Tumgik
#kerja sambil kuliah
terasikip · 2 years
Text
Prodi Teknologi Pangan untuk Kelas Karyawan di Bandung
Prodi Teknologi Pangan untuk Kelas Karyawan di Bandung
Terasikip.com – Prodi Teknologi Pangan untuk Kelas Karyawan di Bandung ada dalam Universitas Ma’soem. Prodi tersebut merupakan salah satu prodi yang ada dalam Fakultas Pertanian Universitas Ma’some. Kampus tersebut berada di Jl Raya Cipacing No 22 Jatinangor, Bandung, Jawa Barat. Bagi yang sedang kerja, mungkin soal menentukan mau kerja atau kuliah memang pilihan yang sulit. Sebab, keduanya…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
Text
WA 0857-3674-960, Kuliah Farmasi Sambil Kerja Aceh Utara
Tumblr media
WA 0857-3674-960, Kuliah Farmasi Sambil Kerja Aceh UtaraLangsung ORDER KLIK WA http://wa.me/628573674960 , Kuliah Farmasi Sambil Kerja Aceh Utara, Kuliah Online Jakarta Boalemo, Kuliah Online S2 Pendidikan Wakatobi, Kuliah S2 Online Di Jakarta Baubau, Kuliah Islam Online Gratis Berijazah Kendari, Universitas Islam Online Gratis Bolaang Mongondow, Kuliah Online S1 Bahasa Arab Gratis Bolaang Mongondow Selatan, Kuliah Online Lipia Bolaang Mongondow Timur, Kuliah Online Bahasa Arab Berijazah Bolaang Mongondow UtaraKampus Online, Kelas Karyawan, Kuliah Kelas Karyawan, Kuliah Karyawan Online, Program Kuliah Karyawan, Kuliah Kelas Karyawan Jakarta, Kuliah Kelas Karyawan Murah, Kampus Online,Kuliah Murah, Waktu Fleksibel, Sambil Kerja? BISA BANGEETT...Langsung Aja DAFTAR!!!Program Perkuliahan Asik (PPA)Pendaftaran Mahasiswa Baru.STIE GaneshaKEUNGGULANProgram Perkuliahan Asik- Kursus Bahasa- Pendampingan- Kelas MC & Public Speaking- SertifikasiInfo Lebih Lanjut :https://ppa.baik.or.id/https://www.instagram.com/programperkuliahanasik/https://www.youtube.com/channel/UCdogRIebOUNQu5reqqTUwwwkuliah karyawan, kuliah sabtu minggu, kuliah karyawan online, kuliah kelas karyawan murah, universitas kelas karyawan, kuliah karyawan edunitas, program kuliah karyawan, biaya kuliah karyawan, kuliah karyawan murah, jurusan kuliah karyawan, kelas karyawan di jakarta, kelas karyawan sabtu minggu#KuliahFarmasiSambilKerjaAcehUtara, #KuliahOnlineJakartaBoalemo, #KuliahOnlineS2PendidikanWakatobi, #KuliahS2OnlineDiJakartaBaubau, #KuliahIslamOnlineGratisBerijazahKendari, #UniversitasIslamOnlineGratisBolaangMongondow, #KuliahOnlineS1BahasaArabGratisBolaangMongondowSelatan, #KuliahOnlineLipiaBolaangMongondowTimur, #KuliahOnlineBahasaArabBerijazahBolaangMongondowUtara
0 notes
nalza73 · 5 months
Text
Aku dirogol tukang kebunku yang power walaupun berumur 50an
Pagi itu ibuku marah-marah lagi. Hasratku untuk berkahwin dengan Azman kawan sekuliahku ditentang habis-habisan. Bapa dan ibu meminta agar aku menangguh hasratku sehingga tamat belajar dan bekerja. Ini bermakna dua tahun lagi aku terpaksa menunggu. Azman hanya menurut kehendakku. Bagi dia bila-bila masa pun tidak menjadi halangan. Fikiranku rungsing. Aku menelefon Azman supaya segera datang ke rumahku. Tergesa-gesa Azman datang memenuhi hasratku. Sesampainya di rumah aku mengajak Azman ke Brinchang, Cameron Highlands. Di sana ada rumah rehat kepunyaan bapaku. Azman memandu Honda City kepunyaanku mengikut jalan baru dari Ipoh terus ke Cameron Highlands. Pak Salim yang ditugaskan menjaga rumah rehat tersebut menyambut kedatangan kami. Lelaki berusia 50-an itu sudah lama bertugas di tempat tersebut. Pak Salim tinggal berdua dengan isterinya Mak Mah tinggal di bilik belakang rumah rehat bapaku yang mempunyai enam bilik.
Malam itu aku dan Azman tidak ke mana-mana. Selepas makan di sebuah restoran di pekan Brinchang kami pulang ke rumah rehat. Selepas menonton tv, kira-kira pukul 11.30 malam kami masuk tidur. Seperti selalu kami tidur sebilik dan seperti selalu juga peristiwa sepatutnya berlaku bila dua manusia berlainan jenis bersama terjadi juga malam itu. Setelah penat bertarung kami tidur nyenyak. Pagi-pagi selepas subuh Azman pulang ke KL. Katanya dia tidak mahu terlepas kuliah penting pagi itu. Aku tinggal saja di Brinchang kerana tiada mood untuk ke kuliah. Azman berjanji akan mengambil aku dua hari lagi. Malam itu aku tinggal seorang diri. Ada bunyi ketukan di pintu. Dengan malas aku membuka bila ketukan makin kuat. Begitu pintu terbuka aku melihat sesosok tubuh berada beberapa meter di hadapan. Pak Salim tersenyum ke arahku. “Apa hal Pak Salim,” tanyaku kepada Pak Salim. “Ini Cik Linda, isteri saya sudah sebulan pulang kampung.” “Kalau isteri Pak Salim pulang kampung, kenapa?” tanyaku. “Saya kesunyian. Boleh saya tidur dengan Cik Linda.”
Tersengih Pak Salim. “Pak Salim jangan kurang ajar. Pak Salim boleh dipecat kalau bapa saya tahu.” “Tapi malam tadi Cik Linda tidur dengan Azman. Kalau bapa Cik Linda tahu pasti Cik Linda menghadapi masalah.” katanya dengan mata menatapi tubuhku yang terbungkus baju tidur warna pink. Aku terkejut. Rupanya Pak Salim mengintip kejadian di bilik tidurku. Aku malas meneruskan perbualanku. Aku bergerak ke bilikku, namun sebelum pintu tertutup dia menahannya dengan kaki, lalu menyelinap masuk ke bilikku dan menguncinya. “Tenang saja Cik Linda, anggap saja saya ini Azman,” katanya menyeringai menampakkan giginya yang berkarat. “Pak Salim hanya bekerja di sini, lebih baik Pak Salim keluar,” herdikku dengan telunjuk mengarah ke pintu. Bukannya menuruti perintahku dia malah melangkah mendekatiku, tatapan matanya tajam seolah menelanjangiku. Badannya yang sasa dan berotot-otot itu membuatku gerun. Tapi aku cuba menyembunyi ketakutanku. “Melayan Cik Linda pun sebahagian kerja saya.”
“Tapi tugas Pak Salim menjaga rumah dan sebagai tukang kebun.” “Tugas tukang kebun mencuci halaman rumah. Sekarang saya nak mencuci lubang Cik Linda pula.” “Pak Salim jangan berkurang ajar, cepat Pak Salim keluar,” bentakku lagi. Namun hatiku kecut juga. Pak Salim bukan keluar malah makin menghampiriku. Aku terus mundur selangkah demi selangkah menghindarinya, jantungku semakin berdebar-debar takut diperkosa. Akhirnya kakiku tersandung tepi katilku hingga aku jatuh terduduk di sana. Kesempatan ini tidak disia-siakan Pak Salim, dia langsung menerkam dan menindih tubuhku. Aku menjerit tertahan dan meronta-ronta dalam himpitannya. Namun tindakanku yang meronta-ronta itu malah membuatnya semakin bernafsu, dia tertawa-tawa sambil memeluk tubuhku. Aku menggeleng kepalaku kiri kanan ketika dia hendak menciumku. Aku cuba menjerit tapi dengan cepat Pak Salim memekup mulutku dengan telapak tangannya yang besar dan kasar. “Cik Linda boleh menjerit sekuat-kuatnya, tak ada siapa yang mendengar.”
Tangannya yang kekar itu telah berhasil memegang kedua lenganku dan direntangkannya ke atas kepalaku. Aku seperti terkunci, tak boleh berbuat apa-apa lagi. Aku cuba mengelak dengan memalingkan mukaku. Itu pun sia-sia saja. Kudrat Pak Salim tak mampu aku menandinginya. Bibirnya yang tebal dan hitam legam itu sekarang menempel di bibirku, aku dapat merasakan misai pendek yang kasar menyapu sekitar bibirku. Aku menjadi lemah kerana kehabisan tenaga meronta melawan kegagahan Pak Salim. Akhirnya mau tidak mau aku harus mengikuti nafsunya. Orang lama yang penuh pengalaman, Pak Salim merangsangku dengan mengulum bibirku. Terpaksa aku menyesuaikan diriku dengan mulutnya yang berbau itu. Mataku terpejam cuba menikmati cumbuannya, lidahnya terus mendorong-dorong memaksa ingin masuk ke mulutku. Mulutku pun pelan-pelan mulai terbuka membiarkan lidahnya masuk dan bermain di dalamnya, lidahku secara refleks beradu dengan lidah tua penjaga rumah rehatku. Tak guna aku melawan. Menghadapi manusia yang sudah kerasukan iblis dan nafsu syahwat, aku tetap tewas. Melawan aku kena, menurut pun aku kena. Lebih baik aku menikmatinya.
Aku tak membantah bila bajuku dilucutkan dari badanku. Aku sekarang telanjang bulat di hadapan Pak Salim yang sebaya dengan ayahku. Mataku yang terpejam terbuka ketika kurasakan tangan kasarnya membelai paha mulusku, dan terus mengusap menuju pangkal paha. Jarinya menekan-nekan liang kemaluanku dan mengusap-ngusap belahan bibirnya dari luar. Dalam usia awal dua puluhan, nafsuku pantang terusik. Gghairahku mudah meledak jika tubuhku dibelai. Ghairahku naik dengan cepatnya, terpancar dari nafasku yang makin tak teratur dan kemaluanku yang mulai banjir. Tangannya menepuk-nepuk tundunku dan jari-jarinya mengusap-usap permukaannya dan meraba kelentitku, benda seperti kacang itu dipicit-picit dengan jarinya membuatku mengeliat menahan geli bercampur nikmat, apatah lagi bila jari-jarinya menyelinap dan menyentuh dinding-dinding dalam liang kemaluanku. “Cik Linda bertambah cantik dalam keadaan terangsang seperti ini,” celoteh Pak Salim sambil menatap wajahku yang merona merah dengan mataku yang kuyu kerana sudah amat terangsang. Sempat pula orang tua ini bermain kata-kata. Tangannya masih bermain-main di rongga kemaluanku. “Cepat sungguh Cik Linda banjir,” katanya sambil memperlihatkan jarinya yang basah berlendir di depan mukaku yang kemudian dijilat-jilatnya.
“Sedap dan berlemak,” tambahnya lagi sambil mengerling ke arahku dan tersengih. Menyedari aku tidak lagi melawan, matanya merenung tajam ke arah payudaraku yang berukuran 34B, dengan puting kemerahan serta kulitku yang putih gebu. Gunung kembarku diramas-ramas dan dipicit-picit lembut. Puas meramas, Pak Salim mula menjilat, mengisap, dan menggigit pelan putingku. Sesekali aku meremang keenakan bila misai pendeknya menyentuh putting tetekku yang sensitif. Tangannya yang satu lagi beroperasi pada payudaraku yang sebelah lagi dengan melakukan ramasan atau memainkan putingnya sehingga kedua tetekku semakin mengeras. Aku hanya mampu merengek bila orang tua ini menyusu tetekku seperti bayi kecil. Puas menyusu bagaikan bayi, mulutnya perlahan-lahan turun mencium dan menjilat perutku yang rata dan berlanjut makin ke bawah dan berhenti di tundunku yang membusut. Dicium dan dihidu dengan ganasnya bulu-bulu halus di tundunku. Tanpa membuang masa dia menggomol kemaluanku dengan rakusnya, lidahnya berlegar seluruh pelosok kemaluanku dari bibirnya, kelentitnya, hingga ke dinding bahagian dalam. Malah lubang duburku pun dijilatnya. Lidahnya disondol-sondol pada kelentitku memberikan perasaan sensasi yang luar biasa pada daerah itu.
Aku benar-benar tak terkawal jadinya, mataku pejam-celik dan berkunang-kunang, syaraf-syaraf kemaluanku mengirimkan rangsangan ini ke seluruh tubuh yang membuatkan seluruh romaku meremang dan tubuhku serasa menggigil. “Ah…aahh…sedap Pak Salim.” Aku meracau, lupa pada diriku. Tiada lagi perlawanan dan bantahan, malah aku mau Pak Salim meneruskan lagi permainannya yang enak dan nikmat itu. Pak Salim terus menyedut cairan yang keluar dari rongga keramatku dengan lahapnya. Tubuhku jadi bergetar terasa seperti mau meledak. Kedua belah pahaku semakin erat mengapit kepalanya. Terasa tak sabar untuk menunggu tindakan berikutnya daripada tukang kebunku. Aku menanti tamanku dibajak dan disirami Pak Salim. Setelah puas menyantap hidangan pembuka selera berupa cairan cintaku, Pak Salim bertindak untuk fasa berikutnya. Pakaian yang melekat di tubuhnya dilepaskan satu persatu. Tubuh kekar berotot-otot itu berdiri tegak di hadapanku. Zakarnya yang besar panjang berurat-urat itu terpacak menghala ke arahku. Batang berkepala bulat hitam legam nampak berdenyut-denyut. Aku ngeri melihat batang hitam tersebut kulitnya menggerutu. Terlihat seperti ada bintil-bintil kecil seperti ruam bertaburan bermula dari pangkal yang berbulu kerinting hingga ke bahagian takoknya. Aku mula berfikir, pasti sakit lubang buritku dikerjakan oleh batang menggerutu tersebut. Tukang kebun tua mula memegang kedua pahaku dan menguak lebar kangkangku. Pak Salim berlutut di antara kedua pahaku.
Bibir buritku terbuka memancarkan warna merah merekah diantara bulu-bulu hitam, siap sedia menyambut tongkat sakti yang akan memasukinya. Namun Pak Salim tidak terus membenamkannya, terlebih dulu dia mengelus-elus butuhnya yang besar itu pada bibir kemaluanku untuk memancing ghairahku agar naik lagi. Kerana sudah tidak sabar ingin segera digerudi aku menarik badan Pak Salim agar rapat ke badanku. “Aauuuhhh….!” aku menjerit kuat dengan tubuh terlonjak kerana hentakan kuat hingga batang pelir hitam itu separuh terbenam pada lubang cipapku. Dengan gerakan perlahan dia menarik pelirnya lalu ditekan ke dalam lagi seakan ingin menikmati dulu geselan-geselan pada himpitan lorong sempit yang bergerigi itu. Aku ikut menggoyangkan pinggul dan memainkan otot-otot kemaluanku mengimbangi tikamannya. Tindakanku membuatnya semakin mengganas, butuhnya semakin lama semakin laju gerudinya, hingga kedua gunungku ikut tergoncang-goncang dengan kencang. Batang pelir yang tadinya kelihatan ngeri dengan batangnya yang menggerutu rupanya memberikan rasa yang sungguh nikmat. Batang berduri itu menggaru-garu dinding kemaluanku dan terasa sungguh sedap.
Patutlah kucing betina menjerit-jerit bila dikerjakan kucing jantan, rupanya kemaluan kucing yang berduri itu memberi kenikmatan berganda. Sekarang aku sendiri menikmati batang kasar dan menggerutu kepunyaan Pak Salim memberi rasa sedap dan nikmat yang sukar aku menuturkannya. Kuperhatikan selama mendayung otot-otot tubuhnya mengeras, tubuhnya yang hitam kekar bercucuran keringat, sungguh macho sekali, jantan sejati yang memberiku kenikmatan sebenar. Suara rengekanku bercampur baur dengan erangan jantannya dan bunyi katil yang berkeriut. Butir-butir keringat membasahi sejukur tubuhku seperti embun, walaupun Brinchang hawanya sejuk tapi aku merasa panas sekali. “Uugghh…Cik Linda, sudahlah cantik lubangnya juga sungguh sempit dan sedap,” Pak Salim bersuara sambil meneruskan dayungannya. Dia kemudian merapatkan tubuhnya hingga menindihku, kusambut dengan pelukan erat, kedua kakiku kulingkarkan di pinggangnya. Dia mendekatkan mulutnya ke leher jenjangku dan mencium bernafsu. Sementara di bawah sana balaknya makin laju melanyak farajku, diselang seli dengan gerakan berputar yang membuat perasaanku seperti berada di langit ketujuh.
Tubuh kami sudah berlumuran keringat yang saling bercampur, akupun semakin erat memeluknya. Aku merintih makin tak keruan menyambut klimaks yang sudah menghampiri bagaikan ombak besar yang akan menghantam pesisir pantai. Tindakan Pak Salim makin ganas. Hentakannya makin laju. Aku menggoyangkan badanku, mengayak kiri kanan. Dia meringis keenakan dengan perlakuanku, mulutnya sibuk melumat payudaraku kiri dan kanan secara bergantian membuat kedua benda itu penuh bekas gigitan dan air liur. Tangannya terus menjelajah lekuk-lekuk tubuhku, punggung, pinggang dan paha. Aku semakin mendekati orgasme. Aku mempercepat goyanganku dan mempererat pelukanku. Hingga akhirnya mencapai suatu saat dimana tubuhku mengejang, detak jantung mengencang, dan pandangan agak kabur lalu disusul erangan panjang serta melelehnya cairan hangat dari rongga buritku.
Pada masa sama Pak Salim menggigit putingku dengan cukup keras sehingga aku meronta-ronta kenikmatan. Rontaan tubuhku membuat Pak Salim makin berghairah dan dayungannya menjadi makin laju dan zakar berduri tersebut keluar masuk dengan cepat menghentak bibir kemaluanku. Rongga kemaluanku makin digaru-garu dan akhir sekali dengan satu hentakan kuat dan suara erangan kasar dia melepaskan benih-benihnya ke dalam rahimku. Terasa sungguh banyak spermanya yang panas membanjiri dan menerpa ke pangkal rahimku yang telah terbuka menunggu pancutan tersebut. Selepas menembak beberapa das Pak Salim terkulai lemah menindih diriku yang tidak bermaya. Aku terlena keletihan. Aku tak sedar apa yang berlaku selepas itu. Bila kuterjaga keesokannya matahari telah meninggi dan aku berada dibawah selimut panas telanjang bulat. Pahaku terasa melekit dan kemaluanku terasa ngilu. Aku tersenyum mengingati peristiwa semalam. Ternyata Pak Salim yang telah berumur itu teramat hebat. Azman kekasihku tak setanding dan segagah Pak Salim.
435 notes · View notes
hellopersimmonpie · 11 months
Text
A Cozy Mundane Life
Lama banget nggak buka tumblr karena gue sekarang udah mulai belajar jadi narrative designer di game. Sekalinya buka nemu topik tentang kenapa belum menikah di usia segini?
Di usia 33, gue berada di tengah temen-temen yang anaknya baru masuk SD dan dari kolega gue di kampus, banyak juga yang anaknya udah lulus kuliah dan menikah. Perasaan tertinggal tuh sebenernya udah selesai dari dulu. Makin kesini yang pengen dilakuin ya justeru pengen punya kehidupan sehari-hari yang bisa dinikmati. Bukan yang mentereng banget. Pengen yang hangat aja.
Gue tuh sering banget dapet stigma bahwa perempuan yang belum nikah di atas usia 30 an tuh kalo nggak feminazi, problematik dan galak banget. Meanwhile gue hari ini malah bikin game sama gen Z yang rentang usianya belasan tahun lebih muda dari gue plus gue juga bukan leadnya. Beneran memulai belajar dari nol.
Soal menikah, ketimbang merenungi kenapa di usia segini belum menikah, gue malah berharap bisa pelan-pelan memperbaiki habit aja sih. Khususnya dari sisi mengelola ego dan keuangan.
Sebagai penderita ADHD, mood gue rentan terganggu oleh rutinitas yang berubah-ubah. Dan kalau mood sudah terganggu, belanja juga jadi kurang terkendali karena nggak sempet menyiasati gimana spend money dengan wise selama seminggu.
Instead of punya cita-cita yang tinggi, gue cuma berharap kelak punya lingkungan kerja dan keluarga yang ramah ADHD. Apakah lingkungan kerja gue yang sekarang udah ramah? Jelas belum.
Orang kayak gue cocok kerja di bidang yang gue suka dan banyak deep thinking di situ. Gue menikmati banget menghabiskan malam-malam gue untuk riset tentang konsep game ataupun ngoding. Ngerasa lebih hidup aja.
Sementara jadi dosen di Indonesia tuh ritme kerjanya sering terganggu karena interupsinya banyak sekali. Dulu sering stress banget kalau banyak kerjaan yang nggak selesai. Sekarang beneran mengusahakan yang terbaik. Tapi kalau nggak selesai, udah pasrah aja sambil berharap Allah mengampuni segala keterbatasan gue sebagai manusia.
Di luar belajar jadi narrative designer dan dosen, gue juga kadang masih menikmati drama korea. Pulang ke rumah kalo weekend dan ngasuh ponakan. Atau kadang-kadang random nonton youtube mukbang. Kayak hari-harinya manusia biasa aja.
Makanya kadang-kadang ketika ada judgemen yang gimana banget tentang perempuan yang belum menikah di usia segini, gue merasa perlu bertanya:
"Kenapa tidak memulai segala judgement tersebut dengan praduga yang baik?"
Tentu tidak semua di dunia ini adalah tentang gue and I don't take it personally. Tapi memulai segala penilaian dengan praduga yang kurang baik tuh seringnya menghasilkan stigma yang tidak baik juga. Sebagai orang yang sering banget kena stigma entah karena belum menikah, entah karena fisik yang beda, entah karena gue perempuan...................untuk mengenal manusia lain tuh kita jadinya harus nembus barrier. Kalau kamu bukan di pihak yang kena stigma, kamu nggak akan relate.
Nggak akan relate gimana rasanya ketika kamu cuma menjalani kehidupan sehari-harimu yang biasa banget lalu tiba-tiba orang menilai kamu sebagai orang yang sombong dan seleranya tinggi soal pria. Atau kamu yang lagi berusaha menyelesaikan masalah finansial keluarga lalu tiba-tiba dijudge sebagai orang yang takut menikah karena takut bertanggung jawab.
Gue rasa, ada banyak manusia medioker kayak gue yang sebenernya hanya ingin menjalani mundane life yang nyaman. Kebetulan aja takdir hidupnya nggak kayak orang kebanyakan. Jadinya harus dealing dengan opini orang lain yang embuh banget wkwkwk.
Saling mendoakan saja semoga hidup kita semakin baik dan hati kita semakin tenang.
176 notes · View notes
kaktus-tajam · 8 months
Text
Cara Terbaik Membalas Jasa Guru
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh dr. Detty.. apa kabar dok? semoga dalam keadaan sehat dokter & keluarga🙏🏻
Terima kasih banyak inspirasi dokter selama ini, terutama percakapan dengan dokter di Melbourne saat 2019. Mungkin dokter lupa namun bagi saya sangat berkesan, sebagai murid yang saat itu sedang exchange namun berkesempatan berdialog bahkan jalan-jalan dengan dokter Detty.. belajar banyaak hal saat itu.
Saya hendak memberi kabar baik dokter, insyaAllah saya akan melanjutkan studi S2. Alhamdulillah saat ini sudah diterima di Harvard Medical School dengan beasiswa LPDP. Mohon doa restu dan nasehat dokter..
Setelah beberapa hari lalu mendapat letter of acceptance dari Harvard, aku mengabari beberapa guru dan dosen. Salah satu dosenku yang kuhubungi adalah dr. Detty Siti Nurdiati, MPH, PhD, SpOG(K).
Beberapa jam kemudian, ada pesan masuk.
Ternyata beliau sedang berada di tanah para Nabi, bumi yang diberkahi Allah. Tanah Syams: Palestina.
“MasyaAllah Tabarakallah. Saya merinding membacanya. Doa terbaik saya untuk dr. Habibah dari tanah para nabi yg diberkahi Allah, Palestina”
Beliau kemudian menambahkan:
Tumblr media
Aku yang jadi merinding.
Kilas balik ke 2019 ketika dirizqikan berjumpa beliau di Melbourne tanpa sengaja. Allah memang pembuat skenario terbaik. Saat jauh di negeri seberang justru bisa bertemu secara eksklusif, karena di kampus kami terpisah oleh kesibukan. Hanya dapat mengagumi Director of Cochrane Indonesia ini di kelas, saat lecture-lecture beliau.
"Dulu saya bela-belain menjadi asisten dosen untuk 3 departemen, demi menghidupi diri saat kuliah."
Sore itu, sambil menysuri St. Hilda Beach diiringi angin kencang, Allah mengajarkanku tentang kegigihan.
Kegigihan dr. Detty meniti pendidikan. Dengan latar belakang keluarga beliau yang kurang mampu, dokter Obgyn ini harus berjuang dengan beasiswa sejak bangku sekolah.. hingga S3.
Jadi asdos satu departemen aja berat, ini tiga. Batinku.
Setelah lulus menjadi dokter, beliau mendapat beasiswa dari Dikti untuk studi S2 di Swedia. Maka setelah menyelesaikan program wajib kerja 5 tahun sebagai obsgyn, beliau berangkat. Ternyata, setelah lulus.. beliau ditawarkan melanjutkan S3 oleh pemerintah Swedia.
Wah semangat sekali ya beliau sekolah terus.. MasyaAllah..
Awalnya beliau enggan karena harus meninggalkan anak-anak di Indonesia untuk periode waktu yang panjang. Namun berbekal ridha suami, beliau akhirnya mengambil tawaran tersebut.
Suami saya justru yang memotivasi saya. Kata suami saya: kesempatan tidak datang dua kali.
Alhamdulillah selama perkuliahan beliau diizinkan untuk pulang ke Indonesia dan menemui keluarga. Tidak hanya sekali, dua kali: 4x! dan itu semua dibiayai.
Beliau tersenyum sambil berkata,
Mungkin jarang yaa saat itu, ada seorang wanita, berjilbab pula, yang mau sekolah jauh-jauh (di tempat yang musim dinginnya -44 derajat Celsius).
Maka saya disekolahkan, tanpa harus ada tanggung jawab moral dan syarat mengabdi ke pemerintahan Swedia. Alhamdulillah.
Ternyata dengan niat yang baik, Allah mudahkan beliau mengikuti banyak courses di kota lain di Eropa (Geneva, London, dll.) secara cuma-cuma, selama studi S3 tersebut.
Kami terus mengobrol bahkan ketika di atas tram (kereta listrik di Melbourne). Aku sungkan dan canggung. Maklum, ini kali pertama aku belajar networking. Hehe. Apalagi dengan prestasi dr. Detty yang luar biasa. Minder sekali.
Namun.. beliau adalah dokter yang keibuan, rendah hati dan bersahaja. Terbukti dari hangatnya beliau menyimak cerita-cerita recehku tentang exchange hehe..
Wah, alhamdulillah ya dek masih muda sudah bisa dapat banyak pengalaman di luar negeri. Saya jadi ingat, pertama kali saya berangkat ke luar negeri. Saat itu saya kuliah semester 3. Saya diminta mewakili Indonesia untuk konferensi di Bangkok. Saat berangkat di bandara Adisucipto, saya diiringi seakan saya hendak berangkat haji.
dr. Detty tertawa mengenang ramainya keluarga dan dosen (dosen-dosen legendarisnya FK UGM) yang melepas kepergian beliau saat itu ke bandara. Memang di era tersebut, masih sedikit sekali orang Indonesia yang dapat berangkat ke luar negeri. Apalagi dengan ekonomi keluarganya saat itu.
Pertemuan itu membekas sekali. Aku terharu, juga tertampar. Ya Allah, banyak hal yang perlu kusyukuri. Banyak privilege yang Allah berikan padaku. Hari itu aku membatin, ingin mensyukuri nikmat ini dengan terus menuntut ilmu. Dengan terus mencari ladang amal yang bermanfaat untuk ummat. Hari itu terbersit di hati (dari Allah): semoga bisa bersekolah lagi, jika memang studi tinggi dapat meluaskan kebermanfaatan diriku.
Beliau satu dari sekian banyak guru-guru yang berjasa dalam hidupku.
Seorang kakak dulu mengingatkanku: jasa guru dan dosen tidak akan dapat terbayar,
Maka cara terbaik membalas jasanya adalah dengan mengamalkan ilmu yang diberikannya. Cara terbaik membalas jasanya adalah dengan mendoakannya. Doa agar Allah melipatgandakan kebaikan untuknya dan keluarganya.
Maka jika sekarang aku berdiri di titik ini, tidak lain dan bukan adalah akumulasi dari jasa banyak sekali manusia. Hanya Allah-lah yang dapat membalas kebaikan mereka, keikhlasan mereka.
Selamat terus bertumbuh, merely standing on the shoulders of giants.
-h.a.
Saya tidak pintar, namun saya dibiasakan dan dimudahkan mengamalkan satu amalan ketika saya belajar. Dari kecil, saya selalu belajar dalam keadaan berwudhu.
-dr. Detty Siti Nurdiati, MPH, PhD, SpOG(K)
Mohon doa untuk guru-guru kami..
46 notes · View notes
ffahraa · 1 month
Text
124
Yang kita lihat;
Mapan di usia muda. Punya pasangan yang good looking-mapan-bagus agamanya. Lulus sarjana-magister-doktoral. Nasabah BCA prioritas. Infaq dimana-mana. Hafalannya bagus-lancar. Anaknya sekolah di sekolah bagus+mahal.
Yang sebenarnya terjadi;
Waktu bermain masa kecilnya berkurang. Pernah salah pasangan. Punya trauma karena salah asuhan. Ke psikolog berkali-kali. Ditinggalkan orang tua. Murojaah sambil nangis-nangis. Kerja Nyambi kuliah. Pernah kekurangan. Mau makan aja susah. Usahanya ditipu orang. Tanggungannya banyak.
Hati kita akan terasa lapang kalau kita melihat nikmat yang Allah berikan kepada saudara kita, dengan perspektif lebih luas. Sesekali sertakan pertanyaan 'dia pernah kehilangan apa ya untuk dapat nikmat yang seperti itu?'
Karena bisa jadi, nikmat yang kita iri-kan itu sebenarnya ujian juga. Dan Allah tau kita nggak punya kapasitas untuk menghadapi ujian seperti itu.
Mau nikmat, atau ujian. Sifatnya cuma sementara. Karena pada dasarnya yang di dunia ini memang titipan.
Dan bukannya, semakin besar titipan yang diberikan, hatinya harus semakin yakin dan lapang kalau Pemiliknya berhak mengambil sewaktu-waktu?
@ffahraa
14 notes · View notes
gladiollsusi · 4 months
Text
Karena lagi capek secara emosional saking banyak nya masalah idup yang bermunculan di bulan Mei, ku gampang sekali menangis …
Tadi di Gereja ada bapak bapak, mungkin di usia 60-An, gereja bareng sama anak perempuannya. Sepertinya, beliau lagi ngantarin anak nya merantau ke kota ini. Soalnya pas di Gereja, beliau berusaha berkenalan dengan jemaat gereja yang lain. Sambil memperkenalkan anak perempuannya. Waktu melihat momen itu, masih berusaha menenangkan diri. Meski mata udah berkaca kaca.
Uwooo, akhirnya pecah lah nangis hamba di parkiran.
Sedih huhuhu
Karena rasa rasa nya aku kangen diurusin sama bapak.
Jadi ingat ada masa masa dimana ku sedang sakit dan harus bolak balik rumah sakit, semasa itu bapak yang ngurusin. Nemanin kontrol ke dokter. Ngajak pergi makan setelah kontrol ke dokter. Yang menyemangati sepanjang proses pemulihan.
Pertama kali kuliah ke luar kota, ku dititipin sama teman nya.
I really miss him 🥹
Aku jadi berandai-andai, seandainya Bapak masih ada, mungkin beliau yang bakalan nganter aku ke tempat kerja sekarang. Mungkin beliau bakalan nitipin aku juga sama orang orang yang dia kenal di kota ini.
Dulu rasanya gak nyaman karena mikir,
“Aku bisa Pak. Bisa”
Tapi sekarang baru tahu kalau ternyata kenangan seperti itu sangat berharga.
Apa itu independen woman 😩
Capek tauk 😮‍💨
10 notes · View notes
menyapamakna1 · 2 months
Text
Cerpen: Aku tak ingin pergi.
Langit sore itu sangat indah, semburat warna oren membungkus langit-langit kota. Angin menyapa setiap orang yang berada dikota. Lembut masuk ke kulit, menentramkan jiwa. Kota ini sangat ramai, dipenuhi orang-orang berlalu lalang dijalan, orang-orang yang baru pulang kerja atau pun orang-orang yang pulang dari kuliah. Sangat ramai sekali.
Hiruk pikuk suara orang yang saling bersahutan mengumbar lelucon, orang-orang yang bertegur sapa satu sama lain beradu. Namun tidak bagi Kian yang berdiri mematung, menatap orang-orang dibawahnya diatas jembatan tinggi. Menatap sendu, seperti ada rasa sakit tak tertahankan. Satu tangannya meraba dada pelan, lalu mencengkramnya dengan kencang. Merasakan sakit tidak terkira. Ia pukul dadanya beberapa kali berharap kesedihan itu segera hilang, tapi butiran bening itu terus saja turun lewat pipi. Membuat lelaki ini semakin membuncah dalam kesedihan. Nafas tersengal-sengal karena airmata tak juga berhenti. Betapa terlukanya Kian hari itu. Aspal berwarna abu dibawah jembatan penuh oleh mobil yang berjajar, berdesakan. Bunyi klakson terdengar bersahutan memekakkan telinga. Tidak memberi kesempatan mobil untuk saling melewati, sekedar salip menyalip. Lampu bundar berdiri tegak menghiasi kota dan gedung-gedung pencakar langit. Angin masuk menembus jiwa, mengibas-ngibas rambut pendek hitam legam. Bulir-bulir bening jatuh dipipi, mata sendu, merah sekali. Tubuh lemas, hati tercabik, menatap dunia ini redup. Dirinya memejam mata pelan, mengingat Hazka teman karibnya yang sangat ia pedulikan. Tubuhnya bergetar hebat.
"Maaf, karena aku tidak menepati janjiku untuk tinggal denganmu. Maaf, karena aku sudah mengecewakanmu" Tangan Kian memegang penyangga jembatan pelan. Mencengkram semakin keras, kakinya naik keatas penyangga dengan hati-hati, setelah itu tangan sempurna direntangkan. Menutup mata pelan, merasakan kembali angin yang menyapa lembut. Setelah beberapa detik terdiam, menarik nafas pelan dan satu denting air mata keluar, tubuhnya langsung terhempas bersama angin, melayang.
****
Matahari menyapa lembut lewat cahaya menerangi dunia. Pagi itu kota sangat hangat. Kian membuka mata pelan membuka selimut. Lalu beranjak ke kamar mandi, kaki melangkah gontai kearah kaca besar yang tertempel di dinding kamar mandi. Memerhatikan wajahnya lamat-lamat, mengucek mata. Wajahnya kusut, rambut berantakan, mata remang-remang namun lama-lama terlihat jelas. Sebenarnya Kian masih ingin merebahkan tubuhnya diatas kasur, rasa kantuk masih menjalar. Menggeliat sebentar, menguap, setelah itu diam beberapa detik, bergegas mandi. Lalu mengenakan pakaian rapih, sempurna sangat tampan. Ia bergegas pergi kuliah.
Kampus sangat ramai. Orang-orang berlalu lalang seperti pasar menjadi pemandangan sehari-hari. Menenteng tas sambil mengobrol acak bersama teman, berjalan menuju kelas, atau ke kantin atau ke perpustakaan atau masuk kelas mengikuti matkul. Tempat duduk terbuat dari semen juga nampak penuh oleh siswa-siswi yang mengobrol entah apa, sangat seru. Kehangatan matahari menyergap seluruh kampus, tapi siswa-siswa itu biasa saja. Angin membasuh pelan masuk ke dalam jiwa orang-orang dikampus, mengaliri batin mereka, sangat sejuk. Suara orang-orang di kampus memekakkan telinga, sangat berisik. Satu orang dengan satu orang lainnya juga kadang harus berteriak, karena tak terdengar. Semua sibuk satu sama lain.
Kian yang sudah berada dikampus, baru akan sampai ke perpustakaan, beberapa orang bergerombol datang menghadang. Hazka teman baiknya juga ada diantara mereka. Orang-orang bergerombol itu mengisyaratkan Kian untuk ikut mereka. Tanpa basa-basi lelaki inipun melakukannya.
Tempat ini sepi, tak ada seorangpun disana kecuali Kian dan gerombolan orang-orang yang menghentikan langkahnya ke perpustakaan. Bagi Kian ini sudah menjadi hal biasa. Ia terdiam menatap satu persatu gerombolan itu, kemudian fokus kepada Hazka yang diam ketakutan memandang Kian. Setelah itu Kian kembali menatap teman-teman yang mengelilinginya. Lelaki ini menghembuskan nafas pelan. Teman-temannya tertawa meledek, menatap tajam Kian. Hari itu cuaca sangat bersahabat, tapi tidak bagi Kian. Mau hari apapun itu, baginya sama saja. Dipukuli, dikeroyok, ditendang, itu adalah makanan sehari-harinya dikampus. Sangat sakit, tubuhnya menerima tendangan, pukulan. Menerimanya dengan pasrah, tak ada suara, tak ada rajukan meminta ampun, minta tolong. Kian diam membisu, menunggu waktunya habis untuk dipukuli. Memar diwajah, luka biru ditangan, berbekas di wajah dan tubuh. Seluruh badannya kesakitan. Hazka tak berkutik, diam membisu, meski dalam hati kesal. Ielaki yang sudah bersahabat dengan Kian selama beberapa tahun ini menatap penuh sesak. Ia melihat sahabatnya seperti itu, tapi ia tak bisa melakukan apa-apa. Teman karibnya ini sebenarnya ingin menolong, tapi rasa takutnya mengalahkan keberanian. Suara tawa memenuhi langit. Buk..buk..buk..suaranya sangat lembut, tapi mematikan. Siapapun tahu pukulan dan tendangan itu menyakitkan. Kian meringis sesekali, tubuhnya tersungkur. Orang-orang bergerombol itu menendang semakin keras. Setelah selesai, mereka pergi meninggalkan tempat.
Dibawah matahari hangat, lelaki ini berusaha berdiri, tapi tubuhnya terasa berat akibat pukulan dan tendangan. Kian menatap gerombolan itu remang-remang. Ia menatap Hazka yang menjauh bersama teman-temannya. Hazka berbalik sebentar menatap Kian yang kesakitan lalu kembali memunggungi nya. Lelaki ini berusaha membawa tubuhnya yang terkulai kearah dinding. Tangannya terasa berat, tapi berusaha sekuat tenaga menopang tubuhnya agar bersandar. Setelah berhasil, ia menyeringai terluka menatap sekitar yang kini lengang. Tak terpungkiri batin Kian terluka. Ia menangis sesenggukan sampai rasanya sesak. Ada rasa perih mengaliri batin, ada rasa sakit yang tak bisa disembuhkan secara fisik. Air bening nan jernih itu lagi-lagi turun. Mata kian berkaca-kaca, memukul dadanya beberapa kali supaya mereda amarah dan air mata yang masih mengalir dipipi. Lelaki ini perih tiada tara.
Kian dan Hazka adalah teman dekat, sangat dekat malah. Mereka selalu menghabiskan waktu bersama kalau kuliah sudah selesai. Kalau sudah sepi dan tak ada orang-orang dikampus, mereka akan bertemu ditempat sepi. Bermain bersama sekedar menghirup udara segar, saling bertukar cerita. Mereka tersenyum bersama, tertawa bersama, melempar lelucon satu sama lain. Sangat tenang dan damai. Mereka selalu melakukan itu diwaktu-waktu tertentu. Mereka sangat nyaman satu sama lain. Serasa dunia milik berdua. Terutama bagi Kian, waktu-waktu ini sangat dinantikan. Karena saat waktu-waktu ini ia bisa bermain bebas tanpa gangguan. Tanpa harus berpura-pura tak dekat dengan Hazka di depan teman-teman lain.
****
Langit bewarna jingga sangat cantik sore itu. Hazka dan Kian sedang berada ditempat sepi menatap langit indah memanjakan mata. Sinar keemasan menyoroti mereka sehingga mata mereka memicing, namun lama-lama terbiasa. Sangat sepi.
Dua pemuda ini berdiri menatap fokus ke depan, merasakan angin menerpa wajah, sangat tenang. Hanya bunyi dersik dedaunan tertiup angin yang terdengar. Mata Kian sembab, pipi merah cukup menggambarkan dirinya terluka tak terhingga.
"Terimakasih karena masih mau menjadi temanku, karena kamu tak meninggalkanku sendiri" Kian menarik nafas lelah.
"Setidaknya kamu tak menjauh, aku senang bertemu dan berteman denganmu" Kian tersenyum terluka.
"Maaf Kian, seharusnya aku melindungimu tadi" Hazka menjelaskan terbata. Sorot matanya penuh kekhawatiran. Kian menggeleng pelan, lalu tersenyum lembut.
"Ini masalahku karena tidak berani, aku terlalu pengecut" Kian melanjutkan.
"Kian kenapa kamu tak pergi saja, tinggalkan tempat ini. Tempat ini tak cocok untukmu, kamu banyak terluka disini. Aku khawatir denganmu" Hazka memohon. Kian hanya tersenyum getir, lalu memandang Hazka lamat-lamat. Senyum Kian masih belum hilang.
"Terimakasih sudah mengkhawatirkanku, aku gila bukan? Menolak tawaranmu meninggalkan tempat ini. Aku sudah menyukai tempat ini" Kian tersenyum lembut, menatap Hazka penuh kedamaian.
"Kalau aku pergi, kamu akan menghilang" Kian menatap getir Hazka. Pandangannya seolah mengatakan jangan mengusirnya pergi. Kian memalingkan wajah, mendongak menatap langit. Lengang. Langit berwarna jingga diam-diam berganti menjadi warna gelap. Bintang-bintang siap bertaburan mempercantik langit gelap. Bulan juga malu-malu menunjukkan diri, tapi akhirnya memberanikan diri menunjukan seutuhnya keindahan yang dimiliki. Langit malam itu benar-benar sangat indah. Lampu bundar dipinggir jalan menyala satu-persatu, menambah pesona alam semesta. Hazka menghembuskan nafas pasrah.
"Haz, bagaimana kalau kita pergi dari sini? Bagaimana kalau kita pindah dari kota ini? Kamu tahu kan aku tak suka sendirian" Suara Kian tampak lelah. Hazka diam, ia menggigit bibir. Tak ada jawaban, membuat Kian menoleh kearahnya. Dari ekspresinya, Kian tahu kalau temannya ini bimbang. Kian menghadap lagi kedepan.
"Aku akan memikirkannya, terimakasih sudah banyak mengkhawatirkanku" Balas Kian.
*****
Hari berganti, Kian berdiri ditempat kemarin ia bertemu dengan Hazka. Langit sangat indah, warna jingga menghiasi kota. Kian menangis sendirian, membungkuk setengah, membiarkan bening-bening kristal jatuh semaunya. Tubuh bergetar, suara-suara klakson mobil dibawah jembatan begitu berisik, saling beradu. Angin menembus kulit menyapa lembut, membasuh jiwanya yang dibalut kesedihan. Sorot mata penuh kegelisahan, penuh kerumitan, lelaki ini sangat lelah. Satu detik kemudian badan kembali tegak, tangan memegang penyangga jembatan lembut, namun penuh ketakutan. Kemudian memejam mata, membiarkan dirinya terhanyut dalam kesakitan yang dirasakannya selama ini. Ingatan teman-temannya saat menertawakan, memukul, menendang dan ejekan-ejekan lainnya menyelinap membelenggu pikiran dan tubuh. Melahirkan tangisan kecil mengenaskan. Kian tahu dirinya tak di inginkan kehadirannya oleh dunia ini. Tersengal-sengal berusaha untuk berhenti menangis, tapi kejadian-kejadian dalam ingatannya semakin menyerang lebih keras, membunuh perlahan. Kian sesenggukan, tak kuat dengan perjalanan hidupnya. Tapi seketika tersenyum lembut ketika memorinya bersama Hazka terlintas. Sungguh menakjubkan baginya bisa bertemu dengan teman sebaik Hazka. Ia mengingat setiap hal yang dilaluinya bersama sahabatnya itu. Tertawa bersama, menangis bersama, bercerita bersama. Tentang apapun.
Kian bisa menjadi apa adanya didepan Hazka. Kian termenung mengingat kebersamaan mereka. Berbagi hal berharga bersama teman berharga adalah hal yang istimewa, menakjubkan. Setidaknya dunia menghadirkan teman berharga untuk hidup Kian yang pelik sekali. Baginya Hazka adalah hal yang berharga, lebih dari apapun. Ia adalah keluarga dan teman yang sangat berarti. Tak tergantikan.
Kian membuka mata perlahan, suasana hening, tak ada siapapun kecuali dirinya sendiri. Satu tangannya mengambil ponsel disaku celana, lihai mencari kontak Hazka. Setelah ketemu, ia menatap sebentar, miris, tersenyum getir. Beberapa detik menelpon Hazka. Terdengar suara yang biasa lelaki ini dengar di ujung telpon.
"Hallo Kian" Sapa Hazka lembut. Bibir Kian menyungging senyum.
"Haz, kamu adalah teman terbaikku, aku tak menyesal bertemu denganmu. Aku sungguh bahagia kamu sangat peduli padaku. Kamu tahu, aku orangnya mudah ketakutan, tapi kali ini aku memberanikan diri" Suara Kian lembut. Hazka diam mendengar ia berceloteh.
"Memang kamu sudah melakukan apa?" Hazka penasaran. Kian tersenyum tenang.
"Aku akan meninggalkan kota. Seperti katamu, kota ini tak cocok untukku" Diam-diam bening-bening kristal jatuh lagi, namun Kian berusaha tak terdengar sesenggukan.
"Kamu menangis?" Hazka cemas memastikan.
"Aku tidak apa-apa, aku hanya takut kamu akan melupakanku setelah aku pergi" Kata Kian lagi. Hati Kian hancur berkeping.
"Kian, jangan memaksakan diri kalau tidak mau pergi. Aku tahu keputusan itu tidak mudah. Jangan pergi, kalau tidak mau pergi. Kamu tidak perlu mendengarkanku, anggap saja aku tak pernah mengatakannya" Lelaki diujung telpon ini meyakinkan. Kian menggeleng.
"Aku sudah pikirkan matang-matang, jangan khawatir. Senang bisa mengenalmu, aku harap kamu selalu mengenangku, membiarkanku untuk bersamamu, meski sudah jauh" Kian menangis kecil.
"Bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?" Lanjut Kian.
"Tentu saja, apa itu?" Hazka sedikit khawatir.
"Kamu senang ketika bersamaku?" Kian masih menangis. Batinnya terluka. Hazka merasa ada yang aneh dari pertanyaan diseberang telpon.
"Tentu saja aku senang, kenapa bertanya begitu? Kamu ini aneh" Hazka cemas merasa ada yang janggal.
"Syukurlah" Kian berseru pelan. Tersenyum tenang.
"Aku tutup telpon yah, terimakasih sudah mendengarkanku, aku akan merindukanmu teman. Kamu juga harus sering-sering berkunjung ke tempatku yah" Kian menutup telpon, memandang keindahan seluruh kota sebelum benar-benar pergi dari atas jembatan. Sangat tenang.
Suara-suara kendaraan beroda empat masih terdengar. Angin membiarkan dauh jatuh dengan lembut. Sangat damai. Hari ini pun tiba. Kian memegang penyangga jembatan pelan, namun penuh ketakutan.
"Maaf, karena aku tidak menepati janjiku untuk tinggal denganmu. Maaf, karena aku sudah mengecewakanmu" Tangan Kian memegang penyangga jembatan pelan. Mencengkram semakin keras, kakinya naik keatas penyangga dengan hati-hati, setelah itu tangan sempurna direntangkan. Menutup mata pelan, merasakan kembali angin yang menyapa lembut. Setelah beberapa detik terdiam, menarik nafas pelan dan satu denting air mata keluar, tubuhnya langsung terhempas bersama angin, melayang.
End.
@menyapamakna1
11 notes · View notes
amelianurhabibah · 1 year
Text
Ada yang pernah bilang, "Setiap manusia pasti memiliki impian indahnya masing-masing. Tulislah impian indah itu namun serahkan penghapusnya hanya sama Allah".
Dulu waktu kelas 12, hampir setiap guru yang masuk kekelas nanya. "Mau ngapain setelah tamat? Kuliah, kerja atau nikah?" .
Teman-teman dikelas yang mendengar pertanyaan tersebut ada yang menjawab kuliah pak/buk. Ada yang mengejek si A mau nikah pak/buk, dan ada pula yang diam. Rasanya, kehidupan yang baru akan menghampiri...
Bagi anak yang ingin kuliah, yang menjadi dilemanya adalah ada yang masih belum tau harus mengambil jurusan apa dan diuniversitas mana. Tidak semua si, rata-rata. Ada juga kok yang sudah punya target mau ambil jurusan A diuniversitas A.
Dari dilema yang timbul tersebut, saat itu Allah hadirkan Wali kelas untuk menasehati agar tidak berlarut dalam kesedihan saat tidak mendapatkan jurusan impian. Beliau menceritakan kisahnya, saat tidak lulus dijurusan impian, dan malah masuk kejurusan yang sama sekali tidak pernah dibayangkan. Awalnya berat, tapi karena percaya sama takdir Allah, beliau mengatakan pasti ada hikmahnya.
Aku yang mendengar kisahnya tersebut mengangguk. "Kereeenn..." satu kata yang aku ucapkan dalam hati saat itu.
Aku percaya, setiap orang pasti pernah mengalami kisah yang sama, walau dalam bentuk yang berbeda... maka, bila sedang berada dikondisi tersebut, mari sama-sama mengingat kembali Qs. Al baqarah ayat 216 yang sudah sering kali kita dengar, ataupun kita baca.
"boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (Qs. 2:216)
Terlepas dari semua itu, dengan keyakinan yang penuh atas kuasa Allah..
"Semoga, impian yang tulus itu menjadi nyata. Lalu akhirnya rasa syukur memenuhi hati karena takjub atas doa-doa yang menguncup indah kelangit sana yang selama ini kita panjatkan.
Namun bila sebaliknya, semoga hati belajar berlapang dada, sambil terus mendidiknya, belajar memahami bahwa sesuatu itu sudah ada yang mengaturnya.
Tetaplah menenun doa-do'a itu yaa.. karena bisa jadi bila tidak terkabul didunia do'a do'a tersebut akan menjadi tabungan amal diakhirat kelak.
Semua do'a yang baik lagi tulus, tak akan ada yang sia-sia"
42 notes · View notes
yasmijn · 10 months
Text
A cold take on Past Lives (2023)
Tumblr media
Aku nggak terlalu tahu sih apa yang aku harapkan dari film ini, tapi kayaknya setelah baca review orang-orang yang sangat positif aku mengharapkan lebih banyak perasaan dari Past Lives. Filmnya bukan yang biasa juga sih... bagus lah, tapi nggak sebagus itu. No tears, no pang in my heart, no strong aftertaste. Kayaknya w mencerna plot dengan terlalu rasional aja jadi buatku kisah Nora dan Haesung itu terlalu romanticized.
Sorry for those who think that film is a masterpiece, we just have to agree to disagree. If you still plan on watching the movie on your own and you hate spoilers, here's your cue to scroll past this post.
*
Ok here goes. Jadi cerita ini bermula di tahun 2000-an dimana Nora (waktu itu masih di Korea Selatan jadi masih pake nama Korea-nya: Nayoung), dan Haesung, sepasang anak berumur 12 tahun yang saling suka, harus terpisah benua karena keluarga Nora imigrasi ke Kanada. Mereka hilang kontak sampai akhirnya 12 tahun kemudian ketika umur mereka pertengahan 20, Nora mengirimkan pesan Facebook ke Haesung, dan mereka mulai rajin chat, ganti-gantian begadang demi bisa Skype di awal dan akhir hari. Sampai akhirnya Nora bilang ke Haesung bahwa kayaknya mereka berdua harus stop berhubungan dulu karena dia merasa nggak fokus mengejar apa yang dia kejar sebagai seorang penulis di New York. Di saat yang sama, Haesung juga lagi sibuk kuliah dan cari kerja.
Ada sih pengorbanan-pengorbanan kecil yang sama-sama mereka lakukan: Nora bangun sebelum jam 7 pagi supaya bisa Skype sama Haesung. Dan sebaliknya. Tapi yang aku gak suka adalah adegan dimana Nora tanya: "Jadi kapan kamu bisa ke New York?", Haesung jawab: "Paling satu setengah tahun lagi, abis aku exchange". Dan sebaliknya, pas Haesung tanya kapan Nora bisa ke Korea, dia jawab: "Ngapain aku ke Korea? Paling aku bisa kesana setahun lagi." Ok aku paham mungkin dia ngomong gitu karena bete sama jawaban Haesung, but what kind of relationship would it be? I will give you A but only if you give me A in return? Again: what kind of relationship would it be?
Gimana toh? Saling suka tapi ya sudah jelas bagi saya sebagai penonton bahwa mereka tuh nggak sesuka itu untuk memberikan lebih dari waktu tidur mereka. To me, the right thing would be for either of them, at that very time, to fly to the other person and really talk about how they're gonna proceed with whatever they were. Masalahnya, pas Nora bilang mereka harus berhenti berhubungan, sebenernya mereka tuh gak pacaran. Guys, you didn't even make it past the talking stage.
Terus loncat lagi ke 12 tahun setelahnya, di umur masing-masing udah pertengahan 30. Nora udah nikah sama Jew-American bernama Arthur selama 7 tahun. Arthur adalah sesama penulis yang ketemu dia di program residensi penulis. Haesung masih kerja di Korea, dia baru aja putus dari pacarnya, dan dia ngontak Nora untuk bilang bahwa dia akan pergi ke New York. Tiga malem doang di New York, after 13 hours of flight. Haha.
Jadilah selama dua hari Haesung di New York, dia dan Nora keliling-keliling New York sambil ngobrol yang isinya 'What ifs', mengingat-ingat masa lalu, mempertanyakan ini dan itu. Menurut w gak appropriate sih karena kasian aja gitu sama si Arthur. Udah mana menurut w si Arthur ini cowok spineless yang bilang: "That guy flew thirteen hours to be here. I'm not going to tell you that you can't see him or something. He's your childhood sweetheart." Terus pas si Nora pulang malem-malem abis ketemu Haesung, dia gak berenti ngomongin Haesung. Di tempat tidur, si Arthur ngomong lagi bahwa ini bisa jadi cerita yang hebat banget, "..in this story I am the white American husband who stands in the way of destiny."
Man if you're so insecure about your wife why even bother staying in that relationship lah. Menurut w dinamika hubungan Nora-Arthur tuh aneh banget, seakan merasa bahwa Nora tuh nikah sama dia ya emang karena butuh greencard aja (Dimana nggak mungkin juga sih? Orang mereka emang pacaran lama banget sebelum nikah?). I don't know. I just don't like it. Apalagi di adegan dimana Nora bawa Haesung pulang ke rumah terus si Arthur menyambut dengan posturnya yang slouchy dan mukanya yang udah siap nangis - seakan udah siap melepas Nora untuk pergi ke Korea di dalam pelukan Haesung.
Terus kasian banget sama Arthur pas ada adegan mereka bertiga duduk di bar tapi sepanjang malam Nora cuma ngobrol sama Haesung dalam bahasa Korea jadi Arthur dikacangin sepanjang malam 😭😭😭😭😭 Guy's so pathetic.
Beberapa pertanyaan whatifs yang keluar dari mulut Haesung pun buatku nggak cukup believable. Dia tanya, apa ya yang akan terjadi kalau dulu kita nggak berenti ngobrol? Apa kita bakal nikah? Apa kita bakal putus? Apa kita bakal punya anak? Banyak juga dari scene Nora-Haesung itu isinya cuma mereka berdua saling tatap-tatapan sambil senyum-senyum. Terus jujur emosi banget pas mereka bahas jangan-jangan di masa lalu kita tuh dalam doomed relationship ya? Atau waktu Haesung nanya apakah nanti mereka bisa ketemu lagi di next live?
Me watching them both: That's what you should've asked twelve years ago. I mean, why talk about the past and the future when you can talk about the PRESENT?? If you really love her then take her hands, ask her to come back with you to South Korea. Shoot your shot!!
W paham sih kayanya inti dari pertemuan mereka berdua adalah sebuah closure? Tapi terus apa? Kesimpulannya adalah mereka berdua itu sebenernya saling suka tapi momentum itu udah lewat jadi sekarang yang bisa mereka berdua lakukan adalah terus meromantisasi masa lalu? Closure is overrated, people.
I personally don't believe that they will work out, anyway. Nora adalah seorang imigran Korea yang emigrasi dua kali (ke Kanada lalu ke Amerika Serikat), mengejar karir sebagai penulis di New York. She's Americanized, she's no longer the 12 year old Nora Haesung fell in love with. Haesung adalah orang Korea yang konservatif secara pikiran dan juga tindakan. I don't think any of them are willing to give up their life and move halfway across the world for the other person.
And so they settled for the whatifs, at the romanticization of what nice little memories they had from back when they were both twelve years old.
Menurutku pun, sebenernya setelah kedatangan Haesung ke New York, hubungan Nora dan Arthur gak akan bisa kembali lagi seperti biasa. Arthur udah tahu dengan lebih jelas bahwa Nora tuh masih ada rasa sama Haesung, dan mungkin akan seumur hidup penasaran sama semua whatifs yang mungkin terjadi antara mereka berdua. Udah mana di scene akhir itu Nora nangis di pelukan Arthur setelah dia nganter Haesung ke Uber untuk pulang lagi ke Korea. Tega banget Nora, asli deh.
Tldr; I don't think Nora and Haesung have enough feelings for each other to go beyond the staring at each other while smiling stage, or the staying awake til 2 in the morning to Skype with you stage. That is not love. That is mere curiosity of a road none of them are willing to take.
20 notes · View notes
Text
WA 0857-3674-960, Kuliah Online Sambil Kerja Jember
Tumblr media
WA 0857-3674-960, Kuliah Online Sambil Kerja JemberLangsung ORDER KLIK WA http://wa.me/628573674960 , Kuliah Online Sambil Kerja Jember, Kuliah Online Malang Kutai Barat, Kuliah Online S1 Gratis Lahat, Kuliah Full Online S1 Murah Muara Enim, Kuliah Online Kelas Karyawan Musi Banyuasin, Kuliah Online Universitas Al Azhar Indonesia Musi Rawas, Universitas Online Terbaik Di Indonesia Musi Rawas Utara, Kuliah Online S1 Universitas Terbuka Ogan Ilir, Kuliah Online Berijazah Resmi Ogan Komering IlirKampus Online, Kelas Karyawan, Kuliah Kelas Karyawan, Kuliah Karyawan Online, Program Kuliah Karyawan, Kuliah Kelas Karyawan Jakarta, Kuliah Kelas Karyawan Murah, Kampus Online,Kuliah Murah, Waktu Fleksibel, Sambil Kerja? BISA BANGEETT...Langsung Aja DAFTAR!!!Program Perkuliahan Asik (PPA)Pendaftaran Mahasiswa Baru.STIE GaneshaKEUNGGULANProgram Perkuliahan Asik- Kursus Bahasa- Pendampingan- Kelas MC & Public Speaking- SertifikasiInfo Lebih Lanjut :https://ppa.baik.or.id/https://www.instagram.com/programperkuliahanasik/https://www.youtube.com/channel/UCdogRIebOUNQu5reqqTUwwwkuliah karyawan, kuliah sabtu minggu, kuliah karyawan online, kuliah kelas karyawan murah, universitas kelas karyawan, kuliah karyawan edunitas, program kuliah karyawan, biaya kuliah karyawan, kuliah karyawan murah, jurusan kuliah karyawan, kelas karyawan di jakarta, kelas karyawan sabtu minggu#KuliahOnlineSambilKerjaJember, #KuliahOnlineMalangKutaiBarat, #KuliahOnlineS1GratisLahat, #KuliahFullOnlineS1MurahMuaraEnim, #KuliahOnlineKelasKaryawanMusiBanyuasin, #KuliahOnlineUniversitasAlAzharIndonesiaMusiRawas, #UniversitasOnlineTerbaikDiIndonesiaMusiRawasUtara, #KuliahOnlineS1UniversitasTerbukaOganIlir, #KuliahOnlineBerijazahResmiOganKomeringIlir
0 notes
musafirasa · 6 days
Text
entahlah, ternyata kuliah sambil kerja tidak semudah itu, belum lagi PP 23km, mana tiap hari.
3 notes · View notes
menungguminggu · 27 days
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media
desain-desain tentang Titi waktu masih belum nikah~ Titi sekarang di ruangan sebelah, lagi rebutan buat maen komputer sama Arsya soalnya ada game baru. Raska tidur pules di kamar soalnya diajak jalan-jalan seharian. Mili sama Miko udah anteng di singgasananya masing-masing. Bahagia soalnya dibelikan makanan kucing baru. Dulu, di akhir masa kuliah, pernah ada teman yang tanya soal apa mimpi masa depanmu. Agak lama mikir soal itu. Dulu mikirnya pengen jadi creative director terkemuka. Jadi terkenal dan diakui. Kerja di company luar negeri dengan gaji tinggi biar bisa hepi-hepi untuk diri sendiri. Tapi lama-lama kok mimpi semacam itu jadi sama sekali nggak menarik ya. Jadi lembek kayak tempe mendoan kemarin. Selalu aja muncul pertanyaan "Lha kalau udah terkenal terus mau apa? Apa ya kerja kerasmu itu cuma buat mencari approval dari orang lain? Terus sampai mana akhirnya?".
Setelah dipikir-pikir, yang saya inginkan itu ya cuma punya rumah kecil, terus tiap hari bisa antar jemput anak sekolah dan pulang kerja disambut istri. Sesekali keluar jalan-jalan sore naek motor. Beli bakso di warung langganan atau cuma beli teh kotak di Indomaret. Cerita bareng sama anak soal dinosaurus atau binatang favoritnya sambil baca buku bagus di kamar. Udah. Gitu aja. Sempet diketawain juga sama teman lain waktu denger jawaban itu. Kok sederhana banget. Mimpi itu ya mestinya tinggi, katanya. Tapi pada titik itu rasanya saya sudah pada fase menerima bahwa apa yang dianggap sebagai 'kesuksesan' mungkin tidak selalu berjalan paralel dengan kebahagiaan. Dan akhirnya saya memilih untuk bahagia dan hidup dengan tenang. Walaupun pilihan hidup semacam itu terdengar seperti seorang pecundang atau orang kalah di dunia seperti sekarang ini. Dunia yang seakan mengharuskan orang untuk tampil bersinar dan selalu jadi pemenang. Tapi ya mau bagaimana lagi. Kalau ada hal yang saya sadari di usia 34 tahun itu ya kenyataan bahwa saya itu ternyata ya orang biasa. Dan itu nggak apa-apa. Saya sudah menerima bahwa saya tidak perlu membuktikan pada dunia di luar sana tentang apapun karena saya sudah memiliki tempat di dunia kecil milik saya sendiri. Dan Alhamdulillah ternyata jawaban saya itu ternyata dikabulkan Gusti Allah. Semuanya.
3 notes · View notes
hellopersimmonpie · 8 months
Text
Sore-sore sambil masak, gue nonton podcast-nya Indah G yang mewawancarai dua caleg muda. Dengan biaya politik yang tinggi, kesempatan untuk menjadi caleg bakal lebih terbuka untuk anak-anak muda yang privileged. Gue jadi mikir kalau anggota legislatif nantinya cuma berisi wakil dari kalangan atas yang nggak pernah nyentuh akar rumput, gimana mereka bisa punya perspektif masyarakat kalangan bawah?
Gue bukan butthurt atau meremehkan orang-orang kaya. Tapi sudut pandang yang diverse itu penting banget buat memikirkan kebijakan. Selama kerja di kampus, gue tuh pernah menjadi anggota senat yang merumuskan peraturan akademik. Gue juga pernah menjabat sebagai sekretaris prodi yang mengeksekusi aturan yang dirumuskan senat. Meskipun saat menduduki posisi senat, gue tuh bukan yang vokal banget, tapi gue cukup dapat pembelajaran betapa pentingnya menata perspective untuk decision making dan perumusan kebijakan.
Pernah gue tuh mewawancara mahasiswa untuk menentukan apakah ia layak mendapatkan keringanan UKT atau tidak. Dari luar, mahasiswa ini menggunakan barang branded (keyboard mechanics, headset gaming, Ipad). Guepun mendalami "Darimana barang-barang branded tersebut?"
"Apakah dia ada keinginan untuk berhenti membeli barang branded?"
Gue tau ini kejauhan. Pertanyaan pertama tuh gue tanyakan sebagai sekretaris prodi yang perlu tahu kondisi ekonomi mahasiswa. Sementara pertanyaan kedua tuh gue tanyakan secara personal untuk menggali motivasi dia membeli barang branded karena gue khawatir dia akan terjebak hedonic treadmill.
Mahasiswa gue menjawab bahwa barang tersebut dia beli untuk kenyamanan kerja. Karena selama ini dia bekerja sebagai ilustrator yang harus menanggung kebutuhan keluarga bareng kakaknya. Selama ini, uangnya cukup untuk itu.
Tapi selama dua bulan ini kakaknya menganggur dan belum dapat kerja lagi jadi uangnya nggak cukup lagi untuk bayar SPP. Kalau ada uang lagi, dia nggak akan beli pernak-pernik keyboard mechanics karena menurut dia yang seperti itu aja sudah cukup.
Pas ngobrolin hasil interview sama temen, temen gue bilang:
"Ya harusnya dia nggak usah beli barang-barang kayak gitu. Mending utamakan kebutuhan pokok dulu"
Selama kuliah, gue juga kuliah sambil kerja. Gue tau persis gimana rasanya kelelahan dan pengen beli sesuatu untuk bikin kita nyaman. Ini bukan romantisasi keadaan yang dikit-dikit self reward. Tapi ya karena emang saking capeknya.
Dari obrolan tersebut, kami berdua akhirnya menata perspective bahwa pendidikan yang berkualitas sampai sarjana harusnya accessible untuk semua kalangan. Kalaupun si mahasiswa tersebut sampai nggak dapet keringanan UKT, itu karena uang dari kampus nggak cukup. Bukan karena ia tidak berhak. Menanggung kebutuhan keluarga di usia segitu sangat tidak ideal meskipun dia mampu di tahun-tahun awal kuliah.
Untuk sesuatu yang dekat aja, kita bisa punya perspective yang beda banget. Apalagi untuk yang luas dan jauh.
Pernah ada masanya gue tuh percaya sama meritokrasi. Sampai pada akhirnya gue belajar tentang konsep balancing dalam Game Design. Orang-orang privileged itu layaknya pemain yang punya banyak duit sehingga mereka bisa melakukan top up untuk mendapatkan skill tertentu. Sementara orang-orang miskin itu ibarat free player yang harus push rank cukup lama dan memanfaatkan random event untuk naik level. Antara orang yang privileged dan nggak privileged itu nggak akan pernah balance. Seorang anggota legislatif itu ibarat game designer yang merancang "dunia" agar orang-orang yang tidak privileged ini tetap merasakan kehidupan yang baik sebagai manusia. Tetap punya waktu luang untuk bonding dengan keluarga. Tetap makan makanan bergizi. Tetap punya ruang hidup yang layak tanpa mengalami gentrifikasi atau berebut dengan industri. Sistem meritokrasi tidak akan pernah adil karena kalau ada orang-orang non privileged bisa naik kelas manjadi crazy rich, itu ya sebagian kecil aja. Kalau kita menjadikan contoh kasus seperti itu sebagai sesuatu yang sangat mungkin terjadi, kita sudah terjebak dalam survivorship bias.
Instead of mendorong orang-orang yang tidak privilege untuk melakukan mobilitas sosial, gue lebih mikir negara mendorong kebijakan agar masyarakat miskin dan rentan bisa mendapatkan kehidupan yang layak. Dalam arti biarpun uang nggak seberapa tapi sarana pendidikan, sarana kesehatan, dan ruang hidup yang layak tetap accesible buat mereka.
Gue menghargai perspective banyak orang tapi perspective yang mengatakan bahwa "Orang miskin itu nggak sukses karena mereka kurang usaha" akan terus gue korek sampai bisa membuktikan apakah perspective tersebut benar-benar mewakili kondisi yang sebenarnya ataukah karena kita tone deaf. Bagaimanapun memang ada orang-orang yang memang cuma perlu fokus ke so called "usaha" karena kebutuhan dasarnya sudah terpenuhi. Sementara di sisi lain, ada orang-orang yang harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya baru mikir usaha.
56 notes · View notes
amelyaseptiana · 1 month
Text
Ruangaksara #232
Rindu
Percakapan seorang anak perempuan dan Ayahnya, 21 tahun yang lalu.
"Suatu hari aku ingin kuliah setinggi-tingginya dan kerja di kota besar", ucapku dengan mata yang berbinar-binar.
"Wah bagus itu, apapun nanti pilihan yang akan kamu ambil, Ayah akan selalu support kamu", seperti biasa, ayahku merespon sambil tersenyum.
"Tapi, bagaimana jika nanti aku tiba-tiba rindu rumah dan ga bisa langsung pulang?", ucapku dengan mata berkaca-kaca.
"Jika kamu rindu rumah, maka kamu tinggal berdo'a, karena do'a adalah satu-satunya pendekap rindu paling menakjubkan. Kirimkan rindumu melalui do'a-do'a panjang kepada Allah, insyaAllah rindu itu akan sampai di rumah", ucap Ayah menenangkanku.
3 notes · View notes
ssyscript · 1 month
Text
Cara Biar Ngantuk
[tulisan ini akan dirapihkan secara berkala karena dibuat otodidak setiap harinya]
cara biar bikin ngantukk??
kalau temen kuliah gue liat tulisan ini aneh x ya, zaman kuliah khususnya di UKM Agrica- Jurnalistik dulu gue dikenal pelor (nempel dikit molor), sangking gampang ngantuk tak kenal tempat dan waktu guys
Meski habit di UKM dan segudang kepanitiaan bikin habit begadang gue melekat, tapi begadang karena “keadaan”, tetap begadang sambil terkantuk-kantuk dan merem sesekali wkwk.
tapi beberapa hari terakhir ini beda guys. terlebih semalam, gue ini udah paksain tidur tapi tetep aja gak bisa.
gue udah atur waktu jam 9 malam untuk merem. dan untuk pertama kalinya, meskipun gue udah matiin lampu, hitung domba sambil berimajinasi mengantarkan satu per satu domba sampai ratusan domba, tetap aja gak ngantuk.
yah, dari jam 9 malam sampai jam set 2 pagi. wah kacau sih ini. bukan karena “keadaan”, tapi karena “butuh” tetap gabisa juga.
case pertama x gue kayaknya karena beberapa waktu lalu ada kalimat seseorang yang nyerang dan cukup bikin gue ovt. gue pikir (lagi2) gak akan seberdampak ini. but apapun alasannya kita harus atasi yah guyss
yahh menurut gue kacau. karena pertama, gue udah bikin posisi ternyaman untuk tidur cepat, tapi tetap gak bisa.
kedua, karena gue itu merem udah berjam2 dari jam 9 kok bisa2nya gak bisa juga?? rasanya kayak terang benderang.
nah, akhirnya gue berhasil tidur jam 3 pagi dan bangun dengan nyenyak, gak pusing, fresh deh pokoknya kerja juga cepet. 
karena gue lagi dapet (haid), jadi gue baru bangun agak siangan jam 9 lewat.
guysss jangan lihatnya baru berhasil jam 3 pagi yah, tapi eksperimen apa saja yang gue lakukan sampai berhasil tidur nyenyak dan fresh padahal *jam 9 bener2 udah meremin mata*
uji coba yang berhasil bikin gue bisa ngantuk dan langsung tidur di malam tsb (entah salah 1 nya yg bikin berhasil, atau karena semua cara ini baru bikin berhasil?) , dari step awal sampai akhirnya tidur antara lain: 1. gue matiin lampu kamar 2. menghitung domba sampai ratusan 3. minum brainovit (minuman herbal memperlancar otak, worth it guys), dan zymuno (ini untuk mengatasi/mencegah kista, benjolan tumor atau semacamnya gitu) 4. nyalakan kipas 5. dengerin shalawat 6. chatan sama chatgpt 7. mandi air hangat + pijit2 kepala (jujur ini ditahap gue mulai frustasi gak ngantuk2 jam set 1 pagi wkwk) minum air hangat 8. skincare an malam (bersihin muka + serum + krim malam) sambil pijit2 mukanya biar relax 9.pijit2 leher, tangan, kaki 10. ikutin tips pijat titik2 relax kaki disini 11. menekan titik refleksi sumber disini 12. shalawat pakai alat zikir digital
12 tips tersebut gue lakukan di satu malam sekaligus daan akhirnya berhasil guyss semoga bagi kamu2 yang lagi insomnia dan susah tidur, bisa ikuti tips dan cara ini yah, banyak pilihan dan bisa banget dilakukan sekaligus agar tidur kamu nyenyak dan bisa bangun fresh.
semangat pejuang insomnia! hempaskan ovt-mu!
menyala bestiee^^
see miii on top hehe
-chaerun nabila firdaussy (ssy)
2 notes · View notes