Tumgik
#surat yang tidak pernah terkirim
penaalmujahidah · 5 months
Text
Apakah kamu kecewa saat apa yang kamu minta di sepertiga malam tidak terkabul sesuai apa yang kamu inginkan? Aku tahu, rasa kecewa itu pasti ada. Tapi jika kita mengimani takdir dengan benar, kecewa itu tak akan membuat kita mencela Allah. Karena Allah memahamkan kita bahwa apa-apa yang telah Allah atur itulah yang terbaik untuk kita.
Mari duduk sejenak, menghela napas dengan pelan, merenungi bagaimana takdir mengalir.
Aku paham, ada perasaan sakit yang menghujam dalam hatimu atas apa yang menimpamu. Atas kenyataan yang tak sesuai dengan harapan, atas doa-doa yang terkabul dalam bentuk lain. Tapi tahukah kamu, mengapa Allah izinkan itu terjadi kepadamu? Itu karena Allah tahu bahwa kamu bisa kuat menerima kenyataan dan kamu percaya kepada Allah bahwa ketentuannya selalu baik untukmu. Karena sejatinya apa yang kita minta belum tentu yang terbaik, tapi apa yang Allah beri pastilah yang terbaik. Bukankah begitu?
Aku yakin kamu kuat dengan bantuanNya. Doa-doa yang kamu panjatkan setiap malam, tidak pernah sia-sia. Di setiap lirih doamu yang belum terkabul atau dikabulkan dalam bentuk lain, bisa jadi ada banyak pahala yang terkumpul karena kegigihanmu dalam berdoa. Sebab berdoa bukan hanya soal meminta, tetapi sebagai wasilah untuk kita lebih dekat kepada-Nya.
Mari kita mengingat sebuah riwayat saat Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam memberikan nasihat dengan begitu lembut, "Ketahuilah, bahwa seandainya seluruh umat berkumpul untuk memberi suatu manfaat kepadamu, maka mereka tidak akan dapat memberi manfaat kepadamu, kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah untukmu. Sebaliknya, jika mereka berkumpul untuk menimpakan suatu kemudharatan (bahaya) kepadamu, maka mereka tidak akan dapat menimpakan kemudharatan (bahaya) kepadamu, kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering."
Kamu paham maksud nasihat Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam itu bukan? Bahwa ketentuan Allah pasti terjadi, sekuat apa pun kita berusaha menahannya. Bahkan meskipun seluruh manusia berusaha menghentikannya, ketentuan itu tetap akan terjadi.
Jangan bersedih, berbahagialah sebagaimana Ali pernah berkata, "Jika Allah mengabulkan doaku maka aku bahagia, tetapi jika Allah tidak mengabulkan doaku maka aku lebih bahagia. Karena yang pertama adalah pilihanku, sedangkan yang kedua adalah pilihan Allah".
Sekuat apa pun kamu menginginkan sesuatu yang kamu anggap baik, tidak menjamin apa yang kamu inginkan itu benar-benar baik untuk kehidupanmu di masa mendatang. Pandangan kita ini sangatlah terbatas, tidak pernah bisa menembus celah-celah kecil yang bisa jadi akan membahayakan kita. Sedangkan pengetahuan Allah itu luas, Allah tahu masa depan, Allah bisa lihat sisi yang tak bisa kita lihat. Oleh karenanya benarlah firman-Nya dalam Al-Baqarah ayat 216, "Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal bisa jadi itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui."
Tetap yakin ke Allah ya, bahwa Allah selalu dan pasti memberikan kebaikan untuk kita. Tidak pernah sedikit pun Allah dzalim kepada hamba-Nya. Justru kitalah yang sering dzalim terhadap diri sendiri.
Allah menyayangimu dengan cara-Nya. Tapi kita selalu salah dalam memaknainya. Percayalah, suatu saat kamu akan bersyukur terhadap takdir yang Allah tetapkan. Meskipun pada awalnya kamu tidak menyukainya.
Semoga Allah melapangkan hati kita untuk menerima setiap takdir yang datang. Hiduplah dengan penyerahan diri yang utuh kepada-Nya, dengan begitu kita akan tenang.
@penaalmujahidah
31 notes · View notes
iivmmiii · 10 months
Text
surat
by Bobby Yusuf
Malam ini kapalnya karam, ia sepenuhnya ku dapatkan Malam ini mustahil, bukan untuk dipercaya, tapi coba dirasakan Malam ini wataknya menentu, tidak ada lagi gunanya mencari pilihan Malam ini tak ada yang kabur, tak ada yang tidak pernah Tidak ada yang takut, tidak ada yang buta Tidak ada yang ragu, kita bisa tertawa Malam ini gugurlah yang sudah menari, mekarlah yang sedang bernyanyi Mawar kau ganti mawar lain Mati kau ganti yang juga akan mati Tapi yang jelas ku tahu, malam ini suratnya terkirim Berjalan begitu lambat, Katanya ini malam yang mutlak Yang sementara sudah bisa kau simpulkan Selamanya Dan pada akhirnya aku menerima surat-surat yang kau kirimkan Dan pada akhirnya angin sudah menyelesaikan pekerjaannya Ia titipkan yang sempat berulang dititipkan orang padanya Kepada yang saat ini membuat sebuah malam sebagai tanda Kepada yang saat ini dengan senyuman, mengutarakan ajakannya Untuk merebut tanah tak bertuan Untuk tidak lagi melewatkan malam Untuk menikmati perjalanan Untuk berbangga menyebutkan, "Ini rasanya menumbuhkan cinta yang dewasa" Untuk menjadi apa yang ia harapkan Dapat memperbaiki semuanya Dan menertawakan yang sedang kita pikirkan Dan mengakui siapa yang kau suka Malam ini kapalnya karam Tapi sudahlah sampai di pelabuhan ini, Kita berdua "Apa rencanamu?" "Membeli cincin" "Apa rencanamu?" "Mencari toko surat".
15th chapter of dsasmym by Bobby Yusuf
0 notes
rahmaanfsh · 1 year
Text
Petualangan Arunika
Kepingan 6 - Rumah Keluarga Harissadananta, Bandung, Jawa Barat
Mungkin ada benarnya jika tak mendengarkan perkataan orangtua, kita pasti kena batunya juga. Sejak kecil diingatkan untuk tidak memakan makanan yang bukan diproduksi langsung di dapur dengan peralatan fancy milik keluarga Harissadananta, ia kemarin nekat memakan semuanya dalam satu waktu sekaligus bahkan tanpa memilah terlebih dahulu. Terbawa suasana pembicaraan oleh si pemandu, ia akhirnya tak bisa mengendalikan diri sendiri dan hari ini berakhir di kamarnya. Kondisinya lemas, wajahnya pucat, tenaganya seolah baru saja tersedot sesuatu hingga tak menyisakan sedikit pun energi untuk beraktivitas.
Sudah hampir delapan kali sejak pagi ini, ia bolak-balik kamar mandi. Ia merasakan lilitan cukup kencang di perut yang berujung pada pengeluaran isi dari saluran pencernaannya yang padahal menurutnya sudah tak ada lagi isinya karena hampir setiap jam terkuras dengan begitu cepat. Padahal, baru kemarin lidahnya bersalaman dengan aman dan damai dengan makanan-makanan yang ternyata punya rasa lezat diluar prediksinya sendiri. 
“Jujur deh sama mama, kamu makan apa? Mama paham riwayat kesehatan kamu, belum pernah kamu diare separah ini..”ujar Ayu Harissadananta–terlihat cemas, panik, dan marah terefleksi dari bagaimana cara ia berbicara.
“Enggak aneh-aneh, ma. Tapi, mungkin aku aja yang ceroboh gak pilih-pilih makanannya dulu. Kemarin kepepet karena aku posisinya laper banget.”balas Arunika sekenanya.
“Oke, mama sudah panggilkan dokter. Ditunggu aja.”
Arunika segera meraih ponselnya dan mengirim pesan lewat satu-satunya sarana berkomunikasi–yaitu email–dengan orang yang ia pikir seharusnya bertanggung jawab soal hal ini. Si pemandu. Ya ampun, kenapa sampai hari ini ia tidak terpikir untuk menanyakan namanya? Bukankah perkenalan nama di awal itu sebenarnya adalah krusial? 
“Aku diare ini, sedih deh..”tulis Arunika pada laman obrolan di gawainya. Kemudian tak lama ia kembali menghapusnya.”Tau gak? Gara-gara kemarin, aku diare..”lagi, Arunika menghapusnya dan menggaruk-garuk rambutnya, kebingungan kata-kata apa yang harus ia bilang. Bagaimanapun, sebenarnya dia tidak salah juga, tapi ya salah juga sedikit.
“Aku dapat hukuman langsung dari Allah karena durhaka sama orang tua. Sudah kubilang, merubah budaya keluarga itu susah.”
Terkirim.
Di tengah kondisi lemasnya, ia mencoba untuk meraih surat yang diterimanya seminggu yang lalu di bagian atas lemari baju setinggi 3 meter dengan bantuan sebuah kursi. Perlahan, kakinya menaiki kursi tersebut disusul tangannya yang coba meraih kotak tempat ia meletakkan kiriman terakhir dari neneknya itu. Belum sempat ia memastikan kertas itu ada di tangannya, tiba-tiba ia merasakan turbulensi yang tak biasa di sekitarnya. Kepalanya seolah diputar-putar dengan cepat dan beberapa detik berlangsung begitu lama dengan potongan cahaya lampu yang seolah redup-nyala diluar kendalinya. Dalam hitungan detik, Arunika ambruk ke lantai.
Ada sayup-sayup suara anak-anak kecil berlari tertangkap oleh daun telinganya. Entah ada dimana letaknya, suara gemericik air ikut ada di antara riuhnya suara tadi. Lewat kulit tangannya, ia merasakan ada hangat yang mencoba menggapai tubuhnya. Di tengah sapaan dari hangat yang ia pun tak mengerti berasal dari mana, ia rasakan seseorang ikut mengusap-usap pelan punggung tangannya. Tekstur kulitnya cukup lembut, maka ia meyakini bahwa orang tersebut adalah wanita.
“Arunika..”akhirnya sebuah suara membuat kepekatan matanya tiba-tiba melonggar hingga ia samar-samar bisa memastikan bahwa memang ada orang lain di ruangan ini selain dirinya. Tapi, dimanakah ia? Mengapa yang terlihat adalah tembok-tembok bernuansa putih polos tanpa hiasan dinding? Semakin jelas penglihatannya, ia memastikan bahwa ini bukan kamarnya dan dengan terkejut, ia melihat sang nenek duduk di pinggiran ranjang kasurnya. 
Sebentar, apakah aku sudah menyusul nenek?
“Bagaimana, rasanya berjalan-jalan? Keluar dari lingkungan serba nyaman di rumah?”tanya sang nenek, dengan suara jelas. Arunika berusaha untuk bangun dari posisi terbaringnya. Masih diantara rasa tidak percaya bahwa akhirnya ia kembali bertemu dengan neneknya, ia seketika memeluk neneknya cukup kencang. Benar, ini nyata, bukan? Ia bisa merasakan aroma tubuh, derajat hangat, dan ciri yang khas pada neneknya.
“Lebih dari yang pernah aku bayangkan, nek. Aku bahkan merasa aku terlalu banyak berputar di satu titik yang sama semenjak kecil. Aku gak mau menyalahkan siapapun atas itu, termasuk mama dan papa. Karena mereka pun ada di situasi ini bukan karena permintaan, tapi tuntutan dari Harissadananta terdahulunya.”jawab Arunika, masih dalam setengah pelukan neneknya.
“Ini aku sekarang sudah bisa kumpul sama nenek lagi ya?”
“Ya belum, ka. Besok kamu ulang tahun.”jawab nenek kemudian perlahan melepaskan pelukannya karena ingin menatap cucu yang ditakdirkan lahir dengan kemiripan hampir identik dengan dirinya itu dengan seksama.”Kamu sudah diberi kesempatan belajar sesuatu yang tidak dipelajari Harissadananta yang lain. Nenek sengaja, karena hal seperti itu terlihat remeh padahal penting, bukan? Siapa sangka dari hanya berjalan di tengah hutan kamu bisa memaknai soal perjalanan jauh? Siapa sangka dari makanan pinggir jalan, cimol ya? Bisa bikin kamu menyadari pentingnya peduli soal keadaan sekitar. Ya, meskipun sekarang kamu jadi diare begini.”
“Arunika, hidup tidak akan statis. Ia dinamis. Keluarga kita belum ada di dalam zona pemikiran yang sama, maka mereka bisa jadi ada dalam bahaya karena tidak bersiap soal apapun. Kita tidak tahu di lima atau sepuluh tahun ke depan, dengan perubahan dunia yang semakin menjadi, barangkali nama kita sudah tidak dikenal orang lagi. Maka, merendahlah dan berbaurlah. Kamu sudah mempelajari dengan baik, lewat bantuan orang yang kamu sebut pemandu.”jelas nenek di tengah-tengah suara paraunya karena usia.
“Si pemandu itu siapa sih nek sebenarnya? Dia betulan teman nenek?”
Neneknya mengangguk.”Teman spesial karena dia sudah dalam proses panjang melalui seleksi sampai akhirnya terpilih buat ketemu kamu. Diantara tujuh miliar manusia di bumi, kita akan ditakdirkan untuk bersama dengan seseorang, Arunika. Maka, pilihlah dengan bijak. Nah, sebelum area tempat kamu mencari akan dipersempit oleh kriteria Ayu dan Candra, nenek sudah pilihkan agar kamu bisa tinggal memutuskan, mau bersamanya atau tidak. Atau mau cari lagi. Karena, teman hidup kita selain cerminan, adalah pilihan.”
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat (kebesaran Allah).”
Arunika tidak siap dengan kalimat-kalimat di bagian akhir. Ia tiba-tiba jadi takut salah bersikap jika mereka berdua bertemu lagi.
“Ini diminum tiga kali sehari ya bu, sekali minum dua tablet. Kalau yang ini, sesudah makan satu tablet saja, dijeda kira-kira sepuluh sampai lima belas menit. Diberikan sampai gejala diarenya hilang ya bu.”jelas dokter yang menjadi one-call-away-doctor keluarga Harissadananta kemudian meletakkan tiga plastik obat berisi masing-masing satu strip tablet.
Hampir saja Arunika melompat dari kasurnya, begitu melihat si pemandu kini berdiri nyaris hanya terpisah satu atau dua hasta darinya. Tetap, dengan setelan parasutnya. Kini berwarna hijau army. Ah, hangat sekali bertemu dengan nenek, meskipun itu semua ia alami melalui mimpi.
“Kok?”
“Cepat-cepat taubat ya anak durhaka. Kalau nggak, nanti kamu dikutuk.”ujar si pemandu. Sebentar, apakah ia berpindah lagi ke dimensi mimpi yang lain? Tapi, kali ini ia bisa memastikan dinding-dinding putih yang baru saja dilapisi sebuah wallpaper besar yang menyulap sekeliling kamarnya jadi miniatur tata surya. Selain itu, tingkat keempukan kasur ukuran king dengan springbed yang dijahit oleh seorang penjahit tersohor di New Zealand juga terasa begitu nyata.
“Kamu, bisa masuk gimana caranya? Emang dibolehin?”
“Boleh.”jawab si pemandu santai.”Aku kan masuknya sopan, dengan permisi, izin dulu. Termasuk sekarang sama kamu, baiknya kita kenalan dulu. Namaku, Fadlan. Maaf baru sempat memperkenalkan diri. Agenda kita kemarin sibuk banget kan?”
“Aku kan sudah ajak kamu kenalan pas di awal. Kamu bilang nanti.”
“Kadang sesuatu ditunda, supaya hasilnya lebih baik.”Fadlan menyengir.”Oh ya. Selamat mengulang bulan yang ke 276 kalinya.”ujar si pemandu sebelum ia sempat menambahkan sepatah dua patah kata.”Kalau kamu pengen memperbaiki generasi selanjutnya, kamu butuh teman untuk… membuat generasinya dulu kan?”
“EH,”kan. Arunika membatin. Ia jadi salah tingkah begini. 
Nek, aku pilih yang ini saja. Pejalan jauh, cek. Rendah hati, cek. Baik dan bijak, cek. Lengkap.
1 note · View note
prototypeofgod · 2 years
Text
After the Last Page of Keajaiban Toko Kelontong Namiya (Keigo Higashino)
Tumblr media
Ketika tiga pemuda berandal bersembunyi di toko kelontong tak berpenghuni setelah melakukan pencurian, sepucuk surat misterius mendadak diselipkan ke dalam toko melalui lubang surat.
Surat yang berisi permintaan saran. Sungguh aneh.
Namun, surat aneh itu ternyata membawa mereka dalam petualangan melintasi waktu, menggantikan peran kakek pemilik toko kelontong yang menghabiskan tahun-tahun terakhirnya memberikan nasihat tulus kepada orang-orang yang meminta bantuan.
Hanya untuk satu malam.
Dan saat fajar menjelang, hidup ketiga sahabat itu tidak akan pernah sama lagi…
Keajaiban Toko Kelontong Namiya dimulai dengan aksi pencurian oleh tiga sekawan yang berakhir di sebuah toko kelontong kosong untuk bersembunyi. Di antara remang penerangan lilin bangunan kosong tersebut, saya diperkenalkan dengan Shōta, Kōhei, dan si-pemilik-kesabaran-setipis-tisu-dibagi-dua, Atsuya. Kendati bangunan yang kini mereka tempati benar-benar kosong–bahkan tidak ada tanda-tanda kehidupan setidaknya untuk beberapa waktu belakangan–ketiga pencuri tersebut masih menemukan beberapa alat tulis yang telah mengering dan perlengkapan rumahan di etalase toko.
Entah bagaimana ceritanya, pintu gulung yang membatasi toko dengan dunia luar tiba-tiba menerima sebuah surat yang diselipkan oleh seseorang melalui lubang. Sebagai pencuri yang waras, tentu ketiganya takut bukan main. Barangkali seseorang mencium presensi mereka lalu serta-merta menghubungi polisi, ataukah sekadar perilaku usil oleh entah siapa pun yang sedang terjaga di malam hari–apapun itu, ketiganya berhenti menerka dan berpikir bahwa yang kini dihadapinya adalah ulah hantu.
Mereka pun mengecek keadaan di luar untuk kemudian mendapati bagaimana keadaan yang begitu lengang sekaligus gelap. Tidak ada seseorang, pun tanda-tandanya. Singkat cerita, mereka membuka surat misterius tersebut. Surat beralamatkan Toko Kelontong Namiya itu mengajaknya berdiskusi. Si pengirim surat dengan nama samaran Kelinci Bulan meminta saran untuk masalah yang tengah dihadapinya. Ia adalah seorang atlet yang akan mengikuti Olimpiade tahun depan. Namun, di lain sisi ia memiliki kekasih yang sedang sekarat (tentu saja sebagaimana cerita melankolis kebanyakan, si kekasih tidak punya waktu banyak lagi). Si kekasih meminta agar Kelinci Bulan tetap berlatih dan membiarkan-nya setidaknya untuk beberapa waktu ke depan, karena dengan melihat Kelinci Bulan bertanding dalam Olimpiade maka salah satu (atau mungkin satu-satunya, mengingat ia tidak diberi waktu lama) impian si kekasih akan terwujud.
Seolah lupa dengan titel “pencuri”, tiga orang tadi lantas membalas surat Kelinci Bulan dengan alat tulis. Dari proses surat-menyurat tersebut, belakangan mereka tahu bahwa surat Kelinci Bulan bukan berasal dari era itu. Mereka terkoneksi dengan latar tahun 1980 yang artinya Kelinci Bulan adalah seseorang dari masa lalu termasuk surat yang diselipkannya melalui lubang pada pintu gulung. Setiap Shōta (atau Kōhei, ya? Yang jelas bukan Atsuya karena ia yang paling ingin meninggalkan tempat itu) meletakkan balasan di sebuah kotak kayu–yang merupakan tempat menyimpan susu langganan selama toko masih berpenghuni–surat balasan Kelinci Bulan serta-merta terkirim barang beberapa detik melalui tempat yang sama, yakni lubang pintu gulung. Pada akhirnya, ketiga pencuri tersebut berkesimpulan bahwa waktu di dalam toko berjalan sebegitu lambat dibanding dengan arus waktu yang berlalu di luar toko. Itu artinya satu jam di dalam toko sama cepatnya dengan berhari-hari di luar toko. Dan yang terjadi berikutnya, ketiga pencuri tadi menyadari bahwa pada tahun yang disebutkan Kelinci Bulan sebagai tahun dilaksanakannya Olimpiade–berbasis kenyataan yang mereka dapat dari masa kini–rupanya Jepang memboikot Olimpiade tersebut dengan suatu alasan. Maka terjadilah diskusi panjang antara ketiga pencuri dari masa sekarang dengan Kelinci Bulan di tahun 1980 untuk memutuskan solusi paling tepat tanpa mengatakan bahwa sebenarnya mereka tidak berasal dari ruang waktu yang sama.
Buku ini terdiri dari beberapa bab yang memuat beberapa kasus berbeda. Kurang lebih, saya (telah) dengan sengaja memberikan gambaran tentang bagaimana cerita dalam buku ini bekerja. Masih banyak hal ajaib lain yang harus kau temui selagi mempertanyakan kelanjutan penggalan cerita Kelinci Bulan. Dengan begitu ajaib pula, masing-masing cerita yang diutarakan oleh pengirim berbeda dan dialamatkan kepada Toko Kelontong Namiya ini saling berikatan satu sama lain. Kau tidak hanya menemukan bagaimana benang merah dari cerita pengirim pertama dengan pengirim kedua saling bersinggungan, melainkan ia tidak pernah putus bahkan hingga pada akhir cerita. Oke, saya mengakui bahwa sesuatu tidak terduga juga lantas menutup buku ini dengan s-e-m-p-u-r-n-a. Saya sedang tidak bercanda. :[
0 notes
pemintalkata · 3 years
Text
Surat untuk Sahabat
Teruntuk sahabat yang sudah seperti kakak laki-lakiku,
Di tanggal ini, 14 Juni satu tahun yang lalu, aku mendapat kabar darimu yang mana tidak disampaikan langsung olehmu, melainkan orang-orang yang menyayangimu.
Saat aku membaca pesan yang dikirimkan ke kotak masukku, aku tahu kamu sudah berpulang, meski berkali-kali aku tidak memercayai. Hari ini, satu tahun kamu pergi bahkan di saat aku belum sempat berbuat banyak kebaikan seperti yang sudah kamu lakukan.
Tidak ada potret berdua sebab kita terlalu sibuk bercerita manakala berjumpa. Satu-satunya foto bersamamu ya ketika kamu datang di hari wisuda magisterku. Itupun ramai-ramai fotonya.
Kalau diingat, dua kali wisudaku kamu selalu datang, sedang aku sama sekali belum pernah. Bukan karena sibuk, namun belum sampai kamu ada di titik itu, Allah sudah lebih dulu memanggilmu.
Rasanya gimana di sana? Pasti kamu melihat kami di dunia sedang sibuk dengan ego yang menyala-nyala ya? Maaf ya, jika sampai hari ini aku bahkan belum pernah mengunjungimu. Tapi kamu percaya kan jika doa akan selalu sampai pada tempatnya?
Semua berbeda setelah kepergianmu. Sesekali aku masih membaca pesan-pesan yang isinya tentang cerita juga impian-impian masa depan. Sesekali juga aku mengirimimu pesan yang seringnya dibalas oleh ibumu tercinta.
Ibumu baik sekali ya, masih sealu mendoakan aku juga teman-teman yang turut menyayangimu. Pantas saja kamu tumbuh jadi orang yang begitu baik dan sulit dilupakan.
Jika nanti ada kesempatan, aku ingin datang mengunjungimu. Membawa banyak sekali cerita tentang hal-hal yang pernah aku sampaikan yang selalu kamu balas dengan doa paling tulus yang pernah aku dengar.
Aku mungkin belum berhasil membantumu menyelesaikan studimu, belum juga berkesempatan berkolaborasi karya sama kamu, tapi aku selalu mengupayakan apa yang jadi kemauanku sekarang. Seperti mintamu dan seperti hidupmu yang tidak pernah menyerah.
Oh iya, beberapa bulan yang lalu hubunganku dengan seorang laki-laki yang aku kira akan jadi rumahku, berakhir. Saat itu harusnya kamu menjadi orang yang berkesempatan dengar kisah menyedihkan itu. Namun ketika aku sibuk bercerita panjang lebar, tidak ada balasan yang masuk ke kotak pesanku. Dan itu menyadarkanku bahwa kamu sudah benar-benar pergi.
Kalau saja kamu ada, kamu pasti sudah mengumpatnya habis-habisan. Kamu akan bilang bahwa akan ada laki-laki baik yang tulus menyanyangiku. Seperti aku yang juga kerap mengomelimu karena sibuk mengejar seseorang yang sama sekali tidak memedulikanmu. Jika dipikir-pikir urusan percintaan kita sama ya. Sama-sama apesnya hahaha.
Dan pagi ini, di jalan menuju kantor, aku sibuk diklakson dan bingung karena salah rute perjalanan. Aku melamun, iya mengenang kamu yang dulu ada namun sekarang sudah tiada. Mengandaikan bila kamu ada di sini meski aku tahu itu sama sekali tidak masuk akal.
Kak, tenang-tenang ya. Semua orang yang kamu tinggalkan sibuk meneladani perjuanganmu dengan juga terus berjuang. Maaf jika sesekali kami lupa mendoakanmu di sana. Maaf untuk hal-hal buruk yang kami perbuat selama kamu hidup. 
Sekarang kamu memang jauh. Dimensi ruang dan waktu kita sudah berbeda. Namun akan ada yang selalu dekat, yaitu kenangan yang tidak akan hilang meski waktu berlalu. Juga serangkaian doa yang meski aku tidak tahu diterima atau tidak, namun selalu aku usahakan untuk terkirim untukmu.
Sekali lagi terima kasih ya, sudah pernah lahir dan hadir sebagai salah satu orang yang hebat dan kuat. Kamu, meski tidak bisa lagi aku temui, akan selalu aku ingat sebagai sosok yang akan selalu aku kagumi.
I really miss you, Kak. Al Fatihah.
20 notes · View notes
vatqi · 3 years
Text
Ra #1 - Pagebluk
Halo Ra, apa kabar?
Sudah lama sekali aku tak menuliskan surat untukmu bukan? Aku baik-baik saja di sini, ku harap kau pun begitu di sana. Barangkali kamu membaca ini saat malam, sambil melihat rembulan mengantung di angkasa ditemani bintang-bintang yang kau hitung satu persatu tapi tak pernah kau tuntaskan karena, ya memang begitu saat kita mulai menghitung bintang, satu kau hitung yang lainnya akan muncul, satu demi satu, kemudian jadi belasan, lalu puluhan tapi aku berani menjamin kau tak akan mencapai ratusan, haha.
Ah, jika kau bertanya aku ada di mana sekarang, aku sudah berpindah ke kota Ra, tak lagi di pedalaman. Sebenarnya ini pun juga sekedar singgah, karena kondisi yang tak memungkinkanku untuk menjelajah masuk ke kedalaman negeri ini. Bukan karena apa-apa, kondisi seperti sekarang ini memang mengharuskan aku yang sering keluar pergi dari  kota satu menuju kota yang lain harus  bersedia menetap disalah satu kota. Takut sekali kalau nantinya aku yang membawa penyakit pada orang-orang baik yang ada di tempat-tempat lain.
Lalu, apa kabar ibu? Beliau sehat-sehat saja kan? Bapak apa kabar? Masih sering meminta kopi tanpa gula? Kapan-kapan aku ingin mengirimkan surat untukmu beserta kopi untuk bapak, siapa tau bapak suka. Beberapa bulan lalu aku bertemu Pak Simin, beliau petani kopi, di .... Kau tak perlu tahu lah di daerah mana, kapan-kapan kalau kau masih mau ku ajak berkelana dan belum ada seseorang yang kamu terima cintanya, akan ku pertemukan langsung dengan beliau. Kopinya nikmat Ra, seduhannya pas, bahkan tanpa gula aku sudah merasakan manisnya. Kata beliau apapun jenis kopinya, di manapun tumbuhnya itu hanya berpengaruh kecil untuk cita rasanya, yang terpenting adalah hati si pembuatnya, apakah disertakan dalam adukan atau mengaduk penuh keterpaksaan.
Omong-omong Ra, bagaimana rasanya kembali pulang ke kampung halaman? Katanya bunga yang kau rawat semakin banyak saja ya? Oiya aku pun mendengar kini kau sudah punya momongan, ya tentu bukan momongan seorang bayi, tapi anak kucing yang kau terima dari teman mu. Siapa namanya? Kapan-kapan aku mau berkenalan dengannya. Coba nanti kamu foto lalu kamu kirimkan ke alamat yang ku beri dibalik kertas ini ya? Mau kan?
Kalau kau bertanya ini alamat rumah siapa, mari ku perkenalkan padamu, Pak Eli. Aku bertemu beliau di tanah lapang seminggu yang lalu saat aku sampai di kota ini. Saat itu aku sedang memperhatikan anak-anak bermain bola, barangkali ikut memeriahkan ajang Piala Euro dan Copa America yang baru saja selesai. Kau tau kan seberapa cintanya aku dengan sepak bola, sampai-sampai saat itu aku melamun membayangkan kalau aku bisa bergabung dengan mereka. Kemudian rombongan Pak Eli datang ke sebelahku, sambil menawarkan minum yang beliau bawa. Aku bertanya apakah mereka dari sawah, karena cangkul yang dibawa dan baju yang kotor dengan tanah. Tapi sejauh aku berjalan ini tadi tak melihat sawah barang secuil. Beliau malah tertawa Ra, sial, haha.
Akhirnya beliau bercerita kalau beliau adalah tukang gali kubur. Benar, alamat itu adalah alamat kantor pemakaman, jangan kaget begitu ah, aku tak akan menceritakan hal-hal mistis di sini, aku tahu kau takut dan kau tau aku adalah orang yang tak begitu percaya dengan hal-hal mistis. Lupakan soal itu ya?
Jadi sudah hampir seminggu aku tidur bersama Pak Eli di sini, aku banyak mendengar kisah dari beliau, terutama di masa pagebluk seperti ini.  Di masa seperti ini Ra, ada kalanya Pak Eli bersyukur sambil menangis memohon ampun. Kau mau tau alasannya? Akan ku singkat cerita panjang itu untukmu.
Beberapa tahun lalu Pak Eli hanyalah tukang gali kubur lepas, beliau hanya pekerja serabutan yang tiap hari mencari uang hanya untuk makan hari itu pula. Pak Eli bercerita dulu beliau sering sekali bercanda dengan almarhumah istrinya, iya Ra, istri beliau sudah pergi lebih dulu beberapa bulan sebelum aku datang.
"Dulu aku bisa makan enak kalau ada orang yang mati, mas. Kalau ada orang yang mati, selain aku dapat uang dari menggali kuburnya, aku juga dapat makan enak karena selalu ada pengajian." Begitu cerita beliau sambil tertawa malam itu. "Tapi sekarang, benar bisa makan enak, tapi ya ngga tiap hari selalu harus mengkuburkan orang begini mas. Selain aku lelah dengan menggali kubur, aku juga lelah melihat keluarga yang berduka setiap harinya. Sekalipun sudah sering mengkuburkan orang, bukan berarti hati ini sudah kebal dan keras, tidak sama sekali, aku nangis mas, ndak kuat." Sambung beliau sambil menangis. "Sampeyan tau mas, aku ini sebenarnya juga takut, tiap hari aku mendengarkan orang di adzankan tapi sholatku tertunda-tunda. Aku takut mas, takut kalau aku lebih dulu di adzankan daripada aku berangkat sholat." Sial, saat itu aku tak bisa berkata apa-apa Ra. Hanya bisa menangis dalam diam.  
"Tapi semoga mas, semoga apa yang aku lakukan ini di maklumi Tuhan. Semoga Tuhan tau kalau aku hamba-Nya juga takut untuk segera bertemu dengan-Nya, sekalipun aku sudah rindu istriku."
Tangisku pecah Ra, aku tak bisa membayangkan beban seperti apa yang beliau pikul selama ini.  Beliau menenangkan ku, dengan berkata tak apa aku menangis asal besok aku harus menemani beliau dengan senyuman. Karena hidup harus berjalan, sekalipun ketakutan masih membayang, sekalipun hatimu benar-benar dihancurkan.
Dari Pak Eli aku belajar Ra, belajar bahwa musibah pun kadang ditunggu oleh orang-orang yang membutuhkan, tapi tidak harus berkepanjangan seperti ini. Pagebluk ini telah memakan banyak korban Ra, termasuk hati Pak Eli. Dulu Pak Eli mungkin hanya menggali seminggu sekali, ini setiap hari dengan jumlah yang tak tanggung-tanggung, bisa belasan bahkan pernah puluhan. Siapa yang kuat Ra?
Sebenarnya aku ingin sekali mengutuk mereka-mereka yang sedang duduk di kursi empuk dalam singgasana manis pemerintahan. Nyawa manusia mereka permainkan sejak awal. Pembatasan-pembatasan kegiatan hanya dalih dari ketidakbecusan dan ketidakpedulian mereka terhadap kita, rakyatnya. Tapi aku harus berhenti menulis di sini Ra. Aku tak ingin menyalurkan energiku untuk mengutuk mereka. Ah tidak bukan itu, aku akan selalu mengutuk mereka, tapi tidak denganmu. Aku tak ingin kau memikirkan masalah pelik ini pula. Aku tak ingin kau bersedih karena semua hal ini.
Satu harapanku Ra, semoga surat ini mampu mengobati rindumu setelah tiga tahun tak mendengar kabarku sejak surat terakhir itu ku kirimkan padamu. Salam buat ibu dan bapak, serta si pemberani. Aku sampai lupa menanyakan kabar si pemberani, sudah kelas berapa dia sekarang? Masih kah suka bermain burung dara? Haha.
Berbahagialah Ra, mungkin Ibukota merindukanmu. Tapi aku selalu berharap pelukan ibu bisa menenangkanmu.
Kota S, 3 tahun setelah surat terakhir terkirim.
7 notes · View notes
abidahsy · 3 years
Text
Tulisannya (356)
Bicara soal perbedaan makna antara kenangan dan nostalgia di grup menulis dua hari lalu, aku tertegun dengan apa yang pernah aku tulis satu setengah bulan lalu berjudul Sebuah Nostalgia.
Menurut KBBI, perbedaan mendasar soal kenangan dan nostalgia adalah kedalaman dan warna rasa dari peristiwa yang diingat. Kenangan bersifat lebih umum dan bisa juga mencakup kenangan pahit maupun manis, sedangkan nostalgia menggambarkan kerinduan dengan makna yang lebih dalam serta cenderung pada kenangan manis di masa silam.
Meski tidak berangkat melalui pemahaman tersebut saat menulis Sebuah Nostalgia, aku tetap mampu merasakan kedalaman dan warna rasa yang manis tersirat dalam tulisanku.
Seperti yang pernah kusebutkan di Ratusan Pencarian dan Es Bulan Juli, aku tidak hanya sekadar membaca tulisan-tulisan Es, tetapi juga menanggapinya melalui tulisan yang seakan-akan membentuk puzzle dan berkaitan satu sama lain. Bahkan, bisa dibilang 95% tulisanku selama bulan Agustus hingga Oktober 2021 berpusat pada tulisannya sebagai titik orbit.
Bagiku, tulisannya adalah sepucuk surat yang aku nantikan, meski setiap surat balasan hanya kutulis dan kusimpan di laci dunia maya tanpa pernah terkirim. Lagipula, aku tidak tahu pasti apakah tulisan Es yang selama ini kubaca benar-benar ditujukan untukku atau hanya 'surat-surat' yang salah alamat.
Lalu kebenaran itu aku dapatkan akhir-akhir ini. Di tulisanku tentang Tulisannya (359) -tiga tulisan puzzle sebelum tulisan ini- aku berjanji untuk menyerah jika aku menemukan fakta bahwa yang dia jatuh cintai dari jauh itu bukan aku.
Terlepas dari sekian banyak kebetulan yang terjadi serta harapan bahwa serial Tulisannya akan panjang umur hingga berakhir di angka (0) -yang berarti setahun atau 365 hari-, ternyata aku sudah harus berhenti di Tulisannya (356). Tulisanku tentang tulisannya kali ini menjadi kali yang terakhir.
Tapi, izinkan aku mengenang setiap tulisannya sebagai salah satu kenangan manis dalam mencari yang ke-11, bukan sebaliknya. Sebuah potongan kisah yang layak dihujani senyuman karena pembelajarannya. Tentunya, saat kelak aku hadir bernostalgia, kuharap aku tersenyum membaca ulang tulisan-tulisanku tentang tulisannya sejak awal hingga tulisannya yang ke 356.
2 notes · View notes
potretmemori · 4 years
Text
Cerpen: Merelakan (2)
Tubuh saling bersandar Ke arah mata angin berbeda Kau menunggu datangnya malam Saat kumenanti fajar
Fira tertegun ketika baru saja mendaratkan dirinya di kursi belakang mobil, lagu ini berputar. Lagu Tulus, Pamit. Sekelebat wajahnya muncul, lagu ini selalu mengingatkannya pada kisahnya di masa-masa kuliah. 
Jalanan Jakarta malam ini cukup lengang. Mata Fira tertuju pada jalan-jalan yang dilihatnya dari balik kaca mobil, tapi pikirannya jauh mengingat masa lalunya. Tersenyum. “Lucu ya, gimana bisa sebuah lagu mengingatkan pada seseorang dengan segala kisah di dalamnya,” ujar batinnya. 
Sudah coba berbagai cara Agar kita tetap bersama Yang tersisa dari kisah ini Hanya kau takut kuhilang
Fira masih mengingat kenangannya bersama Naufal, sahabat baiknya di masa kuliah. Teman sejak SMA yang kemudian menjadi teman satu jurusan di kuliah, satu organisasi, bahkan menjadi salah satu support system terbaik. Naufal mengenal baik Fira, tau sifat baik dan buruknya, kelebihan dan kekurangannya. Fira pun begitu memahami Naufal. Mereka begitu naif, merasa aman dari perasaan yang diam-diam menyelinap di hati masing-masing. Mereka, diam-diam saling menyimpan perasaan. 
Memori itu terus beputar, pada satu waktu Naufal menyampaikan perasaannya. Ya, hanya menyampaikan, tidak ada maksud lebih. Namun, Fira kesal dengan sikap Naufal, karena menurutnya itu malah membebani hati Fira. Mereka sama-sama tau bahwa mereka gak mau pacaran, pada saat itu pun belum ada kesiapan untuk jenjang pernikahan. Akhirnya, untuk pertama kalinya mereka memutuskan tidak ada komunikasi, tidak ada cerita, curhat, sharing, tanya kabar. Berhenti. 
Fira diam-diam menunggu Naufal. Mungkin Naufal pun begitu, diam-diam  mempersiapkan. Hingga, satu tahun berlalu, tidak ada kemajuan. Tidak ada Naufal datang ke rumah Fira. Fira pun bersikukuh dengan ucapannya untuk tidak berkomunikasi. Hingga satu hari, Fira perlu memperjelas semuanya, tepatnya memperjelas untuk apa dia menunggu. 
Perdebatan apapun menuju kata pisah Jangan paksakan genggamanmu
Sebuah surat dikirimkan, mempertanyakan apa dia sungguh-sungguh dengan ucapannya kala itu dan apakah perasaan itu masih ada? Tak hanya itu, Fira menyampaikan bahwa dia tak ingin terjebak dengan bayang-bayang pernyataan perasaan Naufal, sudah cukup baginya menunggu jika tidak ada titik temu. Terkirim.
Sepekan kemudian, Naufal membalas surat Fira. Tak pernah tau bahwa selama ini Fira menunggu. Selama setahun Fira menerka lanjutan kisah itu. Naufal benar-benar mencintai sahabatnya itu, sejak SMA. Entah bagaimana harus membalas surat itu, Naufal tak enak hati, ternyata Ibunya tidak merestui, Ibunya tidak memilih Fira. “Carilah perempuan Jawa untuk dijadikan istri.” Dia pun masih harus menyelesaikan studinya. Berat jika harus merelakan seseorang yang dicintai dan dia sudah menunggu. Tapi, dia pun gak yakin meminta Fira menunggu lebih lama lagi, masa depan itu masih belum pasti. 
Surat balasan datang, Naufal sampaikan semuanya, keraguannya, tentang pilihan Ibunya, studinya. Dia melepaskan Fira dari perasaan terikat itu dan meminta Fira jangan menunggunya lagi. 
Izinkan aku pergi dulu Yang berubah hanya Tak lagi kumilikmu
Kau masih bisa melihatku Kau harus percaya Ku tetap teman baikmu
Sepanjang perjalanan pulang, Fira mengenang kisah itu. Tersenyum. “Memang gak jodoh dan gak cocok juga, mau diusahain seperti apa juga gak akan bisa bersama,” batinnya. Perlahan, semua pertanyaan kala itu terjawab. Jangan dipaksa untuk terus bersama jika hanya membawa luka. Takdir kita memang seperti ini, jadi teman baik bukan teman hidup. 
Potret Memori | Jakarta, 27 September 2020
10 notes · View notes
rumeythepooh · 4 years
Text
-Surat dari Masa Lalu-
.
.
Aku terduduk di depan layar laptopku. Waktu sudah menunjukkan pukul 23.55, namun aku masih belum mau berhenti mengerjakan tugasku.
Bukan, bukan ingin cepat menyelesaikan ini agar aku bisa menikmati akhir pekan dengan tenang. Kali ini aku ingin menenggelamkan diriku dengan kesibukan ini, dengan tugas-tugas ini, agar aku tidak teringat kembali dengan kekecewaan yang datang dalam hidupku beberapa jam yang lalu. Memang berlebihan, hehe. Tapi siapa yang setuju?
Kekecewaan ini membuatku berpikir yang tidak-tidak, dan aku benci itu. Lebih baik aku alihkan untuk tugas-tugasku yang tidak ada habisnya, iya kan?
Aku sadar, memang, semesta tidak selalu memihak aku. Ada kalanya semesta tidak berpihak kepada kita, karena hidup tidak melulu tentang senang dan bahagia. Tapi kalau aku kecewa, apakah salah?
Tuh kan, mulai ngelantur! Yuk fokus lagi kembali ke laptop karena waktu sudah menunjukkan pukul 00.01.... eh tunggu.
A new mail
Aku tidak ulang tahun hari ini. Siapa yang mengirimkanku e-mail tepat pukul 00.01 begini?
.......
Email ini aneh, dikirim dari alamat emailku sendiri di tahun 2015. Aku mengingat-ingat.... ah iya aku ingat!
Aku memang pernah mengirim pesan untuk diriku sendiri setelah melihat video seorang influencer di youtube yang membuat time capsule untuk dirinya sendiri yang harus dibuka setelah 10 tahun. Karena aku takut suratku hilang atau dibaca oleh orang lain, aku membuatnya dengan mengirim email untuk diriku sendiri dan mengatur agar sampai ke emailku lagi 5 tahun kemudian.
Aku takjub dengan diriku sendiri! Ternyata aku pernah sekreatif ini.
Aku melirik jam di laptopku, 00.15. Nggak ada salahnya istirahat sebentar kan? Aku membuka email itu, email dari diriku sendiri.
Hai, Kejora tahun 2020!
Aku Kejora tahun 2015, menulis ini di kamarku sambil minum susu coklat! Hehehe. Kamu waktu baca ini, lagi apa? Lagi dimana? Sama siapa?
Aku nulis surat ini karena mau bikin time capsule ala-ala. Biar kekinian! Semoga kamu bisa baca ini dan bisa balas ini ya, karena aku mau tau seperti apa aku di masa depan.
Aku mau cerita... aku kelas 2 SMA sekarang. Papa masih kerja dan pulang ke rumah seminggu sekali. Mama masih jualan roti yang enak banget, gak ada tandingannya! Kak Awan kuliah semester 4 sekarang.. dia jarang banget telepon ke rumah. Apa anak kuliahan emang sibuk ya? Disana gimana? Ada yang berubah nggak?
Aku dikelilingi teman-temanku yang baik, mereka rajin banget! Rasanya aku nggak akan bisa ngikutin mereka kalau aku nggak belajar keras :( aku suka tidur di kelas, apalagi pelajaran bahasa inggris dan bahasa indonesia. Oiya, besok aku harus latihan public speaking! Astaga, aku paling nggak bisa ngomong di depan umum:( Aku juga sering dapat tugas matematika yang banyaaaaak banget, aku sering mengerjakan sampai malam dan menangis. Oh iya, aku suka pelajaran biologi! Guruku baik, walaupun galak. Dia bilang tulisanku bagus! Aku suka belajar bahasa jepang, sampai aku hapal hiragana dan suka mengeluh dengan tulisan hiragana. Tapi aku belum hapal katakana:(. Minggu depan ujian akhir semester, entah aku harus belajar mulai darimana. Untung teman-temanku baik, aku bisa tanya-tanya!
Sahabat-sahabatku masih tetap sama, kami kumpul tiap salah satu dari kami ada yang ulang tahun. Seneng banget kalo kasih kejutan di hari bahagianya, kasih ceplok tepung, dan akhirnya kita makan bareng sambil cerita-cerita dan nonton film. Apakah kamu masih berteman sama mereka di tahun 2020? Aku titip salam buat mereka, terimakasih sudah mau berteman sama aku :)
Aku les setiap hari, berusaha mempertahankan nilaiku tetap bagus supaya aku bisa kuliah di tempat yang aku mau. Oiya, aku jadi ingin tau, waktu aku baca surat ini di tahun 2020, aku jadi mahasiswa di universitas mana ya?
Bagaimana rasanya kuliah? Aku tidak sabar, sekaligus takut!
Aku jadi penasaran, masa depan seperti apa? Kuliah seindah apa? Apakah kuliah seindah di ftv yang sering ditonton mama siang-siang? Apakah di kuliah bisa nongkrong setiap hari setelah kuliah? Apakah kuliah bisa kerja part time? Apakah kuliah bisa dapat pacar ganteng modal main ke kantin? Enak banget kuliah nggak usah pake seragam, bisa pake baju bagus dan dandan yang cantik? Coba cerita, aku penasaran!
Tapi bagaimana keadaanmu, terimakasih sudah melakukan yang terbaik hingga ada di titik ini. Terimakasih sudah mau baca ini sampai habis, karena kalau kamu baca ini, berarti kamu masih hidup dan sehat! (Aku ikutin tulisan ini dari influencer yang aku lihat di youtube, kayanya bagus ya kata-katanya? Semoga kamu senang membaca ini ya, Kejora 2020!)
Aku tertawa geli.... dan takjub. Rasanya seperti mendengarkan diriku sendiri di masa lalu bercerita dengan semangat! Aku memang orang yang penuh semangat dari dulu, iya kan?
Aku membalas pesannya--bukan membalas. Aku menulis pesan untuk aku di tahun 2025.
Halo, aku Kejora 2020!
Aku menulis ini di kamar kostku, setelah kaget ada email masuk dari Kejora tahun 2015 disela-sela kesibukanku menulis skripsi. Ciye, skripsi.
Aku sehat. Cuma beberapa hari ini aku sering masuk angin, cuaca Bogor suka nggak menentu akhir-akhir ini. Aku di Bogor, memang jauh banget dari Surabaya. Tapi, aku berhasil kuliah di universitas yang aku inginkan dari SMA. Aku mau bilang ini ke Kejora 2015, supaya dia semakin semangat belajarnya!
Aku di Bogor, pulang ke Surabaya tiap liburan panjang, naik kereta. Awalnya? Jangan tanya, aku nangis sepanjang perjalanan Surabaya-Bogor, dan malam pertama di Bogor pun aku nangis semalaman. Lucu ya kalau inget, sekarang aku betah, betah banget di Bogor. Aku menikmati hujannya Bogor, yang kadang aku juga ngomel-ngomel kalau hujannya dateng seharian dan nggak tau waktu. Papa masih kerja di luar kota, pulang seminggu sekali. Mama udah nggak jual kue, katanya bosen. Maunya jual madu aja, katanya. Kak Awan kerja di Sumatera mulai tahun lalu. Makin jarang pulang, makin jarang telepon ke rumah, tapi sering kirim duit! Hehehe.
Kejora di 2015 bilang, dia belajar keras di sekolah. Aku harus bilang, Kejora juga belajar keras, bahkan semakin keras di kuliahnya. Jurusan yang aku pilih nggak mengizinkan aku untuk leha-leha lebih banyak. Aku nggak bisa banyak nongkrong setelah kuliah, karena aku sempat aktif di organisasi selama setahun, kepanitiaan selama dua tahun, dan hari-hariku dipenuhi oleh rapat... dan laporan. Aku nggak bisa banyak-banyak dandan cantik seperti anak-anak jurusan lain, karena aku suka bangun kesiangan setelah lembur ngerjain tugas. Kantung mataku makin tebal :( tapi di tahun terakhir ini, aku banyak waktu luang. Aku sering-sering maskeran dan pakai produk perawatan kulit supaya aku cantik. Hehehe. Kejora 2025, apakah kantung mataku memudar? Apakah kamu cantik? Aku penasaran! Kirim foto ya hehehe
Kejora 2015 mengingatkanku dengan teman-teman dan sahabatku di sekolah. Mereka berhasil hidup dengan baik sampai sekarang! Mereka hebat dengan cara mereka masing-masing. Ada yang jadi asisten dosen, ada yang sudah mulai kerja, ada yang mulai cari cuan dengan jualan, ada yang sibuk dengan organisasinya, ada yang sedang ko-ass di rumah sakit, pokoknya mereka menjalankan kehidupan mereka masing-masing dengan baik! Aku sempat ketemu mereka, kami saling tukar cerita, menyenangkan. Hei, apakah 2025 kalian masih suka kumpul bareng?
Di umurku yang ke 22 di tingkat akhir ini.. hobiku makan dan tidur. Makan, makanku banyak, apalagi kalau sedang mengerjakan sesuatu, lalu pusing. Aku makan banyak, berat badanku 53 kilogram. Tidur, aku banyak tidur, apalagi kalau banyak pikiran yang mengganggu pikiranku, banyak hal yang mengganjal di hatiku, aku tidur supaya aku lupa. Oh iya, aku juga jago menangis. Menangis sesengukan atau menangis tanpa suara? Aku jago. Hehe. Bukan sesuatu yang harus dibanggakan sih.. aku yakin kamu akan malu membaca ini.
Iya, aku umur 22, makin banyak saja ya kekhawatiran dalam hidupku? Aku kira umur 20 akan menyenangkan. Iya, memang menyenangkan, tapi juga menakutkan.
Aku mulai takut... banyak orang yang mengharapkan keberhasilanku, termasuk aku sendiri. Bagaimana kalau aku belum bisa membuat mereka bangga dan puas atas apa yang aku capai? Bagaimana kalau aku gagal meraih tujuan-tujuanku? Aku mulai takut kalau hal yang aku perjuangkan selama aku hidup ini tidak ada gunanya. Aku mulai takut kalau aku tidak bisa hidup dengan baik nantinya. Aku mulai takut kalau tidak ada yang bisa aku banggakan dan aku 'jual' dalam hidupku. Aku takut kalau hal yang akan terjadi di masa depan tidak sesuai dengan yang aku harapkan.
Hal-hal itu yang membuat aku takut, hal itu yang mengganggu pikiranku. Aku bingung, setelah ini aku akan jadi apa? Aku harus kemana? Apa yang harus aku perjuangkan? Dan... aku takut gagal.
Tapi aku harus berusaha untuk tetap melakukan yang terbaik di tengah kebingungan ini. Aku harus kuat untuk masa depanku (yaitu kamu, Kejora 2025!) yang lebih baik. Tenang saja, banyak orang baik disekitarku. Banyak orang yang mau berjuang bersamaku. Banyak orang yang peduli sama Kejora. Aku bersyukur, sangat bersyukur.
Kejora 2025, kamu baca ini kan? Sekarang, kamu lagi dimana? Sedang mengerjakan apa? Sedang bersama siapa? Apakah targetku menikah di umur 24 tercapai? Cerita ya, aku penasaran... dan takut! Hehehe
Hei, apapun keadaanmu nanti, kamu harus ingat dan berterimakasih padaku ya! Aku juga mau berterimakasih sama kamu, terimakasih sudah baca sampai habis. Terimakasih sudah tetap hidup dan sehat. Terimakasih sudah tetap bertahan hingga saat itu. Terimakasih sudah tertawa membaca kebodohanku di tahun 2020. Semoga pesan ini bisa menjadi pengingat bahwa kita, Kejora, pernah berjuang hingga sejauh ini, sejauh itu. Semua akan baik baik saja, semua akan menyenangkan, kan?
Terkirim!
Aku menutup laptopku, waktu sudah menunjukkan pukul 01.30. Suasana hatiku sudah jauh membaik. Aku berterimakasih pada Kejora di masa lalu yang mengirimkan email itu, terimakasih sudah mengingatkan aku, bahwa aku sudah berjalan sejauh ini.
Semua akan baik-baik saja, nikmati saja perjalanannya, nanti akan sampai. Oiya, terimakasih sudah berjalan sejauh ini.
Sekarang, istirahat dulu yuk?
7 notes · View notes
dimasadri · 4 years
Text
16 september 2020
Halo, kamu. 
Sepertinya sudah menjadi sebuah kebiasaan untuk aku, menuliskan surat yang tidak pernah terkirim pada saat ulang tahunmu. Aku rasa ini bagian di mana aku mengenang rasa dan kebersamaan yang pernah kita rasakan dulu. 
Aku tahu kamu pasti dalam keadaan baik-baik dan sehat. Seperti yang kamu bilang siang ini melalui pesan singkat bahwa kamu sedang menikmati hari ulang tahunmu dengan memanjakan diri di SPA, seraya membagikan fotomu dengan muka setengah ngantuk yang pernah menjadi terapi untuk mataku. 
Sayang, tepat setahun lalu, aku menuliskan pesan yang sengaja aku kirimkan untuk menyudahi hubungan di antara kita. Dan semenjak hari itu, aku dan kamu tidak pernah berhenti untuk saling menyapa dan saling mengabarkan keadaan di antara kita. Masih begitu banyak hal yang kita bicarakan, sebanyak rahasia yang masih kita simpan dan entah kapan akan saling terbuka.
Tidak seperti surat sebelumnya, kali ini tidak banyak yang ingin aku sampaikan, hanya doa tulus untuk kesehatan dan kelapangan di segala jalan yang ingin kamu tempuh. Mendoakan agar kamu bahagia tidak pernah menjadi ritual setahun sekali saja, tapi itu aku lakukan setiap kali melihat namamu di dalam notifikasi handphoneku. 
Sayang, lagi-lagi jarak menjadi perantara untuk rasa yang tersisa. Ingin rasanya aku menjemput rindu yang selalu menjelma dalam doa, berharap untuk dapat merebahkan sejenak kepalaku di punggungmu yang selalu menjadi rumah dari segala rayuanku pada tuhan dan mengusir semua lelah yang kurasa.  
Baik-baik ya, kamu. 
2 notes · View notes
putriraha · 4 years
Text
Surat Untukmu, Nak (1)
Hallo nak, apa kabar?
Semoga sehat ya, semoga selalu dalam lingkaran kebaikan. Ibu membuat tulisan ini yang barangkali nyaman kamu baca di usia belasan-dua puluhan. Ibu mau cerita, tentang sedikit perjalanan ibu di masa muda dulu. Hehe iya masa-masa ambisi, selalu ingin menjadi juara, mencoba banyak hal, menyibukkan diri bertemu banyak orang dan peluang dan hal asik lainnya.
Kamu tahu, hidup itu tidak selamanya mulus, tidak selalu sesuai ingin kita ternyata. Kita akan belajar menemui kegagalan demi kegagalan sejak lahir bahkan, mulai dari jatuh saat belajar berjalan, belajar larut malam untuk ulangan harian lantas mendapat nilai pas, gagal masuk SMP favorit, gagal terkirim delegasi internasional saat SMA, dan lain-lain. Kita secara tidak langsung melatih diri sendiri untuk bisa menerima hal-hal yang seringnya jauh dari harapan kita sebelumnya. Kamu pun juga akan begitu, mengalami bagaimana rasanya gagal. Iya, gagal menunaikan harapanmu sendiri.
Kata mbah kung, belajar tangguh dari kegagalan itu amat diperlukan. Jadi, berapapun gagal yang kita dapati, tidak membuat kita mudah undur diri. Dulu, saat ibu harus meleburkan diri dalam tumpukan soal kimia, ibu seringkali merasa akan menyerah. Tapi, surat-surat dari mbah kung yang datang rutin tiap minggu membuat ibu selalu mengurungkan niat untuk menyerah. Mbah kung selalu bilang dalam suratnya, “Hal yang lebih pahit dari kelelahan adalah saat kamu memutuskan tidak belajar dan mencoba lagi”. Saat ibu bahkan sempat menangis karena gagal di kompetisi catur. Kata-kata mbah kung yang senantiasa terngiang, “bapak bangga, kamu sudah mau berusaha keras, itu sudah lebih dari cukup untuk bapak”. Iya, setiap hal baik yang ibu lalui dulu seringnya tanpa mbah kung dan mbah uti, hanya ditemani orang tua asuh yang tak lain adalah guru ibu sendiri. Ya begitulah cara orang tua ibu membesarkan ibu, tidak selalu dibersamai. Tapi ibu masih merasa beruntung, sebab surat dari mbah kung yang datang tiap minggu dan buku harian dari mbah uti cukup bisa mereda rindu ibu saat itu, meski tidak banyak.
Kalau kamu merasa lelah atas harapan yang tidak selalu berhasil diraih, istirahatlah sejenak lantas mencobanya lagi ya. Berjuang memang seperti itu. Capek, iya. Sakit, iya. Menyesakkan, iya. Akan terasa manis saat kita bisa berusaha mengambil hal baik dari tiap fase gagal pun berhasil. Ibu selalu bangga dengan mbah uti dan mbah kung yang selalu menguatkan ibu. Sekalipun seringnya ibu harus mandiri datang di tiap perlombaan, belajar larut sendirian, kadangpun menangis sendirian saat pengumuman gagal tak sekali dua kali tersebutkan. Entah, saat kamu membaca surat ini, apakah ibu akan mengulangi cerita hidup ibu lagi, yang membuatmu berjuang sendirian karena ibu akan sibuk dengan amanah ibu. Barangkali ibu akan sering mempedulikan orang lain dibanding kamu. Entah kamu akan terpikir untuk sempat membenci ibu atau tidak, sama persis saat dulu ibu pernah membenci mbah kung dan mbah uti hanya karena ibu harus dipindah ke luar kota sendirian.
Semakin kesini, rasanya ibu malu sempat membenci mbah kung dan mbah uti dulu. Entah, apakah kamu akan berubah pikiran untuk tidak lagi membenci ibu?
Pada akhirnya, ibu sadar, kita selalu bangga pada masing-masing orang tua kita, kalau saja kita tahu betapa besar perjuangan dan pengorbanan yang telah dicurahkan. Kalupun ibu akan mengulang cerita ibu padamu, semoga kamu diberi kekuatan ya nak. Ibu tahu, berjuang sendirian itu melelahkan. Ibu pernah merasakannya. Perlu kamu tahu, ibu sebenarnya tidak pernah membiarkanmu benar-benar berjuang sendirian.
Ibumu,
Putri Rahayu
3 notes · View notes
pewpewbanana · 4 years
Text
Percaya ato ngak, gw pernah suka, cinta ato tertarik ato apapun itu lah namanya ama bestfriend gw selama 5taun. Namanya Daniel, ofc dia bukan first love gw tapi impact doi gede buat kehidupan percintaan gw hahaha. Kenal pas SMP kelas 1, although we both in the same class i know that he exist in 2nd sem (i kno I’m ignorant).
Inget banget waktu itu awal sem dua pelajaran Pak Gatot guru b inggris. Kelas si bapak ini berisik pooooollll jd kita dipindahin gt duduknya. Yg milihin tmpt duduk itu ketua kelas yg gw ga suka sejak SD😂. Pas ribut” pel b inggris si bapak bilang kalian duduknya dipindahin ya, jadilah gw duduk ama doi. Tu anak sangat sangat very introvert ga ngerti lagi. Karna gw masi cerewet ngobrol ama seatmate gw yg dipindahin ke bangku blkg Daniel ikut nimbrung juga haha. Sejak ituuuu kita jd sering ngobrol, chat masi lewat bbm lol. Kadang kalo ada PR doi suka pengen ngerjain buat gw sweet banget lah dulunya. Pas uda mau kenaikan kelas dia bilang kalo dia mau pindah ke jkt soalnya koko cece doi dah pindah kesana semua. Awalnya gw kira doi boong tapi ternyata tidak ferguso. Kita seakelas kaget trs gw ngusulin ke wali kelas biar bikin acara perpisahan kan. Waktu itu sedih bgt asli.
Dah kan, uda pindah tu Daniel. Doi suka bilang ga betah disana, kadang seminggu sekali balik Bangka ngajakin gw makan ato ketemuan. Gw yang dulu mah tahan” aja cuman chattingan😂.
Pas kelas 3 SMP i tried to confess my feeling but at the end I’m the one who didn’t take it seriously.
Sampe SMA doi bilang ada yang suka ama dia. Pacaran tuh anak, gw di SMA jomblo lah, ga jomblo” amat byk kating yg suka gw HAHA PD BGT. Ampe tu cewenya kaya gasuka ama gw, i mean ya lah cewe mana yg mau cowonya punya bestfriend cewe😭
Mereka suka putus nyambung gt, tapi gw tau they both don’t really loved each other. Daniel once told me, “you’re more than bestfriend, more than girlfriend” thats how much he trusts me with all his life.
Setiap dia pulang ke Bangka kita selalu jalan either berdua ato bareng temen dia. Pergi mancing lah, makan lah, main pingpong lah (doi atlet pingpong). Kadang juga masak either di rumah dia ato ga di rumah gw.
Tumblr media
Jadi pas uda naik kelas SMA 2 doi bikin ijazah palsu biar cpt kuliah, tp in the middle of kuliah the uni found out that its all fake. Doi stress bgt dapet surat DO dari uni dan itu terjadi pas gw lagi sem 1 kelas 3 SMA. Dia curhat gw ladenin, dia nangis gw dengerin. Curhatnya selalu jam 10 malem di dpn rumah gw sambil makan martabak sama ice cream.
Saat itu gw mikir, sebenernya gw (masih) suka ga sih ama dia? Apa sih yang dulu bikin gw suka sama dia? Nah itu titik dimana gw ngerasa udah gaada feeling, I’m still his best friend tho. We almost went to #WTF19 together but he suddenly can’t and i gabe his ticket to my bestie. I’m still here when he wants to talk. Setelah mengisi buku diary gw dari tahun 2013-2018 buku itu tertutup sendiri, juga dengan surat yang tak pernah terkirim untuk doi.
1 note · View note
kattegatteknik · 3 years
Text
Bagaimana Mengenalinya Jika Komputer Anda Telah Terinfeksi Spyware
Spyware adalah program tersembunyi yang tanpa sepengetahuan Anda, mengunduh sendiri ke dalam sistem operasi Anda bersama dengan unduhan yang disengaja. Terutama memasuki komputer Anda melalui freeware dan shareware, mereka dapat membahayakan PC Anda serta kehidupan pribadi Anda karena mereka merekam setiap gerakan Anda di komputer selain kadang-kadang memiliki kemampuan untuk memindai file di hard drive Anda. Semua informasi yang diperoleh secara diam-diam ini dilaporkan kembali ke pencetus Spyware melalui program dan dapat menyebabkan kelebihan surat sampah di kotak email Anda serta mengklaim identitas Anda melalui informasi pribadi yang diambilnya dari PC Anda.
• Tanda pertama bahwa komputer Anda telah terinfeksi oleh Spyware adalah kinerja PC Anda yang lamban. Spyware akan memperlambat kemampuan Anda untuk menjelajahi internet saat Anda menelusuri dan memuat halaman dari berbagai situs web. Ini akan membuat program Anda memuat dan berjalan lambat juga dan bahkan dapat menyebabkan sistem macet.
• Anda mungkin melihat bahwa toolbar tertentu telah ditambahkan ke browser web Anda yang Anda tidak ingat pernah meletakkannya di sana. Ini adalah tanda peringatan lain bahwa sistem Anda telah disusupi dengan program atau program Spyware.
• Gejala lain dari infeksi Spyware adalah pop-up yang muncul di jendela browser Anda yang sama sekali tidak terkait dengan situs yang Anda kunjungi dan bahkan jika pemblokir pop-up Anda diaktifkan.
• Jika Anda melihat bahwa pengaturan Anda telah diubah, baik dalam program, file, atau opsi browser Anda, itu tanda lain yang harus diperhatikan, terutama jika Anda mengatur ulang dan tidak tetap seperti itu setelah menutup dan membuka kembali file/ program atau setelah benar-benar me-restart PC Anda.
• Jika komputer Anda tampaknya telah mengambil nyawanya sendiri, membuka dan menutup file dan program, menggeser keluar dan kemudian menutup pintu CD di samping jenis aktivitas aneh lainnya, ada kemungkinan Anda telah terinfeksi oleh Spyware.
• Ketika Anda membuka kotak email Anda dan melihat bahwa setengah dari pesan yang Anda kirim dikembalikan 'tidak terkirim' atau email dikirim atas nama Anda yang tidak Anda tulis, itu adalah tanda peringatan Spyware lainnya.
• Satu lagi gejala terinfeksi Spyware adalah jika lampu aktivitas modem Anda berkedip terus-menerus saat Anda tidak sedang berinternet. Dan jika lampu sistem Anda berkedip dan mati, itu pertanda lain.
• Hal terburuk yang bisa terjadi adalah jika seseorang benar-benar memperoleh informasi pribadi Anda dan menggunakannya untuk mencuri dari Anda dengan mengklaim identitas Anda. Jika Anda menerima tagihan kartu kredit atau rekening koran yang berisi aktivitas tak dikenal, komputer Anda adalah salah satu tempat pertama yang harus Anda cari.
Cara terbaik untuk melindungi PC Anda dari infeksi Spyware adalah dengan sangat berhati-hati saat mengunduh file, program, musik, dll. gratis dari internet dan memastikan bahwa semua orang yang menggunakan komputer melakukan hal yang sama. Menginstal perangkat lunak Anti-Spyware sangat disarankan dan Anda harus menjalankannya terus-menerus dan menggunakannya untuk memindai sistem Anda secara teratur untuk mengidentifikasi dan menghancurkan semua penyusup.
0 notes
vatqi · 3 years
Text
Ra #2 - Teman Cerita
Hai Ra, terima kasih sudah mengirimkan foto si Butireng, aissssh, kenapa panjang sekali sih? Yaaa meskipun dia tampak lucu, masih tetap lucu aku sih daripada dia haha. Aku turut senang Ra, di masa-masa seperti ini kau punya pendengar setia, sekaligus aku mau meminta maaf tak bisa ada di dekatmu saat pagebluk seperti ini. Kita tak pernah tau apa yang akan terjadi beberapa tahun ke depan, sama halnya saat keputusanku memenuhi keinginanku sejak kecil, berkelana. Jika saja aku tahu tahun ini akan jadi seperti ini, mungkin aku akan melakukannya lebih awal dan saat pagebluk ini terjadi aku ada di sisimu, menemanimu melewati hari-hari yang penuh dengan kabar-kabar buruk tenteng kehilangan atau kesedihan.
Omong-omong soal si Butireng, aku harap dia mampu menemanimu melewati semua kesedihan yang tak bisa tiap saat kau bagikan kepadaku. Yang aku tahu —ya, sekalipun kita sama-sama bisa berkomunikasi lewat e-mail, yang selama aku tak ada kabar kau penuhi kotak suratku itu dengan cerita-cerita yang belum ku baca tuntas sampai sekarang, ya maaf Ra, karena aku selalu berpindah tempat dan kemungkinan ada sinyal yang mumpuni pun sedikit sekali, tapi tenang saja, akan aku baca semuanya, jangan cemberut begitu, hehe— perlu ada sosok yang benar-benar hadir untuk mendengarkanmu, karena aku pun tahu rasanya hanya bercerita pada tulisan dan terkirim kepada orang yang kita sayang saja tak akan cukup.
Aku kembali teringat saat minggu-minggu pertama aku pergi dari pulau ini, sosial media memang sedikit membantu mencari kawan dan tempat bercerita, bahkan buku-buku catatanku penuh dengan pertanyaan-pertanyaan keraguan : apakah sudah benar aku meninggalkan Jawa, apakah sudah baik aku memutuskan untuk tak menemui sebelum pergi dan entah kapan kembali, sudah benarkan aku memasrahkan hubungan kita pada jalanan takdir yang tak pernah ku tahu akhirnya akan bersanding denganmu atau hanya datang sebagai tamu dan melihatmu bersama orang lain duduk dipelaminan?
Suatu hari aku merasa tersiksa Ra, tersiksa sekali. Pikiran-pikiran buruk memerasuk masuk ke dalam kepala saat malam hari, deburan rindu yang menabrak-nabrak hati, mengancam mimpi yang sudah lama ingin ku jalani. Hingga akhirnya aku singgah di sebuah desa, aku bertemu dengan Pakdhe Janu. Sebenarnya umurnya sudah sama seperti kakek di desa sana, cuma di malah minta dipanggil 'Mas', apa tidak aneh? Akhirnya setelah agak canggung dan sedikit terpaksa beliau mau untuk ku panggil Pakdhe saja, ya sedikit lebih muda lah ya? haha.
Pakdhe Janu ini lah Ra, yang meyakinkanku untuk bercerita. Beliau bilang kalau sekalipun kita punya Tuhan untuk mendengarkan cerita-cerita kita tiap saat, tapi jangan lupa Tuhan pun menciptakan banyak kawan di dunia, sesama manusia, suadara tua kita hewan dan tumbuhan pula. Pakdhe Janu dulu lulusan salah satu perguruan tinggi paling bergengsi di negara ini Ra. Bukan, bukan yang ada di Depok itu, tapi di kota magis penuh kenangan di Jogjakarta sana. Beliau datang ke sini sendiri, katanya sudah beberapa tahun ia menetap di sini. Saat ku tanya kemana anak dan istrinya. Beliau hanya tersenyum, tanpa ada sepatah kata pun ia malah pergi masuk ke rumah mengambilkanmu teh. Selang beberapa lama aku tahu, kalau Pakdhe Janu sudah ditinggalkan istrinya beberapa tahun lalu. Mereka tidak di karuniai anak, karena memang tidak menginginkannya. Ah barangkali ini masih jadi perdebatan bahwa tak memiliki anak dalam sebuah pernikahan adalah hal yang aneh, bahkan dipandang salah, tapi itu lain kali saja kita bahas ya? Pakdhe Janu bercerita bahwa saat ditinggal istrinya dulu ia sempat berpikiran untuk segera menyusul pergi pula. Tapi ia menemukan surat dari istrinya yang sampai sekarang masih dibawanya kemanapun ia pergi. Pakdhe bilang aku boleh menuliskan ulang padamu, siapa tahu nanti aku yang pergi lebih dulu, kan?
"Mas Janu, Urip kuwi pancen raono sing ngerti mas. Sepurane aku bali disik, mugo-mugo sampeyan sehat-sehat. Aku pengen mbesuk nek sampeyan wes nemoni aku ning suwargo, sampeyan cerito lelakon uripmu sak bar e aku raono. Aku eleng sampeyan durung tau sido tilik menyang dulur e kene ning Papua, jajalo mrono ya mas. Aku titip salam kanggo dulur-dulur kono. Nek sempet lan mugo-mugo sik dikeki umur dowo menyang Gusti Allah, aku yo pengen ngerti cerito tekan Aceh, menowo sampeyan ketemu karo anak angkat e pemain bal-balan sing terkenal kae, iso njuk mbok jal bal-balan. Mas Janu, aku ora ngerti sakwise aku balik disik, uripe sampeyan piye. Aku yo ora mikir nek nglaleke aku ki angel, wong aku yo gur ngene iki. Ning siji panjalukku mas. Ojo ngasi nyerah karo keadaan yo? Sehat-sehat mas. Aku pamit. Matur suwun wes gelem ngancani aku, ngancani tekan enteke wektuku nek ndunyo."
Pesannya memang singkat Ra, tapi aku bisa melihat wajah sedih sekaligus tegar dari Pakdhe Janu. Kata pakdhe awal-awal ia sama sepertiku. Sudah memenuhi semua permintaan mendiang istrinya. Tapi beliau merasa hampa, beliau berkata bahwa hampir tiap ada kesempatan selalu bercerita pada Tuhan. Sembayang, doa-doa, harapan-harapan bahkan sampai keluhan akan perginya mediang sang istri, beliau adukan semua pada Tuhan. Tapi tetap saja hampa, seolah-olah ia tak merasa Tuhan mendengarnya, meskipun dengan keyakinan hatinya Tuhan itu Maha Mendengar. Lalu sampailah beliau di sini, di desa ini. Beliau memutuskan untuk menghabiskan masa tuanya di sini. Rumahnya di Jawa beliau jual, lalu membeli tanah di sini.
Rumahnya sederhana saja. Tembok utamanya memang dari bata, tapi hampir semuanya dilapisi bambu. Mungkin memang sengaja beliau rancang begini, kecil namun mampu menghangatkan. Hanya ada satu kamar tidur, kamar mandi ada di halaman belakang, serta ruang tamu tanpa ada perabotan menarik apapun. Hanya kursi panjang dari bambu, meja juga dari bambu. serta satu kursi goyang yang kalau malam terlihat horor. Tapi halaman belakang beliau, kau akan takjub Ra. Ada hampir semua tanaman yang biasa kamu olah dan kamu bagikan ke sosial mediamu itu. Kangkung, bayam, kentang, seledri, bawang merah, sereh, banyak sekali. Dan halaman belakang beliau itu ... berisik sekali. Beliau memelihara kambing, ayam bahkan burung-burung yang aku tak tahu apa saja jenisnya. Tapi beliau tak memiliki momongan kucing sepertimu, alergi katanya. Saat aku tanya, kenapa harus memilihara begitu banyak dan menanam begitu banyak. Pakdhe hanya berkata kalau merekalah teman ceritaku. Sosok yang mampu mendekatkanku dengan Tuhan sekaligus menghilangkan rasa hampa setelah aku sembayang.
Dari sana aku belajar sesuatu Ra, benar kata pakdhe, kita tak bisa selamanya mengandalkan buku ataupun ritual sembayang untuk menghilangkan rasa hampa akan kesepian, rasa hampa akan cerita-cerita yang menumpuk di kepala. Kita perlu sebuah sosok yang nyata, yang benar-benar hadir di hadapan kita, yang bisa kita sentuh, bisa kita raba, bisa kita rasakan kehadirannya. Saat itu akupun berpasrah jika kau menemukan sosok yang mampu memberikanmu rasa aman, nyaman dan menghilangkan kehampaan sebab tak ada hadirku. Aku tak akan marah jika itu terjadi, karena yaaah kau pun manusia yang sama sepertiku, sama seperti Pakdhe Janu, yang membutuhkan sosok untuk mendengarkan cerita-cerita mu.
Tapi, kalau ku ingat-ingat aku pernah disangka gila oleh beberapa orang yang ku temui setelah aku memutuskan untuk berjalan lagi selepas dari rumah Pakdhe Janu. Saat itu aku sedang mengajak bercerita sekuntum bunga mawar di taman. Sialan, haha, jangan ikut tertawa begituu.
——terjemahan surat dari mendiang istri Pakdhe Janu
“Mas Janu, hidup ini memang ngga ada yang tahu mas. Maaf aku kembali lebih dulu, semoga sehat-sehat selalu. Aku mau ketika mas menemuiku di surga, mas cerita semua kehidupanmu setelah kepergianku. Aku ingat dulu mas mau pergi untuk bersilaturahmi ke saudara kita di Papua. Cobalah ke sana ya mas? Aku titip salam untuk saudara-saudara kita di sana. Kalau sempat dan semoga diberi umur panjang oleh Allah, aku juga mau mendengar ceritamu saat di Aceh. Siapa tahu ketemu dengan anak angkat pemain sepak bola yang terkenal itu, bisa kamu ajak bermain sepakbola. Mas Janu, aku ngga tau hidupmu setelah kepergianku bagaimana. Aku pun juga ngga berpikir melupakan ku itu sulit, toh aku juga hanya seperti ini. Tapi satu permintaanku, jangan pernah menyerah dengan keadaan ya? Sehat-sehat mas. Aku pamit. Terima kasih sudah menemaniku, menemani hingga habisnya waktuku di dunia.” 
6 notes · View notes
pidippo · 7 years
Text
Surat ke-Delapan
Bekasi bagian barat yang hari ini ditemani langit biru
Jumat, 16 Februri 2018
Dear kamu yang penuh kehangatan, maaf sedikit terlambat dan tidak biasanya surat baru terkirim ketika malam menjelang
Hari ini aku teramat bersyukur, ditemani langit biru yang memikat hati. Rasanya sudah lama sekali tidak bertemu dengan hari secerah hari ini. Menunggu hari menjadi cerah, seperti menunggu kehadiranmu. Penuh harap dalam penantian.
Apakah kamu merasakan hal yang sama?
Libur hari ini setidaknya merupakan salah satu rejeki untuk kita semua, tambahan hari libur untuk dirimu dari penatnya rutinitas sehari-hari. Hari ini ada yang menyempatkan waktunya untuk berjumpa dengan kawan lama, ada yang bercengkrama dengan keluarga, ada yang menyelesaikan pekerjaan rumah yang tertunda, ada diriku yang merapihkan tumpukan buku dan ada kamu yang mengerjakan naskahmu. Aku senang mendengar kabar darimu semalam, semoga lancar ya dalam mewujudkannya.
Aku tak pernah menyangka, kamu ternyata banyak memperhatikan detail diriku. Sedikit malu jadinya, tapi aku terharu kamu mengingat jelas beberapa detail yang ada. Ya begitulah adanya, semoga kamu mau terus menerimanya.
Perihal pertanyaanmu dalam surat kemarin, kita harus selalu bersiap akan hal itu. Kamu tau, adanya perjumpaan dan persatuan pasti beriring dengan kehilangan nantinya. Semua terjadi atas ijinNya. Seperti kata-katamu jangan lupa selalu meletakkan Ia dalam hati sebagai yang utama. Kini kita hanyalah dua orang yang sedang berusaha untuk mendapat ridhaNya, agar dipermudah jalan dan dalam hal menjaga, agar kamu bisa menjadi orang yang dititipi diriku.
Ya, aku mau bersamamu. Dua orang yang dididik dalam dua keluarga dan dalam lingkungan yang berbeda, ada perbedaan karakter diantara kita dan pasti banyak meski yang akan ditemui. Hanya saja, kita masih harus belajar memahami dan menyikapi meski yang ada.
Layaknya kereta yang sedang melaju menuju tujuan, ada jeda untuk berhenti dibeberapa perhentian, terkadang juga ada kendala yang dihadapi dalam perjalanan. Selama tujuan yang dituju tetap sama, maka kita masih akan berada dalam jalur yang sama dan berjumpa ditujuan.
Biarlah jarak menjadi pemisah yang baik saat ini agar banyak doa yang dipanjat sebagai pengganti untuk mendekapmu dari kejauhan.
Sehat –sehat ya kamu, pandai-pandai menjaga diri sebelum menjagaku.
Salam dari pipi yang ngangenin.
9 notes · View notes
dmrbiru · 4 years
Text
21/04/19
Dear ****,
​Aku berbicara pada jam dinding setengah tiga sore, kapan hujan reda ? maksudku benar benar mereda. Mereda bersamamu yang selalu menguntit dan mengekor di belakangnya, rasanya melepaskan tak pernah begitu sangat sulit saat hujan mereda. Ada hal hal mistis yang tak mau kusebutkan saat matamu mengawasi di balik tempias hujan semi sore ini.
Kamu apa kabar mi ? baik ? apa cirebon juga baik ? karena aku meridukan cirebon juga dirimu bersamaan. Kau semakin jauh untuk kujangkau sayangku, hanya melalui tangan tangan tuhanlah nantinya sekiranya kita dipertemukan kembali dalam satu frekuensi, semoga ya.
Aku tahu kau tidak pernah mencintai dari awal, mungkin sedikit suka, tapi untuk selamanya bersamaku kau akan befikir cepat untuk berkata tidak. Lalu apa artinya semua surat yang sudah terkirim itu?, yah mungkin itu hanya untuk mengasihani diriku sendiri. Aku yakin semuanya dapat jelas saat aku menulismu perlahan lahan, dipisah kata kata, sekiranya dapat mengena hatimu, walaupun sampai saat ini tidak.
Aku akan menulis lagi untukmu ? untuk disimpan pada draft draft email ? aku akan lebih jujur karena kau tak pernah tau karena mungkin tak akan terkirim juga, aku sudah yakin bisa menjagamu dalam doa sebelum kita benar benar mengerti kita dicitakan untuk saling berbagi di sisa sisa usia, mungkin. Yah, mungkin...
Selamat sore
-Fajarul Ulum
0 notes