kayaksastra-blog

[kayaksastra-blog]

Imaji

Sejak kemarin aku selalu berimaji. Aku bermain dengan halusinasi. Berharap menemukan alasan dan percaya aku yang kau cintai.

Jika gadis itu berlari, kau mencintaiku. Jika telepon itu berdering, kau mencintaiku. Jika sore itu hujan datang, kau mencintaiku.

Dan betapa bodohnya imajiku ini. Bagaimanapun aku sadar bahwa kau tidak. Karena gadis itu terus berlari. Telepon itu tetap berdering. Hujan di sore itupun datang lalu pergi.

Dan tetap, Kau tidak mencintai.

[kayaksastra-blog]

Biar Aku Saja

Biar aku saja yang diguyur rindu. Kamu jangan. Aku takut kamu tidak mampu. Lalu memilih pergi menata rindu yang baru. Biar aku saja yang mengadu rindu. Kamu jangan. Aku takut kau tak mengucap namaku. Lalu kau sebut dia dari masa lalu. Jadi, biar aku saja. Kamu jangan. Aku takut merobek lukaku. Yang karena mu.

[kayaksastra-blog]

Lalu sang hujan datang. Datang lalu menghapus angan-angan itu. Dan semua seakan hilang perlahan. Perlahan-lahan ku coba tenang. Berharap sang mentari datang. Datang dengan kesempatan baru. Mengganti angan-anganku yang tlah berlalu.

[kayaksastra-blog]

HBD Ellyn

Umurmu bertambah, tidak dengan waktumu. Karena itu doaku bertumpu. Semoga diusia ini sehat mendampingi. Selalu engkau diberkahi. Sang senang menyinggahi. Juga suksesmu menghampiri. Sekali lagi selamat mengulang hari. Hari dimana kau dapat kepercayaan sang ilahi. Untuk singgah dibumi.

[kayaksastra-blog]

Saat Itu

Saat itu tawamu saja menjadi tawaku. Saat itu genggamanmu ditangannya menciptakan senyumku. Saat itu tatapanmu memandangnya selalu menghayutkanku. Saat itu pelukanmu juga menghangatkanku. Saat itu rayuanmu untuknya tak kuduga juga merayu hatiku. Saat itu saat kau bersamanya, aku merasakan kehadiranmu disisiku. Hingga akhirnya semua yang kulihat menghasutku. Fantasiku ingin menyadarkanmu, bahwa aku ada. Aku ada pada saat saat itu, saat kau bersamanya.

[kayaksastra-blog]

Hujan di teriknya siang

Ku langkahkan kaki ditengah keramaian. Berjalan menapak sendirian, seperti asing tak berkawan. Diiringi hujan diteriknya siang, aku terdiam menatap sekeliling. Lalu entah mengapa sejenak terlintas dibenak ku. Diantara berjuta manusia tak ada satu pun. Tak satupun ku rasa nyaman. Tak satupun ingin ku genggam. Seperti terik siang yang merindukan hujan. Aku masih terus mencarinya. Aku masih menunggunya singgah, lalu membawaku berkelana. Menciptakan ode baru dihidupnya. Namun sampai saat ini seperti sebelumnya. Aku masih menunggu. Aku masih setia dengan waktu. Seperti terik siang yang merindukan hujan. Tak pasti namun tetap ku nanti kehadirannya.

[kayaksastra-blog]

Kali ini kau lagi Lagi lagi mendampingi Sunyi lirih sepi Hanya kau yang setia disini Meski sekejap lalu pergi Tak apa yang penting kau menemani

[kayaksastra-blog]

Pemanggil Malam

Pesonamu selalu saja menghanyutkan Bias orange menyapa penglihatan Hangat lalu dingin Hingga kau hilang perlahan Berganti dengan rembulan

[kayaksastra-blog]

Tak bisa ku membenci. Meski kau menyakiti. Karena darimu aku mengerti. Bahwa 2 huruf dibelakang namaku tak mudah terpatri. Harus kulalui. Oh kau skripsi.

[kayaksastra-blog]

Sweet escape

[kayaksastra-blog]

Persinggahan

Teringat dayaku tak mampu. Saat kumendekap, kuat kau melepas. Entah dengan sajak seperti apalagi ku merayu. Agar menetap kau disisiku. Mungkin sudah redup cahayaku dihati. Tapi kau ingat selamanya kau penerang jiwaku kasih. Hanya mampu kuucap terimakasih. Kau pilih aku tempat persinggahan, mesti tak bertahan. Akan kucoba lupakan kau perlahan. Sekali lagi terimakasih kasih. Biarkan aku sebentar larut dan berkesudahan.

[kayaksastra-blog]

Ia tahu ini awal, namun seolah sangat terlambat. Ia seperti tahu segalanya, berdalih pada diagnosis amatirnya. Ia masih bungkam pada apa yg raganya rasakan. Ia tahu kebenaran memang pahit, walau sebenarnya belum valid. Ia ingin cerita namun tak berdaya. Ia penuh ketakutan. Kesakitan. Ketidakmampuan. Ia masih punya berjuta impian. Meski ia yakin indah takdir tuhan. Jika ia diberi satu kesempatan. Ia ingin alam terdistraksi olehnya. Mengganti rasa yang selama ini raganya keluhkan. Membiarkannya sempat memberi kebahagian buat orang yg dicintainya.

[kayaksastra-blog]

kepada embun pagi kemarin kuteriakkan tekad membatin hingga lepas beban langkah sendiri lantas ku ucap syukur untuk embun pagi ini

[kayaksastra-blog]

siangmu kelabu gemerlap malam mengganggu aku merasa lumpuh dalam dunia bingar penuh

[kayaksastra-blog]

hamba kau damba hingga matipun kau rela namun cinta ilahi hilang tiada seakan tak kenal sang pencipta

[kayaksastra-blog]

Pedati

Hai cinta, manismu seperti pedati kurasa. Satu hari kau terbangkan ke awang. Melukis senyum melekat kencang. Namun, satu hari yang lain kau hempas aku. Terpuruk hingga tak mampuku. Mengenalmu menyiksa batinku. Di satu hari lain lagi, kau buat ku tersipu. Malu kurasa, menggelitik kurasa. Iya cinta, kau seperti pedati kurasa. Berputar layaknya roda. Menyulut rindu menggema. Mencipta hari-hariku berbeda. Dengan sejuta perubahan rasa yang kau bawa. Kau kendalikan rasa ku punya jiwa.

[kayaksastra-blog]

Cinta Sepasang Sepatu

Melangkah ku terus perlahan menyusuri kehidupan tuan. Aku sendirian tapi hanya perasaan. Wujudmu pas disebelah kiriku. Berdampingan mengikuti langkahku. Mengalun seirama, mencipta jejak menerpa. Selama ini kita selalu tampak berdua.Tak pernah satu hilang meninggalkan lain. Namun nyatanya tak pernah segaris bersama. Aku sudah sadari lama dan sepi masih ku rasa. Mereka bilang kita tercipta memang sepasang. Namun takdir berkata dalam langkah kita tak bisa sejalan. Harus aku atau kau yang duluan, menyusuri jejak kehidupan. Aku berterima kasih kepada rembulan. Karena saat dia datang, kita mendekat dalam diam. Tak seperti siang memisahkan secara alasan. Memadu kebersamaan dengan perpisahan. Indah katanya. Karena itu takdir Tuhan.