Dari Asmaraloka, untuk Sang Anggrek
Menjelang September 1983, tepatnya di sebuah kota nan berhawa dingin di Pulau Jawa.
Konon, ada seorang pemuda kurir surat yang terkenal dengan ketekunannya. Pemuda itu sungguh manis. Paduan warna rambut dan mata cokelatnya itu benar-benar tampak bagaikan madu. Ketika ia mengantarkan setiap surat yang masuk dalam Brievenbus di tengah kota, banyak warga yang terkesima dengannya.
Meski begitu, tidak ada yang tahu dari mana pemuda itu berasal dan di mana ia tinggal.
***
Saat itu, sang pemuda kurir surat bertugas di distrik Kota Lama. Pemuda itu bergegas mengantarkan surat-surat yang harus ia kirimkan, lalu memasukkannya ke setiap kotak pos tujuan.
Di saat yang bersamaan, ada satu kotak pos yang paling ia dambakan. Kotak pos itu merupakan kotak milik seorang penulis ternama bernama Shinta.
Ya. Pemuda itu … jatuh cinta kepada Shinta.
Sebenarnya, pemuda itu sudah lama saling kenal dengan Shinta selama setahun terakhir. Dan sudah setahun juga ia memiliki rasa kepada wanita itu. Hanya saja, sang pemuda tidak pernah sama sekali mengungkapkan perasaannya kepada wanita bernama Shinta itu.
Sang pemuda kurir surat teringat setiap senyum manis yang dipancarkan paras indah wanita itu—ketika sang wanita menitipkan setiap surat miliknya kepada pemuda itu. Sungguh, pemuda itu hampir tak sanggup melihat senyum manis itu. Tidak hanya itu saja; wanita itu selalu memberi perhatian kepadanya.
Rasanya, pemuda itu ingin mengungkapkan perasaannya kepada sang penulis berparas indah bernama Shinta. Hanya saja, ia terlalu kikuk untuk memberi perhatian secara langsung kepada wanita itu. Bahkan, untuk mengungkapkan rasa cinta saja sungguh sulit baginya.
Hingga akhirnya, timbul sebuah ide dari pikiran pemuda kurir surat itu. Ia bergegas menuliskan sebuah ungkapan hatinya melalui sepucuk surat.
❝
Halo, Shinta. Perkenalkan, namaku Asmaraloka.
Kuharap kau baik-baik saja dan sehat selalu.
Sebelumnya, maafkan aku jika aku menuliskan surat ini kepadamu.
Jikalau aku boleh berkata jujur, aku memiliki rasa kepadamu. Kau bagaikan Anggrek nan begitu indah. Hanya saja, aku terlalu takut untuk mengungkapkannya kepadamu secara langsung. Dan aku, merasa bahwa dinding di antara kita terlalu kuat.
Aku memang bukan pribadi yang percaya diri. Bahkan, aku tidak tahu bagaimana caranya untuk menarik perhatianmu. Tetapi, kau telah memberiku perhatian—yang entah mengapa rasanya sungguh hangat. Aku menyukainya. Terima kasih telah mengajarkanku apa arti cinta, Shinta.
Maka dari itu, aku hanya bisa mengungkapkan perasaanku melalui secarik kertas ini. Tetapi, aku harap, aku bisa bertemu denganmu lagi; melihat senyum indah nan bagaikan anggrek itu.
Tertanda,
Asmaraloka.
Pemuda itu memasukkan surat itu pada sebuah amplop berwarna cokelat. Di bagian amplop itu, ia menempelkan sebuah prangko edisi anggrek pada sisi kanan atasnya, seolah-olah surat itu mirip dengan surat-surat dari sahabat pena pada umumnya.
Pemuda itu sengaja memilih prangko bergambar anggrek sebagai tanda cinta kepada wanita itu. Ia juga sengaja tidak memberi cap pos pada bagian amplopnya, dengan harapan sang wanita bernama Shinta dapat menebak siapa pengirim surat itu.
***
Esoknya, pemuda itu bertugas dan segera mengambil kesempatan untuk bertemu dengan wanita yang diidamkannya; sembari membawa sepucuk surat ungkapan hatinya.
Pemuda itu membunyikan lonceng pertanda sepucuk surat telah tiba di tujuan. Membuat sang pemilik rumah bergegas keluar menuju kotak pos yang terletak di sudut kiri gerbang rumahnya, hingga pemuda itu berpapasan dengan wanita yang diidamkannya.
“Permisi,” sapa sang pemuda kurir dengan nada sedikit bergetar.
“Ah, Kak Kurir!” ucap Shinta dengan nada yang begitu ceria. “Bagaimana kabar Kakak?”
“Cukup baik…” jawab sang pemuda kurir surat terbata-bata. “Omong-omong… ini surat untukmu.”
Pemuda itu memberikan sepucuk surat—yang bersampulkan amplop cokelat dengan secarik prangko edisi anggrek—kepada Shinta. Sejujurnya, Shinta merasa tak menyangka ada surat yang datang hari ini. Sudah begitu, tidak ada cap dari pihak pos sama sekali. Tetapi, Shinta tetap menerima sepucuk surat itu dengan air muka kebahagiaan.
“Untukku?” tanya Shinta. “Wah, terima kasih banyak, Kak Kurir!”
Senyum ceria—nan bagaikan mentari di pagi hari—itu terpancar dari paras indah Shinta setelah menerima sepucuk surat itu. Benar-benar membuat pemuda kurir surat itu mendadak kikuk; parasnya menjadi merah merona setelah melihat senyum manis wanita itu.
Pemuda itu mengangguk pelan, menundukkan pandangannya. Wanita bernama Shinta itu pun masuk ke perkarangan rumahnya sembari memegang sepucuk surat yang diterimanya.
Debar jantung pemuda itu semakin bergejolak setelah melihat paras manis sang wanita. Ia tak menyangka bisa bertemu dengan wanita itu lagi untuk kesekian kalinya.
Pemuda itu mencoba melihat dari kejauhan gerbang rumah wanita itu sekali lagi. Sepucuk surat dari sang pemuda kurir surat benar-benar dibaca wanita itu. Ia melihatnya dengan jelas bahwa Shinta tersenyum bahagia sembari memandang kotak pos—tempat mereka bertatap muka. Seolah-olah wanita itu juga memiliki perasaan yang sama kepadanya.
Tiada angin tiada hujan, air mata mengalir dari paras manis sang pemuda kurir surat.
Meski ia mengirimkan surat cinta kepada wanita itu, baik sekali maupun berkali-kali; sang pemuda kurir surat tersadar akan suatu hal.
Mereka tetaplah tak dapat bersatu. Bagaimanapun itu.
Wanita itu hanyalah seorang manusia. Sementara, pemuda itu hanyalah wujud jiwa yang tak tenang dan hanya bisa mencintai wanita itu dalam sepucuk surat.
[]
Glosarium
☆ Brievenbus: Kotak pos (dalam bahasa Belanda). Brievenbus merupakan kotak pos besar yang ada sejak penjajahan Belanda.
☆ Prangko edisi anggrek yang digunakan sang pemuda kurir merupakan Prangko Republik Indonesia seri Anggrek, keluaran 10 Desember 1980.
1 note
·
View note
Ibu Rumah Tangga (Sebuah Cerita Pendek)
Menikah di usia muda adalah keputusan besar yang pernah kuambil. Beruntung, aku dipertemukan dengan laki-laki yang baik. Aku mengenalnya sejak mengenakan seragam putih biru. Dulu, suamiku adalah kakak kelasku. Usia kami selisih dua tahun.
Waktu itu, sungguh di luar dugaanku, dia mengajakku menikah. Aku pun langsung mengiyakannya. Sebab sebenarnya, aku juga sudah menyukainya sejak lama. Kini, hidup kami bertambah lengkap dengan hadirnya malaikat kecil yang cantik. Ayra, namanya.
Semenjak menikah, aku tinggal berdua dengan suamiku di kota tempat suamiku bekerja. Kami terpisah jauh dari keluarga. Aku pun menjalani kehidupanku sebagai ibu rumah tangga. Suamiku meminta aku untuk fokus mengurus rumah. Tentu saja, sekarang aku juga harus fokus mengurus anak. Karena aku tidak bekerja di luar rumah, otomatis, aku juga seratus persen bergantung ke suami kalau soal uang.
Menjadi ibu rumah tangga ternyata tidak semudah yang kubayangkan. Dulu, aku bahagia sekali saat suamiku memintaku untuk fokus di rumah. Betapa tidak, mengurus rumah sudah seperti "healing" bagiku.
Tapi semua berubah sejak anak kami lahir. Rumah lebih sering berantakan. Aku tidak sempat membersihkannya. Kalaupun dibersihkan, pasti satu menit kemudian lantai sudah penuh lagi dengan mainannya Ayra yang berserakan. Mau kumarahi, tapi dia pasti belum mengerti. Lagipula, usianya belum genap dua tahun.
Ayra seperti prangko, sukanya mengikutiku kemanapun aku pergi. Bahkan jika aku ke kamar mandi pun dia akan ikut, meski aku tidak membawanya masuk ke dalam. Baru ditinggal sebentar sudah menangis. Seringnya dia menangis karena haus, minta disusui. Kalau sudah begitu, semua pekerjaan yang saat itu kulakukan harus seketika kutinggalkan sebentar. Sungguh, aku sudah tidak sebebas dulu. Apalagi, aku mengasuh Ayra tanpa bantuan baby sitter.
Pernah suatu waktu, saat siang bolong aku menangis hebat di kamarku. Saat itu aku terlalu lelah dengan semuanya. Aku capai sekali. Rumah berantakan, anak pun tak bisa ditinggal. Tantrum, tapi tak bisa kutenangkan. Tidak mau digendong atau dipeluk. Aku tidak paham apa yang dia minta. Dia hanya menangis sejadi-jadinya. Ya Tuhan, stress sekali rasanya.
Karena sudah tidak bisa lagi mengendalikan emosiku, aku kemudian berkata padanya dengan nada yang tinggi dan volume suara yang lebih kencang dari biasanya.
"Ayra maunya apaaa siih??!! Mama juga capeeekk!!!" Bentakku.
Bukannya malah diam, Ayra justru tambah menangis tak karuan. Akhirnya, kutinggalkan saja Ayra dengan tangisnya. Tidak kuapa-apakan lagi dia. Tidak lagi kupeluk, tidak juga kutenangkan. Kubiarkan saja dia biar menangis teriak-teriak sepuasnya. Aku menuju kamar dan merebahkan tubuhku yang lelah di kasur. Aku pun menangis. Aku menyesal karena telah membentak anakku yang masih balita. Tapi di sisi lain, sungguh, aku lelah. Tenagaku sudah terkuras habis. Aku lelah secara fisik dan mental.
Tak berapa lama kemudian, aku mendengar tangis Ayra mereda. Aku keluar kamar, dan kulihat dia sedang memainkan salah satu mainannya, meski sambil terisak. Aku lalu menggendongnya, dan membawanya ke kamar. Aku yakin, dia pasti haus setelah menangis sekian lamanya.
Di saat-saat Ayra sedang menyusu, aku biasanya curi-curi waktu untuk membuka media sosial. Karena di saat itulah aku berkesempatan untuk memegang handphone. Aku membuka media sosialku, meski tidak lama. Dari media sosialku, aku bisa tahu kabar teman-temanku. Rasanya, kami sudah sangat asing. Padahal, dulu sewaktu kuliah, kami sangat dekat. Tapi kini, semua sudah punya kehidupan masing-masing.
Aku tidak ingin munafik. Rasa iri kerapkali menyelinap dalam hati saat aku melihat foto teman-temanku yang karirnya sukses. Betapa beruntungnya mereka bisa mengaktualisasikan dirinya di ranah publik. Mereka telah menjadi wanita-wanita yang mandiri. Mereka berdandan, melakukan perawatan, dan menjadi jauh lebih cantik dari saat masih kuliah dulu. Mereka juga memakai baju rapi, dan pasti mereka juga wangi. Tidak seperti aku, yang sehari-hari hanya memakai daster. Memakai lotion untuk badan pun kalau ingat.
Diam-diam, aku merasakan penyesalan dalam hatiku, kenapa aku memilih menjadi ibu rumah tangga. Harusnya, aku bisa menjadi seperti mereka. Bukankah jika aku menjadi wanita karir, nanti hidupku tambah sempurna, sebab secara finansial aku merdeka, tidak lagi bergantung pada suami. Aku merasa teman-temanku beruntung sekali. Mereka tidak riweuh mengurus anak, tidak lelah mengurus rumah.
Tiba-tiba, aku dikagetkan oleh pesan masuk dari seorang teman via WhatsApp. Temanku ini sudah lama menjadi PNS di Jakarta, dan sekarang tinggal di Depok. Suaminya pun PNS di sana, sama seperti dirinya. Bahkan, mereka satu kantor. Mereka telah dikaruniai seorang anak.
Kami kemudian mengobrol via WhatsApp. Saat itu, dia juga mengatakan:
"Beruntung sekali ya kamu menjadi ibu rumah tangga. Bisa banyak menghabiskan waktu dengan anak. Bisa tahu tumbuh kembang anak setiap harinya. Pasti kamu banyak melewati momen-momen "pertama kali"-nya anakmu ya. Saat anakmu bisa mengeluarkan kata untuk pertama kalinya, bisa berjalan untuk pertama kalinya, dan sebagainya. Waah, aku iri sekali padamu. Aku dan suamiku sama-sama bekerja. Karena kami tinggal lumayan jauh dari kantor, kami berangkat pagi-pagi sekali. Jam 05.20 WIB, kami sudah berangkat ke kantor, dan sampai di rumah malam hari. Sampai rumah sudah sangat lelah rasanya. Sebagai ibu, aku merasa tak banyak waktuku yang kuhabiskan dengan anakku. Tak jarang, aku dan suamiku baru sampai di rumah saat anak kami sudah tertidur pulas. Keesokan harinya, saat dia belum bangun, kami harus berangkat lagi untuk bekerja. Begitu terus setiap harinya. Aku bahkan pernah iri dengan mbak yang membantuku, sebab dia punya kesempatan untuk menghabiskan waktu lebih banyak dengan anakku. Untungnya, anakku tidak lupa siapa mamanya. Haha.
Sejujurnya, aku ingin mundur dari pekerjaan ini, tapi karena satu dan lain hal, aku belum bisa. Makanya, aku iri sama kamu. Bersyukurlah, kamu punya banyak waktu sama anakmu. Jangan sia-siakan itu, karena tidak semua ibu bisa merasakannya."
Tak terasa, air mataku meleleh membacanya. Mataku kemudian tertuju pada Ayra, anakku satu-satunya. Kuelus pipinya, kuciumi dia sambil berurai air mata. Aku menyesal karena tidak bisa bersikap sabar pada tingkahnya.
Aku pun berkata lirih pada anakku,"Ayra sayang, maafkan mama ya nak. Mama janji akan belajar lebih sabar lagi saat Ayra rewel. Mama akan belajar lagi untuk memahami maunya Ayra. Maafkan mama ya nak."
Kucium lagi dahi anakku yang sudah tertidur pulas itu. Dan aku bersyukur dalam hati, sebab aku dianugerahi kesempatan oleh Tuhan yang tidak semua ibu bisa merasakannya, seperti kata temanku.
Semoga aku bisa menjadi ibu yang lebih baik untuk Ayra, putri kecilku nan cantik. Sekarang, aku jadi bersyukur telah menjadi ibu rumah tangga. Sebuah keputusan yang semoga nanti tak akan pernah kusesali lagi.
1 note
·
View note
BLOG ENTRY #5: ONE ACT PLAY
Ang Tatay written by: Mighty Lord
Plot:
Na frame up ang kanyang tatay at nakulong sa kulungan, hindi alam ni Samuel na iniwan siya ng kanyang asawa. Akala ng asawa niya ay ginawa talaga ni Samuel yun, kaya umalis at hanggang sa nakahanap ng bagong pamilya ang asawa niya.
Setting: Jail, sa bilangguan kung saan dinalaw ni Junior ang kanyang tatay para kausapin. Intramuros, kung saan nagkita ang mag-ina
Characters:
Junior- Main protagonist, anak ni Samuel at Ann, si Samuel ay mabait at matulungin na anak
Samuel a.k.a tatay- Tatay ni Samuel na mapagmahal, masipag at masigasig sa trabaho.
Ann a.k.a nanay- Nanay ni Junior, iresponsableng ina.
Nene- Nakababatang kapatid na babae ni Junior
Zen- Nakababatang kapatid na lalaki ni Junior
Mr. Gutierrez- Amo ni Samuel, matipuno at prangko
Mrs. Gutierrez- Mabait at mahinhing amo ni Samuel.
Roberto- Ingit at sakim na tao
Si Samuel ay Isang Driver ng Isang mayamang pamilya, nagtatrabaho siya sa pamilyang Gutierrez. Mabait ito sakanila at napalapit na ang loob nito.
Mr. Gutierrez: Pumunta tayo ng opisina (sumakay dito at nagpatuloy ang pagbabasa.)
Samuel: opo sir. (Sinimulan ng paganahin ang sasakyan)
(Ganoon ang trabaho ni Samuel ang ipagmaneho ang kanyang amo.)
Samuel: Andito na po tayo sir. (Pinagbuksan nito ang kanyang amo at umalis dahil tumawag si Ms. Gutierrez para mag pasundo.)
Samuel: Ms. Gutierrez, (nilingon siya nito at pinagbuksan ng pintuan ni Samuel ang kanyang amo.)
Ms. Gutierrez: pasensya na at napatagal ang paghihintay mo Samuel, napasarap kasi ang kwentuhan ko sa batchmate ko nung college
Samuel: Wala po iyon ma'am eto po ang trabaho ko.
Ms. Gutierrez: (nakangiting pinagmamasdan nito ang mga pinamili Niya)
Samuel: Mukhang nag enjoy po kayong mamili ma'am ah
Ms. Gutierrez: Oo ngayon nalang ulit nakalabas eh, tingnan mo Samuel, bagay ba sa akin ito? (Isang kwintas na gold)
Samuel: Abay Opo ma'am! Apaka ganda po, balak ko pong bilhan ang asawa ko ng ganyan kapag nag kasweldo.
Ms. Gutierrez: mahal na mahal mo talaga ang pamilya mo 'no?
Samuel: Talaga po dahil para sa kanila po itong ginagawa ko nagsusumikap. (Nakangiti ito habang nagsasalita)
Ginabi na sila ng uwi, dahil medyo malayo layo ang napuntahan nila.
Samuel: Andito na po tayo ma'am. (Pinagbuksan niya ng pintuan at sinalubong sila ni Mr. Gutierrez.)
Mr. Gutierrez: Salamat at naihatid mo ang aking asawa ng ligtas
Samuel: Tungkulin ko po ito sir, at walang anuman.
Mr. Gutierrez: Dahil sa iyong pagsusumikap Samuel, tataasan ko ang sweldo mo.
Samuel: talaga po ba sir?
Maraming salamat po! (Tuwang tuwa na pinapasalamatan ang amo nito)
Ms. Gutierrez: Deserve mo yan Samuel, dahil sa pagsusumikap mo
Mr. Gutierrez: natutuwa ako sayo dahil ikaw ay masipag, deserve mo Yan.
Samuel: maraming salamat po talaga sir, ma'am! Mas gagalingan at nagsusumikap pa po ako.
Mr. Gutierrez: o siya, mag pahinga ka na Samuel. (Pinapunta nito si Samuel sa tinutulugan nito, sa Guard house.)
Narinig Ito ni Roberto at hindi matanggap na mas mataas ang sweldo nito sakanya, samantalang mas matagal siya Kay Samuel at nag susumikap din.
Roberto: Hindi pwede, hindi maari ito! (Nakaisip siya ng paraan para sirain ang tiwala ni Mr. Gutierrez Kay Samuel.)
Roberto: Hello po sir, Sigurado na po kayong tataasan niyo ang sweldo ni Samuel?
Mr. Gutierrez: (Nagtataka ito sa tanong ni Samuel)
Oo naman, dahil masipag at masayahin ito.
Roberto: ahh nabalitaan ko po kasing sa dati amo niya ay may masama po siyang ginawa sa amo Niya.
Mr. Gutierrez: Isa lang yang haka-haka mabait si Samuel at hindi Niya kayang gawin Yun sa amin, may tiwala ako sa kanya. Mag pahinga ka na rin.
Roberto: (nag igting ang panga) tingnan lang natin kung magtitiwala pa sa kanya si Mr. Gutierrez sa gagawin ko.
(Habang malalim ang gabi, pumunta ito sa silid ng kanyang amo at pumunta sa closet ng asawa nito. Kumuha siya ng mga alahas accessories na mamahalin.)
Roberto: Sisirain ko ang tiwala nila sayo Samuel (pabulong na sinabi sa kanyang sarili)
(Pumunta siya sa kwarto ni Samuel at itinago ang mga kinuha Niya Kay Ms. Gutierrez para mapagbintangan ito. Sinugurado niya ding idedelete ang record sa cctv para hindi malamang si Roberto ang may pakana.
Roberto: Sleepwell Samuel, mapapalayas ka na dito.
Kinaumagahan, maagang nagising si Ms. Gutierrez para mag ayos. Napansin Niya na nawawala ang mga mamahaling alahas at accessories nito.
Ms. Gutierrez: Hon nawawala ang mga alahas ko!
Mr. Gutierrez: baka nahulog o saan mo lang nalagay.
Ms. Gutierrez: Kabibili ko lang nun kahapon hon. Tawagin mo ang mga kasama natin sa bahay at kausapin.
(Lahat ng mga tao sa bahay nung araw na iyon ay kinausap ni Mr. Gutierrez at masinsinang kausap sa sala na tungkol sa mga nawawalang alahas ng kanyang asawa, ngunit pinanguhan na agad ni roberto ang kanyang amo bago mag salita.
Roberto: Mr. Gutierrez sa pagkakaalam ko mga 2am ng gabi ay umalis sa guard house si Samuel para umihi, di po kaya nasakanya ang mga alahas?
Samuel: bakit ko naman gagawin yun! Atsaka mahimbing ang tulog ko kagabi baka namamalikmata ka lang
Roberto: Hindi ako namamalikmata, kung gusto mo tignan natin sa silid mo kung nandun ba ang mga alahas
Mr. Gutierrez: Mabuti panga, isa isahin ang mga silid ng malaman kung nasaan ba ang mga bagong alahas ng aking misis
(Inunang puntahan ni Mr. Gutierrez ang silid ni Roberto at wala siyang nakitang kahit na anong kahina hinalang gamit na pag mamayari ng kanyang asawa.
Roberto: Sabi ko naman sayo Sir wala sakin yun matagal mo na akong guard ngayon ka pa sakin nagdududa
Roberto: Bakit hindi natin tingnan ang silid ni Samuel
(Laking gulat ni Mr. Gutierrez ng makita nila ito sa ilalim ng higaan ni samuel, galit nitong kinompronta sa samuel.)
Mr. Gutierrez: Totoo ba lahat ng nakita ko, ikaw ang nag tangang nakawin ang alahas ng aking asawa?
Samuel: Sir, kahit kailan hindi ko magagawa sa inyo yan
Ms. Gutierrez: Pagkatapos namin taasan ang sweldo mo ito ang isusukli mo sa ka baitang ipina kita namin sa iyo!
Roberto: Sabi ko na sir, Masama talaga ako kutob ko sa Samuel na yan
Mr. Gutierrez: Naka tawag na ako ng pulis, papunta na sila ngayon dito upang mag imbestiga!
Mr. Gutierrez: Roberto, salamat sa pagiging tapat mo ng dahil dyan gagawin kong triple ang sahod mo at malaya kang dalhin dito ang pamilya mo sa aming bahay para magbakasyon dahil nakuha mo ang buong tiwala ko.
Mr. Gutierrez: Habang ikaw Samuel, hinding hindi ko ito makakalimutan sisiguraduhin kong pag babayaran mo ito sa kulungan
(Dahil sa mga pangyayaring iyon ay na bago ang buhay ni Samuel at naiwan niya ang pamilya niya sa labas ng kulungan, haabang siya ay nasa kulungan nanatiling masamang bangungot pa rin sa kanya ang bawat pangyayari.
…
Scene: (Jail)
Junior: ganun pala tay ang nangyari (bakas sa mukha ang lungkot)
Junior: pero tay! Alam kung hindi mo magagawa yun, kaya naman bakit ngayon mo lang ito nasabi tay?!
Samuel: pasensya na anak, natatakot ako na baka mas lalo pang lumalala ang sitwasyon at madamay kayo.
Samuel: pasensya na kung duwag mag iyong tatay hehe (pabirong sabi)
Samuel: anak kamusta ka? Asaan ang iyong nanay?
(Nakangiti at tilang sabik na sabik makita ang kanyang anak at asawa)
Junior: (Napawi ang ngiti) tay busy si nanay kaya hindi nakakadalaw dito.
Samuel: ganoon ba anak? Kamusta mo nalang ako sa inay mo at sabihing miss na miss ko na siya (Nadismaya at may halong lungkot)
Junior: (tumango) opo itay, wag po kayong mag alala ipapakamusta ko po kayo. Tara at kumain na po muna kayo, ipinagluto ko po kayo ng paborito nyong ulam.
(Naupo sila at tinikman ng kanyang tatay ang luto nito)
Samuel: na miss ko ito anak at napakasarap, mukhang mapaparami ako ng kain. Salamat anak.
Junior Tay Alam kong na miss mo iyan kaya ipinagluto kita. (Pinagmasdan ng mabuti ang kanyang tatay)
Junior: Tay, kumain ka ng kumain ah? Magpalakas ka at para makalaya
Samuel: Oo naman anak, sabik na akong makita ang nanay mo at ng magkasama Sama tayo.
Junior, sige po itay, tutulong po akong mag imbestiga at para makalaya ka na po.
Samuel: anak mag ingat ka lagi ah? (Nag Aalala at nalulungkot dahil sa nangyari?
Junior: opo lagi naman po.
Pulis: Tapos na ang Oras ng pag bisita, makakauwi ka na iho.
Junior: tay babalik po ako ulit (niyakap nito ang kanyang ama at naluluha) Pinili ni Junior na hindi sabihin ang totoo. sa kanyang tatay, dahil masasaktan lamang ito.
…
(Paglabas ng bilangguan)
Junior: Nay sagutin mo ang tawag ko (dinadial ang kanyang nanay)
Nanay: Nak, Ikaw ba yan?!
Junior: Opo nay, kakatapos ko lang dalawin si tatay.
Junior: Nay alam mo ba si Tatay tuwang tuwa at sabik na sabik na tayong makita
Junior: kaya naman nay mag iingat ka dyan sa abroad ah
Junior: alam mo kasi hindi ko sinabi kay itay na nag abroad ka at matagal ka ng di bumabalik kaya naman siguradong lagot ako dun hehehe
Nanay: Anak pinag usapan na natin ito hindi ba?
Nanay: ayoko ko ng pag usapan ang tatay mo hangga't maaari.
Junior: Nay ikaw naman
Nagtatampo ka pa rin ba sa ginawa ni tatay?
Nanay: Junior! (Pasigaw na sagot sa telepono)
Junior: Nay! Alam naman natin na hindi si tatay ang gumawa nun diba?!
Kaya naman bakit galit na galit ka nanaman sa tuwing pinag uusapan natin siya!
Junior: Hindi ka naman dati ganito ah?!
Nanay: Junior alam mo ba,
Simula ng nakilala ko ang tatay mo puro hirap nalang ang nadarasan ko
Junior: Nay? (Mahinhing sabi ni junior na may bakas na pag aalinlangan sa susunod na sasabihin)
Junior: Tch!
Nanay: alam kung masigasig at masipag si Samuel anak, pero tignan mo tayo ngayon?!
Nanay: Simula ng nakulong ang tatay mo mas lalong dumoble ang hirap na nadarasan ko.
Junior: kaya ba yan ang rason kung bakit mo kami iniwan?!
Junior: Nay sinabi ko na andito ako nandito ako!
Nanay: Junior! (Galit at pasigaw na sabi)
(Hanggang biglang may narinig na iyak ng isang sanggol)
Junior: Nay sino po yun? Sangol?
(Agad na narinig ni junior ang iyak ng sanggol at bigla nalang natulala ng kaunti)
Nanay: Sangol? Ahhh hahaha muka yatang gutom ka na anak, kung ano ano na naririnig mo
Nanay: Siya nga pala kamusta ang mga kapatid mo?
(Agad na iniwasan ni Ann ang usapan at sinubukang tanungin si Junior.)
Nanay: Nakakain ba kayo ng maayos, Kulang ba yung pinapadala kong pera
Junior: Oo nay nakakain kami ng maayos, salamat nay
Nanay: Nak ano kasi ang totoo (pag aalinlangan bumulong sa telepono)
Junior: Nay bakit?
Nanay: Ahh anak
Ano kasi pwede ba tayo mag kita bukas ng umaga
Junior: Nay! Syempre naman nay matagal na tayong hindi nag kita sigurado akong matutuwa ng mga kapatid ko nyan
Junior: Ang tagal mo na kayang hindi umuwi
Junior: Sa wakas nayy...
Nanay: kung maaari sana ikaw lang maisa at hindi na kasama ng mga kapatid mo
Junior: Ehh? Nay anong ibigsabihin mo?
Nay para namang..
Nanay: Bukas duon sa tapat ng lagi natin kinakainan nung hindi pa nakakulong ang tatay mo
Junior: Nay kung magsalita ka parang hindi mo naman mahal si tatay hehehe
Junior: Siya nga pala duon pa rin ba sa tapat ng kinakain natin sa Intramuros?
Nanay: Oo (Mahinhing na sabi)
Junior: Ikaw talaga nay lagi mo talagang sobrang lamig lalo na kay tatay
Nanay: Pasensya na talaga nak
(Malungkot na sabi ng nanay habang umiiyak ng bahagya)
Junior: Nay naman bakit ka umiiyak ( bahagyang sabi ni junior habang may pumatak na luha sa kanang mata)
Junior: Ang tagal na rin kasi natin hindi ang kita halata naman na ganito talaga ang mangyayari
Junior: Paano pa kaya kung nagkita na tayo ng personal (Halakhak na sabi ni Junior)
Habang humahagulgul sa iyak ang kanyang nanay at lumipas na ang oras.
…
Scene
(Intamurus)
Pagkatapos ng 4 na taon ay sawakas ay nag kita na rin ang mag-ina
Junior: Nay! (Humahagulgol mabilis na niyakap ang nanay)
Nanay: Ang laki mo na anak hindi kita agad nakilala pasensya na (sagot habang magkayakap ang mag ina)
Junior: Nay ang tagal ninyong hindi umuwi bakit ngayon ka lang
Junior: Alam mo ba nay sila Nene at Zen naka graduate na rin ng junior high school
Junior: with honour pa nga (bidang pahayag ni Junior)
Nanay: (Kumagat sa labi
(habang may halong konsensya ng naramdaman)
Nanay: Anak pagpasensyahan na ang nanay ah
Nanay: Sorry sa lahat lahat ng kasalanang nagawa ko
Junior: Nay
Junior: Siya nga pala, tayo at kumain na nay
Abay pinag titinginan na tayo dito ng mga tao
(Nahihiyang pabulong sa kanyang nanay)
Nanay: Mabuti pa nga tara na
(Habang kumakain at masayang nagkukwentuhan ang mag ina ay bakas sa mukha ni Junior ang pangungulila nito sa kanyang ina kaya naman tinanong niya ito)
Junior: Nay matanong ko lang bakit hindi mo po ako pinayagang isama sila Nene at Zen?
Nanay: Anak mabuti pa at mas maigi kung sasabihin ko na ang totoo sayo.
Nanay: Hindi ko na mahal ang tatay kaya plano ko na siyang hiwalayan.
Junior: (Nagulat sa sinabi ng kanyang nanay)
Aba nay bakit?
Nanay: (Tahimik at walang kibo)
Junior: Hindi magagawa ni tatay yun nay!
Nanay: Alam ko nak, mabait at tapat ang tatay
Nanay: Hinding hindi niya magagawang mag nakaw
Junior: Kung ganun nay bakit?
Nanay: Pero anak nanlamig na ang relasyon namin dati pa
Nanay: Bago pa siya nakulong.
Junior: Hahaha nay may sira ka na talaga sa ulo
Junior: Nung nakita kitang may kalaguyong lalaki dati sabay
Sabi mo ginagawa mo lang yun para sa pera?
Junior: Para may mapakain ka samin, may pang tustus sa pang araw araw, dahil ba nakulong si tatay?
Junior: Labag sa loob ko yun nay, pero tinanggap ko
Junior: Ang sakit sa damdamin na nakita mong may ibang lalaki ang nanay mo sa harap harapan pa mismo!
Nanay: Junior hindi mo alam ang lahat napakabata mo pa!
Nanay: ako ang nagpalaki sayo tapos ganyan ang igaganti mo? Ginagawa ko yun para sa inyo!
Junior: Bago pa ba makulong si tatay ay may lalaki ka na talaga sa una palang?! Tama ba nay?
(Nag igting ang panga ni Ann at napunto ni Junior ang ang sekreto)
Junior: Nay alam mo ba ang paghihirap din ni tatay lagi siyang puyat nag mamaneho para madaraos ang buhay natin!
Junior: Maliban kay tatay sino pa bang lalaki ang minahal mo nay! (sigaw at sabi ni junior habang nanlilisik ang mga mata)
Junior: Dahil kahit ako walang magawa
Pakiramdam ko napakaliit ko ni wala man akong magawa para maitulong
Junior: Hindi ko maintindihan ang maramdaman ko ng panahon na iyon, nandidiri ba, nanlulumo, parang unti unti winawasak kinakain ang dib dib ko nun nay napakasikip ng pakiramdam ko na iyon
Nanay: Junior! Tumahimik ka na (sinampal, aray)
Nanay: Hindi mo alam ang naranasan ko nung kasama ko si Samuel
Nanay: lasenggo at maraming bisyo ang tatay mo!
Nanay: napaka hirap ng buhay ko nung kasama ko siya, (Hila at hawak ang kwelyo at harapang sinabi) nananakit at inaabuso ako ng tatay mo Junior!
Nanay: Nag tino lang yan simula nung pinanganak ka namin!
(Hagulgol na iyak ng kanyang nanay habang ang ilan sa mga tao ay nag titinginan at nakarinig sa pinag uusapan ng mag-ina)
Junior: Inay! (Labis na pinasisihan ang sinabi)
Nanay: Ang totoo niyan anak hindi ako ang abroad, nag live in kami ng dati kung kabit at ngayon mayroon na akong mga anak
Nanay: masaya na ngayon ang nanay mo, sana maintindihan mo (ngiting sabi ni Ann at sabay abot ng malaking pera)
Junior: Nay ano ito bakit anong ibig sabihin ng lahat ng ito nay! (Nanlalamig at nanghihina ang tuhod)
Nanay: Lag paseneyahan na ang nanay na iresponsable ahh, gamitin mo itong pera na ito para sa pag aaral ng mga kapatid mo
Nanay: Malaking halaga din ito para masuportahan ang tustusin mo pag nag putuloy ka na rin ng kolehiyo. Anak alam kung masakit ito pero siguro ito na ang huli nating pagkikita.
Junior: (Humagulgol ng malakas) nay! Pasensya na pakiusap wag mo kaming iwan! (Pumilit na sabi at hila sa damit ni Ann)
Nanay: Isipin mo nalang wala na ang iyong nanay.
(Simula nuon at makalipas ang ilang buwan ay pinilit ni Junior na kalimutan ang bangungot na nangyaring iyon at ipinagpatuloy ang pabubuhay nito kasama ang mga kapatid ng isang araw)
…
Samuel: Tao po!
Tinitigan ni Junior ng mabuti ang lalaki nanlaki ang kanyang mga mata sa tuwa dahil ang lalaki na iyon ay kanyang tatay na kakalaya mula sa anim na taon na pagkakakulong.
Junior: Itay?
Samuel: Anak ikaw na pala yan di kita nakilala!
Nakangiting niyakap ni Junior ang kanyang tatay sa tuwa at pinatuloy niya ito sa kanyang bahay.
Junior: Masaya ako at nakabalik kana Itay!
Nakangiting sabi ni Junior.
Junior: Kala ko sa lunes kapa makakalaya?
Samuel: Maaga na ako pinauwi nak na pirmahan na ng warden yung release paper ko may dala ako ditong lechon sabay na tayong kumain.
(Sila ay kumakain habang nagkwekwentuhan at nagtatawanan nang biglang magtanong si Samuel kay Junior.)
Samuel: Yung nanay mo nasaan na siya? gabing gabi na ah.
(Kinabahan bigla si Junior.)
Junior: Tay wag kang magugulat pero wala na si Nanay nasa ibang bansa na siya at may bago na siyang pamilya.
Nagulat si Samuel sa sinabi ni Junior dahil ang laging kwento ni Junior ay kasama niya lagi ang kanyang Nanay at inaantay nila si Samuel na makalaya.
Samuel: Kailan pa?!
Pagtaas ng boses ni Samuel.
Junior: Simula nung nakulong ka nakahanap na si nanay ng ibang lalaki patawad tay dahil tinago ko ang katotohanan sayo, meron naman diyang ibang babae tay na mamahalin ka.
Samuel: Pero mahal ko parin ang nanay mo nak nung nasa kulungan ako siya ang lagi kong iniisip!
Hinubad ni Samuel ang kanyang damit at pinakita niya kay Junior ang kanyang mga tatoo na nakalagay ang pangalan ng kanyang nanay.
Junior: Tay hindi na natin maibabalik ang nakaraan may iba ng mahal si nanay!
Pero di parin matanggap ni Samuel na hindi niya na makakasama ang kanyang mahal.
Samuel: Bakit hindi mo agad sinabi na may iba na palang mahal ang Nanay mo!
Junior: Hindi ko nasabi tay dahil natatakot ako na masaktan ang damdamin mo tay pag nalaman mo na may iba nang mahal si Nanay!
Samuel: Pero nagsinungaling ka parin sakin! Ang lagi mong kwento nung nasa kulungan pa ako ay nandito lang ang Nanay mo nag tratrabaho at hinihintay na makalaya ako!
Hindi sinasadyang nasuntok ni Samuel si Junior sa galit.
Nabigla si Junior sa ginawa ng kanyang tatay at napaluha.
Habang si Samuel naman ay hindi makapaniwala na nasaktan niya ang kanyang anak.
Mabilis tumakbo si Junior palabas ng gate.
Samuel: Anak saan ka pupunta?!
Pinaghahanap ni Samuel ang kanyang anak sa labas ng kanilang bahay at nakita niya si Junior na umiiyak na nakaupo sa hand rail ng overpass.
Junior: Wag kang lalapit kung hindi tatalon ako!
Samuel: Anak patawad hindi ko sinasadya na saktan ka.
Junior: Kala ko sa paglaya mo itay matatanggap mo na may mahal ng iba si nanay pero mali ako.
Samuel: Anak parang awa mona bumaba ka dyan!
Junior: Itay hindi ko na kaya lahat nalang ng hirap ay napunta na sakin
Junior: Simula sa pag aalaga kila Nene at pagtratrabaho, tumigil na din ako sa pagaaral para lang masubaybaysan sila
Junior: Tapos.. tapos (sa pag iyak nito l
Aakmang tatalon si Junior at mabilis na hinawakan ni Samuel ang kanyang anak pero si Samuel ang nahulog sa overpass.
Junior: Itay!
Mabilis na bumaba si Junior sa overpass.
Junior: Itay wag mo akong iwan! Itay!
(Sigaw ni Junior habang hawak hawak ang bangkay ng kanyang tatay.)
…
(Paglipas ng ilang araw ay dumalaw si Ann ang nanay ni junior, labis ang lungkot at pag sisi nito ng masulyapan ang mukha ng kanyang panganay na si Junior.)
(Buhay ngunit walang buhay ang mata, bakas ang labis na paghihirap sa mukha, sa huli ay nag sisi si Ann sa kanyang ginawa at hindi na tumuloy sa burol ng kanyang dating asawa.)
(Subalit alam nating nasa huli ang pagsisisi ay nagawa na lahat ni Ann ang lahat ng pagkakamali ng hindi na maibabalik at dadalhin niya ang konsensya ng iyong pang habang buhay.)
Nasa huli ang pagsisisi. Pero alam naman nating lahat na sa salita lang yan, at hindi sa gawa.
-The end
0 notes