Tumgik
nonasalea · 4 years
Text
Tumblr media
Matanya lelah, tapi ia tak perlihatkan. Hatinya resah, tapi ia tak tunjukkan.
Hanya, agar, untuk, terlihat baik-baik saja. Olehnya, oleh mereka, oleh dunia.
Ia tak banyak meminta, karena menyadari ia tak banyak memberi. Ia tak banyak menuntut, karena tau ia tak banyak berkorban.
Mimpinya tinggi, inginnya banyak, maunya luas. Tapi ia hanya berdiri disana, tersenyum, tidak bisa melakukan apa-apa.
Liar itu kebiasaannya, lincah itu kepandaiannya, lapang itu tempatnya, ramai itu kesukaannya. Tapi ia tak bisa kembali pada ia yang lama, sudah tidak bisa kemana-mana.
Kini ia dibuat bergantung, dibuat tak lagi sama, walau hanya sedikit dan tak banyak.
Ia kira bersyukur itu cukup, cukup membuat bahagia. Benar adanya, tapi tak selamanya.
Akan ada saatnya, ia lelah, dan pasrah. Ia resah, dan gundah. Karena ia tau, terkadang dunia saja tidak bisa baik-baik.
4 notes · View notes
nonasalea · 4 years
Text
Tumblr media
KEDEWASAAN EMOSI
Salah satu topik yang agak jarang diangkat di Indonesia adalah kedewasaan emosi (emotionally mature).
Yang saya lihat, kebanyakan orang di Indonesia beranggapan bahwa kedewasaan emosi ini akan berjalan seiring dengan umur.
Padahal, berdasarkan pengalaman diri sendiri, kalau nggak sering-sering dikulik, kita jarang sadar bahwa secara emosi, kita kurang dewasa.
Tumblr media
Setidaknya, ada 20 tanda kedewasaan emosi seseorang, diantaranya adalah:
1. Sadar bahwa kebanyakan perilaku buruk dari orang lain itu akarnya adalah dari ketakutan dan kecemasan – bukan kejahatan atau kebodohan.
2. Sadar bahwa orang gak bisa baca pikiran kita sehingga akhirnya kita tau bahwa kita harus bisa mengartikulasikan intensi dan perasaan kita dengan menggunakan kata-kata yang jelas dan tenang. Dan, gak menyalahkan orang kalau mereka gak ngerti maksudnya kita apa.
3. Sadar bahwa kadang-kadang kita bisa salah – dan bisa minta maaf.
4. Belajar untuk lebih percaya diri, bukan karena menyadari bahwa kita hebat, tapi karena akhirnya kita tau kalau bahwa semua orang sebodoh, setakut, dan se-lost kita.
5. Akhirnya bisa memaafkan orang tua kita karena akhirnya kita sadar bahwa mereka gak bermaksud untuk membuat hidup kita sulit – tapi mereka juga bertarung dengan masalah pribadi mereka sendiri.
6. Sadar bahwa hal-hal kecil seperti jam tidur, gula darah, stress – berpengaruh besar pada mood kita. Jadi, kita bisa mengatur waktu untuk mendiskusikan hal-hal penting sama orang waktu orang tersebut sudah dalam kondisi nyaman, kenyang, gak buru-buru dan gak mabuk
7. Gak ngambek. Ketika orang menyakiti kita, kita akan (mencoba) menjelaskan kenapa kita marah, dan kita memaafkan orang tersebut.
8. Belajar bahwa gak ada yang sempurna. Gak ada pekerjaan yang sempurna, hidup yang sempurna, dan pasangan yang sempurna. Akhirnya, kita mengapresiasi apa yang 'good enough'.
9. Belajar untuk jadi sedikit lebih pesimis dalam mengharapkan sesuatu - sehingga kita bisa lebih kalem, sabar, dan pemaaf.
10. Sadar bahwa semua orang punya kelemahan di karakter mereka – yang sebenarnya terhubung dengan kelebihan mereka. Misalnya, ada yang berantakan, tapi sebenernya mereka visioner dan creative (jadi seimbang) – sehingga sebenernya, orang yang sempurna itu gak ada.
11. Lebih susah jatuh cinta (wadaw). Karena kalau pas kita muda, kita gampang naksir orang. Tapi sekarang, kita sadar bahwa seberapa kerennya orang itu, kalau dilihat dari dekat, ya sebenernya ngeselin juga 😂 sehingga akhirnya kita belajar untuk setia sama yang udah ada.
12. Akhirnya kita sadar bahwa sebenernya diri kita ini gak semenyenangkan dan semudah itu untuk hidup bareng
13. Kita belajar untuk memaafkan diri sendiri – untuk segala kesalahan dan kebodohan kita. Kita belajar untuk jadi teman baik untuk diri sendiri.
14. Kita belajar bahwa menjadi dewasa itu adalah dengan berdamai dengan sisi kita yang kekanak-kanakan dan keras kepala yang akan selalu ada.
15. Akhirnya bisa mengurangi ekspektasi berlebihan untuk menggapai kebahagiaan yang gak realistis – dan lebih bisa untuk merayakan hal-hal kecil. Jadi lebih ke arah: bahagia itu sederhana.
16. Gak sepeduli itu sama apa kata orang dan gak akan berusaha sekuat itu untuk menyenangkan semua orang. Ujung-ujungnya, bakal ada satu dua orang kok yang menerima kita seutuhnya. Kita akan melupakan ketenaran dan akhirnya bersandar pada cinta.
17. Bisa menerima masukan.
18. Bisa mendapatkan pandangan baru untuk menyelesaikan masalah diri sendiri, misalnya dengan jalan-jalan di taman.
19. Bisa menyadari bahwa masa lalu kita mempengaruhi respons kita terhadap masalah di masa sekarang, misalnya dari trauma masa kecil. Kalau bisa menyadari ini, kita bisa menahan diri untuk gak merespon dengan gegabah.
20. Sadar bahwa ketika kita memulai persahabatan, sebenernya orang lain gak begitu tertarik sama cerita bahagia kita – tapi malah kesulitan kita. Karena manusia itu pada intinya kesepian, dan ingin merasa ada teman di dunia yang sulit ini.
Written by @jill_bobby
Referensi: https://youtu.be/k-J9BVBjK3o
4K notes · View notes
nonasalea · 5 years
Text
Laki laki tak akan pernah dewasa karna selalu bertingkah layaknya anak kecil
Dan perempuan tak akan pernah pernah dewasa karena mengedepankan perasaan
Sifat dewasa seorang perempuan akan muncul saat laki laki bertingkah layaknya anak kecil, dan sifat dewasa seorang laki laki akan muncul ketika perempuan sedang berada di situasi mereka yang sedang mengedepankan perasaan
- Helmi Zufar
230 notes · View notes
nonasalea · 5 years
Text
Hujan dan Tertawa
Sebuah mantra yang mengikat langit
Hujan turun di bahuku
Di bawah kumpulan daun
Aku berlindung
Ratusan kenangan
Muncul di depan mataku
Bayangan masa lalu datang menari
Di angin, aku hanya menertawakannya
Di angkat ke langit
Dari mana asalnya?
Ribuan kenangan
Tersapu oleh rintik hujan
Kenapa aku menangis?
Kasih sayangku dipermainkan oleh kegilaan
Lalu, hujan
Siapa yang tidak ingin menari, dalam hujan?
Siapa yang tidak tergila-gila, dengan hujan?
Ratusan dan ribuan kenangan
Serta bayangan masa lalu
Aku hanya akan menertawakannya
Kenapa tidak?
5 notes · View notes
nonasalea · 5 years
Text
Kejelasan dari Sebuah Alasan
Kau tumpahkan senyuman termanismu
Kau bisikan bait-bait kata terbaikmu
Hatiku yang sudah beku oleh waktu
Kau cairkan dengan cahaya mentarimu
Kedatanganmu di hidupku adalah pelangi
Setelah hujan membasahi bumi,
Warnamu yang indah
Berhasil mengusap pipiku yang basah
Ketika kedua mata kita bertatap
Aku yakin kau adalah orang yang tepat
Untuk aku jatuhkan hati ini dengan tetap
Lalu aku jadikan hatimu sebagai rumah tempatku menetap
Namun,
Ternyata itu hanya sementara
Pelangi itu kini telah tiada
Sudah hilang di kala senja tiba
Senja yang membawaku pada kegelapan
Kau tinggalkan aku tanpa penjelasan
Jelas saja bukan itu yang kuharapkan
Berikan aku titik terang
Biarkan kedua pasang telinga ini mendengarkan
Sebuah penjelasan yang beralasan
Walau pada akhirnya yang aku dapatkan
Hanyalah rasa kecewa
Yang menghunusku secara perlahan
0 notes
nonasalea · 5 years
Text
Serupa Nelayan
Kala itu, mencintaimu serupa nelayan yang menebar jangkar, berharap sedang berada di tempat yang benar. Ombak yang menggoyangkan sampan, menghempas tubuhku ke kiri, dan ke kanan. Namun aku bertahan. “Jika kamu mencari ikan, pergilah ke lautan. Jika kamu mencari kebahagiaan, pergilah ke tempat yang diimpi-impikan”. Semua sudah pada tempatnya, maka itu, aku memposisikan diriku di sampingmu. Sesederhana itu, sebab aku memang sedang mencari seseorang sepertimu.
Kala itu.
Saat ini, laut surut. Meski airnya masih sama, tak berubah rasa. Namun sampan tak mungkin dipaksa.
Aku terdampar pada harapan yang sukar. Ketika menujumu, ialah satu minta yang dianggap tak benar. Aku pernah pada posisi yang sama, ketika aku terpelanting keluar dari sampan, dan tenggelam. Hampir mati oleh keinginanku sendiri.
Yang kamu tahu hanyalah, ketika aku sampai di tempatmu, tersenyum untukmu, dan mendongengkan tidurmu. Kamu tidak tahu perjalananku. Kamu tidak tahu, luka apa yang bersarang di balik lekuk senyum manisku.
Kamu tidak pernah tahu. Kamu tidak pernah mencari tahu.
Bagai nelayan tua, yang kamu nantikan bukanlah hadirku, melainkan hasilku.
Terdampar pada harapan yang sukar, sudahlah benar. Sebab memang, bukan di sanalah tempatku—berperan sebagai nelayan di lautan.
Dan yang memang bukan kisahnya, harus diakhiri secepatnya. Sebab bertahan lama-lama di dalam kisah yang salah, hanya akan membuatku hilang makna.
11 notes · View notes
nonasalea · 5 years
Text
“Survivor means ‘I am in a process.’ I am in a process of healing myself. I am in a process of surviving my past in my every day. I am in a process of finding my purpose in life so I can experience that amazing thing called ‘fulfillment.’ I am in a process of developing my strengths as I forgive myself by accepting my weaknesses. I am in a process of learning that my faults, my failures, and my mistakes do not define who I am but rather refine who I am as I discover better ways to achieve personal success. I am in a process of growing hope, kindness and strength to prove that recovery is truly possible for me.”
— Juansen Dizon, I am in a process
1K notes · View notes
nonasalea · 5 years
Text
Cinta itu, Kita yang Maha Asyik
Kita ada karena buah cinta, mencintai dan dicintai adalah ikthiar dua insan, cinta memang sesuatu. Jangan takut belajar tentang cinta, karena cinta itu kita yang maha asyik.
"Belajarlah tentang cinta. cinta harus pahami, resapi, dan logika yang ikut serta."
Kamu orang baik, jaga hatimu untuk orang yang tepat datang kepadamu di suatu hari. Menangislah sekuat tenaga, supaya di akhir cerita cinta, nanti kamu akan paham.
Kamu itu ibarat pohon luka yang tumbuh dimatamu.
“Jika ia benar-benar mau pergi, biarkan saja. Mungkin ia ingin tahu bagaimana rasanya kembali.
Bila ia tak pernah kembali, biarkan saja. Mungkin ia ingin memahami hakikat kehilangan.
Andai kehilangan tak menyadarkannya, biarkan saja. Mungkin ia ingin segera berguru pada penyesalan.”
Semenjak luka kunamai doa, kehilangan tak butuh lagi air mata.
-nasihat Ka Jons
5 notes · View notes
nonasalea · 6 years
Text
I dan B
Jika hanya terus menyalahkan orang lain, dan selalu melaksanakan pembenaran diri. Apakah itu baik? Ku pikir, tiada berujung. Jika terus seperti itu.
Ego yang menjulur, tak kunjung berhenti. Saling menarik, mengatakan bahwa "Akulah yang benar". Apa sulitnya mengakui kesalahan? Atau setidaknya, sekedar mengalah dan berucap "Iya, sepertinya aku yang salah"
Nafsu yang membara, tak kunjung reda. Emosi yang tak tertahan, mengatakan "Kau yang salah!". Aura yang menggebu-gebu, sangat sulit untuk mengatakan "Iya, sepertinya kamu yang benar" sesulit itu kah?
Mengapa harus memusingkan antara benar dan salah? Bukan baik dan buruk? Tidaklah melihat yang benar kadang buruk dan yang salah kadang baik? Bukankah semua hal itu bisa kita bilang relatif? Tergantung dari sudut pandang mana kita lihat?
Tidak tidak, coba sekarang kita bahas tentang kesubjektifan dan keobjektifan kita dalam menghadapi masalah. Aku? Sangat perasa, tapi bukan peka. Pasti paham maksudku kan? Tapi aku juga seorang pemikir yang sangat mengedepankan logika, yang kenal ku juga pasti paham. Lalu? Bagaimana kita bisa menyatukan kesubjektifan dan keobjektifan itu? Tunggu sebentar, memangnya bisa?
Mungkin, ini salah satu langkah pendewasaan untukku. Terutama, aku adalah anak pertama disini. Dimana, ku harus bisa menengahi diantara keduanya. Perasaanku mengatakan "aku akan membela I". Tapi logika berjalan, mengarah kesana "Tunggu sebentar, coba kau liat dari sisi B pula".
I dan B selalu membenarkan diri masing-masing, tak ingin "terlihat" salah. Gerombolan I pasti akan membela I, begitupun sebaliknya. Ketika I mengeluh, dan B mengelak. Tentu aku hanya bisa diam. Dan ketika gerombolan membela B dan gerombolan I mengompori. Ku semakin terdiam.
Tak bisa kah mereka sedikit saja dengar aku? Maksudku, tanya sedikit. Bagaimana perasaanku, bagaimana pendapatku, bagaimana keinginanku? Sedikit saja tanyakan itu, apakah sulit?
Dan, kita belum tahu bagaimana I dan B ini akan berujung. Apakah mereka masih akan menggeluti keegoisan masing-masing? Atau masih berkutat di kenafsuan satu sama lain? Atau mereka bisa berdamai dengan satu sama lain? Tidak tidak, berdamai saja terlebih dahulu dengan dirinya masing-masing? Bisa kah? Let's see! Ya, just wait and see.
1 note · View note
nonasalea · 6 years
Text
Semesta, melukaiku.
Sudah lama.
Aku menyekap diri dalam petak sumpek.
Dirangkul perkakas bobrok, amburadul.
Dicumbu onggokan debu sana sini, mengepul.
Meringkuk aku dalam kebengisan realita.
Aku usang, bersama mereka.
Semesta, tentu berbahagia.
Sebab aku, nelangsa. Oleh luka.
Sebab luka, karena anganku ditolaknya mentah-mentah.
Sepertinya, aku akan tewas, disana.
6 notes · View notes
nonasalea · 6 years
Text
S U D U T
Aku terlalu kaku untuk bicara rasa tentang kita.
Rasa yang seharusnya sama-sama kita ketahui.
Tentang perjalanan yang kita lewati sejauh ini.
Kata bukan lagi penerjemah rasa,
Sebab raut wajah telah menjelaskan semuanya.
Aku terlalu sibuk memikirkan "nanti"
Ketika tubuh kita berdekatan membentuk sudut persegi.
Di sisa malam, angin membawakan kita satu persatu pertemuan kita terdahulu.
Yang saling termangu.
Yang saling tersenyum lugu.
Yang saling menyapa dengan malu.
Kemudian terbiasa mengucap janji untuk saling bertemu. "Nanti"
Kita memilih jalan berbeda di perempatan.
Pada tujuan masing-masing yang tanpa paksaan.
Bertemu wajah baru yang mengisi keseharian.
Membatu dengan kesibukan yang mungkin akan melupakan sedikit kesenangan yang selalu kita lakukan. "Nanti"
Sisakan waktu kita seperkian detik.
Untuk sekadar bicara.
Hal tak penting pun tak apa.
Agar kita tak saling melupakan kemudian terasingkan lalu merasa disingkirkan.
Sudut persegi yang selalu kita ciptakan garis berkesinambungan, jangan sampai terpencar menjadi garis-garis keegoisan.
2 notes · View notes
nonasalea · 6 years
Text
Ketika kita memaafkan, kita sama sekali tidak dapat merubah masa lalu. Tetapi kita yakin, memaafkan bisa merubah masa depan.
Bernard Meltzer
2 notes · View notes
nonasalea · 6 years
Text
The Journey is Started, Again?
Nyatanya, kemarin ku masih selalu bertanya dan mencari alasan "kenapa tak kunjung keluar dari tempat ini?". Padahal jika dihitung, sudah memasuki tahun kelima ku berada di tempat ini, iya kampus tercinta. Sebagai apa? Mahasiswa? Aku sudah tak memiliki jadwal kuliah yang harus ku ikuti. Aktivis? Ah, siapa diriku. Bahkan ku tak di dunia mereka lagi sudah hampir 1 tahun terakhir. Lalu? Kau ini sebagai apa sa?
"Siapa yang menungguku diujung sana?" "Siapa yang akan mengiringiku untuk berjuang sampai disana?" "Apa yang mengharuskan ku untuk segera keluar dari sini?"
Iya, sepertinya aku hanya mencari cari alasan. Seolah tak pernah menjawab pertanyaan itu, pertanyaan yang dibuat buat. Lalu tak diduga seseorang datang di kehidupan, menjanjikan sebuah onggokan janji yang manis dan usaha untuk membantuku keluar dari sini. Kukira akan berhasil, karena dia telah merubahku menjadi seseorang yang bukan diriku, entah menjadi lebih baik atau menjadi lebih buruk. Dan akhirnya, ia gagal dan menyerah. Kupikir karena dia memilih cara yang salah, cara yang tak bisa menyentuh hatiku untuk segera bergerak keluar dari sini. Tapi, lagi lagi bukan itu. Ku hanya mencari alasan saja.
Setelah kegagalan dengan menyerahnya dia, ikutku terbawa gagal dan menyerah. 10kg beban dalam tubuhku menghilang, karena sudah tak berdaya. Mengapa tak beban dalam hidupku saja yang menghilang? Kurasa, itu bisa membuatku bahagia. Jangan, itu bukan hidup sa.
Dan kembali, datang seseorang yang lainnya dengan begitu cepat. Menawarkan harapan baru, bukan cinta. Berniat membantuku keluar dari sini, dan ku tertarik. Caranya berbeda dari yang lalu, kurasa kali ini akan menyentuh hatiku. Lebih lembut, lebih menenangkan. Tempat keluh kesah, tempat mengadu, tempat beradu argumen, tempat ku belajar banyak hal. Iya, itu dia. Namun, sekian lama ku merasa. Tidak ada perkembangan, usahaku untuk keluar dari sini. Yang ku dapat, hanya sebagian kecil pelajaran. Tapi tak berhasil membuat ku keluar dari sini. Tapi kali ini ku tak ingin menyerah, dan ingin bertahan. Siapa tahu, ujarku.
Tak begitu lama, datang lagi seseorang yang baru. "Tuhan, mengapa orang-orang hobi sekali datang dan pergi. Tanpa kutau alasan niat mereka datang di kehidupanku. Tak taukah kau Tuhan? Sudah bosan ku dengan mereka yang datang dengan harap dan cinta, tapi tak berniat sungguh". Anehnya, ada sesuatu yang bisa membuatku penasaran. Nyaman? Mungkin, tapi bukan itu awalnya. Cinta? Sungguh, ku tak percaya dengan cinta di waktu yang singkat. Lalu?
Bukan harapan yang dia tawarkan, bukan janji manis, apalagi cinta. Tidak ada sama sekali, tidak ada. Tidak jelas kan ku sebut itu. Lagi ku heran, kenapa bisa begitu singkat dan terlampau jauh ku diajak untuk memasuki dunianya. Ah, ini hanya geerku saja, ujarku. Tapi, percayalah siapa yang bisa begitu hebatnya mengendalikan perasaan agar tak terjebak kembali dengan segala tanda tanya darinya. Lelah sudah ku bermain main, sudah bukan waktunya lagi.
Terciptalah perjalanan sunyi yang tak terduga dengannya, dengan segala yang dia miliki, ku semakin terkagumi. Banyak hal yang bisa ku pelajari darinya, bukan hanya tentang pengalaman. Sesuatu yang berbeda. Tutur katanya, ujarannya, sikapnya, pandangannya terhadap sesuatu, pemikirannya terhadap banyak hal, ku liat dia berbeda dari yang lain. Semakin ku telaah, semakin banyak cara ku untuk terus mengaguminya. Tak henti kupandangi, tak henti ku dengarkan, rasanya tak ada alasan untuk ku tak kagum dengannya.
Bagaimana ia bisa membuatku tak menyentuh gadget dengan waktu yang tak singkat? Bagaimana ia bisa mengajarkanku tentang nikmatnya ketenangan itu? Bagaimana ia bisa membuatku sangat menyukai perjalanan semacam itu? Bagaimana?
Dan pada akhirnya, ku menemukan jawaban dari semua pertanyaan yang selama ini ku cari. Tanpa dia sadari, tanpa dia niatkan, dia telah memberiku jawaban dengan pelajaran di perjalanan ini. Tentang kehidupan, tentang tujuan, tentang kesukaan, tentang kedukaan, tentang semua yang ku selalu pertanyakan. Dan akhirnya, ku tersadar.............
Apa yang kau kejar? Apa yang kau ingin? Apa yang membuatmu hanya berdiam diri? Apa yang membuatmu tak bergerak? Mengapa harus orang lain yang membantu? Mengapa harus menunggu yang lain? Mengapa harus yang lain untuk membuatmu maju? Sudah kuduga, ku hanya mencari alasan saja bukan.
Jawabannya, semua ada didalam dirimu sendiri sa. Tak perlu orang lain, tak perlu bantuan. Karena menjadi percuma, jika tidak dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu. Bodohnya, ku tau jawaban ini dari awal. Lalu kenapa kau terus mencari alasan sa? Tak guna! Dan akhirnya, akhirnyaaaaa! Ku tersadar untuk bergerak kembali, ku tersadar untuk maju kembali, ku tersadar untuk mulai kembali! Dengan menepiskan berbagai harapan dari yang yang lain, ku harus bangun harapanku terlebih dahulu, dibentengi niat dan kan ku hiasi dengan usaha sebagai penyempurna.
Jangan terjebak kembali di zona nyamanmu sa, ingat! Ujar siapa tak ada yang menunggumu sa? Dunia membutuhkanmu lebih, alam menginginkan kamu untuk keluar dari sini! Semesta sudah memanggil lalu melambaikan tangannya padamu sa! Mereka yang menunggumu! Berikan motivasi terhadap dirimu sendiri! Ciptakan semangat dirimu sendiri sa! Mulai dan buktikan kembali kalau kamu bisa lebih!
Seperti lagu Realita, yang dibawakan Fourtwnty.
Nafsu dulu baru logika, tinta biru tinggal cerita. Realita. Tutup mata tutup telinga, perhitungan pun tak ada. Realita.
Itulah yang terjadi, padaku, kemarin
Tanpa kulupakan, dan selalu berbalut syukur. Terhadap orang-orang yang hadir, orang-orang yang datang, orang-orang yang pergi, yang silih berganti. Selalu memberi pelajaran yang kadang tak kusadari, atau bahkan mungkin tak kuakui.
Hidup tak bisa di ukur, semesta andil didalamnya. Dan kini ku deklarasi kan, perjalanan ku dimulai, kembali.
4 notes · View notes