Tumgik
#sejatinya
kurniawangunadi · 27 days
Text
Memaknai Keputusanmu di Antara Pilihan
Orang lain hanya akan melihat keputusan yang kamu ambil, mereka tidak akan pernah melihat pilihan-pilihan yang kamu miliki.
Sehingga, ketika kita hanya dinilai dari keputusan kita, jangan berkecil hati. Sejatinya mereka tidak pernah tahu struggling-nya kita terhadap pilihan-pilihan yang ada saat itu. Dan keputusan kita saat itu adalah keputusan terbaik dari semua pilihan yang kita miliki.
Mari kita lihat dengan hati yang lebih lapang pada setiap pilihan yang kita miliki. Sebab, dalam hidup ini kita tidak perlu menjelaskan kepada semua orang tentang pilihan yang kita ambil.
Meski dinilai tidak menguntungkan, memilih yang tak pasti, memilih yang sulit, memilih yang nggak ada uangnya, dsb.
Selama kamu yakin sama pilihanmu dan mau sama risikonya. Ambil dan jalanilah, kemudian tutup telinga.
Pada akhirnya, kita perlu percaya kepada Allah bahwa keputusan yang kita ambil lahir dari ilham yang diberikan-Nya. Ada hal-hal yang tidak kita tahu soal masa depan, rasanya mungkin khawatir dan menakutkan. Tapi percayalah, jarak antara kita dengan banyak kebaikan di depan, kadang hanya di masalah keberanian buat mengambil keputusan. (c)kurniawangunadi
489 notes · View notes
aydhana · 22 days
Text
Qadarullah era
"Mi, kira² Allah ada tuliskan takdir menikah ga ya didalam takdir hidup yang sudah Allah catatatkan untuk mba?"
Pertanyaan itu rasanya menjadi puncak dari lemahnya iman yang sedang diuji pada rukun mengimani takdir yang telah Allah tetapkan.
Ya, pada kenyataannya memang bab mengimani takdir menjadi bab yang panjang untuk dipahami secara teori apalagi dalam menjalankannya.
Di dalam kajian keislaman yang atas Rahmat Allah di karuniakan untuk dipelajari, selain bab mengimani rukun yang lainnya, bab rukun mengimani takdir berulang kali berhasil mengoreksi diri. Tentang aplikasi yang tak akan pernah semudah itu untuk dijalani, namun kebaikan Allah sejatinya selalu merahmati bagi hamba²Nya yang memohon dan Ia karuniai.
Bab ini menjadi bab dengan perjalanan pengamalan yang dirasa tiada henti perlu diperhatikan. Tentang sebisik desir hati yang bisa bisanya mengelabui setiap takdir yang pastinya Allah pilih baik untuk kita lalui.
Pun pada titik dikehidupan saat ini, bahkan naasnya aku sampai menyampaikan kelemahan iman itu pada manusia. Ya, tentang menanyakan takdir Allah yang sampai saat ini seharusnya kokoh untuk aku imani. Untuk setiap rezeki yang telah Allah tetapkan 50.000 tahun sebelum penciptaan. Untuk setiap detik yang bahkan daun jatuh pun tercatat lengkap detik jatuhnya. Untuk setiap tetes air laut yang mengalir jauhnya. Maka untuk ku, yang Allah pilih untuk menjadi hambaNya, sungguh tiada akan ada pernah meleset sedikitpun takdir baik untuk aku jalani dikehidupan yang telah Allah tetapkan ini.
Maka sungguh hati yang mudah bergejolak ini amat membutuhkan Tuhannya. Sebab tak sedikit hatinya bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya tak perlu lagi ditanya, hanya perlu mengundang keridhoanNya agar dapat kokoh melalui semua.
Lagi pula, setiap takdir yang mengantar kita hingga saat ini merupakan ketetapan terbaik yang tertakar tepat untuk kita, bukan untuk yang lainnya, atau sebagaimana ukuran manusia lainnya.
Hehehe lagipula jika memang ketetapan takdir menikah tidak di dunia, mungkin takdir paling baiknya adalah menjadi bidadari di surga Nya. Jika memang ketetapan menjadi seorang ibu tidak di dunia, mungkin takdir baiknya adalah menjadi ibunda para syuhada di surga Nya. Aamiin. Hehehe
Qadarullah
Semoga Allah senantiasa karuniakan hati yang ridho atas setiap ketetapan yang ditetapkan untukku—
"Hatiku tenang karena mengetahui bahwa apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku, dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku."
—kata sayyidina Umar bin Khatab ra.
Welcome to "Qadarullah" era versi mba mba 25+, hehe—
176 notes · View notes
nonaabuabu · 12 days
Text
Dewasa Menjadi Diam
Semakin dewasa semakin susah mengakui rasa lelah dalam diri, sebab tahu tak ada yang peduli sedang hidup terus berlanjut. Bukan salah mereka, toh kita kerap secara kolektif berpikir bahwa orang dewasa mampu menyelesaikan masalahnya.
Kurasa benar, tapi sepertinya kita turut mengesampingkan bagaimana proses menyelesaikan itu. Perasaan apa yang bergumul di hati mereka, ketakutan macam apa yang mereka lihat, dan banyak hal yang sejatinya tak jauh beda dengan perasaan-perasaan saat kita masih bertumbuh dan diwajarkan untuk meluapkan semua kekhawatiran.
Pada akhirnya kita terbiasa memendam, hingga kadang tak mengenali mana yang patut dipendam mana yang harus dikeluarkan.
Suatu kali saat mencoba untuk jujur dengan apa yang kita pikirkan dan dirasakan, kita dituding menjadi manusia tak berdaya dan tak mampu mengendalikan hidup sendiri. Hidup dalam emosi dan perasaan. Lain kali kita memilih diam, kita dianggap tak mampu menyampaikan pendapat dan tak punya pendirian.
Orang-orang di sekitar selalu saja punya celah untuk membuat kita tersudut, jatuh dan tersingkir. Sengaja atau tidak sengaja, mungkin memang pada dasarnya manusia di desain untuk saling melihat kesalahan manusia lain. Sedangkan untuk melihat kebaikan kita membutuhkan ekstra pengetahuan yang mudah didapatkan namun lebih mudah dilupakan dan diabaikan.
Sayangnya tulisan ini pun akan berakhir di titik, tak ada yang bisa kita lakukan dengan itu. Kita hanya kembali kepada nasehat lama, berbaliklah dari mereka, lanjutkan hidupmu seberapa sia-sia pun ia. Kau sudah terlalu hanya untuk sekedar berdebat tentang salah dan benar. Bukankah kebenaran juga terkadang tak membawa kau pada ketenangan?
Sekali lagi, menjadi dewasa berakhir menjadi kita yang diam tak peduli apa yang kita rasakan.
161 notes · View notes
rubahlicik · 1 month
Text
Hidup tuh cuma bentar, sedangkan akhirat selamanya. Dan selamanya tuh lama banget. Alih alih ikut tren YOLO, sebaiknya kita mikir realistis.
Dengan waktu hidup yang cuma bentar, bisa kebawa bekal apa aja? Sejatinya kita ini lagi berpacu dengan waktu. Dikejar kematian. Bisa malam ini, bisa besok.
Allah tuh beneran Maha Tahu. Tahu banget hambanya banyak yang minimalis, less efforts dalam ngumpulin perbekalan. Makanya dikasih masalah ini itu. Dikasih sedih ini, baper itu, dikasih lapar. Dibuat akrab sama anxiety sama problematika hidup.
Mungkin supaya hambanya dapat ekstra pahala dari sabar ketika amal baiknya pas pasan.
Merenungi hal ini, rasa rasanya hidup tuh emang harus punya kesulitan...
.
.
Meskipun gitu, tolong jangan susah susah amat Tuhan :(
149 notes · View notes
andromedanisa · 16 days
Text
bila bumi terasa sempit bagimu padahal sejatinya ia begitu luas, cobalah untuk keluar dan angkatlah kepalamu menghadap langit.
lihatlah, apakah engkau lupa bahwa Allaah yang mampu mengangkat langit setinggi itu dapat menghilangkan deritamu, sesaknya dadamu sebesar apapun yang kau rasa?
wahai diri lihatlah lekat-lekat dalam dirimu. melembutlah dan menunduklah, sayang. itulah mengapa kita tidak boleh berputus asa, seberat apapun hidupmu saat ini. kumohon jangan menyerah. bertahanlah satu hari saja, dan terus begitu.
132 notes · View notes
kayuhansepeda · 3 months
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Yang hilang kan arahnya, bukan kamu :)
“Perasaan hilang arah adalah saat kamu merasa bingung, bukan?” Ini sebuah pertanyaan sekaligus pernyataan.
Aku tersentuh mendapati pesan cintaNya yang tersirat dalam Q.S Luqman ayat 31, yang juga mengajarkanku, bahwa kita sebagai manusia diibaratkan kapal yang sedang berlayar dalam lautan kehidupan.
Allah berfirman bahwa kapal yang berlayar di laut adalah salah satu dari banyak nikmat yang diberikan-Nya kepada manusia. Tanpa izin dan kekuasaan-Nya, kapal tidak akan bisa berlayar dengan aman.
Kita sering berpikir bahwa arah angin yang mengarahkan kapal, namun sejatinya, Allah-lah yang mengarahkan kapal tersebut.
Jadi, tidak apa jika merasa hilang arah; yang penting, kamu tidak kehilangan diri sendiri. Karena identitas dan nilai seseorang tetap utuh, meskipun kita mungkin merasa tidak tahu jalan mana yang harus ditempuh.
Jika dirasa ombak terlalu kencang dan membuatmu kehilangan arah, tenanglah, nikmati pemandangan lautan yang luas itu. Sebab Allah tak memberi kita sisa-sisa rahmatNya.
If Allah want it to be, it will be.
Ruang semesta, 16624.
297 notes · View notes
Text
Adakalanya satu titik dalam hidupmu, tersembunyi merupakan sebuah ketenangan. Ada kalanya, kita merasa tak apa ketika orang-orang tidak mengetahui aktifitas kita; pencapaian kita; dan segala hal tentang kita. Bagiku ini kedamaian. Tak lagi senang dipandang, tak lagi sedih diacuhkan.
Rasanya melegakan. Diri tak lagi menebarkan apapun. Cukup orang-orang terdekat yang melihat, diluaran tak apa, sebab mereka melihatpun terkadang tidak memberi keuntungan apapun.
Semoga istiqamah hati ini menerima. Sejatinya memang tak semua harus diumbar dan dijadikan ajang berlomba. Tak mengapa. Tak mengapa.
254 notes · View notes
terusberanjak · 4 months
Text
Menggerutu, menyalahkan keadaan, bertanya-tanya kenapa hidup begini, Hai daripada begitu kenapa tak coba lihat juga sisi positif lainnya? Masih bisa bangun tidur, masih bisa solat, masih bisa bertemu dengan keluarga dan teman-teman, masih bisa bersenda gurau. Hal-hal baik itu masih ada, kan? Masih terasa, kan?
Katakan pada dirimu setiap manusia punya episode bahagia dan ujiannya masing-masing. Bukankah sejatinya semuanya ujian? Mau itu senang atau sedih? Perankan dengan baik posisimu saat ini. Semua yang sedang terjadi akan lewat begitu saja asal tak pernah lepas bergantung dan berprasangka baik kepada Allah. Percayalah.
@terusberanjak
137 notes · View notes
creativemuslim · 1 year
Text
Begitu lucunya ya kita—manusia. Seringkali disibukkan dengan isi kepalanya sendiri, sibuk menggeledah kemungkinan-kemungkinan pada hal-hal yang sebenarnya belum pasti terjadi.
Pikiran kita terbang ke sana kemari, menggumamkan gumaman "kalau nanti" yang seakan-akan skenario itu pasti akan dialami. Padahal yang dipikirkan itu pun belum sama sekali terjadi. Aneh sekali.
Lalu kita kesal, marah, bingung, lelah hanya karena membayangkan hasil fantasi skenario pikiran yang kita buat-buat. Lucu. Mau sampai kapan sebenarnya kita, membiarkan pikiran kita disibukkan oleh kekhawatiran?
Mau sampai kapan sebenanya kita, membiarkan pikiran kita diramaikan oleh ketakutan?
Mau sampai kapan sebenarnya kita, membiarkan pikiran kita dijejali oleh rasa keputus asaan?
Dan mau sampai kapan sebenarnya kita, melupakan Allah yang dengan kemahaanNya mudah sekali memberikan ketenangan? Mengatur kepastian. Memberikan jawaban.
Sibuk sekali ya kita menyusahkan diri. Padahal tak pernah-pernah Allah suruh kita mengurusnya sendiri.
Berhentilah membuat banyak rekaan kejadian di kepala. Bukan sebuah tugas untuk kita meraba-raba kepastianNya. Karena sejatinya kita tak mungkin bisa mengatur kejadian di masa depan.
Maka, hiduplah di atas keyakinan bahwa Allah adalah sebaik-baik perencana. Sebaik-baik yang menetapkan ketetapan. Dan segala apa yang ditetapkanNya adalah hal yang terbaik untuk kita dapatkan.
591 notes · View notes
journalditaa · 2 months
Text
Perempuan dan Mimpinya
Hari-hari kemarin sedikit Muhasabbah, mengambil jeda untuk sekadar meluruskan niat, juga merangkai kembali fokus diri yang sempat hilang karena masalah perasaan. Haha
Pasti kamu sering dengar kalau "Perempuan jika dia tidak disibukan dengan ilmu maka ia akan disibukkan dengan perasaannya".
Yap. Tepat sekali. Maka jangan pernah sekalipun dengan sengaja stalking seseorang pake perasaan. Jangan ya dek yaa:)
Bicara ilmu erat kaitannya dengan Mimpi. Karena ilmu menjadi salah satu indikator tercapainya mimpi-mimpi kita. Lalu boleh gasi perempuan bermimpi tinggi? Kemudian bagaimana caranya biar mimpi itu membawa kita pada keridhaannya?
Sejatinya impian itu perwujudan ketaatan kita kepada Allah. Kalau kata teh Karina Hakman justru kita malu kalau hidup kita biasa-biasa aja, padahal Allah telah mengaruniakan kita akal yang sempurna, jasad yang indah juga ragam potensi dan peluang disepanjang jalan kita.
Kata "Biasa" disini, menurutku hidup tanpa adanya effort yang lebih untuk jadi manfaat.
Kita meninggikan mimpi, karena memang kita dicipta sebagai khalifah di atas bumi Nya.
Maka soalan perasaan itu kecil sekali teman-teman. Cobalah mencari tujuan yang lebih besar, seperti memikirkan cara menciptakan Masyarakat Muslim yang baik, mungkin. Atau hal hal besar lain.
Karena ketika hati kita di isi perkara-perkara yang besar, maka dia tidak mempunyai ruang untuk perkara yang remeh temeh.
Mulailah dengan melakukan kebermanfaatan sesuai dengan kemampuan kita, maka potensimu melakukan kesia-siaan akan sirna~
*Terinspirasi dari kajiannya Teh Karina Hakman
93 notes · View notes
tentangtenang · 23 days
Text
Jalan Pulang, Jalan Pengabdian
"Dia mah enak, suaminya perhatian." "Dia mah enak, meski udah nikah masih dibolehin sekolah tinggi dan ngejalanin bisnis." "Dia mah enak, nggak tau tuh dia gimana rasanya menunggu kehadiran anak." "Dia mah enak, mertuanya baik." "Dia mah enak …"
Hayo, apa lagi yang biasanya memenuhi pikiran kita ketika melihat pernikahan atau keluarga orang lain? Kalau kita list terus, panjang dan nggak akan beres-beres nggak, sih? Hehe.
Harus kita akui, terkadang hati kita menjadi kecil ketika melihat bagaimana Allah menghadirkan kebaikan-kebaikan-Nya pada keluarga lain. Dari jauh kita mengira bahwa pasti keluarga tersebut sudah berada pada puncak bahagianya. Kita jadi lupa bahwa di saat yang sama Allah juga sedang (dan akan selalu) menghadirkan kebaikan pada keluarga kita. Sayangnya, syukur kita biasanya jadi terkikis ketika di benak kita terbersit satu kalimat mematikan, "Tapi bukan yang begini yang aku mau, Ya Allah." Padahal,
Tumblr media
Kita ambil satu contoh yaitu istri yang suaminya baik dan perhatian. Dengan atau tanpa ia sadari, sejatinya itulah peluang amal shalih sekaligus ujian baginya. Apakah ia mampu taat atau justru jadi berbuat seenaknya kepada suaminya? Begitu pun dengan takdir-takdir yang lain.
Kuncinya adalah terkoneksinya jiwa kita kepada Allah dalam memaknai apapun yang ditakdirkan-Nya untuk keluarga kita.
Sebab, takdir-takdir itulah yang memang perlu kita tempuh dalam rangka mengabdi kepada Allah dan menjemput kepulangan terbaik kita. Bukankah ujung dari perjalanan keluarga adalah terselamatkannya diri dan keluarga dari api neraka?
Hari ini, mungkin ada banyak diantara kita yang sedang sekuat hati berusaha mencintai takdir yang digariskan-Nya. Tidak mengapa, mari kita lanjutkan usaha mencintai itu. Sebab suatu hari nanti, insyaAllah kita akan benar-benar mencintainya. Ia tidak pernah dimaksudkan-Nya untuk mengantar kita kemana-mana selain kepada sebersih-bersihnya jiwa menuju jalan pulang yang sebenarnya.
Wallahu 'alam bishawab.
92 notes · View notes
menyapamentari · 1 month
Text
Kadang aku berfikir sebetulnya apa yang belum selesai dengan diriku. Karena sampai sejauh ini, perasaan "merasa tidak pantas atau merasa rendah diri" selalu saja membayangi di antara apa - apa yang telah Allaah karuniakan.
Entah apa karena aku pernah tumbuh dengan ujian keluarga yang cukup berat. Yang saat itu aku dan orang tuaku harus saling terpisah. Untukku yang saat itu belasan tahun. Yang sebetulnya pun kasih sayang orang tuaku selalu memberikan yang terbaik.
Saat itu, aku belasan tahun. Dua puluh tahunan yang lalu.
Saat dimana aku belum mengerti banyak tentang Allaah dan bentuk kebaikan - kebaikan-Nya.
Dan entah luka mana yang belum benar - benar selesai dalam diriku.
Meski saat ini aku memiliki pencapaian yang Allaah karuniakan, tapi tetap saja aku merasa tidak pantas mendapatkannya. Bahkan setelah menyelesaikan buku kedua. Justru aku berhenti, aku seperti tidak punya kekuatan apapun. Seperti aku sebelumnya justru aku memilih bersembunyi, menikmati dunia nyataku dengan suami dan putra kami. Karena mereka lebih dari cukup untukku, karena rasanya aku tidak perlu pencapaian lainnya.
Entah apa ini bentuk betapa kerdilnya aku atau memang luka masalalu membuatku sampai sedemikian merasa cukup untuk diriku sendiri.
Beberapa hari lalu, mendengarkan kajian ustadz nuzul dzikri yang kurang lebih beliau berpesan "bahwa kejadian apapun yang kita alami, semua telah Allaah atur. Dan itu selalu baik. Bahkan bila pun ada trauma, sejatinya trauma itu adalah karena terlalu banyak mengingat manusia. Dan obatnya adalah dengan kembali kepada Allaah."
Maasyaa Allaah laa haula wa laa quwwata illa billaah.
76 notes · View notes
mamadkhalik · 9 months
Text
Tumblr media
Karena kita sama-sama menunggu
Pada sebuah penantian, akan ada masanya kita sadar tentang pilihan yang kita buat. Bertahan dengan segala pengharapan atau bergerak melangkah untuk mencari sebuah jawaban.
Hidup adalah pilihan, agaknya kita perlu bertanya kedalam hati, apa yang sedang ditunggu? apa yang perlu dicari?
Karena sejatinya, manusia itu sedang menunggu antrian untuk kembali menghadap kepadaNya.
Maka niatkanlah segala pengharapan dan jawaban atas pertanyaan semata-mata untuk beribadah kepadaNya dan tak lupa untuk memohon ampun atas segala khilaf yang akhirnya menutupi jalan-jalan keberkahan itu.
236 notes · View notes
andromedanisa · 19 days
Text
laki-laki bekerja seumur hidupnya.
aku pernah membaca sebuah kalimat yang ketika membacanya aku menangis, kalimatnya kurang lebih seperti ini, "laki-laki bekerja seumur hidupnya."
lalu setelahnya ada keterangan sebuah ayat QS. At-Taubah:105, "Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allaah dan RasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allaah) yang Maha Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan."
itulah mengapa para wanita diperintahkan untuk taat dan berkhidmat kepada seorang suami. sebab laki-laki akan bekerja seumur hidupnya. sebab ia adalah seorang qawwam (pemimpin) bagi keluarganya. maka ia bertanggung jawab akan hal itu hingga akhir.
betapa melelahkannya dunia, namun ia harus berlelah-lelah menghadapi itu semua. seorang wanita sekaligus istri itu juga melelahkan dan semua orangpun akan merasakan kelelahan selama masih didunia. aku paham, sebab aku sendiri ketika sebelum menikah juga bekerja.
aku masih ingat betul betapa melelahkannya menjadi seorang pekerja. sekalipun pekerjaan menyita banyak waktu dikantor. memang bukan fisik yang lelah, namun hati, pikiran rasanya lelah sekali. setiap kali lelah hanya bisa berdoa agar Allaah menolongku dari kondisi yang demikian.
setelah menikah, aku menemukan jawaban atas doaku yang dulu pernah aku pintakan kepada Allaah. kini, begitu lapang dan tenang. maka benarlah fitrah seorang wanita adalah rumahnya. apresiasi kepada mereka para wanita yang bekerja ataupun yang memilih berkarir dirumahnya.
kini doaku lebih sederhana, "ya Allaah, kuatkanlah pundak para suami, para ayah, yang bekerja sebab Engkau perintahkan kepada mereka, berikanlah kemudahan atas segala urusan mereka, lancarkanlah rezeki mereka, bahagiakanlah hati mereka dengan keluarga yang menyayangi mereka, berikanlah surga kepada mereka yang bekerja mencari nafkah yang halal dan meninggalkan yang haram sebab mencintai keluarganya karenaMu."
oleh karena itu wahai diriku, banyak-banyaklah bersyukur kepada Allaah atas kondisimu saat ini. banyak-banyaklah meminta untuk keselamatan dunia dan akhiratnya, teruslah untuk mau tumbuh dan terus belajar menjadi seorang wanita yang tenang, wanita yang sholihah, wanita yang tau kapan harus bersikap kepada suami, wanita yang selalu menyenangkan hatinya,. teruslah berkhidmat dan taat kepadanya sebab Allaah telah memerintahkan itu kepadamu.
sejatinya para suami atau ayah itu mencintai keluarganya bukan sekadar ucapan manis saja, melainkan tanggung jawabnya hingga seumur hidupnya bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. jangan banyak menuntut kepada makhluk, sebab hanya akan kecewa pada akhirnya.
berkhidmat, taat, dan patuh kepada suami adalah bentuk ketaatan kita kepada Allaah sebab Allaah yang memerintahkan akan hal itu. wanita dan laki-laki memiliki peran dan tanggung jawabnya masing-masing, dan tidak ada kedzaliman akan hal itu.
semoga Allaah mengkaruniahkan banyak-banyak kebaikan kepada para suami, kepada para ayah hebat di muka bumi ini. "ya Allaah, kumpulkanlah kami kembali bersama orang-orang yang kami cintai."
terimakasih untuk pembuktiannya, terimakasih untuk tanggung jawabnya, terimakasih untuk semua kebaikannya yang jauh sebelum aku memintanya. atasa kebaikan Allah kepada diri ini. dan aku bersyukur atas semua itu. semoga Allaah menjaga pernikahan kaum muslimin dimanapun berada dengan ketenangan, sakinah, mawadah, warahmah...
sudut ruang || 22.42 || 07.09.24
123 notes · View notes
mutiarafirdaus · 2 months
Text
Ikhtiar Perempuan Menemukan Pendamping Hidup (1)
Aku pernah menemani seseorang yang berkali-kali proses taaruf. Berkali-kali Allah belum kehendaki juga proses itu terjadi. Sampai suatu hari dia minta untuk bertemu di masjid. Berdua saja. Ia ingin ada ruang untuk menangis sesenggukan.
Di tempat dimana tak ada orang yang ia kenali harus melihatnya memakai topeng tangguh. Di tempat dimana ia merasa tenang, tapi tetap butuh seorang teman. Menangis bukan karena menggugat takdir Rabb Semesta Alam. Tapi menangis kelelahan menanggung harapan dari orang-orang sekitar. Lelah sekali ia. Kami berpelukan.
Ingatkan tentang, bahwa sejatinya jika belum Allah kehendaki bukan karena Allah tak mau beri, tapi Allah selamatkan kita dari rencana takdir yang kita pikir indah dijalani. Allah ingin kita maksimal dan meraih Surga lewat peluang yang saat ini Allah bentangkan.
Baik itu jalan studi, berbakti, berkhidmat untuk umat, merawat luka diri sendiri, ataupun peluang lainnya yang aroma Surga tercium disana.
Aku juga pernah menemani sepasang anak manusia yang berproses taaruf. Sudah sampai tahap pengenalan orangtua. Sudah sampai pembahasan mahar dan lainnya. Tetiba kandas prosesnya. Terguncanglah mereka berdua.
Butuh waktu untuk kembali menata. Butuh orang-orang baru untuk kembali menemani dan senantiasa memberikan penguatan, bahwa proses pernikahan tetap akan selalu layak untuk diperjuangkan. Dan mereka mau.
Memulai kembali dengan lebih hati-hati prosesnya. Dengan sikap yang lebih dewasa. Dengan harapan yang lebih ditata. Dengan niat yang lebih dikuatkan untuk selalu Lillahi Ta'ala. Dengan keyakinan bahwa Allah pasti siapkan jalan keluar bagi orang-orang yang mau berusaha.
Lantas sejauh mana sebetulnya perempuan boleh berikhtiar untuk menemukan pendamping hidupnya? Sampai batas mana kita mengangkat tangan kelelahan dan ingin memilih berhenti saja memikirkannya?
100 notes · View notes
rumelihisari · 10 months
Text
Bersamamu Cinta Pun Perlu Ilmu
Sebagai muslim sudah pasti visi menikah kita adalah ibadah, ridha Allah dan surga. Bukan mencari bahagia yang sejatinya bahagia itu enggak ada di dunia fana. Landasan utamanya bukan harta dan cinta, tapi ketaatan pada Allah Ta'ala. 
Ya, menikah bukan tentang siapa yang paling pengertian, paling banyak berperan, paling merasa capek, tapi tentang bahu membahu dalam kebaikan dan ketaatan. Saling menguatkan peran.
Memahami peran; memenuhi hak; meredakan ego; seni komunikasi dengan pasangan; barangkali adalah keahilan yang wajib kita miliki dan harus terus diasah agar tak saling menjatuhkan marwah pasangan. Dan itu semua butuh ilmu agar terarah. 
Selamat menjadi pembelajar seumur hidup.
02 Februari 2022
diposting desember 2023
189 notes · View notes