Tumgik
#menyala-nyala seperti obor
trisfant · 4 months
Text
Kamis, 23 Mei 2024
Apsintus (Wahyu 8:10-11) Wahyu 8:10-11 Lalu malaikat yang ketiga meniup sangkakalanya dan jatuhlah dari langit sebuah bintang besar, menyala-nyala seperti obor, dan ia menimpa sepertiga dari sungai-sungai dan mata-mata air. (11) Nama bintang itu ialah Apsintus. Dan sepertiga dari semua air menjadi apsintus, dan banyak orang mati karena air itu, sebab sudah menjadi pahit. Wahyu 8:10-11…
Tumblr media
View On WordPress
#"Ingatlah akan penderitaan dan pengembaraanku#23 Mei 2024 https://youtu.be/4ronZ7XBdE0 Apsintus (Wahyu 8:10-11) Wahyu 8:10-11 Lalu malaikat yang ketiga meniup sangkakalanya dan jatuhlah#agar terhindar dari penghakiman Allah. Biarlah hidup kita menjadi berkat yang menyegarkan#airnya menjadi pahit seperti apsintus. Ini merupakan kebalikan dari mukjizat di Mara di mana Musa melemparkan sebatang pohon ke dalam air ya#akan apsintus dan empedu!" (Lam. 3:19#amin. Johannis Trisfant GKIm Ka Im Tong#ampunilah kami atas dosa-dosa yang telah mencemari hidup kami. Sucikanlah hati kami dan tolonglah kami untuk hidup dalam kekudusan. Jauhkanl#apsintus digunakan sebagai simbol kepahitan dan dukacita. Ketika bintang besar itu jatuh ke sungai dan mata air#apsintus digunakan sebagai simbol kepahitan dan kesedihan. Amsal memperingatkan tentang wanita asing yang bibirnya mencurahkan madu tetapi p#Bandung#bukan kepahitan yang meracuni orang lain. Doa: Bapa Surgawi#bukan sepertiga orang#dan akibatnya sepertiga air menjadi pahit dan banyak orang mati karena air tersebut. Bintang ini dinamai sesuai dengan efek yang ditimbulkan#dan banyak orang mati karena air itu#dan ia menimpa sepertiga dari sungai-sungai dan mata-mata air. (11) Nama bintang itu ialah Apsintus. Dan sepertiga dari semua air menjadi ap#dan manusia harus bertobat atau menanggung murka-Nya yang akan datang. Sekali lagi#dan memberi mereka air empedu untuk diminum" (Yer. 9:15#Dia akan "memberi mereka makan ... dengan apsintus#dosa menuntun pada kehancuran. Marilah kita menghindari dosa dan hidup dalam pertobatan#ini merupakan simbol penghakiman ilahi. Allah bergerak dalam penghakiman#Kamis#mati karena meminum air tersebut. Tujuannya adalah untuk memperingatkan dan menuntun pada pertobatan. Bintang Apsintus yang mengubah air men#menunjukkan lingkup penghakiman yang terbatas. Banyak orang#menyala-nyala seperti obor#NKJ). Karena Israel telah meninggalkan Allah#NKJ). Penulis kitab Ratapan berdoa#NKJ; bdk. Yer. 23:15). Dalam Perjanjian Lama#penghakiman Allah hanya menimpa sepertiga bagian#sebab sudah menjadi pahit. Wahyu 8:10-11 menggambarkan tiupan trompet ketiga di mana sebuah bintang besar yang menyala seperti obor jatuh da
0 notes
garamterang · 8 months
Text
KANDIL DARI EMAS MURNI, APA MAKNANYA?
Renungan Kamis, 1 Februari 2024 Nas: Keluaran 25:31-40
"Haruslah engkau membuat kandil dari emas murni; dari emas tempaan harus kandil itu dibuat, baik kakinya baik batangnya; kelopaknya — dengan tombolnya dan kembangnya — haruslah seiras dengan kandil itu. . . Dan ingatlah, bahwa engkau membuat semuanya itu menurut contoh yang telah ditunjukkan kepadamu di atas gunung itu." - Keluaran 25:31, 40
"Bahwa kandil itu sangat penting. Kemah Suci itu tidak memiliki jendela untuk masuknya terang. Seluruh penerangan didapat dari cahaya kandil, yang menggambarkan gelapnya masa itu, sementara Sang Surya atau Sang Kebenaran belum terbit, atau bintang timur belum mengunjungi jemaat-Nya. Namun, walaupun gelapnya masa itu, Allah tidak membiarkan diri-Nya tanpa saksi, atau umat Israel tanpa petunjuk. Sebab, perintah-Nya menjadi pelita, dan hukum-Nya menjadi terang, sementara para nabi menjadi cabang-cabang kandil itu, yang memberikan terang selama berabad-abad kepada jemaat Perjanjian Lama. . . Namun, firman Allah bagaikan kandil itu, pelita yang bercahaya di tempat yang gelap (2 Ptr. 1:19), dan sungguh betapa gelapnya dunia tanpa cahaya itu. Roh Allah, dalam berbagai karunia dan anugerah-Nya, adalah ibarat tujuh obor menyala-nyala di hadapan takhta (Why. 4:5). Jemaat-jemaat diibaratkan seperti kandil emas, terang dunia, yang berpegang pada firman kehidupan, seperti kandil yang menyebarkan cahaya (Flp. 2:15-16). Para pelayan Tuhan adalah mereka yang menyalakan dan memelihara nyala pelita-pelita itu (ayat 37), dengan membuka Kitab Suci. Harta terang ini sekarang diletakkan di dalam bejana tanah liat (2 Kor. 4:6-7). Cabang-cabang kandil itu menyebar ke segala arah, yang menunjukkan penyebaran terang Injil ke segenap penjuru melalui pelayanan orang Kristen (Mat. 5:14-15). Ada berbagai-bagai karunia, namun Roh yang sama memberikan karunia kepada setiap orang untuk mendatangkan manfaat bagi semua orang." (MHC: Keluaran 25:31-40, Tafsiran SABDA).
Refleksi: Jadi makna dari kandil yang terbuat dari emas murni itu adalah tempat lampu penerang diletakkan. "Pelayanan mereka adalah gambaran dan bayangan dari apa yang ada di sorga, sama seperti yang diberitahukan kepada Musa, ketika ia hendak mendirikan kemah: "Ingatlah," demikian firman-Nya, "bahwa engkau membuat semuanya itu menurut contoh yang telah ditunjukkan kepadamu di atas gunung itu." (Ibr.8:5). Kandil itu merupakan konfiguratif dari Firman Allah, lampu/pelita di atasnya adalah para saksi atau pemberita Injil, yaitu jemaat Perjanjian Baru yang selalu mendasarkan semua kesaksiannya dengan Firman Allah - Alkitab sebagai sumber. Firman itu yang terus memancar dari dalam hati kita.
Doa: Tuhan Yesus, kiranya setiap kami merenungkan kebenaran Firman-Mu merasuk ke dalam relung hati kami, agar tersimpan dan memancar keluar ketika kami bersaksi memberitakan Injil Kristus. Roh Kudus selalu menghidupkan Firman itu dalam jiwa kami. Jadikan kami terang-Mu yang bersinar di tengah-tengah kegelapan dunia ini. Amin. (TWP)
2 notes · View notes
deafaa · 6 months
Text
Aku mencari sosok pendamping yang selalu bisa kasih aku alasan kenapa aku harus terus menghormatinya. Karena nikah bukan cuma sesederhana “aku cinta kamu, kamu cinta aku, lalu menikah, tapi ini tentang pemaknaan iman yang ada di dalam dada”
Allahu akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar..
Di masjid-masjid, di langar-langgar, di rumah-rumah, di jalanan, di tengah anak-anak, di atas kendaraan yang terjebak kemacetan, di atas puing-puing bangunan runtuh saudara kita di Gaza (semoga Allah senantiasa beri pertolongan kepada para mujahid-mujahid kita disana) dan di setiap sudut-sudut belahan bumi yang tak terjamah, serentak takbir di kumandangkan. Mengagungkan kebesaran Sang Maha Rahman.
Aku, mengambil bagian dan ikut mengular di dalam rombongan pawai takbir di desa dengan berjalan kaki. Sungguh malam itu suasana malam terang dipenuhi nyala-nyala obor dari santri santri desa. Panjang. Mengular. Kadang sesekali aku perhatikan tangan-tangan mungil mereka yang menggenggam obor dengan kedua tangannya hee. Atau sesekali aku perhatikan tangan-tangan mungil itu menurunkan tangannya karena Lelah menggenggam obor. Namun masyaAllah, dengan berpegal—pegal di tangan, lisannya mantap berteriak gema takbir yang mungkin mereka sendiri belum memahami pemaknaan dari apa yang diucapkan.
Hampir dua jam, perjalanan berkeliling desa itu akhirnya pun usai. Walaupun tak jarang, mereka yang masih empat tahunan kami naikkah ke mobil pick up karena kelelahan dan sebagainya. Misi selesai, dan saatnya masing-masing rombongan kembali ke masjid serta Lembaga masing-masing. Aku berjalan sendiri di tengah barisan yang tersisa menuju langgar.
“Hei” seseorang memanggilku dan nampak sedikit berlari berusaha menghampiri.
“Hei mbak.” Jawabku.
Seperti botol bertemu tutupnya, obrolan random pun di mulai. Dari suasana takbiran, lebaran, jalanan macet, dan perihal hati. Topik yang aku sebutkan terakhir ini rupa-rupanya menjadi obrolan yang memakan waktu kami cukup lama. Bahasan nya perihal hati, tapi selama obrolan seolah pikiranpun ikut berdiskusi. Ikut menuangkan logika-logika dan cara pandang terhadap peristiwa hati.
“Sekarang, menikah muda itu bukan sebuah pencapaian yang sepatutnya perlu dibangga-banggakan” katanya dengan terus memperhatikan jalanan menuju langgar.
“Sepakat, timeline masing-masing kita berbeda yah mbak. Prioritas pun juga berbeda” jawabku dengan terus memperhatikan wajah seseorang di sampingku ini.
Langit semakin menyala dengan gempuran kembang api di langit-langit langgar. Pemuda-pemuda tanggung berkumpul di halaman langgar dengan obor di tangan dan mulut berisi penuh minyak, bersiap menampilkan pertunjukan yang memukau. “Boooh booohhh”. Minyak disemburkan, nyala api terkobarkan.
“Aku mencari sosok pendamping yang selalu bisa kasih aku alasan kenapa aku harus terus menghormatinya. Karena nikah bukan cuma sesederhana ‘aku cinta kamu, kamu cinta aku, lalu menikah, tapi ini tentang pemaknaan iman yang ada di dalam dada’.” Katanya lagi.
Bagaimana menurutmu? Tanyanya lagi
Aku tertegun mendengar jawabanya. Aku alihkan pandang menuju kobaran nyala api di tengah halaman langgar.
“Aku mencari sosok yang dia mau aku. Yang bener-bener mau aku. Yang karena aku, dia memutuskan menikah. Dia yang mau aku, akan memperjuangkan bagaimana agar bisa menikah denganku. Karena dia yang mau aku, aku yakin, nantinya bagaimanapun kondisi pernikahan, bagaimanapun kondisiku..dia akan tetap menjaga marwahku, tetap menjaga lahir batin, dan tetap memandang aku sebagai perempuan yang layak dihormati. Dia memaknai setiap untaian kata yang dia ikrarkan saat peristiwa akad dengan genggaman kencang dari ayahku” kataku mengutarakan hasil diskusi pikiran dan hati selama beberapa tahun terkahir
Betul kata seseorang di sampingku tadi, semua ini kembali lagi kepada iman. Sebuah keimanan yang tertancap dan mengakar kuat di dalam dada. Tentang sebuah keikhlasan. Tentang semua keridhoan atas takdir yang Allah berikan. Sungguh indah, jika dari jiwa yang dipertemukan membawa, masing-masing membawa iman yang yang kuat dan keridhoan atas segala kejadian-demi kejadian yang dialami. Insya Allah surga sudah disiapkan bagi mereka.
Malam takbir, 1445 H
1 note · View note
gha-za · 2 years
Text
Manusia akan hidup, serakah, kekurangan dan kadang dengki. Sedikit yg ikhlas, banyak rakusnya. Sedikit khusyuk, banyak dunianya. Ujar Setan Tua.
Lorong itu awalnya sunyi. Kemudian menjadi bergemuruh seperti arak-arakan yang beriringan. Awalnya gelap gulita, kemudian pendar cahaya dari kunang-kunang yang berubah menjadi obor, merah dan panas. Setan tua itu mengambil potongan jiwa yang hitam pekat, lengket dan menjijikan.
“Bagaimana aku kau sebut Setan, sedangkan manusia sendiri yang mengotori hatinya, menjadi makananku” Setan tua itu tertawa terbahak-bahak.
Entahlah, Setan Tua itu seakan menghinakan manusia. Tepat didepanku. Tepat dijutaan saraf yang mengatur kinerja otak. Tepat dalam gumpalan ligamen yang menegang. Lalu tiba-tiba setan tua itu menghilang. Sembari menasehatiku satu hal, “Temukanlah jiwamu nak! kau tak lebih dari sekedar debu yang diterbangkan angin, pun jika kau masih ingin melanjutkan hidupmu!”
Obor yang tadinya menyala-nyala kini meredup dan hilang, berubah lagi menjadi kunang-kunang yang nampak meninggalkan lorong. Tidak lama kemudian, matahari menggantikan malam yang tak lebih disita oleh Setan Tua. Aku menatap langit, warnanya cantik, semakin menghangat. Lalu berpikir sejenak, dosa apa aku ini dengan hati? Sekilas aku melihat daun tertiup angin, lalu kemudian berjalan keluar dari lorong.
Riuh, ricuh, hingar bingar kota, panas. Setelah keluar dari lorong itu tiba-tiba terik menjadi ucapan selama datangku. Selama itukah aku berjalan, pikirku. Masa bodoh dengan hal itu, aku berjalan menyusup i kerumunan, diantara bau keringat dan asap kendaraan, aku melihat Dewi. Cantik berkilau tiada dua. Dia menatapku, lalu tersenyum. Entah menapa orang-orang ini seperti tidak menyadarinya. Atau memang mereka terlalu angkuh dengan sekitarnya. Ku dekati Dewi itu. Tepat berada di depannya, dia masih menatapku. Tepat di kedua mataku. Menembus retina. Lalu menancap di hati.
“Ehmm, siapa?” Tanyaku. Dia tidak menjawab, berbalik badan dan pergi dengan pelan. Aku tertegun sebentar, lalu mengikutinya. Sesekali dia menengok melihatku dan tersenyum. Seakan dia berkata dibalik senyumnya “ikutlah”. Kuturuti saja maunya, dengan sedikit ragu pasti. Tidak lama, tepat berada didepan sebuah rumah besar. Megah dan berkilau. Dewi itu berhenti, berbalik menghadapku. Aku pun ikut berhenti. Lalu dengan senyum yang masih sama, dia memanggil namaku. Aku terkejut bukan kepalang, siapa dia, rumah siapa ini, kenapa dewi ini tau namaku, begitulah kira-kira pertanyan yang berputar-putar di kepalaku.
“Siapa, kamu?” Tanyaku sekali lagi. Lirih tapi jelas dia menjawab, “Karmamu”. Aku sedikit terkejut mendengar jawabannya. Bingung. Lalu ketika mulut ini ingin bertanya, belum terucap, Dewi itu menghilang. Matahari masih terik, namun entah udara terasa sejuk, tidak ada kerumunan, keriuhan hingar bingar jalan, bau keringat juga asap kendaraan. Semuanya menghilang. Bahkan sesaat aku mencium aroma bunga-bunga dari dalam rumah itu. Yang ku tau didepanku adalah pintu yang besar, rumah entah milik siapa. Dengan kebingunganku itu, tiba-tiba seseorang keluar dari pintu. Seorang lelaki. Bisa dibilang menginjak tua, dengan pakaian yang rapi seperti pelayan. Dia menatapku, lalu tersenyum. “Masuklah, saya sudah menunggu anda” ucapnya.
Seperti didorong angin, dengan keyakinan seadaanya, aku masuk ke rumah itu. Sesampainya di dalam, ada meja besar lengkap beserta makananya. Mewah sekali. Sungguh. Lalu lelaki itu berkata dengan nada yang sangat sopan ”makanlah”. Belum selesai dengan kebingunganku, aku menatap lelaki itu. Dia hanya tersenyum lalu mempersilakan. Tidak ada tanya dariku. Aku duduk dan makan dengan porsiku seperti biasa.
Setelah itu, lelaki itu masih berdiri tidak jauh dariku. Aku berdiri dan bertanya kepadanya “Tolong, saya kebingungan dengan semua ini, tolong bantu saya memahaminya”. Lelaki itu tersenyum, sejuk sekali.
“Setan Tua itu adalah hasratmu, melewati setiap lorong aliran darahmu, dia menasehatimu karena dia tau keburukan manusia. Dewi itu sudah menjawabnya sendiri, dia karmamu. Dia tiba-tiba datang, terlihat jelas olehmu, kemudian menghilang. Dia berparas cantik seperti kau memandang cantik segala sesuatu. Dan tempat ini adalah syukurmu. Aroma bunga yang kau cium adalah ucapan kebaikanmu, dan makanan yang kau makan adalah kesederhanaanmu. Rumah yang indah ini adalah rendah hati dan tabahmu.”
Menangis, aku menangis sejadi-jadinya. Mendengar kalimat dari lelaki itu. Berlinang air mataku. Aku mengerti tapi tidak tau. Sedih, senang, khawatir, gembira, semua menjadi satu. Air mataku tak berhenti, tangisku kian menjadi. Puji-pujian aku ucapkan. Sampai-sampai tanpa ku sadari, aku kembali kepada kesadaranku. Dengan mata yang sembab.
Lalu termenung. Lantas bagaimana dengan kesalahan dan dosaku?
1 note · View note
rmolid · 4 years
Text
0 notes
nasthasia07 · 5 years
Text
Chapter 4 bagian 2
Penyusupnya adalah Hokage Keenam. Dia harus memberi tahu teman-temannya tentang hal ini sesegera mungkin, tetapi tubuh pria itu tampaknya tidak bergerak, yang mana agak menyulitkan. Aroma manis bom asap itu perlahan-lahan membuat tubuhnya mati rasa, dan pikirannya sepertinya semakin lama semakin jauh. Dia akhirnya melepaskan kesadarannya, dan api tombak yang menembus tanah menghilang.
14 orang tersisa.
Penyusup itu menggoyang-goyangkan rambut peraknya seperti nyala api Matahari, karena merah karena darah dalam asap putih. Dia mengambil pedang berdarah dan mengembalikannya ke salah satu shinobi yang tidak sadar. Ada seorang pria yang mengenali sosok yang menakutkan itu. Tanpa keraguan. Dia Hokage Keenam ... Hatake Kakashi, bagaimana mereka bisa bertemu dengannya di tempat seperti itu. Dia berusaha bersembunyi di cabang-cabang yang tebal, dan darah yang mengalir melalui tubuhnya tiba-tiba terasa seperti minum-minuman keras . Pria ini pernah menjadi shinobi Konoha. Setelah diusir dari Negeri Api, ia hanya disewa oleh negara sekecil shinobi. Tapi meja telah berputar sekarang, dia beruntung. Dia bisa membunuh Kakashi hari ini dan membalas dendam.
Dia tahu teknik yang baik untuk memotong lawan dari titik buta dengan mengubah sifat chakra yang menyamar sebagai shuriken. Pria itu menarik napas dalam-dalam dan menunggu Kakashi sibuk berkelahi. Dua belas shinobi mengelilingi Kakashi. Beberapa memiliki pedang samurai, beberapa memiliki shuriken dan yang lain memiliki kesempatan untuk melambaikan tanda tangan. Ketika salah satu dari mereka mencoba menyerang Kakashi, dia memutar pergelangan tangan pria yang akan menebasnya, dan tiba-tiba melihat kembali pada pria yang bersembunyi di dahan. Mata mereka bertemu. Segera, bagian belakang tubuh pria itu menyusut seolah memegang batu yang berat. Kakashi dengan cepat mengalihkan pandangannya dan membungkukkan badannya untuk menghindari serangan shuriken badai dari belakang. Mata yang hebat! Pria itu meletakkan semua kekuatannya ke tangannya yang bergetar.
Ke-12 shinobi semuanya jatuh ke tanah dalam waktu singkat. Pria itu menyerah dengan kejutan dan turun dari cabang tersembunyi untuk mengekspos dirinya di depan Kakashi. Jarak di antara mereka paling banyak beberapa meter. Sambil bergerak ke samping melompat, dekat dengan titik butanya Kakashi, bertanya-tanya apakah dia bisa mendapatkan lebih banyak waktu atau tidak, namanya dipanggil seolah-olah dia telah dipermainkan.
"Shin Hakubi?" Kakashi ingat wajah seorang lelaki yang merupakan seorang ninja khusus. "Hakubi. Apakah ini kebetulan bahwa Anda ada di sini? "
"Siapa yang tahu ... itu mungkin kebetulan tapi aku bisa membalas dendam sekarang ..." Hakubi tiba-tiba berhenti berbicara, karena Kakashi sepertinya sedikit tersenyum. Merasa benci, Hakubi menjadi gila.
"Aku akan menjadikanmu orang mati di tempat ini." Dia mulai membuat chakra. Dia tahu dari menonton pertempuran ini, bahwa Kakashi tidak menggunakan ninjutsu. Mungkin, dia benar-benar kehabisan chakra, dan sebagian besar ninja berharap bahwa dinding lumpur tetap dipertahankan oleh lebih dari satu orang. Keberuntungan terbesar dalam hidupnya adalah dia bertemu Hokage ketika dia kehabisan chakra. Dia tertawa.
"Aku sudah mendengar desas-desus ... Bahwa kamu telah kehilangan mata spesialmu itu. Mengapa Anda masih menyembunyikan satu mata itu? Anda seharusnya tidak dapat melihat chakra alami saya yang merubah shuriken guntur dengan mata biasa Anda. "
Setelah itu ia melemparkan 8 shuriken lagi ke arah Kakashi, dia hanya melompat ringan untuk menghindari serangan. Arus listrik yang seperti pisau cukur diintegrasikan dengan shuriken, dan bertujuan untuk menyerang Kakashi dari segala arah dan pasti akan mengenai dia. Atau lebih tepatnya Hakubi berpikir ini sudah cukup. Tapi kemudian ... Kakashi berbalik dan menangkis serangan itu dengan refleks yang tidak bisa diikuti oleh mata. Tapi tiga senjata rahasia sudah di titik buta! Hakubi menunggu saat ketika tubuh Kakashi dicincang tanpa berkedip. Kakashi mendorong pelindung dahi yang menyembunyikan mata kirinya.
"Aku sangat bodoh ..." Hakubi mengambil nafas panjang. Mata kiri Kakashi yang terbuka memerah. Ketiga tomoe itu tampak seperti anak mata yang mengambang. Tentu saja, mata kiri Kakashi masih memiliki kemampuan unik itu.
Kyaaa! Dengan suara yang jernih, shuriken yang ada di blind spot Kakashi meledak dan memotong bahu Hakubi. Rasanya sangat menyakitkan, tetapi dia tidak keberatan. Apakah Kakashi masih hidup? Seharusnya tidak demikian. Bodoh. Kakashi kehilangan mata Sharingannya. Itu dari sumber informasi yang dapat diandalkan. Namun, dia benar-benar membelokkan shuriken gunturnya, dan itu tidak akan mungkin terjadi tanpa Sharingan! Kakashi melompat ke bidang pandangannya, dan menekan perutnya. Dia kehilangan kesadaran sambil merasa mual.
Dia menyembunyikan mata kirinya di bawah pelindung dahi, Kakashi bergumam, menatap pria yang jatuh itu.
“Shin Hakubi, seorang pria yang pernah menjadi shinobi khusus di Konoha. Keahliannya sama sekali tidak buruk, tetapi dia berulang kali mencuri barang selama misi, dan akhirnya diberhentikan. "
[Itu tidak mengatakan secara spesifik, tapi aku berani bilang Kakashi menggunakan sedikit genjutsu.]
Menendang dia sepertinya keputusan yang tepat. Kakashi melihat melalui senjatanya di mana ia juga menemukan perhiasan curian dari istana kerajaan, termasuk permata biru besar di rantai perak. Kakashi memasukkan permata biru ke dalam jaketnya dan memandang ke pangkalan artileri. Dia sudah mengalahkan 49 dari mereka. Sisa 1. Jika di sana ada laporan penyusup di antara ninja, diatur terlebih dahulu bahwa masing-masing dari mereka akan berlari menuju pengganggu pada gilirannya. Namun, tampaknya ada satu ninja yang tidak mengikuti jebakan. Dia pasti menyadari bahwa penduduk desa sedang menuju ke arah fosfor di artileri. Selain itu, lebih mudah untuk berurusan dengan petani yang tidak mengalami perang. Para petani ini yang tidak tahu cara menghilangkan jejak mereka harus dengan bodoh mengatakan posisi mereka. Dalam situasi ini, mereka semua bisa terbunuh.
Pada kenyataannya, shinobi terakhir memecahkan kegelapan di depan Kakashi. Rupanya, dia hanya bersembunyi. Ujung kunai yang berdarah menatap Kakashi. Pria itu hendak menyerang penyusup, namun, pengganggu yang seharusnya berada di depannya sudah di belakangnya, kejutan kecil mengalir di lehernya dan secepatnya rasa ngantuk datang. "Seberapa cepat ..." sesaat sebelum jatuh, dia mendengar pengganggu itu bergumam.
"Itu membuatnya 50 orang .."
—————————————————
Nanara dan para penduduk desa berhasil mendekati artileri. Lampu-lampu torch menyala terus-menerus. Artileri mulai mengeluarkan suara ketika mereka mulai menyadari bahwa dinding lumpur telah menghilang. Dengan perpisahan yang tenang, Nanara mengalihkan dan berbalik ke belakang, sementara penduduk desa lainnya tetap di garis depan dan membasahi fosfor meriam dengan air. Margo menghela nafas dan menemukan sumbu meriam di malam yang gelap dengan cara yang canggung. Dia menaburkan air dari sachet air dan memastikan bahwa fosfor cukup basah dengan mendorong jarinya ke dalamnya, dan kemudian berlari ke meriam berikutnya. Hanya masalah waktu mereka ditemukan.
Sekring yang dilepas terlepas dari tangannya dan membuat suara, dan seorang penjaga ada di sekitar. Dia tampak seperti petani, seperti penduduk desa lainnya.
"Dengar, aku ingin kamu membantu kami!" Margo dimulai sebagai seorang pria arloji juga. “Kamu direkrut secara paksa oleh Perdana Menteri di ibukota untuk membawa meriam ini. Tidak ada alasan bagi Anda untuk mengikuti orang yang begitu mendominasi selamanya. Berjuang bersama kami. "
Pria itu menatap wajah Margo. "Apakah kita punya peluang untuk menang?"
“Kamu ingat dinding lumpur besar itu? Ninja hebat membantu kami menciptakan itu. ”
Pria dengan wajah tanpa ekspresi mulai berjalan menuju Margo. Margo, terkejut oleh wajahnya, tiba-tiba jatuh. Rasa sakit menyebar ke seluruh tubuhnya saat dia dipukul oleh pria itu. Mata mereka bertemu ketika pria itu menatapnya.
"Mengapa…"
"Itu buruk, tapi aku tidak ingin membohongimu." Kata pria itu, menyalakan sekering meriam dengan api obor. “Keluarga saya di ibukota disandera. Jika Anda menentang Perdana Menteri, saya harus membunuh Anda. "
Suara menderu bergema di belakang Margo, dan sebuah bola meriam ditembakkan ke desa.
DONG !!
Suara bola meriam itu hampir menembus gendang telinganya, dan Nanara sedikit mengguncang tubuhnya. Meriam ditembakkan - sehingga tampaknya penduduk desa tidak dapat membujuk mereka untuk membantu.
"Aku harus menemukan saudara perempuanku sesegera mungkin."
Bagian belakang pasukan sangat sunyi. Tidak ada orang, hanya makanan dan persediaan lainnya. Dia mencari Manari di tempat yang aman [di belakang garis depan] tetapi dia tidak bisa menemukannya. Ketika dia memeriksa tenda di dalam, berlarian dari satu sisi ke sisi lain, suara meriam sangat dekat. Tampaknya telah mencapai sisi Timur dekat garis depan.
DONG !!
Di barat, meriam ditembakkan dengan curiga. Suara-suara orang yang bertarung bisa terdengar jauh.
"Nanara ..."
Sumure dan orang dewasa di desa bergegas ketika mereka melihat Nanara.
"Bagus, semua orang aman."
"Untuk sekarang. Ngomong-ngomong, apakah Anda menemukan Ratu? "
"Belum. Saudara perempuanku dan perdana menteri tidak bisa ditemukan ... "
Sebuah lengan yang membentang dari belakang meraih tubuh Nanara. "Jika Anda menghargai kehidupan pangeran, jangan bergerak!" Nanara lega mendengar suara itu. Dia mendengar suara ini sebelumnya. Dia adalah orang yang membakar dan memakan tokek di bagian selatan ibukota yang dia temui selama kunjungannya. Apakah dia juga direkrut? Dia memutar tubuhnya tetapi lengan yang menekan Nanara tidak melepaskannya. Dia bisa merasakan kekuatannya. Pria itu menekankan pisau ke tenggorokan Nanara.
"Oke teman-teman, jika kamu menghargai hidup ini, buang senjatamu dalam waktu kurang dari 10 detik."
"Sumure! Jangan main-main, ambil senjata! " Nanara marah dan berteriak pada Sumure yang membuang tombaknya.
"Raja bisa diganti. Tapi sekarang, jika Anda tidak menghentikan Perdana Menteri, negara ini akan hancur! "
"Diam," pria itu berkata dengan suara berat, dan menaruh kekuatan pada tangan yang memegang pisau.
Kulit di leher Nanara terpotong sedikit, dan beberapa darah mengalir ke bawah. Tombak lain jatuh di sebelah Sumure.
"Semua orang, mengapa ..." Nanara kehilangan kata-kata dan mulai menggigit bibirnya.
“Semua orang menyerahkan senjata mereka. Sekarang, ikat leher mereka bersama dengan tali. ” Kemudian, dua pria muncul dengan seikat tali. Pada saat itu, benjolan cokelat muncul entah dari mana dan mengenai wajah pria itu. Ketika dia menjentikkan pisau dengan tangannya, Leh [elang] mendorong pisau ke bawah ke arah wajah pria itu.
"Wow…!"
Nanara menyelinap melalui lengan pria itu. Penduduk desa dengan cepat berbalik melawan laki-laki dan mengikat mereka dengan tali.
"Leh! Terima kasih!" Nanara menjerit ke langit.
Leh bisa terbang cukup tinggi untuk memberikan jawaban kepada Nanara. Pergerakan dari jalur penerbangan Leh menunjukkan dengan tepat lokasi tertentu. Tebing Timur Utara, di mana jubah merah keunguan melayang. Itu adalah Perdana Menteri.
"Jadi di situlah kamu berada ..."
Untuk sampai ke puncak tebing, perlu untuk pergi Utara dari pasukan dan membuat jalan memutar juga. Bahkan dengan kuda, itu adalah 30 menit dari tempat Nanara. Namun, hanya 300 meter dalam garis lurus. Tidak ada waktu untuk kalah.
Nanara mulai memanjat tebing.
Chapter 4 selesai
0 notes