Tumgik
#burnoutalert
dwiagnessetiani · 4 years
Text
BURNOUT ALERT
Bagi kalian yang sudah bekerja pernah nggk sih mengalami fase dimana kalian merasa capek baik secara fisik maupun psikis ? seperti tidak bergairah dalam bekerja, kehilangan energi, mudah sakit, tidak puas dalam pekerjaan, dan bahkan puncaknya, kalian pengen banget resign ?
Nah kalau iya, mungkin kalian terkena sindrom burnout.  Apa sih burnout itu ?
Menurut review jurnal yang aku baca burnout adalah sindrom psikologis yang ditandai dengan reaksi emosional yang negatif terhadap suatu pekerjaan sebagai konsekuensi atas tekanan lingkungan kerja yang terus menerus (Chowdhury, 2018). Selanjutnya mengacu pada Maslach dan Jackson (dalam Chowdhury, 2018) dijelaskan, terdapat 3 tipe/ dimensi burnout   yaitu keletihan, sinism, dan inefektif. Keletihan adalah perasaan yang sangat berat baik secara fisik maupun emosi; Sinism adalah sikap sinis atau dingin terhadap tanggungjawab pekerjaan; dan Inefektif adalah perasaan ketidak mampuan dalam melakukan pekerjaan. Pendapat pribadi aku, 3 dimensi ini bisa dipakai untuk mengenali ciri-ciri dari pekerja yang mengalami burnout.
               Nah, Mengapa sih kita perlu tahu tentang burnout ?
Banyaknya fenomena burnout yang terjadi pada para pekerja mulai dari bidang kesehatan, pendidikan, manufaktur, sampai pada bidang sosial namun banyak dari mereka tidak menyadari bahwa mereka sedang mengalami burnout. Akibatnya  para pekerja ataupun perusahaan tidak menyadari dampak secara langsung dari burnout tersebut, yaitu produktivitas. Ya, Sebelum aku ulas tentang  dampak dari burnout secara detail, aku akan sajikan data penelitian mengenai burnout pekerja dari berbagai bidang pekerjaan :
1.       Penelitian oleh Indrilusiantari dan Milena (2015) menemukan bahwa 67,5 % pegawai direktorat bina kesehatan RI Jakarta selatan tahun 2015, mengalamai burnout
2.       Penelitian oleh Latifah dan Nu’man  (2017) menemukan bahwa 20 % Karyawan kantor pusat PLN mengalami burnout sangat tinggi, 20 % burnout tinggi dan 18 % sedang
3.       Penelitian oleh Wulan dan Sari (2015) terhadap guru honorer SD Swasta, 61 % mengalami tingkat burnout tinggi, dan 39 % rendah
4.       Penelitian oleh Putri (2009) terhadap relawan yang tergabung dalam pelayanan rehabilitasi medik untuk survivor gempa bumi Yogyakarta tgl 27 Mei 2006, yaitu Dokter, Fisioterapi, Perawat, dan Tenaga Umum, 54,54 % dari mereka mengalami burnout tinggi, 36,36 % burnout sedang, dan 9,1 % burnout rendah.
Cukup banyak bukan ? Itu belum semuanya, aku hanya mengambil contoh dari berbagai bidang pekerjaan aja. Nah sekarang aku akan paparkan, apa sih dampak dari burnout?
Chowdhur (2018) menjelaskan bahwa ada 2 konsekuensi berkesinambungan dari burnout yaitu konsekuensi individu dan konsekuensi terhadap produktivitas perusahaan. Sebagai konsekuensi individu, burnout bisa menimbulkan depresi; dan sebagai konsekuensi terhadap perusahaan burnout bisa mengakibatkan penurunan kinerja, ketidakpuasan kerja (maslach et all dalam Chowdhur, 2018); berkurangnya komitmen terhadap perusahaan (Meyer & Allen dalam Chowdhur, 2018), meningkatnya ketidakhadiran pekerja dan bahkan tingginya turnover pekerja (Goodman & Boss dalam Chowdhur, 2018). Sebagai tambahan burnout juga dapat menimbulkan konflik Work-Family atau konflik kerja-keluarga (Green dalam Chowdhur, 2018) yaitu konflik yang timbul akibat tuntutan pekerjaan mengganggu kemampuan tugas/peran dalam keluarga. Nah, konflik work-family inilah yang biasanya menimbulkan kelelahan, depresi bahkan penurunan kesehatan terhadap pekerja tersebut. Kesimpulannya dari semua paparan mengenai dampak burnout, ujung-ujungnya dampaknya adalah pada produktivitas perusahaan atau instansi.
Jadi, menurut pendapat pribadiku burnout adalah salah satu isu yang perlu mendapatkan perhatian bagi perusahaan atau instansi, karena burnout ini dinilai mampu memprediksi  tingkat kepuasan pekerja, engagement pekerja terhadap perusahaan atau instansi sampai pada turnover pekerja. Tentu saja, perusahaan atau instansi diharapkan mampu mengevaluasi setiap beban kerja yang diberikan kepada pekerja supaya pekerja juga mampu memaksimalkan kinerjanya dan mengembangkan dirinya sehingga mendorong peningkatan produktivitas perusahaan atau instansi.
Bagi pekerja, burnout ini penting untuk disadari supaya kita mampu untuk memberikan preventif terhadap diri untuk mencegah sindrom burnout, atau kita mampu menangani secara pribadi/mandiri jika burnout itu terjadi pada kita. Satu hal yang menurutku penting, tubuh kita masing-masing punya kapasitas berbeda dalam merespon stress, jika tubuh sudah merasakan ketidaknyamana mungkin saatnya kita perlu rehat sejenak, piknik, me time untuk menetralisir hal-hal yang membuat kita stress. Bukan berarti kita melarikan diri dari tanggungjawab pekerjaan kita ya, tetapi lebih kepada merefresh pikiran kita supaya kita bisa kembali lagi mendapatkan energy positif untuk mengerjakan pekerjaan yang sudah menjadi tanggungjawab kita.
 DAFTAR PUSTAKA
Chowdhury, R. A. (2018). Burnout and its Organizational Effects: A Study on Literature Review. Journal of Business & Financial Affairs,  7, 4, 1-3
Indrilusiantari, V. RS & Meliana, I. A. (2015). Faktor-faktor yang berhubungan dengan Burnout Syndrome pada pegawai di Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Jakarta Selatan Tahun 2015. Journal Kesehatan, 7, 1, 28-33
Latifah , A. & Nu’man, T.M. (2017). Hubungan Spiritual Well Being dan Burnout pada karyawan. Naskah Publikasi. Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.
Wulan, D. K. & Sari, N. (2015). Regulasi Emosi Dan Burnout Pada Guru Honorer Sekolah Dasar Swasta Menengah Ke Bawah. Journal Pengukuran dan Penelitian Psikologi, 4, 2, 74-82
Putri, I. SK. (2009). Burnout Pada Relawan Kesehatan Palang Merah Indonesia yang Tergabung dalam Pelayanan Rehabilitas Medik untuk Survivor Gempa Bumi Yogyakarta & Jawa Tengah 27 Mei 2006.Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.
1 note · View note