ffahraa

[ffahraa]

162

Akhir-akhir ini terlalu banyak merasa gelisah, terlalu sering berandai-andai, terlalu besar rasa khawatirnya, terlalu banyak rasa takutnya.

Kemudian menilai diri sendiri; Apa karena usahaku kurang keras? Atau mungkinkah karena aku terlalu banyak menimbang-nimbang? Atau justru karena doaku yang kurang lantang? Atau sebenarnya aku juga tidak tahu ketenangan apa yang sedang ku tuju?

Tapi mungkin, diluar diriku...setiap manusia juga sedang mengupayakan rasa tenangnya, kehidupan yang tidak dikejar huru-hara, meskipun fakta pahitnya adalah... mustahil(?).

Ah tidak tahulah. Yang pasti akan aku usahakan ketenangan itu dengan cara yang baik, dengan tidak menukar akhirat untuk dunia.

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ

رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي

اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِي بِيَدِكَ مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِيَّ قَضَائُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ القُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِي وَنُوْرَ صَدْرِي وَجِلَاءَ غَمِّي وَذَهَابَ حُزْنِي وَهَمِّي

"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, rasa malas, rasa takut, kejelekan di waktu tua, dan sifat kikir. Dan aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur serta bencana kehidupan dan kematian.

Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku

Ya Allah, sungguh aku hamba-Mu, putra hamba-Mu (laki-laki), putra hamba-Mu (perempuan). Nasib di tangan-Mu, berlaku padaku ketentuan-Mu, adil padaku putusan-Mu. Aku memohon kepada-Mu dengan segala nama-Mu yang kau sebut untuk diri-Mu, yang kau turunkan dalam kitab-Mu, yang kau ajarkan pada segelintir hamba-Mu, atau yang kau sendiri yang mengetahuinya dalam pengetahuan ghaib agar kau menjadikan Al Quran sebagai musim semi di hatiku, cahaya batinku, pelenyap kebingunganku, dan penghilang kesedihan serta kebimbanganku."

@ffahraa

[ffahraa]

161

Menemukan, lagi dan lagi. Quote sederhana yang maknanya tidak sesederhana itu:

‘‘Di dunia yang penuh dengan Qarun...jadilah Harun.’’

@ffahraa

[ffahraa]

160

Setiap orang berhak mendapatkan kesempatan keduanya, dalam hidup mereka sendiri.

Namun, tidak setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua...dalam hidup orang lain.

Oleh sebab itu, jangan memaksa.

@ffahraa

[ffahraa]

Sederhana, tetapi nggak semua orang bisa. Mereka memilih berkata:

"Kok kamu nggak tahu sih? Ini kan gampang."

"Kamu harusnya udah bisa, orang lain aja bisa."

"Kenapa kamu lama banget ngerjainnya?"

Ringan di mulut, berat dipikiran seseorang yang perfeksionis dan gemar overthinking 👍🏻

159

“Kamu punya waktu seumur hidup untuk belajar.”

— @ffahraa

[ffahraa]

159

“Kamu punya waktu seumur hidup untuk belajar.”

— @ffahraa

[ffahraa]

158

Jangan meninggalkan seseorang di tengah laut yang pasang, hanya karena ia pandai berenang.

© @ffahraa

[ffahraa]

157

Setiap tanggal itu.

Aku akan membelikan diriku setangkai mawar merah. Untuk aku biarkan diatas meja begitu saja.Hingga tiap kelopaknya layu dan mati. Membawa serta bagian dariku untuk pergi.

Aku tau bahwa hari itu akan datang.

Tetapi tetap, pulih-ku perlu waktu yang cukup panjang,

Sebab dukaku masih terasa nyata. Namanya masih sering menghantuiku. Juga tulisan tulisan indahnya, acap kali membuatku rindu,

Yang aku tidak tahu, perihal merelakan ternyata seberat itu.

Maka, aku akan membuat diriku terbiasa. Sampai setiap kali mataku mendapati mawar merah,

Aku akan menyadari,

Bahwa dalam duniaku, ia telah tiada.

@ffahraa

[ffahraa]

156

Subjektif; Pesta Pernikahan

‘‘The divorce rate is so high because people get ready for the wedding and not for marriage.’’

Sebagai perempuan, aku mengerti bahwa masing-masing kami memiliki dream wedding.

Namun, di usia ini—seperempat abad kurang dan belum menikah—aku akhirnya bisa menilai.

Tidak perlu-lah mengadakan pesta pernikahan diluar kemampuan. Sebab pernikahan itu tentang siapa yang ada di pelaminan, bukan tentang: dimana venue-nya;seberapa banyak tamunya; semahal apa souvernir-nya;seenak apa prasmanannya.

Ternyata bukan tentang itu.

Pesta pernikahan menurutku esensinya adalah mengundang doa-doa tulus manusia agar pernikahan yang disaksikan itu berkah. Selebihnya mungkin sedekah makan, silaturahim.

Pesta pernikahan yang mewah dengan seribu tamu yang masing-masing mengucapkan "semoga bahagia selalu." tidak juga menjadikan bahagia itu kekal di kehidupan rumah tangganya.

Begitu pula dengan yang memilih pernikahan diadakan sederhana, mungkin hanya di KUA, mengunduh omongan tetangga karena terlalu biasa, juga tidak akan selamanya susah.

Kebahagiaan tidak terpatok pada pesta-nya.

Keduanya—yang mewah maupun sederhana, kelak akan menemui masalahnya.

Mutlak. Bagaimanapun bentuknya.

"Tapi kan, menikah itu sekali seumur hidup."

"Iya, menikahnya. Bukan pestanya. Maka yang dipersiapkan bukan hanya yang sekali namun yang seumur hidup."

Menasehati diriku sendiri, yang masih tinggi gengsinya tentang pernikahan. Yang muluk-muluk dan ingin menyenangkan semua orang;

‘‘Most people want to have a wedding than getting married. Jadii,

Sederhanakan anganmu, tetapkan tujuan dan cari bentuk kebermanfaatan yang didapat dari pernikahan, bekali pernikahan dengan ilmu yang benar serta belajar dari pernikahan orang lain. Ah satu lagi, berhenti menilai keberkahan sepasang mempelai dari pestanya.

Sebab keberkahan itu tak kasat mata, hanya Allah yang tau kemana ia bermuara.’’

Sekian.

@ffahraa

[ffahraa]

155

Benar juga, aku seringkali memilih surah Al-Asr dengan niat untuk mempersingkat waktu shalat, tanpa sadar kalau ... Al-Asr itu sendiri, berbicara perihal waktu.

@ffahraa

[ffahraa]

Alhamdulilah, terima kasih sudah mengizinkan aku ikut serta sebagai bagian dari perjalanan ini ✨

[PENGUMUMAN EVENT: 28 HARI BERPROSA]

Setelah 28 hari yang penuh dengan kata, kalimat, dan semangat menulis, serta berbagai pertimbangan dari para ketua komunitas, dengan memperhatikan konsistensi, kekuatan prosa, dan kedalaman isi, kami dengan bangga mengumumkan:

INFO LANJUT:

Untuk tulisan terbaik peserta dan proses pembuatan buku antologi akan diumumkan hanya di grup peserta 28 Hari Berprosa. Pastikan kamu tetap aktif dan tidak meninggalkan grup ya!

Terima kasih telah menjadi bagian dari perjalanan ini. Terus menulis, terus hidup dalam kata.

Sampai jumpa di proyek berikutnya!

Jejaring Biru x Puan Beraksara x Tadika Mesra

[ffahraa]

154

‘‘Kalau syaitan tidak berhasil membuatmu membuka aurat, ia akan berusaha agar engkau berlebih-lebihan dalam mempercantiknya, meskipun auratmu tertutup. ’’

@ffahraa

[ffahraa]

153

Cuma

Menulis ulang nasihat guru SMA dulu, perihal kata Cuma. 'Cuma' itu bukan sekedar kata remeh. Dia adalah awal mula sebab akibat yang fatal.

Keremehan itu begitu kuat dari kata 'cuma' alias aura menggampangkan-nya sangat terasa. Sebab kata 'cuma' seringkali digunakan dalam frasa negatif.

"Cuma chattingan aja." Nanti "Kan cuma kenalan." Lalu "Heboh banget sih, cuma boncengan." Sampai ke arah yang buruk lainnya. Itu diawali dari 'cuma'.

"Cuma kesitu doang, nggak usah pakai kaos kaki. Nggak ada yang lihat." Khusus yang menganggap kaki adalah aurat..

"Ribet pakai rok, lagian cuma sekali doang ini pakai celana "

"Ya elah ngatur, masih banyak yang nggak pakai jilbab. Lagian cuma segini, nggak kekecilan kok."

Nah, it's your choice. Hendak meneruskan kata cuma sampai akhirnya terbiasa. Atau benar-benar memaknai cuma sebagai perbuatan sekali saja.

Lalu aku ingat sekali penutup kelas itu, beliau berkata. "Jangan ya, Nak. Nanti nyaman dan keterusan."

@ffahraa

[ffahraa]

152

Dari segala ketidakpastian hidup.... Kematian menjadi satu-satunya yang pasti.

@ffahraa

[ffahraa]

28:28

#tunaituntas

Untukmu, yang pernah menjadi arah dari segala usahaku,

Aku pernah berjalan jauh, mengabaikan lelah, meyakini bahwa jarak bisa ditebas asal langkah tak berhenti. Tapi ada perjalanan yang, sekeras apa pun diperjuangkan, tetap berujung di persimpangan.

Seperti burung yang terbang melawan angin, mencoba bertahan, sampai akhirnya paham: tidak semua angin bisa dilawan, tidak semua arah harus diperjuangkan.

Kini, aku berhenti melawan. Bukan karena menyerah, tapi karena sadar—ada hal-hal yang hanya bisa dijaga dengan cara dilepaskan.

Dari aku, yang akhirnya mengerti, bahwa tidak semua jalan membawa pulang.

@ffahraa ,hari terakhir dari #28hariberprosa

[ffahraa]

27:28

#tenteram

“Apa yang kamu cari?”

“Tak ada yang perlu dicari lagi.”

“Kenapa?”

“Karena aku mulai merasa cukup dengan apa yang ada.”

“Jadi, kamu berhenti berharap?”

“Bukan berhenti berharap, hanya belajar menerima, dan memahami bahwa yang datang, adalah yang terbaik.”

“Dan itu cukup membuatmu damai?”

“Ya, karena ternyata damai bukan tentang mendapatkan semua yang kita mau, tapi menerima apa yang sudah diberikan.”

@ffahraa , hari keduapuluh tujuh dari #28hariberprosa

[ffahraa]

26:28

#sangka baik

Dia memandangi layar ponselnya, menunggu balasan yang tak kunjung datang. Semalam, seseorang berjanji akan bertemu, tapi sekarang dia merasa diabaikan. Biasanya, dia langsung kesal. Tapi, kali ini, dia menahan diri. “Mungkin dia sibuk,” pikirnya.

Alih-alih kecewa, dia memilih untuk mengirim pesan, "Tidak apa-apa, kita bisa atur lain waktu." Tidak ada penyesalan di sana, hanya keyakinan bahwa hidup selalu punya alasan, bahkan untuk hal-hal yang belum dimengerti.

Dia sadar, sangka baik itu bukan hanya untuk orang lain, tapi juga untuk dirinya sendiri—agar hatinya tak mudah dihantui oleh amarah, agar perasaannya tidak terjebak dalam kekecewaan yang tak perlu.

@ffahraa , hari keduapuluh enam dari #28hariberprosa

[ffahraa]

25:28

#pulih

Dia tak merasa hebat, tak merasa sempurna. Pulihnya lebih seperti rutinitas yang mulai nyaman; bangun, berjalan, dan terkadang tertawa meski tak tahu kenapa. Kadang, dia merasa seperti orang asing dalam hidupnya sendiri, tapi itulah yang membawanya kembali. Pulih bukan soal kembali ke versi terbaik dirinya, tapi menerima bahwa "baik-baik saja" pun cukup. Dia tidak mencari kepastian, hanya langkah yang lebih ringan, dan itu sudah cukup.

@ffahraa

Hari keduapuluh lima dari #28hariberprosa