Text

[Remark dari perjalanan panjang selama setahun ini]
adalah aku belajar tentang mencintai dan menerima diriku dalam keadaan apapun. Bisa kebayang aku hidup dengan ketidaknyamanan selama puluhan tahun? Gak ada yang berubah dengan fisikku. Tetap berisi seperti setahun lalu. Yang berubah adalah mental dan cara berpikirku. What you think is what you attract. Ketika aku merasa cukup dan menerima diriku sendiri, keajaiban terjadi. Banyak orang bilang hal positif tentangku dan bikin cukup banyak orang tertarik sama aku. Sampai pada tanya "tips supaya percaya diri gimana? " Pertanyaan yang selalu aku bilang ke diriku adalah "gimana orang mau suka sama dirimu kalau kamu aja gasuka sama dirimu sendiri?"
Lalu tentang job seeking. Teman-temanku boleh dapat kerja lebih cepat dari aku. Harus aku akui kadang aku bertanya sama diriku sendiri "apa yang salah sih sama aku?" Setelah kupikir lagi, ini tu proses. Harus aku syukuri hari-hari di mana aku nangis di depan orang tuaku atau teman-teman dekatku betapa berat bgt pikiranku ketika aku gak kerja (well sebenarnya aku ngerjain projek dan beberapa pekerjaan temporary. I'm talking about settled job)
Dan alhamdulillah sebenarnya banyak offer dari perusahaan dan government. Dan setelah melewatkan masa pencarian yg cukup panjang aku akhirnya memilih widya Indonesia sebagai tempatku berkembang. Kerja di Start Up company dan nuntut aku utk networking adalah passionku. Kerja pake baju casual, orang-orang yg dinamis dan berpikiran terbuka plus canggih.
Dan aku cuman pengen ngasih tau lewat post ini kalau setiap orang punya insecurities dan issues nya masing-masing tapi aku udah ngerasain efek positif ketika aku mau "fight" dan gak membiarkannya. Jadi buat kalian yang di luaran sana "it's okay if you don't like yourself. It's okay if you haven't got a single job yet. It's okay not to be okay. Ini tu proses yang kadang emang makan waktu cukup lama tapi ingat selalu utk tetap berjuang dan sambil memaknainya"
Happy 24 for this girl. Remember girl, there's warrior in your heartbeat.
0 notes
Text
Rules of Origin Review: Trade Facilitations or Trade Barriers?
Rules of Origin is a rule for determining the origin of goods. A state or country where the good is originated called the country of origin. Once the item has been identified, the country of origin of goods may apply the rules of origin. Rules of origin consists of two main types, namely preferential rules of origin and non-preferential rules of origin. Each of these sections has a fundamental difference. Preferential rules of origin used in the free trade agreement or free trade zone for reducing or eliminating customs duties for the countries participated in the agreement. While non-preferential tariff is used for other trade policy measures such as quotas, anti-dumping, food and health (sanitary) measures, etc. Two types of rules of origin are also used to determine the origin label trade goods and to collect statistics. In this article I will review the rules of origin as trade facilitations or trade barriers.
In a Free Trade Agreement and the Free Trade Zone generally use rules of origin as a condition for enjoying the convenience offered by the agreement. Countries involved in it certainly will benefit, while the non-member state will not get such benefits. An example is the goods of country X who is a member of the Free Trade Agreement will have 0% import tariff, while country Y which is a non-member state will not get tariff reduction. Country X is said to be enjoying preferential rules of origin. It can be seen from two sides, for the country X makes it easy for products to enter the market with the destination countries enjoy tariff reduction or 0% tariff. And for country Y it seem as trade bariers because of the products subject to high tariff while the country X does not. Their preferential rules of origin make other countries that are not involved in it had a relative view on the rules of origin itself.
Rules of origin can save the country from the negative effects of trading with other countries. For example, we know that China imposed anti-dumping rules to its products, where the price of exported less than the prices in the China’s domestic market. This ensures the competitiveness price of Chinese goods in international trade. However, for the destination country can be detrimental because Chinese goods would be preferable to the goods within the country itself. That is one of the reason rules of origin made in order to counteract the negative effects from trade relations. So it can be subjected a higher tariff for products come from China. There are also health inspection of the product that comes from a specific region or specific country. This used to ensure the health standards of a product that is safe for consumption. For importing countries it is important to do the inpsection for the sake of standardization of products that will infiltrate the market. As for the exporting countries sometimes it becomes insulting and considered as trade barriers. This case can be seen after the nuclear disaster in Fukushima, Japan in 2011. Before this happens the trade relations of Japan and the European Union is quite significant, particularly in the fields of food, vegetables and fruits, agricultural and fishery products. However, after the disaster at the Fukushima nuclear reactor, goods originated from Japan must go through stages of health inspection, regardless of the prefecture of the goods originate. Initially this applied not only to food products, agricultural and fishery products, but also applied to all products originated from Japan, including automotive products. Japan checked the products itself, and it was proven there were goods from various perfectur was nuclear uncontaminated. The EU had a reason that nuclear radiation due to the nuclear reactors in Fukushima can affect a wide area and contaminated goods. It could be harmful for consumers. For the EU this was a way that is used to counteract the negative effects on trade. While for Japan it was becoming barriers to trade and make its products popularity down. Although Japan did its own check on its productss and proved safe to eat, but still concerned about the health standard was used by the EU to complicate Japanese products entering the market.
Rules of origin not only covering issues related to wheter the country is a member of a Free Trade Agreement or not, but also includes the authenticity of a product produced in the country, raw materials, and manufacturing process. Those things are regulated in rules of origin to enjoy the convenience of trade. It is good when the country is able to meet all the requirements contained in the agreement, but it will be a problem when it can not fulfill it. In the application of rules of origin are categorized into two parts, which are wholly Obtained goods (entirely Obtained, extracted, or manufactured in a single country without using inputs imported from other countries) and substantially transformed goods (percentage or values, tariff classification, or the specific process). If a product meets the category of wholly obtained goods, it will not be a problem. The problem is when a product substantially transformed, because there are criteria that must be met to enjoy the convenience of rules of origin. An example is the rule of 30% of the final value of the good must be added locally and non-origanated materials (imported inputs) must not be more than 70% of the final price. It really depends on the availability of local raw materials. If a producer can obtain local raw materials easily it will be beneficial because it can enjoy a tariff reduction. Meanwhile, when local raw materials are difficult to obtain or availability was not difficult to fulfill in the country then this would be difficult and would have an impact on the country can not enjoy the benefits of rules of origin.
Overall, it can be concluded that the favorable rules of origin whether or not depends on the countries that adopted. Rules of origin can be seen from two sides, can be regarded as a trade facilitations or trade barriers.
0 notes
Text
Hukum Humaniter Internasional: Private Military Contractor sebagai Unlawful Combatant?
Private Military Contractor atau PMC merupakan sebuah kontraktor yang menyediakan jasa militer. Jasa militer tersebut meliputi penyediaan pasukan bersenjata, pemeliharaan dan pengoperasian sistem persenjataan dan bahkan dapat melatih tentara lokal.[1] Secara umum PMC tergolong sebagai unlawful combatant, yaitu orang-orang yang terlibat dalam perang, tapi tidak ambil andil langsung dalam kekuatan militer regular (resmi milik negara).[2] Namun, PMC dapat kehilangan status unlawful combatant dan dapat digolongkan sebagai lawful combatant di bawah kondisi tertentu dengan alasan sebagai berikut.
PMC digolongkan sebagai unlawful combatant ketika anggota dari PMC tersebut merupakan civilian sehingga berhak mendapatkan perlindungan dari serangan langsung musuh. Namun, civilian di dalam PMC ini bertugas untuk melayani jasa militer mulai dari melatih, mengorganisir, bahkan dapat menggunakan peralatan militer namun tidak dengan tujuan menyerang atau terlibat lansung dengan lawan. Ketika PMC memiliki status sebagai unlawful combatant maka anggota dari PMC tersebut bebas dari target lawan, memiliki hak yang sama seperti civilian pada umumnya di dalam kondisi perang.
Status unlawful combatant bisa saja hilang dan menjadi lawful combatant ketika PMC terlibat langsung dalam peperangan. Sebagai contoh adalah menggunakan senjata secara terbuka dalam kondisi perang dan bermaksud terlibat langsung dalam peperangan. Dalam hal ini PMC tidak lagi dianggap sebagai civilian karena melakukan tindakan yang di luar batas layaknya seorang civilian yang bekerja di PMC. Namun, jika anggota PMC tersebut membatalkan terlibat langsung dalam perang atau pun konflik bersenjata maka statusnya akan dikembalikan sesegera ketika dia menarik diri dari keterlibatan langsung dalam perang atau konflik bersenjata. Sebagai contoh adalah kasus PMC Amerika Serikat, yaitu tim keamanan Blackwater Amerika Serikat ketika terjadi peristiwa penyerangan terhadap diplomat Amerika Serikat pada September 2007. Namun, tim Blackwater malah terlibat baku tembak dengan warga Irak. Kasus ini menjadi perdebatan ketika di mana seharusnya PMC berstatus unlawful combatant bisa hilang keistimewaannya jika PMC (Blackwater) terlibat baku tembak dengan warga Irak.
Dengan demikian, masih menjadi perdebatan ketika penggolongan unlawful combatant ini terkait dengan PMC. Hal tersebut dikarenakan PMC sendiri pada dasarnya adalah badan bisnis yang berfungsi mengakomodasi militer pihak tertentu yang nantinya akan digunakan untuk kegiatan perang. Tidak adanya aturan yang rinci dan jelas mengenai aktivitas seperti apakah yang dapat digolongkan sebagai keterlibatan langsung dalam perang atau konflik bersenjata baik di dalam Konvensi Geneva dan protokol lainnya.
[1] ‘International humanitarian law and private military/security companies’, ICRC (daring), 10 September 2013, https://www.icrc.org/eng/resources/documents/faq/pmsc-faq-150908.htm, diakses pada 11 September 2016.
[2] Zachary, Shlomy, Between the Geneva Conventions: Where Does the Unlawful Combatant Belong, 38 Isr. L. Rev. 378 (2005).
0 notes
Text
Aliansi Cina-Korea Utara: Apakah masih menguntungkan?
6 Januari 2016 silam Korea Utara kembali melakukan tes nuklir dan berlokasi di Punggye-ri, Korea Utara. Jaraknya kurang dari 70 kilometer dari perbatasan Cina dan Korea Utara. Tes nuklir tersebut menggunakan bom hidrogen yang memiliki efek ledakan lebih besar dari pada tes-tes nuklir sebelumnya dan memicu gempa 5,1 magnitude yang dapat dirasakan bermil-mil jauhnya dari pusat ledakan. Tes nuklir tersebut merupakan tes nuklir ke-empat yang pernah dilakukan Korea Utara, setelah sebelumnya sukses melakukan tes nuklir pada tahun 2006, 2009 dan 2013.[1] Meskipun Cina memiliki kedekatan dengan Korea Utara, Cina tidak mendukung tes nuklir tersebut. Hal ini tercermin dalam setujunya Cina terhadap Resolusi PBB 2094 tentang sanksi terhadap aktivitas nuklir Korea Utara[2]. Resolusi 2094 nampaknya tidak mampu menakuti Korea Utara dalam melakukan tes nuklir lanjutan dan berujung pada tes nuklir 6 Januari 2016. Hal ini membuat Cina mendapat tekanan internasional yang besar dikarenakan kedekatannya dengan Korea Utara. Kedua negara ini merupakan sekutu resmi sejak 1961[3]. Dunia internasional, termasuk Amerika Serikat dan Korea Selatan, menekan Cina untuk mengambil tindakan tegas terhadap Korea Utara. Namun, Cina tidak dapat menunjukkan sikap tegas terhadap isu tes nuklir tersebut. Jika Cina mengambil sikap tegas, hal itu sama saja melemahkan posisi Korea Utara dan dapat berujung kepada keruntuhan Korea Utara. Korea Utara memang tidak memberikan banyak keuntungan bagi Cina. Namun, saya meyakini bahwa dampak yang dapat muncul jika Korea Utara runtuh akan banyak menimbulkan kerugian bagi Cina jika dibandingkan dengan tekanan-tekanan internasional yang saat ini ditujukan kepada Cina. Untuk itu, saya memusatkan fokus saya pada 4 argumen mengenai perlunya Cina untuk tetap mempertahankan hubungan dengan Korea Utara, yaitu untuk menjaga kestabilan kawasan, mencegah terjadi refugee wave besar-besaran ke Cina, dan mencegah tekanan yang semakin besar dari Amerika Serikat dan Sekutu-sekutnya di kawasan Asia Timur.
Secara geopolitik, Korea Utara merupaka buffer zone antara Cina dan Amerika Serikat yang menempatkan pasukannya di Korea Selatan[4]. Bagi Cina penting sekali untuk menjaga Korea Utara bebas dari gangguan Amerika Serikat. Jika buffer zone ini melemah atau runtuh, bisa saja menimbulkan tindakan-tindakan yang menunjukkan agresifitas dari pihak-pihak yang berada di antara zona tersebut dan dapat berujung pada perang. Prioritas politik luar negeri Cina adalah menjaga kestabilan di kawasan Asia Timur. Namun, melemahnya Korea Utara dapat berakibat pada ketidakstabilan kawasan.
Sanksi internasional, salah satunya sanksi ekonomi, yang diberikan oleh negara-negara Barat kepada Korea Utara tidak mampu mempengaruhi Korea Utara secara signifikan. Selama ini kegiatan ekonomi Korea Utara sebagian besar bergantung kepada Cina. Korea Utara mengekspor produknya sebesar 67% ke Cina dan melakukan impor dari Cina 61%. Selain itu, Cina juga menyediakan bantuan langsung terhadap Korea Utara dalam bentuk bahan makanan dan pendampingan energi sejak tahun 1995.[5] Jika Cina menghentikan kerja sama dengan Korea Utara, khususnya ekonomi, maka hal ini akan berdampak signifikan terhadap Korea Utara. Namun dengan alasan perlunya menjaga kestabilan di kawasan Asia Timur, maka Cina masih tetap melanjutkan kerja sama tersebut. Memang benar jika uji coba ataupun tes nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara juga dapat menimbulkan ketegangan di kawasan, namun bagi Cina dengan melemahnya Korea Utara akan memberikan dampak yang lebih besar lagi. Selama Cina masih melayani kebutuhan ekonomi dan perdagangan dengan Korea Utara, tidak ada sanksi yang dapat membuat Korea Utara jera atas tindakan tes nuklirnya. Setiap kali Korea Utara melakukan tindakan agresif, Cina harus dihadapkan pada pilihan untuk mendukung sanksi internasional kepada Korea Utara atau membiarkan isu tersebut berlalu begitu saja.[6]
Kemudian mengenai refugee wave atau gelombang pengungsi besar-besaran yang dikhawatirkan dapat terjadi jika Korea Utara runtuh. Pengungsi dari Korea Utara akan melarikan diri ke Cina dan hal ini tentu saja dapat menimbulkan masalah baru bagi Cina. Sejak beberapa dekade terakhir, permasalahan pengungsi tersebut sudah mulai dirasakan Cina, banyak masyarakat Korea Utara yang telah melarikan diri ke Cina[7]. Meskipun ada potensi para pengungsi tersebut juga akan melarikan diri ke Korea Selatan, namun dampak yang lebih besar akan diterima Cina. Mengingat Cina dan Korea Utara telah memiliki hubungan baik sebelumnya sehingga pengungsi dari Korea Utara yang rata-rata memiliki nasionalisme tinggi akan mengungsi ke Cina. Cina yang saat ini memiliki masalah dalam kependudukan harus bertambah bebannya jika menerima gelombang pengungsi yang besar dari Korea Utara.
Runtuhnya Korea Utara juga akan membuat Cina semakin tertekan di Asia Timur. Amerika Serikat telah memberikan banyak tekanan pada Cina secara tidak langsung melalui kerja sama Amerika Serikat dengan India, peningkatan hubungan dengan Vietnam, membentuk pemerintahan pro-Amerika di Afghanistan, peningkatan penjualan senjata kepada Taiwan, dan lain-lain[8]. Selain itu, Cina akan dikelilingi oleh negara-negara sekutu Amerika Serikat dan sistem demokrasi yang kebarat-baratan, seperti Jepang dan Korea Selatan. Hal ini tentu saja memperkuat pengaruh Amerika Serikat di kawasan Asia Timur dan pemimpin-pemimpin Cina mau tidak mau akan terpengaruh oleh sistem demokrasi yang digunakan oleh Amerika Serikat dan sekutunya. Legitimasi Partai Komunis Cina pun dapat terganggu karena keruntuhan Korea Utara, termasuk runtuhnya rezim partai komunis yang ada di dalamnya, akan menimbulkan spillover effect bagi pemerintah Cina. Keinginan Cina untuk bersanding dengan Amerika Serikat sebagai new great power dapat saja kandas di tengah jalan.
Cina perlu untuk tetap mempertahankan hubungan dengan Korea Utara. Meskipun tes nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara sering menempatkan Cina pada posisi-posisi sulit, namun dampak yang ditimbulkan jika dibandingkan dengan membiarkan Korea Utara menjadi lemah atau runtuh tidak sebanding dengan tekanan-tekanan yang dihadapi Cina saat ini.
[1] ‘North Korea’s nuclear tests,’ BBC NEWS (daring), 6 Januari 2016, <www.bbc.com/news/world-asia-17823706>, diakses pada 4 April 2016 .
[2] ‘UN Security Council Resolution 2094, North Korea,’
Council on Foreign Relations
(daring), 7 Maret 2013, <
http://www.cfr.org/north-korea/un-security-council-resolution-2094-north-korea/p30182>, diakses pada 4 April 2016.
[3] TestTube News, Why China Supports North Korea [Video],
<https://www.youtube.com/watch?v=Ffg7Xnoniho>, diakses pada 4 April 2016.
[4] T. Xie, ‘What’s Wrong with China’s North Korea Policy?,’ Carnegie-Tsinghua (daring), 26 March 2013, <http://carnegietsinghua.org/2013/03/26/what-s-wrong-with-china-s-north-korea-policy/ftju>, diakses pada 4 April 2016.
[5] E. Albert, ‘The China-North Korea Relationship,’ Council on Foreign Relations (daring), <http://www.cfr.org/china/china-north-korea-relationship/p11097> , diakses pada 4 April 2016.
[6] J. Song, Understanding China's Response to North Korea's Provocations, Asian Survey, Vol. 51, No.6, California, 2011, p. 1135.
[7] E. Rauhala, ‘Of Course Cina Has A Plan for North Korea Collapse,’ TIME (daring), 7 May 2014, <http://time.com/90617/china-north-korea-plan/>, diakses pada 4 April 2016.
[8] A. Nathan and B. Gilley, China’s New Rulers: The Secret Files, New York Review Books, New York, 2002, p. 206.
0 notes
Text
Ini alasan kenapa internet di Cina beda dengan negara lain - The Future of China’s Great Firewall
Jika di Amerika Serikat terkenal dengan kebebasan dalam berbagai aspek, justru hal ini berkebalikan dengan Cina. Salah satu contoh kebebasan yang tidak dapat dinikmati di Cina adalah informasi yang berasal dari dunia maya atau internet. Jika di luar Cina bisa mendapatkan informasi tentang korupsi yang dilakukan pemerintah, skandal, dan hal-hal buruk lainnya maka di Cina akan sulit untuk menemukan hal tersebut karena situs-situs yang menyediakan tentang informasi yang berkaitan dengan keburukan pemerintah, hal-hal yang dilarang di Cina, dan lain-lainnya akan diblokir. Cina juga membatasi penggunaan media sosial dari barat yang biasanya dapat digunakan sebagai media untuk mengkomunikasikan hal-hal yang berbau barat, demokrasi, kebebasan berpendapat dan lain-lain, sebagai contoh adalah situs Facebook, Gmail, Yahoo, Youtube, dan masih banyak situs lainnya yang telah diblokir oleh pemerintah Cina[1].
Untuk mencegah terjadinya tuntutan dari pengguna internet atas diblokirnya situs-situs dari barat, Cina lalu membuat situs sejenis untuk memenuhi kebutuhan pengguna internet. Tentu saja situs ini berada di bawah pengawasan ketat pemerintah. Cina mempelajari hal ini dari Mesir ketika Hosni Mubarak menghentikan koneksi internet bagi warga negara dan berakibat pada penggulingan pemerintah[2]. Cina menggunakan cara yang lebih halus untuk menjaga pengguna internet agar tetap diam.
Untuk menyempurnakan pengawasan terhadap penggunaan internet Cina mempekerjakan jutaan polisi internet untuk mengawasi aktivitas pengguna internet di Cina. Jika terdeteksi pengguna internet Cina melakukan aktivitas yang “mencurigakan” maka polisi internet akan menyelidiki dan memprosesnya secara hukum[3]. Pembatasan terhadap internet ini merupakan keputusan yang beralasan dari pemerintah Cina. Untuk mempertahankan legitimasi kekuasaan tentunya perlu menekan informasi yang masuk dan dikonsumsi penduduk Cina. Cina menganggap bahwa adanya informasi buruk tentang pemerintah dapat berakibat pada pemberontakkan dan penggulingan pemerintah. Keyword tertentu seperti “demokrasi” akan sulit sekali ditemukan di jaringan internet Cina. Seperti yang diketahui bahwa substansi dari demokrasi salah satunya adalah transparansi dari pemerintah dan kebebasan dalam berbagai aspek.
Pembatasan terhadap internet ini merupakan alat pemerintah untuk menjaga legitimasi kekuasaan dan untuk mengawasi pergerakan masa yang dapat mengancam posisi pemerintah. Pemerintah yang khususnya dalam hal ini Partai Komunis Cina (PKC) perlu menyingkirkan hal-hal yang bertentangan dengan partai. Sebagai contoh adalah diblokirnya situs milik Partai Demokratik Cina (PDC) karena pada dasarnya berbeda haluan dan tujuan dengan PKC[4]. PKC yang mendominasi pemerintahan di Cina berhasil melenyapkan situs milik PDC tersebut.
Di masa depan, katakan lah 10 tahun ke depan, teknologi ini akan semakin laku di negara-negara yang memiliki jenis pemerintahan seperti Cina. Saat ini teknologi great firewall ini telah diimpor oleh negara-negara diktator untuk mengawasi penggunaan internet beserta penyebaran informasi yang dapat mengancam kekuasaan[5]. Penggunaannya akan semakin luas. Hal ini akan berdampak terhadap diversifikasi komoditas ekspor Cina. Selain itu juga tentu saja kekuasaan pemerintah dan PKC akan semakin kuat karena ancaman yang dilayangkan melalui hukum sensor internet cukup membuat pengguna internet Cina ketakutan dan masyarakat Cina mulai terbiasa dengan kondisi ini. Mungkin bukan masalah yang besar selama masih bisa mengakses informasi standar dan sesuai kebutuhan karena Cina secara terus menerus memantau internet negara barat untuk bisa diadopsi dan disesuaikan dengan dalam negeri Cina. Jika ada yang berani memprotes pasti akan dilenyapkan oleh pemerintah. Akan tetapi, selama kegiatan ekonomi berjalan dengan baik dan kesejahteraan terjamin, protes dari masyarakat khususnya pengguna internet mungkin dapat ditekan. Sehingga pergerakan masyarakat pun dapat dikontrol.
[1] China’s Great Firewall is Rising, http://foreignpolicy.com/2015/02/03/china-great-firewall-is-rising-censorship-internet/, diakses 13 Desember 2015, Pukul 22.31.
[2] Michael Anti, Behind The Great Firewall of China, https://www.youtube.com/watch?v=yrcaHGqTqHk, diakses 12 Desember 2015, Pukul 21.11.
[3] The Daily Conversation, China’s “Great INTERNET Firewall” Explained, https://www.youtube.com/watch?v=Po9qrFyZOM8, diakses pada 12 Desember 2015 Pukul 22. 50.
[4] The Daily Conversation, China’s “Great INTERNET Firewall” Explained, https://www.youtube.com/watch?v=Po9qrFyZOM8, diakses pada 12 Desember 2015 Pukul 22. 50.
[5] The Economist, Videographic: How does China Control and Profit from the Internet?, https://www.youtube.com/watch?v=_cywVDheJj8, diakses pada 12 Desember 2015 Pukul 22. 30.
0 notes
Text
Reunifikasi Korea Utara dan Korea Selatan, Mungkinkah?
Korea Utara dan Korea Selatan merupakan dua negara yang memiliki hubungan sangat dinamis pasca Perang Korea pada 1953. Banyak program dari Korea Selatan yang telah dicetuskan dan dijalankan oleh kedua negara untuk mewujudkan reunifikasi Korea. Tidak dapat dipungkiri bahwa kedua negara ini memiliki kesamaan wilayah dan budaya yang dapat mendorong terjadinya reunifikasi. Akan tetapi, meskipun telah dilakukan usaha-usaha untuk reunifikasi, tetap saja kedua negara ini sulit sekali untuk dipersatukan.
Contoh konkret dari program pendorong reunifikasi antara Korea Utara dan Korea Selatan adalah melalui kebijakan politik luar negeri Korea Selatan yang bernama “Sunshine Policy”, yaitu politik luar negeri Korea Selatan yang ditujukan khusus untuk Korea Utara sejak 1998 hingga 2007. Melalui politik luar negeri ini hubungan antardua negara ini sempat hangat, di mana terdapat program kerja sama dalam ekonomi-bisnis dan mempertemukan keluarga yang sempat terpisah akibat Perang Korea. Akan tetapi hubungan hangat ini tidak bertahan lama dikarenakan masuknya intervesi asing seperti Amerika yang rutin melakukan latihan militer di Korea Selatan, sehingga membuat kehadiran Amerika di Korea Selatan dianggap seperti ancaman dan Amerika pun menganggap bahwa Korea Utara ini juga merupakan ancaman karena Korea Utara memiliki bahan baku nuklir. Oleh sebab itu Amerika sebagai polisi dunia merasa memiliki tanggung jawab untuk mengawasi perilaku Korea Utara.
Dari situlah mulai hubungan yang panas antara Korea Utara dan Korea Selatan. Desakan-desakan dari Amerika terhadap Korea Utara untuk menghentikan pengembangan senjata nuklirnya membuat Korea Utara gerah dan tidak mau bersahabat dengan Korea Selatan dikarenakan kehadiran Amerika tentunya tidak lepas dari izin dari Korea Selatan. Menurut saya hal ini menyebabkan proses reunifikasi rusak, bahkan gagal. Politik luar negeri Amerika terhadap negara-negara Asia Timur tentunya menjadi salah satu penyebabnya. Amerika merasa dirinya seperti polisi dunia yang ikut bertanggung jawab terhadap isu-isu keamanan yang terjadi di dunia, termasuk di Asia Timur. Apalagi Amerika sangat khawatir bahwa terdapat dua kekuatan komunis yang besar, yaitu China dan Rusia yang dapat mencaplok anak-anak Amerika di kawasan Asia Timur. Melihat hal tersebut tentunya Amerika merasa perlu untuk menghadirkan kekuatan militernya yang ternyata berakibat terhadap kegagalan reunifikasi Korea Utara dan Korea Selatan. Jika diibaratkan ada dua orang ingin bersalaman, kemudian ada orang lain yang mencegah kedua orang tersebut bersalaman, orang lain tersebut adalah Amerika.
0 notes
Text
China’s Sexual Revolution and Economy
Revolusi seksual China atau China’s sexual revolution menjadi hal yang saat ini masih terjadi dan berkembang terus di China. Mengingat China di masa lampau dalam hal kebebasan sexual sangat dibatasi. Sebagai contoh, aturan yang melarang berpegangan tangan antara lawan jenis pada masa Mao Zedong memerintah, dengan adanya revolusi seksual ini seperti menjadi pintu masuk menuju budaya ataupun tingkah laku seksual masyarakat China yang baru. Selama revolusi ini berlangsung, terjadi peningkatan jumlah homoseksual, meningkatnya kegiatan industri seks, dan lebih terbukanya diskusi umum mengenai seks, termasuk pelajaran mengenai seks ditingkat universitas, media, dan publikasi formal.
Menurut saya revolusi ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan membludaknya penduduk China. Masyarakat China menganggap bahwa kebebasan untuk memilih cara memuaskan hasrat seksual mereka merupakan salah satu hak asasi manusia yang harus dihargai. Sebagai contoh adalah seks bebas menjadi salah satu hal yang lumrah di sana. Seks bebas tanpa pengaman menyebabkan jumlah bayi yang dilahirkan pun meningkat. Selain seks bebas, industri yang bergerak di bidang seks pun juga menjamur, rumah prostitusi dan film pornografi juga menjadi contoh yang paling signifikan dalam menyumbang meningkatnya hasrat untuk berhubungan seks penduduk China. Hal-hal tersebu tentu saja berdampak pada meningkatnya jumlah penduduk China yang bisa dikatakan memiliki penduduk terbesar di dunia.
Selain permasalahan revolusi seksual, saat ini China sedang tumbuh menjadi negara kekuatan baru yang diprediksi akan menyaingi Amerika Serikat dalam bidang ekonomi, khususnya perindustrian. Tersedianya sumber daya alam yang memadai, tenaga kerja yang murah akibat banyaknya penduduk China yang membutuhkan pekerjaan karena dampak ledakan penduduk, dan rendahnya biaya produksi. Ketiga hal tersebut membuat produk dari China dapat membanjiri seluruh dunia dan berharga terjangkau. Untuk menghasilkan barang berkualitas China menggunakan konsep Triple Helix, hubungan sinergis antara universitas, peneliti, dan bisnis. Para peneliti menggunakan ilmunya untuk membuat suatu temuan yang memiliki daya guna dan dapat digunakan dalam kegiatan bisnis, para peneliti ini berasal dari dosen maupun mahasiswa dari universitas tertentu di China. Saya rasa konsep Triple Helix ini sebaiknya diterapkan juga di Indonesia secara luas. Karena mengingat untuk menjadi suatu negara maju biasanya disokong oleh perkembangan kaum pebisnis atau pengusaha lebih dari 2% yang di mana saat ini di Indonesia hanya 1,6% pada tahun 2013.
0 notes
Text
Dispute, Piracy, and Terrorism in Malacca Strait
Selat Malaka merupakan pintu masuk perdagangan dari barat menuju Asia Tenggara dan Asia Timur. Setiap tahunnya kurang lebih di selat tersebut dilalui oleh 50.000 kapal [1]
yang memiliki kepentingan perdagangan, baik berasal dari Cina, Amerika Serikat, dan negara-negara di Asia Timur serta Asia Tenggara lainnya. Selat Malaka berada diantara empat negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Akibat berada di antara negara tersebut membuat Selat Malaka menjadi tempat yang rawan konflik batas perairan.
Peta tersebut merupakan letak Selat Malaka. Dapat dilihat pada bagian pintu masuk, Selat Malaka berada di pantai barat Malaysia dan Indonesia, memiliki lebar sekitar 200 mil laut dan membujur ke arah tenggara. Bagian tersempit berada di barat daya semenanjung Melayu sekitar 8,4 mil laut. Kemudian di sekitar Selat Singapura sepanjang 3,2 km dengan lebar 15 mil laut, kedalaman kurang dari 72 kaki. Akibat kompleksnya letak geografis dari Selat Malaka sehingga menyebabkan terjadinya tumpang tindih garis perbatasan wilayah laut yang berujung pada sengketa Selat Malaka antara empat negara tersebut.
The United Nations Conventions on the Law of the Sea (UNCLOS) atau Konvensi PBB mengenai hukum laut telah menentukan bahwa negara kepulauan seperti Indonesia dan Malaysia dibagi menjadi beberapa zona perairan yang termasuk di dalamnya Laut Teritorial, contiguous zone, Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE), dan Landas Kontinen, yang diukur pada garis pantai terluar ketika air laut surut[2]. Meskipun telah dikeluarkannya ketentuan tersebut oleh UNCLOS tapi tetap saja sulit untuk melakukan pembagian yang dianggap adil oleh masing-masing negara tersebut.
Pada 1969, Indonesia dan Malaysia menetapkan batas dasar laut atau Landas Kontinen di Selat Malaka[3]. Batas ini berada lebih dekat ke Indonesia, tidak berada di tengah-tengah Selat Malaka. Akan tetapi pada ketetapan ini hanya menyepakati tentang batas Landas Kontinen antara Indonesia dan Malaysia, sementara tidak pada batas zona lainnya. Dalam pembagian Landas Kontinen ini diatur secara jelas mengenai batas dan kekayaan alam yang ada di dalamnya (minyak bumi, gas, dan spesies laut), akan tetapi pembagian batas zona lainnya berserta kekayaan alam (ikan) yang terkandung di dalamnya masih belum jelas.
Salah satu zona yang batasnya belum disepakati sampai saat ini adalah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE), yang di mana masing-masing negara saling mengklaim ZEE mereka masing-masing yang menimbulkan perselisihan antara Indonesia dan Malaysia. Indonesia menggunakan garis tengah Selat Malaka sebagai acuan, sementara Malaysia menggunakan aturan tahun 1969 tentang batas laut sebagai batas ZEEnya, yang mana lebih dekat ke wilayah Indonesia. Hal ini tentu saja menimbulkan tumpang tindih wilayah perbatasan perairan Indonesia-Malaysia. Akibatnya sering nelayan Indonesia ataupun Malaysia yang sering ditangkap di wilayah perairan yang disengketakan tersebut dan membuat hubungan Indonesia-Malaysia kurang baik[4].
Kemudian sengketa antara Malaysia dan Singapura mengenai perjanjian tapal batas antar kedua negara. Meskipun telah dicapai kesepakatan dalam pembagian perbatasan Selat Malaka, akan tetapi Malaysia sering mencurigai Singapura yang dikhawatirkan menyalahi kesepakatan tersebut. Malaysia dan Singapura tidak sekali ini saja berkonflik mengenai batas wilayah sehingga membuat Malaysia melakukan upaya-upaya untuk menkonfrontasi Singapura dengan cara menghadirkan kekuatan asing, yaitu Cina dan keberpihakan Singapura terhadap Amerika Serikat. Kedua negara yang menghadirkan kekuatan asing tersebut menyebabkan Indonesia tidak senang karena Indonesia tidak menginginkan adanya intervensi dari negara lain.
Selain permasalahan sengketa, Selat Malaka juga diwarnai oleh piracy atau perompakan lautnya. Karena letaknya yang sempit dan tidak terlalu dalam, wilayah ini mudah disusupi oleh kelompok bajak laut dan kelompok teroris.[5] Selain itu, karena patroli laut yang bukan merupakan patroli gabungan tidak boleh masuk ke teritori negara lain yang membuat kelompok perompak itu dengan mudahnya berpindah dari satu teritori ke teritori lain dan peluang untuk lolos dari pengejaran besar adanya. Jika dilihat dari prinsip Geopolitik di mana Selat Malaka sebagai jalur utama pelayaran dari Eropa, Timur Tengah, dan India ke wilayah Asia Timur dan Tenggara, maka tidak mengherankan apabila wilayah Selat Malaka menjadi rebutan dan terdapat banyak praktek kejahatan seperti perompakan dan penyelundupan.
Selat Malaka memang dikenal infested with pirates, tapi serangan teroris lebih sering muncul belakanan ini. Tidak mengejutkan bahwa Selat Malaka disebut sebagai target utama dari teroris dan Al-Qaeda dicurigai merupakan salah satu jaringan teroris yang beraksi di selat ini. Meskipun demikian belum adanya kebijakan yang terkoordinasi dan belum adanya aksi untuk mencegah serangan teroris di Selat Malaka. Kemudian pada tahun 2002 Amerika Serikat menyatakan bahwa Asia Tenggara merupakan "second front in the war on terrorism" sehingga menyebabkan Amerika Serikat merasa perlu meningkatkan kehadiran angkatan lautnya di wilayah tersebut.
[1] Bill Tarrant, “Balancing powers in the Malacca Strait”, Global New Journal, Edisi 7 Maret 2010.
[2] Sharda, Nautical Law: What is UNCLOS?, http://www.marineinsight.com/misc/maritime-law/nautical-law-what-is-unclos/, diakses pada 6 April 2015.
[3] International Boundary Studies: Indonesi-Malaysia Sea Boundaries, http://archive.law.fsu.edu/library/collection/LimitsinSeas/ls050.pdf , diakses pada 6 April 2015.
[4]I.M.A. Arsana, Understanding The Malacca Stait Incident, 14 April 2011, < http://www.thejakartapost.com/news/2011/04/14/understanding-malacca-strait-incident.html >, diakses pada 5 April 2015.
[5] R. Afrilene, ‘Geopolitik & Geostrategi Asia Tenggara’, Resiva Afrilene – FISIP UNAIR (daring), 17 Maret 2015, < http://resvia-a-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-134673-Geopolitik%20dan%20Geostrategi%20Dunia-Geopolitic%20&%20Geostrategi%20Asia%20Tenggara%20%20%20.html >, diakses 3 April 2015.
0 notes
Text
Amerika Latin, Tidak Pernah Dewasa

Amerika Latin merupakan negara yang terhitung lama merdeka jika dibandingkan dengan negara-negara Asia dan Afrika lainnya. Akan tetapi dalam sistem politik dan pemerintahannya sering mengalami perubahan. Beberapa sistem politik yang menghiasi dinamika Amerika Latin, mulai dari yang paling kiri sosialisme-komunisme, sosialisme-kanan, rezim otoritarianisme, sampai dengan demokrasi liberal. Amerika Latin seolah-olah seperti negara yang baru merdeka. Masih terus mencari sistem politik mana yang paling cocok.
Dalam tulisan ini saya akan mencoba untuk mengomentari hal tersebut dan menambahkan beberapa analisis mengenai alasan dinamika sistem politik di Amerika Latin yang sering berganti-ganti. Pada awalnya sebagian besar negara Amerika Latin menganut sistem politik sosialisme-komunisme, hal tersebut jelas sekali menandakan bahwa pengaruh Uni Soviet telah masuk duluan dari pada Amerika Serikat. Seperti yang terjadi pada Krisis Misil Kuba pada 1962. Kemudian keruntuhan Soviet membuat lambat laun sistem tersebut mengendur. Selain itu didukung pula oleh naiknya kepala negara sebagai hasil kudeta atau melalui jalan kekerasan juga tentunya berpengaruh karena setiap pergantian kepala pemerintahan di Amerika Latin, dan jika digunakan dengan cara kekerasan, maka akan menimbulkan bergantinya sistem pemerintahan. Demokrasi liberal menjadi sistem yang paling relevan dengan perkembangan saat ini. Tentunya hal ini diperkenalkan oleh Amerika Serikat. Akan tetapi Amerika Latin pada umumnya dengan sengaja membendung pengaruh Amerika Serikat karena mereka tidak ingin Amerika Serikat menyentuh ranah privat negara-negara Amerika Latin. Sementara Amerika Serikat perlu untuk menyentuh Amerika Latin karena berkaitan dengan kebijakan luar negeri Amerika Serikat mengenai Drug Trafficking di mana sebagian besar bersarang di Amerika Latin dan Amerika Serikat juga merasa perlu mengembangkan pasarnya ke Amerika Latin. Seperti yang kita ketahui bahwa perekonomian Amerika Serikat sangat perlu untuk ditolong dan diperlukan daerah atau wilayah baru untuk mengembangkan sayap ekonomi. Itu alasan yang dianggap paling relevan saat ini.
Negara-negara Amerika Latin selalu terkesan seperti negara yang baru merdeka jika setelah terjadi pergantian kekuasaan. Pergantian kekuasaan tersebut pada umumnya diikuti oleh pergantian sistem politik dan pemerintahannya. Karena seperti yang telah diketahui bahwa pergantian kekuasaan tersebut pun didasari oleh keinginan rakyat yang merasa tidak cocok dengan sistem yang ada beserta penggeraknya. Berbeda dengan Indonesia, meskipun telah berganti presiden beberapa kali, sistem politik pemerintahannya tetaplah demokrasi Pancasila. Perbedaan tersebut jelas terletak dari bagaimana pemilihan kepala pemerintahan atau kepala negara. Di Indonesia pemilihan dilakukan dengan PEMILU atau pemilihan umum sementara di Amerika Latin sendiri cendurung menggulingkan pemerintah yang berkuasa, sehingga hal tersebut tentunya berdampak pada ketahanan dari sistem itu sendiri. Sistem politik memang pada dasarnya memiliki kelebihan dan kekurangan. Hal ini yang sepertinya kurang bisa dipahami masyarakat Amerika Latin. Seharusnya kekurangan dari suatu sistem tidak diselesaikan dengan mengganti sistem itu, tapi lebih bagaimana menyesuaikan dengan kebutuhan.
0 notes
Text
Hell yeah! Baliiiiii!
What special about this post? Yep, I am going to reveal the cheapest way to get there...
Perjalanan ke Bali kali ini adalah pertama kalinya bagi saya untuk menginjakkan kaki di sana. Ketika saya menceritakan kepada teman-teman di kampus bahwa saya belum pernah ke Bali, sontak mereka kaget dan ‘SUMPAH?! Kamu belum pernah ke Bali?’. Tidak salah lagi, memang belum pernah ke Bali sebelumnya. Akhirnya pada Agustus 2015 dan dengan dorongan dari teman yang juga banyak berasal dari Bali, akhirnya saya memberanikan diri untuk traveling ke Bali dengan modal terbatas. Pokoknya kali ini harus irit seirit-iritnya.
Saya memulai semuanya dengan membaca blog-blog perjalanan yang membahas bagaimana liburan ke bali dengan cara yang murah, namun tidak menderita. And voilaaaa! Saya akhirnya memutuskan untuk mengikuti tips dari mereka.
Untuk ke Bali dari domisili saya, Yogyakarta, dapat ditempuh dengan 3 moda transportasi, antara lain pesawat, kereta dan bis. Kalo naik pesawat jelas mahal lah ya. Naik kereta so so aja dan naik bis kelamaan di jalan. Untuk harga tiket pesawat sendiri waktu itu berkisar 700ribu sampai 900 ribu. Untuk tiket kereta sekitar 97 ribu dan tiket bis sekitar 300 ribu dengan lama perjalanan lebih dari 24 jam. Tapi, untuk kereta sendiri hanya sampai Banyuwangi, Jawa Timur, jadi kalau mau ke Bali harus nyeberang dengan Ferry dan melanjutkan perjalanan dengan bis menuju Denpasar. Akhirnya saya memutuskan untuk menggunakan moda transportasi kereta api dikarenakan harganya yang sangat terjangkau dibandingkan pesawat dan lebih cepat dibandingkan bis.
Saya memulai perjalanan dengan menaikki kereta jurusan Yogya Lempuyangan tujuan Banyuwangi berangkat sekitar pukul 07.15 pagi. Perjalanan dengan kereta kurang lebih ditempuh dalam waktu 13 jam. Saya tiba di stasiun Banyuwangi pukul 20.30 an. Saya menunggu di stasiun sampai pukul 02.00 pagi karena saya sedang mengamati sekitaran dan membaca situasi keamanan eaaa… Dari stasiun Banyuwangi saya berjalan kaki menuju pelabuhan ferry yang namanya Pelahuban Ketapang, yang jaraknya sangat dekat dengan stasiun. Dapat ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 8-10 menit. Jangan khawatir meskipun sudah malam daerah ini tidak pernah sepi, selalu ramai dengan mobil dan bis yang ingin menyeberang. Sebelum naik ke ferry, terlebih dahulu kita harus membeli tiket seharga Rp8.000 dan melanjutkan masuk ke dalam ferry. Beli tiketnya di loket resmi ya. Jangan di calo.
Setelah naik ke ferry silakan duduk di manapun yang kita mau. Sesuka hati. Kalau di bagian luar khusus perokok. Kalau di dalam aman lah. Bau seduhan Pop Mie bisa kita cium di mana-mana. Jadi ketika di perjalan lapar dan butuh asupan dapat mengunjungi penjual makanan terdekat. Mereka juga menjual minuman hangat seperti kopi dan the untuk menghangatkan diri. 24 jam jangan khawatir. Perjalanan dengan ferry ditempuh dalam waktu 45 menit-1 jam. Kita akan mendarat di Pelabuhan Gilimanuk dan sudah masuk ke dalam Provinsi Bali. Tapi tunggu dulu, belum sampai pusat Bali nih. Dari Pelabuhan Gilimanuk kita akan melanjutkan perjalanan ke Denpasar, Ibu Kota provinsi, pusat segala macam kebahagiaan, yang harus ditempuh dengan bis. Ambillah bis tujuan Denpasar. Ketika itu harga bis sekitar 45-50 ribu.
ATAU
Bisa juga dari sebelum masuk ke Pelabuhan Ketapang untuk naik bisa tujuan Denpasar. Biasanya bis itu asalnya dari Jombang yang mau ke Bali. Kalau naik bis seperti ini tidak perlu membayar biaya ferry. Karena harga tiket bis kita sudah termasuk tiket ferry juga. Tapi harganya lebih mahal sih. Harga bisnya sekitar 80 ribuan. Keuntungannya adalah kamu tidak perlu turun-turun dari bis beli tiket. Kalau tidak mau keluar dari bis pun selama penyeberangan tidak masalah. Bisa tidur dengan nyenyak di bis. Rata-rata sih penumpang bis pada turun karena ingin melihat pemandangan Selat Bali. Kalua malam-malam sih percuma, tidak keliatan apa-apa karena gelap dan cuman lampu-lampu kapal lain yang juga sedang berada di selat itu.
Oke kembali dengan pembahasan OTW Denpasar. Ketika sudah berada di bis dan jalan menuju Denpasar kita akan menyaksikan pemandangan pinggiran dan hutan-hutan, termasuk hutan kelapa, bukan hutan juga sih, perkebunan kali lebih tepatnya. Selain itu juga ada pemandangan seperti pantai-pantai yang saya sendiri tidak tahu namanya. Mungkin belum dieksplor lebih lanjut oleh komunitas lokal. Kali ini perjalanan ditempuh dalam waktu 4 jam. Saya tiba di terminal Ubung, Denpasar sekitar pukul 07.00 an pagi. Sesampainya di Ubung banyak sekali yang menawarkan angkot dan ojek. Sopir angkot di sini garang-garang dan agresif. Tidak semua sih, cuman sebagian besar ya begitu. Saya awalnya memilih naik angkot karena harganya hanya Rp15.000, namun karena saya harus menungu penumpang lain dan itu angkot harus penuh saya membatalkan niat saya. Akhirnya saya berpindah pilihan untuk naik ojek. Tarif ojek dari Ubung – Kota Denpasar sekitar Rp35.000. Maklum ketika itu belum ada ojek online di sana. Kebetulan tujuan saya berada di pusat kota sehingga tidak sulit dicari. Ketika saya keluar dari angkot dan pindah ke ojek bapak angkot terkait marah-marah. Tapi saya sih cuek aja.
Di Bali stay di hotel mana?
No no no, saya tidak tinggal di hotel. Karena ini liburan irit jadi hotel bukan pilihan saya. Saya menggunakan modal sosial saya. Pertemanan adalah kunci liburan murah kali ini. Selama di Bali saya disponsori oleh teman baik saya yang berasal dari jurusan yang sama di kampus. Makan dan tidur serta transportasi di Bali di sponsori oleh dia. Paling saya modal duit nongkrong di tempat hits sama beli bensin motor.
Tiap hari saya disuguhi makanan khas Bali. Mulai dari rujak kuah pindang, nasi jinggo, tipat cantok, sate lilit, ayam sisit, pie susu, jajan pasar, dan lain-lain. Wah pokoknya budget terbatas yang kaya dengan kearifan lokal. Selama di Bali juga saya menikmati hidup seperti orang Bali. Karena saya tinggal di rumah teman saya sehingga saya beruntung bisa berinteraksi dengan orang Bali asli dan kebudayaan mereka.
Dengan bermodalkan motor matic gratisan tapi beliin bensin, ini lah destinasi-destinasi wisata yang berhasil saya kunjungi di Bali. Tidak begitu banyak sih karena di Bali hanya 5 hari. Percayalah 5 hari tidak cukup untuk bisa menikmati Bali.

Dini hari di Selat Bali

OTW Denpasar

Pantai Seminyak

masih di Seminyak

menunggu sunset di Seminyak

sunsetnya bagus yaaa...

kalau di Bali main layang-layang di pantai itu lumrah

Ini museum bom bali di Kuta. Isinya sih ada nama-nama korban yang tewas ketika kejadian itu.

salah satu toko cinderamata yang ada di kawasan Kuta


Monumen Bajra Sandihi Renon. Letaknya ada di pusat kota dan berada di kawasan Renon.

ini yang namanya tipat cantok. Mirip lotek sih kalo di Jogja. Tapi rasanya agak beda kok.

RUJAK KUAH PINDANG MY FAV!!! Entah siapa yang menemukan makanan ini tapi perpaduan yang asem-asem dengan ditambah gurihnya kuah pindang. Yummm.... mau netes air liur saya pas lagi nulis ini hahaha

Ini di sebuah bar hits di Bali gitu. Lokasinya di Jimbaran tapi nama pantainya bukan Pantai Jimbaran ya. Ini Pantai Blue Finn.

Ciri-ciri pantai di Jimbaran ya biasa lah banyak berada di pinggir tebing. Curam dan lebih dalam.

suatu pagi di Pantai Sanur. Agak mendung sih.

Sanur adalah pantai favorit saya selama di Bali karena ketenangan yang dia tawarkan itu lho. Gak crowded kayak di Seminyak atau Kuta. Katanya sih yang biasa pergi ke pantai ini turis-turis darI Eropa. Mereka yang mencintai ketenangan dan keteraturan dan kebersihan, Sanur direkomendasikan nih.

masih di Sanur. I love Sanur. Damai.

Ini lho penanda kamu lagi berada di Denpasar

Pertunjukkan Ramayana Ballet di Batu Bulan, Gianyar. Kata para tour guide kalau mau nonton pertunjukkan tersebut bisa pergi ke Garuda Wisnu Kencana di Jimbaran atau pergi ke Batu Bulan. Di sana pusatnya deh. Btw, kalau kalian lewat Batu Bulan pasti akan banyak banget menemukan penjual patung di pinggir jalan. Daerah ini juga terkenal dengan karya seni patungnya.

Masih pertunjukkan Ramayane Ballet. Tempatnya memang agak kecil. Jarak panggung juga sangat dekat dengan kursi penonton.

Ini di Sanur lagi. Hampir tiap pagi pergi ke Sanur dulu. Hari itu nyobain canoe. Kalau bisa bahasa Bali harga sewanya jadi lebih murah.

THE HOLY NASI JINGGO!!! MAKANAN YANG TIDAK BOLEH DILEWATKAN KETIKA DI BALI. Nasi jinggo ini sudah berdiaspora ke mana-mana kok. Hampir di semua kota besar pasti ada yang jual.

Makan nasi jinggonya di pinggir pantai biar yahut. Gak deng. Ini ngebekel aja sih pas ke Sanur. Biar gak susah-susah amat nyari makanan halalnya.

Eh ada anak bule....

Biasanya pagi-pagi di Pantai Sanur akan ketemu banyak sesajen atau bunga-bunga atau dupa. Karena banyak penganut agama Hindu melakukan ibadah di pantai setiap paginya. Ah banyak orang-orang tua yang mandi di pantai kalau pagi.

Kalau capek jalan kaki, kita bisa sewa sepeda di Sanur. Banyak persewaan sepeda kok di sana. Jangan bingung. Waktu itu tarifnya Rp5.000 perjam. Tapi pakai sepeda di Sanur agak lebih sulit karena banyak orang yang jogging di sini.

Seperti biasa, main layang-layang di pantai itu adalah hal yang lumrah.

Nah ini sunset terakhir saya di Bali. Foto ini diambil di Pantai Kuta.
Iya jadi itu tadi hasil pencarian kebahagiaan saya di Bali. Percayalah bahwa foto tidak akan pernah cukup untuk dapat menangkap momen penting selama saya di Bali.
P. S. Foto yang diambil mungkin kualitasnya kurang bagus karena waktu itu belum tahu aturan-aturan dalam mengambil foto.
0 notes
Text
Hear here! Reza Sutrisno is here!
There is warrior in her heart beat. She thinks her writings might inspire others. She shares because she cares. Enjoy!
0 notes