Tumgik
#thebookman
meng-u-las · 1 year
Text
Review Buku - Ketika Aku Tak Tahu Apa yang Aku Inginkan
Tumblr media
Judul asli buku ini sendiri adalah "When I Don't Know What I Want" ditulis oleh Jeon Seunghwan, dan diterbitkan di Indonesia oleh Gramedia Pustaka Utama, merupakan buku yang terdiri dari tulisan-tulisan si penulis dalam platform media sosial, yang kemudian disusun menjadi sebuah buku, yang berisikan pertanyaan dan refleksi akan kehidupan, banyak yang bilang, tulisan-tulisannya sangat sesuai dengan kondisi di hidup para pembaca-nya, apakah saya juga termasuk salah satunya ?
Pertama saya menjumpai buku ini di toko buku Gramedia, buku ini berada di bagian buku terlaris, dan memang menurut catatan, buku yang saya miliki adalah cetakan ke 7, dari pertama kali di terbitkan pada 2021, jadi memang bukan isapan jempol belaka bahwa buku ini laris. Covernya sangat sederhana, tapi yang membuat saya akhirnya membeli buku ini adalah judul yang menggelitik, "Ketika Aku Tak Tahu Apa yang Aku Inginkan", bukan hanya mereka yang mengalami krisis perempat kehidupan (maksudnya Quarter Life Crisis), pertanyaan itu sering kali selalu muncul dalam berbagai fase kehidupan, sering kali kita mendadak kehilangan arah, entah setelah mencapai suatu posisi, mendapatkan pekerjaan baru, memiliki keluarga, dan lain-lain, menurut saya pertanyaan tentang keinginan pribadi terhadap kehidupan selalu relevan, karena manusia terbiasa untuk bergerak, bahkan waktu-pun tidak pernah berhenti.
Sesuai judulnya yang memancing kita untuk berefleksi, buku ini sendiri terbagi menjadi empat bagian, bagian pertama untuk mengenal perasaan kita, bagian kedua mengenal waktu kita, bagian ketiga mengenal hubungan-hubungan kita, bagian keempat mengenal dunia kita, seakan mengajak kita yang memiliki pertanyaan akan kehidupan untuk terjun, menyelami setiap bagian dari kehidupan, sehingga perlahan tapi pasti, kita bisa menemukan, apa sebetulnya yang paling berarti dari kehidupan yang kita jalani ini. Dalam bagian pertama, entah kenapa, saya merasakan suasana yang begitu muram dalam setiap tulisan-tulisan dari penulis, sehingga saya jadi bertanya-tanya, apakah buku ini memang untuk semua orang atau hanya untuk sebagian orang yang sedang bergalau ria menghadapi berbagai cobaan hidup? Tapi tidak tahu kenapa dalam lembar-lembar berikutnya saya mulai menyadari, bahwa bukan buku ini yang terlalu muram, tapi manusia memang sering kali dilanda kesedihan, mengalami luka, dan merasa tidak bahagia karena nya, tapi karena tuntutan kehidupan, rasa-rasa tersebut terkubur dalam-dalam, sehingga kita lupa luka itu masih ada dan perlu kesadaran kita untuk menerima luka tersebut tanpa harus ditutup-tutupi. Banyak yang merasa, untuk bahagia kita perlu mengikuti apa mau orang lain, yang tidak kita sadari, belum tentu kemauan orang lain itulah yang sebetulnya kita inginkan, perlahan tapi pasti, pertentangan batin tersebut melukai diri kita sedikit demi sedikit, pada sisi lain, dalam hidup ini kita juga memiliki diri kita, yang perlu diikuti kemauannya, mengambil waktu sendiri dan mengambil jarak yang tepat dengan orang lain, karena setiap pribadi perlu memiliki jarak untuk menyembuhkan diri.
Bagian Kedua penulis mengajak kita untuk mengenal waktu kita, sering kali kita menjalankan hari-hari begitu saja, yang tanpa kita sadari terus bergulir, hari berganti hari, musim berganti musim, umur kita terus bertambah, perlahan tapi pasti lingkungan sekitar kita pun juga turut berubah, tempat yang pernah begitu berkesan dengan kita, sudah tidak sama lagi dengan sebelumnya, banyak kesempatan kita merasa kita perlu liburan, akan tetapi berbagai macam alasan dan kesibukan mendorong kita untuk terus menundanya, sehingga tanpa kita sadari hidup kita menjadi tidak berarah karena diri kita sudah begitu kelelahan dan penat terhadap setiap kesibukan yang kita jalani. Dalam bagian ini kita diajak berefleksi dalam berbagai tahapan kehidupan, secara khusus terkait dengan perjalanan waktu, hal-hal yang saat ini kita jalani, kelak akan berubah menjadi sebuah kenangan, maka tidak ada alasan bagi kita untuk menunda bahagia, mengapa banyak dari kita yang senang menomor duakan kebahagiaan, entah menghabiskan waktu dengan keluarga ataupun orang-orang yang dikasihi, hingga tanpa disadari, kita sudah kehilangan orang-orang tersebut, dan kita hanya diliputi kesedihan. Waktu adalah suatu hal yang tidak bisa kita kendalikan, Ia terus berjalan apapun keadaan diri kita.
Bagian ketiga kita diajak untuk mengenal hubungan-hubungan kita, baik hubungan pertemanan, hubungan keluarga, hubungan suami istri ataupun dengan anak. Ada kalanya, kita begitu ingin diterima di suatu kelompok, sehingga kita berusaha untuk selalu mengikuti keinginan orang lain, yang mungkin tidak sesuai dengan kemauan diri kita, karena kita takut ditinggalkan oleh orang-orang, karena sebagai manusia kita memiliki ketakutan kalau kita ditinggalkan oleh orang-orang, padahal selain harus membahagiakan orang lain, terlebih utama adalah kita harus membahagiakan diri kita sendiri. Dalam menjalani hubungan apapun, kita juga perlu untuk membuat jarak, dengan ada-nya jarak, kita bisa melihat pribadi orang lain secara lebih utuh, terkadang kalau terlalu dekat, kita sering kali hanya melihat hal-hal yang mungkin tidak kita sukai ataupun hal-hal yang itu saja, jarak juga memberikan ruang gerak untuk kita masing-masing untuk berekspresi, tidak mungkin dalam menjalani hubungan, semuanya hanya berdasarkan mau kita atau mau mereka. Dalam satu bab di bagian ketiga ini, ada yang berkesan untuk saya, terutama bab mengenai "Nama Ibu", dimana penulis mencurahkan cinta-nya yang besar kepada sang ibu dalam tulisannya, bagaimana seorang Ibu bisa menanggalkan nama yang dimilikinya setelah ia memiliki anak, Ia jadi lebih sering dipanggil dengan nama dari sang anak dan perlahan mulai kehilangan namanya sendiri, dan sejak kita kecil, Ibu mencurahkan cinta-nya kepada kita tanpa henti, melalui perbuatan kasihnya, tidak peduli Ia kelelahan ataupun kelaparan, apapun yang kita inginkan, senantiasa dipenuhi oleh Ibu oleh karena cinta-nya. Dari semuanya, dalam menjalin hubungan apapun, Cinta memegang peranan paling penting, melalui Cinta, kita bisa meruntuhkan ego kita yang besar, melalui Cinta kita tidak lagi mengenakan pakaian kesombongan kita dan kita bisa menerima orang lain apa adanya.
Bagian Keempat, sebagai bagian penutup dari buku ini, kita diajak untuk melihat dan mengenal dunia kita, setelah kita mengenali diri kita, waktu kita, hubungan kita, disini kita diajak untuk melihat, apakah kita sudah menghidupi kehidupan ini sebagai diri kita sendiri? atau kita masih senantiasa berusaha menjadi sosok yang diinginkan oleh orang lain? Apakah kita menyadari hidup ini akan berakhir pada perpisahan-perpisahan? dan meskipun kita dilanda kedukaan, tapi hidup terus berjalan, apakah kita bisa mengubah duka tersebut menjadi kekuatan bagi kita untuk terus melangkah? Apakah hingga saat ini kita masih memiliki mimpi yang ingin kita wujudkan? Kenapa selama ini kita belum mewujudkannya? Apakah kita belum berani atau belum pernah melangkah? mengapa kita tidak mencoba untuk melangkah sedikit demi sedikit untuk mewujudkan impian yang kita miliki tersebut? dan juga salah satu yang buat saya menjadi puncak adalah, bahwa kita ini adalah seseorang yang berharga untuk orang lain, jangan terus memandang diri kita tidak berarti, kita ini begitu penting untuk orang-orang yang mengasihi kita. Dalam kehidupan ini pun jangan lupa untuk berbuat baik bagi orang lain, kita tidak pernah tahu, satu sapaan ataupun satu senyuman bisa membuat orang lain membuka dirinya dan kita bisa mendapatkan seorang teman dari hal tersebut.
Buku ini dihiasi berbagai kutipan puisi, Novel dan kata-kata Indah, perlu ketenangan pikiran dalam membaca buku ini, karena kita betul-betul diajak untuk berefleksi dan merenungi kehidupan, meskipun kita bisa membacanya secara kasual, tapi lebih banyak yang kita dapatkan kalau kita menyempatkan waktu untuk membaca buku ini secara perlahan dalam tahapan kehidupan kita. Jadi kembali ke pertanyaan saya, apakah tulisan di buku ini sesuai dengan kehidupan saya? Saya bisa menjawab Ya, dan buku ini memperkaya pandangan saya akan kehidupan dan membantu saya melihat hal-hal penting dalam kehidupan ini dan bisa membantu melihat apa yang kita inginkan dalam hidup ini.
Selamat Membaca!
3 notes · View notes
ggkorean · 4 years
Photo
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Korean Reading Practice - 책 읽어주는 남자 인생 재미없고 원하는 게 뭔지 모른다면
209 notes · View notes
violetcanfly · 5 years
Photo
Tumblr media
This makes me happy 📖 🥰 #neilgaimanbooks #thebookman #shoplocal #downtownchilliwack (at Chilliwack, British Columbia) https://www.instagram.com/p/Bxx2lY2n136O-zjm8j69LkMZQ0kDDpOJjGEvJ80/?igshid=1t1mi60km89s3
0 notes
blindeyemagi · 5 years
Photo
Tumblr media
Pawns are such fascinating pieces, too...So small, almost insignificant, and yet--they can depose kings. Don't you find that interesting? Lavie Tidhar, The Bookman (The Bookman Histories, #1) #blindeyemagi #bizarre #magic #chess #pawn #chessboard #checkmate #lavietidhar #thebookman #cemetery #cemetery_lovers #grave_affair #grave_gallery #graveyard_freaks #project_necropolis #doyoubelieveinmagic https://www.instagram.com/p/BxAUQtJHc-_/?utm_source=ig_tumblr_share&igshid=18g21t5qfi45w
0 notes
mimidublinagassizbc · 6 years
Photo
Tumblr media
Dublin enjoying next year's calendar from #TheBookMan, featuring #NietszcheTheCat. #NietszcheTheBookStoreCat #NietszcheTheBookManCat
0 notes
Text
Tumblr media
I found a place #thebookman #2020
0 notes
asarielenart-blog · 5 years
Photo
Tumblr media
The Bookman. From my dipolma work, silhouette cuttings.
2 notes · View notes
creativityoutbreak · 6 years
Photo
Tumblr media
I bought this amazing book yesterday. It just called to me the second I saw it. I know is a bit advanced for my Korean Language level but I’m slowly translating it as part of my korean-learning experience. I just NEED to understand it, not sure why hehe... The book is by @thebookman_ and it’s called #나에게고맙다 which roughly translated means something like “Thank you to me” or “Im grateful to myself. I also love the subtitle text “가장 흔한 말, 정작 나에게 하지 못한 인사” (the most common words that I couldn’t say to myself) I’m simply in love with this book 😍 #thebookman #ilovethisbook #booklover #booknerd #iminlove #soulbook (at Foyles Bookshop)
0 notes
theatremee-blog · 9 years
Video
vine
Not gonna lie. I'm excited. #ladygaga #bookmanparody #badromance #thebookman #musicvideo
0 notes
generallyhardtofind · 10 years
Note
"How could you be so careless?"
A snarl cut through the air. “Shut your mouth gramps, or I’ll show you careless.”
A weary sigh came from the other end of the room, a thick Southern Irish accent making the words a little harder to decipher. “It’s sort of difficult. I can’t exactly leave him to his own devices, who knows what the crazy bastard’ll do?”
Snorting derisively, the first half sneered in response. “Likewise. Knowing you, you’ll get hitched and start having more kids or something else stupid.”
The second squinted wearily through his black eye, the other hidden beneath his long hair. He was currently mending his sleek jacket, though fortunately his gloves kept his fingers from being as peppered with pinpricks as his nose was with freckles.
The other was slumped against the windowsill, having set his own broken nose but not mopped up the now-dried blood. His hair had come half-loose from it’s ponytail, grey and red intermingling in the mess. The right lens on his glasses was cracked, but since that eye was blind it wasn’t a huge deal. The right half of his face was a mess, but it always was— it simply wasn’t covered.
There were doubtless further injuries, but both covered too much skin for any of them to be obvious.
0 notes