Tumgik
#komedik
yagmurbulutumm · 1 month
Text
Komik değildi. Gülmedim. Şakan o kadar kötüydü ki kafamın üzerinden geçip gitmesini tercih ederdim. Dürüst olmak gerekirse beni güldürmek için berbat bir deneyimdi. Kıkırdamadım. Akciğerlerimde ufak bir hava akışı bile olmadı. Bilime göre güleceğimiz zaman, yüz kaslarımız gülmeden önce gevşemeye hazırlanırlar, en küçük bir oynama bile hissetmedim. 0/10 şakan o kadar kötüydü ki sana yasal olarak yaratıcı olmana kim izin verdi inanamıyorum. Bu şakaya harcadığım beyin gücü Dünyadaki bütün evlerin enerjisini karşılamaya yeterdi sanırım. Bi kişilik sahibi ol, şaka yapmayı öğren, kitap oku. Bunu komiklik için söylemiyorum, içtenlikle söylüyorum ki bu mizahın gelebileceği en kötü nokta olabilir. Az önce dünyadaki bütün mizah ve komedik şeyleri tek elle yok etmiş bulunuyosun. Toplumun seni bütün olarak bu komiklikten aciz bıraktığından dolayı büyük bir utanç içerisindeyim.
10 notes · View notes
hellopanda69 · 2 months
Text
Kisah Persahabatan dalam Film Komedi
Tumblr media
Film komedi sering kali menawarkan lebih dari sekadar tawa—mereka juga mengisahkan kisah persahabatan yang mendalam dan mengharukan. Persahabatan dalam film komedi dapat menjadi sumber humor yang menyegarkan, tetapi juga sering kali menggambarkan hubungan yang kuat dan mendalam antara karakter-karakternya. Artikel ini mengeksplorasi beberapa film komedi yang menampilkan kisah persahabatan yang memorable, menunjukkan bagaimana dinamika persahabatan dapat menciptakan momen-momen lucu dan mengesankan di layar.
1. "The Odd Couple" (1968)
Sutradara: Gene Saks Sinopsis: Berdasarkan permainan karya Neil Simon, "The Odd Couple" mengisahkan persahabatan antara Felix Ungar, seorang jurnalis yang cermat dan perfeksionis, dan Oscar Madison, seorang pria yang santai dan kacau. Ketika Felix ditinggal istrinya dan pindah ke apartemen Oscar, kombinasi kepribadian mereka yang sangat berbeda menyebabkan berbagai situasi komedik. Film ini menggambarkan bagaimana persahabatan yang tidak biasa dapat berfungsi sebagai jembatan dalam mengatasi perbedaan dan kesulitan.
2. "Superbad" (2007)
Sutradara: Greg Mottola Sinopsis: "Superbad" mengikuti dua remaja, Seth dan Evan, yang berusaha untuk menghadapi hari-hari terakhir mereka di sekolah menengah dengan cara yang luar biasa—dengan harapan mendapatkan alkohol untuk pesta dan akhirnya membuktikan diri mereka. Persahabatan mereka diuji dan diperkuat melalui serangkaian kejadian konyol dan tak terduga. Film ini dengan cerdik mengeksplorasi tema persahabatan yang kuat meski dalam situasi yang penuh kekacauan dan humor.
3. "Bridesmaids" (2011)
Sutradara: Paul Feig Sinopsis: "Bridesmaids" mengisahkan persahabatan antara Annie, seorang wanita yang berjuang untuk memulihkan kehidupannya setelah kegagalan pribadi, dan teman-temannya yang berbeda-beda karakter dalam persiapan pernikahan. Film ini menonjolkan dinamika persahabatan wanita yang penuh warna, dengan semua kegembiraan dan drama yang menyertainya. Kekuatan film ini terletak pada kemampuannya menggambarkan persahabatan secara realistis sambil tetap menyajikan humor yang segar.
4. "The Hangover" (2009)
Sutradara: Todd Phillips Sinopsis: "The Hangover" mengisahkan sekelompok teman yang setelah pesta bujang di Las Vegas, terbangun dengan amnesia dan harus menyusuri jejak mereka untuk menemukan mempelai pria yang hilang. Persahabatan antara karakter-karakter ini menjadi kunci untuk mengatasi serangkaian situasi konyol dan tidak terduga. Film ini menunjukkan bagaimana persahabatan dapat menghadapi tantangan besar dan bagaimana kekompakan dapat memecahkan masalah dalam situasi yang kacau.
5. "Ferris Bueller's Day Off" (1986)
Sutradara: John Hughes Sinopsis: "Ferris Bueller's Day Off" mengikuti Ferris, seorang siswa SMA yang menipu orangtuanya untuk tidak masuk sekolah dan menikmati hari libur bersama teman-temannya. Film ini menggambarkan persahabatan Ferris dengan Cameron dan Sloane saat mereka menghadapi berbagai petualangan di Chicago. Melalui humor dan situasi yang tidak biasa, film ini memperlihatkan kekuatan persahabatan dalam membuat hari-hari biasa menjadi luar biasa.
6. "Step Brothers" (2008)
Sutradara: Adam McKay Sinopsis: "Step Brothers" menceritakan tentang dua pria dewasa yang harus beradaptasi dengan kehidupan baru sebagai saudara tiri ketika orang tua mereka menikah. Persahabatan antara Dale dan Brennan—meski sering kali penuh kekacauan dan kekonyolan—menjadi pusat dari film ini, dengan penekanan pada bagaimana hubungan yang tidak biasa dapat tumbuh dan berkembang dalam cara yang tak terduga.
7. "21 Jump Street" (2012)
Sutradara: Phil Lord dan Christopher Miller Sinopsis: "21 Jump Street" mengikuti dua detektif muda yang kembali ke sekolah menengah sebagai polisi menyamar untuk membongkar jaringan narkoba. Persahabatan antara karakter utama, Morton Schmidt dan Greg Jenko, menjadi sumber utama komedi dalam film ini. Hubungan mereka diuji dan diperkuat dalam lingkungan yang sangat berbeda dari yang mereka bayangkan, menunjukkan bagaimana persahabatan dapat bertahan dan berkembang di bawah tekanan.
8. "Hot Fuzz" (2007)
Sutradara: Edgar Wright Sinopsis: "Hot Fuzz" mengisahkan seorang polisi yang dipindahkan ke desa kecil dan harus bekerja sama dengan rekan-rekannya untuk mengungkap konspirasi yang aneh. Persahabatan antara karakter utama, Nicholas Angel dan Danny Butterman, menambah dimensi komedi pada film ini. Dinamika persahabatan mereka yang berkembang dalam menghadapi situasi luar biasa menjadi kunci dari humor dan ketegangan film.
Penutup
Film komedi sering kali menawarkan lebih dari sekadar hiburan ringan; mereka juga dapat menggambarkan kekuatan dan keindahan persahabatan. Melalui berbagai situasi konyol dan karakter yang tak terlupakan, film-film ini menunjukkan bagaimana persahabatan dapat memberikan tawa, dukungan, dan makna dalam hidup. Dari persahabatan yang tidak biasa hingga hubungan yang berkembang dalam situasi yang tidak terduga, film komedi ini tidak hanya menghibur tetapi juga merayakan ikatan manusia yang mendalam dan penuh warna.
0 notes
mormezarlik · 4 months
Note
Demek bana yok aslanım falan atıp oluyor senden büyüklere paşam fkdmmdm
Komik değildi. Gülmedim. Şakan o kadar kötüydü ki kafamın üstünden gitmesini tercih ederdim. Dürüst olmak gerekirse beni güldürmek için berbat bir deneyimdi. Kıkırdamadım akciğerimde ufak bir hava akısı olmadı. Bilime göre güleceğimiz zaman, yüz kaslarınızın gülmeden önce gevşemeye hazırlanırlar, en küçük oynama bile hissetmedim. 0/10 Şakan o kadar kötüydü ki sana yasal olarak yaratıcılı olmana kim izin verdi inanamıyorum. Bu Şakaya harcadığım beyin gücü dünyadaki bütün evlerin enerjisini karşılamaya yeter sanırım. Bir kişilik sahibi, ol Şaka yapmayı öğren, kitap oku. Bunu komiklik için söylemiyorum, içtenlikle söylüyorum ki bu mizahın gelebileceği en kötü nokta olabilir. Az Önce dünyadaki bütün mizahi ve komedik Şeyleri tek elle yok etmiş bulunuyorsun. Toplum seni bütün olarak bu komiklikten aciz bıraktığınden dolayı büyük bir utanç içerisindeyim.
0 notes
rifqysyahputra · 2 years
Text
Pengalaman-pengalaman sebagai Mahasiswa Hubungan Internasional
Halo semua, nama gua Rifqy, gua adalah mahasiswa di salah satu universitas negeri di kota Karawang, tapi berasa swasta sih. Mau gua ceritain kenapa berasa swasta? Jangan dong, di-DO nanti gua. Di blog ini gua bakal nyeritain nih, pengelaman-pengelaman yang gua rasain di setengah semester ini belajar tentang keilmuan ini. Kok setengah semester? Kenapa gak satu semester? UTS-nya disuruh begitu, bro. Terima aja. Lagian aneh saja kalo masih setengah semester sudah ngomong satu semester.
Balik ke topik, gua mau ceritain pengalaman gua jadi mahasiswa Hubungan Internasional, dan bagaimana pengalaman gua belajar tentang Hubungan Internasional. Balik lagi waktu lulus-lulusan SMA gimana? Udah ikut saja, blog gua ini. Jadi waktu lulus-lulusan, seperti siswa lainnya, gua bingung tuh mau masuk kampus dan jurusan apa. Masalahnya juga matematika gua jelek, IPA gua jelek, padahal gua anak IPA loh. Jadi gua bingung lah. Tapi pas waktu berselancar  di internet, gua nemuin video tentang ngebahas perkuliahan, dan ada salah satu pembicaranya dari jurusan Hubungan Internasional. Di video itu, gua liat kalo mejadi mahasiswa Hubungan Internasional itu asyik, dari cara dia menceritakan pengalaman dia, dengan cara yang komedik juga. Dan gua inget, dia ngomong kenapa dia milih Hubungan Internasional? Karena di Hubungan Internasional tidak ada hitung-hitungan, dalam hati gua, Gua banget nih. Setelah itu, gua langsung cari-cari itu tentang apa aja yang berhubungan sama Hubungan Internasional. Ternyata, gua tertarik sama jurusan dari FISIP ini.
Singkat cerita, gua masuk ke universitas negeri ini dan resmi menjadi mahasiswa Hubungan Internasional di sana. Awalnya bangga banget gua, gua udah punya ekspektasi kalo gua nanti bakalan debat, tukar pikiran, mempelajari isu-isu internasional terkini, jadi mempunyai ideologi-ideologi yang internasional banget, seneng banget dah gua. Pada awalnya, setelah jalanin setengah semester, pusing juga. Karena gua kaget, karena jadi mahasiswa Hubungan Internasional itu harus sering banget baca berita dan baca buku. Jujur aja ini, gua yang baca majalah bobo gak pernah tamat, jadi kaget dong. Tapi karena itu risiko yang ada di jurusan ini, dengan lapang dada gua terima dengan senang hati. Belum lagi ada buku yang dari bahasa lain harus kami pelajari sebagai mahasiswa Hubungan Internasional, ada yang dari Belanda, Eropa, Perancis, Jerman. Gua yang Cuma belajar Bahasa Inggris dari CocoMelon sangat overload otak.
Tapi itu semua gua jalanin aja, karena pas belajar di kelas itu asyik-asyik aja. Juga ekspektasi-ekspektasi gua terwujud di jurusan ini, jadi gua seneng-seneng saja. Tapi jujur ya, masih ada saja loh orang-orang nanya lulusan HI jadi apa, gua jawab saja, jadi bunderan. Kesel banget gua. Kembali ke laptop, gua seneng lah jadi mahasiswa HI. Gua jadi bisa berargumen dengan baik karena jurusan ini. Bahkan ya, gua bisa menang debat sama orang tua gua sendiri, asyik gak tuh. Karena di Hubungan Internasional itu kita dituntut juga untuk ngomong, public speaking, dan itu membuat gua meningkat dari yang sebelum-sebelumnya. Juga, jadi mahasiswa Hubungan Internasional harus bisa melihat isu dari dua sisi, jadi kita bisa mengambil kesimpulan yang objektif. Hubungan Internasional juga bikin gua keliatan cool, contoh di saat yang lain sudah maki-maki pas melihat suatu isu, gua itu tenang sambil menganalisis dari dua pihak, gokil gak tuh? OTW jadi menteri luar negeri dah ini.
Di Hubungan Internasional, gua paling suka pas bahas pandangan-pandangan yang ada di Hubungan Internasional. Buat yang gak tahu, Pandangan-pandangan itu kayak bagaimana, jadi pandangan-pandangan itu kayak realisme, liberalisme, marxisme, begitu-begitu lah. Makanya HI! Kenapa? Karena buat gua menarik aja begitu, ngeliat filsuf-filsuf jaman dulu yang bisa bikin pemikiran-pemikiran yang luar biasa dan masih dipakai sampai sekarang, gua takjub pas baca itu. Mereka dengan keterbatasan-keterbatasan yang ada bisa menciptakan pemikiran-pemikiran luar biasa. Sedangkan kita, teknologi sudah ada tapi malah bodoh, dasar manusia.
Itu dari teorinya, kalau dari isu-isunya juga bikin gua takjub. dimana gua liat kondisi politik dunia yang kayak film Quentin Tarantino, gak ketebak arahnya kemana. Misal, hari ini negara A melakukan sesuatu, besoknya bisa beda karena adanya campur tangan negara lain, wah seru lah pokoknya. Seru bercampur ngeri sih sebenernya, soalnya salah sedikit bisa perang dunia, bro. Sangat gak ketebak, bikin gua ingin ikutin terus isu-isu yang Hubungan Internasional bahas.
Kalo diinget-inget lagi hidup gua yang gunanya minimalis ini, banyak pengalamman-pengalaman dari hidup gua yang mirip-mirip sama isu-isu yang ada di kajian Hubungan Internasional. Kayak contoh kecil, tempat nongkrong waktu sekolah. Dulu waktu gua SD, gua sering banget nongkrong di tempat yang sama, yaitu di sekolahan TK gitu di luar SD gua. Kenapa kita suka nongkrong di situ?  Karena di situ beli mie gelas cuma 2 ribu, yang lain 3 ribu, makanya  kita suka nongkrong di situ. Tiba-tiba suatu hari, tempat itu didudukin sama anak dari SD lain, kita kesel, berantem. Setelah sudah rada rusuh, akhirnya kami dibubarin sama bapak-bapak, dan kami semua gak dapet apa-apa, cuma bonyok di muka. Besoknya, terulang lagi, berantem, dipisahin lagi. Akhirnya kami bikin perjanjian, pokoknya setiap hari ganjil itu mereka yang nempatin, setiap hari genap kami yang nempatin. Mirip sekali dengan isu-isu Hubungan Internasional bukan? Cuma karena wilayah, kami rela berantem cuma karena mie gelas 2 ribu.
Jadi itu lah teman-teman, bagaimana pengalaman gua di jurusan Hubungan Internasional ini. Mungkin kalo semester gua nambah, gua update lagi pengalaman-pengalaman gua, gua sharing lagi ke kalian. Semoga seru ya. Jadi, akhir kata gua Rifqy, sampai ketemu di tulisan gua selanjutnya. Bye!
1 note · View note
felsefesitesi · 6 years
Photo
Tumblr media
Anadolu’da deliyi parayla test ederler. Paranın önemini bilmiyorsa delidir. Kasabanın birinde filozof olduğu sanılan adamın aslında deli olduğu bu sayede anlaşılmıştır. Felsefe yapması hadi neyse de paraya iman etmemesi bardağı taşırmıştır. http://www.dmy.info/deli-markis/
9 notes · View notes
kurbaga · 5 years
Text
bir daha asla nobody'yi loopa almıyorum az önce yirmi dakika evde yalnız başıma üstüme dolap kapağı düşmesin diye uğraştım böyle durumlarda nobody nobody nobody dinlemek korkunç
2 notes · View notes
miftahulfikri · 5 years
Text
Joker (Sebuah Review)
Akhirnya, saya berkesempatan menonton Joker. Beberapa review film mengatakan fim ini ‘lebih dari bagus’ dan pastinya explicit. Well, saya lebih memilih skeptis agar bisa fokus menikmati detail filmnya. Dan benar saja, skepstisisme itu membuat saya melihat sudut pandang lain dari penggambaran seorang tokoh anti-hero, yang kali ini kebagian panggung meski sebentar. DC pintar sekali membuat hanyut dengan nuansa gelapnya, baik dari pemilihan tone di scene film hingga ide ceritanya. Benar-benar gelap. Perspektif kesendirian dari villain ternyata muncul dari akar yang sama dengan superhero ; penindasan.
Latar
Tak perlu banyak CGI dan sound effect rasa heroisme untuk menggambarkan sebuah masterpiece ini. Malah, sepanjang film kita akan disajikan musik-musik jazz dan klub klasik ala 60-an kok. Lebih realistis karena ini bukan ‘film rasa langit’ yang tinggi dan bercahaya seperti film superhero lain. ini adalah film rasa ‘parit belakang rumah’ yang gelap dan seringkali kita abaikan padahal dia ada disekitar kita. Penggambaran kota New York Gotham yang begitu gemerlap namun busuk penuh sampah di lorong-lorong gangnya terasa sangat dekat dengan kita. Coba tengok parit-parit di area gemerlap di Jakarta atau Bandung, misalnya, sama saja.
Arthur Fleck (diperankan oleh Joaquin Phoenix) adalah seorang komedian yang hidupnya begitu miris. Sama saja, tidak di Amerika tidak di Indonesia, masalah yang umum ditangani negara adalah minimnya lapangan kerja. Saya pikir, menjadi orang dengan gejala gangguan jiwa justru dengan penjiwaan karakter itu adalah etos kerja yang jenius. Kabarnya, orang yang mengidap gangguan jiwa (ODGJ) memang berperilaku seperti Arthur Fleck, yang sebenarnya mereka dapat berpikir lurus hanya seringkali mereka merasa tertekan oleh kondisi jiwanya sendiri maupun lingkungan sekitar.
Momen
Betapa menyedihkan, melihat scene pembuka dimana Arthur sedang curhat dengan petugas Dinas Sosial yang hidupnya pun tak kalah miris. Disini, betul memang terlihat bahwa penggambaran orang yang depresi itu tidak harus terlihat seperti depresi. Well, deep meaningnya memang masih ada orang yang peduli untuk mendengar beberapa keluhan orang yang depresi. Tapi, karena resesi ekonomi dan tekanan hidup yang tinggi maka seakan-akan kita jadi ‘mutan’ yang tak lagi berbicara soal jiwa. 
"The worst part of having a mental illness is people expect you to behave as if you dont" adalah coretan Arthur di bukunya yang membuat saya berpikir ulang tentang bagaimana cara ODGJ memandang hidupnya maupun lingkungannya. Terlihat dalam raut wajahnya, Arthur Fleck adalah orang yang tertawa terbahak-bahal namun bernada miris. Perilakunya tidak normal (setidaknya bagi orang yang merasa normal), seringkali terjadi perubahan mood yang signifikan, serta menganggap bahwa kematian lebih baik daripada kehidupan, seperti kalimat yang juga ia tulis dalam bukunya “I just hope that my death makes more cents than my life". Miris sekali.  
Beberapa plot membuat saya terkecoh sekaligus terkesima, seperti perempuan manis berkulit hitam yang hidup satu blok apartemen dengan Arthur Fleck, sempat beberapa kali menemaninya untuk mengobrol, ngafe, dan mengantarkan ke rumah sakit ternyata hanya ilusi yang diciptakan dirinya sendiri, poof! Barangkali, ODGJ memang berperilaku dan merasakan seperti apa yang Fleck rasakan. Mereka butuh ditemani, lain tidak.
Juga tak ketinggalan beberapa scene akhir ketika sedang terjadi mass riot dimana ada seorang anonim yang menembak mati si calon walikota Gotham Thomas Wayne dan istrinya, dimana Bruce Wayne cilik menyaksikan pembunuhan itu dengan mata kepala. Udah tahu kan siapa Bruce Wayne? Yup, Dialah yang nantinya akan menjadi Batman, pahlawan Gotham di masa depan. Scene ini paralel dengan plot awal dari film Batman vs Superman : Dawn of Justice yang rilis 2016 lalu. Penikmat DC pasti tahu persis deh. 
Satu hal di kepala yang muncul ketika menonton, apakah benar ada hubungan antara darah antara Arthur Fleck (Joker) dengan Bruce Wayne (soon as Batman) karena memiliki satu ayah yaitu Thomas Wayne? Gila, kalau benar terjadi, maka ini adalah sebuah cerita tersatir di muka bumi karena ternyata pahlawan dan pemberontak muncul dari satu akar yang sama, meski latarnya berbeda.
Beberapa aksi violence dalam rangkaian filmnya? Jelas! Dimulai dari pembunuhan dengan pistol, gunting, hingga bantal dilakukan tanpa sensor dan pengalihan kamera secuilpun. Untuk yang merasa geger melihat scene tadi, pastilah memiliki hati yang sensitif dan gampang menangis karena memang difilmkan dengan ‘telanjang bulat’, memang seperti itulah aksi dan reaksi dari sebuah pembunuhan. 
Yang paling mengerikan untuk saya adalah ketika Joker membunuh temannya sendiri menggunakan gunting, sementara yang paling mengejutkan adalah ketika Joker menembak si presenter televesi Murray Franklin (diperankan oleh Robert de Niro) dari jarak dekat yang membuatnya terjengkang dan kehilangan bola mata.
Oh, lalu sejak kapan Arthur Fleck disebut Joker? Mundur ke belakang, Arthur Fleck yang beberapa kali sempat ikut stand-up comedy akhirnya diundang ke acara televisi milik Franklin Murray karena salah satu penampilannya yang teatrikal, komedik, namun satir luar biasa. Yang paling membuat merinding adalah ketika ia mulai menyadari bahwa membunuh seseorang membuatnya hidupnya lebih hidup dan menyenangkan. Lalu, pada akhirnya dia menyadari bahwa semua tragedi dalam hidupnya ternyata adalah komedi. Disitulah akhirnya, Arthur menggambari wajahnya sendiri seperti badut dengan seringai merah di sekujur bibir yang membuatnya menjadi terlihat tersenyum. Dingin dan mengerikan. Pembunuhan sebagai identitas seorang Joker ia lakukan tepat ketika kamera televisi merekamnya.
Klimaks
Setelah menyelesaikan filmya, saya justru melihat perspektif lain yang membuat saya kagum sekaligus bergidik ngerti. Arthur Fleck hanyalah manusia biasa yang teridentifikasi sebagai ODGJ, sering tertindas, dan bahkan tak memiliki kekuatan super apapun untuk menjadi seorang villain. Tetapi, puncak penerimaannya justru dimulai ketika dia mulai mengetahui bahwa ia mendapatkan ‘sinar panggung dan eksistensi’ ketika perilaku menyimpangnya diketahui. Dari sana, negativisme hidupnya ditabrakkan dengan negativisme moral dan sosial hingga ia akhirnya memutuskan untuk positif menjadi seorang pemberontak bernama Joker. Negatif dikalikan negatif, maka hasilnya akan positif. Akurat.
Lagipula, segregasi sosial di masyarakat Gotham yang umumnya rakyat kecil yang juga tertindas, merasa terwakili oleh kehadiran Joker. Pada akhirnya, pembunuhan yang dilakukan Joker dianggap sebagai heroisme kaum marjinal dikala kaum kapitalis sudah terlalu menciptakan jurang tinggi yang tak bisa dianggap remeh. Banyak masyarakat Gotham yang justru bersimpati dan berkostum layaknya Joker untuk menghadiri unjuk rasa di sekitar parlemen. Terlebih di satu momen, ketika Joker tak perlu membunuh dua detektif yang mencarinya karena terdistraksi oleh massa bertopeng Joker di sebuah gerbong kereta yang membuat keduanya terbunuh tragis. Savage memang.
Dilain sisi, apakah ini benar-benar film villain? Karena justru Joker disini ditinggikan sebagai pahlawan oleh rakyat Gotham, yang mana beberapa skena kepahlawanan justru muncul dari pemberontakan. Semenjak Joker mendapatkan atensi dan dianggap pahlawan dari sebuah mass riot yang besar, maka Bruce Wayne cilik justru tertindas karena kedua orangtuanya ditembak mati disaat yang bersamaan. Bruce Wayne inilah yang kita kenal dikemudian hari sebagai Batman. Lalu, siapakah yang sejatinya menjadi superhero? Entah. Apakah ini hanya soal perspektif peran saja? 
Jadi, walaupun mengandung cacat logika, disini definisi ‘baik dan jahat’ ternyata hanyalah soal peran, dimana hal itu akan bergantung dari peran yang diambil. Baik Arthur Fleck sebagai Joker dan Bruce Wayne cilik yang nantinya menjadi Batman, adalah seorang pahlawan yang lahir dari penindasan. Mereka hanya mengambil plot yang berbeda untuk sebuah akhir cerita yang sama. Tepat seperti apa yang Joker katakan di depan show-nya Franklin Murray bahwa “ketika kau menganggap sebuah lelucon itu lucu, maka itu akan lucu. Bila itu tidak, maka itu tergantung darimu”. Mindblowing, eh?
Joker adalah ‘kita’, meskipun bukan ‘kita semua’. Joker adalah penggembaran dari sebentuk luapan yang kita tahan, sebentuk gelap yang bersembunyi dibalik tabir, juga yang jadi benalu disetiap bibit unggul. Joker adalah manifestasi berlian yang terkubur dengan kotoran, dan pada akhirnya menganggap bahwa ia sendiri kotoran karena tak ada yang benar-benar peduli. 
Pada akhirnya, sehebat apapun Joker, ia hanyalah seorang tertindas yang akhirnya juga akan tertindas. Ia seperti orang yang kebagian peran jahat, meskipun tak benar-benar jahat. Ketertindasan, ternyata hanyalah satu bagian memutar dalam hidup yang kebetulan menghampirinya. Ketika ia menjadi Joker, ia takkan jadi pahlawan selamanya ; karena bagaimanapun, plot kepahlawanan akan diberikan pada sosok Batman. Kasihan Joker, miris melihatnya. Tetapi sebagai insan yang bernas dan berlogika, yang buruk tetaplah buruk, dan yang baik akan mendapatkan tempat tertingginya dikemudian hari.
Ingat, hindari bully pada orang-orang di sekitarmu dan bela mereka yang menjadi korban. Film ini tidak hanya untuk memvisualisasikan sesuatu, tetapi juga mengirimkan banyak pesan untuk dipahami. Selamat menonton dan terinspirasi.
Rating : 9.9/10
Originally written by @miftahulfikri / miftahulfk
81 notes · View notes
notedown · 4 years
Text
Virus yang Asing, Tubuh yang Asing
PERDANA PUTRI
Setelah sekian lama tidak bertemu subspesies kulit putih berjenis Karen, kami berjumpa di toko kelontong Morse Fresh Market. Karen adalah ejekan populer di Amerika untuk menyindir perempuan kulit putih yang rasis, merepotkan layanan publik/privat, dan merasa menjadi axis mundi peradaban. Pertanyaan andalannya, “Bisa bicara sama manajermu, gak?” atau kalimat-kalimat pasif-agresif lain yang menyembunyikan bahwa mereka segerombolan narsis yang mengira mereka tahu lebih banyak. Sejak hijrah ke Chicago-Evanston sejak 2017, rasisme, fetisisme, dan agresi-mikro menjadi hal yang lumayan akrab bagi saya, seorang perempuan kulit berwarna (woman of color). Apalagi, saya tidak white-passing, alias tidak sedikit pun ada keraguan bagi yang melihat bahwa saya bukan orang kulit putih.
Saya berdiri tepat di belakang isolasi penanda jarak yang dipasang di antrian kasir. Karen berdeham keras-keras di depan saya yang berdiri satu setengah meter di belakangnya. Ia tidak memakai masker, saya sendiri baru memasang masker tepat sebelum ia berbicara. “Kamu bisa mundur lagi gak? Kamu tahu, kan, yang mereka bilang kita harus berjaga-jaga.” Ia menaikkan dagunya menatap saya. Ia berdiri di sebelah seorang lain (bukan orang Asia), kurang dari sejengkal. Ia tampak tidak keberatan dengan kenyataan tersebut. Ia terus mengoceh, “Kita harus jaga kebersihan juga.” Khotbah yang kurang sesuai dengan tindakannya yang menaruh keranjang dengan roda yang kotor bekas lantai toko ke atas meja kasir. Kepercayaan dirinya benar-benar memukau saya, sebab kurang dari sepuluh detik sebelum ia berdakwah soal kebersihan, kasir toko memarahinya karena urusan keranjang tersebut.
Saya cuma diam dan menatapnya dengan malas—dan memutar bola mata saya jauh-jauh ke belakang kepala sampai bisa melihat neraka. Kalau tidak pakai masker, semua orang bisa melihat bibir saya melipir dan mendecak. Petugas kasir menatap saya dengan simpatik; ia paham betul apa yang sedang terjadi. Dan Karen jelas jengkel melihat saya tidak menganggapnya serius. Bagi seorang Karen, apa pun yang ia lakukan dan ucapkan adalah sebuah wahyu dari Tuhan. Sayangnya, karena kami tidak berbagi Tuhan yang sama, saya tidak begitu terpukau. Rasisme hari ini di Amerika adalah rasisme yang sama sejak 1619. Tidak ada yang baru, tidak ada yang orisinal.
Tinggal di negara yang dibangun di atas penindasan rasial dan etnis menambah kecemasan saya menghadapi Covid-19. Ketika wabah mulai merayap di Amerika, banyak media memberitakan komunitas Asia dan Asia-Amerika yang menjadi sasaran tindak kejahatan rasisme. Mulai dari menempeleng perempuan Korea (New York), membacok anak-anak hanya karena mereka “terlihat Cina” (Texas), dan puncaknya adalah Presiden Amerika Serikat sendiri bersikukuh memanggil Covid-19 “Chinese virus.”
Saya cukup beruntung karena belum pernah mengalami hal yang lebih menyebalkan dari agresi-mikro dari Karen sedunia. Paling parah, saya hanya diteriaki buat balik ke negara asal atau diteriaki, “Japs” dan “Chingchong.”  Tetapi, politik ras di Amerika membuat saya semakin sensitif—dan lebih gampang lelah—dalam menerima berita perkembangan virus. Sudah sebulan sejak Chicago memberlakukan “stay-at-home” order (selevel Pembatasan Sosial Berskala Besar di Indonesia), saya hanya beraktivitas seperlunya. Belanja tetap saya lakukan sekali per dua minggu, mengunjungi seorang teman dan berdiam di tempatnya selama beberapa hari untuk menjaga ritme kerja, dan pergi ke taman di depan apartemen untuk mendapat sinar matahari secukupnya. Kecemasan berlebih, karena saya tidak yakin bagaimana keasiaan dilihat di ruang publik, mengurangi interaksi saya dengan transportasi publik.
Chicago Transit Authority (CTA) adalah sistem transportasi publik Chicago dan daerah pinggir kotanya yang terhubung. Terlepas dari lambannya dan betapa tidak bisa diandalkannya CTA pada banyak kesempatan, saya senang dengan pelayanannya. Hampir seluruh cerita komedik “balada numpang sekolah” (istilah kolega saya, Sari Ratri) saya ada di CTA. Mulai dari melihat orang-orang mabuk bergelimpangan di hari St. Patrick, perempuan yang alisnya terhapus sebelah karena berdesakan di Jalur Merah, rapper amatir yang juga merangkap pedagang asongan (secara diam-diam karena aslinya ilegal!), hingga pendakwah-vampir antivaksin. Pada saat yang sama, hampir semua peristiwa rasis yang saya temui terjadi di CTA.
Wabah rupanya memperdalam kesadaran rasial dan menggeser kesadaran spasial seseorang. Tidak pernah terpikir oleh saya untuk menggunakan CTA setidaknya sampai kondisi lebih tenang dan kondusif. Akibatnya, belanja pun tidak bisa jauh-jauh dan terbatas di tempat yang harganya kurang bersahabat. Untuk bepergian, saya menggunakan layanan taksi daring dan lumayan menguras kocek. Tetapi, saya tidak bisa berkompromi; ini soal kesehatan yang sudah rapuh (karena saya terdaftar sebagai penyandang disabilitas) dan berjaga-jaga agar seorang Karen dan sejenisnya tidak menonjok saya. Naik mobil tidak pernah menjadi pilihan utama saya dalam berkendara. Selain karena motion sickness yang lumayan parah, saya berkali-kali mengalami pengalaman yang tidak enak. Suatu kali, pengemudi Ub*r mengejek, “Kalau kamu sehat, kamu tidak perlu pakai masker.”
“Tapi aku gak sehat-sehat aja.”
“Kamu kena virusnya?” Nadanya mulai tinggi dan cemas, air mukanya tegang.
“Bukan, sebelum ada virus pun aku sudah pakai masker ke mana-mana,” jawab saya, mengenang masa-masa jadi #AnKer (Anak Kereta Rel Listrik yang mencari nafkah di pusat, tapi rumah di pinggir kota saban hari kerja), “karena aku gampang sakit.” Rasanya ingin sekali menjawab, “Karena saya gak tertarik untuk terpapar dengan zat-zat menjijikkan dari tubuh orang lain.” Cuma saya tahu diri saja dan malas berdebat.
Dan ketika saya turun di supermarket, dia kembali mengejek, “Gak usah ngepul barang ya!”
Kali ini saya benar-benar jengkel dan cuma membalas, “Gak ada duit juga.”
Setelah dipikir-pikir lagi, mungkin dia benar. Saya tidak butuh masker. Dengan mata yang kecil, tubuh yang kuning, dan aksen kental, orang-orang mungkin akan berpikir dua kali untuk mendekat. Keberadaan saya yang tidak akan pernah dianggap sebagai bagian dari Amerika adalah masker itu sendiri. Tubuh ini, dalam bahasa sosiolog Nirmal Puwar, adalah penginvasi ruang—virus itu sendiri—bagi tempat yang berdiri di atas kuasa laki-laki (dan) kulit putih.
Chicago, 19 Mei 2020
2 notes · View notes
ramilnabran-blog · 7 years
Video
instagram
İstedadlı aktyorumuz @elshanhacibabayev cənablarıyla. Zor insandı. #elshanhacibabayev #baku #bakı #azerbaycan #gttaktyoru #qızqaçırtma #komedik #aztagram #azinsta #allahyurdumuvarelesi̇n
0 notes
talkofnothing · 6 years
Text
Tumblr media
Setiap Desember, saya selalu menunggu film Ernest, melebihi saya menunggu Natal. Ernest di dunia perfileman ibarat young Jedi kalo kata Pandji. Banyak sineas rispek sama dia. Setiap kali dia mengeksekusi film, hasilnya pasti oke dan yang paling penting LAKU.
Milly dan Mamet adalah film ke-4 Ernest. Disini dia udah naik kelas. Menyenangkan melihat film Ernest yg secara teknis jauh lebih matang. Dari sisi komedi, semakin kesini permainan komedi yang ditampilkan Ernest juga semakin elegan. Yang pasti, selalu ada moment komedik yang nempel banget di kepala.
Saat kebanyakan orang merayakan film ini sebagai nostalgia dengan tokoh AADC, saya merayakan film ini sebagai kebanggaan pada Ernest.
Overall, Milly dan Mamet adalah santapan tutup tahun yang hangat. Sajiannya menggunakan bumbu yang pas, (walaupun saya merasa sedikit kurang asin, namun ini hanya masalah selera lidah saya pribadi),plaitingnya juga indah, dan saat disantap, paduan rasa yang dihasilkan bisa memicu rasa bahagia. 
Review Film Lengkap:
2 notes · View notes
gardadrmstr · 3 years
Text
Ali & Ratu - Ratu Queens: Mencari Arti Keluarga dan Kebahagian di Negara Asing
Ali & Ratu Ratu Queens menceritakan perjalan Ali, seorang pria yang baru kehilangan ayahnya, ke New York untuk mencari ibunya yang meninggalkan keluarganya saat Ali masih kecil. Namun saat Ali tiba di Queens, Ia bertemu dengan empat wanita asal Indonesia yang membantu Ali mencari ibunya. Selama perjalanan Ali, Ia pun mulai merasakan kasih sayang dan rasa kekeluargaan di tempat yang tidak terduga.
Film yang menceritakan tentang kekeluargaan ini disutradarai oleh Lucky Kuswandi, sutradara yang lebih saya kenali dengan film romansanya seperti Galih & Ratna dan ditulis oleh Gina S. Noer yang sudah tidak asing lagi dengan film berbasis kekeluargaan seperti Keluarga Cemara atau Dua Garis Biru. Dari semua film - film yang ditulis oleh Gina S. Noer yang sudah saya tonton, ia selalu membawakan isu - isu sosial maupun personal dan juga menunjukan betapa sensitif dan emosionalnya manusia. Gaya penulisan dan pembawaan karakter yang Gina bawakan selalu dekat secara personal dan ditemani dengan tema yang sangat universal, film - film yang ditulis oleh Gina mudah untuk dipahami dan juga mudah untuk menarik emosi penonton. 
Jika dibandingkan dengan Dua Garis Biru, Posesif ataupun Keluarga Cemara, Ali & Ratu Ratu Queens bisa dibilang karya Gina yang lebih ringan dan komedik namun masih sangat khas dengan karyanya yang lain. Dengan peran Ali sebagai karakter yang kagok saat baru pindah ke New York dan dikelilingi tante - tante Queens yang eksentrik dan menonjol, film ini sangat mengundang tawaan. Walaupun saya merasa secara pribadi kepribadian keempat ratu dan kekonyolan mereka terkadang lucu dan terkadang tidak, mereka memberikan kontras yang menarik dengan tante Ali yang ada di Indonesia. Tante Ali yang ada di Indonesia sangat konservatif, dengan prasangka bahwa kepergian Ali ke negara asing dan merasakan kultur barat akan merusak karakter dan moral Ali. 
Dibandingkan dengan tante Queens yang tinggal bersama Ali, mereka sangat bebas dan menerima kultur luar tanpa masih melupakan akar mereka. Sepintas, tante Ali di Indonesia terkesan sebagai karakter kejam yang tidak percaya dengan kegigihan Ali untuk pergi ke New York namun kita bisa melihat bahwa kekhawatirannya sangat mudah dimengerti, apalagi ia adalah seseorang yang belum pernah merasakan kultur asing. Walaupun terlihat seperti xenophobia, perilaku ini bisa dilihat sebagai rasa takut yang umum terhadap menerima budaya lain yang menantang zona nyaman kita.
Bicara soal kultur berbeda, saya merasa bahwa backdrop New York jauh lebih tidak menarik dibandingkan karakter - karakter yang ada di film ini. Dari awal Ali menginjak kaki di New York, saya merasa bahwa ini film turistik dengan memperkenalkan New York dengan bird eye view dan juga merepresentasikan New York dengan hal - hal ikoniknya seperti lingkungan kota yang sibuk, gedung pencakar langit yang berdempetan dan kereta bawah tanah yang sangat umum. Ada juga adegan montase Ali dan ratu - ratu Queens dimana mereka jalan - jalan keliling New York dan mencoba melakukan hal yang tidak bisa dilakukan di Indonesia. Dengan sinematografi yang terkadang terlihat sebagai vlog jalan - jalan makin membuat film ini adalah film turistik yang ingin mempromosikan keunikan dan keasikan tinggal di New York, dan jujur saya pun mulai sedikit tertarik untuk jalan - jalan ke New York.
Tentunya konflik utama film ini tidak dapat diabaikan, yaitu perjalan Ali untuk mencari Mia, ibunya yang meninggalkannya semasa kecil untuk menjadi penyanyi di New York. Setidaknya, itulah premis awal film karena perjalanan Ali mencari ibu cukup cepat. Walaupun reuni antara ibu dan anak tidak se-emosional yang saya bayangkan, saya cukup suka reuni Ali dan Mia yang lebih kearah tidak nyaman. Ali bertemu ibunya yang setelah sekian lama menjadi panutan hidupnya, hanya untuk menemukan ibunya yang sudah menyerah terhadap mimpinya menjadi penyanyi. Sedangkan Mia justru terlihat lebih lega sebelum bertemu Ali, karena ia teringat bahwa ia telah menjadi ibu yang buruk terhadap Ali dan lebih baik ia membencinya daripada harus bertemu lagi. 
Setelah melihat reuni Ali dan Mia yang tidak berakhir dalam happy ending, sudah jelas bahwa film ini bukan bertujuan untuk mengembalikan hubungan keluarga tetapi mencari kebahagian untuk diri sendiri. Walaupun Ali sudah mengetahui bahwa ibunya sudah mempunyai keluarga baru dan mungkin sudah melupakannya, ia tetap bersikeras untuk mengejar pengakhiran masalah antara ia dan ibunya sendiri walaupun tentunya akan berakhir menyakitkan. Kegigihan Ali untuk ke New York bukan hanya sekadar fase membangkang, tetapi juga salah satu cara untuk Ali mencari tempat dimana ia dapat nyaman menjadi dirinya setelah selama hidupnya ia selalu terperangkap dengan keluarga yang konservatif dan kurangnya sosok seorang ibu selama pertumbuhan.
0 notes
heydivai · 4 years
Text
Jurnal Tantangan 30 Hari Film Indonesia - Hari Ketigabelas
13 Maret 2021
Tema hari ini adalah Film Adaptasi Buku Favorit, dan jawaban saya adalah film JOMBLO tahun 2006 yang diangkat dari novel Adhitya Mulya, sebuah komedi cinta yang dibintangi Christian Sugiono, Dennis Adhiswara, Rizky Hanggono, dan menjadi debut penampilan Ringgo Agus Rahman di layar lebar. Bukunya sendiri sudah kocak, bercerita tentang empat orang sahabat yang -kecuali Olip- kompas moralnya sudah pada jebol semua. Mereka mahasiswa teknik sipil, yang sebagaimana orang seusianya dilanda masalah pelik soal asmara. Keempatnya -kecuali Doni yang tampan- berusaha mencari kekasih. Dialog di bukunya kental dengan percakapan menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda, sesekali Bahasa Jawa dan kata-kata dalam Bahasa Aceh.
Skenario adaptasi film ini ditulis Salman Aristo bersama Adithya Mulya dan Hanung Bramantyo. Salman Aristo yang sudah malang melintang di dunia kepenulisan harus saya akui benar-benar piawai menggiring kata-kata menjadi adegan yang nyata di layar tanpa kehilangan inti cerita novelnya sendiri. Dia seperti sudah punya insting, bagian mana yang harus tetap ada dan bagian mana yang hanya akan memperpanjang durasi. Kelakuan bejat Doni, misalnya, tetap ada di versi film dengan penggambaran yang lebih singkat tetapi masih bisa membuat penonton geleng-geleng. Salman Aristo juga mewujudkan imajinasi Adithya Mulya saat membayangkan Bimo, yang kerap ditolak kaum Hawa tapi selalu gigih (atau tebal muka) mengejar cinta, tiba-tiba berpakaian ala tokoh wayang dan berpamitan pada karibnya untuk bertemu cewek yang selama ini hanya dia dengar suaranya di telepon. Adegan yang bikin saya tertawa lepas setiap kali nonton filmnya. Absurd, tapi relevan. Bukankah orang yang hendak menyatakan cinta butuh keberanian seperti halnya Gatotkaca yang hendak melawan Buto Rambutgeni? Demikian juga dengan karakter Olip alias Olivian Iskandar, seorang Pemuda yang berasal dari Aceh dan berbadan tegap bagai serdadu tapi ciut nyali bila berhadapan dengan lawan jenis, terutama di hadapan Asri yang manis. Adegan ketika Olip berubah menjadi pejuang yang terluka, memohon kepada dokter supaya berhati-hati mengoperasi kepalanya sebab di kepalanya tersimpan memori Asri yang sedang berolahraga di Sabuga, adalah juga bagian yang konyol tapi selalu berhasil membuat saya tertawa ihlas. Absurd dan komedik, tetapi saya merasakan kewajaran karena lagi-lagi, bukankah jatuh cinta membuat orang seperti itu?
Pemilihan empat aktor untuk menghidupkan karakter ini menurut saya sudah sesuai. Ringgo Agus Rahman sebagai Agus Gurniwa si spesies Jomblus underdogus, tokoh sentral sekaligus narator film ini memberikan penampilan yang cukup ikonik. Film Jomblo adalah kali pertama dia menjajal kemampuan akting sebelum akhirnya dilirik oleh beberapa produser untuk membintangi film-film komedi lain tahun 2000an. Rizky Hanggono yang sebelumnya dipasangkan dengan Dian Sastro dalam Ungu Violet juga tampil meyakinkan sebagai Olip si spesies Jomblus misterius, naksir setengah mati pada Asri tapi hanya berani memandangi dari jarak minimal 10 meter. Lebih dekat dari jarak ini, Olip akan gemetar dan salah bicara, sesuatu yang dia takutkan terjadi di depan Asri. Lalu ada Dennis Adhiswara, yang sebelumnya sukses digaet Miles Film sebagai Mamet di Ada Apa Dengan Cinta, dalam film ini kebagian peran menjadi spesies Jomblus ditolaktrus, sudah berkali-kali menyatakan cinta tapi selalu ditolak. Mungkin karena dia tidak tampan, atau karena kelakuannya yang nggilani. Terakhir, ada Christian Sugiono si Jomblus playboynus yang sadar sepenuhnya bahwa dia terlahir ganteng, kemudian memanfaatkan anugerah itu untuk mencumbui sebanyak mungkin perempuan tanpa pernah pacaran.
Film Jomblo tahun 2006 ini secara teknis mungkin punya kekurangan, tapi bagi saya ini masih menjadi salah satu ikon film komedi yang pernah dibuat sineas kita. Cerita, humor, aktor, hingga production value-nya memuaskan, bahkan melahirkan salah satu lagu yang populer berjudul BDG 19 OKT dari grup band Seurieus. Salah satu film Hanung Bramantyo yang terbaik. :))
Salam,
Divai.
Tumblr media
Film Jomblo bisa ditonton secara legal di aplikasi RCTI+
0 notes
athenaspirit · 4 years
Text
pernah gak kamu udah yakin nih tapi ternyata realita menunjukan bahwa yang kamu yakini salah. ga berasa apapun sih karena ya gapapa hal itu masih terlalu dini juga untuk direnungi menjadi sebuah momen tunggal yang akan mempengaruhi kehidupanmu. kadang kejadian-kejadian tragis hanya menjadi momen komedik jika diingat kembali. why so serious?
1 note · View note
wangsaurup · 5 years
Text
6.01
Sebuah cerita, tragik komedik temanya
Suguhan menarik dari sang empunya acara
Mereka menari-nari gelap romannya
Kenapa?
Belum tau kita terpatok
Pada diri pada kenyataan kita
Para tersesat tak ngerti kemana jalan pulang
Aduh, aduh
Ah,
0 notes
zamonaviycom · 6 years
Text
Men nega sevib qoldim (Hind kino, SUPER KOMEDIYA) HD
Ortoped doktorining kutilmagan sarguzashtlariga bo'y bo'lgan komedik film! Barcha qizlar bilan men uylanganman deb tanishuvchi Doktor endi qiyin vaziyatga tushib qoldi, Ho'sh davomi qanday bo'ladi. Buni filmni ko'rib baho bering. Barchaga tavfsiya... Читать дальше »
0 notes
ramilnabran-blog · 7 years
Video
instagram
Qız qaçırtma filminə çekilən klip. Bütün komandaya afərin. Çox bəyəndim. Uğurlar hamıya. #qızqaçırtma #rufatsahbazi #xezertv #xezertvofficial #komedik #kino #ramilnabran #qaçın #klip #aztagram #bizegoreelebeledir #sesimyayılsınheryana
0 notes