Tumgik
#idealitas
aimanhilm · 1 year
Text
Istiqomah & jangan lupa istirahat
Sungguh bagian tubuh kita yg paling mudah lelah itu bukan otak kita, bukan ekstremitas kaki dan tangan kita, tapi hati kita yg paling mudah lelah.
Hati yg lelah, ia akan buta. Kalau hati buta, ya penilaian kita ga akan valid. Apa yg kita nilai untuk diri kita maupun sekitar kita, akan menjadi bias.
1-2 bulan kebelakang ntah kenapa kegiatan di kamar suka banget ditemenin sama ngaji filsafatnya Ust. Dr. Fahruddin Faiz.
Meski seringnya ga memperhatikan dg seksama, tp value2 yg beliau sampaikan banyak yg match dg pikiran dan hati. Terakhir ttg istiqomah.
Dari bbrp kajian yg pernah kudengar, baru denger ini yg dijabarkan dengan sistematis, dengan penuturan beliau yg superr halus.
Pertama ttg kunci istiqomah:
1. Optimal: mengupayakan yg terbaik
2. Tidak berlebihan : baik melebihi batas, atau sengaja mengurangi dari batas kita
3. Ilmu : cocok dg teori, harus belajar dan belajar lagi
Kedua, proses istiqomah
(yo tentu ga bisa ujug2 atau tiba2), berdasarkan Syaikh Abu Ali Al-Daqaq
1. Taqwim (berusaha berdiri) : pembersihan jiwa. Tobat sek. Nek masih kotor ya dibersihin dulu. Kebaikan kalo dibungkus wadah yg kotor tentu akan tercemar. Wadah = diri kita, kebaikan = amal kita.
2. Iqomah : menegakkan kebenaran -> lalu diulang-ulang. Baru lah jadi istiqomah
3. Istiqomah
Kata beliau, yg penting jalan dulu. Ttp fokus sama tujuan istiqomah, jangan sekadar ngulang2 kegiatan.
Konsepnya, istiqomah itu habituasi dan reevaluasi. Ga sekadar repetisi.
Ketiga, jenis istiqomah
1. Dalam perkataan, apapun kondisinya, dia akan mengatakan kebenaran. Ngga mencla-mencle, ga dipengaruhi kepentingan tertentu. Dalam perspektif lain, thayyib dalam perkataan.
2. Dalam perbuatan, nampak realisasinya
3. Sikap, teguh dalam mental/sikap batin
4. Niat, dijalankan selalu sesuai niat
Urutan/lapisan jiwa untuk istiqomah
1. Perkataan
2. Dalam jiwa, taat dan malu dihadapan Allah. Istiqomah muroqobatullah
3. Hati, kondisi hati yg takut dan berharap pd Allah terus menerus
4. Ruh, ruh yg sibuk mencari kesucian, mengindari hal yg kotor
5. Sirr (jiwa yg paling dalam) selalu menomor satu kan Allah dalam hal apapun
Membangun istiqomah
1. Membangun Kebiasaan
a. penguasaan diri, sering kita yg dikuasai ambisi dan nafsu. Kalo blm dikuasai, disuruh istiqomah ya ga bisa
b. Sabar. Semua ada prosesnya.
c. Berani untuk memulai. Kalo ga mau mulai, gimana mau jalan?
d. Tidak menunda, suka cari2 alasan.
e. Optimis. Kita harus optimis bisa istiqomah
2. Perencanaan
a. Tau ilmunya, belajar. Nek mau istiqomah dalam tilawah/ngaji ya harus tau ilmunya juga
b. Target yg realistis utk kapasitas kita
c. Buat jadwal
3. Tips
a. Buat alat motivational tools. Cari alat/suasana pendukung
b. Self reward, dalam jangka waktu tertentu
c. Nek khilaf, gapapa. Asal jangan diterusin.
d. Cari re-charge moment. Imbangi sama rekreasi. Ben ga overload, ttp santuy
e. Lawan musuh istiqomah yaitu Bosan -> lawan dg keyakinan bahwa kita melakukan kebaikan. How?
- Cari perspektif yg berbeda dalam objek kebaikan yg sama.
- Imbangi dg me time juga.
- Cari temen biar bisa saling support.
- Menjaga dari pengaruh yg mengeruhkan keistiqomahan
- Terakhir, doa. Inget kita ga bisa apa2 kalo Allah tidak berkehendak
Booster istiqomah : ilmu, ikhlas, wara', qanaah, mujahadah
Blocker istiqomah : manja, lalai, cuek, sok sibuk yg ga ada artinya, overthinking, dosa dan maksiat
Inget. "Sa'atan, sa'atan" Segala sesuatu ada waktunya, ga semua harus dijalanin sesuai idealitas.
Klo waktunya istiqomah ya diseriusi.
Klo emang waktunya santai/rehat, ya istirahat aja. Jangan serius2 mulu.
Back on top, hati itu mudah lelah. Maka istirahatkan, sesaat demi sesaat.
Yok bisa yok, alon-alon, bareng-bareng 😊
19 notes · View notes
mldareads · 1 year
Text
Perempuan Perspektif Islam
 (Idealita dan Realita)
Sudah banyak sekali pembahasan yang menyinggung kedua hal ini, Perempuan dan islam.. bagaimana islam memandang perempuan juga bagaimana perempuan mencitrakan dan memposisikan diri dalam likup yang islami.
Baik mari kita bahas.. sebelumnya, biar saya beri jawaban sebelum ada banyak pertanyaan dari pembaca (mungkin.. ya). Saya mengambil berbagai referensi yang ada baik itu dari jurnal, artikel, buku yang berkesinambungan dan cocok untuk membahas tema ini.. but well, aku tidak melulu mengambil bacaan yang menguatkan pendaatku ya, aku berusaha netral untuk mengambil benang merah dan kesimpulan bacaan untuk teman-teman pahami dan nikmati, wallahu a’lam.
Perempuan dalam persepektif islam, berarti membahas mengenai bagaimana Islam memandang perempuan berdasarkan persepektifnya dengan segala carut marut, lapisan, kategori yang ada didalamnya, berdasarkan teks-teks suci baik dalam Al-Qur’an maupun Hadist.
Perempuan dalam Al-Qur’an
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Perempuan dalam Al-Qur’an bukan hanya banyak disebutkan, bahkan terdapat surat yang khusus berbicara seputar perempuan dengan segala permasalahan yang ada. Selain itu terdapat beberapa kosa kata yang beragam dalam bahasa arab yang digunakan untuk menjelaskan perempuan. Seperti: mar’ah, imra’ah, nisa’, atau niswah, dan unsa. Dalam bahasa Arab, kata-kata tersebut memiliki makna yang berbeda. Kata al-nisa’ adalah bentuk jamak dari kata al-mar’ah yang berarti perempuan yang sudah matang atau dewasa. Kata imra’ah digunakan untuk mengungkapkan sosok pribadi (karakter), kata nisa’ digunakan untuk menyebut sifat (kondisi) umum wanita atau aturan untuk wanita, dan kata unsa digunakan untuk menyebut jenis kelamin wanita dan juga hewan. Sebetulnya penjelasan mengenai perbedaan setiap kosa kata ini masih jauh lebih dalam dan luas lagi pembahasannya, bisa kita temukan di beberapa jurnal, tesis, atau tulisan ilmiah lain yang khusus membahas mengenai dilalah atau kajian semantik bahasa arab.
Satu hal yang pasti, artinya Islam sendiri memberikan perhatian yang amat besar dan dalam terhadap perempuan.
Mengapa perlu mengetahui bagaimana islam memandang atau berperspektif mengenai perempuan?
Karena rupanya ketidakadilan gender dan ketimpang sosial bagi perempuan seringkali mengakarkan permasalahannya pada  hukum agama khususnya Islam. Hal ini menjadikan agama seolah telah menjadi penyebab ketimpangan, ketidaksetaraan, serta ketidakadilan terhadap perempuan. Tidak jarang juga hukum agama ini seolah menjadi  penghambat gerakan perempuan. Hal ini sebetulnya karena banyak pihak yang mengatasnamakan agama sebagai alasan dari setiap tindakan yang dilakukan terhadap perempuan.
Lalu apakah memang begitu? Bagaimana sebetulnya islam memandang perempuan?
Terdapat dua stigma mengenai islam kaitannya dengan kedudukan dan posisi perempuan. Satu, stigma yang mengangkat bahwa perempuan dalam islam memiliki kedudukan yang mulia, banyak dari ayat-ayat Al-Qur’an yang menegaskan bahwa penting memuliakan seorang ibu, serta ayat-ayat yang berkenaan dengan kedudukan yang setara antara laki-laki dan perempuan. Stigma selanjutnya datang dari realitas kehidupan sosial yang islami sekalipun, perempuan sering kali berada di posisi yang terdomestikasi bahkan termarjinalkan baik di lingkungan masyarakat, keluarga, maupun di ruang publik lainnya. Hal ini didasarkan atas budaya patriarkis yang mengakar sisa-sisa jaman jahiliyah. Karena rupanya, sama seperti zaman dahulu, manusia masa kini dengan tekhnologi yg sudah jauh lebih maju dan akses belajar yg jauh lebih banyak dan luas  juga tetap mengikiskan rasa ingin tahu dan literasi  yg dalam akan suatu hal. Wallahua’lam..
Teks-teks suci atau ayat-ayat Al-Qur’an serta hadist yang berupa hal ihwal yang dilakukan maupun diucapkan rasul seringkali mengangkat harkat dan martabat perempuan. Islam menempatkan perempuan pada posisi yang sangat mulia, terbukti dari ayat-ayatnya yang banyak  mengutarakan hal yang demikian.
Penciptaan Perempuan
Ayat yang seringkali digunakan untuk menjelaskan penciptaan perempuan yakni surat An-Nisa ayat 1. Terdapat berbagai tafsir yang saling menguatkan dan bahkan saling mebenarkan satu sama lain terkait ayat ini. Dimana tafsir yang sering kali kita punya, menyebutkan bahwa ayat ini terdapat kata nafs wahidah yang di artikan diri yang satu (Adam), yang berarti Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Diperkuat dengan kata zaujaha yang merujuk pada Hawa. Ayat ini seringkali dijadikan justifikasi bahwa laki-laki adalah superior sedangkan perempuan lemah karena diciptakan dari bagian diri laki-laki.
Tidak berhenti disana, terdapat beberapa tafsir pembanding yang ditulis oleh tokoh-tokoh feminis muslim diantaranya Barlas, Musdah Mulia, dsb. Yang merasa tidak terima dan kerugian apabila ayat tersebut diartikan secara kontekstual begitu saja. Mereka menyebutkan bahwa nafs wahidah disana berarti dalam diri yang satu, artinya perempuan dan laki-laki ada satu kesatuan yang tidak dipisahkan secara ontologi (nilai nya), karena mereka sama-sama diciptakan atas dasar substansi yang sama. Sedangkan kata zauj disana bukan diarahkan untuk hawa saja, melainkan satu sama lain (Adam dan hawa).
Wallahu’A’lam.. yang saya yakini bahwa Islam sangat memuliakan perempuan, dan banyak ayat Al-Qur’an yang menyatakan kesetaran antara keduanya. Bagaimanapun beberapa tafsir mengungkan ayat tersebut, yang perlu diyakini adalah dalam ayat tersebut juga menjaskan bahwa Al-Qur’an tidak hanya menyucikan perempuan dan laki-laki tapi juga memerintahkan untuk melawan musuh kita yaitu  Iblis, Allah itu Esa, tidak ada lawan, dan memiliki kualitas yang sempurna.
Serta tidak lupa, sebagaimana pun Al-Qur’an menyebutkan semua nabi-nabi adalah laki-laki, tapi tanpa wanita tidak ada nabi yang lahir ke dunia ini, sebagaimana Hawa berasal dari kata” hawah” yang artinya sumber kehidupan. Itu mengapa perempuan disebut jembatan penciptaan antara bumi dan surga (Surga di telapak kaki ibu).
Perempuan sebagai manusia
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
Q.S An-Nisa ayat (32)
Ayat ini menjelaskan bahwa dalam kehidupan sering kali kita memiliki keinginan untuk memperoleh sesuatu sebagaimana dimiliki orang lain bahkan bisa mendorong seseorang melakukan pelanggaran. Ayat ini berpesan agar kita  menghindari kebiasaan tersebut, serta hendaklah untuk berupaya dan berusaha karena setiap orang akan mendapatkan bagiannya. Termasuk laki-laki dan perempuan karena semua sama di mata Allah swt, bahkan keduanya sama-sama  mendapatkan bagian sesuai dengan apa yang mereka usahakan.
“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.”
Q.S An-Nisa (124)
Berdasarkan Tafsirr Al-Madinah Al-Muawwanah menjelaskan ayat ini mengandung makna bahwa  barangsiapa yang melakukan perbuatan baik untuk dirinya baik itu yang berhubungan dengan akhlak, adab, maupun interaksi sosial -baik dia seorang laki-laki maupun perempuan yang beriman-, maka dia akan mendapatkan derajat yang tinggi, tidak akan dikurangi pahala perbuatan mereka sedikitpun, meski hanya sebesar kulit tipis yang ada pada biji kurma. Maka  keduanya sama-sama dijamin masuk surga ketika melakukan amal kebajikan. Dua ayat di atas sebagai bukti bahwa secara kemanusiaan dan penciptaan Allah swt tidak membedakan keduanya dihadapan Allah  kecuali ketaqwan mereka,
sebagaimana disampaikan pada surat A-Hujurat ayat (13) yang bahkan djadikan Surat pembuka saat Pembukaan Piala Dunia 2022 silam.  
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti.”
Berdasarkan Tafsir kemenag bahwa Ayat ini juga untuk mengingatkan bahwa tidak ada satupun yang istimewa di antara penciptaan Allah SWT tersebut selain mereka adalah orang-orang yang bertakwa. Hal ini sekaligus menjadi bantahan untuk mereka yang masih memandang kemuliaan manusia berdasarkan bangsa dan hartanya, termasuk jenis kelaminnya. Maka istilah perempuan sebagai manusia kelas kedua jelas terbantahkan oleh ayat ini.
Kemanusiaan Perempuan
Bahkan tercantum dalam Al-Quran bahwa perempuan seharusnya memiliki kemandirian dalam berbagai bidang.
“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Q.S. al-Mumtahanah (60):12
Dalam Shahih al-Bukhari 8/504 dan Shahih Muslim 3/1489, kitab kepemimpinan, bab cara membaiat wanita, no. 1866; Ayat dan surat ini mengisyaratkan bahwa bahkan Islam manganjurkan untuk kita memercayai seorang perempuan untuk menjadi seorang pemimpin saat menyutujui dan siap memenuhi syarat-syarat yang diajukan dalam ayat terkait. Dalam ayat ini juga mengandung makna bahwa perempuan seharusnya mandiri dalam perpolitikan seperti figur Ratu Balqis yang mampu memimpin sebuah kerajaan super power pada masanya. Bahkan berkaitan tentang hal ini terdapat sebuah hadist dari ‘Urwah meriwayatkan, ‘Aisyah berkata: Maka wanita-wanita beriman yang menerima syarat yang disebutkan dalam ayat ini maka Rasulullah akan berkata kepadanya: “Aku telah membai’atmu” secara lisan; dan demi Allah, tangan Rasulullah sama sekali tidak pernah menyentuh wanita ketika membaiatnya. Rasulullah hanya membaiat mereka dengan sabdanya: “Aku telah membaiatmu dalam hal ini.”
Hadist diatas sekaligus menjawab pertanyaan bagaimana membedakan cara membai’at seorang laki-laki dan perempuan yang benar sesuai syariat.
Selain itu Perempuan dituntut untuk mandiri perekonomian, sebagaimana harapan Q.S. al-Nahl (16):97.
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Dalam Tafsir Al-Wajiz menyatakan bahwa makna ayat ini ialah Barangsiapa beramal shalih di dunia, baik laki-laki maupun perempuan dan dia beriman dengan benar, maka sungguh Kami akan membuatnya bisa hidup dengan baik di dunia dengan memberinya rejeki yang halal, keridhaan dan ketenangan. Dan sungguh Kami akan memberinya imbalan di akhirat dengan imbalan yang lebih baik dari ketaatan yang mereka kerjakan di dunia.
Selanjutnya, perempuan sebagaimana Q.S. al-Tahrim (66):11-12 diharapkan mampu mandiri secara individu, dalam artian berani menentukan pilihan pribadi yang diyakini kebenarannya sekalipun bertentangan dengan pihak lain.
“Dan Allah membuat istri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim.”
Dalam kitab Tafsir al-Kasyaf, Zamakshari mengatakan bahwa para ahli tafsir menjelaskan yang dimaksud dengan imra’ah Fir’aun dalam ayat ini adalah istri Fir’aun yang bernama Asiyah binti Muzahim. Asiyah juga merupakan bibi Nabi Musa As. yang beriman kepada Allah tatkala mendengar berita lemparan tongkat Nabi Musa As. yang turut menghapus semua kesombongan Fir’aun. Mengetahui hal itu,lalu Fir’aun mengazab dan menyiksanya dengan siksaan yang sangat pedih. Masyaallah.. ini berarti apapun yang menjadi pilihan perempuan, apapun pekerjaan nya, terlepas dari itu semua,  dia teteap perlu mandiri secara berpikir dan bersikap.
Beberapaa ayat dan tafsir diatas sebagai bukti bahwa Islam telah mendeklarasikan keadilan dan kesetaraan gender bahkan jauh sebelum adanya paham feminisme, bahwa yang membedakan perempuan dan laki-laki hanyalah ketaqwaanya. Namun kesetaraan  gender disini bukan berarti menyamaratakan seluruh aspek kehidupan antara perempuan dan laki-laki sampai mendobrak dan menghancurkan keteraturan hidup. Islam membedakan laki-laki dan perempuan sebagai dua jenis kelamin yang berbeda dengan segala kodrat yang melekat pada masing-masing mereka. Sehingga berpengaruh terhadap kemampuan masing-masing dan tujuan penggunaan atau pencipataannya. Bagaimana perempuan dititipkan rahim, kemampuan melahirkan, menyusui, dsb. Serta laki-laki dititipkan kondisi fisik yg secara lahiryah bisa  berkembang menjadi lebih kuat dan kekar. Satu hal yang pasti, keduanya memiliki porsi tersendiri sesuai kemampuan masing-masing. Namun tinggi dan rendahnya derajat seseorang sama-sama bersal dari ikhtiar kemanusiaan dan ketaqwaan yang mereka perjuangkan dan totalitaskan di dunia.
3 notes · View notes
infinityzzzz · 2 years
Text
Yang ‘merasa’ sudah mendasarkan dan mengembalikan pada Allah dan Rasul-Nya saja masih beragam cara pandangnya dalam melihat idealita. Kadang bisa melihat dengan jelas, tapi tidak jarang juga menjadi abu-abu, memunculkan keraguan, kebingungan mana yang benar? mana yang salah? jadi aku ini benar atau salah? Goyah.
Semakin kesini semakin terkuatkan bahwa kita ini tidak bisa apa-apa tanpa petunjuk Allah, tidak bisa apa-apa tanpa ilmu Allah. 
"Wahai Rabb kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini). Ya Allah tunjukkanlah kepada kami yang benar itu benar dan bantulah kami untuk mengikutinya, dan tunjukkanlah kepada kami yang batil itu batil dan bantulah kami untuk menjauhinya "
- Yogyakarta, 5 Desember 2022 (pikiran dan perasaan sedang bergejolak)
4 notes · View notes
noteyu · 2 years
Text
Tumblr media
Bismillah...
Ini catatan versi aku, semoga bermanfaat ^^
Pahami tujuan nikah, karena tanpa tujuan akan penuh dengan penyesalan dan harapan yang ngga pasti.
Manusia itu hidup di antara 2, yaitu harapan dan penyesalan.
Pertanyaannya, bagaimana upaya kita ketika mempunyai harapan tapi tidak panjang angan-angan? dan bagaimana pula caranya agar tidak menyesal?
Dalam konteks nikah, coba jelaskan dulu kenapa kita mau nikah?
>> Akan sulit jika harapan atau bayangan kita tentang pernikahan itu bukan sesuatu yang benar atau bukan sesuatu yang berlandaskan ‘syariat’. Tapi apabila kita sudah tau alasan kenapa kita menikah, atas dasar apa kita menikah, dan apa yang akan kita lakukan setelah menikah -sesuai dengan syariat-. Maka semua itu akan mudah.
>> Dengan paham itu semua, maka kita juga akan tau dan paham seperti apa kriteria/karakteristik jodoh yang diperlukan. Punya standar.
Contoh dari Ust. Felix
“Saya nikah sama istri saya jelas karena menginginkan seorang perempuan yang bisa mendukung saya dalam dakwah dan bisa menjadi ibu daripada anak-anak saya. That’s enough”
“Untuk apa saya nikah? Saya nikah untuk dakwah. Maka yang diperlukan untuk dakwah adalah satu orang yang mendukung saya dalam dakwah saya, dia orang yang bisa mengurusi anak-anak saya kelak yang akan meneruskan langkah-langkah dakwah saya”
“Menikahi Ummu Alila karena saya punya standar seperti apa kehidupan saya ke depan, apa yang saya cari ke depan. Yang saya cari ke depan adalah orang seperti ini -Ummu Alila- maka saya ga perlu yang lain selain yang saya perlukan (sudah memenuhi standar)”
>> Faktanya kebanyakan anak muda sekarang pertimbangannya nafsu bukan syariat, bukan menginginkan fase yang berbeda untuk ketaatan kepada Allah.
The conclusion:
Seharusnya ketaatan yang menjadi standar atau suatu pertimbangan utama ketika seseorang ketika mau menikah.
Kriteria-kriteria yang dicari sesuai dengan apa yang diperlukan untuk kehidupan ke depannya.
Yang terbaik adalah yang kita perlukan (dengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan), bukan memenuhi idealitas yang ada.
nb: maaf ya atas salah dan kurangnya. Silakan dm krisan-nya ^^
4 notes · View notes
millsight · 4 months
Text
Alasan mengapa kamu -bi'dznillah- harus berdiri di atas kaki sendiri. Bila melihat orang berusaha seperti ini, menjudge simpan di belakang dulu. Kita gapernah tau, bekron kehidupan seseorang.
Jaga, apa yang perlu dijaga dari omongan (1).
Jalani pilihan hidupmu yang kamu rasa tepat, gaperlu banyak komen atas kehidupan horang lain.
Idealitas kehidupan memang seolah akan bertubrukan dengan idealitas teori yang menjadi konsumsi kita selama ini. Sebenarnya, letak realitas hidup ada saat kita diperhadapkan dengan kondisi lapangan,
apa iya kita se-berilmu dan se-seimbang itu mengaplikasikannya?
Terlebih, dalam kehidupan keluarga kita yang bervariasi. Ada yang broken, ada yang ideal. Jika kamu tidak mengetahui kehidupan seseorang hingga keluarga intinya, persulit lisanmu banyak berasumsi.
Kerasnya hidup yang telah ia lalui telah mendidik dan membentuk karakternya hingga sampai pada sebuah keputusan besar. Diamlah dengan pilihannya, dan jalani pilihanmu tanpa merasa benar sendiri atas pilihanmu.
Start dan tempahan yang berbeda, akan berujung pada keputusan yang beda pula.
Kamu harus paham bahwa hidup ini tidak akan diberhentikan dengan ujian (kecuali mati) dan ujian itulah yang akan menguak..
'kamu itu sanggup apa cuman besar di omongan?'.
Maka, jaga apa yang perlu dijaga dari omongan (2).
0 notes
aqnin · 5 months
Text
Menentukan tujuan sehingga tidak salah pilihan. Pilihan terbaik itu adalah pilihan yang kita butuhkan, bukan pilihan yang harus memenuhi seluruh idealitas yang ada.
#1
0 notes
beinginitself · 5 months
Text
Tentang orang lain:
"Dia mempunyai senyum manis bergingsul tipis disudut bibirnya. Rambutnya hitam sepunggung, kadang diikat dan kadang dikucir—semuanya memikat. Selaras dengan badan petite yang berkulit sawo matang menawan yang dia hidupi. Kecantikan realistis dan meneduhkan, menarik tanpa paksaan.
Dia berkacamata. Tanpa kacamata pun, matanya indah: mata seorang pembaca buku. Ada bentuk khas diujung hidungnya yang mancung itu, selaras dengan dagu dan bibir bawahnya yang seakan menantang hidup. Dia akan sangat memukau jika berkebaya—baik berkain hitam, putih, biru atau membayang, tak perlu diragukan.
Memandang wajah dia, cukup membantu meruntuhkan daya khayal akan fantasi industri kecantikan yang memaksa semua wanita harus serba putih dan serba mulus seperti tembok Istana Negara. Saya tak ingin terjebak oleh segala bentuk idealitas kecantikan yang ilusif. Bagiku, kecantikan dia sudah cukup membangkitkan kesadarkan saya sebagai manusia yang bernalar dan sebagai lelaki yang wajar. Ada harapan subtil yang muncul dalam benak: saya ingin bisa terus mendengar cekakak-cekikik suara tawa lepasnya yang sudah kuhafal di balik wajahnya yang jutek sekaligus manis."
Tapi apa daya, harapan tak berdaya ini mungkin akan cepat sirna bak api unggun yang meredup. Tak ada pintu terbuka, tak ada jalan masuk, dan tak ada penerimaan. Yang bisa kukenali hanya sebatas itu, diujung pintu yang tertutup. Memang tidak melukai, namun tetap pedih. Saya harus berani terima semua resiko dalam segala kemungkinan.
0 notes
theartismi · 6 months
Text
Mahasiswa, Antara Realita dan Idealita (Sebuah Catatan di Tengah Ironi Negeri)
Hingga hari ini Indonesia masih dirundung duka. Bencana demi bencana datang silih berganti. Mulai dari bencana alam hingga bencana kemanusiaan. Pengangguran, pergaulan bebas, aborsi, narkoba, begal, tawuran, dan krisis kemanusiaan lainnya. Bencana alam seperti gunung meletus, banjir, tsunami, hingga kebakaran hutan yang hampir merata ke seantero negeri berpenduduk mayoritas Muslim ini.
Beragam problematika ini terjadi bukan tanpa sebab. Setidaknya ada dua aspek yang menjadi akar masalah (selainnya hanya merupakan pemicu), yakni rezim dan sistem yang rusak. Penguasa merupakan boneka negara adidaya dan para kapitalis. Sehingga setiap langkah kebijakan yang diambil penguasa sesuai arahan para tuannya. Akhirnya rakyat menjadi korban dan negari ini perlahan menuju kehancuran.
Sementara rezim bergerak berdasarkan sistem. Sebab sistemlah yang menjadi blueprint dalam menjalankan roda kekuasaan. Penguasa di tiga elemen trias politika demokrasi (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) hanya menjalankan perintah dari sistem. Tak ada ruang bagi seruan yang berseberangan dengan sistem tersebut. Akibatnya negara menujukkan sikap antipati pada Islam di saat yang bersamaan tunduk pada kafir Barat.
Lalu jika sedemikian rusaknya, apa yang harus dilakukan? Kepada siapa kita berharap? Siapa yang bisa diandalkan? Jawabannya ialah mahasiswa. Ya, mahasiswa. Merekalah elemen penting dalam konstruksi perubahan. Mahasiswa merupakan bagian dari SDM potensial yang utama. Mahasiswa memiliki tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) yang sangat besar. Tupoksi itu lebih berat daripada sebatas menjalani rutinitas belajar di bangku perkuliahan.
Tak bisa dipungkiri selain sebagai pelaku perubahan, setiap person dari elemen mahasiswa adalah seorang agen pengemban misi. Mahasiswalah yang akan menjadi pengukir sejarah sekaligus penentu masa depan. Namun sangat disayangkan bila masih ada mahasiswa yang memilih jalan sebagai pecundang dan bukan pejuang. Hanya fokus pada kepentingannya sendiri hingga terjebak pada pragmatisme dan individualisme. Seringkali hal itu dalam balutan study oriented. Seperti robot yang bergerak statis dan stagnan karena telah dikendalikan/terprogram.
Dari sini lahirlah istilah kupu-kupu atau kuliah pulang kuliah pulang sebagai habits. K4 atau kampus kelas kantin kosan seakan sudah menjadi tagline mahasiswa. Habitatnya dalam ranah perjuangan menjadi sempit untuk masalah dan ambisi pribadi semata. Hari ini kita melihat banyak mahasiswa justru senang tampil di acara-acara hiburan. Acara dangkal yang membodohi generasi. Mereka berhura-hura dan tertawa puas di tengah kondisi umat yang sedang menangis pilu bahkan menjerit histeris.
Ada yang memilih bergabung dalam gerakan, namun bingung dalam diam tanpa tahu bagaimana harusnya menyetir kendaraan perjuangan. Akhirnya hanya menjadi penyakit yang lama-lama meningkat menjadi penyakit ganas. Penyakit ini kemudian menular ke sesama aktivis, mencabut ruh pergerakan, dan membunuh tubuh pergerakan sedikit demi sedikit. Salah satu dampaknya, gerakan mahasiswa berubah haluan menjadi pragmatis dan terkesen elitis. Geraknya kini menjadi alat kepentingan. Bahkan untuk urusannya (kasus kongres di Riau misalnya), harus menelan dana milyaran rupiah bahkan berkali lipat dibanding alokasi untuk penanganan bencana yang telah merenggut banyak nyawa di daerah yang sama.
Sudah saatnya mahasiswa sadar, bangkit, dan bergerak mengganti sistem dan rezim rusak. Kita butuh penguasa amanah dan sistem terbaik. Sudah saatnya mahasiswa keluar dari zona nyaman. Kembali bertransformasi menjadi garda terdepan perubahan sesuai yang diharapkan umat.
Sudah saatnya mahasiswa berpikir benar dan serius tentang problematika yang melanda dan formula jitu yang menjadi tawaran solusi ampuh. Itulah Islam. Karena Islam berasal dari yang Maha Pencipta, Mahatahu, Mahabenar, Maha Sempurna, Allah SWT. Maka pasti mampu mengentaskan seluruh masalah yang ada hingga ke akarnya. Jadilah mahasiswa idealis pengemban dakwah ideologis harapan umat!
0 notes
hewanyangberfikir · 7 months
Text
dari kejauhan suara itu terdengar riuh suara kepatuhan selalu taat meski dijatuhkan berkali-kali yang terkadang hadirnya sering dirutuki padahal hadirnya membawa berkah menumbuhkan benih-benih kehidupan membasahi tiap-tiap yang tandus ya benar, ia adalah hujan..
salah satu tuan pernah berkata bahwa realitas sejatinya tidak bertentangan dengan idealitas hadirnya untuk memvalidasi, pada tiap-tiap yang terhujam di kalbu untuk menerima realitas pada setiap perwujudan-Nya memang tidak semudah yang diucap sulit, bukan berarti kau tak mampu 00.38
1 note · View note
coretanqolbu · 8 months
Text
Ngaji Jomblo 01: Biar Nggak Nyesel Setelah Nikah
youtube
Konten 3 tahun lalu dan sudah beberapa kali ku ulang-ulang nontonya sebagai pengingat untuk diri sendiri
"Mencari jodoh ibarat mencari kayu terbaik di hutan, kayu terbaik bukanlah yang memenuhi standar idealitas yang ada, tapi kayu terbaik adalah kayu yang kita perlukan dan kita butuhkan"
Ditambah nemu tulisan seseorang yang menurutku cukup merepresentasikan vidio diatas.
🔽🔽🔽
"Apakah mencari pasangan yang terbaik itu harus ?"
Sebuah kalimat yang aku percaya tidak akan ada ujungnya. Mencari yang lebih baik hanya akan membawamu ke perjalanan tiada akhir. Perjalanan yang penuh dengan ketidakpuasan. Rasa haus yang menyiksakan.
Aku paham, semua orang ingin sesuatu yang lebih baik. Akan tetapi ada kalanya kamu harus berhenti, beristirahat, lalu berpikir "Apakah aku sudah cukup jauh mencari? Atau bahkan terlalu jauh?"
Mencari yang lebih baik artinya meninggalkan yang lebih buruk. Atau setidaknya yang kamu anggap lebih buruk. Aku hanya ingin menyadarkan. Orang-orang yang kamu anggap tidak cukup baik itu justru lebih pantas mendapatkan yang lebih baik. Dan itu pasti.
Karena orang-orang yang sembarangan meninggalkan semata demi yang lebih baik, adalah orang yang tidak cukup baik.
Rasa lelah kadang terlambat hadir. la kadang muncul ketika semuanya sudah terlalu jauh dan terlalu penat karena tak kunjung mendapatkan yang lebih baik. Karena yang lebih baik itu sebenarnya tidak ada. Itu hanyalah sosok semu yang kamu ada-ada. Sosok nyatanya hanyalah dia yang dengan segala kekurangannya selalu ada untukmu. Tapi sayangnya kamu lewatkan itu. Di saat itu, kamu harus menengok ke dalam. Dan tanyakan pada dirimu sendiri "Apa kamu sudah cukup baik untuk orang yang kamu sebut lebih baik?"
Jadi, ada baiknya mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk layak jadi tempat singgah selamanya, bagi dia yang terbaik (Menurut Allah). Semoga masing-masing dari kita mendapatkan yang terbaik, setidaknya dari sudut pandang mata hati kita sendiri. Dan semoga kita tepat waktu untuk merasa lelah mencari, dan mengistirahatkan hati di jiwa orang yang tepat, yang tulus dalam mengasihi.
Barakallah Fiik.
0 notes
menuliskankembali · 10 months
Text
Idealitas Interaksi
(tulisan yang asal ngalir saja dan pasti tanpa struktur, bisa loncat kesana kemari)
Kita tidak suka dengan orang yang suka banyak berkomentar tanpa mencoba untuk memahami esensinya. Kita juga tidak suka jika orang hanya diam saja dan tidak perduli dengan apa yang kita lakukan. Intinya kita menuntut orang lain agar mengerti kita, berkomentar jika kita membutuhkannya dan memperhatikan jika kita menginginkannya. Kita merasa bahwa kehidupan seperti harus berporos kepada kita.
Ada banyak hal yang tidak kita sadari berjalan seperti ini, kita menuntut lingkungan agar menjadi seperti apa yang kita inginkan. Begitu juga dengan lingkungan yang menuntut kita agar menjadi seperti apa yang diinginkannya. Sedikit atau banyaknya, perasaan menuntut bisa hadir tanpa kita sadari. Tak benar-benar ada hubungan antara kita dan lingkungan yang ideal, takkan pernah ada selama atap kita masih langit dunia.
Mungkin interaksi kita dengan orang-orang dekat baik-baik saja, bisa saling pengertian, tapi ada banyak orang yang tidak sepandangan dengan kita, bukan? Dan banyak sekali di luar sana orang-orang yang bahkan tumbuh dewasa di tengah lingkungan yang tidak sehat.
Pemahaman tentang "idealitas" dalam interaksi ini adalah hal yang kita pelajari dari kehidupan, mungkin tidak kita pahami seutuhnya dari kalimat-kalimat bijak dan penuh motivasi. Justru kita lebih memahaminya karena kita mengalaminya.
Anak-anak harus diberikan pemahaman tentang hal ini. Kehidupan kecil mereka tentu bisa relate juga dengan masalah ini. Agar mereka lebih siap menghadapi usia dewasa dan segala problematikanya.
@menuliskankembali | 1445
0 notes
ssarahfh · 1 year
Text
Bahagiaku belum tentu bahagia mereka. Setiap kita memiliki idealitas kebahagiaan yang mungkin ga sama, bahkan dengan cara yang mungkin saja berbeda.
Semakin dewasa, circle kita mungkin akan semakin menyempit. Tapi cara bagaimana kita hidup, itu akan terus berkembang.
Jadi, focus on your track. Sambil hati-hati kalo ternyata udah salah arah. Maka, penting untuk terus berdoa agar Allah senantiasa menjaga pada setiap arah hidup kita.
0 notes
infinityzzzz · 1 year
Text
Making mistakes.
Bismillah.
Teruntuk diri sendiri yang masih sering amburadul secara mental ketika berbuat salah. Mungkin ini bisa jadi ikhtiar utk merapikan pikiran dan perasaan.
Mil, kamu itu manusia, sudah fitrohnya tidak luput dari salah. Di satu sisi, buang jauh-jauh idealita tentang menjadi manusia sempurna tanpa salah sedikitpun. Karena itu udah jelas nggak mungkin. Meskipun di sisi lain, bukan berarti kamu terus boleh sembarangan-serampangan dalam beramal, enggak juga. Tapi kamu perlu tetap mengusahakan yang semaksimal mungkin (mastatho'tum), sebaik mungkin (ihsan), dan sesempurna mungkin (itqon).
Mil, kamu itu manusia, bukan nabi dan rasul yang ma'shum atau terjaga dari kesalahan. Tapi di sisi lain, kamu itu juga bukan syaithon yang bahkan nggak pernah tergerak utk taubat.
Mil, kamu itu manusia, alhamdulillah. Karena kamu manusia, making mistakes is normal, sangat normal wkwk. Kerennya Islam, ketika kamu berbuat salah itu udah ada caranya, istighfar, minta ampun ke Allah dg tulus! Maka Allah akan mengampuni, melapangkan dadamu, dan memberikan rahmatnya. Daan kerennya Allah, rahmat itu luas, bukan sekadar menambah keberkahan tapi juga ngebantu kamu buat terus memperbaiki diri. Masih inget kan gimana makna rabb?
Mil, karena kamu manusia, jadilah manusia seutuhnya, yang menyadari bahwa kamu hanyalah makhluk yang memiliki khalik yaitu Allah. 🤍
Yogyakarta, 3 September 2023 Setelah jatuh.
0 notes
adoctobepullet · 1 year
Text
Alhamdulillah untuk 22 tahun yang menajubkan. Untuk segala kesempatan yang diberikan, teman yang baik, lingkungan yang ideal, dan orang tua yang suport. Hari hari ke depan bakal lebih banyak kejutan, either ups or downs. 
Untuk segala kemungkinan yang akan hadir semoga diri ini lebih siap. Pundaknya lebih kuat ya. Sabarnya juga lebih luas. Hatinya lebih lapang lagi. Oiya, iman pastinya semakin kokoh. 
Kalo segalanya berjalan tidak sesuai dengan kehendak mu. Semesta membabat nyalimu. Dunia terasa begitu porak poranda. Ingat lagi, Allah tuh nggak ngasih “sesuatu” di luar kapasitasmu. Sure it ! In addition jangan juga terlalu overthinking. Hidup cuma sekai, dinikmati Qus. Ilmui dan ambil hikmah yang banyak. 
Capek, rehat dulu. Apa sih yang dicari? Inget selalu ada rumah yang menunggu untuk pulang, bapak ibu mu. Meskipun tertatih tatih, buat mereka bangga punya kamu. Anak perempuan yang mau mencoba banyak hal dan mau melangkah menjadi sosok yang lebih baik ( kalo bukan Allah yang backing in rasanya mustahil). 
Never ending learning. Never ending sharing. Never ending da’wah (as your passion). Semoga idealitas ini selalu membara. Allah bakal bantu. Allah bakal jaga. Allah bakal ngautin. 
Izinkan kaki mungil ini menjemput takdir dengan ikhtiar penuh. Semangat ya hari hari ke depan!
Let’s see :D
0 notes
mawgumelar · 1 year
Text
Namun tak semua orang sepenuhnya yakin akan kemurnian ilmu secara mutlak. Beberapa ilmuwan menaruh perhatian terhadap arah masa depan ilmu. Secara khusus, Ernst Mach (1838–1916), fisikawan dan filsuf ilmu, dalam beberapa dasawarsa menjelang Perang Dunia I ketika para ilmuwan fisika eksperimental akhirnya terlibat dalam industri dan militer, ia justru membela jenis ilmu yang lebih sederhana dan tepat-guna, yang diarahkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Mach ditentang oleh Max Planck (1858–1947), fisikawan Jerman lain yang tersohor, yang mendukung idealitas ilmu yang lebih otonom.
Referensi: Ziauddin Sardar, “Thomas Kuhn dan Perang Ilmu”, hlm. 8; diterjemahkan dari “Thomas Kuhn and the Science Wars” oleh Sigit Djatmiko, diterbitkan oleh Jendela pada Oktober 2002.
0 notes
juliandika · 2 years
Text
Tumblr media
Nyala api dalam gelap dapat memberi penerangan, pendarnya hangat bersama cahaya yang menerangi sekitar. Menjaga cahayanya agar tetap berpendar seperti menjaga hati agar tetap yakin. Yakin bahwa petunjuk dari Allah itu dekat.
Sampai selama ini hidup di dunia, saya bersyukur Allah beri banyak kesempatan. Kesempatan itu adalah kesempatan untuk merasakan banyak babak baru dalam hidup.
Kalau dipikir lagi ya, Allah beri kesempatan merasakan masa kuliah setelah saya lulus sekolah. Allah beri kemudahan lulus hingga merasakan dunia pasca kampus. Terlebih sekarang, Allah beri kelancaran kesempatan masuk babak baru lagi yaitu babak pernikahan.
Saya merasa setiap pergantian babak atau episode dalam hidup selalu ada penyesuaian penyesuaian yang harus dilakukan. Saat kuliah, harus merantau dan menyiapkan semua hal dengan mandiri, tidak lagi tinggal seatap sama orang tua. Selepas kuliah, merasakan dunia pasca kampus, memenuhi kebutuhan sehari-hari sendiri, sudah lepas dari orang tua. Ini momen dimana juga saya menghadapi realitas yang banyak darinya tidak sesuai dengan idealitas. Saat menikah, satu hal penting yang harus disesuaikan adalah ego pribadi.
Momentum penyesuaian ini yang harus disikapi dengan keyakinan bahwa semua terjadi karena kehendak Allah. Memang banyak darinya dirasa berat. Tapi keyakinan kita kepada Allah haruslah tetap berpendar, sepanjang masa, siang dan malam.
0 notes