Kelas Karyawan Jakarta, Kuliah Kelas Karyawan Murah, Kampus Online,Kuliah Murah, Waktu Fleksibel, Sambil Kerja? BISA BANGEETT...Langsung Aja DAFTAR!!!Program Perkuliahan Asik (PPA)Pendaftaran Mahasiswa Baru.STIE GaneshaKEUNGGULANProgram Perkuliahan Asik- Kursus Bahasa- Pendampingan- Kelas MC & Public Speaking- SertifikasiInfo Lebih Lanjut :https://ppa.baik.or.id/https://www.instagram.com/programperkuliahanasik/https://www.youtube.com/channel/UCdogRIebOUNQu5reqqTUwwwkuliah karyawan, kuliah sabtu minggu, kuliah karyawan online, kuliah kelas karyawan murah, universitas kelas karyawan, kuliah karyawan edunitas, program kuliah karyawan, biaya kuliah karyawan, kuliah karyawan murah, jurusan kuliah karyawan, kelas karyawan di jakarta, kelas karyawan sabtu minggu#KuliahS2OnlineUgmKepulauanMentawai, #KuliahS2OnlineDiJakartaAcehTengah, #BiayaKuliahOnlineMuna, #KuliahOnlineMurahMunaBarat, #KuliahOnlineKelasKaryawanWakatobi, #KuliahOnlineKelasKaryawanMurahBaubau, #KuliahOnlineKaryawanKendari, #KuliahOnlineS5BolaangMongondow, #KuliahOnlineMalamBolaangMongondowSelatan
0 notes
wulanbulan · 7 years
Text
Lika-Liku Mendaftar Program Pascasarjana (S2)
Saya sudah merencanakan untuk melanjutkan pendidikan hingga jenjang S2 sejak saya baru mulai masuk S1. Rencana awal, saya ingin melanjutkan S2 di ITB karena saat SNMPTN Undangan dan Tertulis tahun 2011 lalu, saya gagal untuk bisa menjadi bagian dari kampus gajah. Jadi, semacam janji pada diri sendiri akan membuktikan kalau suatu saat nanti saya juga bisa mengenakan jas almamater dengan lambang gajah didada sebelah kiri.
Namun, seiring berlalunya semester demi semester kuliah S1, keinginan untuk melanjutkan S2 mulai surut, sedangkan orang tua sebaliknya. Mereka ingin sekali saya bisa sekolah hingga S2 dengan beasiswa ataupun tanpa beasiswa. Sebagai anak yang berusaha untuk sebisa mungkin membahagiakan orang tua, saya iya-kan saja permintaan mereka.
Ditahun terakhir kuliah S1, saya mulai gencar mencari berbagai informasi mengenai persyaratan dan beasiswa untuk S2. Ternyata ada banyak sekali informasi yang saya dapatkan mengenai beasiswa untuk melanjutkan studi ke luar negeri, terlebih lagi setelah saya bergabung dengan organisasi SAHABAT BEASISWA (SB). Bagi yang belum tahu apa itu SB silahkan mampir ke Instagram @sahabat_beasiswa (kebetulan saya salah satu admin akun tersebut hhehe) atau website sahabatbeasiswa.com.
Setelah itu, saya membulatkan tekad untuk kuliah ke luar negeri dengan beasiswa. Saya semakin termotivasi karena kebetulan teman satu kos ada yang juga berencana untuk melanjutkan studi ke luar negeri. Berbagai seminar beasiswa dan pameran pendidikan rajin saya datangi bersama teman saya ini. Akhirnya saya memutuskan ingin melanjutkan kuliah ke Wageningen University (Belanda) alasannya karena syarat skor IELTS-nya 6,0 hhehe sedangkan teman saya ke UK.
Keinginan besar harus diiringi dengan usaha yang besar pula. Selagi menyusun skripsi, saya mulai meluangkan banyak waktu untuk belajar Bahasa Inggris karena persyaratan Bahasa yang harus dipenuhi cukup tinggi. Saya mengikuti Sekolah TOEFL Online yang dirintis oleh Kak Budi Waluyo waktu masih belum seterkenal sekarang, les speaking di LIA, dan juga mempelajari buku-buku TOEFL. Saya lulus S1 dengan skor TOEFL universitas 450, mungkin kalau real Tes TOEFL masih jauh dibawah 450.
Menyadari Bahasa Inggris saya yang masih pada level menyedihkan, saya belajar Bahasa Inggris lagi di Kampung Inggris Pare, Kediri selama 5 bulan. Ternyata belajar selama 5 bulan hanya menghasilkan skor IELTS overall 5,5 padahal skor yang dibutuhkan 6,0. Beralihlah saya ke TOEFL ITP yang biayanya jauh lebih murah dari IELTS. Namun, empat kali saya tes dari yang tanpa persiapan sampai yang belajar serius, hasilnya berhenti pada skor 530an padahal syarat yang dibutuhkan skor 550.
Dengan bermodalkan nekat, saya apply ke Wageningen University siapa tahu dapat LoA Conditional seperti yang diberikan oleh kebanyakan universitas di UK, Bristol University misalnya. Setidaknya, kalau sudah mendapatkan LoA Conditional akan memacu saya untuk lebih keras lagi belajar Bahasa Inggris. Tapi ternyata saya ditolak hiks. Saya terus mencari kampus yang bisa menerima skor Bahasa Inggris saya. Di Umea University (Swedia) syarat IELTS yang dibutuhkan 5,5 atau TOEFL ITP 530 dengan aplication fee sebesar SEK 900 dan biaya kuliah selama 2 tahun sekitar SEK 270,000. Biaya yang begitu besar bagi saya yang belum mendapatkan beasiswa.
Satu lagi universitas dengan syarat Bahasa Inggris yang bisa saya penuhi, Hamburg University (Jerman) syarat skor IELTS 5,0 atau TOEFL ITP 500 dengan syarat lain minimal (saya lupa) 3 bulan atau 1 semester pernah tinggal di Jerman. Ahhh..lelah. Sekalinya saya menemukan universitas dengan syarat Bahasa Inggris tidak terlalu tinggi; tapi syarat lainnya tidak terpenuhi, jurusan yang saya tuju tidak ada, atau masalah biaya.
Satu tahun telah saya lalui dengan hasil saya masih belum kuliah di luar negeri khususnya disalah satu negara yang ada dibenua Eropa seperti yang saya inginkan dan rencanakan. Ditahun berikutnya saya mencoba apply beasiswa dengan syarat Bahasa Inggris yang tidak terlalu tinggi, Stipendium Hungaricum untuk studi di Hungaria. Tidak hanya itu, saya juga apply beasiswa Turkiye Burslari untuk studi di Turki dengan 1 tahun pelatihan bahasa Turki jika diterima. Dan akhirnya.. saya belum berhasil mendapatkan beasiswa-beasiswa tersebut hiks hiks.
Satu setengah tahun berlalu, orang tua saya sepertinya sudah lelah menunggu dan mendengar kegagalan demi kegagalan yang saya kabarkan. Saya juga lelah bahkan mungkin jauh lebih lelah; kesana kemari belajar, mengikuti tes, dan melengkapi persyaratan-persyaratan lain yang juga menguras tenaga dan pikiran. Saya juga kecewa bahkan mungkin jauh lebih kecewa 1,5 tahun kerja keras seperti tanpa hasil. Rasanya seperti berlari-lari dikejar kegagalan yang tak pernah lelah mengejar kemudian terjatuh dan terluka parah tapi harus segera berdiri dan berlari lagi *agak lebay sih ini wkwk.
Baiklah..keinginan belajar di luar negeri saya tata ulang lagi, saya rapihkan lagi. Setidaknya kalau saya tidak bisa kuliah selama 2 tahun di benua Eropa, saya bisa mencoba untuk apply double degree dimana saya bisa merasakan 1 tahun belajar di luar negeri. Sayapun mencari universitas di Indonesia yang menawarkan program double degree pada jurusan yang saya minati, salah satunya di ITB. Nantinya apabila saya diterima, saya akan kuliah masing-masing 1 tahun di ITB dan di Osaka University (Jepang).
Kali ini saya cukup merasa optimis mendaftar di ITB karena saya dapat memenuhi persyaratan bahasa Inggris, skor TOEFL saya 533 sedangkan yang dipersyaratkan 500. Syarat skor TPA Bappenas juga terpenuhi, skor saya 615,50 sedangkan yang dipersyaratkan 475. Mungkin yang dapat menolak saya hanya takdir Allah Ta'ala. Saya dan terutama orang tua saya sangat berharap saya bisa diterima menjadi salah satu mahasiswa pascasarjana di ITB.
Dan..jeng jeeeeng.. Ternyata peminat jurusan yang saya daftar cukup banyak dan ini adalah pendaftaran gelombang II. Perasaan optimis perlahan mulai berkurang tapi masih yakin ada peluang untuk diterima. Walaupun begitu, bisa dikatakan ini seleksi yang penuh perjuangan dimana saya harus dua kali ke Bandung dalam kondisi lambung yang tidak sehat dan hanya bisa makan makanan tertentu. Terlebih saat kali kedua ke Bandung, saya puasa Ramadhan dalam keadaan masih sakit dan harus menghadapi sesi wawancara mendadak yang membuat saya serasa jatuh ke dalam jurang. Wiiiiiiiiing..brukk brukk bruk *nabrak batu.
Hari yang paling dinanti-nantipun tiba, sore hari di tanggal 8 Juli 2017, Pengumuman Seleksi ITB. Segera saya membuka akun pendaftaran dengan jantung yang berdebar tidak karuan dan jemari yang bergetar memasukkan deretan nomer pendaftaran dan password yang cukup panjang. Setelah akun terbuka, secara secapat saya scroll layar langsung kebagian bawah. Dan…. taraaaaaa..
“Hasil : DITOLAK”
jlepp sreeeeeett T.T T.T
Satu hal yang ingin saya katakan,
“Gue ditolak ITB untuk yang kedua kalinya cuuuyy…..hebat banget! Juara! ”
Mendadak hilanglah semua tenaga dan saya hanya diam terduduk, tidak tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya. Sulit rasanya harus segera mengkondisikan hati, tersenyum dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa karena saya tahu akan ada lagi yang sangat kecewa ketika saya menampakkan kekecewaan dan itu membuat saya jauh dan jauh lebih kecewa. Saya berpikir keras bagaimana cara yang tepat untuk menyampaikan berita duka itu. Akhirnya saya sampaikan kabar tersebut keesokan harinya kepada orang tua dengan cengengesan sambil nyengir kuda hhehe
Tanggal 18 Juli 2017, hari yang juga dinanti, pengumuman seleksi UGM. Saya ini orang yang well prepared, jadi selalu menyiapkan rencana cadangan untuk kemungkinan paling tidak diharapkan yang bisa saja terjadi hhehe. Jadi, jauh sebelum pengumuman ITB atau tepatnya H(a)-3 deadline UM, saya apply UGM dan alhamdulillah mudah sehingga semua dapat terselesaikan dalam waktu 2 hari. Kalaupun yang ini juga tertolak, saya juga sudah menyiapkan beberapa rencana cadang hhehehe…
And finally.. now I’m officially a master degree student of Universitas Gadjah Mada (masih sama-sama gajah lahh yaaa wkwkwk). Alhamdulillah..Allah Subhanahu Wa Ta'ala masih memberikan saya kesempatan untuk melaksanakan amanah orang tua, melanjutkan studi S2.
Kalau ada yang bertanya, daftar S2 gampang enggak sih? Jawabannya, tergantung modal (macam-macam skor yang dipersyaratkan) yang dimiliki dan universitas mana yang akan dituju. Hhehe
————————————————————– Kesimpulannya:
Betapa kamu sangat menginginkannya, seberapa keras kamu mengusahakannya, seberapa sering kamu dan orang tuamu mendoakannya, kalau Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah menetapkan itu bukan takdirmu, maka tidak akan pernah terjadi dan Allah Ta'ala pasti menggantikan usaha dan doa-doamu dengan yang jauh lebih baik, tentu saja bukan menurutmu.
Coba dipikirkan, dari yang skor Bahasa Inggris yang selalu mentok dibawah skor persyaratan, beasiswa-beasiswa yang tertolak, beberapa kode dari Allah Ta'ala baik berupa tulisan yang tidak sengaja dibaca atau ucapan orang supaya tidak usah kuliah ke luar negeri yang selalu diabaikan, dan puncaknya sakit lambung yang juga baru akhir-akhir ini diketahui iklim dingin membuat sakit tambah parah dan butuh cuaca panas. Tentu saja Eropa dan Bandung sangat tidak cocok dengan kondisi tubuh.
Alhamdulillah Alhamdulillah Alhamdulillah Allahu Akbar…
Banyumas, 29 Juli 2017
0 notes
Text
Drama S2
Saya bukan orang yang spontan, terus terang.
Saya ingat waktu dulu saya mengikuti acara bertema kepemimpinan kerjasama Kemenpora dan TNI di Bangka Belitung, salah seorang tentara pernah berkata:
“Orang yang terlalu pintar itu biasanya malah kurang cakap memimpin. Karena ia terbiasa untuk berfikir panjang.”
Benar juga, fikirku. Maksud pak tentara itu adalah pemimpin sebaiknya bisa berfikir cermat sekaligus taktis. Kalau kebanyakan berfikir, bisa-bisa keburu ‘didor’ sama lawan. Nah kalau grusa-grusu mengambil keputusan, bisa jadi keputusan kita merugikan banyak orang. Terus gimana, dong? Ya, kepemimpinan itu seni. Jika ingin piawai, maka biasakanlah memimpin. Begitu.
Well, maksud saya mengatakan intro diatas adalah bahwa saya ingin mengaku bahwa saya ini… mungkin terlalu cermat (atau perfeksionis?) dan kurang cepat. Jadi tiap saya mengambil keputusan, saya suka merenungkannya dalam-dalam. Apa dampaknya untuk saya, orang-orang terdekat saya, dan terutama: untuk masa depan saya? Plusnya, keputusan itu bisa saja adalah keputusan yang sangat matang dan saya puas karenanya. Minusnya, saya merasa lamban berbuat. Dan bisa-bisa saya ketinggalan dari orang-orang progresif di luar sana (eakk).
UGM
Sama seperti saat saya memutuskan kemana saya akan melangkah setelah lulus sarjana. Jujur saja, saya merencanakan studi magister. Tapi sialnya, ada kendala dari kampus asal saya tentang polemik  pergantian rektor. Imbasnya, ijazah sarjana saya tertahan selama berbulan-bulan. Walhasil, saya tidak bisa mendaftar program magister di UGM. Karena disana tidak menerima SKL (Surat Keterangan Lulus).
Dan benar, saya patah hati. Tapi sebenarnya ada drama lain. Yakni sembari saya menunggu ijazah saya ditanda tangani rektor, saya mencoba ujian masuk di UGM. Pertama, ujian TOEFL dan saya langsung lulus. Kedua, ujian TPA (tes potensi akademik) yang minimum skornya adalah 500. Saya mengikuti ujian TPA ini dua kali dan keduanya gagal. Apa pasal? Jadi, skor hasil 2 tes TPA itu menunjukkan angka yang sama: 489. Ya ampun kurang 11 poin doang!! Ah… rasanya nyesek banget. Waktu itu saya hendak mendaftar tes lagi, namun lagi-lagi saya merenung dalam-dalam. Apa jangan-jangan saya enggak ditakdirkan disini, ya? Secara dua kali saya tes TPA dan hasilnya stagnan: enggak naik, pun enggak turun. Kalaupun skornya turun, saya masih optimis untuk mengulanginya lagi. Tapi kalau stagnan begini, saya malah merasa down. Akhirnya, saya stop dulu berjuang di UGM.
EROPA
Lalu suatu hari saya berselancar di internet. Cari-cari ide. Dan saya nemu blog seorang mahasiswa magister di Eropa. Tepatnya di Inggris. Trus tiba-tiba ada yang menyala di otak saya. Cling! Terbetik di hati saya: apakah saya harus mencoba kuliah di Inggris. Siapa tahu berhasil? Tapi, sebenarnya gagasan itu pernah saya sampaikan kepada orang tua saya –jauh jauh hari. Bapak saya sih setuju saja, tapi ibu saya… hehehe. Yap, beliau tidak mengizinkan. Alasannya? Simple banget. Beliau itu mengenal saya luar-dalam. Saya ini lumayan manjanya. Jadi beliau bilang: “masuk angin saja masih bak-buk-bak-buk. Lha kalau di luar negeri siapa yang mau rawat?!” Oh. Ibu saya ternyata mengkhawatirkan saya. Okelah. Hehehe. Tapi, bukan firda namanya jika tidak ngeyel. Jadi, secara diam-diam saya mengurusi dokumen-dokumen persyaratan kuliah di Inggris. Waktu itu saya naksir Uni Birmingham dan Leeds. Fikir saya, kalau saya beneran ketrima, barangkali ibu saya luluh. Hehe
Akhirnya saya proses semua dokumen-dokumen kuliah. Ketika semua hampir lengkap, saya kecolongan satu hal: saya ga mikirin biaya visa dan IELTS (tes bahasa Inggris) nya. Waktu saya cek di blog-blog orang, saya lemes. Lha wong biaya visa aja minimal 15 juta. Dan tes IELTS? Sekali tes 2 juta rupiah. Itu kalau lulus yah, kalau belum lulus? Ya coba terus. Bisa sampai 10 juta kalau ga lulus-lulus tes IELTS. Gimana ga tekor?
Well, sebenarnya semua biaya itu bisa diantisipasi jauh-jauh hari. Sayangnya, saya ga perhitungan sama sekali dengan biaya itu. Memang benar jika biaya visa itu bakal diganti dengan uang saku beasiswa, tapi kan cairnya entah kapan? Jadi, saran saya sih kalau emang niat mau kuliah ke luar negeri, persiapkan dokumen dan tak lupa yang tak kalah esensial: biaya. Minimal 20 juta lah di tabungan kalian. Begitu.
Oke, balik lagi ke nasib saya yang semakin tak jelas. Tujuan saya jelas S2. Tapi dimananyaaa? Akhirnya setelah drama kuliah di Inggris itu gagal, saya putuskan untuk merenung kembali. Ya, merenung dalam-dalam. Hehehe. Saya berfikir, barangkali saya memang punya kesempatan kesana-kesini semau saya. Tapi, itu semua belum menjadi rejeki saya. Rejeki saya ada di tempat lain yang belum saya coba.
Tanpa sadar, ternyata perenungan saya terlalu dalam sampai-sampai suatu hari saya ditegur sama bapak saya. “Gimana rencana kuliahmu, Nduk? Jangan sia-siakan waktu.” Duh, rasanya tertampar sekali mendengar teguran itu. Dengan polos dan bodohnya saya jawab, “hati saya masih belum bulat, Pak.” Eh, ibu saya malah ketawa. Saya makin sedih. Harus bagaimanaaa ya Allah. Kalau bapakku dah ngomong begitu, berarti sudah saatnya saya mengambil keputusan.
UI
Lalu saya cek web UGM dan UI. Ya, saya masih menaruh hati pada UGM. Karena jurusan sastra disana bagus. Dan ternyata saya kurang beruntung, karena pendaftaran mepet sekali dan saya belum siap ujian lagi. Akhirnya saya melirik UI dan masih ada jadwal seleksi. Saya isi form pendaftaran online nya lalu bayar biaya pendaftaran sekitar 750 ribu rupiah. Lumayan mahal sih, tapi itu jadi cambuk saya untuk giat belajar. Ya… saya sampai beli buku bank soal TPA di Gramedia. Bukunya tebel banget. Tapi tak apalah, demi lulus UI.
Akhirnya bla-bla-bla, sampailah saya pada tahap menunggu hasil ujian. Jujur, saya gugup banget. Apa pasal? Waktu saya ujian masuk, ada seorang mbak-mbak yang berkenalan dengan saya. Ia bertanya kemana jurusan yang saya tuju. Saya bilang sastra dan dia kaget. Dia lihat sendiri di web bahwa kuota mahasiswa sastra itu Cuma 5. Dan itu memang benar. Tapi entah kenapa saya santai sekali dengan kenyataan yang sudah saya tahu itu. Deg-degan khawatir ga lulus, tapi saya mempraktikkan jurus pamungkas: tawakkal. Ya mau apalagi coba? Belajar sudah sekuat hati. Artinya ikhtiar telah dilakukan dan sekarang lah saatnya tawakkal. Hehe.
Paramadina dan UPH
Ya saya pernah (hampir) mendaftar di kedua kampus itu. Pasalnya, mencari jurusan sastra itu ternyata sulit minta ampun. Jadi saya beralih ke jurusan lain yang kira-kira masih relevan dengan kemampuan saya. Saya memilih jurusan Hubungan Internasional (HI). Dan pilihan saya jatuh ke kedua universitas itu. Pertama, Paramadina. Awal saya selancar di web nya, saya udah merasa cocok banget. Terlebih, ada nama besar (mendiang) Nurcholis Majid sang pendiri yang tak asing di telinga anak-anak muda NU. Tapi, waktu saya mendiskusikan keputusan saya itu kepada si Babang, dia tidak setuju. Saya patah hati lagi. Kenapa dia menolak? Well, ini soal perbedaan pandangan politik, menurutnya. Cak Nur memang pendirinya dan kami menghormatinya, tapi untuk situasi Paramadina sekarang, sepertinya agak kurang sesuai dengan pandangan beliau. Apalagi dengan pencalonan mantan rektornya di pertarungan DKI dan kampanye yang kontroversial itu. Aku hanya bisa menghela nafas. Saya tidak jadi mendaftar di Parmad.
Akhirnya saya melirik UPH, kampus dibawah naungan Lippo Group. UPH adalah universitas berbasis kristen. Tapi, setelah selancar sana-sini dan ternyata banyak pula muslim yang belajar disana, saya pun merasa tak masalah. Jujur saja, untuk perjuangan masuk UPH ini adalah perjuangan yang paling berat, sebenarnya. Pasalnya, saya harus berada selama seminggu di Jakarta untuk daftar offline dan ujian. Jarak antara tanggal mendaftar dan ujian hanya 3 hari. Dan ujiannya tentu saja di Jakarta. Kalau ujian UI dulu, saya bisa ujian di Jogja. Untunglah saya punya sedikit tabungan (untuk moda transportasi) dan keluarga di Bekasi. Jadi itung-itung gratis tempat tinggal dan makan. Hehe.
Mana yang lulus?
UPH dan UI lulus, but I prefer to choose UI. Hehe. See ya next time!
0 notes