Tantangan 1: Menurut Agama Sunni (Ahlu Sunnah), Nikah Mut’ah adalah Zina; Berikut Tantangan Kami untuk Mereka
Setiap kali membahas Syi’ah, yang pertama muncul di kepala orang-orang Ahlu Sunnah wal Jama’ah adalah tentang... Mut’ah, Nikah Mut’ah, Kawin Mut’ah.
Menurut agama Ahlu Sunnah wal Jama’ah, NIKAH MUT’AH ADALAH ZINA.
Titik.
Itu patokan utama bahasan kita di sini.
Tahukah antum, yang tidak disadari oleh orang-orang Ahlu Sunnah yang bodoh ini adalah, pernyataan mereka tersebut justru merupakan KEJAHATAN dan KEKEJIAN terbesar sepanjang sejarah: sebab dengan mengatakan bahwa nikah mut’ah adalah zina, itu sama saja mereka menuduh, bahwa Nabi Muhammad SAW menganjurkan zina, bahwa para sahabat Nabi melakukan zina, dan bahwa Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 24 memerintahkan zina. NA’UDZUBILLAHI MIN DZALIK!
Agar otak dan akal sehat mereka terbuka, mari kita buka kitab hadits shahih dan kitab tafsir Al-Qur’an dari ulama mereka sendiri.
***
PERTAMA: SAHABAT NABI BERNAMA JABIR BIN ‘ABDULLAH MELAKUKAN MUT’AH DI ZAMAN NABI, DI ZAMAN ABU BAKAR, DAN DI ZAMAN ‘UMAR.
Kita buka kitab hadits andalan Ahlu Sunnah wal Jama’ah, yakni kitab Shahih Muslim jilid 2/1.022 hadits nomor 15 (1.405) tahqiq Muhammad Fu’ad ‘Abdul Baqi, dan kitab Musnad Imam Ahmad bin Hanbal jilid 12 halaman 67, hadits nomor 15.013.
Diriwayatkan, bahwa Atha’ berkata, “Jabir bin Abdullah datang untuk menunaikan ibadah ‘umrah. Maka kami mendatangi tempatnya menginap. Beberapa orang dari kami bertanya berbagai hal sampai akhirnya mereka bertanya tentang mut’ah. Jabir menjawab: “benar, kami melakukan mut’ah pada masa hidup Rasulullah SAW, masa hidup Abu Bakar, dan masa hidup Umar”.
Sumber: kitab Hadits Shahih Muslim 2/1.022 no 15 (1.405) tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi. Silakan cek sendiri, buka sendiri, kitab Shahih Muslim di pesantren-pesantren antum sendiri.
Jadi, Imam Muslim meriwayatkan hadits shahih, bahwa sahabat Nabi.saw, bernama Jabir bin ‘Abdullah al-Anshari.ra, melakukan nikah mut’ah pada masa hidup Rasulullah.saw, pada masa hidup Abu Bakar, dan pada masa hidup ‘Umar bin Khattab. Nah, beranikah, orang-orang bodoh Ahlu Sunnah mengatakan bahwa Jabir bin ‘Abdullah dan para sahabat telah melakukan zina?
Riwayat hadits yang sama bisa ditemukan di dalam kitab Musnad Imam Ahmad bin Hanbal jilid 12 halaman 67, hadits nomor 15.013, dengan keterangan: isnaduhu shahiih (sanadnya shahih).
Jadi sekali lagi, menurut kesaksian sahabat Nabi yang bernama Jabir bin ‘Abdullah, “kami (Jabir & para sahabat) melakukan nikah mut’ah di masa Nabi, di masa Abu Bakar, dan di masa ‘Umar bin Khattab”.
KEPADA PARA PENGANUT AGAMA SUNNI (AHLU SUNNAH WAL JAMA’AAH) YANG MENGANGGAP NIKAH MUT’AH ADALAH ZINA, SILAKAN BUAT VIDEO DI YOUTUBE, DAN UCAPKAN DENGAN LANTANG, “SAHABAT NABI BERNAMA JABIR BIN ‘ABDULLAH ADALAH PELAKU ZINA, KARENA MELAKUKAN NIKAH MUT’AH DI ZAMAN NABI, DI ZAMAN ABU BAKAR, DAN DI ZAMAN UMAR”. SILAKAN, KAMI TUNGGU NYALI ANTUM.
***
KEDUA: NABI MUHAMMAD.SAW PERNAH MEMBOLEHKAN PARA SAHABAT MELAKUKAN NIKAH MUT’AH
Kita buka kitab Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, jilid 4, halaman 147, hadits nomor 4.113.
Telah menceritakan kepada kami, ‘Abdullah berkata, telah menceritakan kepadaku ayahku yang berkata, telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Ibnu Abi Khalid, dari Qays, dari Abdullah, yang berkata “kami bersama Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan kami masih muda, kami berkata “wahai Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidakkah kami dikebiri? Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] melarang kami melakukannya. Kemudian Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] memberi keringanan kepada kami untuk menikahi wanita dengan mahar berupa pakaian, sampai waktu tertentu. Kemudian ‘Abdullah membaca surat Al Maidah ayat 87 “janganlah kalian mengharamkan apa yang baik yang telah Allah halalkan kepada kalian” [Sanadnya: Shahih]
Dan ternyata, riwayat yang hampir sama, tercatat juga dalam kitab hadits Shahih Bukhari.
Telah berkata kepada kami Qutaybah bin Sa’id, dari Jarir, dari Isma’il, dari Qays, berkata, bahwa ‘Abdullah berkata, kami bersama Rasulullah SAW, dan tidak ada seorang istri pun di sisi kami, maka kami berkata: “Tidak bolehkah kami mengebiri (diri kami sendiri)?” Maka Rasulullah SAW melarang kami melakukannya, dan memberi kami keringanan untuk menikahi wanita dengan mahar berupa pakaian, kemudian dibacakanlah kepada kami ayat Al-Qur’an: “wahai orang-orang yang beriman, janganlah mengharamkan apa yang telah Allah halalkan untukmu...”
Sumber: hadits Shahih Bukhari, Kitab Nikah, Bab Maa Yukrahu Minat Tabattul wal Khisham, hadits nomor 4.804.
WAHAI PENGANUT AGAMA SUNNI, BACA DUA HADITS DI ATAS? NABI MUHAMMAD SAW YANG MULIA MEMBERIKAN KEBOLEHAN KEPADA PARA SAHABAT UNTUK MELAKUKAN NIKAH MUT’AH DENGAN MAHAR BERUPA PAKAIAN. SILAKAN BUAT VIDEO DI YOUTUBE, DENGAN MUKA/WAJAH ANTUM, NGOMONG LANGSUNG: “NABI MUHAMMAD PERNAH MEMBOLEHKAN PARA SAHABAT MELAKUKAN ZINA, KARENA TELAH MENGIZINKAN MEREKA MELAUKAN NIKAH MUT’AH”. SILAKAN. PUNYA NYALI? KAMI TUNGGU.
***
KETIGA: TAFSIR SURAT AN-NISA AYAT 24, MEMBAHAS TENTANG NIKAH MUT’AH
Adakah ayat suci Al-Qur’an yang membahas tentang nikah mut’ah? Ada. Yakni surat Madaniyyah (yang turun di Madinah) yang bernama surat An-Nisa, ayat 24.
Artinya: “Dan [diharamkan juga kamu mengawini] wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki [Allah telah menetapkan hukum itu] sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian [yaitu] mencari istri-istri dengan hartamu untuk dinikahi bukan untuk berzina. Maka wanita [istri] yang telah kamu nikmati [famastamta’tum] di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya sebagai suatu kewajiban dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Fokus pada bagian ayat: “wanita yang telah kamu nikmati” (famas tamta’tum). Apa arti istamta’tum dalam surat An-Nisa ayat 24 ini?
Kita buka tafsir Al-Qur’an yang dipercaya Ahlu Sunnah wal Jama’aah itu sendiri. Tafsir Al-Qur’an karya Imam Ahlu Sunnah wal Jama’ah, Ibnu Jarir ath-Thabari (mufassir tertua Ahlusunnah wal Jamaah).
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami ibnu Mutsanna yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far yang berkata telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Abi Maslamah dari Abi Nadhrah yang berkata: aku membacakan ayat ini kepada Ibnu ‘Abbas “maka wanita yang kamu nikmati [fama-s tamta’tum bihi minhunn]”. Ibnu ‘Abbas berkata “ila ajalim musamma — sampai batas waktu tertentu”. Aku berkata “aku tidak membacanya seperti itu”. Ibnu ‘Abbas berkata “demi Allah, Allah telah mewahyukannya seperti itu” [Ibnu ‘Abbas mengulangnya tiga kali]”
Sumber: Tafsir Ath Thabari 6/587 tahqiq Abdullah bin Abdul Muhsin At Turqiy
Riwayat di atas sanadnya shahih karena seluruh perawinya tsiqah (terpercaya).
Muhammad bin Mutsanna adalah perawi Kutubus Sittah yang tsiqah (terpercaya). Kesaksian ini dituturkan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab beliau At-Taqrib jilid 2 halaman 129.
Muhammad bin Ja’far Al Hudzaliy Abu Abdullah Al Bashri juga adalah perawi Kutubus Sittah yang tsiqah (terpercaya). Lihat kitab At-Tahzib jilid 9 halaman 129.
Syu’bah bin Hajjaj, juga merupakan perawi Kutubus Sittah yang tsiqah (terpercaya). Lihat kitab At-Taqrib jilid 1 halaman 418.
Abu Maslamah atau Sa’id bin Yazid bin Maslamah Al Azdi, juga perawi Kutubus Sittah yang tsiqah (terpercaya). Lihat kitab At-Taqrib jilid 1 halaman 367.
Abu Nadhrah atau Mundzir bin Malik adalah perawi hadits Bukhari yang tsiqah (terpercaya). Lihat kitab At-Taqrib jilid 2 halaman 213.
Ayat istamta’tum ditafsirkan sebagai mut’ah pun termaktub terang-benderang di website Tafsir Qur’an Online, King Saud University:
“Famastamta’tum bihi minhunna”, dari Muhammad bin ‘Umar, dari Abu ‘Ashim, dari ‘Isa, dari ibnu Abi Najih, dari Mujahid, ia berkata: “ya’nii nikaahul mut’ah”, yakni Nikah Mut’ah.
KLIK & BACA SENDIRI → http://quran.ksu.edu.sa/tafseer/tabary/sura4-aya24.html
Dan berikut adalah screenshot versi cetakan dari kitab Tafsir Ath-Thabari, surat An-Nisa ayat 24, halaman 587.
Riwayat yang sama, ditemukan juga dalam kitab Tafsir Ad-Duru-l Mantsur jilid 5 halaman 484 karya Imam Jalaluddin as-Suyuthi, ulama besar Ahlu Sunnah wal Jama’ah dari aliran mazhab Syafi’i.
Fakta & Kesimpulan:
Jabir bin ‘Abdullah dan para sahabat melakukan nikah mut’ah di zaman Nabi, di zaman Abu Bakar, dan di zaman ‘Umar bin Khattab. Sumber: Shahih Muslim jilid 2 halaman 1.022 hadits 15 & Musnad Ahmad bin Hanbal jilid 12 halaman 67 hadits 15.013.
Baginda Nabi Muhammad pernah mengizinkan untuk melakukan nikah hingga sementara waktu (mut’ah) kepada para sahabat. Sumber: Shahih Bukhari kitab Nikah hadits 4.804 & Musnad Ahmad bin Hanbal jilid 4 halaman 147 hadits 4.113.
Surat An-Nisa ayat 24 ditafsirkan oleh sahabat ahli tafsir, Ibnu ‘Abbas sebagai nikah mut’ah, pernikahan yang ila ajalim musamma (memiliki batas waktu yang ditentukan, alias mut’ah). Sumber: Tafsir Ath-Thabari jilid 6 halaman 587 & Tafsir Imam Jalaluddin as-Suyuthi Ad-Duru-l Mantsur jilid 5 halaman 484.
DAN, ORANG-ORANG AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH BILANG APA? “Nikah Mut’ah adalah ZINA”
Berarti… muncul 4 poin:
Jabir bin ‘Abdullah dan para sahabat melakukan ZINA.
Baginda Nabi Muhammad mengizinkan sahabat melakukan ZINA.
Surat An-Nisa ayat 24 mengajarkan & memerintahkan ZINA.
Agama Islam memerintahkan ZINA.
Wallahi... demi Allah... na’udzubillah tsumma na’udzubillahi min dzalik.
Kepada kaum Ahlu Sunnah, yang menganggap, dan mengatakan, bahwa nikah mut’ah adalah zina, SEKALI LAGI, INI TANTANGAN KAMI:
SILAKAN REKAM WAJAH ANTUM LEWAT VIDEO, UCAPKAN 4 POIN DI ATAS: BAHWA PARA SAHABAT MELAKUKAN ZINA, BAHWA NABI MUHAMMAD MENGIZINKAN ZINA, BAHWA SURAT AN-NISA MEMERINTAHKAN ZINA, DAN BERARTI AGAMA ISLAM MENGAJARKAN ZINA. SILAKAN UCAPKAN, REKAM, DAN UPLOAD VIDEO ANTUM KE YOUTUBE, LALU KIRIMKAN VIDEO ANTUM KE MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) DAN KE SELURUH PESANTREN AHLU SUNNAH WAL JAMAAH DI SELURUH INDONESIA.
***
PENUTUP
Di sisi kami Syi’ah Rafidhah, nikah mut’ah sama seperti poligami, boleh dilakukan dan boleh ditinggalkan, dan bukan kewajiban.
Dan di sisi kami Syi’ah Rafidhah, nikah mut’ah tetap mengikuti kaidah fiqih munakahat (hukum Islam pernikahan), yakni:
wajibnya saksi,
pihak pria dan wanita yang sama-sama sudah akil baligh,
adanya mahar yang disepakati,
ucapan akad,
dan wajibnya ‘iddah selama 2 kali siklus menstruasi bagi pihak wanita, yang artinya wanita yang sudah melakukan nikah mut’ah, tidak boleh melakukan nikah mut’ah kembali sebelum usai masa ‘iddah, sebagaimana dalam hukum nikah permanen.
Sedangkan dalam imajinasi kotor di kepala orang-orang Ahlu Sunnah wal Jama’ah, wanita yang melakukan nikah mut’ah itu bebas seperti pelacur: hari ini dimut’ah, selesai, lalu mut’ah lagi dengan pria yang baru lagi, dan begitu terus seterusnya hingga berulang-ulang. Betapa kotornya isi kepala orang-orang Ahlu Sunnah menyamakan nikah mut’ah yang diikat hukum fiqih, dengan pelacuran.
Wahai Allah Rabbul ‘Alamin, saksikanlah bahwa kami telah menyampaikan yang haqq, dan saksikanlah bahwa kami telah menjaga kehormatan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia, juga para sahabat Nabi dan juga Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 24.
Dan saksikanlah, bahwa Ahlu Sunnah wal Jama’ah telah melontarkan fitnah yang keji kepada Nabi-Mu, kepada para sahabatnya yang mulia, dan tuduhan yang keji terhadap ayat-Mu surat An-Nisa ayat 24.
Timpakanlah laknat kepada orang-orang Ahlu Sunnah wal Jama’ah yang telah melakukan tuduhan yang keji kepada Rasul-Mu dan kepada agama-Mu.
Tentang Syi’ah Rafidhah & Ahlu Sunnah wal Jama’ah
Syi’ah Rafidhah adalah kelompok Islam yang murni, yang mengikuti ‘Ali bin Abi Thalib.as sebagaimana perintah Nabi Muhammad.saw untuk mengikuti ‘Ali sepeninggal wafat beliau.saw. Silakan lihat hadits Shahih Muslim jilid 2 halaman 279 untuk berpegang kepada Kitabullah dan Ahli Bait Nabi, dan hadits shahih kitab Mustadrak Imam al-Hakim jilid 3 halaman 123: "Siapa yang mengikuti 'Ali, berarti telah mengikutiku, dan mengikuti Allah; barang siapa yang tidak mengikuti 'Ali, berarti tidak mengikutiku, dan tidak mengikuti Allah".
Sedangkan agama Ahlu Sunnah wal Jama’ah adalah agama yang mengikuti ajaran kacau Abu Bakar, ‘Umar bin Khattab, ‘Utsman bin ‘Affan dan Mu’awiyyah bin Abu Sufyan. Ketika ‘Ali bin Abi Thalib.as dan para sahabat lain sibuk memandikan jenazah Nabi Muhammad.saw, Abu Bakar dan ‘Umar malah sibuk meributkan kekhalifahan dengan kaum Anshar, padahal itu adalah hak keluarga Nabi yakni ‘Ali bin Abi Thalib yang dididik Nabi sejak usia kanak-kanak, yang pertama kali masuk Islam dari kalangan laki-laki, dan berasal dari sesama klan Bani Hasyim (klan Quraisy yang sejak dahulu dikaruniai keistimewaan memelihara Baitullah dan keistimewaan karunia kenabian), bukan Abu Bakar dari Bani Ta’im yang baru masuk Islam setelah 50 orang, dan bukan ‘Umar bin Khattab dari Bani ‘Adi yang sebelumnya pernah menyembah berhala. Coba antum pikir, lebih afdhal mana, orang yang dididik Nabi sejak usia kecil (’Ali bin Abu Thalib), dengan orang yang baru masuk Islam setelah 50 orang (Abu Bakar) dan dengan orang yang baru masuk Islam setelah sebelumnya adalah seorang musyrik (’Umar bin Khattab)? Lebih afdhal mana? Silakan dipakai akal sehat antum.
Sebutan “Syi’ah” diucapkan oleh bibir Nabi Muhammad.saw ketika turun surat Al-Bayyinah ayat 7 di Mekkah (sejak Nabi belum Hijrah ke Madinah!) bahwa golongan yang akan diridhai di akhirat adalah ‘Ali dan Syi’ah (pengikut)-nya. Silakan lihat tafsir Ibnu Jarir ath-Thabari dan tafsir Jalaludin as-Suyuthi, tafsir Al-Qur’an surat Al-Bayyinah ayat 7.
Sedangkan sebutan “Ahlu Sunnah wal Jama’ah”, baru muncul di era dinasti kerajaan Mu’awiyah bin Abu Sufyan laknatullah pada tahun 41 Hijriyyah sebagai “am al-Jama’ah” (tahun persatuan).
2 notes
·
View notes