Tumgik
#tafsir nusantara
celotehku · 1 year
Text
SUMPAH AMUKTI PALAPA
Tumblr media
Kemarin sempat ramai soal diskusi makna "amukti palapa". Ada yang menerjemahkan bumbu, puasa mutih, dan lain sebagainya. Padahal, andaikata kita mau membaca Sĕrat Pararaton dengan seksama, maka arti kata tersebut dapat kita temukan.
Amukti Palapa disebutkan beberapa kali dalam Sĕrat Pararaton, yaitu :
Yang pertama, saat Gajah Mada berhasil menumpas pemberontakan Kuṭi tahun 1319, di mana ia kembali ke ibu kota bersama Raja, kemudian berhenti dari jabatan bĕkĕl bhayangkara dan "amukti palapa" selama dua bulan. Lalu ia diangkat sebagai patih di Kahuripan.
Yang kedua, saat diangkat menjadi patih amangkubhumi di Majapahit tahun 1334, Gajah Mada mengucapkan sumpah, yaitu jika Nusantara telah ditaklukkan, barulah ia "amukti palapa".
Yang ketiga, sesudah peristiwa Paḍompo dan Pasuṇḍa tahun 1357, Gajah Mada melakukan "mukti palapa".
Ada pendapat yang menafsirkan kata :
AMUKTI = a + mukti = tidak menikmati
PALAPA = bumbu
Jadi, maksud dari Sumpah Palapa adalah : Jika Nusantara belum ditaklukkan, maka Gajah Mada tidak mau menikmati bumbu, alias puasa mutih.
Pendapat semacam ini jelas keliru, karena menafsirkan kalimat berbahasa Jawa menggunakan cara Sanakerta. Ingat, bahasa Sanskerta dan Jawa Kuno adalah beda! Bahasa Sanskerta asalnya dari India, bukan dari Jawa.
Dalam bahasa Sanskerta, awalan A bermakna "tidak", sedangkan dalam bahasa Jawa, awalan A justru bermakna "membentuk kata kerja".
Mari kita kupas makna Sumpah Palapa secara perkata :
"lamun huwus kalah nuṣantara isun amukti palapa"
Lamun = apabila
Huwus = sudah
Kalah = takluk
Nuṣantara = pulau-pulau di luar Jawa
Isun = aku
Sekarang tinggal kata "amukti palapa".
Amukti = adalah kata kerja yang terbentuk dari :
aN + bhukti, di mana aksara bha mengalami luluh dengan awalan anuswara.
- bhukti artinya "makan"
- amukti artinya "memakan" atau "menikmati".
Palapa artinya apa?
Kita tengok berita sebelumnya, yaitu tahun 1319 setelah penumpasan Kuṭi, Gajah Mada dibebastugaskan dari jabatan bĕkĕl bhayangkara, di mana ia "amukti palapa" selama dua bulan, baru kemudian ia diangkat sebagai patih di Kahuripan, yaitu negeri bawahan Majapahit.
Artinya .... Maharāja Jayanāgara berterima kasih atas jasa Gajah Mada menumpas Kuṭi, sehingga selama dua bulan ia "menikmati palapa", sebelum kemudian menjadi patih Kahuripan.
Palapa di sini dapat ditafsirkan "kenikmatan", "istirahat nyaman", "liburan", "bersenang-senang".
Kemudian kita temukan lagi sesudah peristiwa Pasuṇḍa Bubat, Gajah Mada kembali "mukti palapa".
Sekali lagi saya tegaskan, bahasa Jawa tidak sama dengan bahasa Sanskerta.
Menurut tata bahasa Sanskerta :
"mukti" berlawanan dengan "amukti"
"sura" berlawanan dengan "asura"
"ditya" berlawanan dengan "aditya"
Sementara itu, Pararaton ditulis dalam bahasa Jawa, bukan bahasa Sanskerta.
Menurut tata bahasa Jawa :
"nggawa" sama dengan "anggawa"
"njupuk" sama dengan "anjupuk"
"mukti" sama dengan "amukti"
Jadi, setelah Paḍompo dan Pasuṇḍa, Gajah Mada mendapat hak "mukti palapa = amukti palapa", yaitu "menikmati liburan dan kesenangan".
Kata PALAPA menurut tafsir Zoetmulder berasal dari kata dasar ALAP artinya "ambil" atau "makan". Dialap maknanya "diambil" atau "dilahap". Mungkin itu sebabnya kata "palapa" dalam bahasa Madura bermakna "bumbu" karena berhubungan dengan "makanan".
Sekali lagi saya ulangi, makna Sumpah Palapa :
"Lamun HUWUS kalah Nusantara, isun amukti palapa."
Artinya = Apabila SUDAH takluk Nusantara, saya menikmati kesenangan.
Bukan = Apabila BELUM takluk Nusantara, saya tidak menikmati kesenangan.
Kata "huwus" artinya "sudah".
Jangan diganti jadi "belum" hanya demi menafsir kata "amukti" pakai cara Sanskerta.
Nuwun.
#KutipanNaskahKuno
7 notes · View notes
alfinsyahrin · 1 year
Text
Kyai Menipu Setan
Beliau KH. Bisri Musthofa atau lebih akrabnya dipanggil Mbah Bisri. Beliau adalah ayah dari ulama serta budayawan era kini yaitu KH. Mustofa Bisri atau dikenal dengan sebutan Gus Mus. Mbah Bisri kecil sudah terbiasa dilatih dengan keilmuan agama oleh kedua orangtuanya. Beberapa pesantren di nusantara sudah ia singgahi untuk memperluas ilmu agamanya. Bahkan untuk memperdalam ilmunya beliau juga belajar ke ulama-ulama Jazirah Arab, diantaranya Syekh Alwi al-Maliki, Syekh Hamdani al-Maghrobi, Sayyid Amin dan ulama lainnya. Semangat mencari ilmu di masa mudanya itu yang membuatnya menjadi salah satu ulama yang berpengaruh di Nusantara.
Selain memiliki ilmu keislaman yang tinggi beliau juga seorang yang sangat produktif baik dalam dakwah dan ceramah terlebih dalam bidang menulis dan mengarang. Sekitar 176 kitab dan karya tulis sudah ia buat. mulai dari Tafsir Al-Qur’an sampai novel Jawa dengan judul “Qohar lan Salikah”. Dalam bidang tafsir salah satu karya besarnya adalah Tafsir al-Ibriz. Adalah kitab tafsir yang berbeda dengan yang lainnya, kitab ini sangat erat ke-jawa-annya karena di dalamnya Al-Qur’an ditafsiri dengan bahasa jawa serta lengkap dengan ma’na jawa pegon ala pesantren di Pulau Jawa.
Suatu ketika Mbah Bisri kedatangan tamu KH. Ali Maksum Krapyak. Kedua ulama itu pun berbincang tentang dunia tulis-menulis. “Lak soal ilmu, aku ya ndak kalah Ngalim dari sampeyan Gus, bahkan mungkin aku lebih tinggi dari sampeyan. Tapi aku ya heran kenapa sampeyan itu lebih produktif dalam bidang menulis daripada saya. Saya kalo ngarang kitab iku ndak sampai setengah wes macet, kadang ya cuma sepertiga ya wes mandek.”
Jawab Mbah Bisri “ya nggih… paling sampeyan lak ngarang utawa nulis iku diniati Lillahi Ta’ala..” sambil tertawa ringan. 
“Loh kan bener to Gus, ngarang kitab itu kan ibadah dadi kudu diniati seng sae-sae kudu Lillahi Ta’alaa.”
kemudian Mbah Bisri membalas lagi “Nak kulo mboten, kulo lak ngarang kitab iku tak niati nyambut gawe (bekerja). Dadi aku kudu niru tukang jahit. Tukang jahit meskipun ada tamu utowo pelanggan, dia akan tetap menjahit sembari melayani tamunya tersebut, soale kalau tukang jahit itu ndak njahit pawone (dapurnya) orah bakal murup (hidup)”
lanjut Mbah Bisri “Dan lagi kalau dari awal sampeyan sudah diniati yang baik-baik, yang mulia-mulia, nanti setan yang akan menggoda sampeyan itu setan kelas kakap, bongso setan seng gedi-gedi. Tapi kalau di awalnya diniati biasa-biasa saja kan setan yang menggoda juga setan biasa-biasa. Nanti kalau sudah rampung dan mau diterbitkan baru ganti niat. Kudu niat seng Lillahi Ta'ala dan ikhlas Linasyril ‘ilmi (menyebarkan ilmu) Setan perlu kita tipu.”
Author : M. Alfin sy.
4 notes · View notes
Text
MEMBEDAH PAHAM LIBERAL BERBAJU 'ISLAM' NUSANTARAبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرّ...
MEMBEDAH PAHAM LIBERAL BERBAJU ‘ISLAM’ NUSANTARA بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ 14. Tafsir Liberal Tentang Yahudi dan Nasrani yang Masuk Surga (Al-Baqorah: 62 dan Al-Maidah: 69) https://youtu.be/b_d3gOUwoWY 13. Meluruskan Syubhat “Mana yang Benar Nanti Kita Lihat di Hari Kiamat” https://youtu.be/miN7mG0BIKA 12. Meluruskan Syubhat “Semua Manusia Mulia Apa Pun Agamanya”…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
membersamai-langkah · 8 months
Text
Privellege Bahasa Arab
Tumblr media
Gambar diambil dari pinterest.com
Ngapain sih belajar bahasa Arab, kan kita bukan tinggal di pesantren.
Belajar bahasa Arab? Hmm, enggak dulu deh, lagian jurusan yang aku ambil bukan bahasa apalagi sastra Arab!
>< 
Eiitss…
Halo, friends! Mari merefleksikan diri sebentar. Apa sih yang membuat kalian ingin mempelajari suatu bahasa? Apakah karena tuntutan tempat tinggal atau tempat studi? Atau karena bahasa tersebut adalah hal yang menunjang literatur atau cita-cita kalian, atau karena berawal dari suka dengan budaya dari bahasa asal tersebut?
Boleh jadi salah satu atau semua alasan dari yang disebutkan di atas adalah benar. Namun, hal yang paling dirasa adalah karena tuntutan pendidikan, misalnya dalam mempelajari bahasa Inggris. Betul? :D
Kalau kalian yang pernah meniatkan diri atau mantap dalam memilih untuk belajar bahasa Arab karena hal apa?
Ingin mendalami ilmu agama?
Ingin kuliah di wilayah Timur Tengah?
Ingin agar lebih mudah mempelajari tafsir al-Qur’an?
Ingin lebih khusyuk dalam solat?
Atau…
Ingin berjelajah dunia Arab selain Makkah dan Madinah?
Kelima hal tersebut adalah impian bagi kita karena kita adalah seorang muslim, bukan? Hal yang jarang sekali terpikirkan di kalangan kita. Belajar bahasa Arab karena saya seorang muslim, seperti yang pernah dikatakan oleh Umar bin Khattab:
تَعَلَّمُوا العَرَبِيَّةَ فَإِنَّهَا مِنْ دِيْنِكُمْ
“Pelajarilah bahasa Arab karena ia merupakan bagian dari agamamu.”
Jika kita melihat dari kacamata agama, tentu bahasa Arab adalah suatu hal yang sangat istimewa yang mengantarkan kita untuk lebih dekat dengan Islam, untuk lebih kenal lagi dengan Allah.
Jika dilihat dari kacamata keilmuan, bahasa Arab juga memiliki banyak sekali kelebihan. Apa saja yang sudah kalian tahu?
Dilansir dari pba.unida.gontor.ac.id, bahasa Arab merupakan bahasa yang sangat kaya akan kosakata yang tidak ditemukan dalam bahasa-bahasa lain di dunia. Kosakata tersebut diperkirakan memiliki 25juta kosakata. Bahasa Inggris memiliki sekitar <2juta kosakata, sedangkan bahasa kita, bahasa Indonesia memiliki sekitar 91ribu kosakata (dilansir dari pascapbi.uad.ac.id).
Itu berarti bahasa Arab memiliki perkembangan bahasa yang sangat pesat. Ia memiliki banyak makna mulai dari susunan huruf yang singkat, seperti أُمٌّ sudah dapat bermakna ibu, sedangkan dalam bahasa Inggris harus tersusun dalam enam huruf untuk dapat bermakna ibu (mother). Dalam kata kerja juga misalnya, bahasa Arab memiliki simbol atau tanda tersendiri. Ambillah akar kata atau huruf “ح”. Huruf tersebut identik dengan makna tajam dan panas, seperti حُمَّى (demam) dan حَارٌ (panas).
Sebenarnya masih banyak sekali kelebihan yang dimiliki oleh bahasa Arab. Selain eksistensinya yang memang telah menjadi bahasa yang digunakan dalam forum PBB, saat ini bahasa Arab memiliki kesempatan emas di kalangan dunia. Pasalnya karena maraknya dukungan terhadap kemerdekaan Palestina tak jarang membuat orang-orang menjadi berpikir dan tergerak hatinya untuk belajar bahasa Arab terlebih belajar terkait sejarah Arab dan Palestina agar dapat terus menyuarakan kebenaran.
Oleh karena itu, kita juga dapat mengatakan bahwa kelebihan bahasa Arab berikutnya adalah bahasa pembuka ilmu pengetahuan.
Privellege sekali!
Ada salah satu kitab karya ulama nusantara yang rasanya cocok sekali bagi pembelajar awam. Buku ini berjudul Al-Akhlāq Lil Banāt yang jika diterjemahkan kita pahami dengan “Akhlaq bagi Perempuan-perempuan” karya Umar bin Achmad Baraja.
Tumblr media
Gambar diambil dari foto pribadi
Kitab ini disajikan dengan bahasa Arab Fusha dengan susunan gramatika yang tergolong mudah dan sederhana. Jadi, bahasa Arab Fusha ini adalah bahasa formal yang biasanya digunakan orang Arab dalam satuan pendidikan dan hal-hal yang bersifat formal.
Di Arab sana, penggunaan bahasa juga sama dengan kita yang di Indonesia, ada bahasa Indonesia yang sudah tidak lagi murni karena telah tercampur dengan bahasa trend atau bahkan dicampur dengan bahasa yang dimiliki oleh daerah masing-masing. Kalau konteksnya begini, bahasa seperti ini disebut dengan bahasa Amiyah atau dalam pengertian lain merupakan bahasa dialek lokal yang ada di wilayah Arab.
Sesuai dengan namanya, buku ini membahas tentang nilai-nilai akhlaq yang seharusnya ada dalam diri seorang perempuan. Beliau menuliskan pembahasan tersebut dengan gaya yang unik. Saat kita membacanya, rasanya seperti sedang membaca buku cerita.
Bagi kalian yang suka membaca hikmah di balik cerita, mungkin kitab ini bisa jadi wishlist sekaligus mengasah kemampuan dalam berbahasa Arab. Tetapi tidak semua dalam kitab ini dibalut dengan cerita, ya. Kitab ini juga tidak tebal-tebal seperti yang kalian bayangkan. :”D.
Ia worth it dan bermakna.
Ada salah satu bab yang membuat diri ini penuh senyum. Pada bab tersebut diceritakan seorang anak kecil bernama Fatimah. Fatimah yang cerdas yang juga mencintai dirinya dan kedua orangtuanya. Fatimah yang senang sekali bertanya pada hal-hal yang tidak ia mengerti.
Mungkin kita akan membatin “Iya… kan, anak kecil punya rasa penasaran yang tinggi, pantas kan?” memang. Tapi, mari mengulang kata-kata di awal tulisan ini. Ya, refleksi diri. Apakah dewasa ini kita sudah banyak bertanya akan hal-hal yang tidak kita ketahui? Apakah lantas membuat kita tergerak ingin tahu lalu mempelajari dan mengamalkannya? Semoga sudah dan bisa istiqomah. ^^
Suatu hari, Fatimah dan ibunya keluar untuk berjalan-jalan di kebun. Lantas, kedua bola mata Fatimah melihat sebuah pohon mawar yang cantik.
(Siapa yang suka mawar? Hehe… saya!)
Meski mawar itu cantik, namun, sayang… ia bengkok.
Kemudian berkatalah Fatimah kecil,
مَا أَجْمَلَ هَذِهِ اشَّجَرَةَ! وَلكِنْ لِمَاذَا يَا أُمِّي هِيَ مُعْوَجَّةٌ؟
“Betapa cantiknya pohon ini! Tapi, Umi, kenapa ia bengkok?”
Ibunya menjawab, “Itu karena pekebun tidak memperhatikan kebengkokannya sedari kecil.”
“Bukannya lebih baik menegakkannya sekarang?”
Ibu Fatimah tertawa.
“Itu tidak berpengaruh baginya, wahai anakku. Karena batangnya sudah besar dan mengeras.”
Maka dari itu, siapa yang tidak beradab sedari kecil tidak mungkin beradab di kala ia besar.
Maasyaa Allah…
Selama membaca bab ini rasanya mengerti betapa bahasa Arab adalah bahasa yang halus. Bahasa yang sopan. Bahasa pengetahuan yang menyadarkan kita.
Perumpamaan Fatimah dengan bunga mawar sangat berkesan dan penuh pelajaran. Mengingat bahwa sebesar apapun kita, kita tetap dan akan senantiasa menjadi seorang anak di mata kedua orangtua.
Maka, memperbaiki adab adalah proses perbaikan sepanjang hayat.
Meski diceritakan bahwa jika sedari kecil saja seorang perempuan tidak memiliki adab yang baik maka ketika ia besar atau dewasa juga tidak memiliki adab yang baik, tidak melulu demikian.
Bagi kita yang sudah menyadari kekeliruan dalam diri, maka mari berusaha untuk tumbuh tegak mengikuti arah matahari bersinar lalu kuncup dan berbunga hingga jika sudah waktunya bunga itu melayu dan gugur, maka gugurnya pun adalah sesuatu yang bermanfaat bagi tanah di sekitarnya.
Selain itu, sebagai calon orangtua, alangkah baiknya, kelak menanamkan nilai-nilai akhlaq yang baik terhadap anak sedari kecil seperti Fatimah melalui hangatnya kasih sayang dan cinta yang tulus, maka semoga ketika ia besar, ia akan tumbuh cantik mempesona.
Cantik yang abadi karena kesalihannya.
Salah satu sudut Kota Pelajar yang kini sedang turun hujan,
Kamis, 18 Januari 2024 | pukul 22.20
0 notes
mibeau · 11 months
Text
[Book Review] 30 Teknik Tepat Tadabbur Al-Quran
🧮 Skor: 4.4/5.0
Tumblr media
■ Bila kita mencintai Tuhan kita, pasti kita selalu mahu mendengar kata-kata Tuhan. Tadabbur amatlah penting dan bermanfaat bagi kita umat Islam. We get to work our brain muscles well -- otak yang sihat, panjang hayatnya dan waras. Melalui tadabbur juga, inshaAllah kita lebih mengerti maksud wahyu Allah swt. Kita dapat merasai kenapa alQuran itu suatu mukjizat. Kita akan mula berfikir dan melihat alam serta kehidupan dari pandangan yang berbeza dan lebih lagi menghargai kebesaran Allah SWT. . ■ Kurang lebih 150 muka surat, kandungannya sarat dan padat. Pengenalan adab tadabbur al-Quran yang komprehensif. Jujur, sewaktu saya pesan online buku ini, saya kira isinya bakal straightforward. Yakni, pengenalan ringkas mengenai apa itu tadabbur, seterusnya langsung dibincangkan teknik-teknik tadabbur. Saya silap, don’t judge a book by its thickness. Latar belakang sahaja memakan hampir separuh daripada halaman buku ini! Buku ini terbahagi kepada tiga bahagian.
Tumblr media
● Bahagian pertama memperkenalkan apa itu AlQuran? Siapa itu AlQuran? Fakta lain berkaitan dengan Al-Quran? Pengenalan ringkas tapi mendalam ini amat penting supaya individu berasa dekat dan familiar dengan AlQuran.
● Bahagian kedua dibincangkan apa itu tadabbur? Apakah istilah-istilah yang sering dikaitkan dengan tadabbur Al-Quran? Apa beza Qiraah, Tilawah, Tadabbur dan Tafsir? Manners to be adopted for us to fully embrace this beneficial act, inshaAllah.
● Bahagian ketiga, 15 basic techniques were introduced, followed by 15 intermediate techniques to be implemented once we’ve comprehended and begun to embrace the basics.
The basics mainly emphasised on setting our intentions right, reaping its healing effects, and getting legitimate sources. A guide meant for anyone who seeks solace and truth. The intermediates are for those who have eye-wide-open moments. More tips to delve into.
May Allah ease our journey, Ameen. [I recommend and relate to Surah Taha Verse 25-28]
Tumblr media
■ Saya hargai penulisan buku agama yang menggunakan format umum buku rujukan moden. Teratur -- mudah untuk dihadam dan dirujuk semula. Gaya bahasa yang tidak berjela-jela dan perbahasan yang bersesuaian dengan pemahaman Nusantara.
Cuma, mungkin yang belum terbiasa, banyak juga istilah arab digunakan. Tapi tak mengapa, wajar untuk kita cari tahu makna istilah-istilah yang digunakan agar maksud tak lari, ye tak? Sesungguhnya, Bahasa Arab itu Bahasa (rasmi) AlQuran. . . Dari penerbit: Naskhah ringkas ini menjelaskan teknik-teknik sebenar untuk mendalami dan menghayati isi kandungan al-Quran. Ia membantu dalam usaha untuk pemahaman dan pengamalan al-Quran itu sendiri. Seterusnya dapat menghubungkan hati dengan kalam Tuhan dan berinteraksi dengannya. . ---- ● Buy a preloved copy here: https://carousell.app.link/emO6LfBy1Db . ● Beli online di Book Cafe . --- ■ Also, read on:
IG: https://www.instagram.com/p/CylKTfyP_PS/?utm_source=ig_web_copy_link&igshid=MzRlODBiNWFlZA== . FB: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid02xoTkPy71Wi9HQbutA99EVMXjcCpHPnRvvLVkEDT7ByjT8CdS8M5Fsrv8aNJ5fvaEl&id=100089458867376&mibextid=Nif5oz
1 note · View note
Text
KAMPUS TERBAIK, WA 0857-2367-4960, Kampus Online Murah Garut
Tumblr media
KLIK WA http://wa.me/6285723674960, Kuliah Online Negeri, Kuliah Online Berijazah Resmi, Kuliah Online Untuk Ibu Rumah Tangga, Rekomendasi Kuliah Online, Kuliah Online S2, Kuliah Online S1, Kuliah Online Terbaik Kuliah Murah, Waktu Fleksibel, Sambil Kerja? BISA BANGEETT... Langsung Aja DAFTAR!!! Program Perkuliahan Asik (PPA) Berikut Daftar Kampus Yang Menerima Pendaftaran Mahasiswa Baru. STIE Ganesha Univ Teknologi Nusantara STT Niit I-Tech STIE Hidayatullah STIE Widya Persada KEUNGGULAN Program Perkuliahan Asik - Kursus Bahasa - Pendampingan - Kelas MC & Public Speaking - Sertifikasi Email/Hub : [email protected] / 0857-2367-4960 Info Lebih Lanjut : https://ppa.baik.or.id/ https://www.instagram.com/programperkuliahanasik/ https://www.youtube.com/channel/UCdogRIebOUNQu5reqqTUwww #kuliahonlineoffline, #kuliahonlinelearning, #kuliahonlinemarketing, #kuliahonlinemurah, #kuliahonlineparenting kuliah kelas karyawan murah di jakarta utara, gelar sarjana tafsir qur'an, kuliah online timur tengah, beasiswa kuliah jurusan tafsir qur'an, belajar tafsir al-qur'an online, gelar sarjana tafsir hadits, kuliah ilmu al-qur'an dan tafsir, kuliah hadits online
0 notes
merangkulmakna · 2 years
Text
#nasehat #Islam
#IslamicState
🔷 Kisah si Tampan yg Mati dlm Keadaan Kafir
Jika harta yg banyak, ketampanan/kecantikan, dan status di mata masyarakat adalah indikator kesuksesan seseorang di mata anda, maka anda perlu berhenti sejenak dan memikirkan kembali posisi anda di dalam agama ini....
....ketauhilah, bahwa salah satu musuh terbesar agama ini yg bernama Abu Lahab adalah manusia yg terkenal dgn ketampanannya, kulitnya yg sangat putih, kaya raya, dan berstatus tinggi di kalangan suku Quraisy....
....Abu Lahab punya segalanya, tapi sayangnya dia musyrik (pelaku syirik, yaitu penyembah patung) dan kafir (menolak) terhadap risalah yg dibawa oleh Rasulullah.....dan akhirnya, si tampan yg kaya raya ini akhirnya mati dalam keadaan kafir dan diabadikan oleh Allah azza wa jall dlm surah Al Lahab....
Sebenarnya, seorang muslim tidak dilarang untuk mencari kenikmatan dunia ini sesuai dengan kebutuhan & keinginan, namun dengan syarat tidak sampai mengganggu atau melupakan akhiratnya.
Yang terlarang itu apabila dunia dijadikan tujuan utama yang setiap saat dipikirkan & diusahakan dengan maksimal, sementara mereka justru lupa dan lalai dengan kehidupan akhirat yang kekal & abadi.
Allah 'Azza wa Jalla berfirman :
"Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang dianugerahkan Allah kepadamu, tapi jangan kamu melupakan bagianmu di dunia..." (QS. Al-Qashash [28]: 77)
Syaikh As-Sa'di رحمه الله berkata :
"Nikmati dunia yang engkau miliki, tetapi tanpa merusak agamamu dan juga tanpa merugikan akhiratmu" (Tafsir As-Sa'di hal 623)
#Anshar #Daulah #dakwah #tauhid #Islam #Jihad #berita #Nusantara #Indonesia #kajian #sunnah #syariah #khilafah #salaf #salafi #salafy #salafiyyun #salafiyah
1 note · View note
danyusuf · 4 years
Text
HAMKA Bicara al-Quran
Tumblr media
Ramadan lalu, setelah iseng berselancar di instagram, saya menemukan beberapa eksemplar Tafsir al-Azhar terpampang di lapak buku bekas, Massa Aksi Yk. Saya tergelitik untuk membelinya. Maklum, target membaca tafsir saya kala itu tidak bisa berlanjut karena kendala kepemilikan buku. Selama ini, saya membaca tafsir tersebut hanya dari hasil pinjaman di Perpustakaan Baitul Hikmah, dan itu pun dibatasi waktu maksimal 2 pekan. Di sisi lain, sebenarnya kakek saya juga mempunyai satu set tafsir tersebut dari juz 1 hingga 30. Ummi pun pernah berkata untuk mengusahakan agar buku-buku tersebut “diwariskan” saja ke saya. Namun berhubung rasa cinta kakek saya terhadap buku-bukunya, tidak tega rasanya untuk mendesak agar buku-buku itu segera dikirimkan ke saya. Maka tak perlu pikir panjang, saya menghubungi Mas Lentho -pemilik lapak Massa Aksi Yk- untuk memeas buku tafsir tersebut.
Hasilnya memuaskan, setelah mampir ke lapaknya, saya berhasil membawa pulang Tafsir Al-Azhar 5 juz dengan banderol masing-masing 30.000 rupiah. Harga yang tergolong sangat murah mengingat cetakan terbaru tafsir ini dihargai 200.000 hingga 300.000 rupiah per 3 juz.
Meskipun hanya 5 dari 30 juz yang saya punya, hal itu tidak menghalangi saya untuk mulai menjalankan kegiatan membaca tafsir. Target saya sederhana -meskipun berat-, 1 juz setiap pekannya, yang artinya kurang lebih 40 halaman harus didaras setiap harinya. Adapun untuk juz-juz yang belum saya miliki, untuk sementara saya membacanya melalui perangkat elektronik. Insyaallah nantinya apabila diberi kesempatan, akan saya lengkapi koleksi tafsir ini.
Melakukan kebiasaan membaca tafsir ini nyatanya mudah-mudah sulit. Empat puluh halaman bukanlah jumlah yang sedikit, mengingat saya juga harus mendaras buku-buku lain. Apalagi sifat tulisan HAMKA yang sangat perasa, menyebabkan saya hanya bisa membacanya di waktu-waktu saya sedang sendirian. Maka pagi hari selepas syuruq, dan sore selepas ashar menjadi waktu ideal untuk merenungi tafsir ini.
Meskipun pada eksekusinya saya baru mengkhatamkan satu juz setelah berpekan-pekan lamanya, namun sudah banyak hal yang saya dapatkan dari tulisan HAMKA ini. Pada awalan bahasan, HAMKA menceritakan sedikit sejarah dan perjuangannya dalam merampungkan tafsir ini. Nama “Al-Azhar” pun bukan sembarang dipilih. Nama itu dipilih berdasarkan nama masjid baru di depan rumahnya di mana beliau membahas tafsir Quran. Adapun nama masjid ini disandarkan kepada Universitas Al-Azhar yang mana kala itu baru saja memberikan gelar Doktor Honoris Causa kepada HAMKA. Selain itu yang menarik lagi adalah perjuangan HAMKA dalam menyelesaikan tafsir ini. Bertahun-tahun beliau mengisi kajian tafsir di Masjid Al-Azhar namun hanya beberapa juz yang beliau khatamkan. Maka beliau sempat berpikir bahwa usia beliau tidaklah cukup untuk merampungkan ketigapuluh juz al-Quran. Beberapa saat kemudian, ada suatu kejadian yang cukup menyedihkan terjadi. Buya HAMKA ditangkap dan dipenjara atas tuduhan makar. Meskipun beliau sempat putus asa (ihwal cerita ini dapat dibaca di pengantar bukunya yang lain, Tasawuf Modern), namun ternyata di penjara ini lah beliau mampu merampungkan tafsir ini hingga khatam. Maka di awal pembahasannya, tafsir ini sudah mampu memberikan banyak pelajaran tentang kesabaran, keteguhan, dan kehebatan Kuasa Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Beranjak ke isinya, tafsir ini bisa dikatakan cukup berbeda dari kebanyakan tafsir yang ada. Ketika tafsir yang lain seringkali membahas tafsir dengan membredel kata per kata, HAMKA justru membahasnya dengan banyak bercerita. Barangkali hal ini disebabkan karena HAMKA memang sengaja menyusun tafsir ini khusus diperuntukkan khalayak umum di tanah Nusantara. Maka seperti kebanyakan tulisan HAMKA yang lain, membaca Tafsir Al-Azhar terasa seperti mendengarkan lansung pitutur beliau. Kalimat-kalimatnya, alih-alih membuat pembaca memutar otak, lebih banyak mengajak pembaca untuk berefleksi, merenungi isi al-Quran serta merasakan gejolak perasaan di setiap ayatnya. Maka kalau boleh saya katakan, tafsir ini sangat cocok bagi mereka yang ingin menata hatinya agar cocok dengan al-Quran.
Barangkali salah satu kekurangan yang dimilki tafsir ini adalah bahasa yang penulis gunakan. Bagi angkatan muda saat ini, bahasa yang beliau gunakan cukup berat untuk dipahami. Maklum, latar beliau dari Sumatera menyebabkan bahasa sastra yang ia gunakan sangat kental dengan Bahasa Melayu yang mendayu-dayu. Namun hal ini bukanlah masalah besar sebenarnya, apabila pembaca mau bersabar sedikit untuk membiasakan dengan tulisannya.
Maka bagi saya, membaca Tafsir Al-Azhar adalah sedikit upaya dalam rangka memahami al-Quran lebih dalam. Karena jangan sampai seorang muslim terlalu menggebu-nggebu untuk mendiskusikan hal yang “melangit” mengenai islam, namun justru abai terhadap dasar islam itu sendiri. Pun juga bagi saya, membaca Tafsir Al-Azhar adalah secercah usaha untuk menghormati karya ulama-ulama lokal, sembari memahami bahwasanya banyak ulama-ulama hebat di bumi Nusantara ini yang seringkali kita lupakan.
Yogyakarta, 28 Juli 2020 Dan Yusuf, merenungi Al-Azhar
2 notes · View notes
muhammadhafizhfaiz · 4 years
Text
Biografi Singkat Syeikh Nawawi Albantani
Ulama ini lebih dikenal dengan sebutan Syekh Nawawi Banten. Nama lengkapnya adalah Muhammad Nawawi bin Umar bin Arabi bin Ali bin Jamad bin Janta bin Masbuqil al-Jawwi al-Bantani. Lahir di Tanara Tirtayasa Serang Banten pada tahun 1230 H/1813 M dan wafat di Mekkah pada 1314 H/1897 M.
Nama al-Bantani digunakan sebagai nisbat untuk membedakan dengan sebutan Imam Nawawi, seorang ulama besar dan produktif dari Nawa Damaskus, yang hidup sekitar abad XIII Masehi. Ayah Syekh Nawawi adalah seorang penghulu di Tanara, setelah diangkat oleh pemerintah Belanda. Ibunya bernama Zubaidah, penduduk asli Tanara. Di masa kecil, Syekh Nawawi dikenal dengan Abu Abdul Muthi. Dia adalah sulung dari tujuh bersaudara, yaitu Ahmad Syihabudin, Tamim, Said, Abdullah, Tsaqilah dan Sariyah. Syekh Nawawi merupakan keturunan ke-12 dari Maulana Syarif Hidayatullah, Sunan Gunung Jati Cirebon. Dari garis keturunan ayah, berujung kepada Nabi Muhammad Saw melalui jalur Sultan Hasanudin bin Sunan Gunung Jati, sedangkan dari garis ibu sampai kepada Muhammad Singaraja.
Saat Syekh Nawawi lahir, kesultanan Cirebon yang didirikan Sunan Gunung Jati pada tahun 1527 M sedang berada dalam periode terakhir, di ambang keruntuhan. Raja saat itu, Sultan Rafiudin, dipaksa oleh Gubernur Raffles untuk menyerahkan tahta kekuasaan kepada Sultan Mahmud Syafiudin, dengan alasan tidak dapat mengamankan negara. Syekh Nawawi mulai belajar ilmu agama Islam sejak berusia lima tahun, langsung dari ayahnya. Bersama-sama saudara kandungnya, Syekh Nawawi mempelajari tentang pengetahuan dasar bahasa Arab, fiqih, tauhid, al-Quran dan tafsir. Pada usia delapan tahun, bersama adiknya bernama Tamim dan Ahmad, Syekh Nawawi berguru kepada KH. Sahal, salah satu ulama terkenal di Banten saat itu. Kemudian melanjutkan kegiatan menimba ilmu ke Raden H. Yusuf di Purwakarta. Pada usia 15 tahun, Syekh Nawawi berangkat pergi ke Arab Saudi. Di samping untuk melaksanakan ibadah haji, keberangkatan itu penting bagi Syekh Nawawi untuk menimba ilmu. Seperti ulama Al-Jawwi pada umumnya, pada masa-masa awal di Arab Saudi, dia belajar kepada ulama Al-Jawwi lainnya. Puncak hubungan Indonesia (orang-orang Melayu) dengan Mekkah terjadi pada abad 19 M. Karena, pada saat itu banyak sekali orang Indonesia yang belajar di Mekkah.
Bahkan, tidak sedikit diantara mereka diberi kesempatan mengajar di Masjidil Haram, seperti Syekh Nawawi Al-Bantani, Syekh Mahfuzh Al-Turmusi asal Tremas Pacitan, Syekh Ahmad Khatib Al-Minankabawi asal Minangkabau, Syekh Muhtaram asal Banyumas, Syekh Bakir asal Banyumas, Syekh Asyari asal Bawean, dan Syekh Abdul Hamid asal Kudus. Ada sekitar 200 orang yang hadir setiap kali Syekh Nawawi Al-Bantani mengajar di Masjidil Haram. Ketika itu Masjidil Haram menjadi satu-satunya tempat favorit, semacam kampus favorit dalam istilah sekarang, di Tanah Suci. Yang menjadi murid Syekh Nawawi tidak hanya orang Indonesia, namun para pelajar dari berbagai negara. Selama mengajar, Syekh Nawawi dikenal sebagai seorang guru yang komunikatif, simpatik, mudah dipahami penjelasannya dan sangat mendalam keilmuan yang dimiliki. Dia mengajar ilmu fiqih, ilmu kalam, tashawuf, tafsir, hadits dan bahasa Arab. Di antara muridnya di Arab Saudi yang kemudian menjadi tokoh pergerakan setelah kembali ke tanah air adalah KH. Hasyim Asyari (pendiri NU), KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), Thahir Jamalauddin (Singapura), Abdulkarim Amrullah (Sumatera Barat), Syekhana Chalil (Bangkalan), KH. Asyari (Bawean), KH. Tb. Asnawi (Caringin Banten), KH. Ilyas (Kragilan Banten), KH. Saleh Darat (Semarang), KH. Najihun (Tangerang), KH. Abdul Ghaffar (Tirtayasa Serang), KH. Tb. Bakri (Sempur Purwakarta), KH. Dawud (Perak Malaysia) dan sebagainya.
Di samping itu, Syekh Nawawi juga banyak melahirkan murid yang kemudian menjadi pengajar di Masjidil Haram. Di antaranya adalah Sayyid Ali bin Ali al-Habsy, Syekh Abdul Syatar al-Dahlawi, Syekh Abdul Syatar bin Abdul Wahab al-Makki dan sebagainya. Syekh Nawawi lebih banyak dijuluki sebagai Sayyid Ulama al-Hijaz, karena telah mencapai posisi intelektual terkemuka di Timur Tengah, juga menjadi salah satu ulama paling penting yang berperan dalam proses transmisi Islam ke Nusantara. Pengalaman belajar yang dimiliki cukup untuk menggambarkan bentuk pembelajaran Islam yang telah mapan dalam Al-Jawwi di Mekkah. Dalam konteks keberadaan pesantren di Indonesia, Syekh Nawawi diakui sebagai salah satu arsitek pesantren, sekaligus namanya tercatat dalam genealogi intelektual tradisi pesantren. Nama Syekh Nawawi tidak hanya terkenal di daerah Arab Saudi, tetapi juga di Syiria, Mesir, Turki dan Hindustan. Penguasaan yang mendalam terhadap ilmu agama dan banyaknya kitab karyanya yang sampai sekarang masih menjadi rujukan di mayoritas pesantren di Indonesia, menjadikan nama Syekh Nawawi dijuluki sebagai Bapak Kitab Kuning Indonesia. Syekh Nawawi adalah ulama Indonesia paling produktif yang bermukim di Haramain. Selama hidup, karya Syekh Nawawi tidak kurang dari 99 buku maupun risalah. Bahkan ada yang mengatakan lebih dari 115 buah. Semua tulisan itu membahas berbagai disiplin kajian Islam. Beberapa karyanya yang masih terkenal sampai sekarang adalah:
Hasyiah nawawi Quwt al-Habîb al-Gharîb syarah Fath al-Qarîb al-Mujîb
Tafsir al- Munir
Nashaihul Ibad
Fathul Shamad al-Alim
al-Tausyikh
Kasyifatus Saja
al- Futuhat al-Madaniyyah
Tanqihul Qawl
Nihayatul Zayn
Targhibul Mustaqin
Hidayatul Azkiya
Madarijul Saud
Bughyatul Awam
Fathul Majid dan sebagainya.
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
5 notes · View notes
telkomuniversityputi · 2 months
Text
MEMBEDAH PAHAM LIBERAL BERBAJU 'ISLAM' NUSANTARAبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرّ...
MEMBEDAH PAHAM LIBERAL BERBAJU ‘ISLAM’ NUSANTARA بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ 15. Koreksi Tafsir Liberal “Selamat Natal Boleh” Berdasarkan QS. Maryam: 33 https://youtu.be/CjgafdGJDAI 14. Tafsir Liberal Tentang Yahudi dan Nasrani yang Masuk Surga (Al-Baqorah: 62 dan Al-Maidah: 69) https://youtu.be/b_d3gOUwoWY 13. Meluruskan Syubhat “Mana yang Benar Nanti Kita Lihat di Hari Kiamat”…
0 notes
lukmankeren · 5 years
Text
RA.Kartini
Tumblr media
Repost dari kiriman ust Agung Waspodo
KH Sholeh Darat Melawan Kebijakan Belanda Menerjemahkan al-Qur'an ke Bahasa Jawa, Menyentuh Jiwa RA Kartini
Kebijakan kolonial Belanda dalam meredam kebangkitan kaum pribumi yang mayoritas Ummat Islam adalah melarang menerjemahkan al-Qur'an ke dalam bahasa Jawa maupun Latin. Ancaman atas pelanggaran ini cukup berat dan buku terjemah itu dibakar (1).
📖 Belanda tentu memiliki cukup banyak orientalis di universitasnya, termasuk Prof. Dr. FK Holle dan Prof. Dr. Christiaan Snouck Hurgronje, yang memahami bahwa jika penduduk pribumi mengerti kandungan al-Qur'an maka cengkraman mereka akan Hindia Belanda akan segera lepas.
Mengingat RA Kartini tidak mampu membaca Bahasa Arab maka menurut Taufiq Hakim (2016:170) muncul sikap sinis terhadap Islam. Sehingga, ketika beliau belajar al-Qur'an yang dirasakan hanyalah kehampaan karena hanya belajar mengeja dan membaca (2).
Hal lain yang membuat RA Kartini menjadi frustrasi adalah ketika ia meminta gurunya mengartikan ayat al-Qur'an, sang guru memarahinya, demikian menurut Taufiq Hakim (2016:171). Kegelisahan sebagai muslimah yang merasa kurang memahami Islam dituangkan beliau dalam suratnya kepada Stella EH Zeehandelaar tertanggal 6 November 1899:
"Qur'an terlalu sutji, tiada boleh diterjemahkan ke dalam bahasa mana djuapun."
📖 Sayang sekali kita tidak memiliki cukup informasi siapa guru ngaji RA Kartini yang memarahinya itu. Akan menarik jika dapat memetakan seperti apa pengaruh Belanda dalam memaksa kaum terdidik Islam agar patuh pada kebijakan pelarangan menerjemah al-Qur'an
Ketidakmampuan RA Kartini dalam memahami Bahasa Arab tak lantas membuatnya meninggalkan Islam, melainkan membuatnya penasaran.
📖 Tentu ini adalah ciri mulia seorang RA Kartini yang fitrahnya sebagai muslimah ingin mengetahui hakikat ad-Din al-Islam secara utuh, bukan sebatas ritual yang "diinginkan" Belanda serta guru ngajinya tadi.
Qadarullah, Kiai Haji Sholeh Darat (1820-1903) diundang memberi pengajian di pendopo rumah Bupati Demak, Pangeran Ario Hadiningrat, pamannya RA Kartini. Pengajian tahun 1901 M (dua tahun sebelum beliau menikah) itu mengupas tafsir Surah al-Fatihah dengan Bahasa Jawa yang dapat dipahami beliau. Mendengar pengajian KH Sholeh Darat, RA Kartini pun terkesima karena sekarang dia bisa memahaminya lebih daripada sekadar membacanya (3).
Seusai pengajian, RA Kartini mendesak pamannya untuk menemaninya menemui KH Sholeh Darat. Dalam pertemuan itu beliau menyatakan:
"Saya perlu menyampaikan rasa berterima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Romo Kiai. Saya bersyukur yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT atas keberanian Romo Kiai menerjemahkan Surah Al-Fatihah ke dalam Bahasa Jawa sehingga mudah dipahami dan dihayati oleh masyarakat awam, seperti saya. Kiai lain tidak berani (melawan kebijakan Belanda) seperti itu, sebab kata mereka al-Qur'an tidak boleh diterjemahkan (mengikuti kebijakan pembodohan Belanda) ke bahasa lain, atau Bahasa Jawa" (4).
📖 Adalah sebuah kemuliaan akhlaq seorang muslimah yang ditampilkan oleh RA Kartini ketika meminta pamannya untuk menemui KH Sholeh Darat. Kontras dengan Kartini masa kini yang bebas khalwat, bercampur baur dengan yang bukan mahramnya.
Dari pertemuan tersebut, RA Kartini selanjutnya mengikuti beberapa pengajian KH Sholeh Darat. Dalam beberapa pertemuan tersebut, beliau secara halus meminta agar bersedia menerjemahkan al-Qur'an ke dalam Bahasa Jawa (Taufiq Hakim, 2016:176). Menurut Ensiklopedia Nahdlatul Ulama permintaan itulah yang menjadi salah satu alasan KH Sholeh Darat mempercepat penulisan kitab Faidh ar-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam al-Malik ad-Dayyan pada tahun 1321 H/1894 M. Namun, menurut penelitian Taufiq Hakim (2016:176) hal ini agak janggal karena ketika tafsir itu dimulai tahun 1890 usia RA Kartini (lahir 1879) baru 15 tahun (5). Disamping itu tafsir KH Sholeh Darat ada juga yang berjudul Hidayat ar-Rahman yang selesai tahun 1893 dan dicetak 1896 oleh Maktab min Daril Kitab, Semarang pada 1896.
Kitab tafsirnya yang mana yang dihadiahkan KH Sholeh Darat kepada RA Kartini pada pernikahannya dengan Bupati Rembang, RM Joyodiningrat, masih perlu peneliti lebih lanjut menurut Taufiq Hakim (2016:177). Namun yang jelas, melalui perjuampaannya dengan KH Sholeh Darat, RA Kartini menjadi lebih mencintai Islam. Namun sayangnya tafsir itu baru sampai Juz-6 sebelum KH Sholeh Darat wafat tahun 1903. Jelas bahwa kitab tafsir tersebut sangat memengaruhi tulisan-tulisan akhir RA Kartini yang semakin sering menyebut "tjahaja" sebagai bentuk kebangkitan.
Baik kumpulan surat RA Kartini yang diterbitkan Balai Pustaka maupun Djembatan tidak ditemukan secara eksplisit kata-kata "dari gelap menuju terang" kecuali "habis malam datanglah siang." Beliau menyebut "orang tua, karena kami jang tersesat telah balik kepada dijalan yang benar" dan "menjerahkan naskah bahasa Djawa, banjak pula jang ditulis dengan huruf Arab" seperti mengisyaratkan tentang peran besar KH Sholeh Darat. WalLaahu a'lam.
🌐 Agung Waspodo, tidak mau terlalu panjang tapi tak mau pula kelewat pendek dalam tulisan ini. Satu-satunya yang membuat saya skeptis dan agak berhati-hati adalah bahwa buku ini didukung oleh Peter Carey, saya menjadi tidak terlalu nyaman.
🌐 Kampung Lio, 23 April 2018 ---
Sumber induk: Hakim, Taufiq. 2016. Kiai Sholeh Darat dan Dinamika Politik di Nusantara Abad 19-20 Masehi. Indes: Yogyakarta. --- 1. Anonim, 2016. "Biografi KH Sholeh Darat" dalam Syarah al-Hikam: KH Sholeh Darat, Maha Guru Para Ulama Besar Nusantara 1820-1903, (terj.) Miftahul Ulum dan Agustin Mufarohah, Depok: Penerbit Shaifa, hlm. xxxix. 2. Chamami, M. Rizka, Fakta Jawaban KH Sholeh Darat atas Kegelisahan Kartini, www.nu.or,id 2016. 3. Anonim, 2016. hlm. xxxviii-xxxix. 4. Anonim, 2016. hlm. xxxviii. 5. Pengakuan Ki Musa al-Machfud dalam Taufiq Hakim, 2016, hlm. 176.
1 note · View note
celotehku · 3 years
Text
PU WĀHANA : PATIH KEDUA MAJAPAHIT YANG TERLUPAKAN
Oleh : Heri Purwanto - Kediri
Jumat Pon Aryang, 29 Oktober 2021
Siapakah nama patih pertama Kerajaan Majapahit? Tentunya banyak yang menjawab Nambi. Namun, jika ditanya, siapakah nama patih kedua yang menggantikan Nambi? Umumnya banyak yang menjawab Dyah Halāyudha, yaitu merujuk pada buku-buku Prof. Slamet Muljana. Padahal, jawaban ini keliru.
Dalam naskah Pararaton dikisahkan bahwa Raden Wijaya (bergelar Śrī Kṛtarājasa) mendirikan Kerajaan Majapahit pada 1294. Kemudian ditunjuklah Nambi sebagai patih (perdana menteri) yang mendampingi pemerintahannya. Penunjukan ini memicu pemberontakan Rangga Lawe di Tuban yang sebelumnya telah dijanjikan sebagai patih tetapi batal. Ada tokoh licik bernama Mahapati yang melaporkan pemberontakan ini ke Majapahit, sehingga Rangga Lawe dapat ditumpas pada 1295.
Setelah kematian Rangga Lawe, penasihat Raden Wijaya yang bernama Arya Wiraraja pulang ke Lamajang, tidak mau lagi menghamba di Majapahit. Tiga tahun kemudian terjadilah peristiwa Sora, pengikut setia Raden Wijaya yang terkena fitnah Mahapati juga. Pararaton mengisahkan Sora akhirnya tewas pada 1300.
Setelah kematian Sora, Mahapati ganti memfitnah Nambi. Hubungan Nambi dengan Raja menjadi renggang. Kebetulan ada berita bahwa Arya Wiraraja sakit keras. Nambi segera mohon pamit menjenguk ayahnya itu di Lamajang, tetapi tidak pernah kembali ke Majapahit, malah membangun benteng. Arya Wiraraja kemudian meninggal dunia.
Selanjutnya Pararaton mengisahkan terjadi pemberontakan Juru Dĕmung pada 1313 dan Gajah Biru pada 1314. Kemudian terjadi pula pemberontakan orang-orang Maṇḍana pada 1316 yang ditumpas langsung oleh Jayanagara, raja kedua Majapahit (putra Raden Wijaya). Jayanagara lalu bergerak ke timur menggempur Lamajang. Nambi pun tewas pada 1316 pula.
Demikianlah, Pararaton mengisahkan Nambi pergi meninggalkan Majapahit pada 1300 dan meninggal pada 1316. Itu artinya, ia menjadi raja Lamajang selama enam belas tahun menggantikan Arya Wiraraja, ayahnya. Adapun Arya Wiraraja memimpin Lamajang hanya lima tahun, yaitu dari 1295 sampai 1300.
Sekarang mari kita bandingkan dengan naskah lainnya, yaitu Nāgarakṛtāgama yang selesai ditulis oleh Prapañca pada 1365 (era pemerintahan Hayam Wuruk, cucu Raden Wijaya). Dalam naskah ini, Nambi dikisahkan tewas sebagai musuh yang ditumpas langsung oleh Jayanagara pada 1316 (sama seperti Pararaton). Namun, asal-usul Nambi sama sekali tidak diceritakan oleh Prapañca, begitu pula dengan peristiwa Rangga Lawe, Sora, Juru Dĕmung, Gajah Biru, dan Maṇḍana juga tidak disebut.
Sumber ketiga ialah Kidung Sorāndaka yang mengisahkan tokoh licik bernama Mahapati mengadu domba Lĕmbu Sora dengan Śrī Kṛtarājasa (Raden Wijaya). Akhirnya, Lĕmbu Sora tewas bersama dua sahabatnya, yaitu Juru Dĕmung dan Gajah Biru, karena dikeroyok pasukan Majapahit yang dipimpin Patih Nambi. Akan tetapi, Patih Nambi juga tersingkir oleh fitnah Mahapati. Ia dikisahkan tewas di tangan Śrī Kṛtarājasa yang menggempur Lamajang. Jadi, kematian Sora dan Nambi menurut Kidung Sorāndaka terjadi secara berurutan, berbeda dengan Pararaton yang menyebut dua peristiwa itu berselang enam belas tahun.
Prof. Slamet Muljana dalam bukunya yang berjudul “Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya” (1979) serta “Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit” (1983) berpendapat bahwa Nambi difitnah Mahapati dan penyerangan ke Lamajang, semua terjadi pada 1316. Tidak hanya itu, ia juga menyebut Mahapati menjadi patih Majapahit menggantikan Nambi. Maka, Prof. Slamet Muljana mengidentifikasi tokoh licik Mahapati sama dengan Dyah Halāyudha, yaitu patih Majapahit yang tertulis dalam prasasti Sidatĕka (Tuhañaru) tahun 1323.
Pada 1992 ditemukan prasasti Adan-Adan yang kemudian disimpan di Museum Mpu Tantular (Sidoarjo). Prasasti ini dikeluarkan oleh raja pertama Majapahit, yaitu Śrī Kṛtarājasa Jayawardhana (Raden Wijaya) pada 1301. Yang menarik ialah, nama patih dalam prasasti Adan-Adan tertulis Pu Wāhana. Prasasti ini membuktikan Pararaton benar, bahwa Nambi meninggalkan Majapahit pada 1300. Sayangnya, Prof. Slamet Muljana telah meninggal pada 1986 sehingga tidak sempat membaca prasasti Adan-Adan.
Jadi, kronologi yang dapat kita susun ialah sebagai berikut:
- Kerajaan Majapahit berdiri pada 1294 menurut keterangan Nāgarakṛtāgama dan Pararaton.
- Śrī Kṛtarājasa Jayawardhana mengeluarkan prasasti Kudadu (1294). Nama Arya Wiraraja dapat ditemukan dalam prasasti ini.
- Rangga Lawe memberontak pada 1295. Setelah itu, Arya Wiraraja menetap di Lamajang, tidak mau kembali ke Majapahit. Berita ini tertulis dalam Pararaton.
- Śrī Kṛtarājasa Jayawardhana mengeluarkan prasasti Sukāmṛta pada 1296. Pu Nambi tertulis sebagai rakryan apatih (perdana menteri), Pu Wāhana sebagai rakryan tumĕnggung (panglima perang), sedangkan Pu Sora sebagai rakryan apatih ring Daha (patih Kota Daha). Adapun nama Arya Wiraraja sudah tidak ada, dan ini membuktikan Pararaton benar.
- Pada 1300 Sora dibunuh. Hubungan Śrī Kṛtarājasa Jayawardhana dengan Nambi menjadi renggang. Kebetulan Arya Wiraraja sakit keras dan kemudian meninggal dunia. Ini menjadi alasan Nambi untuk pulang ke Lamajang dan menolak kembali ke Majapahit.
- Pada 1301 Śrī Kṛtarājasa Jayawardhana mengeluarkan prasasti Adan-Adan. Dalam prasasti itu tertulis Pu Wāhana sebagai rakryan apatih, sedangkan nama Pu Nambi dan Pu Sora sudah tidak ada. Hal ini membuktikan Pararaton benar, bahwa Sora tewas pada 1300 dan Nambi pergi meninggalkan Majapahit.
- Pada 1309 Śrī Kṛtarājasa Jayawardhana meninggal dan digantikan putranya yang bernama Śrī Jayanagara sebagai raja Majapahit. Berita ini tertulis dalam Nāgarakṛtāgama.
- Pada 1313 Juru Dĕmung tewas, kemudian disusul Gajah Biru tewas pada 1314. Berita ini tertulis dalam Pararaton.
- Pada 1316 Śrī Jayanagara menumpas pemberontakan orang-orang Maṇḍana, kemudian ia bergerak ke Lamajang menewaskan Nambi. Berita ini tertulis dalam Pararaton.
- Nāgarakṛtāgama juga menyebut Nambi tewas sebagai musuh pada 1316. Saat itu status Nambi sebagai raja Lamajang, sehingga wajar apabila Prapañca menyebut ia adalah musuh Majapahit.
Demikianlah rekonstruksi yang dapat kita susun setelah prasasti Adan-Adan ditemukan, sekaligus ini menjadi koreksi untuk pendapat Prof. Slamet Muljana yang terlanjur populer bahwa Nambi menjadi patih Majapahit mulai 1294 hingga 1316, kemudian digantikan Dyah Halāyudha yang dikira sama dengan Mahapati. Padahal, yang benar ialah Nambi pindah ke Lamajang pada 1300, sedangkan kedudukannya sebagai patih digantikan oleh Pu Wāhana yang semula menjabat sebagai panglima perang Kerajaan Majapahit. Selain itu, Pararaton dan Kidung Sorāndaka mengisahkan si tokoh licik Mahapati tidak pernah sukses memperoleh jabatan patih, sehingga menyebut dia sama dengan Dyah Halāyudha (patih tahun 1323) apakah masih relevan?
SUMBER REFERENSI :
- "Tatanegara Majapahit Parwa II" (1962) oleh M. Yamin.
- "Pararaton: Teks Bahasa Kawi, Terjemahan Bahasa Indonesia" (1966) oleh Ki. J. Padmapuspita.
- "Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara" (1968) oleh Prof. Slamet Muljana.
- "Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya" (1979) oleh Prof. Slamet Muljana.
- "Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit" (1983) oleh Prof. Slamet Muljana.
- "Kalangwan: Sastra Jawa Kuna Selayang Pandang" (1983) oleh P.J. Zoetmulder.
- "Transkripsi Prasasti Adan-Adan" oleh Machi Suhadi.
- "Kakawin Deśawarṇana uthawi Nāgarakṛtāgama" (2009) oleh Prof. I Ketut Riana.
GAMBAR ILUSTRASI :
Diambil dari sinetron seri Tutur Tinular 2 tahun 1999, yaitu visualisasi tokoh Pu Nambi (diperankan Candy Satrio), Pu Wāhana (diperankan Teddy Uncle), dan Dyah Halāyudha (diperankan Rayvaldo Luntungan). Namun, sinetron ini masih menggunakan buku Prof. Slamet Muljana sebagai rujukan skenario, sehingga Pu Wāhana hanya dikisahkan sebagai rakryan tumĕnggung, tidak menjadi rakryan apatih.
0 notes
moda-lmotivasi · 3 years
Photo
Tumblr media
Assalamu'alaikum Wr. Wb. *Link Zoom BOLEH disebarkan* Terimakasih pada 500 lebih teman-teman yang sudah mendaftar untuk mengikuti Tutup Kuliah Metode Tafsir Nusantara dengan tema: *"Tafsir Perspektif Keadilan Hakiki Perempuan"* Rabu, 29 Desember 2021, jam 09.00-12.00 WIB, di zoom: https://us06web.zoom.us/j/86509323121?pwd=R1RVdHF1TzJKTFE4a2RtWVMwNnVCdz09 Meeting ID: 865 0932 3121 Passcode: TAFSIR Link zoom insya Allah akan dibuka jam 08.30 WIB atau 30 menit sebelum perkuliahan dimulai. Peserta dapat menunggu sambil menyaksikan pemutaran video2: 1. Profil Program Pasacasarjana Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur'an (PTIQ); 2. Video2 pendek terkait metode studi Islam perspektif perempuan. Kuota Zoom diprioritaskan untuk mereka yang log in lebih awal. Semoga segala sesuatunya berjalan dengan lancar dan berkah. Aamiin yra Wassalamu'alaikum Wr. Wb. Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm. Dosen Pascasarjana PTIQ dan Founder Ngaji KGI (Keadilan Gender Islam) (di Desa Cibogo, Cisauk, Tangerang-Banten) https://www.instagram.com/p/CYDG45fP9QJ/?utm_medium=tumblr
0 notes
marzukamartillo · 3 years
Photo
Tumblr media
Firman Allah Subḥānahu Wa Taʿālā : وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ "Dia mengutuskan gerombolan burung yang ramai kepada mereka" [Surah al-Fīl ayat 3]. Ingatkan warga nusantara sahaja yang salah faham tentang makna Abābīl (أَبَابِيل) bahawa ia adalah suatu spesies burung. Tengok-tengok orang Arab pun salah faham yang sama juga. Sebenarnya, makna Abābīl tidak merujuk kepada mana-mana spesies burung. Bukalah mana-mana kitab tafsir pun atau kamus bahasa Arab. Ia membawa makna berkelompok ramai, gerombolan yang besar, berbagai-bagai atau seumpamanya. Perbetulkan fakta.
0 notes
oborkesadaran · 3 years
Text
Politik Paling Prosais dan Hantu-Hantu Dekonstruksi
Ada yang menarik hari ini ketika saya membaca esai Ignas Kleden yang berjudul "Prosa dan Puisi dalam Politik Indonesia" yang termuat di Seribu Tahun Nusantara (2000), saya pikir saya akan menemukan perkembangan puisi baik yang memuja atau menolak sistem, ternyata tidak dan sama sekali bukan itu intinya. Tetapi bacaan yang tidak terduga justru seringkali memberikan pandangan yang membuat kita kian terjaga, begitu pula dengan pandangan unik Ignas Kleden ini.
Secara garis besar, Kleden mengkomparasikan antara puisi dan politik yang memiliki ambivalensi pada kemungkinan. Politik dari era Bismarck disebut sebagai "seni-kemungkinan" ketika puisi dari era Aristoteles dijuluki "dunia-kemungkinan". Konotasi yang menjadi bagian dari puisi, dianggap dapat membuka kemungkinan bagi tafsir terhadap pembaca yang memiliki latar belakang berbeda-beda. Bagian ini mengingatkan saya pada Roland Barthes yang "mitologi"-nya dijelaskan Chris Baker pada buku Kamus Kajian Budaya (2021), sebagai bahasa level kedua.
Denotasi dianggap sebagai level pertama, karena memberi apa yang jelas dan literal. Sedangkan konotasi, bentuk tafsirnya akan tergantung pada kesepakatan budaya penerima informasi, yang aneka-makna. Akibat maknanya yang samar-samar ini, maknanya sendiri bisa mengalami pemitosan, yaitu makna yang berbeda tidak hanya dari literal dan kontekstualnya tapi bahkan antarkonteks yang muncul dari pembaca.
Lalu, bagaimana Kleden menjelaskan keterkaitan politik dan puisi, atau melihat politik secara puitis? Ternyata, perubahan sosial yang dilihat dari tunggal-makna (prosais) dan tidak aneka-makna (puitis) menyebabkan munculnya harapan tunggal yang berlebihan, yang membuat dirinya tidak mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang bisa hadir.
Teoritisi pascakolonial menyimpulkan bahwa kekuatan konstruksi sosial dan upaya pembongkarannya, yaitu dekonstruksi struktur sosial, memiliki kekuatan yang sama. Keduanya sama-sama tidak sempurna ketika terbentuk dan berjalan dengan dinamikanya sendiri, suatu hal yang tidak selalu berasal dari niatan yang disadari atau disengaja. Konstruksi, dekonstruksi, dan rekonstruksi terjadi silih berganti dan kita seringkali tidak tahu siapa atau apa yang membuat struktur ini mengalami perubahan.
Sistem politik dan kondisi sosial yang luput tak terbaca karena harapan-harapan tunggal yang prosais—yang padahal punya the law of deminishing return-nya sendiri—akan menjatuhkan kita sendiri pada kebingungan dan rasa curiga yang tak terjawab. Sedangkan cara pandang politik yang puitis, akan mengelola segala kontradiksi di dalam atau di luar dirinya dan menyesuaikan tindakan.
Dalam kebudayaan, seperti apa yang telah diwanti-wanti oleh Seno Gumira Ajidarma dalam kolom-kolomnya dan pidato kebudayaannya di Dewan Kesenian Jakarta pada 2019, konstruksi sosial hadir ketika di dalamnya terjadi dialektika hal-hal yang kontradiksi, yang disebut Seno sebagai pertarungan antarwacana. Menurut Klesen, kontradiksi dan konsensus adalah apa yang membentuk kebudayaan, dan kita tidak bisa hanya mengambil satu di antaranya saja. Politik pada kebudayaan yang mengutamakan kontradiksi hanya menghasilkan ketidakstabilan seperti Indonesia pascakemerdekaan sampai Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sedangkan hanya pada konsensus akan mematikan dialektika seperti era Demokrasi Terpimpin sampai Orde Baru.
Kontradiksi di sini harus diselesaikan pembahasannya secara deontologis pada epistemologi, yaitu benar-salah, yang hadir dalam hukum positif. Berbeda dengan argumen ontologis yang baik-buruk, yang orientasinya adalah pada tujuan. Selama tujuan tercapai, maka suatu hal baik, walaupun tidak benar. Pada yang ontologis inilah politik bermain.
Memang sulit untuk melihat politik secara hitam-putih dan benar-salah walaupun kita harus senantiasa memperjuangkannya. Sedangkan pada kebudayaan, penegasan kontradiksi justru seperti prisma yang menghasilkan warna-warni. Segala yang terjadi harus berada di bawah hukum positif yang menjadi aturan main dalam menjaga kontradiksi agar dapat menentukan kebenaran bersama—bukan kebenaran sepihak yang justru adalah baik bagi pandangan politik.
"Ketakutan terhadap kontradiksi merupakan kecende­rungan prosais yang tak sanggup memahami bahwa kata-kata dalam sajak tidak sekadar bunyi bahasa yang dituliskan, tetapi suatu rancang-bangun dunia potensial yang belum ada sekarang dan mungkin selamanya tak pernah ada, tetapi bukan sesuatu yang tak mungkin."
Lantas, pada "kegagalan reformasi", sudah sejauh mana kita luput membaca sajak dunia yang mungkin?
0 notes