Buku-buku adalah matahari, dan kita menari bersama hujan.
Banyak alasan mengapa seseorang menulis, salah satunya adalah untuk menyalurkan segala kerumitan yang terdapat di dalam pikiran. Dan baru beberapa bulan ini saya “mengenal” Ernest Hemingway dan belum satupun karyanya yang saya baca. Satu hal yang saya ketahui dari hasil ngegoogle ialah beliau sosok yang menulis secara minimalis atau efektif atau ringkas segala macam sinonimnya.
Dan di @samsarakata, kami pernah membahas “Heming Way.” Menggali ilmu dari gaya kepenulisan beliau. Pada saat tersebut, saya tengah membaca #TentangKucing milik Doris Lessing dan terjadilah proses perbandingan yang tiada disengaja, serendipity.
Kucing milik Doris Lessing sempat saya skip berbulan-bulan setelah baru membaca sekitar 10-20 halamanlah kira-kira, alasannya: membacanya membuat saya kliyengan, kata-kata yang berulang putar dan detil-detil yang terlalu mendetil, penceritaan yang terlalu kompleks. Saya membaca versi terjemahannya.
Terpikirkan akan hal ini, mengapa Doris tidak menulis seperti Hemingway. Apa Doris tidak pernah mengikuti pelatihan kepenulisan atau apakah Doris tidak pernah mencari tahu sendiri bagaimana cara menulis yang minimalis. Saya biarkan pertanyaan pun perbandingan tersebut mengambang. Di satu sisi, tentu muncul keinginan untuk menulis seperti EH menulis – kesederhaan yang mengagumkan namun, pada sisi lain terpikir juga bahwa caranya EH bukanlah cara dari diri saya maka apakah saya harus berubah, untuk suatu hal/ cara yang saya sukai.
Setelah selesai membaca kucing-nya Doris maka saya mengenal istilah “Polysyndenton”, istilah ini pun dibawakan oleh seorang warga Samsara Kata dan dari situlah saya baru mengetahui dan memahami mengapa seorang Doris Lessing yang dianugerahi nobel sastra menulis/ bercerita secara terlalu “ribet” (dalam perspektif saya). Segala dakwaan yang saya alamatkan ialah disebabkan saya yang tidak mengetahui apa-apa.
Lalu, saya juga teringat dengan Ziggy dan Buku Semua Ikan Di Langit. Sama seperti Doris, bagi saya Ziggy di buku tersebut tak seperti Hemingway yang saya “kenal”. Saya menyanjung cerita yang Doris dan Ziggy bawakan namun di sisi lain saya canggung dengan gaya mereka dalam menuliskan cerita, bercerita. Pernah saya berujar bahwa gaya kepenulisan mereka berdua porak-poranda.
Saya tidak tahu apa-apa, hingga perbandingan yang secara alami saya lakukan membuat saya berkesimpulan: berceritalah dengan cara yang paling nyaman.
Jika saya Doris maka kiranya tak perlu saya mewujud Hemingway pun sebaliknya, menulislah dengan ke-khas-an masing-masing. Kembali kepada prinsip bahwa setiap tulisan akan menemukan pembacanya. Ada yang mencintai kesederhanaan ada yang mencintai kerumitan dan ada pula yang bisa mencintai keduanya bukan?
Saya masih mengingat jelas “buku pertama” yang saya baca, The Geography Of Faith. Buku inilah yang memantik kebiasaan review yang sungguh saya gemari –saya memilih kata review daripada resensi dan lebih-lebih memilih kata “riesensi.” Sebelum menuliskan review saya mesti berkunjung ke beberapa blog yang mengulas buku dan juga ke GoodReads, dan di GoodReads komentar-komentar dengan rating berbintang 1-3 ialah yang saya cari.
Saya mencari opini/ interpretasi negatif terhadap buku-buku yang ingin saya review. Mencari apa yang tidak mereka sukai dan menelaah sebab dari ketidakpuasan yang dialami. Adalah usaha untuk mengulas seobjektif mungkin, saya perlu tulisan-tulisan pun pendapat orang lain untuk menguraikan benang ruwet di dalam kepala. Namun sayangnya-entah mengapa yang seringkali saya temui adalah ketidaksukaan terhadap gaya penulisan/ penceritaan yang berbelit-belit atau bertele-tele.
Pun saya dan mereka memiliki pemaknaan tersendiri pada kata yang terdengar ribet tersebut. Tele dan belit bagi saya adalah ketika saya putuskan untuk menskip saja lembar halaman yang saya nilai bertele-tele –karena lelah saya membaca karena suatu suatu penilaian otomatis muncul begitu saja: intinya, saya telah tahu apa yang penulis maksudkan dan kata kalimat yang menjadi panjang adalah seumpama sampah. Kita semua menghasilkan sampah.
Kalimat “bertele-tele” yang sering kali saya temukan di suatu buku saya pahami sebagai output dari si penulis yang mengungkapkan sisi emosinya. Suatu hal yang meletup-letup di alam bawah sadar imajinasi ketika proses menulis sedang berlangsung. Kalau saya refleksikan kembali, pun di luar tulis-menulis seringkali saya mengeluarkan emosi-emosi sampah seperti, segala rasa yang nilainya berlebihan. Pengekspresian diri adalah hak prerogatif. Sebisa mungkin kini saya memandang lebih baik untuk siapa-siapa yang mengeluarkan “emosi sampah”, di lingkungan nyata.
Ada ungkapan bahwa membaca buku akan membuat diri menjadi bodoh, lalu satu lagi: membaca membuat diri jadi tak tahu apa-apa. Mana yang kamu pilih?, Pintar tapi tak mengetahui apa-apa ataukah Bodoh tapi mengetahui segalanya?, atau adakah opsi ketiga? Untuk saat ini saya lebih memilih “Pintar tapi tak mengetahui apa-apa.” Tak ingin saya mengkerdilkan buku dengan menyandingkannya dengan kebodohan.
Hari ini telah 20 buku yang saya baca. Jika patokannya adalah 100 maka kini baru seperlima. Banyak hal yang saya dapatkan dari proses membaca, walau sedikit agak mengisolasi diri dari beberapa kegiatan lain dikarenakan saya lebih memilih untuk menggunakan waktunya untuk membaca; saya ingin memperbaiki tulisan saya.
Membaca berbagai jenis buku sungguh menjengkelkan. Semakin banyak pola-pola yang saling menghimpit, berjejalan kosakata baru yang minta dijual minta dituliskan.
Membaca buku-buku kumpulan cerpen seperti ‘Sejumlah Alasan Mengapa Tiap Anak Melahirkan Seorang Ibu’ dan 'Percakapan Burung-Burung’ khususnya membuat saya menemukan suatu jenis cerita yang beralur lambat dengan suasana senyap yang berakhir pada suatu kesimpulan yang tak disimpulkan, tulisan-tulisan yang memerlukan “kedalaman membaca.” Masing-masing cerpenis memiliki khas dan olah pemikiran tersendiri.
Lalu saya melihat 'Dunia Sukab’ di salah satu rak buku Gramedia Depok, tak ada niatan untuk memboyong Sukab dari Gramedia kala itu. Saya melihat Sukab maka saya menculiknya, saya teringat akan komentar seorang teman di Instagram yang mengatakan bahwa gaya menulis saya mirip dengan gaya menulis Sukab, kurang lebih. Segala hal terkoneksi, tak ada satupun kebetulan di dunia ini, semua hal terencana dan direncanakan. Saya selalu membeli buku secara random, beberapa tidak random sih –terpengaruh resensi dari pihak lain.
Ketika membaca Sukab, mau-tak-mau bayang-bayang bahwa gaya menulis saya yang mirip Sukab terbawa. Namun, entah apa tetaplah saya rasakan bahwa saya dan Sukab tentu berbeda, saya jauh lebih menyukai Sukab dibandingkan dengan diri saya sendiri. Sukab mengajarkan bahwa ringkas kesederhaan dan rumit bertele-tele nyatanya bisa berjalan dengan tangan yang saling menggenggam. Satu kesimpulan sama yang saya rasakan juga pada 'Misteri Soliter’ karya Joostein Gardner.
Saya kurang menyukai pada pendapat yang hanya berfokus pada persoalan sederhana ataukah rumitnya gaya tulis-bercerita dari si penulis. Yang sederhana memang mengagumkan namun yang rumit pun mengesankan. Apalagi bila bentuk pendapat tersebut tersemat pada rating berbintang 1 atau 2 (angka 3 adalah netral). Tak pantas rasanya merendahkan suatu buku dengan menilai cara/ gaya penulis tersebut bercerita melalui tulisannya, lalu memberikan angka 1 atau 2 di Goodreads-nya. Yaa, adalah hak untuk mengutarakan dan menuliskan setiap pendapat namun, pemberian bintang yang minim sungguhlah menjatuhkan. Setidaknya sebagai pembaca bersikaplah netral, di angka 3.
Namun, bila bagimu angka 1 adalah kejujuran dan yang diberikan adalah angka 3 bukankah itu adalah suatu kebohongan? bisa iya bisa tidak.
Saya berpendapat, bahwa setiap cerita atau apapun yang telah diterbitkan/ dibukukan adalah buku yang baik. Setidaknya karena buku tersebut telah ditulis dengan memakan waktu penulisnya dan juga bersusah payah melewati berbagai rintangan pada proses penerbitan.
Seperti matahari. Yang pasti akan terbit jikalau telah tiba waktunya. Setiap matahari perlahan-lahan akan naik dan meninggi. Hangat dan terang lalu terik dan mengeringkan segala basah yang kita hasilkan dari proses mencuci. Hingga merendah, menurun dan perlahan-lahan redup. Memperlihatkan komposisi cahaya indah yang seringkali kita sebut sebagai senja, sebelum benar-benar sejenak menghilang dan hadirlah malam.
Malam yang gelap. pun dalam gelapnya kedua mata kita masih mampu melihat, menatap menerawang. Sama seperti beberapa matahari yang disembunyikan oleh awan-awan kelabu yang disebut mendung. Pertanda akan turunnya hujan, pun buku-buku memiliki hujannya masing-masing. Dan, kita bisa menari bersama hujan tersebut.
2 notes
·
View notes
Apakah urinasi atau spraying? URINASI ▶Kucing mengeluarkan air seni dari kandung kemih. ▶Kucing dalam posisi jongkok. ▶Kucing urinasi di permukaan horizontal, seperti kotak pasir, lantai, karpet, dll. ▶Jika disediakan kotak pasir, kucing akan memilih untuk urinasi di dalam kotak. ▶Jika kucing menolak untuk menggunakan kotak pasir, cek apakah kotak pasir memenuhi kebutuhan kucing (lihat post tentang kotak pasir). SPRAYING ▶Spraying merupakan bentuk scent marking (yaitu urine marking). ▶Untuk menandai teritori. ▶Kucing siap kawin. ▶Konflik antar-kucing. ▶Kucing yang merasa stres atau tidak nyaman di lingkungannya akan spraying agar lingkungan lebih berbau familier. ▶Kucing dalam posisi berdiri, ekor diangkat ke atas dan bisa bergetar. ▶Kucing spraying pada permukaan vertikal, seperti pohon, tembok, atau sisi-sisi mebel. ▶Kucing jantan dan betina bisa spraying. ▶Spraying bukan permasalahan pada kotak pasir. #CatLover #CatLovers #CatLoversIndonesia #CatKnowledge #Kucing #Cats #CatFacts #FaktaKucing #MengenalKucing #IlmuKucing #TentangKucing #PencintaKucing #KucingSpraying (at Kota Wisata Cibubur) https://www.instagram.com/p/CeDhviELv8h/?igshid=NGJjMDIxMWI=
0 notes
Is it urination or spraying? 🐱 URINATION (or PEEING) ▶Cat is emptying his bladder. ▶Cat is in a squatting position. ▶Cats pee on a horizontal surface, such as a litter box, carpet, rug, grass, etc. ▶If a litter box is provided, cats will choose to use it. ▶If a cat is refusing to use a litter box, evaluate if the litter box is to his liking (see our litter box post). SPRAYING ▶Spraying is a form of scent marking (i.e. urine marking). ▶To mark their territory. ▶Cats ready for mating will also do this. ▶Conflict between cats (indoor/outdoor) ▶Stressed or insecure cats will likely do this to make the surrounding environment smell familiar to them. ▶Spraying is done in a standing position, tail lifted straight up and may quiver. ▶Cats mark on a vertical surface, such as trees, walls, the sides of furnitures. ▶Male and female cats can spray. ▶This is not a litter box issue. [Image Description: cream colored background with photos in polaroid frames and texts in dark brown corresponding to the photos. Slide 1: Text reads "Is it urination" with an arrow pointing to a photo of a black and white cat using the litter box and another text reads "or spraying?" with an arrow pointing to a photo of a brown tabby cat in a spraying position. Slide 2: a photo of a black and white cat using the litter box on the top left corner with the text "urination" pointing to it and the text description of urination below it. Slide 3: a photo of a brown tabby cat in a standing/spraying position on the bottom right corner with the text "spraying" pointing to it and the text description of spraying above it. Slide 4: call to action slide with the text "found this helpful?" and the corresponding symbols of Instagram "likes", "comment", "share", and "save".] #CatLover #CatLovers #CatLoversIndonesia #CatKnowledge #Kucing #Cats #CatFacts #FaktaKucing #MengenalKucing #IlmuKucing #TentangKucing #PencintaKucing #CatSpraying (at Kota Wisata Cibubur) https://www.instagram.com/p/CeDhF_Grpb5/?igshid=NGJjMDIxMWI=
0 notes
Scratching is a perfectly normal and natural cat behavior. Invest on good cat trees or scratching posts: 🐱 sturdy (doesn't wobble or fall on cats) 🐱 long or tall enough for the cats to fully stretch their body when scratching (even if they don't use all of it, too long is better than too short) 🐱 the material is preferred by the cat (usually sisal rope or cardboard box, experiment with your cat) 🐱 positioning (horizontal, vertical, or at an angle). . If your cats already scratch on your furniture, the type of furniture can give you a clue of the kind of scratching item they prefer: - if it's a carpet (or the top of a couch backrest), look for scratching mat, or cat trees with carpeting. - if it's the side of a couch, look for something vertical, long, and sturdy. . . #catlover #catlovers #catloversindonesia #catknowledge #kucing #cats #catfacts #faktakucing #mengenalkucing #tentangkucing #pencintakucing https://www.instagram.com/p/CVofslXh3WR/?utm_medium=tumblr
1 note
·
View note