Tumgik
#suguhan
inidataid · 3 months
Text
Cocok Buat Suguhan Lebaran! Resep Keripik Tempe Daun Jeruk Kriuknya Bikin Gak Mau Berhenti Nyemil Saking Lezatnya
0 notes
zhriftikar · 1 year
Text
Bahagia dalam Taat
“Bunda, aku nggak suka memuliakan tamulah. Aku nggak mau belbagi”
Mendapati Rafika berkata seperti itu, jujur saya hanya diam. Bingung harus menanggapi bagaimana. Dan bingung pula kenapa tiba-tiba saja ia berkata demikian. Setelah direnungi berhari-hari, akhirnya saya paham. Barangkali Rafika saat itu teringat memori ketika kami sedang bersiap-siap hendak kedatangan tamu. Seperti biasa, kalau hendak ada tamu, suasana jadi agak hectic karena harus membereskan banyak sisi rumah dan menyiapkan suguhan dalam waktu singkat. Kesibukan kami mungkin membuat anak-anak merasa terabaikan. Sehingga ketika mereka mengajak bermain atau meminta bantuan, respon yang keluar adalah,
"Sebentar ya, kak. Kita kan mau memuliakan tamu. Diperintah sama Allaah. Bunda pekerjaannya masih banyak nih"
Sometimes kata-kata itu berhasil saya katakan dengan lembut. Tapi ada pula saat di mana hati tidak tenang dan grusa-grusu yang membuat saya agak ngegas. Sehingga, bagi Rafika, momen kedatangan tamu bukanlah momen yang menyenangkan. Karena membuat Bunda sibuk dan marah-marah. Belum lagi kalau yang datang adalah anak-anak dan dia dipaksa untuk berbagi. Lipat-lipatlah imaji negatifnya tentang 'memuliakan tamu' ini. ***** Dalam buku The Whole Brain Chils, Daniel Siegel dan Tina Bryson mejelaskan, kalau anak-anak seringkali menyatakan perasaan mereka tapi dengan kata-kata yang tidak 'relate' dan terasa menyakitkan bagi orangtuanya. Bukan berarti mereka berniat menyakiti, hanya saja kata-kata mereka masih amat terbatas dan kemampuan berkomunikasinya masih perlu diasah. Memori yang mereka ingat seringkali lebih ke 'tidak enak'-nya, sehingga gambaran besar tentang keseluruhan memori tersebut seringkali tertutupi. Yang kemudian, ketika merefleksikan teori ini, saya jadi paham kenapa dalam beberapa hal saya sulit sekali melakukan ketaatan. Barangkali karena dulu ketika masih kecil, 'ajakan' untuk melakukan ibadah tersebut dilakukan dengan cara tidak enak sehingga yang saya ingat adalah ibadah tersebut menyebalkan. Maka, yang kemudian menjadi PR untuk kami adalah menghadirkan imaji positif terkait segala hal tentang ketaatan pada Allaah. Sehingga kemudian, ibadah yang sebenarnya 'berat' jadi menyenangkan di mata mereka. ***** Dalam hal memuliakan tamu ini, akhirnya saya mulai berbenah. Setiap ada tamu, saya  men-sounding anak-anak jauh-jauh hari atau sejak pagi kalau kami akan kedatangan tamu. Dengan wajah bahagia, saya ceritakan keutamaan memuliakan tamu. Saya rundingkan dengan mereka hendak menyiapkan suguhan apa sekaligus menonton tutorial bersama-sama. Saat beres-beres pun saya lakukan dengan ceria dan ajak mereka ikut beres-beres dengan gaya yang playful. Saya ajak mereka berbelanja sekaligus jalan-jalan ke tempat yang mereka suka. Ketika memasak, saya ajak mereka dan bebaskan mereka bereksplorasi sesuka hati mereka. Ya, meski kemudian saya jadi punya PR untuk membereskan 'kerusuhan' mereka, cara ini Alhamdulillaah membuat anak-anak suka memuliakan tamu. Hingga ketika hendak ada tamu, atas pertolongan Allaah, anak-anak selalu excited sejak hari sebelumnya dan menunggu-nunggu sang tamu datang dengan gembira. Alhamdulillaah 😭 ***** Somehow, hal ini berlaku atas bentuk ibadah yang lain. Shalat, tilawah, puasa, sedekah, beres-beres rumah, dll, apabila kita menampilkan 'wajah' yang buruk rupanya amat berpengaruh pada jiwa anak-anak. Sehingga sebisa mungkin ketika kita melakukan ketaatan, wajah yang kita tampilkan haruslah wajah bahagia karena kita melakukannya untuk Allaah. Semisal ketika akan shalat, katakan, "Bunda shalat sebentar ya. Waaah, Bunda ingin segera bertemu Allaah dalam shalat Bunda." Selesai shalat, "Alhamdulillaah, Bunda seneng banget habis shalat jadi tenaaang hatinya. Terimakasih ya tadi kakak sama adek tenang waktu Bunda shalat" Atau ketika berinteraksi dengan Quran, kita katakan, "Bunda ngaji dulu ya. Soalnya Bunda pingin dengerin firman Allaah. Bunda pingiiiiin banget jadi Ahlul Quran biar kita besok disampaikan ke surga tertinggi sama Rasulullaah " Dan ketika beres-beres rumah yang seringkali membuat kita merasa lelah, kita usahakan untuk melakukannya dengan gembira dan meminta mereka membantu dengan gaya yang playful, "Kakak, sepertinya legonya ingin pulang ke rumahnya. Yuk kita anter mereka pulang." Dan ketika sudah rapi, kita apresiasi, "Wah, maasyaAllaah, rumah kita jadi bersih dan nyaman ya. InsyaaAllaah setan jadi nggak betah di rumah kita, diganti sama malaikat yang baik-baik yang dateng ke sini" Waaah, maasyaAllaah ya kalau kita senantiasa bisa istiqomah menampilkan wajah baik agama kita. Yang kemudian menjadi PR adalah diri kita sendiri. Untuk betul-betul melakukan ketaatan tersebut dalam kebahagiaan. Sudahkah? Sebuah pertanyaan tajam untuk diri saya sendiri :( Semoga kita semua senantiasa Allaah mudahkan untuk ridho dalam ketaatan pada-Nya
69 notes · View notes
coklatjingga · 7 months
Text
Cerita Pendek
Bagaimana aku bisa membenci? Sedang tawamu adalah yang paling sering kucari. Sepasang mata bundar itu, alis hitam yang tebal itu, suguhan pagi hari yang selalu kunanti. Berulang kali kau lari, mengasingkan diri dari cinta yang kumiliki, berulang kali pula aku tersungkur menapaki jejakmu, tertatih.
Kau mungkin menyebutku pengemis hati, sedang bagiku ini hanya sebuah perjuangan memenangkan hati. Meski masih abu bagiku, hatimu kah yang ingin aku menangkan atau hatiku sendiri yang sulit dijinakkan.
Aku ingat kata-kata yang sering kau lontarkan, saat keinginan kita sering berseberangan.
"Cinta tak begini, tak untuk diperdebatkan. Cinta beriringan namun kau selalu meminta arah berlainan."
Aku tak pernah paham kalimat itu. Sebab usiaku terlalu muda untuk menangkap rasa cinta yang kau berikan.
Menurutmu, cinta adalah rasa yang haus pengorbanan. Sedang, di mataku cinta adalah rasa yang butuh diperjuangkan.
Hingga akhirnya kau tetap pada jalanmu, mengorbankan perasaanmu agar aku bahagia dengan selainmu. Sementara aku tetap di jalanku, memperjuangkan cinta ini agar bisa bahagia denganmu.
10 notes · View notes
85kilometer · 1 month
Text
Tak Perlu Merendahkan Kepala
Ah …, sekali lagi begini. Lagi-lagi istriku menangis, air matanya menetes kembali. Kukira memberikan terbaik akan selalu disukai. Tak kan kubiarkan tulisan remahan pasaran kepadamu sebagai suguhan. Harusnya aku tak perlu merasa gundah kalau saja kamu tak suka.
Aku sampaikan terima kasih tentang penjelasan. Penjelasan kepadaku yang selalu tak tahu. Lalu, aku mengangguk. Benar katamu, sudah hilang rasa pada kata-kata yang telah kubuat. Tiada hal spesial tentang kita di sana. Jika saja ada, tentang hal yang tidak semua rasakan, akan tampak keistimewaan rasa untukmu seorang. Tidak tentang tulisan yang relevan untuk orang-orang.
Maaf, ada saja hal yang belum kupaham. Maaf, ada saja hal belum selaras yang kamu senang. Memang benar, tak seharusnya kusuapkan sajak hanya kepada pembaca. Tentu saja, tampak tak ada untuk dirimu. Tak perlu merendahkan kepala, istriku tak ada salah. Menjelaskan hal yang diminta memanglah menyebalkan, biar aku mencium kakimu. Aku hanya perlu dibaca olehmu.
2 notes · View notes
kayuhansepeda · 2 years
Text
Kadang ketidaktahuan kita dalam memproses suguhan semesta, membuat kita ingin lari dari kenyataan yang ada. Mempertanyakan, menjemput jawaban, mengganti tujuan, sebenarnya sah² saja, tapi ada satu yang kita lupa mungkin ruang sesak kita butuh udara.
Bandung, 17 Juni 2022
65 notes · View notes
tujuhkosongempat · 1 year
Text
Pas sampe dikasi suguhan kisah cinta model ai ucing kek gitu . Udah tua masih aja harus patah
22/05
10 notes · View notes
atifaramadhani · 1 year
Photo
Tumblr media
Menonton Konser
masing-masing orang memiliki cara mereka menikmati hidup dan membelanjakan hasil keringat. ada yang lari ke makan, lari ke tempat sunyi, lari ke wahana pencakar langit, lari ke pusat perbelanjaan, ada juga yang lari dan melebur di keramaian konser musik. kalo tidak salah ingat, konser musik di panggung besar pertama saya adalah konser grup musik RAN di GOR UNY. saat itu saya masih menyandang status mahasiswa di kota istimewa. racun RAN saya dapatkan dari lifta yang entah sejak kapan suka dengan musik grup yang digawangi Rayi, Nino, dan Asta itu. jiwa muda kami waktu itu sangat antusias menunggu gelaran konser tiba. kami bahkan sudah menukar tiket dan mengantre dari bada dhuhur. (kami sudah memastikan bahwa hari itu tidak ada kegiatan kampus sehingga kami bisa leluasa mempersiapkan nge-RAN kami). sesuai dugaan, RAN mampu membius kami. rasa kecanduan nonton RAN pun meningkat. kebetulan, di tahun 2015 itu, RAN lagi sering banget ke jogja. alhasil, dalam satu tahun, kami nge-RAN total 3 kali. bersyukur bisa menghabiskan waktu muda di kota jogja. seakan tak hentinya banyak konser musik yang menjamur. saya semakin keranjingan berburu konser sana sini. pergi ke konser sendirian juga pernah. satu waktu saya sudah beli tiket early bird di event Farmasi Cup UGM bersama lifta. (ya, my one and only konseran-mate cuma lifta saat itu). namun, beberapa hari sebelumnya, lifta bilang kalau ada acara kampusnya yang nggak bisa ditinggalkan. alih-alih cari temen konser lain, saya memilih gass ke GOR UNY sendirian. menikmati suguhan thefinesttree, GAC, dan maliq & d'essential sendiri tanpa konser-mate. event Farmasi Cup bagi saya asik banget. bahkan setiap tahunnya aku dan lifta selalu menunggu datengnya konser tersebut. entah siapa guest starnya, kami cuss dateng. urusan tidak familiar dengan lagunya, itu masalah kecil karena bisa kami prepare jauh-jauh hari dengan menghafal lagunya biar bisa sing along di hari H. karena itu, salah seorang seniorku SMA yang merupakan mahasiswa farmasi UGM saat itu sampai hafal dengan kami dan selalu mencari batang hidung kami tiap farmasi cup hadir. :)) memasuki januari tahun 2019, lifta mengenalkan saya pada musiknya kunto aji. saat itu, kunto aji ada konser di pkkh UGM bersama pamungkas dan reality club. tanpa pikir panjang, saya mengiyakan ajakan lifta. tentu saja saya dan lifta sudah menyiapkan amunisi perang. kunto aji sangat super menawan! sangat nagih dan asik banget di telinga. terlebih setelah itu, album mantra-mantranya yang sangat fenomenal itu lahir. selama tahun 2019, nonton kunto aji ngonser di jogja aku dan lifta bisa sampai 3 kali. sangat healing dan menyegarkan pikiran. sejalan dengan kunto aji, di tahun 2019, saya mulai menyukai untuk datang konser tulus. karena akses yang mudah, ngonser tulus jadi makin menyenangkan. mendengarkan tulus sudah sejak lama, tapi berkesempatan untuk datang ke konsernya baru di awal 2019. dari talkshownya bersama wardah di UMY, menyanyi di event mocosik, hingga konser yang ciamik bersama kunto aji di GOR UNY. sampai kini, tulus tetap menyenangkan ditunggu untuk setiap konsernya. album baru yang ia keluarkan juga jadi magnet tersendiri untuk membawa ribuan orang hadir datang merayakan lagu-lagu ajaibnya. pandemi datang. seluruh konser dibatalkan dan tidak diijinkan beroperasi. saya dan lifta libur sejenak dari konser duniawi. pertengahan 2022, entah siapa yang mengawali, konser musik sudah kembali menjamur. tentu saja dengan harga tiket yang naik dua kali lipat dari biasanya. jika di tahun 2015 hingga awal 2020 dengan biaya 40ribu sudah bisa nonton konser, maka di tahun 2022 40ribu hanya cukup untuk biaya transport dan makan usai konser. wkeke. menambah genre musik, lagi-lagi lifta mengajak saya untuk mencoba berkoplo ria di september 2022 dengan nonton barisan grup musik dangdut asal jogja di GOR UNY. di tengah gempuran koplo yang menjamur, siapa yang bisa menolak barisan guyonwaton, ndx aka, aftershine, dan ngatmombilung hanya dengan cepek? di saat konser lain menaruh harga tiket above 150rb. lol. di luar dugaan, saat hari H, satu GOR UNY penuh laitan manusia baik di festival maupun di tribun. semua tumplek blek nyanyi dan joget bareng. seakan jadi pelarian dari hiruk pikuk kehidupan, semua tumpah dengan teriakan nyanyian para barisan sakit hati. dari situ, saya suka nonton guyonwaton dan koplo lainnya. ternyata, nonton koplo tidak seseram itu. oiya, mulai 2022 teman konser kami bertambah dengan adanya hakim dan vian. setelah pandemi konser musik benar-benar menjamur. tak jarang saya harus merelakan tak menonton ini itu karena keterbatasan waktu dan jarak tempuh. yang tidak kalah menyenangkan adalah berkat ajakan seorang sobat bernama khun, saya bisa menonton kesukaan jaman SMP yakni boyband SMASH. lol. di event gajah mada, khun bilang mau nonton olski kesukaannya, setelah saya liat line upnya  ternyata ada guyonwaton dan SMASH, tanpa pikir panjang saya ajak lifta dan kami akhirnya deal. satu lagi pengalaman terbaik menonton konser ada di malam itu. berjoget bernyayi dan histeris karena salah satu bucket list jaman SMP terealisasi setelah lebih dari 10 tahun. memang semua butuh waktu yang tepat dan momen yang pas untuk keinginanmu satu per satu hadir. akhirnya, bagi saya menonton konser adalah cara dan metode healing yang tepat. merekam dan mengunggah keseruannya itu adalah salah satu bentuk apresiasi diri dan mereka yang menghibur. menonton konser lebih dari bernyanyi bersama, tapi ada emosi yang kamu salurkan lewat nada dan kata-kata.
NB: saya selalu excited untuk mengunggah hasil ngonser saya. ritual saya dan lifta setiap pulang setelah ngonser adalah memilah mana saja video dan foto yang akan diunggah. sebab banyak cara mengabadikan memori.
wonogiri, 2 april 2023
menulis di sini karena karakter terlalu panjang untuk instagram.
7 notes · View notes
lamyaasfaraini · 8 months
Text
Sate Maranggi x Sate Taichan
Tumblr media
Malam minggu bebikinan sate, ide si ibu lah biasa. Bikin sate maranggi dan sate taichan. Preparenya udah dari kemarin, eksekusi baru tadi abis magrib. Siang2 udah di marinasi sama ibu, malemnya di bakar sama suamiku @sagarmatha13 sudah diberi mandat oleh ibu, "ayah engke bagian nusuk2in sama ngabakar nya!" aku ngapain? Kubilang kalo dirumah ortu aku cuma mambo (emam bobo wkwk). Yaa ini bagian dokumentasi aja poto2 hahaha.
Proses grill di kompor sajalah simple. Plus kepoto tangan rider eksotis aduhai berurat nan berotot sang suami..
Maranggi. Taichan
Tumblr media Tumblr media
Rasanya gmn? Ya tetep fav maranggi, gapernah dikasih suka taichan.. Sate ko sepa sih :( tp tadi ttp kumakan dong wlpn makannya 4:1 banyakan maranggi. Sate fav sepanjang masa sih.. Walapun belom pernah lsg ke hj yetti purwakarta, nyobain yg udah di bungkus ttp enduull.. Eh lagian udah ada cabangnya di setiabudi beneran kan itu? Yg luas tempatnya? Naah.. Biasanya yg menyerupai enaknya itu sate maranggi cipaz (cipageran asri cm pake z biar gawl.. Azri) yak betul, itu di cimahi.. Peer ngajugjugna eeym.. Kalo lg main ke temen atau ke sepupu baru deh sok di suguhan haha. Enak pisaaaan haaa jd hoyong~ ngebayangin sambel tomat dgn potongan tomatnya nu baradig, sooo tempting~
2 notes · View notes
arifahsatria · 9 months
Text
Selamat berlayar
"Dan berlayarlah kita renda keluarga..." -nasyid
Dulu bingung sekali dengan diksi berlayar, berlabuh dan sebagainya tersemat bagi orang-orang yang memulai hidup barunya. Akhir-akhir ini sepulang dari perjalanan sering bingung di atas motor dan pikirannya random sekali. Tepat sekali! Memikirkan diksi berlayar. Hahaha.
"Selamat berlayar!"
"Akhirnya kamu berlabuh jua!"
Handeh. Kenapa sih harus yang lautan gitu? Kenapa ndak 'selamat take off!' 'wah dah landing niih..'. Atau ndak, 'weh dah mau parkir hati nih?' dan sebagainya.
Dan randomnya lagi, "kalau parkir hati, nanti ada petugas parkir liar pula. Di lautan mana ada parkir liar." Ya begitulah.
serius mode on dimulai
Nah, gini, ehem.
Jadi, kalian tau tidak?
Di lautan, ndak ada orang jualan ditepi jalan. Ndak ada lampu merah, ndak ada rambu-rambu lalu lintas, kita ndak paham cuaca seperti apa ditengah lautan, apakah badai, cerah dan berawan, kita ndak paham ombak dilautan nanti bagaimana apakah tenang apakah sedang ngamuk, ndak ada orang jual bahan bakar dipertengahan jalan, dsb.
Kalau kendaraan darat, kita bisa berhenti kapanpun kita mau. Mau buang air, bisa berhenti dulu. Mau lapar, bisa mampir dulu.
Kalau kendaraan udara, kita bisa pantau bagaimana cuaca hari ini, apakah bisa terbang apa delay untuk sementara waktu? *dapat nasi kotak *eh skip. Berkat bantuan satelit, pilot bisa memperkirakan penerbangan akan berjalan mulus atau sebaliknya, didalam pesawat pun kita bisa atur suhu udaranya.
Namun, di lautan, kita mesti menyiapkan bekal. Siapkan baju hangat, kalau malam dingin sangat *makan pop mie enak. Mesti menyiapkan hal-hal yang dibutuhkan saat mengarungi lautan luas, dibutuhkan nakhoda yang paham dengan samudera.
Makanya saya pikirkan dengan pernikahan. Pernikahan ibarat mengemudikan sebuah kapal. Kita butuh nakhoda yang paham tentang misteri laut (read: kehidupan). Sebelum berlayar, kita butuh bekal. Entah itu iman, ilmu, materi, dsb. Karena di lautan luas yg dapat menolong diri hanyalah kita sendiri. Kita ndak paham badai apa didepan sana, makanya dibutuhkan kerjasama nakhoda dan awak kapal. Dan yang utama sekali, siapkan pelampung, entah sewaktu-waktu kapal bisa oleng dihantam karam.
Penumpang yang diatas kapal kadang merasa mabuk oleh guncangan lautan. Tapi dilain waktu suguhan pemandangan lautan juga menyejukan pandangan mata. Memang lautan tidak selalu menjadi kontonasi buruk, disaat bersamaan lautan banyak menyimpan kejutan bahagia.
Nah, dari berlayar, nakhoda dan awak kapal beserta penumpang memang harus satu tujuan. Jadi mereka saling bahu membahu untuk mencapai tepian.
Sedikit menyisipkan quote dari Buya Hamka, "nakhoda yang baik bukanlah yang pandai mengemudikan kapal, namun yang paham rahasia lautan.."
Sekilas kerandoman belakangan ini
Padang, 20 September 2023
2 notes · View notes
fatimahpuri · 9 months
Text
Ternyata ga semua orang tertarik dengan kata belajar. Ga semua suguhan menarik untuk diambil. Sekalipun terlihat teramat lezat buat disatu pandangan. Apakah ini juga termasuk selera? Ah ga juga. Menurutku karakter dasar manusia yang harus ada adalah 'Mau belajar'. Jangan ada kata cukup antara kita dan ilmu. Karna samudra ilmu teramat luas sedangkan kita baru mengambilnya setetes.
Dalam surat cinta-Nya aja dikata pertama berbunyi 'Iqra' (bacalah), bukankah ini tanda bahwa hidup ini teramat sangat lekat dengan ilmu dan belajar?
4 notes · View notes
afrianajeng · 9 months
Text
Bahkan Voli
Tumblr media
Seperti biasa, acara yang dinahkodai kedua bestie beserta sakernya ini selalu kewren poll. Vindes Sport ke-5 dengan olahraga Voli sukses tergelar. Aku rasa, ini adalah yang paling seru dari yang sudah-sudah. Ketegangan tiap set yang berhasil epic comeback, walaupun bukan profesional tapi layak banget buat ditonton yang bahkan dalam 24 jam sudah 3M++ penonton.
Prediksi memang di hati, tapi ga tau kenapa dari awal berharapnya The Actors yang menang. Tapi secara keseluruhan GG🔥 terutama untuk mas adi alias Dwi Sasono, Tanta Ginting, Surya, Vincent, dan Bryan Domani.
Tumblr media
Diawali dengan datangnya kedua grup, yang satu pakai bis mengenakan jas hitam kemeja putih ala pemain film mafia. Yang satu naik mobil bak terbuka mengenakan kaos olahraga SD awal-awal touring Prediksi. Tidak lupa gimmick menggunakan helm biarpun naik kendaraan roda empat. Yang paling lucu adalah saat sang ketua turun sambil mengayunkan kaki seperti orang yang bingung gimana sih turunnya🤣
Awalnya saat di reveal para aktor yang akan menjadi lawan Prediksi, ga ngeh kalau Bryan bakal main juga. Sebagai, aktor muda yang akhirnya gabung ke sirkel bapak-bapak, ternyata mainnya oke juga. Pantas saja, Vincent memujinya di podcast Trio Kurnia ep. 63.
Sedikit tangkapan layar ini patut dimasukkan pada unggahan
Tumblr media
Saat selesai pertandingan dan dua orang cakep saling berpelukan, mungkin sambil mengucapkan terima kasih satu sama lain. Bryan Domani alias BD alias Bule Depok memakai nomor punggung 29 yang merupakan angka favoritnya karena bertepatan dengan tanggal lahirnya.
Tumblr media
The Actors Bahkan menang
Tumblr media
Botuna dengan trio strong. Yang ternyata bukan titipan sponsor dimana 5 set tidak bisa diganti, namun strategi coach dengan harapan untuk mengamankan poin walaupun mental blunder. Untuk usahanya yang ingin mengembalikan skor, RESPECT!!!
Terima kasih berlipat-lipat untuk suguhan yang luar biasa dasyat🔥
2 notes · View notes
ikakuinita · 1 year
Text
Kenapa ada orang tidak suka membaca?
Mungkin karena belum menemukan buku yang pas untuk menggugah rasa penasarannya menyusuri kata demi kata.
Kenapa ada orang tidak suka perjalanan?
Bisa jadi karena belum menemukan partner jalan yang seru untuk mengobrol lama sambil menikmati suguhan alam.
4 notes · View notes
mentarisore · 10 months
Text
Gak semua capek itu obatnya istirahat kan?
Tentang lelah yang terus menggerayangi tubuh tanpa jeda atau egoku yang kurang berdiskusi dengan diri. Cukup kah dengan istirahat semua lelah terobati dahaganya? Ku rasa tidak. Atau dengan secangkir teh tarik ulur ekspetasi yang sampai kini dicemasi, sayangnya aku tak sekuat itu untuk meneguknya lagi; terlalu pahit untuk ku telan serbuk hitamnya.
berbicara tentang ekspetasi, menguasai atau dikuasai, dihancurkan atau menghancurkan. Tidak di antaranya terlalu banyak drama bukan? air mata yang jatuh entah karena apa dan hati yang berdebar tanpa karena serapuh itu kah sekarang? Terlalu banyak tanda tanya di tulisan ini.
Cemas, rupanya sedang menjadi hobbyku selama 2 tahun ini. Bukan berarti tahun sebelumnya tidak, cemas yang berbeda sedang mengambil alih lamunan-lamunan indah. Sedikit merenggut waktu senggang, semua lamunan dicuri oleh si cemas. aku benci kamu, cemas hehehe.
Dear cemas, jangan terlalu sering datang soalnya aku tak punya suguhan. 🗿
4 Agustus 2023
3 notes · View notes
mayweblue · 2 years
Text
ada yang menarik dari bagaimana sebuah bangunan bisa bercerita.
dalam salah satu kunjungan ke penjara, aku mendengar cerita tentang kejamnya penjaga dan menderitanya napi miskin dari balik jerujinya. besi-besi itu bilang soal, "tiap kali istrinya ke sini, dua potong ayam yang dititipkan ke penjaga itu tidak pernah sampai pada suaminya."
waktu itu juga, salah seorang seniorku yang merupakan aktivis anti korupsi, baru keluar dari penjara saat aku mengunjungi kantornya. kantor yang delapan bulan ditinggal itu kotor, bau sampah, dan berantakan juga. kami duduk tanpa suguhan makanan karena masih mempersiapkan berkas-berkas kasus yang belum selesai. banyak pembicaraan yang terjadi hari itu, tapi bangunan kantor yang sudah lama ditinggal itu berbincang lebih banyak. untuk segala kepengecutan yang kami manipulasi di balik kertas-kertas tuntutan, ternyata kami semua masih kalah oleh polisi. dengan rusaknya printer karena tak pernah dipakai dan sisa kopi yang banyak semutnya, kami kalah hari itu.
aku tidak suka berjudi, tapi aku kenal salah seorang bandarnya. tempat karaoke yang dia punya pernah beberapa kali berusaha digusur warga, tapi selalu selamat karena kaleng-kaleng bearbrand dan bir bintang di kulkas aparat pangkat rendah di rumahnya itu. bangunan tempaat karaoke itu masih berdiri hingga hari ini. menghidupi perut gendut laki-laki berpenis kecil dan kesombongan-kesombongan perempuan atas manusiawinya mereka tiap malam.
dan begitulah bangunan-bangunan itu selalu bercerita tentang kosongnya pagi, sepinya siang, serta muramnya malam. seperti waktu aku tengah menghabiskan makan malamku di tukang nasi goreng tak jauh dari hotel. bapak-bapak di depanku makan sendirian dan aku berpikir apakah harus mengajaknya bicara, tapi urung saat aku melihatnya membuka ponsel dan berbicara pada anaknya. dalam panggilan video itu, sang bapak menunjukan hotel di belakangnya saat bicara pada anaknya, "bapak nginep di situ."
tak ada kemuraman. cuma sepiring nasi goreng yang aku habiskan dalam kondisi sepi sebab aku melintasi tiga kota dalam waktu satu minggu dan aku sadar betapa melelahkannya melakoni hidup yang semacam itu. lalu, saat untuk kesekian kalinya aku memandangi hotel di hadapanku, aku menemukan diriku kembali merasa kosong.
akan berapa kali aku kehilangan definisi soal rumah dan menggantungkan kenyamanan hanya pada orang-orangnya? akan berapa lama lagi aku menikmati cerita dari bangunan bisu atas dalih membangun sendiri hidupku?
Tumblr media
7 notes · View notes
iradatira · 2 years
Text
Purnama Pertama di Tanah Kayong Utara
Beberapa bulan yang lalu, aku sempat memiliki banyak kekhawatiran sulit beradaptasi saat menjadi pengajar muda nanti. Mengingat sebelumnya aku tidak bisa masak sama sekali, tidak pernah memiliki pengalaman ngekos sebelumnya, tapi tetap nekat berangkat mengabdi di pelosok Indonesia. Aku berangkat dengan modal keyakinan bahwa aku akan banyak belajar hal baru di sana, mendapatkan perspektif lain tentang pendidikan dengan menjadi seorang pengajar yang tinggal di desa.
Saat meninggalkan Surabaya, 3 minggu awal saat menjalani pelatihan calon pengajar muda di Jakarta merupakan minggu terberat untukku beradaptasi. Aku merasakan kesedihan yang lumayan dalam karena berpisah dari keluarga, teman-teman, dan komunitas-komunitasku untuk pertama kali. Rasanya sebagian diriku hilang dan berganti begitu saja dengan lingkungan yang baru. Aku sempat mengalami  fase sedih berkepanjangan, dimana aku selalu menangis setelah bercakap melaui telepon dengan orang tua, atau saat aku rindu teman-temanku di Surabaya. Aku kesulitan berinteraksi dengan banyak orang karena aku sendiri sibuk mencerna berbagai gejolak emosi karena homesick.
Suasana pelatihan membuatku harus hidup bersama 24/7 berbagi ruang dengan 39 calon pengajar muda lainnya di tempat pelatihan, memahami pemikiran, karakter, dan budaya satu sama lain. Akses komunikasi pun dibatasi, hanya boleh menggunakan gawai Sabtu selepas jam 11 malam hingga Senin jam 6 pagi. Keterbatasan akses komunikasi, padatnya jadwal pelatihan, dan budaya yang sangat berbeda membuatku rindu kehidupanku sebelumnya yang ternyata sangat nyaman. Meski begitu aku paham bahwa pelatihan yang didesain begitu padat dan dengan lingkungan yang terbatas agar membiasakanku sebagai pengajar muda bisa beradaptasi di penempatan lebih mudah dan tangguh.
Kini, 6 minggu pelatihan di Jakarta telah terlewati, 42 hari di Kayong Utara, 31 hari di desa telah kuukir. Aku tidak lagi menangis karena rindu rumah. Banyak skill yang baru kupelajari atau pengalaman yang pertama kali kulalui saat menjadi pengajar muda. Sekarang aku sudah bisa masak menu sederhana seperti tumis, sop, oseng-oseng tahu tempe, memasang dan mencopot tabung gas sendiri, mengendarai motor gigi, makan ikan, minum kopi dan membuatkan kopi untuk para guru di sekolah penugasanku. Percayalah, sebelum menjadi pengajar muda aku belum menguasai skill itu semua haha.
Sekarang aku terbiasa minum, masak dan mencuci menggunakan air hujan. Air di desaku berwarna karena berasal dari tanah gambut, hanya bisa kugunakan mandi. Aku terbiasa memakai sandal/membersihkan sepatuku setiap hari karena terkena lumpur, karena jalan yang kulalui dari rumah menuju sekolah selalu berlumpur apabila hujan, sebulan ini hujan datang setiap hari. Jadi bagiku hujan memiliki dua sisi, membuat berlubang dan berlumpur jalanan, tapi juga menyediakan stock air yang melimpah untukku masak dan mencuci.
Aku mulai menikmati ritme hidupku yang lebih lambat dan gaya hidupku yang lebih sederhana di tempat baru ini, dengan segala keterbatasannya. Pagi mengajar di sekolah, siang masak dan mencuci, sore membuka les belajar membaca, selepas maghrib mengajar kelas mengaji. Pada akhir pekan aku mampir dan menginap di rumah tetangga/guru, ngobrol santai dengan remaja masjid atau pemuda desa lainnya, atau bermain dengan anak-anak di sungai. Kalau sedang masak sendiri, aku sudah bahagia dengan menu masakanku yang itu-tu saja, tahu-tempe-telor-mie-tumis wkwkwk. Makan ayam dan daging adalah kemewahan yang bisa kumakan saat kondangan, acara sekolah, atau suguhan makanan di rumah warga.
Menjadi pengajar muda itu susah dijalani, tapi sangat seru diceritakan. Bagiku, aku jauh lebih tangguh, mudah bersyukur dan mandiri saat menjadi pengajar muda. Masih ada sebelas purnama yang akan kulalui. Masih banyak kepingan bongkar pasang yang harus kususun untuk belajar dan bergerak bersama masyarakat di sini. Doakan semoga aku sehat selalu dan bisa mengambil hikmah dari setiap pengalamanku di sini.
12 notes · View notes
doseofponderings · 1 year
Text
Alasan Tetap Bekerja dan Hidup di Negara yang Ada-Ada Aja
Siapa yang tidak lelah hidup di negara Wakanda yang setiap harinya disuguhkan dengan suguhan di luar nalar? Tontonan azab perempuan yang selingkuh dengan mertuanya, penipuan QRIS untuk renovasi masjid yang membuat bingung Raqib Atid, peperangan antar suku pemuja pria-pria tetangga sebelah, drama anak remaja yang memporakporandakan pejabat negara; dan masih banyak lagi drama, berita, kejadian macam-macam yang tak henti-hentinya berlalu lalang di berbagai kanal media. Satu belum usai, topik lain sudah ramai diperbincangkan. Belum lagi perihal kebijakan ini itu, sistem ini itu, nggak akan ada ujungnya jika dibahas satu-satu. Oleh karenanya, tidak heran jika sebagian memilih untuk bermigrasi ke negara sebrang demi penghidupan yang lebih damai dan lebih baik tentunya.
Seorang teman pernah bertanya kenapa saya masih bekerja dari rumah. Ya, sebagai pekerja digital, saya punya privilese tentang hal ini — dimana saya bisa hidup dan bekerja darimana saja semau saya. Ntah itu bekerja secara remote menjadi digital nomad atau bahkan menjadi karyawan di perusahaan luar negeri yang mungkin tak hanya mencakup industri teknologi saja, tetapi juga sektor lainnya yang sedang (atau sudah) menuju digitalisasi di era 4.0 ini. Terbukti dengan beberapa peluang yang saya terima di portal LinkedIn satu tahun ke belakang — yang datang dari berbagai industri termasuk tech-giant di Jepang. Sayangnya, bagi saya hal-hal seperti itu tidak begitu menarik dalam artian saya harus berpikir ratusan kali sebelum sampai pada keputusan iya atau tidak; ujungnya pun tidak.
Lantas, kenapa? Bagaimana bisa saya masih betah bekerja di rumah saat punya kapabilitas untuk bekerja dari mana saja? Bagaimana bisa menolak peluang sangat baik dan berkesan “keren banget kerja di luar negeri”? Bagaimana saya bisa menolak hal yang mungkin jadi mimpi sebagian manusia di bumi?
Utopia sistem yang sempurna
I was once an idealist myself. Mimpinya tinggi sekali; memperbaiki sistem yang bobrok di negeri ini, membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik dan lebih layak untuk dihuni. Rasanya penuh jika membayangkan setiap manusia dapat hidup berdampingan dan berkecukupan, baik dalam segala aspek. Tapi, apa mungkin? Rasanya cara kerja semesta tidak begitu. Jika berharap semua ada di state yang sama, siapa yang menjaga portal kereta? Siapa yang membersihkan taman-taman publik? Siapa yang menjadi tukang ojek online yang membantu mengirimkan makanan untukmu yang mager itu? Sepertinya memang cara kerja semesta tidak begitu. Mesti ada yang di atas, mesti ada yang di bawah. Atas tak selalu berarti menyenangkan, pun bawah tidak selalu menyedihkan. Keduanya saling berirama dengan dinamikanya masing-masing, lebih kompleks dari sekadar materi yang dapat dikalkulasi. Malah, jika tak ada keduanya, kita mungkin tidak pernah paham makna memberi, empati, menerima, berjuang, dan konsep hidup lainnya.
Intinya apa? Intinya, sistem yang sempurna adalah utopia, tidak pernah ada. Tapi setidaknya ada yang lebih baik? Relatif. Mesti ada trade off nya juga. Jadi? Ya sudah. Semakin tua, saya semakin sadar bahwa banyak hal di bumi ini yang seharusnya (demi kewarasan diri) tak usah dipikiri atau diurusi meskipun tak jarang dampaknya terasa oleh diri sendiri. Selama masih bisa menjalani hidup secara tentram dan damai — tak ada yang mengusik — rasanya cukup, meskipun seringkali jengkel dan marah karena hal-hal di luar kendali. Tak apa, namanya manusia punya rasa dan kenal emosi.
Apasih yang dikejar di bumi yang sementara ini?
Orang yang kenal betul saya, mesti sering mendengar kata-kata nyeleneh yang sering saya ucapkan perihal tujuan dan hal-hal yang tak relevan tentangnya. Saya merasa saya cukup beruntung sebab mengetahui dengan jelas apa yang saya cari, kemana arah yang harus dituju, dan bagaimana caranya. Bila berkaca pada hal-hal itu, tidak ada disebutkan frasa bermigrasi ke luar negeri menjadi salah satu prasyarat atau tercantum di sana. Tidak ada satupun keperluan atau kebutuhan yang relevan. Pun, tanpanya, tak akan mengubah makna dan jalan yang (dan akan) ada.
Dan saya cukup beruntung untuk dapat secara sadar tidak melakukan hal-hal yang tidak ingin saya lakukan, apalagi melakukan sesuatu yang didasarkan pada ekspektasi atau penerimaan sosial.
Alasan pendukung, sebagian receh
Selain dua hal itu, banyak juga hal pendukung atas keputusan untuk tetap bertahan di negeri yang kocak geming ini. Meskipun sepertinya ada bias karena saya belum pernah hidup dalam jangka waktu lama selain di Indonesia atau mungkin ada cognitive bias lainnya — tapi mari kita beberkan beberapa alasan receh tidak receh itu:
Jajanan mamang di jalan. Di mana lagi bisa menemukan comforting food yang murah meriah dan bisa memenuhi ego perut? Akan sulit menemukan seblak, cimol, cilok dan peracian duniawi selain di negeri ini.
Iklim tropis. Sinar matahari dan cuaca yang so-so rasanya menjadi nikmat yang seringkali dikufuri. Ah, nyaman sekali bisa menikmati hangat mentari hampir di sepanjang tahun.
Biaya hidup relatif terjangkau apalagi jika memiliki penghasilan di atas (atau berkali-kali) UMR daerah. Walah, surgawi betul — kecuali penghasilanmu itu hasil korupsi. Tidak berkah kawand.
Warganya yang bodor dan ramah. Meskipun tak jarang membuat kesal, warga Indonesia yang sering berulah aneh dan ramah tak jarang dapat mewarnai hari-hari yang kadang gelap ini. Masa ada berita mudik ketinggalan anak istri, ngakak abis.
Para pengamen di jalan, manusia silver, tukang ojek dan teman-temannya yang sering mengingatkan arti hidup dan berjuang, dan melukis senyum tipis karena dapat sedikit berbagi suka dengan mereka.
Gak perlu ngomong bahasa enggres atau belajar bahasa lain karena sudah cukup fasih dengan bahasa ibu.
Komunitas. Hidup saya bergantung dan berjalan di radar komunitas yang mungkin akan sulit atau berbeda jika di negara lain. #iykyk
Dekat dengan keluarga. Singkat, padat, jelas.
Itulah alasan mengapa hingga detik ini saya masih menginjakan kaki di tanah Ibu Pertiwi ini. Mungkin ditambah fakta keanekaragaman alam, budaya, kuliner, dan banyak hal lainnya tentang Indonesia yang tak bisa dibantah. Terlebih, saya merasa keadaan saat ini sudah lebih dari cukup; saya memiliki pekerjaan yang fleksibel dan ideal (menurut diri sendiri), tinggal di lingkungan yang saya senangi (di Utara Bandung), saya menikmati slow living di mana saya bisa menjalankan morning routine dan berjalan/membaca/bermeditasi/berolahraga sehabis jam kerja. Saya bahagia dan content dengan kehidupan yang saya jalani saat ini. Bahkan, saya masih berkembang dan bertumbuh secara personal dan professional setiap harinya di ruang yang cukup disebut nyaman ini. Lantas, kenapa harus bermigrasi ke luar negeri?
2 notes · View notes