Text
Have you ever feel like people around you only pay attention because they will feel bad if they don't? Like they don't genuinely want to appreciate you. They genuinely only want to appreciate others but of course it's a dick move so they mentioned you too. I know I don't have to get all butthurt about it because it's just a basic manner to be polite. But you see, it kinda hurts if you feel connected and close to someone but at the end of the day you finally realised they don't feel the same. And to make it worse, they aren't wrong either because you just can't control people's feeling about you.
0 notes
Text
The glass is full, so the water spills.
So i cried over the phone. Telling ibu the laptop was broken. I cried for the laptop. I cried for the tasks i haven't saved yet This was the chance to let it out The glass is full, so the water spills. Ibu think i cried over the laptop Where actually i cried for another reason I cried for the cramp of my unstoppable period I cried for the headache and anemia that i kept hiding from ibu I cried imagining the costs of a new laptop I cried over those old anger that i kept, basically towards everyone I cried over the anger to those people that have hurted ibu I cried for missing my parents so much I cried for missing my friends I cried for the lack of confidence I cried for all those stupidity and awkwardness i make in front of people I cried over my anxiety that kept showing when i have presentations I cried over the feeling that i might have apperception distortion or even mental disorder I cried over the fact that i couldn't tell anyone because they might said I overthink it. So, i cried. I just cried. And i write So, I just write. Because everyone has enough problem on their plate. And i just couldn't add another.
0 notes
Text
Surprise, Surprise!!
Mba Novi is indeed really something. she never fails to amaze me. I don't even know where to begin this story *alay
Jadi, pada beberapa hari yang lalu saya ingin nge-chat mba Novi untuk nanya-nanya tentang aplikasi mayor minor yang dia ambil semester kemaren. Kalo emang jodoh yaa gak kemana yakk. di pagi hari, mba Novi-lah yang nge-chat duluan buat nanya kapan dia bisa nganter sertifikat seminar kemaren yang saya ikuti. Saya bilanglah kalo belum tahu bisanya kapan, karena masih ngurus STNK. ehh dia pun bilang..
"iya dekk, soalnya mba udah mau pulang ke Jember. mba mau kabarin ke adek, hari Sabtu mba mau wisuda."
haaa?? disaat saya merasa takjub dengan ka Ratika, ka Wirdha, dan kakak-kakak 2014 lain di instagram yang sudah mau one step closer to wisuda, mba Novi diam-diam merayap, tiba-tiba hari Sabtu (tadi pagi) sudah mau wisuda saja. saya tahu sih, pasti banyak orang diluar sana yang mungkin lebih cepat daripada mba Novi, but i mean feelnya beda lah yaa, secara saya kenal mba Novi walau bukan tingkatan teman dekat, tapi at least saya sebagai penggemar mba Novi ikut kecipratan bangganya wkwk.
Kemudian, rasa kagum ke mba Novi ditambah dengan cerita bu Zahro mengenai dia yang cepet banget nyelesaiin skripsinya. saya sebenernya ngga tahu kalo yang diceritain bu Zahro saat mata kuliah Psikologi Individu Berkebutuhan Khusus itu yaa mba Novi. dengan kagum-kagumnya mendengar cerita bu Zahro, saya dan Jiong saling ngomong "ihh kayak mba Novi yaa, tapi kayaknya yang dicerita bu Zahro lebih hebat". ehhh ternyata sosok inspirasiku toh wkwkk.
Setelah mengunjungi mba Novi di kosannya untuk silaturahmi dan minta tips skripsi beserta tips menghadapi dosen-dosen aplikasi Psikologi, saya pun berjanji untuk dateng ke wisudanya bersama Jiong.
Setelah memesan bunga dengan isian snack dan bungkusin kado sketsa buatnya, saya menghubungi buat mastiin lagi kalo bakal dateng ke wisuda.
Saya sudah pernah bilang kan, kalo setiap tutur kata mba Novi itu kayak ada magnetnya untuk buru-buru pengen jadi wanita soleha wkwkk. dia pun nge-chat saya "iya ade, semoga kita dipertemukan ya sama Allah" iyaa, saya tahu kok arti lain dari kalimat mba Novi itu yaa inshaAllah. But instead of bilang inshaAllah, dia bilang kalimat begitu, kayak liat surga banget kan ngomong sama dia *kalo sudah nge-fans yaaa gini nih wkwk.
Akhirnya pergilah kami ke wisuda mba Novi walaupun telat karena suatu dan lain hal. Mba Novi pun sudah mau pulang karena orangtuanya sudah menunggu di mobil. dengan sangat sedih, kami berfoto ala kadarnya. benar-benar ala kadarnya sampe banyak foto yang goyang wkwkk. ketika mba Novi pamitan, saya melihat mba Novi belum benar-benar pergi ke parkiran, tapi beliau masih ngurusin bunga-bunga dan segala printilan kado untuk dimasukin ke kresek. karena saya merasa masih ada waktu buat say goodbye, kami pun nyamperin dia. Saat mau kearahnya, dia udah selesai dan ngeliat kearah kami sambil nyamperin dan jabat tangan. Dia pun bilang:
"Adee, mba pergi dulu yaa. ohh iyaa, kenalin dulu, ini suami mbaa"
"HAAA!!"
saya kaget, Jiong kaget, tapi saya lebih kaget karena suara "HAA"-ku besar sekali.
Mba Novi is indeed really something. she never fails to amaze me. wowww!!!!
surprise, surprise!! double surprise!
Long story short, ternyata mba Novi memang ga bilang siapa-siapa kalo dia sudah nikah. bahkan teman-teman kuliahnya pun ga ada yang tahu. mereka baru aja tau kemaren-kemaren itupun ga semuanya tahu, alasannya supaya ngga mengganggu kuliah. jadi selama ini, mba Novi sudah ada yang punya woww. kuliah selama bersemester-semester, and no one knows that she's already tie the knot. how romantic and cool and myterious is that???
Dijaman yang penuh akan wadah-wadah untuk nge-share aktivitasmu dari bangun tidur, sampai tidur lagi, mba Novi benar-benar tidak tergoda dengan hal-hal seperti itu. she install and play none of it. dia benar-benar bekerja keras dalam diam, dia benar-benar membangun apa yang ia inginkan dalam diam, dan ketika semua itu berhasil, she lets the success speak itself.
Ga banyak yang tahu gimana proses mba Novi punya banyak prestasi dan banyak menangin lomba-lomba. yang mereka tahu hanya hasil akhir mba Novi. mereka ngga tahu dia dikirim kemana, dia ikut lomba jenis apa. yaudah, gitu aja. tau-tau ada aja dosen yang ngasih tahu mba Novi kemarin menang ini, menang itu, sebagai bahan selingan saat ngajar.
Ga banyak yang tahu kapan dia turun lapang, kapan dia sidang, kapan dia nyelesaiin berbagai macam perintilan-perintilan menuju wisuda. dan yasudah, dari mulut ke mulut sudah banyak tuh yang omongin "ehh tahu gaa, si itu udah wisuda".
she really wants to keep herself as a 90's kid. dimana orang-orang ga perlu tahu gimana bahagiamu, gimana sedihmu. saya ga bilang kalo main sosial media is a really bad thing. karena kalau bukan dari sosial media, kita ga bakal tahu orang-orang seperti Gitasav. kalau bukan dari sosial media, kita juga ga bakal punya motivasi tinggi buat mencapai sesuatu, karena dengan banyaknya orang yang nunjukin prestasinya di platform itu, kita juga pasti akan ikut termotivasi to be a better person, right? *tapi kalau jadi iri-irian dan pamer-pamer hal unfaedah, itu mah lain cerita.
what i really want to said is, betapa kuatnya pertahanan mba Novi untuk tidak terbawa arus permainan sosial media. betapa hati-hatinya mba Novi mengenai sosial media. bisa jadi mba Novi menganggap sosial media itu layaknya drugs. bisa menyembuhkan, tapi kalau dosisnya terlalu banyak, bisa menjerumuskan dan mematikan. ga bisa dipungkiri, sosial media pun begitu. bisa jadi maksud hati ingin memotivasi orang lain, tapi lama kelamaan malah jadi riya dan lain sebagainya . atau bisa jadi saat liat punya orang, selalu suudzon "ihh dia riya banget apa-apa dipamerin* padahal maksud orang lain untuk memotivasi, eh kita suudzon. sukses ngga, dosa iyyaa. *berdasarkan pengalaman pribadi, maklum saya belum kuat iman wkwkwkkk
Dan untuk mba Novi, selamat mendapat gelas S.Psi. semoga ilmu dan berbagai prestasi yang sudah ditorehkan, dapat berguna bagi bangsa dan agama. dan tidak lupa juga, semoga mba dan suami menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah,warahmah. diberikan kesuksesan dunia akhirat, dan menjadi jodoh dunia akhirat, aamin allahumma aaminn *walau doanya sudah telat seratus tahun*
Bonus wanita-wanita cantieqq nih:


0 notes
Text
Semoga saja.
Diam-diam, menghanyutkan. Diam-diam, meresahkan. Dengan pedangnya, ia membabat habis alang-alang di depannya. Aku tanya, "kenapa kau hanya potong pangkalnya? Kata ibuku harus dipotong dari akarnya". Bibirnya mengulum senyum, "nanti saja", ucapnya. "belum sampai juga?" Mengangguk, itu jawabannya. Menunduk, itu posisi kesukaannya. Sesekali, ia mengangkat kepala. Menepuk-nepuk tangan keudara, sampai-sampai aku harus bertanya "kenapa?" Nyamuk. Ribut. Katanya. dia lebih tertarik pada ngiang nyamuk rupanya. "Ibuku bilang kau sungguh tampan. Ke Jakarta saja, biar jadi artis" tenang, itu hanya kalimat di kepala. Apa harus benar-benar memberinya stimulus seperti itu, supaya dia tidak seperti robot, membisu saja kerjanya. Dia terus berjalan, memangkas alang-alang. Ini masih pagi, namun peluhnya sudah sekujur badan. Ibu berulang kali memujinya. ia selalu sholat, juga sungguh tampan. Aku mengakuinya, ia memang tampan. Dia terus berjalan. pangkas, pangkas, pangkas, hingga tuntas. "Kenapa tidak bawa ponsel? Susah dipanggil, kebun ini luas". "Bingung bacanya, kalo ada sms". Ia tersenyum miris. Aku pun meringis. Mengutuk diri. Lupa, ibu pernah bilang 25 tahun hidupnya, sungguh tidak berjalan manis. Kabut sedari tadi memudar. Semak belukar, dedaun jalar, ayo musnah saja. Dia sudah lejar. Aku juga iba, terik mulai membakar. "Kapan sampai?" Aku tanya sembari waspada sana-sini, jangan lengah, ini kebun binatang. "Sedikit lagi". Orang tampan memang jago membual. "Jauhnya kayak mau pingsan". Ia tergelak, aku ingin marah. Orang tampan tidak boleh tertawa, Wanita bisa hilang akal. "Kalo Qisti sudah terbiasa, sejak bisa jalan sudah dibawa ke kebun." Aku diam saja. Senyumnya merekah, mungkin mengingat Qisti yang ada di rumah. Diam-diam, menghanyutkan. Diam-diam, meresahkan. Ibu selalu memujinya. Ia rajin sholat, juga sungguh tampan. Papa selalu memujinya. Ia masing sangat muda, pekerja keras, juga sungguh tampan. Ia berjalan, memangkas tuntas alang-alang. Aku dibelakang, mulai mebangun angan-angan. Terlepas dari susahnya hidup yang menggelantung di pundaknya, Semoga semua wanita mendapat sosok seperti dia. Rajin sholat, masih muda, pekerja keras, tidak lupa imbuhan "sungguh tampan". Aku tidak main-main, ia sungguh tampan. Qisti akan bangga. Ayahnya pekerja keras, juga sungguh tampan.
1 note
·
View note
Text
The feeling i have yet uncover
So, here's the thing that bothers me. I know that all those blissfully happy ending stories that available to be read have one purpose, that is to make the readers on a cloud nine. But, is it just me or the more that we consume all those stories, the more lonesome we've become. Regardless of the fact that all those romantic stories made us mentally smile of their sweetness, those are just a freakin' stories that the author made up. I mean, i know that maybe somewhere across the ocean, there are several people that have this crazily sweet romantic stories in their life. But me? No, no, no, i am just a plain Jane. It's highly unlikely to happen by the way. I lost my train of thought everytime i finished the stories. Instead of feeling content and on a cloud nine, i felt like a single lonely cactus in the desert. Lonely and craving for love. #menangis di pojokan wqwq
1 note
·
View note
Text
Even if it is for good, people still come and go
Long story short, not too long ago my college friend asked me who is your best friend? I said, i have so many best friends. i have so many good friends. but i don't stick a label on them.
Fun fact, i don't have best friends or whatever you called it. I don't labeled those people i love. Not because i don't want to. But because people come and go, and i am a 20th years old human being who is afraid of being left. I played it safe, and i played it cool. I don't give high hopes, even if it is stands a chance, lol.
I don't labeled those people i love, even if i want to. "What if this "best-friend-kind-of-thing" is only a one sided relation? What if they only see me as a friend like everyone else? hell, it will makes me feel pathetic". At least that's what my anxious told me. for me, that's the right case for a "humiliation at its best".
I am a very sensitive human being. I cared over a little thing. It looks like i don't pay attention, but i do. That's why i don't labeled those people i love, to avoid me being so emotional when they forget about my birthday, when they forget to mention me in a small talk, when they forget i was the one who visited some places when they tried to remember with whom they went with. and when actually i am not someone special from the start.
I don't labeled those people i love.Why? So when the time's finally come, the time when i won't be a part of their routine anymore, when i won't be a part of their funny jokes anymore, when i am not in their list to talk to if problems come up, i don't have to cry my heart out or even waste my energy on blaming them because they get new pals(s) or actually have someone else as a very close friend and forget that we've shared stories a long time ago. i don't stick the "best friend forever" label, so i don't have the right to get disappointed. i knew it sounds childish. But maybe that's because i don't have many friends, so i really appreciated small things people did for me even if it is just mentioning my name on a group chat.
So if people asked me did i have someone as close as best friend? yes i do and no i don't. for now, i am focusing on all my friends kindness that have been there when i am feeling down and happy without sticking it into some label.
1 note
·
View note
Text
Karena rindu tidaklah bersyarat
Rindu itu bikin pusing. Memang benar tidak ada larangan untuk leluasa merindu. tapi jadinya bikin orang pusing memikirkan bagaimana menyudahi rindunya. Saya berbelas kali tengok sana-sini setiap kali berada di kampus yang bising. saya coba tebak-menebak punggung orang, apa betul itu orangnya. sebenarnya gampang saja kalo mau bertemu. tinggal chat, kemudian atur jadual untuk berjumpa. tapi, itu yang jadi masalahnya. saya memupuk rindu pada orang yang tidak begitu dekat dengan saya. ini nih yang bikin pusing. rindu itu bebas. rindu itu tidak bersyarat. rindu itu aneh. tidak begitu saling kenal, tapi kok rindu. sungguh menyalahi aturan wahahaha.
Jadi, namanya mba Novi. Yang menyangka saya bakal rindu pada sosok laki-laki, itu salah besar hehehe. Dia perempuan tulen, bahkan kalau ada laki-laki soleh yang bertemu dengan mba Novi, saya 100 persen akan berhusnudzon kalau si laki-laki soleh ini akan menshalawatkan mba Novi untuk jadi jodohnya. mba Novi itu sangat sederhana. Penampilan yang sederhana serta tutur kata yang seadanya. Saya dan mba Novi dipertemukan kurang lebih dua tahu lalu. Dia kakak pembimbing saya saat ospek dulu. Sungguh, pembicaraan kita dua tahun ini tidak ada yang bersifat personal. Hanya sekedar bertanya kabar, kegiatan, serta meminta bantuan tentang tugas-tugas kuliah.
Tapi dibalik perbincangan kami yang ringan itu, mba Novi tidak lupa untuk menyelipkan semangat dan masukan untuk menjadi lebih baik. Menjadi lebih baik dalam hubungan habluminannas dan habluminaallah. Dia yang mengetahui saya tertarik dalam bidang kepenulisan, selalu mengajak saya untuk terlibat dalam kegiatan tersebut, seperti ikut lomba PKM dan mendaftarkan diri ke organisasi kampus yaitu, JUFOC (walau pada akhirnya batal masuk JUFOC wahaha). Selain semangatnya dalam mengajak saya mempunyai hubungan habluminannas, dia juga tidak lupa mengingatkan saya tentang pentingnya habluminallah. Setiap minggunya pasti ada saja info kajian di mesjid kampus yang dia kirimkan ke saya. sungguh, kami tidak dekat. Tapi entah kenapa, dia membawa pengaruh yang begitu besar terhadap keputusan saya untuk berhijrah saat ini. dimulai dari keinginan saya memakai khimar yang menutup dada dua tahun lalu. Serta memakai gamis dikala bingung memikirkan baju yang cocok untuk dipadukan pada rok saya. Jika Arini adalah sosok teman seperjuangan dalam berhijrah, saya menempatkan mba Novi sebagai tutor hijrah saya. pembimbing saya dikala Arini juga bingung tentang suatu hal yang menghambat hijrah kami.
Sorot mata mba Novi itu teduh. Suara mba Novi itu pelan dan lembut. Sosok mba Novi itu tenang tidak mengikuti arus yang kian terjang. Walau begitu, ia bukan pribadi yang hanya hobi meningkatkan ibadahnya saja, keluar-masuk mesjid ikut kajian, tidak. Di fakultas Psikologi, dia cukup dikenal dalam menyumbangkan prestasi kepenulisannya di berbagai event lomba jurnalistik. Itu yang membuat saya tambah kagum. Dia yang menyebutkan dirinya pemalu dan sulit berinteraksi, dapat membuktikan bahwa lewat tulisan dia dapat berbicara.
Mungkin saya lebay, terserah sih. Tapi saya merasa sosok mba Novi selalu mengingatkan tentang surga. Saya yang akan dapat pahala jika berperilaku seperti dia, saya yang akan dapat pahala jika ikut kajian bersama dia. Saya pun kian rindu karena sudah 3 bulan tidak bertemu. Saya seperti rindu menjemput dan mempelajari mata kuliah saya yang baru. Rindu itu bebas. Saya tidak perlu mengenal mba Novi hingga pada titik tahu akan semua masalah kehidupannya. Saya mengenal dia secara sederhana. Tidak kurang pun tidak lebih. Rindu saya tidak berbatas pada skala kedekatan kami. Hmm... Intinya saya rindu.
1 note
·
View note
Text
is it worth fighting for?
For me, home is where my parents are. it is not about the cities and the buildings we lived in. it is about my mom not getting hurt anymore from her evil’s relatives. it is about my dad who is finally take a break from his hectic physical work.
Speaking of good memories, we do have good memories there. in fact, we have a lot of it. but, despite the good memories, we really have to moved out for the sake of my parents peaceful mind. Despite the sadness that i feel, i don’t really mind getting a new identity card. We’ve done this before. In fact, we’ve done this many time.
My mom is not even worried about building a new business from the bottom. we never really worried about money. It’s not because we have ” a golden spoon” lol. It is about how my parents have faith in Allah swt. They believed that God is always there to help us. as i grew up, i finally understand that my parents never really care about wealth. they are searching for a peaceful place.
I remember when my parents business in Surabaya is getting better but they decided to moved to Barru and build a new business just because they think Surabaya is really crowded. And when their shops and rumah quran are getting better in Palu, they decided to moved to Balikpapan so my mom’s relatives will no longer interfere and vilify our life. Let God do the justice of their wrongdoing.
We moved to a new house. To a new neighborhood. To a new city. Everything is new. I thought we’ve finally find our peaceful place here, but God i was wrong. we were wrong. I think God loves my parents so much that right now He is testing them with a new obstacle in life. every night we pray to God, asking Him, is this new decision worth fighting for?
إِذَا أَحَبَّ اللَّهُ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ صَبَرَ فَلَهُ الصَّبْرُ وَمَنْ جَزِعَ فَلَهُ الْجَزَعُ
“If Allah loves a people, then he afflicts them with trials. Whoever is patient has the reward of patience, and whoever is impatient has the fault of impatience”.
1 note
·
View note
Photo

0 notes
Photo

Clementine
1 note
·
View note
Text
do you ever see someone in public so beautiful you can’t stop staring but you have to otherwise they will notice so you just stare at them on and off and just get lost in their beauty
118K notes
·
View notes
Text
Who cares
English is not my first language. So yeah, my writing must be so messy i know. But it’s okay people are too busy to care.
1 note
·
View note
Photo

I overthink everything. Sometimes i wish i don't have to care at all. But i just can't.
1 note
·
View note