Tumgik
#nabi Ismail
barometerjatim · 2 years
Text
Idul Adha, Eri Cahyadi: Kisah Nabi Ibrahim Ajarkan Manusia Tak Boleh Saling Mengorbankan!
Idul Adha, Eri Cahyadi: Kisah Nabi Ibrahim Ajarkan Manusia Tak Boleh Saling Mengorbankan!
SETELAH 2 TAHUN VAKUM: Shalat Idul Adha 1443 H di Taman Surya, Balai Kota Surabaya. | Foto: Barometerjatim.com/IST SURABAYA, Barometerjatim.com – Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi menuturkan Idul Adha adalah momen berbagi dan tidak saling mengorbankan sesama manusia. Hal itu diajarkan lewat kisah Nabi Ibrahim AS yang diperintah Allah Swt menyembelih putranya, Nabi Ismail As namun di detik akhir…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
prawitamutia · 1 month
Text
yang Allah ingin lihat
tiga malam dan dua hari sudah saya sakit. cacar air. sepertinya saya tertular mbak Yuna yang dua minggu lalu menunjukkan gejala cacar air. mungkin, karena sudah vaksin, dampaknya mild bagi mbak Yuna. saya sempat juga muncul satu dua bentol saat itu. tapi tiga malam terakhir, saya demam setiap malam dan mendapati bentol-bentol yang semakin banyak setiap pagi.
ini cacar air pertama saya (semoga terakhir). ternyata rasanya luar biasa nggak enak ya. jadi teringat kisah nabi Ayyub dengan ujian sakit kulitnya. belajar dari beliau, rasanya nggak pantas berdoa minta sehat karena selama ini sudah dikasih sehat.
saya juga teringat, beberapa hari yang lalu, stylus tablet mbak Yuna hilang di masjid. adik saya bilang, "nanti kembali itu, mbak. Allah ingin lihat dulu tapi, mbak sabar nggak." benar saja, setelah stylus itu dilupakan, stylus itu ketemu lagi di masjid.
contoh cerita lainnya, Siti Hajar dan Ismail mungkin ya. bukan di Shafa atau Marwah air zamzam akhirnya keluar. tapi, mungkin Allah ingin lihat seberapa berusahanya Siti Hajar.
kembali kepada urusan sakit ini. mungkin Allah ingin lihat ya, saya bisa sabar atau tidak. bisa berdoa meminta diampuni dosa-dosanya atau malah memisuhi bentol-bentol ini.
prompt 11.
kamu, kira-kira apa yang Allah ingin lihat darimu?
72 notes · View notes
edgarhamas · 10 months
Text
Di Balik Keshalihan Pemuda Ismail, ada Ayah dan Bunda yang Tangguh
(Poin-poin Khutbah Idul Adha yang disampaikan @edgarhamas di Masjid Al Jihad Kranggan, Kota Bekasi 10 Dzulhijjah 1444 H)
Ibrahim, nama mulia itu terulang 69 kali dalam lembar suci Al Qur'an. Beliau, kisahnya menjadi inspirasi bagi milyaran umat manusia. Namun kali ini aku akan mengajakmu lebih dekat dengan sosok istimewa yang tak kalah hebatnya: sang putra, Ismail alaihissalam. Tadabbur tentang beliau akan ku mulai dengan sebuah pertanyaan: di usia berapakah Ismail kecil saat beliau ditinggal di lembah Bakkah bersama ibunya?
Tumblr media
Dalam Kitab Umdatul Qari karya Al Ainiy, kala itu usia Nabi Ismail baru 2 tahun; sedang banyak butuh bonding dengan ayah dan ibunya, sedang saat itu sang ayah pergi ke medan juang di Palestina. Namun lihatlah; sang Ismail bertumbuh menjadi manusia hebat yang lurus pembawaannya, santun akhlaqnya dan lembut budi pakertinya. "Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar..." (QS Ash Shaffat 101)
Betapa takjubnya kalau kita peka, ada fakta penting ketika Ismail mendengarkan perintah Allah lewat lisan ayahnya untuk menyembelihnya. Ayat 102 surat Ash Shaffat mengabadikan momen itu, ketika Nabi Ibrahim berkata, "Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!”
Apa jawaban Ismail? Apakah beliau berkilah? Kabur? Lari tunggang-langgang? Menganggap orangtuanya sebagai toxic?
Ternyata jawaban Ismail begitu tulus sekaligus berhati besar menyambut perintah Allah itu, "Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” Jawaban yang hanya datang dari lisan manusia yang keyakinannya utuh dan murni, akidahnya kokoh tanpa banyak basa-basi. Aku semakin bergetar ketika membaca tafsiran ulama, berapa usia nabi Ismail saat ada di momen berat itu?
Ya, para mufassir mengatakan bahwa kala itu usia nabi Ismail sekitar 13-16 tahun!
Muda, tapi cara pandangnya bijaksana, bahkan melebihi orang-orang yang lebih tua dari beliau. Itulah yang membuatku ingin mengajakmu untuk mentadabburi: apa faktor-faktor yang mampu menciptakan mentalitas seperti yang dimiliki oleh Nabi Ismail muda?
1. Kemurnian Akidah jadi faktor penentu lingkungan sebelum yang lain.
Simak apa yang didoakan oleh Nabi Ibrahim ketika pertama kali menempatkan istri dan anaknya di lembah Makkah, "Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan shalat..." (QS Ibrahim 37)
Tumblr media
Yang jadi faktor utama yang membuat Nabi Ibrahim tenang menempatkan keluarga di lembah Makkah, bukan karena fasilitas, bukan karena resource melimpah; tapi karena di situ ada Baitullah! Dan visi Nabi Ibrahim begitu murni: agar anak keturunannya melaksanakan shalat. Barulah kemudian Nabi Ibrahim melanjutkan doanya sebagai pelengkap, "maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur..." (QS Ibrahim 37)
2. Ayah dan Ibu yang Shalih Shalihah
Ismail muda mendapat contoh terbaik tentang keyakinan total pada Allah sekaligus mentalitas ikhtiar yang terbaik dari ibunya: Ibunda Hajar. Kala Nabi Ibrahim meninggalkan keduanya di lembah Makkah yang tandus tak bertanaman itu, Ibunda Hajar bertanya pada suaminya, "apakah yang engkau lakukan ini adalah perintah Allah?"
Ketika Nabi Ibrahim menjawab, "ya", respon Ibunda Hajar begitu dahsyat, "jika memang begitu, maka Allah sekali-kali tak akan meninggalkan kami!"
3. Kedekatan emosional antara orangtua dan sang anak.
Jika kita memerhatikan, saat Nabi Ibrahim mendapatkan perintah untuk menyembelih Ismail, beliau tidak langsung melakukannya dengan tergesa dan kasar. Tidak. Justru, Nabi Ibrahim dengan bijaknya mengabarkan lebih dulu pada anaknya dengan panggilan yang sangat baik, "yaa bunayya!" Wahai anakku sayang. Dan setelah Nabi Ibrahim selesai menyampaikan perintah Allah itu, beliau mengakhirinya dengan sebuah kalimat dialogis, "Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu..." (QS Ash Shaffat 102)
Seorang anak akan tumbuh mencintai model hidup orangtuanya jika memang terjadi dialog yang hangat dan kedekatan yang baik. Moga kita bisa mengambil inspirasinya!
295 notes · View notes
kikyamci · 11 months
Text
Menyerah
Andai kala itu Ibunda Hajar menyerah, tentu ceritanya tidak akan semenakjubkan ini.
Andai kala itu Ibunda Hajar menyalahkan keadaan lalu menyerah, barangkali kita tidak bisa tahu ka'bah yang penuh akan bata-bata sejarah. Andai kala itu ibunda Hajar bersedih lalu menyerah, umat muslim tak akan bisa merasakan lari-lari kecil dari safa ke marwa beriring talbiyah berhujan-hujanan kedamaian hati. Andai kala itu Ibunda Hajar berputus asa lalu menyerah, entah apa jadinya tanah haram tanpa air zam-zam. Semua, biidznillah.
Baru lewat satu kejadian Allah menunjukkan kuasaNya. Ketika Ibunda Hajar dan bayi nya (Ismail alaihissalam) ditinggalkan nabi Ibrahim ditengah padang pasir tandus tak ada tanda kehidupan. Biidznillah, barangkali Ibunda Hajar kala itu bersedih, berputus asa, ingin menyerah. Apalagi tatkala bayinya menangis kehausan. Tapi Allah, Allah menuntun hatinya untuk kuat dan percaya. Sekarang kita dapat saksikan betapa buah dari sulitnya ujian berkali-kali lipat.
Barangkali saat ini ada begitu banyak Hajar Hajar yang lain. Sedih, lelah, putus asa, ingin menyerah. Tapi, kemari ku bisikkan
Allah Ibunda Hajar dan Allah kita adalah sama. Allahu Ahad. Sebagaimana Allah telah menjadikan kesabaran dan kekuatan dalam diri Ibunda Hajar, maka Allah juga bisa menjadikan kesabaran dan kekuatan dalam diri kita.
Maka,
Berdo'alah,
Dan terus bergerak.
Sebab kita tidak tahu, pada langkah yang mana semua akan Allah ganti, berkali-kali lipat. Dengan balasan yang sepanjang zaman. Mengalir hingga ke sungai-sungai surga.
Percayalah, Ibunda Hajar tidak akan bisa menjalaninya jika tanpa bersandar pada Allah. Maka seberat apapun, seingin apapun untuk menyerah, ingatlah Ibunda Hajar.
Berdo'a, bergerak
Semoga kelak kita akan dikumpulkan bersama Ibunda Hajar. Ditaman surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai.
162 notes · View notes
aibaihaqy · 2 months
Text
Sabarin Aja, Senyumin Aja
Kita sepertinya lupa keteguhan Nabi Nuh dalam 950 tahun berdakwah bersama sekitar 80 pengikutnya.
Kita juga lupa keteduhan hati Nabi Ismail saat nyawanya siap dipertaruhkan sebagai perintah dari mimpi ayahnya.
Kita harusnya mengingat ketenangan Nabi Ibrahim saat api yang panas siap membakar hangus setiap kulit manusia.
Kita harusnya mengingat betapa sabar dan bijaknya Luqman dalam menasehati anaknya. Sehingga masyhur di telinga kita tentang nasihat-nasihat Luqman kepada anaknya yang penuh hikmah.
Kita harusnya sadar ketika sekelas Nabi Zakaria pun berdoa pada Rabb-Nya “Ya Tuhanku, janganlah engkau biarkan Aku seorang diri…” (Al-Anbiya : 89).
Kita harus ingat ketika Nabi Musa yang saat terdesak itu menguatkan pengikutnya, “Musa berkata kepada kaumnya, mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah.” (Al-A’raaf : 128).
Maka ya Rabb, damaikanlah setiap hati yang resah, kokohkanlah kaki yang rapuh, dan kuatkanlah pundak yang lemah.
20 notes · View notes
yunusaziz · 2 years
Text
Ikhlaskan Saja Kepergiannya
Kapankah tepatnya Allah mengembalikan Nabi Ismail as yang atas perintah Allah akan disembelih oleh ayahnya, Nabi Ibrahim as?
Atau,
Kapankah akhirnya Allah pungkaskan penatian puluhan tahun lamanya antara Nabi Ya'kub as dan putra kesayangannya, Yusuf as?
Jika jawaban pertanyaan pertamamu adalah, "Ketika Allah mengirimkan domba sebagai pengganti Ismail." dan pertanyaan kedua, "Ketika nabi Yusuf as telah memiliki kuasa dan kepemimpinan di Mesir."
Maka, jawabanmu salah.
Kedua pertanyaan itu jawabannya satu, yaitu ketika mereka (baca : Nabi Ibramim dan Nabi Ya'kub) telah mengikhlaskan rasa cinta berlebih terhadap putra-putranya untuk mendahulukan cinta (baca : ketaatan) kepada Rabb-nya. Ya, itu jawabannya.
Padahal bukankah Nabi Ibrahim as sudah menanti kehadiran anak pertamanya setelah 'penantiannya' yang begitu lama? Tentu saja ini hal yang berat baginya, tetiba muncul perintah dari Allah untuk menyembelihnya hidup-hidup.
Pun halnya Nabi Ya'kub as. yang akhirnya menerima dan mengikhlaskan kepergian putra kesayangannya yang cerdas nan rupawan, Yusuf as, yang kelak akan menjadi penerus risalahnya di muka bumi, kemudian disusul putra masih dari rahim yang sama oleh ibu Yusuf as, Bunyamin, yang merupakan obat penawar kesedihan setelah kehilangan Yusuf as.
Singkat cerita, perpisahan itu terjadi puluhan tahun lamanya, sampai dimana nabi Yusuf menjadi pembesar Mesir sekalipun, i'tikad untuk bertemu terus terhalangi, biidznillah. Hari demi hari Nabi Yakub as menangisi kepergian putra kesayangannya itu, hingga matanya memutih.
Sampai akhirnya Allah takdirkan mereka bertemu, setelah Nabi Ya'kub melepaskan dengan ikhlas terlebih dahulu bahwa kepergian putranya adalah kehendak dari Rabb-nya.
Maka, seperti pada judul diatas, ikhlaskan saja kepergiannya.
Kita harus yakin, bahwa selalu ada rahasia Ilahi kenapa suatu perpisahan itu terjadi. Berat memang, ketika harus mengikhlaskan orang yang teramat dicintai, tapi bukankah rasa cinta itu tidak boleh melebihi rasa cinta kita kepada-Nya? Bukankah seharusnya kita lebih harus menangis ketika yang 'pergi' justru Rabb dari hanya salah satu makhluk ciptaan-Nya itu?
Atau juga, bukankah jika rasa cinta antar sesama makhluk itu benar dan diberkahi, justru semakin meninggikan rasa cinta kita kepada Sang Khaliq dan akan menihilkan rasa cinta lain yang melebihi selain-Nya?
Ya, sekali lagi, lepaskan saja kepergiannya. Ingat bahwa Allah itu Maha Pencemburu. Sebagaimana sabda Rasulullah,
"Tidak ada siapa pun yang lebih pencemburu dibandingkan dengan Allah". (HR Bukhari dan Muslim).
Jangan sampai cinta berlebih ke sesama makhluk melebihi rasa cinta kita kepada-Nya. Seringkali air mata luruh karena seseorang yang teramat kamu cintai itu, tapi pernahkah kamu melakukan hal yang sama bahkan lebih kepada-Nya? Untuk-Nya? Sekali? Dua kali?
Maka, sekali lagi dan terakhir, ikhlaskan saja kepergiannya. Tidak apa.
Percayakan sepenuhnya kepada-Nya. Jika memang dia, Allah takdirkan untukmu, maka dia memang untukmu, dan akan kembali dengan cara yang tak kamu sangka sebelumnya. Barangkali pun kepergiannya adalah cara Allah ingin mengganti yang lebih baik untukmu.
Sebagaimana nasihat dari Ibnu Qoyyim :
"Allah tidak mengujimu untuk menghancurkanmu. Ketika Ia mengambil sesuatu darimu, tujuan-Nya adalah untuk mengosongkan tanganmu untuk memberimu hadiah yang lebih besar lagi."
410 notes · View notes
amelianurhabibah · 10 months
Text
Tumblr media
Wahai para penuntut ilmu, berbahagialah...
Tulisan ini dibuat sebagai rangkuman dari nasihat yang diberikan oleh ustadz muda ahli Qur'an ketika mengisi acara pembukaan les private bahasa arab yang diadakan oleh Quantum Maba. Ustadz Muhammad Saihul Basyir namanya, semoga Allah selalu merahmati beliau.
Dalam nasihatnya, beliau mengatakan. "Sesungguhnya hati itu akan kenyang apabila ia diberi asupan berupa dzikrullah, maka janganlah kamu meninggalkan Taman Taman yang didalamnya terdapat dzikrullah".
Nasihat ini diberikan diawal, sebagai pengingat bahwa ternyata, hati kita itu teh memerlukan asupan juga ya. Eh, apa kabar hati kamu hari ini ? Semoga selalu sehat ya...
Oke, sekarang aku mau menyampaikan kisah yang diceritakan oleh ustadz Saihul basyir kisah tentang Imam Bukhori.
Nama Asli Imam bukhori itu adalah Muhammad bin ismail bin Ibrahim. Seorang pakar Hadits yang rela menyebrangi Lautan demi mendapatkan ilmu baru, yang rela berpindah tempat dari satu tempat ke tempat yang lain.
Jadi, satu hari imam bukhori sedang menaiki kapal untuk pergi kesuatu tempat, dan beliau membawa perbekalan uang sebesar 1000 dinar. Lalu ketika dikapal imam bukhori mendapatkan teman baru untuk jadi teman ngobrol diperjalanan gitu. Dan beliau menceritakan tentang keadaannya kepada teman barunya itu, eh keceplosan bawa uang 1000 dinar.
Akhirnya suatu ketika, teman baru imam bukhori ini menyusun rencana untuk mendapatkan uang 1000 dinar itu, berpura puralah ia bahwa uangnya hilang. Lalu diumumkannya kepada penduduk kapal, bahwa uangnya hilang sebesar 1000 dinar.
Mendengar hal itu, imam bukhori tanpa segan dan ragu langsung membuang uang 1000 dinar tersebut kelaut.
Setelah dicari cari dikapal, dan tidak menemukan uangnya, penduduk kapal mulai curiga bahwa temannya ini berbohong. Akhirnya ia mengaku bahwa dirinya berbohong dan mengatakan bahwa sebenarnya yang punya uang 1000 dinar itu imam bukhori.
Mendengar hal itu, penduduk kapal bertanya kepada imam bukhori, mengapa uangnya dibuang kelaut? Apa kata imam bukhori? Inilah pelajaran yang akan kita dapatkan.
Kata imam bukhori, "Sesungguhnya aku berpuluh puluh tahun mencari ilmu dari satu tempat ketempat yang lain. Dan aku mempunyai banyak guru dan tidak ada aku temukan diantara mereka yang mengajariku untuk berbohong. Dan bagiku, tertuduh sebagai orang yang mencuri lebih menghinakanku dari pada tidak punya uang sedikitpun".
Deeepppp...
MasyaAllah, hikmahnya apa? Kata ustadz Saihul, Ilmu itu lebih berharga dari pada uang. Lebih berharga dari pada dunia dan seisinya. Seseorang akan mulia dengan ilmu dan ilmu akan meninggikan derajat bagi orang orang yang menuntutnya atau mencarinya...
إنَّ الأنْبِياءَ لَمْ يُورِّثُوا دِينَاراً وَلا دِرْهَماً وإنَّما ورَّثُوا الْعِلْمَ، فَمنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحظٍّ وَافِرٍ
“Sesungguhnya para Nabi ‘Alaihimush Shalatu was Salam tidak mewariskan emas maupun perak yang mereka wariskan hanyalah ilmu. Maka barangsiapa yang mengambilnya sungguh dia telah mengambil bagian yang sempurna.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Makanya, para ulama itu adalah pewaris Nabi. Dan cukuplah bagi kita ayat Qur'an pertama yang turun itu menjadi penyemangat kita untuk menuntut ilmu.
Bahkan pentingnya ilmu itu sampai sampai ia mendahului amal. Kita tidak bisa shalat jika tidak tau ilmunya, tidak bisa Haji jika tidak tau ilmunya dsb.
Jadi inget kata bapak, "Sesuatu itu harus ada ilmuya"
Semoga kita semua bisa menjadi pembelajar sejati, seseorang yang mendapatkan ilmu dan dirihdai Allah subhanahu wata'ala.
Jangan lupa, untuk jadi bermanfaat dengan ilmu yang di miliki yaaa...
.
Siak, July 2023
27 notes · View notes
ghelgheli · 10 months
Text
Tumblr media
Nabi Haider Ali [website]
... و اکنون، ابراهیمی، و اسماعیلت را به قربانگاه آورده‌ای. اسماعیل توکیست؟ چیست؟ مقامت؟ آبرویت؟ شغلت؟ پولت؟ خانه‌ات؟ باغت؟ اتومبیلت؟ خانواده‌ات؟ علمت؟ درجه‌ات؟ هنرت؟ روحانیتت؟ لباست؟ نامت؟ نشانت؟ جانت؟ جوانیت؟ زیبایی‌ات؟ و .... من چه می‌دانم؟ این را باید خود بدانی و خدایت. من فقط می‌توانم نشانی هایش را به تو بدهم، آنچه تو را در راه ایمان ضعیف می‌کند، آنچه تو را در راه مسئولیت به تردید می افکند،آنچه دلبستگی‌اش نمی‌گذارد تا پیام حق را بشنوی و حقیقت را اعتراف کنی، آنچه تو را به توجیه و تاویل‌های مصلحت‌جویانه و ... به فرار می‌کشاند و عشق به او کور و کرت می‌کند و بالاخره آنچه برای از دست ندادنش، همه دستاوردهای ابراهیم وارت را از دست می دهی، او اسماعیل تو است! اسماعیل تو ممکن است یک شخص باشد یا یک شیئی، یا حالت، یا یک وضع، و یا حتی یک نقطه ضعف! تو خود آن را هر که هست و هر چه هست باید به منی آوری و برای قربانی انتخاب کنی. چه: ذبح گوسفند به جای اسماعیل قربانی است، و ذبح گوسفند به جای گوسفند قصابی!!
علی شریعتی، اسماعیل تو کیست؟
...And now, you are Ibrahim, and you've brought your Ismail to the altar. Who is your Ismail? What is it? Resistance? Your dignity? Your job? Your money? Your home? Your garden? Your car? Your family? Your knowledge? Your degree? Your art? Your spirituality? Your clothes? Your name? Your legacy? Your life? Your youth? Your beauty? And... what do I know? This is for you and your god to know. I can only give you guidance to that which weakens your faith, which makes you doubt in your responsibilities, which so binds you that you can't hear the message of justice and confess the truth, which leads you to convenient justifications and interpretations, the love of which blinds and deafens you, which you will hold on to ultimately at the cost of everything Ibrahim gained, that is your Ismail! Your Ismail may be a person or a thing, or your state, or a situation, or even a weakness! Whatever it is, you must bring it and choose it as your sacrifice. Look: the slaughter of a sheep in Ismail's place is a sacrifice, and the slaughter of a sheep in a sheep's place is butchery!!
Ali Shariati, Who is your Ismail? [trans. mine]
25 notes · View notes
aydhana · 1 year
Text
Masih Tentang Wanita
Tidaklah ketika seorang wanita hadir dengan keshalihannya kecuali keberuntungan besar akan meliputi siapapun disekitarnya. Allah menyerupakan wanita dengan tanah, karena pada tanah semua kehidupan akan dimulai.
“dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan izin Tuhan; dan tanah yang buruk, tanaman-tanamannya yang tumbuh merana. Demikianlah Kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda (kebesaran kami) bagi orang-orang yang bersyukur.” (Q.S. Al-Araf : 58)
Orang tua akan beruntung, ketika seorang wanita sholihah atau anak perempuannya yang dijaminkan akan menjadi tabir baginya dari panasnya api neraka, “Barangsiapa yang menanggung nafkah dua anak perempuan sampai baligh, maka pada hari kiamat antara saya dan dia seperti ini, (beliau menggabungkan jari-jarinya)” (HR. Muslim)
Seorang suami pun akan beruntung karena memiliki partner terbaik menuju akhirat dan anaknya mendapatkan madrasah terbaik untuk mereka sebagaimana Rasulullah Saw. berkata kepada Umar, “sebaik-baik simpanan yang dimiliki olehmu wahai umar, sungguh simpanan terbaik ialah seorang wanita sholihah yang membantumu dalam urusan akhirat.”
Dari sini kita menyadari, bahwa beratnya langkah dakwah nabi Nuh. Putra nabi Nuh tidak mau taat, padahal beliau hidup bersama anaknya terus menerus. Sementara disisi lain ada nabi Ibrahim, beliau bertemu dengan nabi ismail hanya 4 kali saja, namun putra nabi Ibrahim memiliki ketaatan yang luar biasa sementara putra nabi Nuh tidak mau taat.
Para ulama lantas menjelaskan bahwa perbedaan diantara keduanya hanya ada 1. Yaitu nabi Nuh tidak memiliki support system yang baik sebagaimana nabi Ibrahim. Nabi Nuh memiliki istri yang membangkang dan tidak mau taat kepada Allah. Sementara istri nabi Ibrahim memiliki ketaatan yang luar biasa kepada Allah.
Menyelesaikan urusan dalam diri
Tentunya setiap wanita selazimnya menyelesaikan pekerjaan besar dirinya karena sejatinya tidak akan beres amanah apapun hingga terselesaikan masalah yang ada dalam dirinya sendiri. Jangan bicara mengenai kejayaan islam sebelum terselesaikannya keimanan pada wanita.
Karena sebelum Allah mengamanahkan nabi Isa, maka Allah menyeleksinya dengan ibadah internal yang panjang hingga siap membawa amanah kandungan Nabi Isa dalam dirinya.
Seorang wanita harus selesai terlebih dahulu dengan dirinya, karena jika ia menyelesaikan semua urusannya, maka semua amanah yang akan jatuh kepadanya akan lebih mudah untuk dijalankan.
Maka ada pekerjaan besar wanita untuk melejitkan potensinya, yang terbagi menjadi 2 pilar :
1.      Komitmen hatinya untuk senantiasa terjaga menghambakan diri kepada Allah
2.      Mengasah karakter pribadinya.
Hati akan mempengaruhi bagaimana kita menjalani kehidupan. Harus senantiasa memiliki harapan bahwa apapun yang kita lakukan dan apapun yang kita perbuat hanya untuk Allah semata. Hati perempuan juga akan mempengaruhi terhadap kualitas kehidupan dalam rumah tangga. Kualitas hati seorang istri, akan mempengaruhi kualitas respon yang akan diberikan suami, begitupula dengan kualitas hati seorang ibu, akan mempengaruhi kualitas respon dari bayi yang sedang dikandungnya atau sedang diasuhnya (secara tidak langsung).
Untuk melejitkan potensi wanita, ada beberapa perkara yang harus selalu diamalkan, diantaranya ialah :
·        Harus senantiasa menenangkan hati
·        Mendatangi majelis-majelis ilmu
·  ��     Selalu mengingat balasan Allah di akhirat
·        Berkumpul dengan orang sholih
Seorang wanita pula harus senantiasa mengasah karakter dan potensi yang dimiliki. Jika dia sudah selesai dengan suatu perkara maka hendaknya ia berpindah kepada perkara yang lain agar lebih bermanfaat dan bisa mengasah potensi yang ada dalam dirinya.
Allah membagikan amal, sebagaimana Allah membagi rezeki. Sebagaimana itupula peran setiap wanita bisa bermanfaat untuk banyak orang.
62 notes · View notes
sebiruhariini · 12 days
Text
"Ikhlas itu bukan berarti ringan, ya bapak, ibu. Ikhlas itu ada kalanya berat, berat sekali. Lihatlah Nabi Ibrahim as yang rasanya pasti berat mencoba mengikhlaskan anak yang sudah lama dinanti, Ismail untuk disembelih atas dasar perintah Allah swt. Apakah lantas kita menganggap Nabi Ibrahim as tidak Ikhlas?"
- Ustadz Salim A.Fillah
3 notes · View notes
catdotjpeg · 3 months
Text
On 26 October, the Palestinian Ministry of Health released the list of names of Palestinians killed since 7 October. Among them, from the Radwan family, are:
Khalil Ahmed Mustafa (84) and his brother Muhammad Ahmed Mustafa (76); 
Nima Salman Mahmud (78); 
‘Aamir Husayn Ibrahim (80) and his son Husayn ‘Aamir Husayn (39); 
Mahmud Abd Rabbo Abdullah (60) and his children Uthman Mahmud Abd Rabbo (11), Huda Mahmud Abd Rabbo (19), and Usama Mahmud Abd Rabbo (21);  
Mahmud’s son Ahmed Mahmud Abd Rabbo (29) and his son Asil Ahmed Mahmoud (1); 
and Mahmud’s son Tariq Mahmud Abd Rabbo (31) and his sons Suhaib Tariq Mahmud (4) and Ali Tariq Mahmud (1); 
Nabil Mahmoud Ahmed (60); 
Inam Muhammad Abdullah (58) and her sister Ibtisam Muhammad Abdullah (49);
Bassam Hassan Salman (56);  
Haya Radwan Saleh (49); 
Alicia Tayseer Khamis (44); 
Murad Muhammad Radwan (41); 
Muhammad Gamal Ahmed (34); 
Muhammad Khaled Mustafa (32); 
Rami Rafiq Radwan (31); 
Haneen Sabira Nasr Rabah (31); 
Yusuf Ahmed Abd Rabbo (28) and his siblings Mahdiyya Ahmed Abd Rabbo (31) and Abd Rabbo Ahmed Abd Rabbo (38); 
Ratib Raafat Khalil (28); 
Tumblr media
Muhammad Abdel Fattah (26), who was martyred when occupation forces stormed Azzun, in the West Bank, and whose body is still being detained; 
Abdul Rahman Jamal Radwan (22) and his brother Radwan Jamal Radwan (17); 
Tumblr media
Samer Saeed (22), who was martyred by occupation forces near Nabi Ilyas in the West Bank; 
Duha Ghassan Shehadeh (20) and their siblings Maryam Ghassan Shehadeh (13), Muhammad Ghassan Shehadeh (11), and Lana Ghassan Shehadeh (6);
Afnan Fathi Ali (19) and his sister Tasnim Fathi Ali (16); 
their brother Mahmud Fathi Ali (28) and his infant daughter Najwa Mahmud Fathi; 
their brother Abdul Rahman Fathi Ali (25) and his children Mira Abdul Rahman Fathi (less than a year old) and Ezz el-Din Abdul Rahman Fathi (2); 
and their brother Ahmed Fathi Ali (31) and his children Najwa Ahmed Fathi (less than a year old) and Abdel Rahman Ahmed Fathi (2);  
Tumblr media
Walid Ismail (18), who was martyred when occupation forces stormed Azzun, in the West Bank, and whose body is still being detained; 
Ali Mohsen Mustafa (17);  
Arij Saber Younis (9) and her brothers Abdul Karim Saber Younis (7) and ‘Aamir Saber Younis (5); 
Moatasem Ahmed Saeed (7) and his brother Adam Ahmed Saeed (5); 
Ibtisam Muhammad Mahmoud (7); 
Sama Fadi Jihad (6) and her infant brother Muhammad Fadi Jihad; 
and Nura Ahmed Deeb (3). 
You can read more about the human lives lost in Palestine on the Martyrs of Gaza Twitter account and here.
4 notes · View notes
rinoa-posts · 5 months
Text
Isam..
Alhamdulillah..
Perjalanan Umrah dan Ziarah pada Nopember 2023 atau Awal Jumadil Ula kali ini banyak memberikan kesan dan cerita seru..
Salah satunya keluarga Isam.. Isam adalah anak dari Pak Nur Cholis, yang baru Saya kenal di Bandara Soetta.. Beliau berangkat Umrah dengan keluarganya (istri beliau dan 2 anak yang bernama Ziham dan Isam).
Karena judulnya udah namanya Isam, maka kisah ini tentang cerita Isam.. yg lain skip dulu yaa...
Isam adalah anak yang sangat supel, aktif, ceria, dan lucuuuuu.. kira2 seusia anak kelas 1 SD memang lagi lucu-lucu nya, lagi aktif-aktifnya.. wes.. dialah artisnya dalam rombongan jemaah kami.. karena dia yg paling mencuri dan mencari perhatian semuanya.. he-he-he..
Kadang muncul tiba-tiba, kadang hilang tiba-tiba, tapi tetap dalam perimeter kendali yang aman.. Alhamdulillah..
Kisah uniknya..
Isam sama Papahnya, Thawaf di sekitar Ka'bah Baitullah, percakapan Ayah-Anak ini terjadi ketika sedang dalam menyelesaikan putaran thawaf..
Dengan semangat dan rasa ingin taunya Isam bilang ke Papahnya: "Pah.. Pengen Hijir Ismail!!" dengan semangat Papahnya Isam merealisasikan keinginan Isam, anaknya.. Isam pun bahagianya..
Next: "Pah.. Pengen ke Maqam Ibrahim..!!"
Walaupun cukup padat Sang Ayah pun ikut memutar ngikutin arus tawaf dan menepi mendekati Maqam Ibrahim, akhirnya Isam pun dapat melihat jejak kaki Nabi Ibrahim AS. Isam bahagia dan tersenyum bangga...
Namun pandangan Isam berfokus pada kepadatan dan cowded nya sisi Hajar Aswad lalu berkata ke Ayahnya: "Pah.. Batu Syurga!!" Melihat fakta yang tak kondusif untuk kesana, Papah Isam tak bisa mengabulkan keinginan Isam.. Alhasil Isam menangis 😭😭 balik dari Thawaf karena gak bisa ke Batu Syurga..
Tangisannya mengundang empati, banyak tangan yg digerakkan Allah untuk menghibur anak bocah ini..
Al hasil.. Isam banyak dapat 'berkat' berupa Roti, cokelat, kurma, dll dari jama'ah yang melihatnya..
Isam pun senang dan bahagia..
Banyak pelajaran dari kisah ini.. salah satunya:
Kadang kita hanya fokus pada keinginan, sehingga terus menangisi keadaan, padahal yang terjadi sedang dihadapi itulah yang paling aman, paling baik untuk kita, dan kita harus teliti bahwa dibalik tidak tercapainya keinginan kita, Allah pasti sudah beri berkah dan kebaikan-kebaikan yang sangaaaaatlah banyak.. maka itulah yang sungguh membahagiakan apabila kita mau bersyukur..
"Wali-wali Allah itu tidak takut/khawatir dan tidak bersedih hati/berputus asa"
Mari bahagia selalu.. syukuri segalanya..
Alhamdulillah bini'matihi tatimussalihat..
Alhamdulillah 'ala kulli haal..
Laa hawla walaa quwwata Illa billah..
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
5 notes · View notes
gizantara · 4 days
Text
Ikhlas
Kita kadang mensifati ikhlas dengan sesuatu yang tidak ada dalilnya, misal kaya buang air besar yang setelah dilepaskan jadi plong, atau tidak menyebut-nyebut suatu amalan seperti surat al-Ikhlas yang tidak ada kata ikhlas di dalamnya, atau juga merasa ringan melakukan suatu amalan. Definisi ini tidak ada di dalam Al-Qur'an.
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ikhlas kok saat berkurban, tapi berat perasaannya. Justru kalau Nabi Ibrahim merasa ringan, dipertanyakan keayahannya dan kemanusiaannya.
Artinya yang berat juga bisa ikhlas, yang ringan belum tentu ikhlas. Dalam beberapa kondisi, ga ada korelasi antara ikhlas dan perasaan berat atau ringan. Karena ikhlas sebenarnya bukanlah jenis perasaan melainkan kebersihan niat/motif, langkah, dan tujuan. Itulah ikhlas, jangan diembel-embeli perasaan ringan atau berat.
Makanya ketika memerintahkan jihad fi sabilillah, Allah mengatakan, "berangkatlah dengan ringan dan berat," karena Allah tau perasaan itu pasti beragam tingkatannya dan tingkatan perasaan itu nggak bisa serta merta jadi tolok ukur keikhlasan seseorang.
Jangan sampai ketika dalam perjuangan, kita melihat orang yang sedang sama-sama berjuang, dan mereka merasa berat, lalu kita mengatakan,
"Ini kamu berat? Ngga ikhlas tuh, ngga dapet pahala."
"Gimana rasanya capek atau seneng? Kok senengnya dikit? Kok capek? Harusnya Alhamdulillah dong."
Loh siapa bilang "Alhamdulillah" ga bisa diucapkan oleh orang yang capek? Toleransi rasa keberatan orang itu berbeda. Masih mau berjuang aja udah syukur, berarti dia tetep menyambut perintah Allah. Menerima seruan tersebut sebagai orang yang terpaksa tuh bukan perbuatan dosa. Kenapa juga dipertanyakan segitunya? Namanya juga proses, jangan terlalu judgemental atas respon hati seseorang selama respon fisik dan pikirannya masih dalam ketaatan. Perasaan itu seperti anak kecil, emang dididiknya dengan pembiasaan. Jangan berharap instan.
Yang ringan juga belum tentu ikhlas, bisa aja seseorang merasa ringan melakukan sesuatu karena pelarian (escaping) dari masalah lain. Atau dalam perintah tersebut terdapat sesuatu yang sejalan dengan keinginannya.
"Pahalamu sesuai dengan kadar kepayahan yang engkau rasakan," begitulah sabda Nabi kepada Aisyah. Dan betul, Allah memvalidasi ujian Nabi Ibrahim.
اِنَّ هٰذَا لَهُوَ الْبَلٰٓ ؤُا الْمُبِيْنُ
"Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata." (Ash-Shaffat (37) : 106)
Ga mungkin disebut "suatu ujian yang nyata" kalau Nabi Ibrahim tidak merasa berat. Ga ada ujian yang lebih nyata daripada sesuatu yang menyangkut hal yang paling kita cintai. Makanya Allah mengapresiasi keteguhan Nabi Ibrahim dalam melaksanakan perintah kurbannya ketika super berat rasanya. Seberat apa sih? Belum pernah rasain, tapi kayanya nanti kalau udah jadi orang tua bakal bisa lebih memaknai perasaan berat yang Nabi Ibrahim rasakan.
"Salam sejahtera bagi Ibrahim," adalah hadiah dari Allah atas keinginan dan usaha Nabi Ibrahim untuk membaca sinyal Allah (berempati secara kognitif atas mimpinya) serta melaksanakan perintah dalam mimpinya (compassionate servant). Bayangin, orang bisa tetep compassionate ngelakuin sesuatu yang dia rasa paling berat di dunia ketika dia punya pilihan untuk uncompassionate? Emang cuma Allah sih yang bisa menghargai usahanya.
— Giza, hasil nyimak Ibrahim Series-nya Ust. Salim A. Fillah
2 notes · View notes
penasstuff · 1 year
Text
Ayah, Engkaulah Penyebabnya
Oleh: Ustadz Abu Arakan, Lc
Allah tidak main-main ketika menciptakan setiap hamba. Kita harus benar-benar memahami setiap peran yang sudah Allah gariskan untuk setiap hamba. Seperti halnya dalam kehidupan berumah tangga, ada Ayah dan Ibu yang kesemuanya memiliki peran masing-masing yang sudah Allah tetapkan dalam syariat.
Bahwa pernikahan yang telah Allah fitrahkan pada diri setiap insan, adalah sebuah tanggung jawab yang berat yang kelak akan Allah pertanyakan pertanggungjawaban tersebut di akhirat. Ia bukan sekedar akad yang diucapkan oleh seorang laki-laki didepan wali wanitanya.
Ketika seorang laki-laki telah mengucapkan akad, sejatinya disitulah pertanggung jawaban seorang ayah sang wanita berpindah kepadannya, Allah angkat dirinya sebagai qowwam dalam rumah tangganya, berkewajiban memimpin dirinya, serta keluargannya. Bertanggung jawab atas seluruh keluargannya atas segala sesuatu yang berkaitan dengan keluarganya, tidak hanya nafkah fisik, tetapi juga pendidikan keimanan istri, serta anak-anak.
Seorang qowwam berkewajiban mendidik keluargannya agar ketaatan senantiasa hadir dalam setiap langkah yang mulai ditapaki oleh setiap keluarga, dan didalamnya harus dibarengi dengan ilmu yang Allah dan Rasul Nya ajarkan. Karena sejatinya, pendidikan tanpa ilmu sejatinya bukanlah mendidik, melainkan merusak generasi
Ibnul qoyyim dalam salah satu kitabnya yang berjudul “Tuhfatul maudud" menyebutkan bahwa banyak orangtua yang membuat celaka anaknya di dunia dan akhirat disebabkan karena abai terhadap pendidikan adab sang buah hatinya.  Orang Tua mengira sedang memuliakan anaknya, padahal sejatinya ia sedang menjatuhkan anaknya, hingga hilangkan manfaat yang sebenarnya diharapkan oleh kedua orangtua dari anaknya, tidak lain adalah doa sang anak ketika kelak orangtuannya telah tiada.
Jika kita amati banyaknya kerusakan pada diri anak, kita akan tahu bahwa kebanyakan penyebab utamanya datang dari sosok ayah. Orangtua yang dengan mudahnya memberikan gadget ataupun PS pada anaknya yang belum mengerti kebaikan dan keburukan  dari benda tersebut, hingga mereka hanyut dengan kesibukan serta kesia-siaan hasil dari fasilitas pemberian orangtua
Wahai para Ayah, atau calon Ayah, ketika akan melangkah ke jenjang yang pernikahan, pastikan bahwa telah ada visi sehidup sesurga dalam benak antum. Hadirkan visi utama ini, serta ilmui segala sesuatunya agar langkah yang akan dilangkahkan nantinya tidak salah. Sejatinya, segala sesuatu tidak akan  benar-benar maksimal tanpa ilmu.
Kehidupan pernikahan bukan hanya ketika akad terucap, namun setelahnya yang biasa kita sebut dengan “Bahtera Rumah Tangga" Ia disebut dengan bahtera karena pasti akan ada ombak yang akan mereka hadapi bersama. Kehidupan yang tidak mudah, tetapi ketika keduannya memahami peran serta fitrahnya masing-masing yang telah Allah tetapkan, serta telah ada bekal ilmu yang disipakan  semua akan baik-baik saja, biidznillah
Betapa pentingnya peran Ayah, hingga dalam al-Qur'an, dari 17 kali dialog orangtua, Allah menyebutnya sebanyak 14 kali, dialog antara ayah dan anak.
Ibnul qoyyim menyebutkan, bahwa kerusakan pada anak penyebabnya adalah ayah yang abai terhadap ta'dib, memberikan  fasilitas untuk syahwat sang anak, dan abai terhadap pendidikan akhlaq sang anak
Setiap laki-laki dan wanita harus memahami peran mereka masing-masing hingga segala kerusakan yang akan timbul dalam bahtera rumah tangga bisa teratasi
Wahai para Ayah, mulailah buka komunikasi dengan Anak. Jangan menjadi Ayah yang bisu.
Ingatlah kala nabi Ibrahim berdialog pada Ismail perihal suatu hal besar yang Allah perintahkan. Indah sekali bukan..?
Belajar dari sosok-sosok teladan adalah solusi dari kegundahan kita saat ini. Belajar dari Rasulullah yang seorang pemimpin, bagaimana beliau menjadi Ayah, memperlakukan istrinya, berinteraksi dengan anak-anaknya, hingga melahirkan sosok-sosok yang mulia.
Bahwa Rasulullah pernah mengingatkan kita, “yang terbaik diantara kalian adalah yang terbaik pada keluargannya “.
Tanggung jawab ayah muslim dalam pendidikan anak tak terbatas hanya kebutuhan makanan saja, melainkan pada pendidikan  keimanan, akhlaq, pemikiran, serta fisik dan kesehatan
Sejatinya qowwamah itu bukanlah yang menjanjikan pada wanita berbagai kemewahan dunia, melainkan yang berkomitmen untuk menyelamatkannya dari api neraka, serta membawanya berkumpul di Surga Nya.
Wallahu a'lam
36 notes · View notes
naailahana · 1 month
Text
15: Apa yang Paling Kita Cinta
"Setiap orang akan diuji berdasarkan apa yang paling ia cinta. Nabi Ibrahim as. amat cinta dengan keluarganya, maka ia diuji; dengan ayahnya yang berada di sisi berseberangan, dengan istrinya Siti Hajar yang di suatu waktu harus ia tinggalkan, dengan anaknya Ismail as. yang di suatu waktu diperintahkan untuk dikorbankan. Ibunda Maryam amat berhati-hati dan sangat menjaga dirinya, maka ia diuji dengan kesuciannya; dianugerahkan kepadanya anak tanpa suami." hikmah dari Ust. Salim A. Fillah, masih dalam series Perempuan Peradaban.
Tentu tidak ada apa-apanya dibanding Nabi Ibrahim as. dan Ibunda Maryam. Tapi next time ada sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan hati, semoga tidak lagi bertanya mengapa, tapi kesadaran akan ujian lah yang hadir. Ujian atas apa yang paling kita cinta.
Jadi, apa yang paling kita cinta?
---
Pelabuhanratu, 06.50
2 notes · View notes
nurazisramadhan · 2 months
Text
Berikhtiarlah maka keajaiban datang
Tumblr media
“Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Q.S Ibrahim : 37)
Do'a tersebut adalah lantunan yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim tatkala meninggalkan istrinya hajar dengan anaknya yang baru lahir, Ismail.
Mereka ditinggalkan di sebuah lembah yang sangat sunyi. Tanpa ada tanaman, hanya ada lautan padang pasir yang gersang sepanjang mata memandng.
Bahkan, tak terlihat satu pun pepohonan untuk sekadar bernaung, tak terjamah sedikit air untuk menyambung hidup. Tak ada insan lain yang ada selain bayi ismail yang masih memerah. Bayi tersebut kemudian mulai menangis begitu keras karena lapar dan kehausan, bahkan tangisnya menunjukkan tanda-tanda di ambang kematian.
Selanjutnya, sebagaimana naluri seorang Ibu, Ibunda Hajar mulai berlari, mencoba mencari bantuan serta seteguk air atau makanan untuk menghilangkan lapar dan dahaga bayi kecilnya.
Dia berlari bolak-balik tujuh kali dari bukit safa dan marwah. Meski penuh kesulitan namun ia terus mencari dengan seksama ke sekeliling, berharap bertemu dengan setetes air. Namun, hasilnya nihil tak pernah ada air di kedua bukit itu. Meskipun begitu barangkali ia hanya ingin menunjukkan ikhtiarnya kepada Allah. Terlebih ketika sebelumnya ia telah meyakinkan suami, yang telah meningggalkan mereka, dengan kalimat
"Pergilah wahai Ibrahim, sesungguhnya jika ini adalah perintah dari Allah maka Dia tak akan pernah menyia-nyiakan kami"
Lalu, mukjizat Allah pun menghampiri, bukan dari sepanjang jalan dari dua bukit yang ia telusuri, melainkan dari kaki kecil Ismail sang bayi yang tengah menangis keras sedari tadi muncul sebuah mata air yang mengalir begitu deras.
"Zam! Zam!, Berkumpullah berkumpullah"
Begitu wanita tersebut menyeru sambil mengumpulkan bebatuan untuk tak menyia-nyiakan mata air tersebut. Hajar pun lantas takjub dengan apa yang terjadi.
Lewat kisah tersebut kita dapat mengambil ibrah bahwa sering kali mukjizat atau bantuan Allah tak terletak di antara ikhtiar-ikhtiar kita. Bahwa, tugas kita sebagai manusia hanya berikhtiar semata Bahwa, Allah lah yang berhak menentukan kapan dan bagaimana pertolongan-Nya
Dan yang paling utama adalah bahwa Allah benar-benar menghargai proses dari ikhtiar kita, terbukti dari salah satu syariat yang Allah tetapkan pada ibadah haji bukanlah pada zam-zamnya. Melainkan pada sa'i; ikhtiar lari bolak-balik dari bukit safa dan marwah yang dijalani ibunda hajar; yang jika kita renungkan kembali tidak menghasilkan apa-apa.
2 notes · View notes