On my way ๐ถโโ๏ธ Ebook pertama "Susah Tapi Belum Mau Nyerah" available on Google Play Book!!! Bisa ditemui juga di Instagram: azzaismuannisa dan Wattpad: pemintalkata
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Selalu Aku
Aku bingung, bagaimana ingatanku selalu bisa kembali lebih cepat ketika menyangkut kamu. Padahal aku cuma tidak sengaja lewat di pedagang kali lima yang menjual susu segar.
Padahal waktu ke sana aku juga tidak pernah beli karena tidak suka. Aku hanya menemanimu saja. Bahkan terakhir kali aku ke sana, aku memilih diam di mobil saja, membiarkanmu membungkus susu segar hangat favoritmu itu.
Apa karena waktu kita yang singkat yang justru membuatku jadi lebih mudah mengingat detail-detail kejadian yang pernah kita lakukan?
Aku pikir, kita yang singkat tidak akan melekat dengan begitu hebat. Nyatanya aku salah. Bahkan kesalahanmu yang sebesar itu saja selalu tertutup oleh hal-hal manis yang aku rasa itu semua sederhana.
Kok bisa ya?
Aku masih sebegitunya, padahal sudah disakiti dengan begitu kejamnya?
Jangan kamu pikir yang kamu lakukan itu biasa ya. Meninggalkan aku dengan alasan yang sampai sekarang masih tidak masuk akal.
Di saat-saat seperti ini, aku benci punya ingatan kuat bahkan sampai melekat.
Padahal kamu pasti sudah sangat biasa saja.
Sebab, seringnya, kejadian demi kejadian, entah yang pahit atau yang manis, terjadi di kotaku. Sedang di kotamu, kita nyaris tidak punya cerita.
Jadi, ya wajar saja kalau kamu tidak permah bertemu kenangan-kenangan yang tiba-tiba muncul saat sedang berjalan-jalan.
Dari awal, aku memang jatuh cinta sendirian. Dan sampai akhir, aku juga masih berusaha pulih tanpa bantuan.
7 notes
ยท
View notes
Text
Aku selalu berterima kasih padamu. Karenamu, aku mulai percaya akan diriku.
Ucapanmu kala itu berhasil jadi cambuk untukku agar bisa bergerak lebih baik. Aku yang katamu terlalu takut dan ragu-ragu, perlahan mulai berani meski ya masih malu-malu.
Aku berterima kasih padamu, karena lewat kamu aku bertemu banyak hal baru. Aku mungkin tidak kenal dengan duniaku sekarang kalau aku masih terus terkungkung dalam lingkaranku yang dulu.
Ternyata dunia seluas itu.
Aku selalu berterima kasih padamu, meski kisah kita justru berakhir pilu.
Tapi, untuk bisa bergerak sejauh saat ini, kamu adalah salah satu yang dengan sukarela mendorongku.
Saat ini mungkin kita sudah teramat jauh. Kamu dengan hidupmu, dan aku dengan duniaku. Nyaris tidak ada lagi benang yang bisa menghubungkan kita.
Seperti katamu, kita mungkin memang hanya muara sementara.
Saat itu kita masih terlalu belia. Jangankan untuk bicara rumah tangga, terpikir untuk hidup bersama rasanya masih terlalu jauh ya.
Aku dan kamu kala itu tidak lebih dari romansa remaja tanggung yang sedang bingung maunya apa.
Hanya berupaya saling mengisi dengan cara-cara yang kita tahu, dengan penuh sederhana.
Ah, memori manusia cepat sekali mengingat kalau tentang yang lalu-lalu.
Tapi hari ini, kita sudah mendewasa. Mungkin pikiran-pikiran dan angan lucu zaman dulu hanya bisa kita tertawakan kalau saja kita bisa kembali duduk dan berjumpa.
Aku lihat, kamu sudah jauh lebih matang. Akupun banyak belajar yang menjadikanku seperti sekarang.
Bagaimanapun, masa-masa yang mungkin terasa aneh kala itu, sempat membuat kita sama-sama tumbuh.
Bagaimanapun, tidak perlu disesali, sekalipun kita tidak bisa saling memiliki.
Bagaimanapun akhirnya, aku tetap akan selalu berterimakasih kepadamu.
9 notes
ยท
View notes
Text
Low Maintenance Friendship
Aku gak pernah nyangka kalau aku bisa punya teman yang akan awet sampai lama. Di jenjang sekolah dulu, teman ya teman aja. Baru saat kuliah aku punya mereka yang akhirnya aku labeli sahabat.
Banyak hal yang kami lalui bersama. Tawa dan tangis gak terhitung jumlahnya. Dari masuk bareng sampai beneran lulus bareng.
4 tahun, aku kira sudah selesai. Aku kira ya seperti sebelum-sebelumnya aja. Aku kira aku sendiri yang merasa hangat di sekitar mereka.
Ternyata, melebihi ekspektasi, aku dan mereka bisa awet sampai saat ini.
Meski ya, kegiatannya bisa dipastikan gak sama seperti dulu. Kita bertumbuh, hidup makin maju, satu demi satu berusaha mewujudkan mimpinya, bahkan sampai berumah tangga.
Lagi-lagi aku kira ya sudah aja. Setelah menikah apalagi punya anak, hidup kan ya pasti berubah.
Ya benar berubah, tapi in a good way. Komunikasi gak intens? Betul. Ketemu? Wah, bisa beberapa tahun sekali, meski ada di kota yang sama sekalipun.
Tapi rasanya, kok masih sama ya?
Kalau ada yang buka obrolan di grup tetap disambut. Kalau ketemuan, ya ngobrol aja gak pakai canggung.
Gak banyak drama. Mau ketemu tiba-tiba batal karena ada halangan mendadak ya gak jadi baper.
Agaknya hidup merubah hati kami untuk lebih luas dan lapang. Ya atau mungkin ngurusin domestik udah pusing sih, jadi memilih buat gak drama aja.
Tapi apapun alasannya, memilih untuk tetap balik ke mereka bukan sebuah pilihan yang salah. Banyak hal-hal dari mereka yang tanpa perlu dibicarakan, hanya aku amati, tapi aku dapat banyak pelajaran berharga.
Kita gak pernah gengsi buat tanya-tanya kalau gak tau. Kita juga gak pernah merasa paling karena mungkin lebih tau suatu hal.
Kita masih sama aja seperti bertahun-tahun lalu.
Menertawakan hal-hal gak masuk akal. Turut bersedih bila salah satu terluka.
Aku gak tau akan seperti ini hingga kapan, tapi aku berdoa semoga Allah bisa jaga persahabatan ini sampai lama.
Semoga yang semula jadi teman main dan teman ngerjain skripsi ini, bisa jadi tetangga di surgaNya nanti.
Semoga temenannya gak cuma hahahihi aja ya!
14 notes
ยท
View notes
Text
Mungkin Dia Menyesal (?)
Satu notifikasi memberitahukan bahwa ada pesan masuk di akun instagramku. Saat melihat pengirimnya, aku bingung. Saat membaca pesannya aku lebih terperangah. Ternyata, kisah saat aku belasan tahun itu baru terasa padanya setelah usiaku hampir 30 dan dia sudah 30.
"Kamu menikah?" Tanyanya membalas unggahan storyku.
"Iya, mas. Aku menikah."
"Kok gak bilang?"
"Buat apa ya? Kamu lamaran juga aku gak masalah kok."
"Aku batal menikah sama dia." Katanya yang sontak membuatku tertegun.
Satu tahun yang lalu, saat aku sedang patah hati hebat dengan mantan kekasihku yang terakhir, aku mendapati dia mengunggah acara lamarannya. Aku kirimkan selamat tanpa ada tendensi apa-apa.
Dia kembali mengirimiku pesan karena mungkin aku hanya membaca pesannya sebelumnya.
"Tapi gak apa-apa. Belum jodohnya aja. Malah aku pikir aku terlalu banyak muter-muter dan akhirnya sama kamu. Tapi ternyata dugaanku juga salah ya."
Kembali, aku membaca pesannya dengan penuh kebingungan. Meski harusnya tenagaku bisa disimpan untuk hal lain, tapi aku memilih meladeni pesannya, berharap tidak ada lagi hal membingungkan di antara kita.
"Aku pikir juga sama. Sayangnya, setiap kali aku memikirkan itu, aku langsung teringat sama kata-katamu saat aku masih belasan dulu. Katamu aku gak sama seperti mantan kekasihmu yang smart itu. Jadi aku gak merasa perlu memperpanjang anganku. Toh itu sudah berlalu jauh sekali. Sekarang aku sudah mau 30, kamu bahkan sudah mencapai angka itu, jadi aku pikir kita gak perlu bergulat pada hal-hal yang aku tau kamu sendiri pasti ragu."
"Lagipula, kalau memang mau mencoba denganku, gak perlu pakai pembukaan 'kamu udah tumbuh sejauh ini'. Kamu bisa langsung aja mas mengutarakan maksudmu. Kita kan sudah gak belia juga. Kecuali memang aku sebenarnya hanya opsi terakhir yang mau kamu coba karena gak kunjung mendapat yang kamu mau."
Aku sengaja mengirimkan pesan panjang karena aku merasa perlu melakukannya.
Ternyata tidak perlu menunggu waktu lama sampai dia membalasnya.
"Aku pikir, gak sebegitunya sih."
"Lalu?"
Tidak ada balasan dan aku sama sekali tidak mengharap balasan apapun juga darinya.
Perasaanku padanya sudah kuutarakan sejak aku belum ada 20 tahun. Sesaat setelah dia mengajak makan bakso yang ternyata itu jadi kali pertama dan terakhir aku pergi bersama dia.
Katanya waktu itu, dia belum bisa. Ya sudah aku juga tahu diri sebagai adik tingkat yang memang hanya bisa jadi pengagumnya.
Tahun berganti tahun, aku bahkan tidak lagi berharap bisa hidup sama dia.
Tapi ada di suatu waktu, tiba-tiba dia muncul dan menjalin lagi komunikasi yang walau ala kadarnya.
Sebentar datang, lama menghilang. Begitu terus sampai-sampai teman-temanku bilang, jangan-jangan dia jodohku.
Namun, saat aku melihat unggahan lamarannya, aku semakin yakin bahwa hidupku dan hidupnya tidak lebih dari pertemuan yang dihasilkan dari ketidaksengajaan semesta. Bahkan mungkin tidak lebih dari seorang pengagum rahasia yang ditolak mentah-mentah karena alasan yang bisa kupahami maksudnya.
Lalu di hari pernikahanku, seolah dia tidak terima?
Bukankah kita tidak lagi remaja belasan yang perlu banyak basa-basi? Lagipula, kalau ketidakterimaannya atas pernikahanku lantaran dia batal menikah lebih dulu, aku semakin yakin kalau sebenarnya aku tidak pernah ada dalam hidupnya, meski hanya seujung kuku saja.
"Sudah ya mas, harusnya kita sudah menjalani hidup masing-masing seperti yang kita lakukan selama ini. Semoga kamu mendapatkan bahagia yang selalu kamu semogakan. Aku senang bisa tahu kamu ada di dunia ini."
"Dulu, anganku pernah banyak sekali kamu di dalamnya. Tapi setelah malam itu, aku memutuskan untuk membubarkan segala harapku "
Dia membacanya, bahkan tidak berselang detik. Aku tahu dia masih ada di percakapan kita. Tapi dia memilih untuk mengabaikannya. Sama seperti dulu-dulu, aku selalu jadi yang terakhir setiap kali kita selalu berbalas pesan.
Bedanya, sekarang mungkin dia yang kesal. Dan mungkin menyesal.
21 notes
ยท
View notes
Text
Aku anggap ketidakmampuanmu menjawab pertanyaanku sebagai sebuah jawaban iya.
Iya kalau kamu pernah sama sayangnya sama aku. Meski aku sendiri juga nggak pernah tau kapan peraaan itu muncul.
Mungkin saat pertama bertemu. Mungkin saat kamu kerap kali mengajakku makan. Mungkin saat kamu membawakan oleh-oleh dari liburanmu. Mungkin saat kamu mengantarkan bingkisan sebagai temanku mengerjakan laporan. Mungkin saat kamu mengajakku menonton pertandingan bola. Mungkin saat kamu membelikanku harum manis di pasar malam. Mungkin saat kamu menjadikan fotoku sebagai wallpaper di handpone-mu. Mungkin saat kamu berusaha cari tau kabarku. Atau mungkin justru di saat kamu meminta aku bertemu kamu untuk kali terakhir.
Entah yang mana tapi perasaan itu nyata. Sayang, dari awal aku tau kita nggak akan bisa sama-sama. Karena seperti yang selalu aku bilang, aku akan tetap jadi yang nomor dua atau bahkan nomor sekian di hidup kamu.
Saat kamu akhirnya mengirimkan kabar itu, aku senang, karena aku jadi tau kalau kamu memang nggak pernah main-main dengan dia. Dan sejak saat itu juga aku tau bahwa sudah seharusnya aku menutup seluruh akses untuk menjalin komunikasi denganmu.
Dan seiring berjalannya waktu, selamanya aku membiarkan seluruh pertanyaanku berakhir sebagai pertanyaan. Pertanyaan yang nggak perlu punya jawaban karena dari awal memang seharusnya nggak ada kita yang perlu dikisahkan.
Sejak awal, harapan membangun kisah ini sepertinya memang hanya punyaku saja. Kisah ini memang nggak seharusnya jadi cerita panjang karena waktu dan keadaan yang serba nggak memungkinkan.
Aku memang hanya sebatas figuran yang nggak akan pernah jadi pemeran utama perempuan di hidup kamu. Iya, cuma berlalu lalang. Sekadar mampir dan bahkan nggak sempat menyentuh kata hampir.
Tapi untuk semua kebaikan yang pernah kamu berikan, aku sampaikan terima kasih. Mari melanjutkan perjalanan tanpa saling kasih kabar.
34 notes
ยท
View notes
Text
Ternyata Aku Bisa
Ternyata aku bisa loh di tahap ini.
Sewaktu gak sengaja aku lihat unggahanmu di media sosial tentang your little family, aku tersenyum dan turut bahagia.
Sebagaimana aku juga berbahagia dengan keluarga kecilku.
Lucu ya. Dulu kita punya mimpi bangun keluarga bersama. Ternyata bersama yang diaminkan semesta itu bukan aku dan kamu yang jadi satu jiwa. Tapi bersama yang akhirnya terjadi adalah aku punya keluarga dan kamupun sama. Dalam waktu yang gak terlalu berbeda.
Haha. Iya, jarak usia anakku dan kamu aja bahkan cuma 3 bulan.
Dulu, setelah kamu pergi, aku mikir apa aku bisa? Apa akan ada orang yang sungguh-sungguh setia? Apa aku bisa membangun keluarga yang semula aku impikan sama kamu?
Ternyata bisa. Dan aku rasa lebih baik malah. Kamu mendapatkan pasangan yang kamu idamkan. Aku menggenggam tangan seseorang yang telah spesial Tuhan kirimkan.
Ada anak perempuann lucu di tengah-tengah kalian. Ada anak laki-laki gemas di tengahku dan suami.
Esok jika anakmu dan anakku secara acak gak sengaja ketemu lalu jadi teman, ya sudah. Mungkin itu cara semesta ketemuin kita yang udah lama gak saling sapa.
Tapi gak terlintas sih gimana canggungnya. Jadi buat sekarang, jauh-jauh dulu deh pikiran itu.
Lebih baik begini. Masing-masing tanpa harus saling terhubung dan tahu keadaan satu sama lain.
Ternyata aku bisa kok. Percaya sama rencanaNya yang jauh lebih menyenangkan ketimbang kalau aku maksa buat tetep sama kamu.
Semoga, di lintasan edar kita masing-masing banyak kebaikan yang datang pun ditularkan.
Yang pahit, ya udah di belakang aja. Aku udah belajar.
26 notes
ยท
View notes
Text
Seperti Traffic Light

Hidup itu kadang kayak traffic light. Yang di suatu waktu dari jauh kita lihat lampunya hijau, kita mau buru-buru supaya bisa terus jalan. Tapi tiba-tiba makin deket lampunya justru berubah jadi kuning yang mana kita diminta hati-hati. Sampai akhirnya lampunya berubah merah dan kita harus berhenti.
Abis itu, sadar atau nggak, sengaja atau nggak, kita kadang sibuk bertanya-tanya. Kenapa sih tadi nggak lebih cepet aja biar bisa jalan terus. Sama kan kayak hidup. Kita maunya buru-buru, mau cepat sampai tujuan, penasaran ada apa di depan, padahal lampu lalu lintas ya nggak selalu hijau terus.
Ada kalanya, kita perlu lampu kuning supaya kita bisa lebih berhati-hati, dan perlu lampu merah supaya berhenti buat ambil jeda. Di waktu itu mungkin kita bisa merenung, melamun, berpikir, atau sekadar lihat-lihat sekitar aja sampai nanti waktu minta kita buat jalan.
Karena ketika jalan, manusia memang nggak harus sampai dalam satu waktu yang sama.
125 notes
ยท
View notes
Text
Bismillah, Bab Baru
Harusnya gak perlu ada yang beda, harusnya sama aja karena ya cuma ganti angka.
Beberapa tahun belakangan, ulang tahun bukan lagi hari spesial yang amat ditunggu-tunggu. Gak lagi nunggu ucapan atau berharap banyak yang ingat tentang hari lahirku.
Terlebih setelah tahun lalu, nenek berpulang empat hari sebelum hari lahirku. Menyusul kakek yang sudah dipanggil satu setengah tahun lebih dulu.
Kaget, karena kok tiba-tiba langsung hilang dua-duanya. Enam tahun tinggal sama mereka, membuat aku merasa punya 'sedikit' kedekatan emosional. Saat dua-duanya berpulang aku sama sekali gak sempat menyaksikannya. Cuma melalui panggilan video karena keterbatasan jarak.
Waktu kakek meninggal, meski gak sempat mengantar aku masih bisa pulang. Tapi saat nenek yang gak ada, aku sama sekali gak pulang karena ada Bilal yang masih newborn saat itu.
Aku menangis tapi ya sudah. Aku pikir sudah selesai. Ternyata dukaku baru terasa setahun setelahnya. Rasa sedih itu tertumpuk sampai akhirnya aku sadar ternyata aku sedih kehilangan mereka.
Aku sempat bertanya, kenapa kabar baik hadirnya suami dan anakku harus ditukar dengan dipanggilnya mereka? Apakah semua harus ada 'tumbal'nya?
Astaghfirullah, aku sudah berprasangka buruk pada Allah.
Perjalanan menuju 30 tahunku bagiku cukup terjal. Peran baru, rutinitas baru, tantangan baru, dan iman yang justru turun level.
Astaghfirullah.
Ibadah yang ala kadarnya, rasa iri dengki yang sering munculnya, prasangka dan praduga yang membuat hidup makin terasa "ini apa ya?"
Beberapa bulan sebelum Desember, tiba-tiba rasa cemas akan kematian datang. Aku gak tahu kalau jadi istri dan ibu itu banyak yang dipikirkan. Aku sibuk dengan pikiran-pikiran yang aku besarkan sendiri sampai jadi ketakutan yang berulang.
Rasa takut meninggalkan suami dan anak yang masih kecil terus berkembang menjadi pertanyaan "Kalau aku mati, apa yang bisa aku jadikan bekal?"
Astaghfirullah.
Hampir setiap hari rasa cemas itu datang. Bahkan saat kalut setan muncul dengan bisikannya yang maut.
Namun ternyata Allah sayang sekali sama aku. Allah masih jaga dan melindungi aku.
Sampai akhirnya aku dititik memaknai kejadian ini adalah bentuk kangennya Allah sama aku. Allah mau aku kembali bersimpuh dan merayu-Nya lama-lama.
Aku terlalu jauh, padahal setiap hari kita terlalu dekat dengan mati.
Masih sering cari apresiasi manusia, padahal udah tau dapatnya kecewa. Masih taruh harap sama usaha sendiri, padahal keberhasilan diri kalau bukan karena Allah apa bisa? Hidup buat apa sih memangnya? Buat cari ridho-Nya aja kan ya harusnya?
Perlahan, aku mau berlama-lama berbicara sama penciptaku lagi. Bukan saat sedih dan susah. Bukan bersyukur saat senang saja. Tapi setiap waktu.
Meski belum sempurna, tapi aku gak mau jauh dariNya. Takut rasanya kalau Allah gak peduli lagi sama kita. Takut Allah biarin kita gitu aja.
Astaghfirullah.
Semoga hari lahir ini senantiasa bisa jadi pengingat bahwa yang semakin dekat itu kematian. Dan yang paling bisa kita siapkan adalah amal.
Sulit memang. Jangankan untuk bangun di sepertiga malam. Seberapa sering istighfar terlantun dan syukur terucap setiap harinya? Bahkan di tengah-tengah 'kesibukan' kita, berapa kali kita mengingat dan melibatkan Allah?
Astaghfirullah, semoga Allah senantiasa beri rahmat-Nya. Semoga kita selalu diberi kenikmatan dalam beribadah.
Aku bukan manusia sempurna. Aku cuma berusaha untuk lebih baik setiap harinya. Peringatan kematian adalah pelajaran paling mahal dalam perjalanan hidupku. Aku merasa akan jadi manusia yang merugi jika mengabaikan dan menyia-nyiakan kesempatan begitu saja.
Maka sekarang, apapun yang dilakukan harus dilandasi 'hanya karena dan untuk Allah'. Sebab setan masuk dan berbisiknya lebih lihai dari dugaan kita.
Semoga kita dipanjangkan umurnya dalam taat dan taqwa.
Dan akhirnya, angka dua berganti dengan angka tiga. Semoga makin banyak baik dan juga bijaksana.
Aamiin ๐ค
17 notes
ยท
View notes
Text
Susah Move On
"Woy, serius amat, lihat apaan sih?"
Ujar Shira yang baru saja tiba di kantor dan mampir ke kubikel Tania.
Tania yang sedang fokus melihat ponselnya pun langsung buru-buru menyembunyikan apa yang sedang dilihatnya, meski Shira sudah lebih dulu melihatnya.
"Haha, masih stalking si Fikri?"
"Heh, apaan sih. Orang ini gak sengaja lewat kok story-nya."
"Udahlah, unfollow aja kenapa sih? Kenapa harus maksa masih follow segala."
"Ya kan kita gak kenapa-kenapa. Kenapa harus di-unfollow?"
"Kalau gak kenapa-kenapa, gak perlu putus dong." Shira meledek Tania sambil berlalu ke kubikelnya.
Tania hanya bisa bersungut-sungut tanpa bisa membalas ucapan Shira.
Story Fikri memang tidak sengaja mampir terlihat oleh Tania. Tapi story yang seringnya tidak sengaja itu juga selalu berhasi membuat hatinya panas. Sudah 5 tahun tapi masih aneh rasanya melihat mantan kekasihnya itu rajin posting dengan kekasih barunya.
Setidaknya kalau lihat story Fikri itu pas mau menjelang pulang kek. Pikir Tania yang tahu bahwa ia akan tidak fokus seharian ini.
Benar saja. Pikirannya kacau selama bekerja. Ia tidak fokus sama sekali.
"Cari yang seger-segee yuk." Ajak Shira saat jam makan siang tiba.
Tania memutar bola matanya dan memberikan jawaban iya dengan mantap ke Shira.
"Haha, gak fokus kan lu. Makanya penyakit jangan dicari."
"Apaan sih."
Mereka memilih kedai es campur dan bakso untuk makan siang kali ini.
"Gue tuh bingung ya. Gue sama Fikri tuh kan udah putus 5 tahun yang lalu. Gue juga sempet ada pacar lagi. Tapi kenapa ya lihat dia sama si Indira Indira ini gue panas banget."
"Haha jelas lah lu cemburu."
"Masa sih, Shi?"
"Terus apaan?"
"Gue cuma setahun sama dia, emang bisa senempel itu?"
"Jangankan setahun, yang seminggu bahkan sehari kalau emang klop juga rasanya bisa nempel sampe berabad-abad."
"Asli deh, bingung gue. Mana kalau udah lihat story tuh orang, mood gue langsung anjlok lagi."
"Makanya unfollow neng. Atau minimal lu hide lah kalo emang lu takut gak dianggap dewasa dengan unfollow doi."
"Gitu ya?"
"Iya lah. Dia tuh ngeliat story lu juga udah flat aja. Atau bahkan udah gak ngeliat?" Ucap Shira meledek Tania.
"Ih lu ya. Tapi gue gak pernah lihat viewers insta story gue juga sih, jadi gak tau deh dia liat atau gak."
"Kata gue sih move on deh, Ta. Udah cukup lu nyiksa diri kayak begini."
"Move on? Gimana caranya? Gue punya pacar baru aja gak jamin bisa move on, Shi."
"Ya jangan gitu lah caranya. Lu sibukin diri lu, cari apa yang lu suka, biar lupa."
"Gue kurang sibuk apa coba? Kerja ampe matahari kagak keliatan. Tiap weekend join komunitas sama kelas baking. Kurang apalagi?"
Shira berpikir sebentar, "Iya juga sih ya. Lu sibuk banget lagi."
Tania diam sejenak lalu bicara, "Kalau ingat keburukannya boleh?" Tanyanya ragu kepada Shira.
"Boleh, tapi emang ada?"
"Enggak sih."
Shira tertawa terbahak hingga pengunjung lain memerhatikan mereka.
"Lah terus gimana atuh kalau gak ada?" Shira menyeruput es campurnya sejenak lalu berdehem.
"Ehm, emang yakin gak ada?"
Tania berpikir sebentar, "Ya jahatnya dia itu cuma mutusin gue tiba-tiba di stasiun Jogja sebelum gue balik ke Jakarta sih."
Shira terdiam. Ia berusaha mencari kalomat yang pas agar tidak melukai hati Tania. Namun belum sempat keluar satu kata, Tania sudah lebih dulu bicara.
"Sampai sekarang bahkan gue gak tau pasti kenapa kita putus. Gila gak sih?"
"Atau ya udah gak sih, mungkin waktu aja gitu?" Tanya Shira dengan ragu.
"Sampai kapan? Udah lima tahun Shi." Suara Tania terdengar lemah.
Ia merasa putus asa. Sedangkan bakso dan es campurnya sama sekali belum tersentuh.
6 notes
ยท
View notes
Text
POV: Allah tiba-tiba ngasih takdir terbaik yang tidak disangka-sangka setelah melewati jalanan berliku penuh drama dan air mata
Me: Ya Allah.. bentar-bentar, mau dikasih apa ini?
Kapan terakhir kamu nangisin nikmat kebaikan-kebaikan dari Allah? :)
#cumarandom
103 notes
ยท
View notes
Text
Emang paling nyaman sih pulang ke tumblr, anw kalian paling nungguin aku nulis apa sih? Curhat random, cerpen, atau apa aja yang penting aku rajin lagi? Wkwkwk
15 notes
ยท
View notes
Text
Kalian tau gak aku nulis buku tapi dalam bentuk ebook? Wkwk. Udah dua tahun lalu tapi masih bisa dibeli di google playbook ya, judulnya susah tapi belum mau nyerah. Please kabarin aku kalau udah beli dan baca!
14 notes
ยท
View notes
Text
Temen-temen yang masih setia di tumblr, boleh tau alasannya?
30 notes
ยท
View notes
Text
Aku capek meromantisasi Jogja. Dari yang awalnya emang gak pernah kepikiran buat tinggal di kota ini, terus akhirnya nyaman, tapi terus nemu banyak kepahitan, rasanya apa yang harus aku romantisasi?
Mereka yang meromantisasi Jogja biasanya adalah sekelumit orang yang datang berkisar satu hari, dua hari, tiga hari, satu minggu, satu bulan, satu tahun, paling lama selama masa studi kuliah 'normal'.
Yang indahnya masih teramat lekat dan ketika ditinggal hadir rasa rindu yang membuncah.
Tapi apa yang mau diromantisasi jika faktanya patah hati paling dalam terjadi di kota ini? Orang jogja asli yang bikin sakit hati? Sampah yang gak pernah ketemu tempat pembuangannya? Aksi kejahatan yang gak pandang bulu dan waktu? Oh belum lagi upah minimum yang walau dihitung pakai berbagai merek kalkulatorpun ya akan sulit untuk cukup.
Mana yang harus diromantisasi? Gelaran seni hampir tiap pekan itu? Malioboro yang gak pernah libur? Kedai kopi yang menjamur? Makanan yang katanya murah? Mana yang harus ada di urutan teratas dulu?
Mungkin akan ada yang gak sepakat pun banyak pasti yang sependapat.
Gak apa-apa.
Jogja memang romantis, asal jangan diselami terlalu jauh. Jangan diseriusin terlalu dalam. Karena kalau udah sayang, mau benci pasti balik lagi. Kalau buat aku, gambarannya mungkin love-hate relationship sih sama Jogja!
29 notes
ยท
View notes
Text
Dulu vs Sekarang, ya Emang gak Sama!
Hidup makin ke sini makin sendiri-sendiri. Dulu kemana-mana rame-rame seru, sekarang udah sendiri-sendiri. Ada yang udah berumah tangga, ada yang masih single tapi pindah kota, dll. Ya udah rasanya pasti udah gak sama.
Sibuk sama urusan masing-masing. Sesekali tanya kabar mentok ya ngintip aja lewat postingan di media sosial yang sekelumit itu tapi tetap alhamdulillah.
Mau meet up atur jadwalnya gak bisa kayak dulu, yang ngajak sekarang keluar sekarang juga dijabanin. Sekarang pertimbangannya banyak, tapi ya gitu kan hidup. Bertumbuh, berkembang. Masa iya mau gitu-gitu aja.
Yang dulu dekat dan tetap dekat ada. Yang dulu dekat tapi jadi gak sedekat dulu ada. Yang dulu gak dekat tapi tiba-tiba dekat juga mungkin aja.
Manusia dinamisnya luar biasa.
Sedih dan kecewa karena keadaan berubah itu gak apa-apa, namanya juga perasaan kan. Valid. Tapi memaksakan hal-hal yang dulu tetap ada kayaknya terlalu egois ya. Gak perlu juga lah.
Pun kalau interaksi gak sebanyak dulu ya wajar aja, prioritas bergeser dan pasti berbeda.
Dulu, kalau kita lagi capek, down, tanpa diminta mungkin mereka paling pertama kasih semangatnya.
Hari ini, mau sejungkir balik apa kita, beberapa orang di sekitar, mungkin bukan gak peduli, tapi ya udah gak sempet aja kasih energinya buat kita. Karena ya itu tadi prioritasnya berbeda.
Gak lagi dikasih semangat, gak lagi sesering itu keep contact ya udah jangan dibaperin lama-lama.
Sedih boleh, marah boleh, tapi marah ke siapa?
Hidup kita bukan urusan mereka. Toh sekarang ada yang benar-benar dekat dan kasih energinya dengan sukarela setiap saat.
Kenapa cari yang gak ada?
Ya kangen aja. Tiap diem, keinget dulu kemana-mana bareng. Ada yang kesusahan dikit langsung cepet buat bangkitinnya. Sekarang boro-boro, kadang juga tau kabarnya setelah sekian bulan lamanya.
Udah, udah gak apa-apa. Emang gitu siklusnya. Didoain aja, semoga di manapun tempatnya selalu ada bahagia dan sehat buat mereka.
Oh, lagi, kalau saat mereka susah terus kita ada tapi pas keadaan sebaliknya mereka gak ada, gak apa-apa juga. Mungkin pada waktu itu kitanya lagi longgar jadi energinya ada. Dan waktu kitanya capek, butuh semangat, eh taunya mereka gak ada, mungkin bukan mereka gak peduli. Tapi bisa aja mereka juga lagi merasakan hal yang sama. Jadi ya gak ketemu aja. Gitu aja mikirnya, biar gak nambah beban capeknya.
Ttd,
Aku yang kangen sahabatku.
23 notes
ยท
View notes
Text
Bilal First Year

Dear Bilal, tempat belajar umma dan baba
Satu tahun nak kamu hari ini. Satu tahun juga umma dan baba jadi orang tua yang lebih banyak kurangnya, lebih banyak nyusahinnya, juga lebih banyak salahnya. Kamu yang hebat karena gak pernah mengeluh meski berkali-kali kami berbuat salah.
Bilal, seperti nama yang umma dan baba berikan. Jadilah penyejuk untuk sekitarmu ya nak. Terima kasih karena suaramu telah membuat hati kami hangat dan rumah kecil kita penuh. Semoga dengan semakin besarnya kamu, suaramu juga bisa jadi penyejuk untuk lebih banyak telinga di luar sana.
Bilal, yang namanya umma ambil dari sahabat Rasul tercinta. Yang membuat umma selalu menitikan air mata setiap membaca kisanya, semoga kamupun meneladaninya ya.
Bilal, jadi anak yang sholeh ya nak, yang penuh tanggung jawab dan selalu berjuang di jalan kebaikan. Jadilah seperti beliau Bilal bin Rabbah yang selalu mencintai Rasulullah. Yang hatinya lembut dan selalu ingin bersama Rasulullah.
Bilal, terima kasih ya karena selalu mendorong umma dan baba untuk belajar karena menjadi orang tua ternyata gak pernah ada text book-nya. Terima kasih sudah sabar atas sikap-sikap orang dewasa yang gak sabaran dan banyak menuntut ini.
Makasih ya nak sudah memilih kami, yang padahal mungkin dulu telah Allah tunjukkan bagaimana nantinya jika jadi anak umma dan baba. Tapi Bilal tetap pilih kami. Makasih banyak nak!
Bilal, tumbuh sehat, cerdas, dan jujur ya nak. Jadilah ramah di tengah-tengah dunia yang makin ada-ada saja ini. Jangan jadi culas karena Allah hanya meridhoi segala hal yang baik. Kita sama-sama sampai lama ya!
Jangan lupa selalu tegur umma dan baba di setiap kesalahan yang kita lakukan. Kami cuma orang tua, jadi pasti banyak gak sempurnanya. Makanya kita harus saling ya nak. Karena nantinya, umma dan baba mau kita tumbuh sama-sama.
Mungkin tulisan ini sudah jauh tenggelam saat nanti Bilal sudah bisa baca. Tapi jangan khawatir nak, umma baba akan ceritakan langsung gimana kami senang dan bangga punya Bilal. Jangan takut ya nak, kami akan selalu upayakan tangki cinta itu selalu terisi penuh. We love you, Bilal sayang!
13 notes
ยท
View notes
Text
Bagaimana kalau pilihannya memang cuma satu?
Menjadi ibu berarti rela. Rela apapun in a good way tentunya.
Ada ibu yang rela melepas karirnya karena memang cuma itu pilihannya supaya anak tetap ada yang urus.
Ada ibu yang rela tetap berkarir sembari meneteskan air mata tiap mau berangkat kerja dan saat melihat anaknya tidur sebab rasa bersalah. Dan mungkin hanya itu juga pilihannya.
Ada ibu yang rela mengesampingkan mimpi-mimpinya untuk menemani buah hati tercintanya bertumbuh dan berkembang.
Banyak ibu yang harus rela memutuskan hal-hal sulit dalam hidupnya dan itu bukan sekali dua kali saja.
Beberapa orang mungkin punya pilihan untuk melakukan beberapa hal sekaligus tanpa harus meninggalkan hal lainnya. Tapi gak sedikit juga yang cuma punya satu pilihan dan mau gak mau memang harus merenda rasa rela.
Aku selalu sedih setiap kali melihat konten parenting tapi isi komennya selalu membandingkan antara ibu satu dan yang lain, anak satu dan yang lain, sampai cara parenting satu dan yang lain.
Rasanya seperti gak boleh kalau ada perbedaan sama sekali. Again, kita gak pernah benar-benar tahu hidup orang lain sehingga sangat gak pantas bagi kita untuk menghakimi mereka. Terlepas apapun pilihannya.
Mana yang katanya women support women? Mana yang katanya mom support mom? Kalau kita selalu berisik dengan urusan hidup orang lain.
Sesederhana support system saja pasti antara satu ibu dan yang lain pun berbeda. Orang terdekat yang harusnya ada saja (re: suami karena dialah ayah dari si anak), gak semua punya figurnya. Ada yang suaminya ada tapi seperti gak ada. Ada yang juga betul-betul gak ada.
Jadi perempuan hari ini selalu serba salah. Sedihnya yang menyalahkan juga sesama perempuan.
Bukankah kita harusnya saling dukung karena terkadang kita juga merasa kesulitan ada di posisi saat ini. Dan mungkin ada yang memang terpaksa harus ada di posisinya karena ya gak ada pilihan lain.
So, be wise dengan ketikan, ucapan, dan lain sebagainya. Kita gak pernah tahu titik lelah seseorang. Bisa jadi mereka terlihat kuat tapi siapa yang tahu di hari kita kasih komentar negatif, dia sedang kacau-kacaunya.
Kalau memang gak bisa kasih pelukan, setidaknya kita gak perlu jadi orang yang menjatuhkan.
52 notes
ยท
View notes