#lupa diri
Explore tagged Tumblr posts
lilanathania · 1 year ago
Text
Iri tanpa Lupa Diri
Memang manusiawi bila terkadang (atau sering?) kita merasa iri. Mungkin orang lain lebih sukses, bahagia, dan punya hidup sempurna. Bagaimana mengelola emosi semacam ini?
Tumblr media
Zaman ini memang penuh dengan 'pupuk' yang membuat rasa iri tumbuh subur. Media sosial menunjukkan semua sisi terbaik orang-orang di sekitar kita. Wajah cantik, baju dan sepatu bermerek, liburan impian, pasangan ideal, dsb dsb dsb. Semuanya bertebaran dan menghantui kita pagi-siang-malam. Sulit bagi kita untuk menutup mata dari semua konten itu.
Kesuksesan dan kebahagiaan hidup orang lain sering membuat kita merasa kecil. Merasa ingin juga memiliki semua itu. Saya kira keinginan itu tidak salah. Tentu semua orang punya harapan untuk sesuatu yang lebih baik.
Sayangnya, seringkali kita melampiaskan perasaan itu secara negatif. Ada orang yang iri kemudian memanifestasikan lewat kebencian. Orang tidak salah apa-apa, digosipkan yang tidak benar. Orang tidak melakukan apa-apa, dijutekin tanpa alasan jelas. Rasa iri memang kerap mengubah perilaku. Kadang kita juga suudzon menganggap orang itu hanya bisa sukses karena KKN, lewat jalur belakang, menyuap, atau dugaan-dugaan buruk lain. Lepas dari bagaimana cara mereka mencapai suatu hal, fenomenanya sebenarnya sama: ingin sesuatu yang tidak terjadi dalam hidup kita.
Hal ini kemudian menggerogoti diri sendiri. Mungkin dalam bentuk memaksakan diri membeli barang yang sebetulnya di luar budget. Menggunakan uang secara berlebihan untuk liburan padahal ada kebutuhan lain yang diabaikan. Meminta uang pada orang tua atau sahabat lalu 'lupa' mengembalikan. Bentuk iri yang seperti ini tentu sangat merugikan. Sudah buruk emosinya, lebih buruk lagi dampak jangka panjangnya.
Setiap kali merasa iri, saya mencoba tak lupa diri. Mengawali refleksi dengan bertanya pada diri. Mengapa kamu ingin seperti itu? Bisakah kamu mencapai hal itu? Jika hal itu positif dan bisa dicapai, go for it! Contoh, teman mendapatkan beasiswa studi lanjut di luar negeri. Berarti kita perlu banyak belajar dan mencari tips-tips menulis motivation letter. Sedangkan untuk hal negatif atau di luar jangkauan, berarti tidak perlu dituruti. Contoh, saudara rajin flexing benda-benda branded dengan harga selangit. Buat apa diikuti? Toh banyak benda tidak bermerek yang fungsinya sama.
Dengan mengkategorikan rasa iri ke dalam kutub positif dan negatif, kita menciptakan filter yang aplikatif untuk berbagai terpaan konten di media sosial. Mana yang perlu dan tidak perlu untuk di-iri-kan. Apakah filter ini membuat proses pencernaan rasa iri menjadi lebih mudah? Tentu tidak langsung. Emosi kita jelas masih meronta-ronta minta didengarkan. Bedanya, kali ini kita bisa berteriak balik, "Kalau mau begitu ya usaha lah! Jangan sirik doang!" Setelah itu kita baru bisa memikirkan langkah-langkah riil untuk mencapai apa yang tadinya kita iri-kan :)
Yah, begitulah sehari-hari isi otak dan percakapan saya dengan diri sendiri. Terkadang iri, tapi segera saya atasi sebelum menggerogoti. Yuk sama-sama berjuang memproses emosi ini tanpa lupa diri.
14 notes · View notes
alfisyahrin · 1 year ago
Text
Di setiap masing-masing jiwa, yang sudah Allaah titipkan pada raga berwujud kita sebagai hambaNya tentu tak ada yg luput dari perasaan;
Patah, retak, tak bersusun, bahkan hingga nyaris hampir hancur berantakan.
Tidak ada yang benar-benar utuh baik sempurna. Kita semua punya sisi yg tidak terlihat nya, kita punya cerita tersendiri dengan versi yg tidak sama dan hanya cukup kita simpan dalam ruang bernamakan "memori diri".
Kita cukup terus menyayangi nya tanpa harus membawa ingatan itu dalam setiap langkah yg kita pijakan, kita hanya cukup untuk mengambil di setiap bagian berharga nya, tanpa harus kita tangisi, sesali atau kita marahi kenapa itu mesti terjadi.
Cukup katakan, 'ini bagian dari pembelajaran ku, ku pelajari sebagai sisi lemah ku sebagai hambaNya'
~tak ada yang bisa menuntun kita ke jalan-jalan Nya selain daripada Nya, kita lemah tapi kita punya Sang Maha Kuat
22 notes · View notes
nerveilleux · 1 year ago
Text
rupanya diri lupa, bahwa diri bisa jatuh lagi, sama atau lebih dalamnya
13 April 2024
12 notes · View notes
senantiyasa · 10 months ago
Text
kadang, aku melakukan hal yang mempermalukan diri sendiri. keluar dari lift di lantai yang salah saat pergi bersama rekan, misalnya. dan banyak kesalahan kecil lainnya.
awalnya tentu aku merasa malu.
namun, makin ke sini, rasanya aku tidak perlu merasa malu berlebihan.
manusia itu, cepat lupa jika bukan perihal dirinya. manusia itu, saat kejadian saja mungkin menertawakan, setelahnya mereka akan lebih ingat kebaikan dan prestasimu ketimbang kesalahan kecilmu.
jangan khawatir. manusia itu cepat lupa jika bukan tentang dirinya.
lagipula, mempermalukan diri sendiri rasanya pernah dilakukan semua orang.
5 notes · View notes
ceritamelayuboleh · 11 months ago
Text
Tumblr media
DOKTOR SWASTA PT 3
HARI KETIGA 4 PAGI
Aku terdengar bunyi suara isteriku. Aku bergegas ke sisinya dan mendapatinya sedang bangun. Aku amat gembira melihat isteriku sedang bangun dari tidurnya. Akhirnya aku dapat keluar dari cengkaman Dr Hani dan jururawatnya. Aku dengan perlahan mendakap isteriku, bersyukur kerana dia makin bangun.
Seperti biasa jururawat-jururawat memasuki bilik namun mereka agak terkejut apabila melihat aku dan isteriku yang telah sedarkan diri. Mereka mengetepikan ku dan mula memeriksa kadar degupan jantung, dan fizikal isteriku. Mereka juga menanya beberapa soalan kepada isteriku untuk mendapatkan kepastian perubatan.Beberapa jam kemudian, aku dipanggil Dr Hani untuk berbincang.
"Saya berterus terang ye encik, kami sudah menyuntik ubat yang akan melumpuhkan isteri encik untuk beberapa hari," kata Dr Hani dengan senyuman. Terlopong mulut ku mendengar kata-kata Dr Hani.
"Kalau encik tak ikut arahan kami, kebarangkalian kami untuk menyuntik ubat merbahaya tinggi ya," Dr Hani menyambung sambing merenung tajam ke muka ku.
"Lagipun, encik kan seronok bermain dengan kami. Enjoyla beberapa hari lagi," kata Dr Hani tertawa melihat kegelisahan ku. Aku bergegas dari bilik Dr Hani ke bilik dimana isteriku ditempatkan. Isteriku telah kembali lumpuh dengan matanya terbuka dan bergerak-gerak.
"Ikut arahan Dr Hani, kami sudah menyuntik ubat pelumpuh ye encik. Isteri encik sekarang dah lumpuh tapi dia masih boleh melihat," kata jururawat sambil tersenyum sadis. Aku terkaku melihat isteriku dilumpuhkan kembali. Jururawat pulak mengambil kesempatan dan mula melondehkan seluar aku. Dr Hani sampai beberapa minit kemudian dan mengunci pintu.
"Tengok Dr, depan isteri dia yang lumpuh pun dia tegang lagi," ejek jururawat sambil mengusap-usap batangku.
"Encik ni kan suka benda-benda macamni. Dia suka dilayan macam ni," kata Dr Hani sambil mula mencium leherku. Lidahnya mula menjilat dari leher ke cuping telinga ku. Bulu roma ku meremang dan batangku menegang dengan lebih kuat.
Aku ditolak dan dibaringkan di atas katil pesakit disebelah isteriku. Dr Hani dengan cepat melondehkan seluarnya dan duduk diatas muka ku. Seperti biasa, cipapnya ditekap ke mulutku dan aku terus mula menjilat cipapnya tanpa henti. Batangku pulak ditunggang oleh jururawat sehingga dia klimaks.
Selepas puas menggunakan ku, Dr Hani dan jururawat meninggalkan aku, muka ku berlumuran jus cipap Dr Hani dan batangku masih separa tegang selepas memancut ke dalam cipap jururawat. Aku melihat tangisan air mata dari isteriku, dan aku berasa hiba melihatnya.
Namun,selepas kejadian tersebut, makin banyak lawatan dari Dr Hani dan jururawat-jururawat Dr Hani. Aku dipaksa untuk melakukan adegan-adegan ghairah dihadapan isteriku. Aku digunakan seperti objek pemuas nafsu bagi Dr Hani dan jururawat-jururawatnya.
Aku dipaksa melutut dihadapan mereka dan dipaksa menghisap, menjilat cipap mereka sehingga setiap dari mereka klimaks di muka ku.
Aku juga dipaksa menadah cawan supaya Dr Hani dan jururawat-jururawat dapat klimaks ke cawan tersebut. Kemudiannya aku dipaksa minum air jus cipap mereka dari cawan tersebut.
Selain itu, aku ditunggang berkali-kali. Aku diberi ubat kuat dan batangku juga diikat ketika tegang sepenuhnya supaya aku dapat tahan lama. Berkali-kali Dr Hani dan jururawat-jururawat menunggangku sehingga batangku berasa sakit tapi tidak diendahkan oleh Dr Hani. Apabila aku hendak pancut, dengan sadisnya Dr Hani menghala batangku ke isteriku dan memaksa ku memancut ke arah isteriku sambil tertawa besar.
Muka aku dipasang batang d*ld0 dan ditunggang oleh mereka. 3 hari aku digunakan, aku dihina dan ditertawa. Aku makin biasa dan makin suka dengan layanan diberikan kepada ku. Aku makin mahu menjadi hamba Dr Hani dan jururawat-jururawat. Aku hampir lupa akan isteriku. Setiap kali mereka masuk bilik, aku akan melutut dihadapan mereka dan merayu kepada mereka.
Selepas isteriku sembuh, Dr Hani menyuruh aku dan isteriku untuk datang semula untuk pemeriksaan lanjut setiap minggu. Isteriku tidak bercakap dengan ku dan hanya berdiam diri manakala aku berasa sedih untuk meninggalkan hospital. Namun aku seronok kerana seminggu sekali aku dapat digunakan Dr Hani dan jururawat-jururawatnya
1K notes · View notes
kurniawangunadi · 1 month ago
Text
Mau istirahat tapi dunia terus berputar
Riuh suara di kepalamu terasa lebih keras dari detak jantungmu. Bahkan saat dalam keramaian, suaranya tetap terdengar keras sampai-sampai kamu jarang memerhatikan suara yang lain.
Dan riuh suara itu semakin terdengar tatkala kamu mengukur-ukur dirimu, sibuk memerhatikan nikmat yang dimiliki orang lain. Kamu tak mampu membungkamnya padahal itu adalah dirimu sendiri.
Semakin dewasa. Rasa tenang itu adalah hal yang berarti, hanya saja kita kerap lupa jika tenang berangkat dari rasa cukup. Merasa cukup dengan apapun yang kita miliki dan dapatkan, sesuatu yang saat ini menjadi jatah rezeki kita. Mencukupkan diri dengan yang halal, tidak hanya halal tapi juga toyib. Mencari rezeki tidak dengan eksploitasi orang lain. Mengusahakan rezeki yang berkah untuk keluarga.
Semakin dewasa. Validasi yang kita butuhkan seharusnya cukup dari orang tua kita sendiri, atau mungkin dari pasangan, bahkan dari anak-anak. Kita tidak perlu mendapatkannya dari semua orang.
Saat kita diapresiasi karena menemani anak-anak bermain. Saat kita diapresiasi karena bisa mentraktir bapak dan ibu makan bakso dengan gaji kita. Saat kita diapresiasi karena udah bekerja keras seharian sama pasangan. Semua itu udah cukup.
Belajar rasa cukup saat dewasa adalah seni untuk bisa menjalani kehidupan dewasa dengan lebih tenang. Cita-cita kita mungkin tidak meraih bintang-bintang dan tidak menjadi orang yang bersinar, tapi cukup hadir untuk keluarga. Bisa hadir untuk anak-anak.
Entah siapa yang menuntutmu untuk menjadi luar biasa. Menjadi pucuk-pucuk dunia. Kalau kamu lelah, apakah kamu tahu bagaimana caranya beristirahat? (c)kurniawangunadi
293 notes · View notes
mamadkhalik · 5 months ago
Text
Aku lupa baca dari mana, tapi ada satu quote menarik yang entah mengapa lewat di pikiran. Bunyinya gini :
Rasa suka kadang beriringan dengan munculnya rasa tidak pantas memiliki.
Kalau dipikir-pikir keknya bener juga ya, tapi setelah ngobrol dengan banyak orang dan berpikir secara objektif, sebenarnya kita ini pantas kok.
Alih-alih berpikir harus mencapai suatu standar tertentu, kita itu pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, wajar tapi juga jangan kepedean. Tetep semuanya serahkan pada Allah, tugas kita berikhtiar memantaskan diri dengan bare minimum qowwam hehe.
Lalu tersadarkan quote ini :
Tidak ada pasangan sempurna, Tidak ada suami sempurna, tidak ada istri sempurna, yang ada adalah pasangan yang sama - sama tidak sempurna yang mereka diberi amanah oleh Allah untuk menyempurnakan satu sama lain.
Pria wanita paling mawaddah tak merasa telah mengenal pasangannya, baginya sepanjang hidup ialah ta’aruf yang menyediakan kejutan indah.
(Ust. Salim A. Fillah)
Ya kalau tidak bertemu di pelaminan, semoga bertemu di jalan-jalan kebaikan. Hehe.
435 notes · View notes
kaderiyen · 2 months ago
Text
Bentuk Paling Tenang dari Sebuah Doa yang Tahu Diri
Menyebut namamu adalah bagian dari mantra-mantra sunyi yang tak pernah selesai aku rapal. Ia muncul dari diam, dari sepi yang tak pernah dilahirkan, dari ruang antara yang tak memiliki nama namun tetap kupijak seperti tanah yang kupahami. Mungkin karena rasaku tak butuh sebab untuk muncul; ia hanya ada, begitu saja. Dan aku, seperti biasa, terlalu pasrah untuk menolak kehadirannya.
Sebab barangkali, Tuhan memang Maha Mengerti—hingga Ia tahu, tak semua rasa perlu dilegalkan untuk bisa dimaknai. Rasa yang lahir dari tubuh yang disangkal, dari cinta yang tak bisa disebut, dari keinginan yang tak pernah bisa digenapkan oleh dunia yang gemar mengganjilkan.
Kalau ternyata kita memang saling ingin, saling tahu, namun tak bisa menubuh, maka barangkali Tuhan sedang mengajari kita tentang makna cukup—yang tidak selalu sejalan dengan memiliki. Bahwa rasa bisa besar tanpa rumah, bahwa dua orang bisa saling menyentuh tanpa pernah benar-benar bersentuhan.
Pun demikian, maha baiknya Ia, masih memperkenankan kita menatap satu sama lain dari balik kaca yang tak bisa pecah. Dari dalam kubah sunyi ini, kita tak bisa saling menyentuh, tak bisa bersuara, hanya bisa menggumamkan nama dalam mantra yang berubah menjadi kidung doa. Doa yang tak pernah selesai aku fasihkan, untukmu—dan untuk perasaanku yang tak tahu harus pulang ke mana:
Semoga kita bisa menemukan hangat yang baru, tanpa sedikit pun basah yang menyeka luka yang sudah mengering,
Semoga ada tatapan yang membuat kita tenang, tanpa getir di balik senyum yang harus kita pura-purakan,
Semoga kita dipeluk oleh keberadaan yang tak mengharuskan kita mengecil, tak juga membuat diri merasa sebagai jeda di hidup orang lain,
Semoga pagi kita selalu diiringi langkah yang mantap, bukan karena terbiasa sendiri, tapi karena benar-benar dijemput oleh yakin,
Semoga kita mengenal pulang yang tak bersyarat, yang menerima tanpa perlu menyembunyikan bagian manapun dari diri sendiri,
Semoga kita bisa duduk di sebelah seseorang, tanpa harus mengukur jarak antara dada dan dunia yang menghakimi,
Semoga kelak kita dicari oleh rindu yang sehat, bukan sekadar diingat ketika sunyi mendesak,
Semoga bahagia itu tak datang dalam bentuk yang harus disembunyikan, dan jika datang diam-diam, semoga ia tetap tinggal lama,
Semoga kita merasa cukup, tanpa harus menjadi versi lain dari diri kita yang seharusnya,
Dan jika akhirnya kita lupa pernah ada satu sama lain, tak mengapa;
Karena ini, seluruhnya, hanya bentuk paling tenang dari sebuah doa yang tahu diri
-Kaderiyen | Yogyakarta, 02 Mei 2025
231 notes · View notes
yunusaziz · 3 months ago
Text
Barangkali terhadap rumitnya permasalahan hidup yang kita hadapi hari ini, adalah karena kesalahan kita dalam meletakkan sudut pandang.
Sebagai orang beriman, meletakkan ujian sebagai unsur yang akan selalu ada dalam setiap episode kehidupan adalah sebuah keharusan. Mengapa demikian? Sebab ujian adalah bagian dari konsekuensi keimanan itu sendiri.
Seseorang akan diuji kelaparan, ketakutan, kekurangan harta, jiwa, buah-buahan, dsb. yang memaksa sampai ke titik terlemah seorang hamba. Tujuannya tidak lain tidak bukan adalah untuk menyeleksi seberapa jernih kadar keimanan dari seorang hamba.
Cara pandang yang demikian itu sudah semestinya menjadi batas minimal kesadaran yang harus dimiliki. Sebab memang demikianlah cara-Nya untuk melihat seberapa sungguh hambanya membuktikan keimanan itu pada-Nya.
Barangkali, ketika kita telah menempatkan setiap episode kehidupan di bawah kehendak-Nya, kita akan mulai melihat bahwa segala hal—baik kesenangan maupun kesusahan—merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Di sinilah kesabaran, keikhlasan, dan rasa syukur menjadi tiga pilar penting yang mesti kita tegakkan. Sering kali, kita lupa bahwa ketidaknyamanan hidup hari ini bisa menjadi sebab terbukanya pintu rahmat di kemudian hari. Mungkin Allah menahan sesuatu yang kita cintai demi memberi kita sesuatu yang lebih kita butuhkan. Atau, barangkali Ia menunda keinginan kita agar kita belajar menumbuhkan jiwa yang lebih tangguh. Maha Bijak Allah dengan segala kehendak-Nya. Maka, ketika menghadapi kerumitan persoalan, mari kita bertanya kembali pada diri sendiri: Apakah kita sudah menempatkan pandangan kita di tempat yang semestinya? Sudut pandang yang berpusat pada keyakinan bahwa tidak ada rencana yang melebihi rencana-Nya, dan tidak ada ketetapan yang sia-sia di sisi-Nya. Dengan demikian, tidak ada lagi alasan bagi kita untuk merasa terpuruk berlama-lama. Sebab, di balik setiap cobaan, selalu terselip hikmah yang menuntun kita pada kebijaksanaan, selama kita mau merenung, memohon pertolongan, dan terus melangkah di jalan-Nya.
Surakarta, 07 April 2025
253 notes · View notes
gizantara · 2 months ago
Text
"Apa bagian tersulit dalam menyadari diri sendiri?"
"Mempertahankannya lebih dari sesaat."
Coba deh pas lagi ngumpul sama orang-orang, iseng tanya, “Kamu sadar nggak sama diri kamu sekarang?”
Hampir pasti mereka jawab, “Sadar.” Karena ya, berkat pertanyaan kita, saat itu juga mereka benar-benar sadar. Tapi itu cuma sebentar. Beberapa detik kemudian, mereka balik lagi ke mode autopilot: ngobrol, ketawa, mikirin hal lain. Sadar dirinya cuma lewat.
Hal yang sama juga terjadi di diri sendiri. Coba deh sadari betapa lemahnya cengkeraman kita pada kesadaran diri kita, betapa singkatnya kontak itu, dan seberapa cepat kita (khususnya perhatian kita) tersapu kembali ke arus pikiran. Bahkan saat kita berpikir, "aku menyadari diriku sendiri," pada kenyataannya kita hanya menyadari pikiran itu, bukan keseluruhan diri kita.
Setelah bertahun-tahun melakukan perjalanan ke dalam diri sendiri, aku tiba pada satu kesimpulan bahwa bagian tersulit dari menyadari diri bukanlah kembali atau menemukannya, melainkan bertahan di sana lebih lama, tetap tinggal, dan tidak langsung pergi ketika dunia mengetuk pintu dengan segala distraksinya.
Mungkin itulah kenapa, kita diminta buat terus berdzikir sebagai cara buat kembali. Kembali ke kesadaran, ke momen ini, ke keberadaan yang sering banget kita tinggalkan tanpa sadar.
Karena kesadaran itu gampang banget lepas. Kita bisa niat hadir penuh, lalu satu notifikasi saja cukup buat menculik perhatian kita entah ke mana. Zikir bisa jadi adalah jangkar mindfulness. Satu cara buat kembali ke sini, ke sekarang, ke tubuh ini yang sedang duduk, yang sedang bernapas, yang sedang hidup.
Aku juga jadi ngerti, kenapa zikir dan khusyuk tuh nggak betah. Soalnya kita dihadapkan langsung pada diri sendiri. Dan ternyata, kita belum siap menemui Allah dalam kondisi menyadari diri yang banyak kurangnya.
Kita jadi sadar: "Oh, ternyata aku belum benar-benar jujur hari ini. Belum sabar. Belum ikhlas. Belum utuh," dan belum belum lainnya. Dan itu berat soalnya nggak ada tempat buat sembunyi. Semua yang biasanya bisa ditutupi sama sibuk dan suara, jadi muncul ke permukaan.
Pengennya kan menemui-Nya dalam kondisi terbaik, tapi sehari-hari kita ternyata memang belum kasih yang terbaik. Zikirnya sih nggak salah. Kitanya yang kurang berani. Karena kita sedang digiring pelan-pelan untuk melihat diri sendiri apa adanya. Dan ternyata, melihat diri sendiri juga butuh keberanian.
Yang perlu di-reframe adalah bahwa kita nggak harus menunggu sempurna dulu untuk hadir. Dalam proses kembali ke kesadaran itu, pelan-pelan kita dibentuk untuk menjadi lebih layak. So, datanglah meski dengan rasa malu, meski dengan diri yang masih compang-camping. Kita sedang belajar pulang sebelum kepulangan sebenarnya.
Tapi ya, mari kita jujur. Kemungkinan besar setelah baca ini, kamu juga akan langsung balik ke mode default: mikirin notifikasi, doomscrolling, dan tersapu ke rutinitas harian. Hahaha, aku juga begitu. Memang begitu siklusnya. Sadar sebentar, hilang lagi, sadar lagi, hilang lagi. Yang penting jangan lupa sholat untuk reconnect.
— Giza, bahkan pas nulis ini aja nggak sadar telah melewatkan tukang sayur yang sebelumnya lagi ditunggu.
119 notes · View notes
catatanmudri · 2 months ago
Text
Pulang, bagi sebagian orang, adalah rumah. Bagi sebagian lainnya, ia cuma kata—terdengar manis, tapi terasa jauh.
Ada yang pulang ke tempat yang penuh, dan merasa lengkap.
Ada pula yang pulang, tapi justru makin sepi.
Karena ternyata, yang kita cari dari pulang bukan sekadar pintu dan tembok,
melainkan rasa: diterima, cukup, dan tidak sia-sia.
Semakin dewasa, semakin asing kata itu di telinga, ya?
Rumah masa kecil perlahan jadi museum kenangan—penuh bingkai, tapi tak lagi hidup.
Sementara rumah hari ini kadang hanya tempat singgah,
tempat tubuh tidur tapi hati tak betah diam.
Kita berpindah—dari satu kota ke kota lain,
dari satu pelukan ke pelukan lain,
menenteng rindu yang tidak tahu entah di mana.
Berharap ada yang terasa seperti rumah,
tapi nyatanya ... yang kita temui hanya ruang-ruang asing
yang tak mengerti bahasa tangis.
Mungkin karena kita lupa,
pulang tak selalu soal ke mana kaki kembali,
tapi .... siapa yang membuat dada tenang.
Kadang ia berupa suara Ibu dari pawon—
menggoreng tempe, sambil bersenandung sajak yang tak selesai.
Kadang ia datang sebagai aroma tanah selepas hujan,
atau ucapan sederhana dari seorang teman lama,
yang cuma bilang, “Nggak apa-apa, kamu capek ya?”
Dan kadang, pulang bukan tentang kembali,
tapi tentang berhenti sebentar dari berlari.
Membiarkan diri duduk di kursi paling sunyi,
menyeduh lelah, dan berkata pelan:
“Aku ingin diam dulu. Tanpa perlu menjelaskan apa-apa.”
Karena lelah kita sering datang bukan dari dunia,
tapi dari upaya keras menjadi kuat di depan orang-orang
yang tak pernah benar-benar mendengarkan.
Maka dari semua perjalanan,
yang paling senyap adalah perjalanan pulang ke dalam diri sendiri.
Ke ruang yang tak menghakimi,
tempat di mana kita boleh menangis tanpa takut ditinggal,
boleh salah tanpa harus sembunyi.
Sebab pada akhirnya, rasa pulang adalah tentang damai.
Tentang bernapas tanpa rasa bersalah.
Tentang tahu, meski tak ada yang menunggu di ujung jalan,
kita masih bisa menyambut diri sendiri,
dan berkata:
“Alhamdulillaah 'ala kulli haal.”
126 notes · View notes
terusberanjak · 4 months ago
Text
Kita butuh dipatahkan agar tau bahwa kita lemah. Kita butuh dibuat menangis agar tidak sombong. Sebab kadangkala bila bahagia menyapa, kita kerapkali mendadak lupa siapa diri kita dan tujuan kita berdiri di dunia ini.
@terusberanjak
150 notes · View notes
dardawirdhaa · 3 months ago
Text
Jangan lupa untuk meminta kepada Allah hati yang lembut kepada diri sendiri.
Hati yang menemani dirinya sendiri. Hati yang mampu untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Hati yang selalu rindu dan mengingatkan diri sendiri untuk kembali kepada Allah sebelum hari kembali.
#FaFirruIlallah
125 notes · View notes
fitryharahap · 3 months ago
Text
Tuhan, Kita, dan Waktu
Kita hidup di zaman yang menyembah kecepatan. Klik sekarang, kirim sekarang, perbaiki sekarang, sembuh sekarang, sukses sekarang, baik-baik saja sekarang, tanpa sempat benar-benar merasakan luka, kehilangan, atau bahkan harapan. Dan ketika hidup nggak sesuai ritme itu—ketika doa menggema tanpa jawaban dan pintu tetap tertutup—kita panik. Kita putus asa. Kita pikir penundaan itu penolakan. Kita pikir Tuhan nggak dengerin kita. Diamnya Tuhan kita anggap kalau Dia nggak peduli.
Tapi gimana kalau ternyata nggak seperti itu? Gimana kalau penundaan itu justru bagian dari rencana-Nya?
“Tenang aja. Tuhan nggak pernah terlambat.”
Meski mungkin kesannya cuma nasihat umum, kalimat itu terdengar menenangkan. Dan kalau kita resapi sungguh-sungguh, kalimat itu menghadapkan kita pada kenyataan bahwa kita nggak sepenuhnya pegang kendali atas hidup ini. Kita nggak bisa mengendalikan waktu, hasil, atau cara semesta bekerja di balik layar.
Kita mau Tuhan mengurus semuanya dengan cepat. Kita selalu ingin jawabannya. Kita ingin sembuh tanpa pernah benar-benar sakit. Kita ingin semua jelas, tanpa harus masuk ke kekacauan. Tapi, bukan gitu cara kerja-Nya. Tuhan nggak terburu-buru. Itu bikin kita frustrasi setengah mati.
Tapi kalau kita berani berhenti sebentar untuk benar-benar melihat… momen sakit, jeda panjang tanpa jawaban, musim penantian—itu bukan penolakan atau hukuman. Itu arena di mana hal-hal terdalam dari diri kita mungkin sedang dibentuk dan siap dilahirkan: ketabahan, kerendahan hati, iman, kasih. Kita bukan cuma sekadar bertahan aja di masa tunggu itu, tapi melaluinya, kita menjadi sosok yang baru.
Di balik semua itu, mungkin justru ada maksud yang jauh lebih dalam. Mungkin penundaan itu adalah cara Tuhan menyelamatkan kita dari kehidupan yang perlahan mengikis jiwa. Mungkin patah hati itu disengaja dan langkah kita tertunda cukup lama agar kita sempat tumbuh menjadi seseorang yang benar-benar mampu mencintai dengan benar. Mungkin doa yang belum dijawab itu bukan karena Tuhan lupa, tapi karena hati kita belum siap menerima dampaknya—yang justru menghancurkan kita jika dikabulkan di saat itu juga.
Tuhan bukan mesin otomatis tempat kita masukin harapan lalu keluar jawaban. Tuhan bukan tukang sulap. Dia nggak terikat waktu kita atau tenggat yang kita buat-buat sendiri. Tapi Dia setia. Dan selalu datang di waktu yang tepat.
Kita bukannya dilupakan. Kita hanya sedang dipersiapkan.
Beberapa keajaiban memang butuh waktu lebih lama untuk mekar. Dan beberapa doa baru akan dijawab saat jiwa kita siap—bukan hanya untuk menerimanya, tapi juga untuk menjaganya.
Jadi, tenang aja. Tuhan nggak pernah terlambat.
Dia sedang mengajarkan kita untuk menunggu... tanpa kehilangan arah.
Dan mungkin, ya mungkin... Memang itulah keajaiban yang paling kita butuhkan sejak awal.
119 notes · View notes
ceritamelayuboleh · 6 months ago
Text
Tumblr media
KEINGINAN KAMAR : NAFSUKU MEMBUAK DIKLINIK
Sejak dua menjak ni, banyak betul masalah kesihatan dikalangan ramai orang. I berharap korang semua sihat selalu dan jaga diri elok-elok ye. Jangan lupa jugak untuk melancap tiap-tiap hari jugak, baru rasa selesa dan tenang menjalani kehidupan seharian.
I pun dah tak sihat untuk beberapa minggu, asyik demam naik turun je. Asyik kena melawat dan jumpa doktor je, kekadang rasa malas jugak tapi dalam diam minda I masih ligat berfantasi melihat figura-figura manusia di sekeliling I.
Dalam salah satu lawatan aku ke klinik, I ternampak akan seorang remaja lelaki yang sedang menemani seorang warga emas yang bertongkat. I rasa warga emas tersebut adalah ayah kepada remaja tersebut kerana remaja tersebut tidak berenggang langsung dengan warga emas tersebut.
Tibalah giliran mereka untuk dipanggil ke bilik konsultasi, I nampak remaja ni dengan penuh kesabaran dan cermat membawa ayahnya masuk. Doktor bertugas pada hari itu adalah seorang doktor wanita yang bernama doktor Lina. Doktor Lina ni doktor kacukan India dan Melayu, kulitnya sedikit gelap tapi tubuhnya kurus dan agak "fit". Doktor tersebut memakai seluar jeans ketat dan kemeja T berwarna kelabu yang agak ketat. Ukur lilit buah dadanya dan punggugnya memang jelas disebalik pakaiannya. Pintu bilik konsultasi tertutup dan otak I ligat berimaginasi sebaik sahaja pintu ditutup. I membayangkan diri I sebagai Dr Lina dalam bilik konsultasi tersebut
************************************************************************
"Ya encik, sakit apa ye," Tanya Dr Lina kepada warga emas dan remaja tersebut sambil menyuruh remaja tersebut duduk di kerusi. Remaja tersebut hanya tersenyum dan berdiri teguh disebelah ayahnya.
"Ayah saya doktor, dia selalu rasa letih dan lemah. Makan pun kurang," jawab remaja tersebut. Dr Lina pun mendengar sambil mengambil tekanan darah si ayah.
"Owh, ini perkara biasa. ayah awak kan berumur, dah 70 lebih dah, tekanan darah ayah awak ni sedikit rendah. Saya boleh beri ubat untuk menaikkan tekanan darah ayah awak ke paras normal," kata Dr Lina sambil membuka laci mejanya. Selepas beberapa minit mencari, Dr Lina mengeluarkan sebiji ubat berwarna biru berbentuk seperti berlian dan menyuruh si ayah mengambil ubat tersebut. Dr Lina tersenyum melihat si ayah menelan ubat tersebut.
"Ok sekarang awak kena tolong ayah awak untuk stabilkan tekanan darahnya," kata Dr Lina kepada si anak. Dr Lina mengambil tongkat si ayah dan mengunci pintu biliknya, tongkat diletakkan di hujung bilik, menyebabkan si ayah tidak dapat berganjak dari tempat duduknya.Dr Lina kemudiannya mengorat langkah ke arah si anak yang agak keliru dengan kelakuan Dr Lina.
Tanpa diduga, Dr Lina dengan tangkas menarik seluar si anak dan melondehkannya dengan satu tarikan. Si anak terkejut dan panik, tangannya menutup kemaluannya yang terdedah kepada Dr Lina dan ayahnya.
"D..D..Dr buat apa ni?" tanya si anak dengan nada cemas dan cuba menarik balik seluarnya. Dr Lina memijak seluar si anak dan menyebabkan si anak tersadung dan terjatuh. Dalam keadaan kelam kabut Dr Lina berjaya menanggalkan seluar si anak dan mencampaknya ke hujung bilik.
"Nak tolong ayah awak la, takkan tak boleh," Ejek Dr Lina sambil menyandarkan si anak ke dinding bilik dalam keadaan terduduk. Si ayah tidak dapat berbuat apa kerana tongkatnya diletakkan di hujung bilik dan dia tidak berdaya.
"Kalau tak buat macamni, tekanan darah ayah awak takkan kembali normal," kata Dr Lina sambil memposisikan dirinya di hadapan si anak. Kepala si anak tersandar di dinding dan menghadap kelangkang Dr Lina, manakala si ayah pula duduk di kerusi dan menghadap punggung Dr Lina.Dr Lina melondehkan seluar jeans dihadapan si anak dan merapatkan cipapnya ke muka si anak.
"Selagi I tak suruh berhenti kamu jangan henti," kata Dr Lina sambil mennyesakkan cipapnya kemuka si anak. Si anak cuba melawan tapi dengan cepat seluruh mukanya dilitupi oleh kelangkang Dr Lina. Paha Dr Lina "memegang" muka si anak, menyebabkan si anak kaku tersandar di dinding. Dr Lina kemudiannya mula menunggang muka si anak, pinggulnya bergerak kedepan belakang. Si ayah hanya mampu melihat si anaknya dipergunakan sebagai objek kepuasan dihadapannya. Tanpa kesedaran, batang si ayah menegak melihat si anak diperlakukan sebegitu.
"Sssssss ahhh, ahh,ahhnn," mulut Dr Lina berzikir dalam ghairah. Di dalam mindanya, menggunakan si anak dihadapan si ayah merupakan salah satu fantasi yang paling dia suka. Sudah beberapa banyak anak yang dirosakkannya di hadapan ayah mereka.
Minda Dr Lina menjadi lebih ghairah. Pergerakannya makin laju dan suaranya makin nyaring. Si anak tidak melawan seperti sebelumnya. Tangannya mencengkam rambut si anak dan menunggang selaju mana yang Dr Lina mampu sehinggalah Dr Lina klimaks.
"Dah, tengok, ayah awak pun dah terpancut, tekanan darah dia dah normal," kata Dr Lina sambil memakai seluarnya kembali. Rambut dan muka si anak dibasahi jus cipap Dr Lina, batang si anak berdenyut-denyut memancut air mani dan kain pelikat si ayah pulak basah dengan air maninya sendiri.....
838 notes · View notes
kurniawangunadi · 11 months ago
Text
Cara Pandang Baru Saat Dewasa
Menuju dewasa yang kemudian melihat kehidupan ini bergeser Point of View-nya " 1. Mulai memahami kalau nggak ada yang terlambat dalam hidup, selama kita masih hidup. Itu adalah takdir terbaik yang kita miliki, kalau kita baru memulainya sekarang karena memang sekarang saatnya, bukan karena kita terlambat. Namun, itulah perjalanan hidup kita. Jadi, jangan takut kalau orang lain udah sampai mana, kitanya baru mulai
2. Belajar untuk merasa cukup. Dunia ini nggak ada ujungnya kalau dikejar. Nasihat terbaik yang kudapatkan di umur 34 ini adalah kalau kita gagal satu dua hal terkait urusan dunia, kita masih bisa ngulang. Tetapi kalau gagal di akhirat, ngak akan bisa ngulang buat memperbaikinya.
Rezeki kita itu cukup, tapi nggak akan cukup buat ambisi dan ketakutan kita akan kemiskinan. Ya Allah, kita berdoa setiap hari biar dikasih hati yang benar-benar terus bisa merasa cukup. Biar nggak hasad sama orang, nggak iri sama rezeki orang lain, dan lebih bersyukur sama apa yang kita miliki sekarang.
3. Pondasi agama sangat penting. Sebagai generasi yang tumbuh di lingkungan yang biasa-biasa aja dalam beragama, dulu di sekolah negeri juga agama tidak menjadi materi yang prioritas. Di umur sekarang dan menjadi orang tua, baru ngerasa banget kalau pondasi agama sedari kecil itu penting sekali sebagai panduan hidup. Agar melihat dunia ini lebih bijak dan prioritas hidup lebih benar dan terarah.
Mungkin itu yang bikin sebagian besar orang tua di generasiku sekarang yang milih anaknya sekolah di sekolah berbasis agama. Sebab di fase dewasa ini, sadar jika pemahaman hidup atas landasan spiritual ini yang benar-benar menyelamatkan diri dari masalah-masalah anxiety (kecemasan), feeling lonely (kesepian), depresi, dan beragam isu kejiwaan lain. Itu yang kurasain.
4. Belajar jujur sama diri. Badan itu pasti punya sinyal tertentu sebagai respon terhadap situasi/hal yang lagi jadi beban pikiran. Jangan sampai dzalim sama diri sendiri karena hal-hal yang sebenarnya bisa diputus tapi tetap dipertahankan karena rasa nggak enakan. Dan berujung pada langganan IGD, obat antidepresan, dan segala macam.
Jangan lupa menolong diri sendiri dengan kejujuran. Dan jangan takut buat minta tolong ke orang lain, ke profesional, dsb. (c)kurniawangunadi
948 notes · View notes