Tumgik
#Bung Hatta Sang Proklamator
totoxl-geeeunraa · 6 months
Text
TOTOXL | Muhammad Hatta, sang wakil presiden
Muhammad Hatta: Bapak Bangsa yang Visioner, jujur dan cerdas
TOTOXL Muhammad Hatta, yang sering disebut sebagai Bung Hatta, adalah salah satu tokoh yang paling penting dalam sejarah Indonesia modern. Sebagai tokoh proklamator kemerdekaan bersama Soekarno dan wakil presiden pertama Indonesia, Hatta memainkan peran kunci dalam perjuangan kemerdekaan dan pembentukan negara Indonesia
Tumblr media
Muhammad Hatta, sedikit familiar namun tidak terlalu familiar seperti Soekarno, Soeharto, dan lain-lain, bukan? Muhammad Hatta atau yang dikenal dengan bung Hatta merupakan mantan wakil presiden pertama Indonesia yang sangat cerdas dan menjadi salah satu toko sentral dalam pemerintahan Soekarno kala itu, sebelum hengkangnya bung Hatta dalam masa pemerintahan bung Karno, Hatta merasa bahwa ia sudah tak cocok lagi, tak sepemikiran dengan bung Karno yang kala itu nampaknya mendukung Indonesia menjadi negara pro komunisme.
Tumblr media
Kehidupan Awal dan Pendidikan
Muhammad Hatta lahir pada 12 Agustus 1902, di Bukittinggi, Sumatera Barat, dari keluarga berlatar belakang perjuangan dan pendidikan. Dia belajar di Hollandsch-Inlandsche School (sekarang SMA Negeri 1 Bukittinggi) dan kemudian melanjutkan pendidikannya ke Belanda, di mana dia mendapatkan gelar ekonomi dari Erasmus Universiteit Rotterdam, merupakan seseorang dengan kecerdasan diatas rata-rata tidak membuat Bung Hatta sombong dan lupa diri, ia merupakan seseorang yang sangat sederhana dan jauh dari kata duniawi.
Perjuangan Kemerdekaan
Hatta terlibat aktif dalam gerakan nasionalis Indonesia sejak usia muda. Bersama Soekarno, dia mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI) pada 1927 dan menjadi salah satu arsitek utama dalam konsep Indonesia sebagai negara kesatuan. Dia terlibat dalam berbagai perjuangan politik dan sosial untuk mencapai kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda.
Tumblr media
Peran sebagai Wakil Presiden Pertama
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, Hatta diangkat sebagai Wakil Presiden pertama, dengan Soekarno sebagai Presiden. Periode jabatannya ditandai dengan berbagai tantangan, termasuk perang kemerdekaan melawan Belanda, pembentukan dasar-dasar negara, dan upaya memperjuangkan kedaulatan dan persatuan bangsa, lalu bung Hatta mengundurkan diri dari jabatan terkait tak lagi se-visi misi dengan presiden Soekarno yang kala itu dikenal sangat-sangat pro sayap kiri atau komunis, yang dimana tidak disetujui secara besar-besaran oleh para petinggi Indonesia kala itu.
Visi Ekonomi dan Pembangunan
Sebagai seorang ekonom, Hatta memiliki visi yang jelas tentang pembangunan ekonomi Indonesia. Dia memainkan peran penting dalam merumuskan kebijakan ekonomi nasional yang berpihak pada kesejahteraan rakyat dan pembangunan yang berkelanjutan. Konsep ekonomi sosialis yang dianutnya menekankan pentingnya pemerataan hasil-hasil pembangunan dan pengembangan sumber daya alam.
Pendidikan dan Intelektualitas seorang bung Hatta
Selain peran politiknya, Hatta juga sangat peduli pada pendidikan dan intelektualitas bangsa. Dia mendirikan Universitas Indonesia pada tahun 1950 dan berjuang untuk memperluas akses pendidikan bagi semua lapisan masyarakat. Hatta percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bangsa, dan kini Universitas Indonesia menjadi salah satu Universitas terbaik di seluruh negeri nusantara, yang dimana berarti Bung Hatta sudah berhasil memajukan tingkat pendidikan generasi muda negeri ini.
Warisan dan Pengaruh bung Hatta
Meskipun tidak lagi aktif dalam politik setelah masa jabatannya sebagai Wakil Presiden, Hatta tetap menjadi simbol perjuangan, kearifan, dan keberanian dalam memperjuangkan kemerdekaan dan keadilan sosial. Warisannya masih terasa kuat dalam politik dan budaya Indonesia hingga hari ini, dan dia dihormati sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah bangsa ini.
Kematian dan Penghormatan
Muhammad Hatta wafat pada 14 Maret 1980, sejak berhentinya ia dari kursi wakil presiden, ia hidup sederhana dan cenderung miskin sepanjang hidupnya, namun, dibalik itu semua, dibalik ketidak-familiaran ia di mata rakyat, tidak ada catatan gelap yang menyangkut bung Hatta, membuat siapapun yang mendengar ceritanya akan mencintainya dengan amat sangat dan menghormatinya dengan sepenuh hati.
Bung Hatta sudah meninggal berpuluh-puluh tahun lamanya, namun warisannya tetap hidup dalam setiap tonggak sejarah Indonesia. Pemerintah dan rakyat Indonesia terus menghormatinya sebagai salah satu bapak bangsa yang ikonis dan visioner, yang tekad dan dedikasinya telah membawa Indonesia menuju kemerdekaan dan kemajuan, selamat jalan bung, kiranya segala jasamu dan kebaikan yang kau tabur akan kau tuai di jalan Allah. TOTOXL
Tumblr media
0 notes
turisiancom · 1 year
Text
TURISIAN.com – Indonesia sebagai bangsa yang besar, memiliki perjalanan sejarah yang panjang. Terutama masa-masa perjuangan kemerdekaan dari penjajahan kolonial. Hal itu pun melahirkan banyak saksi bisu sejarah yang masih terjaga hingga kini. Salah satunya Rumah Bersejarah Inggit Garnasih di Kota Bandung yang menarik untuk Sobat Turisian kenali dan kunjungi. Rumah bersejarah tersebut berlokasi di Jalan Ciateul No. 8, Kelurahan Nyengseret, Kecamatan Astana Anyar, Kota Bandung, Jawa Barat. Di sini Sobat Turisian bisa melihat bangunan rumah heritage yang masih kokoh berdiri. Kemudian dapat mengenal sosok Inggit Garnasih lewat benda-benda yang ada di sana, seperti foto dan papan informasi. Inggit Garnasih sendiri bukanlah sosok sembarangan. Dirinya merupakan mantan pendamping hidup Sang Proklamator Kemerdekaan, Ir Soekarno. Beliau memiliki peranan besar pada kegiatan Bung Karno mempersiapkan kemerdekaan untuk masyarakat Indonesia. Semasa hidup sebagai sepasang suami-istri, Soekarno dan Inggit menempati rumah tersebut dari 1926 hingga 1934. Berdasarkan data museumindonesia.com, rumah tersebut pada kala itu masih berbentuk bangunan panggung. Bung Karno dan istrinya sering menjamu rekan-rekannya untuk mendiskusikan pemikiran-pemikiran menuju kemerdekaan Indonesia. Baca juga: 5 Agrowisata Edukasi di Kota Bandung, Bisa Petik Buah dan Sayur Sendiri Bahkan sejumlah pelopor kemerdekaan pernah singgah di Rumah Inggit Garnasih ini. Di antaranya Agus Salim, Ki Hajar Dewantoro, HOS Tjokroaminoto, Kyai Haji Mas Mansur, Moh. Yamin, serta Moh. Hatta. Di sinilah lahir berbagai gagasan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan bagi negara Indonesia. Ketika masa Agresi Militer Belanda I dan II (1946-1949), Inggit Garnasih yang kala itu sudah berpisah dengan Bung Karno terpaksa mengungsi ke Banjaran serta Kabupaten Garut. Namun pada 1949, Inggit kembali ke Bandung. Kemudian ia mengutarakan keinginannya pada seorang tokoh bernama H. Doerrasjid untuk memiliki rumah tinggal pribadi. Pembangunan Rumah Baru Akhirnya, setelah melalui serangkaian proses, mulailah pembangunan rumah baru di tanah yang dulu menjadi tempat tinggalnya bersama Bung Karno. Pembangunan rumah tersebut, Ibu Inggit percayakan kepada Sugiri. Lalu pada tahun 1951, pembangunan rumah bergaya arsitektur Belanda itu pun selesai. Baca juga: 4 Pilihan Staycation di Bandung Yang Menawarkan Suasana Alam Kini, Rumah Inggit Garnasih telah tercatat sebagai bangunan cagar budaya sesuai Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1992. Tentang Benda Cagar Budaya yang harus dilindungi dan dilestarikan karena memiliki nilai sejarah tinggi. Pengelolaan rumah tersebut pun berada di bawah Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.*     Sumber & Foto: Disparbud Jabar
0 notes
epiye · 2 years
Text
Universitas Bung Hatta Gelar Seminar Keteladanan Sang Proklamator
Universitas Bung Hatta Gelar Seminar Keteladanan Sang Proklamator
BUKITTINGGI – Bung Hatta merupakan sosok yang patut diteladani, baik terkait dengan sikap, perilaku dan pemikiranya. Menurut Guru Besar UIN Bukittinggi, Prof. Silvia Hanani menyebutkan salah satu yang patut diteladani dari sosok Bung hatta adalah tentang leterasi. Bung Hatta telah memberi contoh bagaimana pentingnya membaca sebagai tonggak literasi bangsa. dan masyarakat yang tidak gemar membaca…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
sumbarlivetv · 2 years
Text
Jalur Pendakian Proklamator TWA Gunung Marapi Resmi Dilaunching Wakil Gubernur Sumbar
Jalur Pendakian Proklamator TWA Gunung Marapi Resmi Dilaunching Wakil Gubernur Sumbar
Padang, Sumbarlivetv – Jalur Pendakian Proklamator TWA Gunung Marapi ini di-launching oleh Wakil Gubernur Sumatera Barat disaksikan oleh Direktur PJLKK Kementrian LHK, Bupati Agam, Bupati Tanah Datar, sebagai tanda secara resmi, Sabtu, 29/10/22. Nama JALUR PENDAKIAN PROKLAMATOR digunakan secara umum. Pemberian nama ini berkaitan dengan sejarah bahwa sang proklamator Bung Hatta pernah tinggal di…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
riaunews · 2 years
Text
Selamat Bertarung Anies Baswedan
Selamat Bertarung Anies Baswedan
Syahganda Nainggolan. Oleh: DR. Syahganda Nainggolan Tepat seminggu lalu, ketika seorang supermodel senior, mempertemukan saya dengan Prof. Sri Edi Swasono, menantu Proklamator Indonesia, Bung Hatta, menceritakan syukur harunya ketika dua tahun belakang dia tidak lagi membayar pajak rumah Bung Hatta, sang Proklamator. Selama ini Sri Edi, bahkan diantaranya, menjual berbagai aset keluarga, untuk…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
ts-lawfirmjkt · 3 years
Text
Togar Situmorang Mengingatkan Tentang Konsep TRI SAKTI Dalam Memperingati Hari Kelahiran Bung Karno
Tumblr media
Istilah Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan sosok Soekarno atau Bung Karno, sang Proklamator Indonesia. Pancasila lahir tanggal 1 Juni 1945 dan diucapkan pertama kali dalam Pidato Bung Karno dalam sidang BPUPKI.
Bulan Juni identik dengan Bulan Bung Karno, hal tersebut tidak lepas dari beberapa moment bersejarah yang lekat dengan Presiden Pertama Republik Indonesia tersebut, seperti Hari lahir Pancasila, hari kelahiran Bung Karno, hingga hari wafatnya pun juga di bulan Juni.
Dr. Ir. H. Sukarno adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945–1966. beliau lahir di Surabaya, Jawa Timur pada 6 Juni 1901. Putera 'Sang Fajar' lahir dari pasangan Soekemi dengan Ida Ayu Nyoman Rai dengan nama kecil Koesno Sosrodiharjo. 
Sukarno memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada 17 Agustus 1945.
Sukarno juga yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan ia sendiri yang menamainya.
Dalam memperingati hari kelahiran bapak bangsa tersebut, advokat kondang dan pengamat kebijakan publik Togar Situmorang, SH.,MH.,MAP.,C.Med.,CLA mengingatkan tentang konsep Tri Sakti dari Bung Karno.
Tumblr media
 Harus kita ingat bahwa Bung Karno telah melahirkan satu gagasan kongkrit yang dinamakan TRISAKTI, yakni, Berdaulat di bidang politik, Berdikari dalam bidang ekonomi, serta Berkepribadian dalam bidang kebudayaan. Dan hingga hari ini, pemikiran Bung Karno yang sangat brillian tersebut masih tetap relevan dijadikan pedoman bagi bangsa ini,” ujarnya
Lebih lanjut, Togar mengatakan bahwa saat ini Indonesia memiliki banyak tantangan yang dapat merongrong persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa yang berbhinneka tunggal ika.
Berbagai paham yang berinduk pada kapitalisme dan liberalisme telah berseliweran setiap hari di kehidupan kita. Belum lagi maraknya tindak-tindak kekerasan ataupun pemaksaan kehendak yang berkedok agama. Semuanya itu menjadi pemandangan yang sering terlihat dalam proses berbangsa dan bernegara kita.
 Lebih luas lagi Advokat yang sering disapa “Panglima Hukum” mengingatkan, sebagai negara yang berdaulat tentu kebijakan politik luar negeri kita tidak boleh ada satu negarapun yang mendikte kita. Menciptakan perdamaian dunia sebagai salah satu tujuan kita bernegara harus terus diemban, khususnya dalam mensikapi adanya negara-negara yang sedang berseteru atas wilayahnya.
Demikian juga dengan keberdikarian kita di bidang ekonomi. Peta jalan ekonomi kita dalam menghadirkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia harus benar-benar berdasarkan keputusan negara kita sendiri. Pemerintah boleh melakukan kerjasama ekonomi antara negara.
Tapi dalam melakukan kerjasama tersebut, kesetaraan dan kemandirian kita harus menjadi prasyarat utamanya. Kita harus menolak jika kerjasama-kerjasama yang ditawarkan oleh negara lain tersebut hanya meletakkan Indonesia hanya menjadi pasarnya semata.
Sama halnya dengan bidang kebudayaan. Indonesia adalah negara yang sangat kaya dan dikenal memiliki budaya bangsa yang adiluhung. Dan tugas kita bersama untuk menjaga itu semua.
Mari kita tetap kobarkan semangat dari Sang Proklamator untuk membangun negeri ini menjadi lebih baik dan maju. Kami segenap Keluarga Law Firm Togar Situmorang, PBH Panglima Hukum, PT. Bali Global Service mengucapkan “Selamat Hari Lahir Bung Karno” tutup CEO & Founder Law Firm “TOGAR SITUMORANG“ dengan kantor pusatnya di Jl. Tukad Citarum No.5 A, Renon, Denpasar Selatan dan Jl. Kemang Selatan Raya No.99, Gedung Piccadilly,Jakarta serta Jl. Pengalengan Raya No.355, Bandung, Jawa Barat.
2 notes · View notes
sidiabdullah · 3 years
Photo
Tumblr media
Kami orang kampung yang ingin melihat bangsa ini maju, pergi merantau, meninggalkan kesenangan anak nagari dan menyatu dalam jiwa alam Nusantara. Saya berumur dua tahun (digendong ibu saya), bersama sang Proklamator, Bung Hatta, di Peternakan Kuda pacuan, Padang Mangateh, Payakumbuh, milik kakak Ayah saya, Amran Boerhanuddin, tahun 1971, dalam foto itu ada juga anak Bung Hatta yaitu Muetia Hatta, Khalida Hatta dan Gubernur Sumatra Barat Harun Zein. Bung Hatta berasal dari Batu Hampar, Payakumbuh
1 note · View note
ayojalanterus · 3 years
Text
Jejak Politik Rachmawati yang Berseberangan dengan Megawati
Tumblr media
 KONTENISLAM.COM - Rachmawati Soekarnoputri telah meninggal dunia. Menilik jejak politiknya, Rachmawati dikenal selalu berseberangan dengan kakaknya, Megawati Soekarnoputri. Mega dan Rachma sama-sama putri dari Sang Proklamator Sukarno dengan Fatmawati. Urutannya, Guntur Soekarnoputra adalah putra sulung, disusul Megawati, Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh sebagai putra bungsu. Dihimpun dari catatan pemberitaan detikcom hingga Sabtu (3/7/2021), awal perbedaan sikap politik Rachmawati dengan kakak perempuannya itu terjadi usai Megawati memutuskan masuk PDI di era Orde Baru. Rachmawati tak setuju Mega masuk PDI Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto melebur PNI, partainya Sukarno, ke dalam PDI bersama-sama partai lainnya. Ada pula partai-partai Islamis yang dilebur ke dalam PPP. Golkar menjadi partai berkuasa. Diberitakan detikX, putra tertua Sukarno yakni Guntur telah membuat kesepakatan dan disepakati adik-adiknya. Isi kesepakatan itu adalah putra-putri Sukarno tidak akan berpolitik sebagai bentuk kekecewaan terhadap Soeharto yang melebur PNI ke PDI. Namun akhirnya Megawati bersedia masuk PDI pada dekade '80-an. Rachmawati sempat bertanya langsung, tapi Megawati hanya diam seribu bahasa. Ia curiga diajaknya trah Sukarno ke arena politik merupakan skenario orang dekat Soeharto, Jenderal LB Moerdani, untuk melemahkan kekuatan Islam. Megawati Soekarnoputri  saat memberikan sambutan dalam diskusi Megawati Soekarnoputri "Harus digarisbawahi bahwa ajaran Bung Karno itu tidak untuk satu golongan, namun untuk banyak golongan," kata Rachmawati kepada detikX di kediamannya, Jalan Jati Padang Nomor 54, Jakarta Selatan, tahun 2017 silam. Rachmawati pro Gus Dur Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) lengser tahun 2001. Rachmawati berpihak pada Gus Dur. Pada masa-masa selanjutnya, Rachmawati pernah keras sekali menilai Megawati. Dalam konteks yang lain, Rachmawati menyebut Megawati pernah makar terhadap Gus Dur. "Kalau mau bicara secara objektif, yang disebut makar itu adalah Megawati Soekarnoputri. Ketika Gus Dur memerintah, Gus Dur sudah mengatakan memilih Chaeruddin Ismail sebagai Kapolri, tapi Megawati melakukan insubordinasi pembangkangan terhadap Presiden. Dia melakukan apa yang dipilih adalah Bimantoro (Surojo Bimantoro)," kata Rachmawati di kediamannya, Jalan Jatipadang Nomor 54, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 13 Mei 2019. PDIP tentu saja membantahnya. Saat itu, PDIP menjelaskanMegawati sebagai Wakil Presiden dari Presiden Gus Dur berhak mengajukan nama pejabat lingkungan pemerintahan. Rachmawati marah ke Mega soal BLBI Dikutip dari detikX, Rachmawati marah kepada Megawati saat menjadi presiden karena mengeluarkan kebijakan release and discharge (surat keterangan lunas) bagi obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Kebijakan itu paling banyak menyedot keuangan negara. Karena itu pula, Rachmawati berupaya melakukan perlawanan terhadap Megawati dengan mendirikan Partai Pelopor. Partai ini mendapatkan tiga kursi di Dewan Perwakilan Rakyat pada Pemilihan Umum 2004. Rachmawati jarang bertemu dengan Megawati. Apalagi setelah Jokowi diusung PDIP menjadi calon presiden melawan Prabowo. Rachmawati dukung Prabowo di Pilpres 2019 Pada 2014, Rachmawati masuk ke Partai Gerindra usai masuk NasDem. Sebelum keluar dari NasDem yang saat itu mendukung Jokowi, Rachmawati sudah sempat menerima Prabowo di kediamannya pada 16 Mei 2014. Usai rekapitulasi Pilpres 2014, Rachmawati tampil mendeklarasikan Front Pelpor mengawal gugatan Pilpres di MK. Dia medukung gugatan Prabowo-Hatta Rajasa yang merasa dicurangi di Pilpres 2014 kala itu. Rachmawati mendukung pencapresan Prabowo sedangkan di seberang jalan ada Megawati yang mendukung Jokowi. Lanjut ke Pilpres 2019, Rachmawati juga tetap mendukung Prabowo-Sandiaga Uno. Rachmawati pernah ditangkap terkait makar Rachmawati sempat kena tangkap jelang Aksi Bela Islam Jilid 3 pada 2 Desember 2016, atau disebut sebagai Aksi 212. Dia ditangkap bersama dengan tokoh-tokoh lain antara lain Ratna Sarumpaet, Ahmad Dhani, hingga Sri Bintang Pamungkas. Rachmawati bersama delapan orang lain menjadi tersangka dugaan perencanaan makar.(detik)
from Konten Islam https://ift.tt/3ydbUuS via IFTTT source https://www.ayojalanterus.com/2021/07/jejak-politik-rachmawati-yang.html
0 notes
khzainularifin · 3 years
Photo
Tumblr media
Reposted from @matahatipemuda "Kalau ada yang mengatakan Bung Karno dibiarkan meninggal, saya tidak terlalu menyalahkan pendapat tersebut. Kalau ada yang mengatakan Bung Karno dibunuh pelan-pelan, ya yang mengurungnya itu yang melakukannya." (Mahar Mardjono, dokter yang sempat ditugaskan merawat Bung Karno). ----- Pada 6 Juni 1970, bertepatan dengan hari ulang tahun Bung Karno yang ke-69, Rachma dan Guruh menjenguk Bung Karno di Wisma Yaso. Rachma masih ingat, saat itu Bung Karno tengah berbaring di sofa. Sekujur tubuhnya bengkak. Suaranya sudah takjelas lagi. Begitu juga dengan pandangan matanya. • Dalam kunjungan itu, Rachma memotret Bung Karno. Foto itu kemudian diberikan Rachma kepada seorang jurnalis kenalannya. Foto itu pula yang akhirnya membuat Rachma mesti berurusan dengan Corps Polisi Militer (CPM). • Beberapa hari setelah kunjungan Rachma itu, Bung Karno dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD). Kesehatannya semakin memburuk. • Pada 20 Juni 1970, Mohammad Hatta yang dilapori kondisi kesehatan Bung Karno menjenguk sahabatnya itu, setelah sebelumnya ia harus menulis surat bernada tegas kepada Soeharto. Pertemuan itu berlangsung haru dan kedua founding fathers itu sempat bernostalgia dengan bercakap-cakap menggunakan bahasa Belanda. • Pada 21 Juni 1970, sekitar pukul 04.30 WIB, pihak RSPAD menghubungi Rachma. Dia diminta segera ke RSPAD menemui Bung Karno. Sekitar pukul 07.00 WIB, Rachma dan saudara-saudaranya dipersilakan memasuki ruang rawat Bung Karno. Alat bantu pernapasan dan jarum infus telah dilepas. Bung Karno tergolek lemah. Matanya tertutup rapat, napasnya satu-satu. Taklama, malaikat maut menjemput sang Proklamator. ➖ 📖 (disarikan dari berbagai sumber) Repost for @presidensukarno ----- 🇮🇩 #HaulBungKarno Mari selami kembali kehidupan dan dunia pemikiran @PresidenSukarno sebagai satu ikhtiar kita untuk tidak meninggalkan sejarah. Selami, Saudara-saudara, dan berjuanglah terus! ----- #BungKarno #Sukarno #Soekarno #IrSukarno #IrSoekarno #PresidenSukarno #PresidenSoekarno #Sukarnois #Soekarnois #Koesno #Kusno #KoesnoSosrodihardjo #KusnoSosrodiharjo #Matahatipemuda #Sejarah #Indonesia #SejarahIndonesia #Jasmerah https://www.instagram.com/p/CQYHj7Xj9Ke/?utm_medium=tumblr
0 notes
rmolid · 4 years
Text
0 notes
jatmikowirawan · 4 years
Text
Mencintai Indonesia Tanpa Syarat
oleh Jatmiko Wirawan Wiranto
Tumblr media
“Untuk apa ada lagu kebangsaan bagi sebuah bangsa yang toh tidak ada?"
Ujar Gubernur Jendral Hindia Belanda, Jonkheer de Graef, dengan nada mengejek yang dilontarkan sebagai respon atas lagu Indonesia Raya yang pertama kali berkumandang pada Senin, 28 Oktober 1928 dalam sebuah hajat bertajuk Kongres Pemuda II.
Pada kongres yang kemudian membidani lahirnya Sumpah Pemuda itu, ditetapkan pula lagu Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan Indonesia. Sayang Wage Rudolf Supratman sang komponis lagu tersebut berpulang tepat tujuh tahun sebelum Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
Puluhan tahun berselang, ruh dari lirik "Indonesia Raya! merdeka-merdeka. Tanahku negeriku yang kucinta." agaknya telah demikian merasuk ke sanubari para anak bangsa.
Salah satunya adalah seorang putra Indonesia yang gigih berjuang mendapatkan kembali Indonesia-nya meski telah dibuang bertahun-tahun di negeri orang. Adalah Sobron Aidit (1934-2007) putra Indonesia tersebut.
Pada 1982, Sobron dan kawan-kawan sesama eksil mendirikan sebuah restoran Indonesia di Rue de Vaugirard, jantung kota Paris. Apa yang sebenarnya hendak dicari Sobron? Selain untuk bertahan hidup, restoran itu menjadi saksi bahwa kaum eksil tak sungguh-sungguh merasa terasing dari Tanah Air mereka, Indonesia. (Harian Kompas, 14 Agustus 2018).
Di restoran itu mereka menyajikan aneka masakan khas Indonesia, dari nasi rawon, gudeg jogja, hingga rendang padang, seolah mereka tak sedang berada di negeri orang.
Banyak aral melintang menghadang Sobron selepas mendirikan restoran itu. Kedubes RI di Perancis mengeluarkan maklumat larangan berkunjung ke restoran milik orang- orang kiri itu meski tak banyak yang mematuhi. ”Masa makan di restoran saja dilarang?” tanya Sobron dalam buku Melawan dengan Restoran (2007), yang ia tulis bersama Budi Kurniawan.
Upaya demi upaya yang dilakukan Sobron menjadi bukti sahih bahwa mencintai Indonesia tak perlu lah bersyarat.
Cinta tanpa syarat itu pula yang melandasi perjuangan proklamator bangsa Indonesia, Soekarno dan Mohamad Hatta. Mereka telah lebih dulu  jatuh cinta pada Indonesia, bahkan sebelum Indonesia resmi ada.
Saat Bung Karno diasingkan di Ende, Nusa Tenggara Timur beberapa pemuda sempat menawarkan akses untuk kabur, namun dengan halus Bung Karno menolak dan berujar "biarlah saya tetap tinggal disini agar rakyat melihat, bagaimana pemimpinnya juga menderita untuk cita-cita". (Soekarno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia; 1965).
Begitu pula Hatta, yang akibat tulisan-tulisannya, ia kemudian diasingkan ke Boven Digoel, Papua. Sebuah tempat pembuangan yang dijuluki Siberia-nya Hindia Belanda.
Tapi, dasar Hatta, ia malah membawa serta 16 peti buku ke tanah pengasingan. Buku-buku itu kemudian jadi amunisi yang cukup bagi Hatta untuk kembali menulis.
Kali ini tak tanggung-tanggung, buah pikirnya mengisi kolom-kolom koran di Batavia maupun Deen Haag. Sukar rasanya membungkam Hatta, lewat tulisan-tulisannya yang lugas dan tajam ia kekeuh memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Tak terbesit kiranya di benak Soekarno, Hatta, maupun Sobron, untuk mendulang untung dari Bangsa ini. mungkin tak pernah juga mereka mempertanyakan apa yang telah dilakukan Indonesia bagi mereka, sehingga mereka harus melakukan sesuatu pula pada Indonesia.
Kegigihan Sobron, pengorbanan Soekarno, maupun perjuangan Hatta rasanya mustahil dilakukan tanpa berlandaskan cinta tanpa syarat pada Indonesia.  
Lantas sekarang, bagaimana dengan kita? Apakah cinta kita pada Bangsa ini masih bersyarat?
0 notes
turisiancom · 1 year
Text
TURISIAN.com – Saat berkunjung ke Kota Bengkulu, Sobat Turisian jangan lewatkan berwisata religi dengen menyambangi Masjid Jamik Bengkulu. Sepintas memang tak tampak keistimewaannya, namun justru daya tariknya terletak dari sang arsitekturnya, yaitu Bapak Proklamator Indonesia, Soekarno. Lokasinya sangat strategis, berada di Jl. Letjen Soeprapto, Kelurahan Pengantungan, Kecamatan Gading Cempaka, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu. Kalau melihat dari udara, posisi lahan masjid berbentuk segitiga. Terletak tepat di simpang empat yang membelah Jl Letjen Soeprapto, Jl MT Haryono, dan Jl Jenderal Sudirman. Dulunya Masjid Jamik Bengkulu masih berupa surau atau musala bernama Surau Lamo yang menurut Bahasa Bengkulu berarti Surau Tua. Pendiriannya oleh saudagar keturunan Bugis, Sulawesi Selatan bernama Daeng Makulle pada awal abad 18. Makulle sendiri merupakan seorang datuk dagang dari daerah Tengah Padang. Oleh karena itu, surau tersebut terkenal juga sebagai Surau Gadang atau Masjid Jamik Tengah Padang. Lokasinya tak jauh dari makam pahlawan nasional Sentot Alibasya alias Pangeran Diponegoro, yang terletak di Kelurahan Bajak, Bengkulu. Bangunan awalya pun masih sangat sederhana, beratapkan rumbia, dengan tiang-tiang dan lantainya terbuat dari kayu. Saat memasuki abad 19, bangunan masjid berpindah ke lokasi sekarang dan lebih berkembang. Masjid berada di pusat perdagangan serta berfungsi untuk mempertemukan banyak kalangan ketika salat lima waktu. Kemudian memasuki awal abad 20, para kaum tuo, begitu sapaan kalangan cerdik pandai dan ulama di tanah Sumatra, bersama masyarakat setempat bersepakat merenovasi masjid. Karena kondisinya mulai memerlukan perbaikan. Peran Soekarno Pada saat bersamaan, tokoh nasional Soekarno masuk ke Bengkulu pada 14 Februari 1938, setelah menjalani pengasingan selama empat tahun di Ende, Nusa Tenggara Timur. Oleh penjajah Belanda, Bung Karno menempati sebuah rumah sewaan milik pengusaha Tionghoa bernama Tjang Tjen Kwat. Alamatnya di Jalan Jeruk, sekarang adalah Jl Soekarno-Hatta, Kota Bengkulu. Baca juga: Yuk Liburan Dulu ke Pantai Panjang Bengkulu! Bung Karno kerap mampir ke Masjid Jamik Tengah Padang Bengkulu tersebut untuk melaksanakan salat. Kebetulan, letaknya sekitar 1,5 km dari rumah pengasingannya dan dapat ia tempuh dengan jalan kaki atau bersepeda onthel. Ia melihat bahwa masjid harus ada pembangunan ulang karena strukturnya sudah membahayakan jemaah saat salat. Soekarno pun tak asal bicara, sebab dia memang berlatar pendidikan insinyur teknik sipil dari Technische Hoogeschool (THS) atau kini menjadi Institut Teknologi Bandung (ITB). Seperti dalam tulisan Zein Abdul Baqir dalam “Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia”, Bung Karno kemudian bermusyawarah bersama kaum tuo yang ia sebut sebagai bigotedly orthodox agar bersedia memperbarui masjid mereka. Gayung bersambut karena kaum tuo pun memikirkan hal serupa dan mereka mencapai mufakat bahwa Bung Karno sendiri yang akan mendesain rupa baru Masjid Jamik Bekulu itu. Presiden RI Pertama ini pun tak ingin menerapkan desain bangunan bergaya Timur Tengah atau Eropa. Sukarno punya gayanya sendiri. Desain Arsitektur Antikolonial Yuke Ardhiati dalam buku “Bung Karno Sang Arsitek” menyebutkan bahwa Bung Karno memiliki konsistensi padu padan gaya antikolonial dan mengedepankan konsep Indonesia. Itu memengaruhi model arsitektur karyanya pada periode 1926-1945. Ketika itu, Bung Karno tak banyak mengubah struktur bangunan. Namun lebih menegaskan paduan nuansa Jawa dan Sumatra pada desain Masjid Jamik Bengkulu itu. Bung Karno mempertahankan sebagian struktur bangunan dan hanya mengubah bagian atap, tiang masjid, dan menaikkan tinggi lantai hingga 30 cm, serta dinding naik lagi 2 meter. Bagian atapnya ganti berbahan seng dengan bentuk bermodel mansard atau atap tinggi bersisi empat miring curam dengan sedikit tekukan pada bagian bawah. Atapnya bersusun atau bertumpuk tiga melambangkan iman, Islam, dan ihsan. Baca juga: Liburan Seru di Wahana Surya, Waterpark Terbesar di Bengkulu
Ada filosofi khusus mengapa bagian atap dan plafon jadi tinggi seolah-seolah ingin mencakar langit karena melambangkan ketaatan kepada Tuhan. Ada ornamen tambahan, yaitu hiasan kemuncak atau menyerupai gada pada puncak atap. Konon, Sukarno terinspirasi oleh senjata gada milik tokoh pewayangan favoritnya, yakni Bima. Struktur Bangunan Masjid Masjid Jamik Bengkulu mempunyai tiga bangunan yang saling menyatu, yakni inti masjid, serambi, dan bangunan tempat wudhu. Pada inti masjid yang menjadi ruang utama salat berukuran 14,65 m x 14,65 m. Terdapat tiga pintu masuk dengan pembatas tiga pilar setinggi sekitar 2,5 meter. Menariknya, Bung Karno tidak menempatkan tiang-tiang penopang pada bagian tengah interior masjid sehingga menghadirkan kesan lebih lapang dan lega. Justru menyematkan tiang-tiang pada setiap sisi bangunan masjid dengan jarak teratur. Pada bagian kepala pilar-pilar ini terdapat ukiran motif sulur dari kayu jati. Total ada 19 tiang dengan ukiran kayu di atasnya, termasuk pada tiga tiang pembatas pintu masuk Masjid Jamik Bengkulu. Kembali ke bangunan inti, suasananya terasa teduh karena dindingnya tinggi, sekitar 7 meter hingga mencapai plafon yang terbuat dari kayu jati cokelat. Lalu ada lubang angin bersusun dua di tiga sisi bangunan, tepat sekitar 20 cm di bawah plafon. Sekitar 1 meter di bawah lubang angin, ada motif ayat-ayat Alquran berkelir emas mengelilingi keempat sisi dalam bangunan. Bagian utama masjid ini mampu menampung sekitar 400 jemaah. Lanjut ke bagian depan ruang utama salat Masjid Jamik Bengkulu, Sobat Turisian bakal melihat sebuah mihrab berbahan beton berukuran 2,5 m x 1,6 m. Dengan mimbar khutbah bergaya Istanbul Ottoman lengkap dengan empat anak tangga. Tepat di atas mihrab ada dua kubah mini terbuat dari bahan stainless steel. Pada bagian serambi, bentuknya seperti persegi panjang dengan plafon berlapis kayu jati cokelat. Serambi tersebut ada penopang tiang kayu besar persegi delapan. Sementara tempat wudu berukuran 8,8 m x 5,55 m. Tepat di belakangnya tampak halaman luas masjid yang biasa untuk parkir kendaraan atau sebagai area salat Id. Baca juga: Petualangan ke Gunung Kaba Bengkulu yang Memukau Berkat nilai sejarahnya tersebut, pemerintah pusat sejak 2004 telah menetapkan Masjid Jamik Bengkulu sebagai cagar budaya nasional. Hal ini semakin kuat dengan Undang-Undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Masjid ini juga berfungsi sebagai objek wisata religi dan sejarah yang selalu ramai masyarakat lokal dan luar Bengkulu berkunjung.*     Sumber: indonesia.go.id
0 notes
soedagoeng · 4 years
Text
Merawat Indonesia Tanpa Pamrih
Tulisan ini dibuat sebagai bagian dari menanggapi sebuah unggahan seorang rekan yang notabene saya kenal sebagai seorang alumni HI (Hubungan Internasional). Kenapa saya rasa perlu menulis ini? Pertama, unggahan beliau a-historis. Kedua, perilaku a-historis dilakukan oleh seorang alumni HI yang seharusnya mempelajari (mengetahui) sejarah tidak hanya nasional, bahkan dunia. Ketiga, unggahan tersebut diamini oleh pengikut atau pengomentar beliau sebagai sebuah keyakinan yang dibenarkan. 
Apa unggahannya? Sebuah video pendek yang menggabungkan pendapat dua orang tokoh di partai penguasa saat ini. Ya, PDI-P. Video diawali dengan pernyataan seorang anggota partai (mungkin anggota dewan, karena tampak membahas soal fraksi) yang menyatakan bahwa pernyataan mengarahkan usual soal sosialis-demokrasi dari fraksi partai mereka. Kemudian dilanjutkan dengan video pidato Ketua Umum partai yang menyampaikan kalimat yang dibantah oleh orang sebelumnya. Dibumbui dengan narasi provokatif di video tersebut.
Terlihat sangat sederhana, ada ketidakakuran dalam perkataan antara anggota partai dengan ketumnya. Tapi, kemudian jadi bermasalah dan problematis serta mengundang saya ikut berkomentar ketika kita lihat substansi kalimatnya. 
Sebelum saya masuk mengomentari substansinya, perlu diketahui sedang ada narasi bahwa RUU HIP memberikan ruang bagi hidup dan tumbuh kembang Komunisme di Indonesia. Oke, saya tidak akan menguliti RUU HIP, sejarah dan kisah masa kelam pertentangaan komunisme dan orang Indonesia, serta ketakutan pada hantu komunisme. Tapi, saya tergelitik pada kalimat dalam pidato Bu Ketua Umum yang dianggap berusaha menghidupkan Komunisme di Indonesia.
Isi pidato itu adalah penggalan pidato dari Ayah beliau. Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia pertama, pengusul konsep Pancasila dalam sidang BPPUPKI, dan Sang Proklamator. Jika pembaca tertarik silahkan bisa membaca di berbagai sumber media berita atau buku yang menuliskan isi pidato tersebut. Saya hanya tampilkan bagian Bung Karno menawarkan Pancasila yang diperas menjadi Trisila dan pada akhirnya jika ingin menjadi Ekasila.
“... Pandawa pun lima orangnya. Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima pula bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa saya, namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi. (peserta rapat tepuk tangan riuh).
Atau, barangkali ada saudara-saudara yang tidak suka akan bilangan lima itu? Saya boleh peras, sehingga tinggal 3 saja. Saudara-saudara tanya kepada saya, apakah "perasan" yang tiga itu?Berpuluh-puluh tahun sudah saya pikirkan dia, ialah dasar-dasarnya Indonesia Merdeka, Weltanschauung kita. Dua dasar yang pertama, kebangsaan internasionalisme, kebangsaan dan perikemanusiaan, saya peras menjadi satu: itulah yang dahulu saya namakan socio-nationalism .
...  Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan "gotong-royong". Negara Indonesia yang kita dirikan Negara gotong royong! Alangkah hebatnya! Negara Gotong Royong ! (Peserta rapat tepuk tangan riuh-rendah ) “
Cuplikan pidato beliau saya cantumkan dari sumber media berita berjudul  Isi Pidato Trisila-Ekasila Sukarno yang Kini Masuk RUU HIP. Serta pernah saya baca isi pidato di buku tulisan Wawan Tunggul Alam berjudul “Demi Bangsaku: Pertentangan Seokarno vs Hatta”. 
Kenapa saya bilang bermasalah unggahan tersebut? Karena narasi yang dibangun adalah bahwa partai berlatar merah ini ingin menghidupkan Komunisme berdasarkan pada pidato Ketua Umum. Padahal jika kita benar telah membaca (belajar) sejarah, maka harusnya kita tahu bahwa yang dibacakan (kembali) adalah penggalan pidato Bung Karno. Sudah selesai perkara. Tidak perlu didebat lagi. Tetapi, kenapa kemudian menjadi aneh ketika komentator di unggahan tersebut justru mengamani narasi partai tersebut hendak menghidupkan Komunisme. 
Tidakkah kita membaca pelajaran sejarah dengan baik? Tidakkan kita meluangkan waktu untuk sejenak duduk membaca kisah-kisah lampau negara kita, tokoh-tokoh penting kita? Tidakkah kita setidaknya menghargai keringat guru-guru di bangku sekolah yang mengajarkan kita pelajaran sejarah?
Ditambah lagi, mohon maaf, bahwa unggahan ini diunggah ulang oleh seorang alumni HI. Separah ini kah sebenarnya tingkat literasi sejarah kita? Atau karena nafsu politik partisan, ingin mendukung sekelompok orang atau ingin menjadi oposisi bagi sekelompok orang, lalu kita tidak bisa mendudukan diri di posisi yang adil. Ini baru sepotong kecil kegamangan orang Indonesia melihat sejarah. Belum lagi dibahas kisah beberapa hari ini di kampung halaman saya, Pontianak. Ketika kami sebagai warga Pontianak, yang menghormati dan bangga akan warisan Sultan Hamid II berupa karya Garuda Pancasila, tertampat dengan pernyataan seorang tokoh di seberang pulau yang menyebutkan Sultan adalah penghianat. 
Kisah satu ini juga membukakan mata kita semua, warga Indonesia (jika kita benar meyakini bahwa kita adalah bangsa yang satu, bangsa Indonesia), bahwa perlu banyak ruang-ruang untuk mendiskusikan dan belajar sejarah. Belajar dengan sebenar-benar belajar. Bukan belajar ala medsos! Bukan belajar ala katanya! Bukan belajar ala Mbah Google! Belajar dengan naskah-naskah akademik, tulisan populer yang dapat dipertanggungjawabkan penulisannya, sumber-sumber sejarah, dan tentunya dengan memberikan ruang kosong di kepala kita untuk siap menerima setiap versi sejarah. 
Setiap materi pembelajaran itu kita serap, kita diskusikan kembali, mencoba mencari benang-benang merah dari setiap versi, dan pada akhirnya mencari pemahaman konteks dari fakta tersebut. Tentunya dengan tidak menutup kesempatan jika terdapat fakta sejarah baru yang layak diuji, maka kita memberikan ruang untuk diskusi lebih lanjut. Contohlah kisah 30 September 1965, sampai sekarang Indonesia belum tuntas membahasnya. Kisah Sultan Hamid II juga. Kisah pergantian kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto. Munir. Masih banyak ruang-ruang diskusi terkait sejarah yang bisa kita buka. Muaranya adalah pemahaman atau dalam istilah yang dilontarkan Max Webber adalah verstehen. 
Pada akhir tulisan ini, kembali saya mengajak kita sama-sama belajar dengan baik. Begitu pun bagi diri saya yang tentu masih jauh dari sempurna dalam menguasai ilmu. Agar kita bisa sama-sama mencintai negara dan bangsa ini dengan benar. Agar kita bisa sama-sama mengenal negara dan bangsa ini dengan benar. Agar kita bisa sama-sama menjaga kedamaian di negara yang sama-sama kita kenal dan sama-sama kita cintai. 
Tidakkah kita ingin mewariskan negara yang damai? Tidakkah kita ingin mewariskan memori akan bangsa yang saling mencintai dan bersatu? Mau mulai dari mana? Mau mulai sejak kapan? Mau mulai dari langkah apa? Pertanyaan tersebut tidak akan bisa kita jawab, jika kita tidak mau duduk sama-sama menikmati indahnya Indonesia sambil ditemani segelas kopi, teh, teh tarik, es teh manis, es tebu, wedang jahe, atau apa pun minuman kesukaan diri masing-masing. Bukankah Indonesia merdeka karena beragam orang yang berbeda asal, suku, bahasa, bangsa, kelompok, agama, aliran politik mau duduk bersama mempersiapkan kemerdekaan? Mari lanjutkan perjuangan itu! Rawatlah Indonesia tanpa pamrih. 
Pontianak, 18 Juni 2020
D. Sudagung
0 notes
sumbarlivetv · 2 years
Text
Bupati Agam bersama Prof. DR. Hj. Meutia Farida Hatta Melepas Peserta Lari Bung Hatta Ultra Run 120 K Serta Napak Tilas 120 Tahun Bung Hatta
Bupati Agam bersama Prof. DR. Hj. Meutia Farida Hatta Melepas Peserta Lari Bung Hatta Ultra Run 120 K Serta Napak Tilas 120 Tahun Bung Hatta
Agam, Sumbarlivetv.com — Bupati Agam bersama Prof. DR. Hj. Meutia Farida Hatta Melepas Peserta Lari Bung Hatta Ultra Run 120 K Serta Napak Tilas 120 Tahun Bung Hatta.  Bupati Agam Dr H Andri Warman, MM bersama Prof. DR. Hj. Meutia Farida Hatta Swasono.,P.hD melepas peserta lari Bung Hatta Ultra Run 120 K serta Napak Tilas 120 Tahun Bung Hatta Sang Proklamator di Halaman Istana Triarga Bung Hatta…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
kobongkastrol · 5 years
Text
Pendidikan itu Perlu
Sebagaimana pengakuan yang ditulis dalam Memoir, Proklamator Bung Hatta pernah mengalami masa yang galau. Ia serba bingung antara melanjutkan sekolah di Batavia (Jakarta sekarang) sesuai dengan kehendaknya sendiri atau meneruskannya di Padang menuruti nasihat ibunya. Pilihan dilematis tepat di depan matanya. Hatta patah hati dan mau berhenti bersekolah. Ia mau “makan gaji” saja dengan bekerja di kantor pos.
Kebetulan ada lowongan asisten pos dengan gaji yang cukup lumayan. Kawan-kawannya di perkumpulan olahraga juga banyak yang diterima di sana. Dengan bekerja satu tahun saja ia bakal dikirim ke Batavia untuk mengikuti kursus sinyal.
Namun, sejarah berkata lain. Hatta urung bekerja di kantor pos karena bujukan ibu dan pamannya agar ia terus saja bersekolah di MULO (setingkat SMP) di Padang. Barangkali sejarah Indonesia akan berbeda andai saja Hatta berkarir sebagai kerani Kantor Pos.
Penulis kondang Andrea Hirata dalam triloginya Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, dan Edensor bercerita banyak hal ihwal dirinya dalam menempuh pendidikan di tengah keterbatasan dan kemiskinan yang menderanya. Ia tak menyerah begitu saja melihat keadaan ekonomi keluarganya yang pas-pasan.
Ia mempunyai mimpi bahwa untuk mengubah hidupnya ia mesti bersekolah setinggi-tingginya apapun risikonya. Andrea berhasil menggapai mimpi untuk bersekolah di luar negeri dengan sejumlah beasiswa yang diterimanya. Kalau saja Andrea tak punya keteguhan hati untuk bersekolah, barangkali nasibnya akan berkata lain.
Bung Hatta dan Andrea Hirata meyakini bahwa pendidikan merupakan salah satu jalan yang bisa dilalui untuk mengkreasi masa depan yang sifatnya tak bisa diprediksi secara pasti. Pendidikan adalah cahaya yang menuntun orang agar ia tak tersesat dalam kegelapan dan kebodohan.
Bung Hatta berhasil dengan keyakinannya, ia bisa membawa Indonesia menuju alam kemerdekaan. Andrea Hirata dengan buku-buku yang ditulisnya membawa inspirasi bagi masyarakat pembacanya. Menjadi manusia terdidik tak hanya untuk menuju kemajuan belaka, melainkan untuk menghindari diri kita dan membantu orang lain dari ketidaktahuan dan dibodoh-bodohkan oleh orang lain.
Banyak sekali fakta yang menampilkan bahwa  sebagian orang bisa terjerumus menjadi objek kelicikan yang dibuat oleh sebagian orang yang lain. Apalagi di zaman yang serba penuh persaingan ini. Dengan begitu bahwa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi merupakan kemestian yang mesti dijalankan. Minimal, hal ini adalah sesuatu yang perlu dilakukan. Kelak hasilnya bisa dituai di kemudian hari.
Hari-hari belakangan ini merupakan masa-masa kegalauan yang mungkin dirasakan oleh sebagian lulusan SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA. Lulus dari satu jenjang meniscayakan untuk berpikir, apakah hendak terus bersekolah atau ada rencana lain yang tentu saja bisa menyebabkan berhenti sekolah untuk sementara atau malah tidak melanjutkan pendidikan sama sekali alias langsung bertarung menantang kerasnya hidup.
Tentu saja ada berbagai alasan yang bisa dikemukakan. Namun ada baiknya bahwa opsi untuk melanjutkan pendidikan merupakan pilihan yang mesti diambil  dengan segala konsekwensinya. Barangkali ada sebagian yang urung melanjutkan karena keterbatasan biaya. Padahal, di luar sana ada banyak beasiswa yang ditawarkan oleh pemerintah dan pihak swasta untuk membiayai anak-anak bangsa yang pintar tetapi kurang mampu. Misalnya Bidik Misi (Beasiswa Pendidikan untuk Mahasiswa Miskin dan Berprestasi).
Pemerintah sekali lagi tak abai dengan pendidikan yang merupakan investasi jangka panjang ini. Hanya saja akses-akses menuju ke sana itulah yang mesti diinformasikan secara terbuka dan luas, agar mutiara-mutiara bangsa yang terpendam di pelosok negeri menemukan jalannya. Disinilah peran para guru untuk memberikan informasi-informasi yang terkait dengan keberlanjutan pendidikan siswanya.
Yakinlah, apabila generasi muda hari ini mempunyai etos belajar dan mendaki untuk mencapai pendidikan yang tinggi ditambah dengan moralitas yang mumpuni, maka kelak bangsa ini tak akan pernah kekurangan sumber daya manusia unggul yang siap membawa negeri ini menuju puncak kebanggaan. Inilah urgensi dari melanjutkan pendidikan itu perlu.
0 notes
kadaryanto97 · 5 years
Photo
Tumblr media
Sukarno Hatta: Bukan Proklamator Paksaan ISBN :9786029431704 BahasaIndonesia Halaman :610 halaman Penerbit:Galang Pustaka Penulis:Walentina Waluyanti De Jonge Harga Rp125.000 diskon 20% Rp100.000 “Di Rengasdengklok tidak ada perundingan suatu pun,” tegas Bung Hatta. Selama “diculik" para pemuda di Rengasdengklok, Bung Hatta membantah bahwa ada perundingan untuk membahas Proklamasi Kemerdekaan. Justru di tengah kegentingan situasi kala itu, ada kebersamaan menarik yang ditunjukkan Dwitunggal, Sukarno-Hatta. Keduanya sibuk bergantian menggendong Guntur yang masih bayi,bahkan saat menggendong Guntur , Bung Hatta bercerita ia terpaksa harus merelakan pantalonnya basah karena Guntur kecil ngompol di pangkuannya._ Begitulah sekelumit sisi jenaka kesetiakawanan Sukarno-Hatta. Predikat dwitunggal mereka sandang karena terbukti saling melengkapi, meski sejatinya keduanya memiliki perbedaan prinsipiil, di antaranya, perbedaan “politik. Hatta lebih menginginkan sistem federalis lewat otonomi daerah, sedangkan Bang Karno menginginkan bentuk negara kesatuan. Kesamaan visi-memerdekakan serta mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial untuk rakyat Indonesia-menjadi tali yang menyatukan keduanya. _ Sangat disayangkan, kesatuan langkah mereka dihadapkan pada sebuah. persimpangan. Pada medio 1950-an, mereka tak lagi menjadi dwitunggal. 'Hatta mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden. Namun, perpisahan itu hanyalah perpisahan dalam perjalanan kepemimpinan. Di luar itu, mereka tetap sepasangsahabat hingga hembusan napas terakhir. Di kala Bung Hatta sakit, Bung Karno mengupayakan pengobatan terbaik. Bagitu pula, saat Bung Karno sakit keras dan diperlakukan semena-mena oleh rezim Orde Baru Hatta hadir untuk menguatkan sang sahabat. Pada perjumpaan terakhir itu, Bung Karno mengucapkan kalimat yang sulit ditangkap, tapi kira-kira berbunyi, “Hoe gaat het met jou?” 'Apa kabar?' Bung Karno menitikkan air mata, menetes. ke bantal. Ia memandang Bung Hatta, #buku #bukubacaan #bukumurah #bukudiskon #bukupolitik #bukusosialpolitik #bukuoriginal https://www.instagram.com/p/B7qONzZg14A/?igshid=z6t0w62mr9dm
0 notes