Tumgik
#validasi
guratpena · 2 months
Text
berseru
aku merasa telah lelah berseru. menyampaikan apa yang menjadi kehendak hati, namun tidak juga terlaksana.
aku merasa telah lelah berseru. menyampaikan apa yang dirasa tidak sesuai, namun tidak juga bisa diperbaiki.
aku merasa telah lelah berseru. menyampaikan apa yang mungkin bisa diubah, namun tidak juga dipenuhi.
mungkin aku terlalu yakin dengan validasi dan seruanku.
9 notes · View notes
aprilliouz · 2 years
Text
Sakitmu, Milikmu.
Tak usah dibandingkan, Baik diputusin, Mutusin, Diselingkuhi, Dighosting, Cinta tak berbalas, Semua sama-sama tak menyenangkan. Sama-sama sakit, dan perasaan tersebut valid. Bila si a merasa pengalamannya paling menyakitkan, si b mungkin takkan terima pengalamannya disepelekan.
Walau memang jadi anak sulung berat, Jadi anak tengah sulit, Jadi anak bungsu rumit, Jadi anak di tengah banyaknya saudara kandung, Jadi anak dengan saudara angkat, saudara tiri, Jadi anak tunggal pun pasti punya masalahnya tersendiri.
Kehilangan ayah dan jadi yatim. Kehilangan ibu dan jadi piatu. Kehilangan peran karena orang tua yang tak rukun, Ataupun hilang arah karena yatim piatu, Semuanya pasti punya sakitnya masing-masing.
Berjuang masuk kuliah, Tak berkesempatan kuliah, Sibuk dengan perkuliahannya, Belum lulus kuliah, Pusing setelah lulus kuliah, Menunggu Jodoh, Pusing dengan rumah tangganya, Yang menunggu kehadiran buah hati, ataupun pusing dengan mengurus anaknya, Semuanya pejuang dengan ceritanya.
Aku yakin, tanpa harus diadu, Menjadi diri kalian itu tak mudah. Aku tak pernah jadi kamu. Aku tak pernah jadi dia. Dia tak pernah jadi kamu. Kamu tak pernah jadi mereka. Kita hanya mengerti sakitnya diri, tanpa layak menyepelekan sakitnya orang lain.
Jadi, perasaanmu valid. Ketahuilah kamu hebat sudah berjuang sejauh ini. Tapi, baik aku maupun kamu kita tak harus selalu berebut sorotan. Saat ada orang lain yang berbagi ceritanya, tak harus kita marahi, kita sebut si paling atau kita timpa ceritanya ya.
Sakitmu milikmu. Sakitmu layak diakui.
75 notes · View notes
vivisufi · 1 year
Text
Sesungguhnya yang menyakitkan itu bukan kalimat-kalimat meremehkan dari orang lain,
Tapi kamu yang memvalidasi keburukanmu dari apa yang orang lain sampaikan.
Sampai sini baru sadar bahwa bangkit itu bukan tentang merapikan posisimu dihadapan orang lain, cukup membuktikan pada diri sendiri sang pemilik usaha dan doa bahwa semuanya bisa dan biasa.
7 notes · View notes
katarsis1789 · 1 year
Text
(Mem)Validasi Perasaan
Aku selalu merasa takut pada perasaanku sendiri. Apalagi harus mengakui, itu sama artinya Aku kalah dalam mempertahankan logika yang sesuai realitas.
Terlebih lagi saat sudah pernah di kecewakan oleh perasaan yang saat itu Aku percayai benar adanya.. Memang hati orang tidak ada yang tahu, tapi pantulan perilaku adalah wujud dari perasaan, bukan? Atau Aku yang salah dalam menangkap konsep ini?
Tak jarang Aku pertanya pada teman tentang perasaanku sendiri. Konyol sekali, bukan? Seharusnya yang tahu perasaanku adalah diriku sendiri bukan mencari sebuah validasi dari orang lain yang belum tentu mengerti..
Salahkan Aku bertanya pada diriku sendiri tentang perasaab yang saat ini Aku rasakan? Salahkah Aku yang mengakuinya?
7 notes · View notes
aspeknasdiy · 1 year
Text
P3SM ASPEKNAS-DIY Construction Company Akun resmi DPD Asosiasi Pelaksana Konstruksi Nasional (ASPEKNAS) Daerah Istimewa Yogyakarta Lembaga Sertifikasi Badan Usaha terlisensi BNSP new-p3sm.webflow.io
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
madurapost · 2 years
Text
Gelar Sosialisasi di 3 Kecamatan, Ini Target Halal Hub Sumenep Untuk Kemajuan Pelaku UMKM
Gelar Sosialisasi di 3 Kecamatan, Ini Target Halal Hub Sumenep Untuk Kemajuan Pelaku UMKM
SUMENEP, MaduraPost – Demi meningkatkan potensi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang ada di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur semakin berkembang, Halal Hub Sumenep melangsungkan sosialisasi akurasi data para pelaku UMKM. Sabtu, 24 September 2022. Dimana, sosialisasi tahap pertama berlangsung di Kecamatan Lenteng pada Senin (19/09/2022), selanjutnya Kecamatan Kota pada Selasa…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
kurniawangunadi · 8 months
Text
33 Tahun dan mengapa belum menikah di usia ini?
Ini tentu bukan bercerita tentangku, tapi tentang pengamatan. Sebagai penulis, beberapa kali melakukan proses interview, ngobrol, bertukar pikiran, dan sebagainya. Dulu, pandangan seperti ini tidak banyak kutemukan karena dulu usiaku masih 24 tahun saat memulai karir. Sekarang, tahun ini telah beranjak 33 tahun, sebentar lagi anak pertama masuk SD. Dan beberapa kali juga, melalui istri, ditanya apa ada temanku yang bisa dikenalkan ke teman-temannya istri. Yang tahun ini, menjelang kepala tiga. Dari proses-proses yang risetku selama menulis dan apa yang terjadi, datanya tidak sesederhana itu. Kita berada di lingkungan yang baik, tidak serta merta membuat kita langsung ketemu pasangan hidup yang sesuai dengan apa yang kita butuhkan. Dipadu padankan dengan obrolan bersama psikiater beberapa waktu terakhir. Ada beberapa pendapat subjektif yang bisa kuhadirkan dari seluruh kumpulan riset itu, nanti kalau kamu ada lainnya, boleh ditambahkan : 1. Kehidupan yang semakin materialistik, ukuran terhadap materi dan kesiapan materi menjadi parameter yang sangat menentukan dalam pernikahan. Dan ukuran ini membesar, seperti kepemilikan rumah, kendaraan, atau gaji dalam nominal tertentu, serta tuntutan hidup materialistik (apa-apa diukur dengan uang) ini berpengaruh pada pola pikir dan kesiapan orang untuk menikah. Memang, mempersiapkan finansial untuk menikah itu penting, tapi ketika semua keputusan berpusat pada uang - mendominasi pikiran. Itulah awal mula dari kondisi tersebut. Apakah kamu setakut itu pada masalah rezeki? Kondisi yang sangat mungkin berbeda dengan waktu orang tua kita dulu. 2. Kondisi mental dan emosional yang belum pulih. Percaya atau enggak, orang lain bisa merasakan apakah kita ini cukup stabil atau se-eror itu. Apalagi jika keeroran kita tervalidasi melalui asesmen. Kita perlu untuk mengakui dan menyadari kalau memang kita perlu meluangkan waktu untuk mengobati diri sendiri. Kalau pun butuh waktu beberapa tahun, ya itu bagian dari konsekuensi. Karena masuk ke dalam pernikahan memang memerlukan kondisi mental emosional yang cukup kuat. "Badai"nya sesuatu, dinamikanya sangat beragam, dan tantangan yang akan dihadapi sangat berbeda dengan saat kita masih single. Kita akan berkompromi dengan banyak sekali orang. Apalagi jika nanti kita memiliki anak. Mereka perlu orang tua yang sehat jiwa dan pikirannya. Agar jangan sampai, kalau saat kita memiliki trauma, ternyata tanpa sengaja menjadi penghambat bagi anak-anak kita. 3. Romantisasi keadaan. Belum menikah di usia tersebut sebenarnya itu bukan masalah, tidak ada panduan bahwa menikah itu harus usia 25-30. Tidak ada dosanya juga belum menikah di umur 30 lebih. Tapi, membiarkan diri meromantisasi keadaan sehingga dari sana kita merasa mendapatkan dukungan, validasi, pembenaran pendapat, dan apapun yang sebenarnya digunakan untuk menutupi kekhawatiran diri karena belum menikah. Alih-alih berusaha untuk membangun persepsi diri yang benar, pandangan hidup yang lebih luas, dengan demikian kita bisa memiliki value kita sendiri yang kuat, yang tidak goyah saat kita sendirian dikamar yang sepi, atau saat di tengah kumpulan keluarga.
4. Tidak siap dengan masalah. Kalau kata buku yang kubaca, menikah itu seperti memilih masalah yang akan kita jalani seumur hidup, jadi pilihlah masalah yang kamu mau menjalaninya. Tontonan berupa film, drama, dan romanitasi yang berseliweran di media sosial secara tak sengaja membangun kesadaran kita bahwa menikah itu pasti akan sebahagia itu. Ini juga berkaitan pada poin satu tadi salah satunya. Tidak siap dengan beragam masalah, harus beradaptasi dengan beragam kondisi, kompromi dengan pasangan, belum lagi hal-hal lainnya. Tidak setiap pernikahan itu selalu dimulai dengan sudah memiliki rumah, kadang harus ngontrak. Tidak dimulai dengan langsung ada mobil, harus kerja bertahun-tahun dulu. Belum lagi nanti kalau harus memilih sekolah anak yang disesuaikan sama budget keluarga. Belum lagi, bersosialisasi dengan masyarakat. Singgungan yang banyak itu akan menciptakan dinamika, salah satu dinamikanya adalah masalah-masalah tersebut. Belum lagi dinamika soal tinggal di mana, siapa yang akan ngejar karir duluan, dan berbagai pembagian peran dan tugas dalam keluarga. Apakah kamu siap menghadapi dan berkompromi dengan beragam masalah itu? Sesuatu yang memang sudah sepaket dengan pilihanmu untuk berkeluarga.
Apakah kamu bisa membayangkan? Empat dulu, ada banyak temuan lainnya dari hasil diskusiku selama ini. Pendapat di atas sangat subjektif, benar-salahnya tidak mutlak. Tapi semoga bisa menjadi pelajaran penting. Pelajaran yang membuat kita bisa memiliki perspektif yang lebih luas dalam mengamati sesuatu. Ada tambahan? (c)kurniawangunadi
608 notes · View notes
yunusaziz · 7 months
Text
Dear, people pleaser.
Jika tidak sanggup, kenapa tidak katakan saja sedari mula? Padahal gampang loh kamu cukup berucap semisal, "Maaf tidak bisa, sedang ada tanggung jawab lain yang harus saya selesaikan."
Kamu harus tahu batasan dirimu. Bukan hal bijak untuk harus dan terus 'perform' baik di hadapan semua orang. Kamu ini manusia biasa, diciptakan lemah dan terbatas. Bisa capek, bisa penat, bahkan sakit.
Memangnya apa sih yang ditakutkan? Takut distempel buruk jika tidak mengiyakan seseorang?
Berbuat baik itu memang kewajiban kok, tapi bukan yang untuk mencari validasi atau pengakuan dari seseorang, melainkan yang muncul karena dorongan hati. Ada keikhlasan, kebijaksanaan dan ketulusan.
Hal itu hanya dapat dilakukan ketika kamu punya batasan yang sehat, yang kamu mulai dengan mengenali dan memahami siapa dirimu. Sebab, kalau bukan kamu, siapa lagi yang akan memahamimu?
Lagipula, apasih yang diharapkan dari manusia, tidak kapok apa sering dikecewakan? Dengan berkata tidak, jika memang orang itu butuh bantuan, dia akan mencari orang lain. Kalau dia memang orang yang baik, pasti akan memahami keadaanmu. Percayalah, seseorang malah lebih menghargai kejujuran daripada sekedar ucapan kesanggupan padahal sebaliknya.
Berusaha menyenangkan semua orang, tanpa memperhatikan diri, justru malah dapat berdampak buruk terhadap diri sendiri loh. Sudah kamu korbankan semua milikmu, tetapi yang berbalik justru kecewa, akibat tidak diapresiasilah, dianggaplah, dsb.
Jadi, intinya jika ingin berbuat baik, berbuat baiklah kepada seseorang karena dirimu. Karena kamu bisa, dan bahkan butuh, misalnya sebagai jalan menempuh ridho Rabb-mu. Ingat, jika ingin menolong seseorang, pastikan terlebih dulu kamu tidak menyakiti dirimu ya..
Jadi mulai sekarang, berhenti ya buat merasa nggak enakan dalam mengiyakan seseorang. Mulai buat belajar kenali diri. Kamu bukan sosok yang sempurna, yang harus selalu ada. Pun kebahagiaan orang lain juga bukan tanggungjawabmu kok~
Jadi santai aja, jadilah manusia yang merdeka. Yang bebas dari 'belenggu' dan 'sekat' orang lain. Your life is precious!✨
261 notes · View notes
gizantara · 25 days
Text
Habis lihat story salah satu rekan komunitas, katanya:
Perempuan itu lemah dalam menghadapi ujian verbal.
Oalah, pantesan ujian terberatnya perempuan terbaik sepanjang masa alias Maryam adalah judgement terbuka dari orang lain.
Dan apa kata Allah tentang cara meresponnya? Yup, diam. Dengan diam, Allah membuat pihak lain (Bayi Nabi Isa) yang akhirnya akan berbicara membela Maryam.
Dan baru ngeh, pantesan sebagian besar perempuan betul-betul memperhatikan penilaian orang lain sehingga berlebihan dalam menyadari dirinya.
"Ih aku keliatan aneh ga ya kalo gini?"
"Ih orang mikirnya gimana nanti?"
Akhirnya jadi ngerasa perlu melatih diri untuk ga merasa too much karena sebenarnya orang lain tuh ga peduli-peduli amat. Semoga perempuan-perempuan baik dipasangkan dengan laki-laki yang juga tidak membuat perempuannya merasa too much.
Pinter-pinter jaga ucapan demi hati orang lain. Dan pinter-pinter jaga hati terhadap ucapan orang lain. Kalau kata Lee In Ah di drama Remember: War of The Son,
"Jangan membuat penilaian jika kamu tidak tahu bahwa hidup seseorang bergantung pada hal itu."
Dan ujian verbal tuh nggak melulu tentang yang menyakitkan hati. Di story rekanku itu, konteksnya justru perempuan lemah terhadap gombalan, pujian, validasi, dsb. Makanya, selagi bisa, ga perlu lah ngebuka pintu untuk celah-celah digombalin/dipuji/mengais validasi. Apalagi sekarang populer banget istilah word of affirmation. Gak salah sih kalau konteksnya percintaan di dalam pernikahan mah.
Tapi zaman sekarang WoA diromantisasi dalam bermaksiat kepada Allah. Rasanya lebih ke kocak. Udah tau kelemahan dirinya di situ, malah menyodorkan diri untuk dilemahkan. Malah menempatkan diri dalam kondisi keimanan diuji. Udah gitu, gak sadar lagi kalo itu tuh ujian. Gak jarang kan yang akhirnya berujung melakukan hal fatal hanya karena berawal dari pujian, janji manis, dan hal-hal verbal lainnya?
Buat anak perempuanku nanti, aku bakal mewanti-wanti bahwa dia nggak perlu menganggap serius ucapan-ucapan remeh dari lawan jenis. Aku bakal penuhin tabung cinta mereka dengan afirmasi positif sehingga mereka nggak perlu merasa pengen dipuji oleh laki-laki yang belum haknya.
— Giza, mencintai fitrahnya menjadi perempuan. Seru, tapi tricky juga kalo soal perasaan.
136 notes · View notes
nonaabuabu · 6 months
Text
Kau Menang
Tumblr media
Lucu, kadang aku ingin menulis agar seseorang membacanya, namun kadang lainnya aku menulis karena menyakini seseorang tak akan membacanya. Dan ini aku tulis dengan anggapan kau tak akan pernah membacanya.
Apa yang lebih pekat dari malam, mungkin adalah darah yang mengental di dadaku. Ia amarah yang tak mampu dituangkan dalam bentuk apapun, sebab terlalu racun jika ia kujadikan kata-kata untuk memujamu.
Adalah kau aliran yang memiliki muara satu namun beribu hulu. Aku jadi pecundang yang menghakimi wanita lain yang memoles bibir merah merona untuk atensimu yang begitu luas.
Seharusnya kau yang kudakwa bersalah bukan. Tapi kita apa?
Kaki yang berlari sendiri, mencari validasi sana sini, bertemu di berisiknya kata-kata, menitisnya sebagai pedang untuk saling menebas.
Aku suka dengan kelihaianmu memantik amarah, sedang kau senang melihatku yang ingin meledak menahan murka. Kita beradu dengan argumentasi dan emosi, seolah mudah sekali mengatasinya hanya dengan seulas senyum tiga jari.
Pada rongga dadaku, jauh sebelum bertemu kau, ada penyakit yang mengakar. Semacam pongah yang mudah melenggang saat merasa tak diinginkan. Sebab percaya, di tempat lain aku diinginkan dengan sedemikian rupa.
Lalu kau hadir seolah ingin menguji, sampai dibatas mana aku akan mendambamu. Kau menjadi seperti kebanyakan adam yang kutemui, penuh penguasaan dan dominasi.
Sayang, aku tak pernah tertarik berkompetisi.
Bukankah lebih baik mati dalam rindu dariada berlutut kepada hal yang tak tentu?
Entah kau mau berlabuh di mana kau ingin, menetap di mana kau nyaman, atau pada akhirnya berpindah lagi ke lain pelukan, merah di dadaku lebih baik menggumpal daripada luruh hanya untuk mengakui kenyataan; kau menang keparat, aku jatuh cinta.
197 notes · View notes
fanicahya · 1 month
Text
Sebuah Validasi
Terlalu keras pada diri sendiri menyebabkan orang lain juga akan keras kepada dirimu. Menganggap terlalu berlebihan dalam segala masalah. Setiap orang memiliki masalah dan dinamikanya masing-masing, namun tidak seberisik kita.
Bersyukur dan let it flow, ikuti arus nya, ikuti jalan takdir. Berdoa untuk selalu diberikan yang terbaik dalam segala hal. Lapangkanlah hati untuk menerima segala takdir baik maupun buruk. Berpikirlah hal hal yang baik dan positif, ucapkanlah hal hal yang baik. lakukanlah tindakan tindakan yang baik untuk dirimu sendiri dengan mengingat tidak mencelakai orang lain.
mungkin secara tidak sengaja memang benar, ucapan yang kita anggap biasa bisa menjadi pisau tajam bagi orang lain. karena perbedaan culture, pola pengasuhan, kebiasaan, pengalaman yang dimiliki membuat setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda. Oleh karena itu, jagalah lisan, jaga sikap dan jaga tingkah laku kepada siapapun itu. bahkan dengan orang terdekat.
Luka dan bahagia lebih sering kita dapatkan dari orang yang paling dekat dengan kita. Saringlah apa apa yang masuk ke dalam tubuh kita. baik asupan makan, yang kita dengar, kita cium, kita lihat, kita rasakan. Pilihlah dan izinkanlah segala hal baik yang masuk ke dalam diri kita. Berikan energi energi positif pada diri kita. Jika kamu sudah berdamai, orang di sekitar pasti akan merasakan hal itu. carilah kebahagiaan dan ketenangan itu ada di dalam diri kita, dari diri kita yang paling dalam, selami hingga ke dasar dasarnya. Kamu akan menemukan dirimu yang asli, dirimu yang nyata. Sesungguhnya apa yang kamu inginkan, apa yang harapkan, apa yang terbaik buat dirimu. Itu ditanyakan kepada dirimu sendiri. Validasilah dirimu oleh dirimu sendiri. Mencari validasi ke berbagai orang akan membuat luka bagi dirimu sendiri karena membuka luka yang sudah mulai sembuh namun kamu buka kembali. dan bisa jadi juga akan menyakiti dan membunuh orang yang menjadi tempat kita mencari validasi.
Semangat untuk individu yang selalu membutuhkan validasi dari orang lain. kamu pasti bisa mencari validasi itu ke dalam diri kamu sendiri. Latihlah terus otot otot mental kita, sama hal nya seperti membentuk otot fisik, diperlukan berulang kali latihan untuk kita bisa memiliki otot yang kita harapakan, begitu juga otot otot mental kita. Sekali dua kali gagal tidaklah masalah, bahkan beribu kali gagal itu tidak masalah. Yang menjadi masalah adalah ketika kita berhenti untuk mencoba lagi dan terus mencoba lagi untuk bangkit.
Tenang, cuma sampai kita mati saja kok, kalau sudah mati mungkin sudah tidak akan ada masalah hidup (ya karena udah mati wkwk). Coba lihat usiamu sekarang berapa tahun, kira kira punya ekspektasi hidup hingga berapa tahun. Apakah sisa sisa waktumu hanya untuk digunakan untuk berisik dengan segala hal di luar ekspektasi? atau bisa kamu gunakan untuk hal hal yang lebih bermanfaat lagi, untuk dirimu sendiri dan untuk orang lain.
Ingat perlu jaga niat, karena segala tindakan tergantung dari niatnya. Milikilah niat sebaik baiknya. dan tentu saja lakukan tindakan yang tidak menyimpang dari niat kita.
Semangattt readersss :))
100 notes · View notes
penaimaji · 9 months
Text
Membangun Narasi Indah Pernikahan
Dibalik narasi-narasi indah pernikahan, tentu berawal dari ketidaksempurnaan kita—manusia yang juga banyak salahnya. Jangan denial, manusia juga memiliki kekurangan
Kesalahan bukanlah sebuah masalah, selama kita mau memberi ruang kepada pasangan untuk upgrade diri menjadi lebih baik. Melihat potensi dan sisi baik pasangan yang jaaauuhhh lebih banyak
Dua manusia yang hidup dari sisi berbeda. Masing-masing membawa dampak dari luka-luka selama dua puluh lima tahun silam, yang kini berubah menjadi cerita perenungan dan pembelajaran. Ruang-ruang itu tertata lebih baik; bertahap melalui ruang validasi-penerimaan-melakukan perbaikan-melakukan perubahan
Melihat kilas diriku yang sekarang amat jauh berbeda. Sampai di titik ini, keberadaan anak membuat kami semakin dekat, meski tidak selalu mulus jalannya. Hal-hal sederhana seperti beres-beres rumah, memasak, mengurus anak, yang dilakukan bergantian juga kerjasama. Menemani tumbuhkembangnya, berdiskusi, menceritakan hal-hal kecil satu sama lain
Hidup sederhana, apa adanya, tanpa banyak drama. Memprioritaskan kebutuhan yang penting-penting saja. Tidak perlu berisik ketika bertemu banyak prahara, dan tetap menjaga hubungan dengan Yang Maha
Melewati satu persatu masalah yang dihadapi, mengembalikan semuanya pada diri sendiri supaya tidak mudah menyalahkan orang lain. Kuncinya ialah bersyukur, menikmati yang indah hingga yang pahit sekalipun
Terimakasih sudah mau menjadi tempat, dimana aku merasa diterima tanpa takut dihakimi. Terimakasih sudah membantu banyak hal untuk lebih memahami diri sendiri; juga saling memaklumi
Semoga Allah mampukan menjalani skenario kehidupan ini yang muaranya tentu kembali pada Ia—Pencipta Alam Semesta
Jakarta, 6 September 2023 | Pena Imaji
211 notes · View notes
milaalkhansah · 13 days
Text
Self Worth
Kalau self worth gua lagi tinggi (baca: alay), kadang tuh gua suka kepikiran, kalau orang yang nanti jadi pasangan gua tuh pasti beruntung banget.
Gua jago masak (dan enak), gua pinter cari uang (gua dari SMP udah punya penghasilan sendiri), gua seneng belajar jadi bisa lah diajak diskusi apa pun, gua suka (BANGET) sama anak kecil, jadi pasti nanti akan (berusaha) jadi ibu yang baik ((CAILAH)), gua jago beres-beres rumah, gua jadi pelawak bisa, jadi serius bisa, all in one lah pokoknya, oh iya gua juga cantik, yaa meskipun gak secantik artis korea.
Gua selama ini merawat diri dengan baik, jadi akan kurang ajar banget kalau usaha yang selama ini gua lakukan belum cukup juga untuk menganggap kalau gua ini cantik. Yaa walaupun balik lagi—definisi cantik tiap orang beda-beda. Kalau bagi diri gua sendiri, gua udah cukup layak untuk dianggap cantik dan menarik.
Untuk mengetahui nilai diri sendiri baik nilai yang ada di dalam (hati) dan di luar (fisik) itu gak semata-mata didapatkan dari asumsi semata, karena itu orang narsis namanya.
Gua pun begitu.
Pemahaman akan diri sendiri yang gua miliki saat ini itu gak gua dapatkan hanya dari pengalaman gua dalam belajar memahami diri gua sendiri, tetapi juga dari validasi yang gua dapatkan dari orang lain.
ya, gua baru sadar kalau mencari pengakuan akan nilai diri kita dari orang lain itu gak selalu hal yang negatif. Namun malah bisa membuat kita menjadi semakin kenal dengan diri kita sendiri. Dengan catatan, kita gak menjadikan pengakuan mereka sebagai tolak ukur siapa diri kita yang sebenarnya, dan juga tentu saja pengakuan yang kita dapatkan berasal dari orang-orang yang memang udah bersama kita dalam waktu yang cukup lama. Sehingga melalui interaksi cukup lama tersebut, kiranya sudah cukup lah untuk mereka menilai bagaimana diri kita, dari hal-hal 'konsisten' yang mereka lihat/rasakan dari diri kita.
gak hanya dari segi nilai diri, gua juga uda cukup paham sama berbagai kekurangan yang gua miliki. Meskipun belum semuanya, setidaknya beberapa kekurangan tersebut sudah gua usahakan untuk benahi dan juga perbaiki.
Mengetahui nilai dan kekurangan diri gua dengan baik secara gak sadar membuat gua menjadi lebih tenang dalam banyak hal. Salah satu contohnya dalam melepaskan seseorang. Gua dari dulu selalu berusaha konsisten, orang-orang yang gua izinkan untuk masuk dalam kehidupan gua saat ini hanyalah orang-orang yang mempunyai nilai yang sama dengan gua, jadi saat gua berkenalan dengan seseorang yang gua rasa orang ini gak mempunyai nilai yang sama—gua tanpa perlu pikir panjang lagi, tidak akan menganggap orang itu siapa-siapa.
Manfaat lain dari mengenal diri sendiri adalah gua juga gak takut lagi untuk ditinggalkan. Dulu, salah satu ketakutan gua untuk mengenal seseorang adalah gua takut banget ditinggalkan. Gua takut tanpa orang itu, gua gak bisa lagi apa-apa. Yah, gua sebodoh itu dulu. Sekarang? Pergi lu, kalau cuman jadi beban aja, gua bisa semuanya sendiri. Wkwk.
Salah satu persiapan gua juga sebelum menikah atau bersama seseorang nanti adalah memastikan diri gua sendiri MASIH & BISA tetap bahagia dan juga MANDIRI tanpa adanya orang tersebut. Sederhananya gua gak mau menggantung kan kebahagiaan atau hidup gua sendiri sama orang lain.
Jadi semisal pasangan gua nanti meninggal, gua masih mampu untuk bertahan hidup. Karena toh, sebelum sama dia juga gua udah punya penghasilan sendiri. Pelajaran ini gua ambil langsung dari Mama gua, karena dengan kepala mata gua sendiri, rasa malu dan harga diri belio bahkan beliau jual, hanya supaya anak-anaknya masih bisa makan. Dan gua gak mau kayak gitu.
Hal ini juga yang menjadi alasan kenapa Mama selalu memberikan nasihat sama gua untuk mencari seorang laki-laki yang udah punya pekerjaan alias bertanggungjawab dengan hidupnya sendiri. Gak harus kaya loh, tetapi setidaknya dia punya cukup kesadaran diri bahwa biaya hidupnya harus ditanggungnya sendiri, jadi dia akan berusaha bagaimana pun untuk tidak menjadikan dirinya sebagai tanggungan orang lain, sekalipun orang tuanya sendiri.
Lagian, gua aja yang cewek bisa nafkahi diri gua sendiri, masa situ yang laki-laki gak bisa?
Sampe sekarang gua tuh suka heran, kok bisa-bisanya yaa ada cewek mau-maunya biayain cowok? Kalau udah suami istri, dan suaminya emang qodarullah berada di dalam keadaan sedang/sudah gak bisa lagi cari nafkah, misal sakit, yaa itu gak masalah karena kondisinya berada di luar dari kehendaknya. Tetapi kalau udah belum suami istri, dan si laki-laki masih sehat walfiat, tetapi kerjaannya gak jelas apa dan cuman modal mulut doang si cewek mau-maunya aja biayain si cowok, fix si cewek bego banget.
Selain itu, karena gua juga udah tau seberapa bernilai diri gua sendiri, seandainya nanti gua (nauzubillah) memilih pasangan yang salah, sehingga dia meninggal kan gua, gua gak akan mudah terpuruk, menyalahkan diri gua sendiri, apalagi bertanya-tanya tentang apa yang salah dari diri gua. Tetapi gua akan yakin, dia ninggalin gua karena yaa dia aja yang bodoh.
Dalam hal memilih pasangan pun gua menjadi lebih mudah. Karena gua udah tahu, laki-laki seperti apa yang gua mau dan gua butuhkan. Sehingga saat gua bertemu dengan laki-laki yang gak nemu di dua hal tadi, gua sudah tau apa yang gua harus lakukan.
Semoga gua bisa ketemu dengan laki-laki yang juga udah tau nilai dirinya dengan baik. Karena yang gua inginkan dalam sebuah hubungan terutama sebuah pernikahan adalah saling, bukan paling...
Saling mengusahakan kebaikan masing-masing, saling berjuang membahagiakan, saling menasihati, saling sabar, dan berbagai kata 'saling' lainnya.
Gua gak mau berada dalam hubungan yang timpang sebelah. Alias gua sama pasangan gua berlomba-lomba menjadi si yang paling. Gua mau kita berdua selalu sama-sama.
Proses memahami nilai diri adalah proses yang panjang dan akan dilakukan seumur hidup. Dan gua tahu pasti ada keadaan di mana gua salah menilai diri gua sendiri. Namun gua akan selalu yakin, kalau gua adalah seseorang yang sangat layak dan sangat pantas untuk dicintai.
Jadi anggap saja saat ini gua masih sendiri bukan karena gak ada yang suka sama gua, tetapi belum ada laki-laki yang cukup beruntung untuk memiliki gua.
Mari menjadi alay sekali-kali...
36 notes · View notes
ibnufir · 3 months
Text
Menjadi cermin bagi sepasang spion
Punya sepasang anak laki-laki dan perempuan, ibarat punya dua kaca sepion di dalam kendaraan. Lengkap dalam arti pas untuk selalu melihat dua cermin sekaligus.
Jika kaca spion kanan anak laki-laki, dan spion kiri untuk anak perempuan.
Maka sesekali saat melihat kebelakang. Spion kanan anak laki-laki ini ibarat tanggung jawab. Seberapa besar tanggung jawab seorang bapak untuk kehidupan anak-anaknya.
Sedangkan spion kiri anak perempuan ibarat inisiatif. Seberapa besar inisiatif seorang bapak berbagi peran dengan ibuknya.
Meskipun semua ini berlaku untuk keduanya.
Suatu hari, mereka akan bercermin dari spion ini. Mereka akan melihat ke belakang dan meniru bagaimana kedua orang tuanya berprilaku di dalam rumah tangga.
Anak laki-laki akan melihat, bagaiamana seorang bapak mencukupi kebutuhan-kebutuhan rumah tangganya.
Kebutuhan yang tidak hanya materi, tetapi juga kebutuhan kebahagiaan batin dan spiritual.
Anak perempuan akan melihat, bagaimana seorang bapak menyeimbangkan tugas dan tanggung jawab istrinya.
Melihat rumah yang berantakan, apakah akan tetap main hape. Melihat pakaian kotor apakah akan tetap tiduran nonton TV.
Ini nanti akan menjadi sebuah validasi kriteria pasangan seperti apa yang dia butuhkan bagi rumah tangganya.
Kedua spion ini akan dibawa sepanjang perjalanan hidup mereka.
Suatu hari mereka akan melihat bagaimana peran ibuknya. Suatu hari mereka akan melihat bagaimana peran bapaknya.
Kita semua pasti pernah mendengar pepatah "Buah jatuh, tidak jauh dari pohonnya"
Tidak jauh, bukan berati perjalanan yang singkat. Tetapi serangkaian peristiwa panjang.
Seorang anak betul-betul mendikte dari A sampai Z bagaimana kehidupan kedua orangtuanya berjalan.
Maka menjadi bapak perlu berhati-hatilah dalam menyeimbangkan kehidupan, karena kedua spion telah terpasang.
Kedua spion ini merekam, kedua spion ini mencatat dan menyaksikan langsung cermin kehidupan kedua orang tua mereka.
Mereka tidak akan salah melihat.
—ibnufir
54 notes · View notes
auliasalsabilamp · 5 months
Text
Orang yang hidup dengan hanya mencari validasi Rabbnya, tidak akan mudah rapuh dan hancur karena dunia.
77 notes · View notes
glimpsewords · 1 year
Text
orang lain tidak pernah tahu seberapa jumpalitannya perjuangan kita hingga sampai pada titik yang mungkin sudah kita impikan sedari kecil. kita tidak perlu meminta validasi dari mereka. yang kita perlu hanyalah terus mengapresiasi diri agar mampu bertahan mengarungi alur yang dihadirkan semesta.
197 notes · View notes