Tumgik
#kitab tafsir pertama di Indonesia
inakosonglima · 1 year
Text
Denny JA Membangkitkan Semangat Perempuan untuk Menguasai Tafsir Agama
Denny JA adalah seorang filsuf dan penceramah yang juga dikenal sebagai salah satu aktivis sosial di Indonesia. Beliau sangat aktif dalam memberikan dukungan kepada kaum perempuan Indonesia untuk menggali potensi mereka, terutama dalam bidang keagamaan. Misi utama Denny JA adalah untuk membangkitkan semangat perempuan Indonesia agar lebih aktif dalam menguasai dan memahami tafsir agama.
Dalam konteks Indonesia, masih terdapat anggapan bahwa agama dan kegiatan keagamaan terutama dikuasai oleh laki-laki. Hal ini membuat banyak perempuan merasa enggan atau tidak memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi keagamaan mereka. Denny JA percaya bahwa mempromosikan pemahaman agama yang lebih inklusif dan menggugah semangat perempuan untuk aktif dalam kegiatan keagamaan adalah langkah penting untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan berkelanjutan. Sikap Denny ja terhadap perempuan dan agama bermula dari keyakinannya akan pentingnya memperkuat peran perempuan dalam pengembangan masyarakat. Dengan memotivasi dan memberi dukungan pada perempuan, maka masyarakat akan menjadi lebih maju dan inklusif. Selain itu, Denny JA juga percaya bahwa agama yang benar-benar inklusif harus memberi ruang yang cukup bagi kaum perempuan untuk terlibat dalam interpretasi dan pengembangan agama itu sendiri. Namun demikian, Denny ja tidak semata-mata memperjuangkan hak-hak perempuan dalam kegiatan keagamaan tanpa pertimbangan yang matang. Ia menyadari bahwa langkah pertama yang harus diambil adalah menggali pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan yang dimiliki oleh perempuan, sehingga mereka benar-benar siap untuk memasuki arena keagamaan. Denny JA percaya bahwa tidak ada hal yang lebih efektif daripada memberi pengajaran dan memberi kesempatan pada perempuan untuk belajar dan tumbuh dalam keagamaan. Melalui pendekatan ini, Denny JA berhasil membuka ruang untuk perempuan Indonesia agar lebih aktif dalam kegiatan keagamaan. Beliau menyelenggarakan seminar, lokakarya, dan pelatihan di seluruh Indonesia untuk memberikan peluang bagi perempuan untuk belajar lebih banyak tentang agama dan mengembangkan keterampilan dalam interpretasi agama. Dalam setiap kegiatan ini, Denny JA sering kali mengundang ahli dan tokoh agama yang juga mendukung ide-ide inklusif dan keadilan gender. Banyak perubahan positif yang dilakukan oleh Denny JA dalam membuka ruang bagi perempuan Indonesia di bidang keagamaan. Salah satunya adalah memotivasi perempuan untuk memberikan pemahaman agama yang lebih inklusif terhadap jemaah. Perempuan tidak hanya diberikan kesempatan untuk berbicara, tetapi juga mendapat dukungan dan panduan dari Denny JA dan para ahli agama. Hal ini memungkinkan perempuan untuk merasa nyaman dan percaya diri dalam memberikan tafsir agama yang lebih efektif dan mempengaruhi jemaah. Denny JA juga mempromosikan keterampilan dan pengetahuan kepada perempuan dalam membaca dan menafsirkan kitab suci, sehingga mereka lebih memahami pesan moral dan spiritual serta memberikan pandangan mereka sendiri tentang makna agama. Denny JA mengajarkan perempuan untuk tidak terjebak dalam hukum dan interpretasi agama yang sempit dan kaku, tetapi untuk mengembangkan gagasan yang lebih inklusif dan berdasarkan toleransi dan keadilan. Selain itu, Denny JA juga memotivasi perempuan untuk aktif dalam gerakan keagamaan yang lebih luas. Ia percaya bahwa gerakan keagamaan yang sukses dan berkelanjutan harus melibatkan semua orang termasuk perempuan. Melalui keikutsertaan dalam gerakan keagamaan, perempuan dapat memajukan agenda-dalam termasuk keadilan sosial, lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat. Dengan cara ini, perempuan memainkan peran penting dalam menciptakan masyarakat yang berkelanjutan dan berkeadilan. Denny JA adalah salah satu tokoh penting dalam memajukan hak-hak perempuan di Indonesia, terutama sehubungan dengan peran perempuan dalam kegiatan keagamaan. Melalui pendekatan yang inklusif dan memberdayakan, beliau telah membuka banyak pintu bagi perempuan Indonesia dan memberi ruang bagi mereka untuk mengeksplorasi dan mengembangkan potensi mereka. Denny JA memberikan harapan baru bagi perempuan dalam masyarakat Indonesia bahwa mereka dapat memainkan peran penting dalam perkembangan sosial, ekonomi, dan politik melalui keagamaan yang inklusif dan berkelanjutan.
Cek Selengkapnya: Denny JA: Membangkitkan Semangat Perempuan untuk Menguasai Tafsir Agama
0 notes
arddhito · 1 year
Text
Denny JA vs Tafsir Paham Agama Membedah Argumen Secara Profesional
Dalam artikel ini, kami akan membahas perdebatan antara Denny JA dan Tafsir Paham Agama mengenai membedah argumen secara profesional. Kedua individu ini telah terlibat dalam serangkaian perdebatan yang menarik perhatian publik. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi argumen mereka masing-masing, dan mencoba memahami pendekatan yang mereka gunakan dalam debat ini. Pertama-tama, mari kita kenali siapa Denny JA dan Tafsir Paham Agama. Denny JA adalah seorang intelektual terkenal di Indonesia, yang dikenal karena pemikirannya yang tajam dan kritis dalam berbagai bidang, termasuk politik dan agama. Denny JA sering kali mengekspresikan pandangannya melalui tulisan dan wawancara di media massa. Di sisi lain, Tafsir Paham Agama adalah seorang tokoh agama yang juga aktif dalam berbagai perdebatan keagamaan di Indonesia. Dia memiliki pandangan yang kuat tentang agama dan sering kali mengkritik pandangan yang berbeda. Perdebatan antara Denny ja dan Tafsir Paham Agama mencakup berbagai isu, mulai dari politik, agama, hingga sosial. Keduanya memiliki pendekatan yang berbeda dalam mengemukakan argumen mereka. Denny ja, dengan pendekatannya yang profesional, sering kali menggunakan argumen yang didukung oleh fakta dan data yang valid. Dia senantiasa melakukan riset mendalam sebelum mengemukakan pendapatnya. Denny JA juga sering kali menggunakan analogi dan contoh yang relevan untuk mendukung argumennya. Di sisi lain, Tafsir Paham Agama sering kali menggunakan argumen berdasarkan keyakinan dan interpretasi agama. Dia cenderung mengutip kitab suci dan mengacu pada ajaran agama tertentu untuk mendukung pandangannya. Namun, sering kali argumen yang dia gunakan tidak didukung oleh fakta atau bukti yang kuat. Dalam perdebatan ini, penting untuk memahami bahwa kedua individu memiliki hak untuk berpendapat. Namun, dalam membedah argumen secara profesional, penting untuk menyajikan pendapat dengan cara yang objektif dan menggunakan bukti yang valid. Dalam membedah argumen secara profesional, kita harus menghindari argumen ad hominem atau serangan pribadi. Sebaliknya, kita harus fokus pada argumen itu sendiri dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahannya. Kita juga harus membuka diri untuk mendengarkan pandangan yang berbeda dan mencoba memahami perspektif orang lain. Dalam menyusun artikel ini, kami menggunakan pendekatan yang sistematis dan terstruktur. Kami menggunakan heading dan subheading untuk membagi artikel menjadi bagian-bagian yang terorganisir dengan baik. Kami juga menggunakan daftar untuk menyajikan informasi dengan cara yang jelas dan terstruktur. Dalam menulis artikel ini, kami berusaha untuk mempertahankan nada profesional. Kami menghindari penggunaan bahasa yang subjektif atau memihak kepada salah satu pihak dalam perdebatan ini. Sebaliknya, kami berusaha untuk menyajikan argumen dan informasi dengan cara yang objektif dan netral. Dalam kesimpulan, perdebatan antara Denny JA dan Tafsir Paham Agama adalah contoh dari perbedaan pendekatan dalam membedah argumen secara profesional. Keduanya memiliki pandangan yang berbeda dan menggunakan pendekatan yang berbeda dalam menyampaikan argumen mereka. Namun, penting untuk diingat bahwa dalam membedah argumen secara profesional, kita harus menggunakan fakta dan bukti yang valid, menghindari serangan pribadi, dan terbuka terhadap pandangan yang berbeda. Dengan cara ini, kita dapat memperkaya pemahaman kita tentang topik yang sedang diperdebatkan dan mencapai kesimpulan yang lebih mendalam.
Cek Selengkapnya: Denny JA vs Tafsir Paham Agama: Membedah Argumen Secara Profesional
0 notes
biemanang · 1 year
Text
Menguji Kredibilitas Tafsir Agama Menurut Denny JA: Apakah Sesuai dengan Ajaran Inti?
Dalam dunia agama, tafsir adalah salah satu aspek yang penting dalam memahami ajaran-ajaran agama. Tafsir memberikan penjelasan tentang makna dan tujuan di balik ayat-ayat suci yang terdapat dalam kitab suci, seperti Al-Quran atau Alkitab. Namun, bagaimana kita dapat menentukan kredibilitas tafsir agama? Apakah tafsir tersebut benar-benar sesuai dengan ajaran inti agama yang ingin disampaikan? Dalam artikel ini, kita akan menguji kredibilitas tafsir agama menurut Denny JA. Pertama-tama, kita perlu memahami siapa Denny ja dan apa pandangannya tentang agama. Denny JA adalah seorang intelektual, akademisi, dan juga politisi yang aktif di Indonesia. Dia dikenal dengan pemikirannya yang kritis dan analitis dalam mengkaji berbagai isu sosial dan politik, termasuk agama. Pendekatan kritisnya terhadap agama seringkali mempertanyakan dogma dan tafsir ortodoks yang ada. Dalam menguji kredibilitas tafsir agama menurut Denny ja, kita harus melihat apakah pandangannya didasarkan pada argumen yang kuat dan rasional. Denny JA seringkali mencoba menghubungkan ajaran inti agama dengan konteks sosial dan politik yang ada. Pendekatannya yang kritis dan kontekstual ini dapat memberikan wawasan baru dan tafsir yang relevan dengan zaman yang terus berubah. Namun, penting juga untuk mengkritisi apakah tafsir agama Denny JA telah mempertahankan esensi dan nilai-nilai inti agama yang ingin disampaikan. Kita harus melihat apakah argumennya didasarkan pada pemahaman yang mendalam tentang kitab suci dan tradisi agama yang ada. Jika tafsirnya hanya berdasarkan pada pandangan pribadinya tanpa dukungan dari sumber-sumber agama yang sahih, maka kredibilitasnya dapat dipertanyakan. Dalam artikel-artikel dan bukunya, Denny JA seringkali menggunakan pendekatan ilmiah dan metodologi penelitian dalam menganalisis ajaran agama. Hal ini dapat memperkuat kredibilitasnya karena pendekatan ilmiah dapat memberikan pemahaman yang lebih objektif dan akurat. Namun, kita juga harus ingat bahwa agama melibatkan dimensi spiritual dan transendental yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan dengan metode ilmiah. Oleh karena itu, penting juga untuk mempertimbangkan dimensi ini dalam menguji kredibilitas tafsir agama. Selain itu, kita juga perlu melihat apakah tafsir agama Denny JA memperhatikan pluralitas dan keragaman dalam agama. Apakah pandangannya inklusif dan mengakui bahwa ada lebih dari satu tafsir yang sahih dalam agama? Jika tafsirnya eksklusif dan mempertahankan satu pandangan tunggal, maka kredibilitasnya dapat dipertanyakan karena tidak mengakui kompleksitas dan perbedaan dalam agama. Dalam menguji kredibilitas tafsir agama menurut Denny JA, kita juga perlu melihat apakah pandangan dan argumennya telah diakui oleh para ahli agama dan komunitas agama yang lebih luas. Apakah tafsirnya diterima dan dihormati oleh kalangan intelektual dan pemuka agama lainnya? Jika pandangannya dianggap kontroversial dan tidak diterima oleh kalangan yang terkemuka dalam agama, maka kredibilitasnya dapat dipertanyakan. Pada akhirnya, penentuan kredibilitas tafsir agama menurut Denny JA adalah subjektif dan tergantung pada perspektif masing-masing individu. Kita perlu melihat apakah pandangan dan argumennya dapat meyakinkan kita secara rasional dan juga sesuai dengan nilai-nilai inti agama yang ingin disampaikan. Kita juga harus membuka diri terhadap pandangan-pandangan alternatif dan mempertimbangkan pluralitas dalam agama. Dalam kesimpulan, menguji kredibilitas tafsir agama menurut Denny JA melibatkan analisis kritis terhadap argumen dan pendekatannya. Kita perlu melihat apakah pandangannya didasarkan pada pemahaman yang mendalam tentang kitab suci dan tradisi agama yang ada. Penting juga untuk mempertimbangkan pendekatan ilmiah, inklusivitas, dan pengakuan dari komunitas agama yang lebih luas. Dalam akhirnya, penentuan kredibilitas tafsir agama adalah subjektif dan tergantung pada perspektif masing-masing individu. Kita harus terbuka terhadap pandangan-pandangan alternatif dan mempertimbangkan pluralitas dalam agama.
Cek Selengkapnya: Menguji Kredibilitas Tafsir Agama Menurut Denny JA: Apakah Sesuai dengan Ajaran Inti?
0 notes
rambaimanis · 4 years
Text
KISAH 24 TAHUN PERTAMA KEHIDUPANKU: TAHUN KE-24
(Bagian 11 dari 11)
Umur saya tepat 23 tahun hijriyyah pada tanggal 24 Jumadil Ula 1440/30 Januari 2019 lalu. Maka sejak saat itu, dimulailah tahun ke-24 kehidupanku di dunia. Sehari setelahnya, saya berangkat ke Gunungkidul, DIY dalam rangka mengikuti daurah pertama kitab manhaj (cara beragama) berjudul Sittu Durar, bersama Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal حفظه الله. Daurah ini berlangsung selama empat hari (27-30 Jumadil Ula 1440) di Pesantren Darush Sholihin.
Ketika saya berangkat ke Gunungkidul, Ustadz Dr. Andy Octavian Latief hafizhahullah sedang dalam perjalanan dari Yogyakarta menuju Bandung. Beliau berpindah tempat tinggal dari Yogyakarta ke Bandung karena beliau diterima sebagai dosen PNS di program studi fisika ITB. Setelah beliau tiba di Bandung, beliau tinggal di sebuah rumah kontrakan di kawasan Cisitu, tak jauh dari wisma Udrussunnah Bandung. Rumah kontrakan tersebut telah dicarikan oleh para pengurus Udrussunnah sebelum beliau datang.
Setelah daurah pertama Sittu Durar di Pesantren Darush Shalihin selesai, saya kembali ke Bandung dengan kereta api. Setelah saya tiba di Bandung, saya kembali menjalani perkuliahan semester genap, juga mengikuti beberapa kajian kitab pekanan secara rutin, dan mengikuti kelas bahasa Arab menengah setiap Sabtu dan Ahad di Ma’had at-Taysir, yang merupakan bagian dari Udrussunnah.
Beberapa hari setelah Ustadz Andy tiba di Bandung, beliau mengisi kajian pertama beliau di Bandung, setelah sebelumnya beliau mengisi kajian rutin aqidah Yayasan Indonesia Bertauhid di Yogyakarta. Saya sebenarnya juga ingin mengikuti kajian tersebut, namun karena saya tidak tinggal di wisma Udrussunnah, dan kajian tersebut hanya untuk penghuni wisma, saya tidak diizinkan hadir. Maka, saya tidak mengikuti kajian tersebut.
Pada tanggal 2 Sya’ban 1440/7 April 2019, Yayasan Indonesia Bertauhid (IB) mengadakan suatu daurah di Masjid al-Kautsar, Jl. Sumbawa, Bandung, yang membahas kitab Shifatu ‘Ibadir Rahman (Sifat-Sifat Hamba Allah ar-Rahman) karya Syaikh ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin al-Badr hafizhahullah. Daurah tersebut diampu oleh Ustadz Andy, dan itulah kajian pertama beliau di Bandung yang terbuka untuk umum. Saya mengikuti daurah tersebut sampai selesai, dan itulah pertama kalinya saya bertemu Ustadz Andy dan mengikuti kajian beliau secara langsung.
Kitab Shifatu ‘Ibadir Rahman adalah tafsir atas firman Allah dalam ayat-ayat terakhir surah al-Furqan, yang menjelaskan sifat-sifat hamba Allah Ta’ala yang sejati. Sifat-sifat tersebut berjumlah delapan, yaitu selamat gerak-gerik dan lisannya, senantiasa mengerjakan shalat - terutama shalat lima waktu dan shalat malam, takut dan khawatir akan siksa neraka, pertengahan dalam menafkahkan harta di jalan Allah (tidak boros dan tidak kikir), menjauhi dosa-dosa besar, menjauhi majelis kebatilan dan kemunkaran, memuliakan firman Allah dan mengamalkannya, dan perhatian untuk berdoa serta merendah kepada-Nya. Demikianlah isi dari kitab tersebut, yang dijelaskan oleh Ustadz Andy dalam daurah Yayasan IB.
Pada hari Rabu, 12 Sya’ban 1440/17 April 2019, saya pergi lagi ke Yogyakarta, untuk mengikuti daurah lanjutan kitab Sittu Durar di Pesantren Darush Shalihin (DS). Daurah tersebut berlangsung selama empat hari, dan pada hari Ahad, 16 Sya’ban 1440/21 April 2019 selesailah pembahasan kitab Sittu Durar. Ketika daurah tersebut berlangsung, Udrussunnah juga sedang mengadakan daurah kitab ushul fiqh di Bandung, dengan pengampu salah satu ustadz kibar (senior) di Yogyakarta, Ustadz Aris Munandar hafizhahullah. Beliau adalah salah satu guru Ustadz Andy saat Ustadz Andy menjadi santri Ma’had al-’Ilmi di kawasan Pogung, Sleman, Yogyakarta. Setelah daurah di Pesantren DS selesai, saya kembali ke Bandung untuk mengikuti perkuliahan pekan terakhir semester genap. Sepekan setelah daurah itu, saya mengikuti daurah lagi di Bandung, yang membahas hukum-hukum seputar Ramadhan, sebagai persiapan menyambut bulan Ramadhan, yang pada tahun itu dimulai pada awal Mei.
Bulan Ramadhan akhirnya tiba. Seperti biasanya, ibadah-ibadah Ramadhan (puasa, tarawih, tilawah al-Qur’an dll.) tetap dijalankan, dan mulai malam ke-21 bulan penuh berkah itu, saya beri’tikaf di salah satu masjid yang dikelola oleh ahlussunnah salafiyyun di Bandung, yaitu Masjid al-Furqan di Jalan Jurang. Selama sepuluh hari saya beri’tikaf di sana, dan itulah i’tikaf Ramadhan pertama yang saya lakukan sepanjang sejarah hidup saya. Namun, i’tikaf pertama ini tidak saya lakukan secara maksimal, sebab saya cukup sering keluar masjid dalam waktu yang cukup lama sebelum masuk kembali, dan cukup banyak waktu saya di dalam masjid yang habis untuk bermain gawai. Sungguh saya menyesali hal itu, semoga Allah Ta’ala mengampuni kekurangan saya dalam i’tikaf tersebut.
Setelah masa i’tikaf selesai, pada malam Idul Fitri, saya kembali ke kosan untuk mempersiapkan segala sesuatu yang akan dibawa dalam mudik. Pada pagi harinya, setelah saya shalat ‘Id, saya berangkat ke kampung halaman dengan pesawat terbang. Setelah sekitar dua pekan saya mudik, saya kembali ke Bandung untuk menjalani perkuliahan semester pendek, yang sudah dimulai sejak masa i’tikaf Ramadhan sebelumnya. Selama masa semester pendek tersebut, saya mengikuti beberapa kajian kitab rutin yang sudah saya ikuti sebelum saya mudik ke kampung halaman, hingga akhirnya tibalah masa semester ganjil di ITB.
Pada akhir pekan pertama semester ganjil di ITB, Udrussunnah menyelenggarakan daurah pembukaan ma’had bagi mahasiswa ITB. Daurah tersebut diampu oleh salah satu ustadz alumnus Udrussunnah, Ustadz Deni Setiawan, S.T. dan salah satu ustadz yang sudah menjadi pengampu kajian kitab rutin di Udrussunnah sebelumnya, yaitu Ustadz Danni Nursalim Harun, Lc. Saya mengikuti daurah tersebut seluruhnya, dan pada hari kedua daurah tersebut, Ustadz Danni mengabarkan kepada kami bahwa salah satu ustadz perintis dakwah salafiyyah di Indonesia, Ustadz Ja’far Umar Thalib rahimahullah, telah meninggal dunia. Ahlussunnah salafiyyun di Indonesia berbelasungkawa pada hari itu, dan banyak ucapan duka cita tersebar di media sosial atas wafatnya beliau.
Sepekan setelah daurah tersebut, tahun 1440 hijriyyah berakhir dan bulan Muharram pun tiba. Pada bulan haram itu, yang bertepatan dengan bulan September, Ustadz Andy memulai kajian kitab rutin perdana beliau di Bandung. Beliau mengampu empat kajian rutin: kajian tafsir Juz ‘Amma setiap malam Rabu, kajian kitab al-Ushul ats-Tsalatsah setiap malam Kamis, kajian kitab Riyadhus Shalihin setiap malam Jum’at, dan kajian kitab fiqh ‘Umdatus Salik pada Ahad pertama dan ketiga bulan masehi serta Sabtu sebelumnya. Semua kajian tersebut saya ikuti secara rutin, kecuali kajian tafsir beliau, karena bersamaan waktunya dengan kajian kitab aqidah yang diampu oleh Ustadz Danni, yang saya ikuti secara rutin setiap malam Rabu. Maka, sejak bulan haram itu, berakhirlah fase ketiga masa dewasa saya, dan dimulailah fase keempat.
Pada semester ganjil itu, selain kajian-kajian Ustadz Andy dan Ustadz Danni, saya juga mengikuti secara rutin kajian kitab aqidah yang diselenggarakan oleh Udrussunnah setiap malam Sabtu, yang diampu oleh Ustadz Yahya ‘Abdul ‘Aziz hafizhahullah, dan tetap mengikuti kajian rutin penjelasan kitab Bulughul Maram yang diampu oleh ustadz kibar di Bandung, Ustadz Abu Haidar as-Sundawi hafizhahullah, setiap Sabtu sore. Pada pertengahan semester tersebut, Ustadz Andy memutuskan untuk tidak melanjutkan kajian kitab al-Ushul ats-Tsalatsah, dan menggantinya dengan kitab al-Qaulul Mufidu ‘ala Kitabit Tauhid, dengan jadwal yang sama, yaitu setiap malam Kamis selepas shalat maghrib. Demikian juga Ustadz Danni, beliau menamatkan kajian kitab Silsilah Syarh Rasa’il pada pertengahan semester itu, dan menggantinya dengan kitab kecil yang ditulis oleh Syaikh Ibrahim ar-Ruhaili hafizhahullah. Setelah empat pekan berlalu, selesailah kitab tersebut dibahas, dan beliau menggantinya dengan kitab aqidah yang berjudul Ushulus Sunnah lil-Humaidi.
Pada akhir semester itu, setelah kajian Riyadhus Shalihin selesai, Ustadz Andy memberitahukan rencana beliau, yaitu membuat grup WhatsApp (WA) takhassus dalam berbagai bidang ilmu syar’i untuk para mahasiswa ITB yang sering mengikuti kajian beliau, juga membuat suatu situs web yang berisi artikel-artikel karya beliau dan mahasiswa Udrussunnah. Pada akhir semester itu juga dimusyawarahkan nama situs web tersebut, dan diputuskan bahwa namanya adalah Panduan Muslim. Ketika saya mengikuti pertemuan tersebut, saya tertarik untuk mengikuti takhassus dan membuat artikel ilmiah Islam di Panduan Muslim. Maka saya sampaikan niat itu kepada Ustadz Andy, dan beliau menerimanya.
Awalnya, takhassus yang saya ikuti adalah takhassus fiqh Syafi’i. Namun, setelah mendengarkan penjelasan dari Ustadz Andy tentang kelebihan mazhab Hanbali dari mazhab Syafi’i, saya berpindah ke mazhab Hanbali. Sebagai konsekuensinya, saya berpindah grup WA ke takhassus fiqh Hanbali. Maka, sejak saya memutuskan untuk bermazhab Hanbali, berakhirlah fase keempat masa dewasa saya, dan dimulailah fase kelima.
Setelah semester ganjil berlalu, dan libur semester berakhir, semester genap di ITB dimulai. Pada akhir pekan pertama semester tersebut, Yayasan Indonesia Bertauhid menyelenggarakan daurah kitab aqidah Ushulus Sunnah karya Imam Ahmad bin Hanbal (pendiri mazhab Hanbali) di Masjid Pogung Dalangan (MPD), Sleman, Yogyakarta, yang diampu oleh Ustadz Andy. Saya mengikuti keseluruhan daurah tersebut di MPD, dan satu hari setelah daurah tersebut, yaitu tanggal 24 Jumadal Ula 1441/20 Januari 2020, genaplah usia saya 24 tahun hijriyyah. Maka, berakhirlah tahun ke-24 kehidupan saya di dunia saat itu, dan berakhirlah serial kisah ini, yaitu serial kisah 24 tahun pertama kehidupanku.
.
Rabu Pon
9 Dzulqa'dah 1441
1 Juli 2020
2 notes · View notes
lebah-vs-tikus · 5 years
Text
Resensi Buku Islam dan Kemanusiaan
Judul                : Islam dan Urusan Kemanusiaan, konflik, perdamaian, dan filantropi
Editor               : Hilman Latief dan Zezen Zaenal Mutaqin
Penerbit           : PT Serambi Ilmu Semesta
Oleh                 : Rizki Rinaldi
Cetakan Pertama, 2015
413 hlm.
Tumblr media
Kehadiran Lembaga-lembaga kemanusiaan Muslim tidak hanya menggairahkan aksi-aksi kemanusiaan di lapangan, tetapi juga memiliki peran penting dalam menumbuhkembangkan gagasan dan prinsip-prinsip kemanusiaan dalam Islam.
Kendati demikian, di balik perna aktif lembaga kemanusiaan Muslim di ruang publik yang semakin meningkat, kajian mendalam tentang Islam dan masalah-masalah kemanusiaan, khususnya hukum humaniter, ternyata masih belum banyak dilakukan.
Konflik
           Konsep jihad dalam kosa kata masyarakat muslim saat ini memang seolah-olah identik dengan perang, khususnya perang kepada orang selain Islam. Akibatnya, konsep jihad akhirnya menjadi momok yang menakutkan di tengah masyarakat yang beragam seperti di Indonesia, tidak hanya bagi non-Muslim tetapi juga bagi muslim yang sudah merasa nyaman dengan keberagaman dalam kehidupan sehari-hari.
           Berkembangnya konsep jihad dan perang dalam Islam yang menjadi dekat dengan stereotip antiperdamaian, antikeragaman, penuh kekerasan tentu sangat dipengaruhi oleh ragam khazanah penafsiran Al-Qur’an, khususnya tema jihad dan perang, yang berkembang dinamis dalam tradisi Islam.
           Didalam buku Islam dan Urusan Kemanusiaan, konflik, perdamaian, dan filantropi ini konsep jihad mengambil langsung rujukan dari beberapa tafsir dan literatur muslim, utamanya menggunakan tafsir al-mishbah karya Quraish Shihab dalam rangka membentuk frame konsep kemanusiaan dalam Islam.
           Menurut Quraish Shihab, ayat-ayat tentang jihad dimaknai dalam beberapa hal, yakni:
1.       Jihad merupakan ujian dan cobaan. Jihad merupakan salah satu cara yang diterapkan Allah untuk menguji manusia. Sebagaimana dalam QS. Ali-Imron: 142. Dari sini jihad sangat terkait dengan kesabaran, karena jihad adalah sesuatu yang sulit sehingga memerlukan kesabaran dan ketabahan. Kesulitan ujian atau cobaan yang menuntut kesabaran itu dijelaskan rinciannya dalam Al-Quran.
2.       Jihad mengandung makna “kemampuan” yang menuntut sang mujahid mengeluarkan segala daya dan kemampuannya demi mencpaai tujuan. Karena itu jihad adalah pengorbanan dan dengan demikian sang mujahid tidak menuntut atau mengambil tetapi memberi semua yang dimilikinya. Ketika memberi, dia tidak berhenti sebelum tujuannya tercapai atau yang dimilikinya habis.
3.       Jihad merupakan aktivitas unik, menyeluruh, dan tidak dapat dipersamakan dengan aktivitas lain- sekalipun aktivitas keagamaan. Tidak ada satu amalan keagamaan yang tidak disertai dengan jihad. Paling tidak, jihad diperlukan untuk menghambat rayuan nafsu yang selalu mengajak pada kedurhakaan dan pengabaian tuntunan agama.
4.       Jihad merupakan perwujudan identitas kepribadian muslim. Karena itu seorang mukmin pastilah mujahid, dan tidak perlu menunggu izin atau meminta restu untuk melakukannya
Dari sini kemudian jihad adalah cara untuk mencapai tujuan. Jihad tidak mengenal putus asa, menyerah, kelesuan, tidak pula pamrih. Jihad selalu dilakukan dan ditegaskan dengan redaksi fi sabilillah (dijalan-Nya). Pada poin inilah tafisr al-mishbah menegaskan bahwa jihad menjadi titik tolak seluruh upaya, karenanya jihad adalah puncak segala aktivitas.
Perdamaian dan Kesinambungan
           Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (Al-hujurat 49:10)
           Adanya konflik yang menyebabkan korban nyawa manusia merupakan tindakan jahat, yang sungguh menantang kemanusiaan kita. Satu korban manusia saja akibat konflik itu dapat dinilai “sudah terlalu mahal” dari kaca mata islam. Nilai manusia atau harkat dan martabatnya sungguh agung dan tiada tara harganya. Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa martabat manusia itu tinggi dan sekaligus sebagai ciptaan dalam bentuk terbaik (QS At-Tin 95:4) dan dianugrahi keunggulan atas makhluk ciptaan lainnya (QS Al-Isra 16:70).
           Menyadari betapa agung dan luhurnya martabat manusia, sungguh sulit untuk diterima adanya konflik yang mengakibatkan korban sesame manusia. Islam sebagai agama yang membawa kewajiban untuk mempromosikan damai, haruslah tampil secara professional dalam menangani masalah konflik demi damai yang berkesinambungan. Dalam Al-Qur’an dinyatakan Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (Ali-Imran 3:104) dan pada surat yang sama Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Ali-Imran 3:110) sebagai orang beriman, kita diperintahkan menjadi pejuang melaksanakan kebaikan dan menolak kejahatan. Dengan demikian konsekuensinya bila ada kejahatan dalam bentuk apa pun haruslah ditangani dengan professional. Kelompok yang terlobat dalam konflik sungguh bagaikan telah dibutakan oleh kehendak, keinginan dan ambisinya masing-masing. Penyelesaian konflik yang benar dan adil merupakan tindak kemanusiaan yang sungguh dibutuhkan.
           Dalam situasi konflik, intervensi kemanusiaan yang aktif tanpa kekerasan dinilai menjadi penting, karena di samping aksi kemanusiaan memang harus dilaksanakan, juga dapat ditempuh untuk mengadakan negosiasi dengan yang terlibat konflik, agar konflik dapat dihentikan dan solusi damai dapat dirintis. Dalam intervensi kemanusiaan, kita dituntut untuk tidak berpihak kepada siapapun, menguasai persoalan yang ada, menguasai medan, menguasai cara diplomasi yang berdaya guna sampai pada penemuan kemungkina untuk memulai perdamaian. Dasar yang harus dipakai adalah pendekatan yang objektif, benar, adil, bijak dan mempunyai tujuan demi kesejahteraan umum. Hal tersebutlah yang menjadi kapasitas seorang muslim untuk menghadirkan kedamaian secara professional.
Filantropi
           Rahmatan Lil ‘Alamin. Islam secara jelas menjelaskan dirinya sebagai rahmatan lil ‘alamin. Rahmat yang berarti belas kasih menuntut setiap umat islam sebagai pengikut Rasulullah ﷺ berbelas kasih, melimpahkan nikmat kepada alam semesta. Karena itulah umat islam harus bisa membuat atau mendatangkan sifat kasih sayang yang akan mampu mewujudkan kesejahteraan, kedamaian bagi umat manusia bahkan bagi alam semesta.
           Sejarah telah menunjukkan peran umat islam dalam memajukan peradaban, penemuan berbagai hal yang sangat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, seperti ilmu kimia, matematikan dsb. Hal tersebut tidak terlepas dari misi agama Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.
           Salah satu fondasi konseptual yang melandasi gerakan salah satu ormas islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah, berangkat dari penafsiran para pendiri dan pengikutnya terhadap surat Al-Ma’un
1.       Tahukah kamu orang yang mendustakan agama?
2.       Itulah orang yang menghardik anak yatim,
3.       Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin
4.       Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat
5.       Yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya
6.       Orang-orang yang berbuat riya
7.       Dan enggan menolong dengan barang berguna
Tentang buku dan kepenulisannya
           Pada dasarnya buku ini merupakan kajian-kajian mendalam mengenai islam dan masalah-masalah kemanusiaan, khususnya hukum humaniter. Kepenulisannya merupakan kajian kolektif membuat buku ini menjadi amat kaya akan referensi dan tidak terjebak dalam satu sudut pandang saja didalam membahas kemanusiaan dan islam.
           Pada kepenulisan buku yang merupakan kajian kolektif atas dasar inisiasi kerja sama program pascasarjana UMY dan ICRC kerangka utama buku tersebut setidaknya dapat dibagi menjadi pemahaman perbandingan hukum humaniter internasional dan hukum islam mengenai kemanusiaan, perang yang diambil dari Al-Qur’an dan literasi islam. Kemudian kajian kasus konflik kemanusiaan yang terjadi di negara dengan penduduk mayoritas muslim dan upaya-upaya rintisan perdamaian, serta kehadiran gerakan masyarakat sipil dengan tujuan masyarakat madani atas satu konsep rahmatan lil ‘alamin.
2 notes · View notes
syiahrafidhah-blog · 5 years
Text
Tantangan 1: Menurut Agama Sunni (Ahlu Sunnah), Nikah Mut’ah adalah Zina; Berikut Tantangan Kami untuk Mereka
Tumblr media
Setiap kali membahas Syi’ah, yang pertama muncul di kepala orang-orang Ahlu Sunnah wal Jama’ah adalah tentang... Mut’ah, Nikah Mut’ah, Kawin Mut’ah. 
Menurut agama Ahlu Sunnah wal Jama’ah, NIKAH MUT’AH ADALAH ZINA.
Titik.
Itu patokan utama bahasan kita di sini. 
Tahukah antum, yang tidak disadari oleh orang-orang Ahlu Sunnah yang bodoh ini adalah, pernyataan mereka tersebut justru merupakan KEJAHATAN dan KEKEJIAN terbesar sepanjang sejarah: sebab dengan mengatakan bahwa nikah mut’ah adalah zina, itu sama saja mereka menuduh, bahwa Nabi Muhammad SAW menganjurkan zina, bahwa para sahabat Nabi melakukan zina, dan bahwa Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 24 memerintahkan zina. NA’UDZUBILLAHI MIN DZALIK!
Agar otak dan akal sehat mereka terbuka, mari kita buka kitab hadits shahih dan kitab tafsir Al-Qur’an dari ulama mereka sendiri.
***
PERTAMA: SAHABAT NABI BERNAMA JABIR BIN ‘ABDULLAH MELAKUKAN MUT’AH DI ZAMAN NABI, DI ZAMAN ABU BAKAR, DAN DI ZAMAN ‘UMAR. 
Kita buka kitab hadits andalan Ahlu Sunnah wal Jama’ah, yakni kitab Shahih Muslim jilid 2/1.022 hadits nomor 15 (1.405) tahqiq Muhammad Fu’ad ‘Abdul Baqi, dan kitab Musnad Imam Ahmad bin Hanbal jilid 12 halaman 67, hadits nomor 15.013.
Tumblr media
Diriwayatkan, bahwa Atha’ berkata, “Jabir bin Abdullah datang untuk menunaikan ibadah ‘umrah. Maka kami mendatangi tempatnya menginap. Beberapa orang dari kami bertanya berbagai hal sampai akhirnya mereka bertanya tentang mut’ah. Jabir menjawab: “benar, kami melakukan mut’ah pada masa hidup Rasulullah SAW, masa hidup Abu Bakar, dan masa hidup Umar”. 
Sumber: kitab Hadits Shahih Muslim 2/1.022 no 15 (1.405) tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi. Silakan cek sendiri, buka sendiri, kitab Shahih Muslim di pesantren-pesantren antum sendiri. 
Jadi, Imam Muslim meriwayatkan hadits shahih, bahwa sahabat Nabi.saw, bernama Jabir bin ‘Abdullah al-Anshari.ra, melakukan nikah mut’ah pada masa hidup Rasulullah.saw, pada masa hidup Abu Bakar, dan pada masa hidup ‘Umar bin Khattab. Nah, beranikah, orang-orang bodoh Ahlu Sunnah mengatakan bahwa Jabir bin ‘Abdullah dan para sahabat telah melakukan zina?
Riwayat hadits yang sama bisa ditemukan di dalam kitab Musnad Imam Ahmad bin Hanbal jilid 12 halaman 67, hadits nomor 15.013, dengan keterangan: isnaduhu shahiih (sanadnya shahih).
Tumblr media
Jadi sekali lagi, menurut kesaksian sahabat Nabi yang bernama Jabir bin ‘Abdullah, “kami (Jabir & para sahabat) melakukan nikah mut’ah di masa Nabi, di masa Abu Bakar, dan di masa ‘Umar bin Khattab”.
KEPADA PARA PENGANUT AGAMA SUNNI (AHLU SUNNAH WAL JAMA’AAH) YANG MENGANGGAP NIKAH MUT’AH ADALAH ZINA, SILAKAN BUAT VIDEO DI YOUTUBE, DAN UCAPKAN DENGAN LANTANG, “SAHABAT NABI BERNAMA JABIR BIN ‘ABDULLAH ADALAH PELAKU ZINA, KARENA MELAKUKAN NIKAH MUT’AH DI ZAMAN NABI, DI ZAMAN ABU BAKAR, DAN DI ZAMAN UMAR”. SILAKAN, KAMI TUNGGU NYALI ANTUM.
***
KEDUA: NABI MUHAMMAD.SAW PERNAH MEMBOLEHKAN PARA SAHABAT MELAKUKAN NIKAH MUT’AH
Kita buka kitab Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, jilid 4, halaman 147, hadits nomor 4.113.
Tumblr media
Telah menceritakan kepada kami, ‘Abdullah berkata, telah menceritakan kepadaku ayahku yang berkata, telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Ibnu Abi Khalid, dari Qays, dari Abdullah, yang berkata “kami bersama Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan kami masih muda, kami berkata “wahai Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidakkah kami dikebiri? Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] melarang kami melakukannya. Kemudian Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] memberi keringanan kepada kami untuk menikahi wanita dengan mahar berupa pakaian, sampai waktu tertentu. Kemudian ‘Abdullah membaca surat Al Maidah ayat 87 “janganlah kalian mengharamkan apa yang baik yang telah Allah halalkan kepada kalian” [Sanadnya: Shahih]
Dan ternyata, riwayat yang hampir sama, tercatat juga dalam kitab hadits Shahih Bukhari.
Tumblr media
Telah berkata kepada kami Qutaybah bin Sa’id, dari Jarir, dari Isma’il, dari Qays, berkata, bahwa ‘Abdullah berkata, kami bersama Rasulullah SAW, dan tidak ada seorang istri pun di sisi kami, maka kami berkata: “Tidak bolehkah kami mengebiri (diri kami sendiri)?” Maka Rasulullah SAW melarang kami melakukannya, dan memberi kami keringanan untuk menikahi wanita dengan mahar berupa pakaian, kemudian dibacakanlah kepada kami ayat Al-Qur’an: “wahai orang-orang yang beriman, janganlah mengharamkan apa yang telah Allah halalkan untukmu...”
Sumber: hadits Shahih Bukhari, Kitab Nikah, Bab Maa Yukrahu Minat Tabattul wal Khisham, hadits nomor 4.804.
Tumblr media
WAHAI PENGANUT AGAMA SUNNI, BACA DUA HADITS DI ATAS? NABI MUHAMMAD SAW YANG MULIA MEMBERIKAN KEBOLEHAN KEPADA PARA SAHABAT UNTUK MELAKUKAN NIKAH MUT’AH DENGAN MAHAR BERUPA PAKAIAN. SILAKAN BUAT VIDEO DI YOUTUBE, DENGAN MUKA/WAJAH ANTUM, NGOMONG LANGSUNG: “NABI MUHAMMAD PERNAH MEMBOLEHKAN PARA SAHABAT MELAKUKAN ZINA, KARENA TELAH MENGIZINKAN MEREKA MELAUKAN NIKAH MUT’AH”. SILAKAN. PUNYA NYALI? KAMI TUNGGU.
***
KETIGA: TAFSIR SURAT AN-NISA AYAT 24, MEMBAHAS TENTANG NIKAH MUT’AH
Adakah ayat suci Al-Qur’an yang membahas tentang nikah mut’ah? Ada. Yakni surat Madaniyyah (yang turun di Madinah) yang bernama surat An-Nisa, ayat 24.
Tumblr media
Artinya: “Dan [diharamkan juga kamu mengawini] wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki [Allah telah menetapkan hukum itu] sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian [yaitu] mencari istri-istri dengan hartamu untuk dinikahi bukan untuk berzina. Maka wanita [istri] yang telah kamu nikmati [famastamta’tum] di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya sebagai suatu kewajiban dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Fokus pada bagian ayat: “wanita yang telah kamu nikmati” (famas tamta’tum). Apa arti istamta’tum dalam surat An-Nisa ayat 24 ini?
Kita buka tafsir Al-Qur’an yang dipercaya Ahlu Sunnah wal Jama’aah itu sendiri. Tafsir Al-Qur’an karya Imam Ahlu Sunnah wal Jama’ah, Ibnu Jarir ath-Thabari (mufassir tertua Ahlusunnah wal Jamaah).
Tumblr media
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami ibnu Mutsanna yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far yang berkata telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Abi Maslamah dari Abi Nadhrah yang berkata: aku membacakan ayat ini kepada Ibnu ‘Abbas “maka wanita yang kamu nikmati [fama-s tamta’tum bihi minhunn]”. Ibnu ‘Abbas berkata “ila ajalim musamma — sampai batas waktu tertentu”. Aku berkata “aku tidak membacanya seperti itu”. Ibnu ‘Abbas berkata “demi Allah, Allah telah mewahyukannya seperti itu” [Ibnu ‘Abbas mengulangnya tiga kali]” 
Sumber: Tafsir Ath Thabari 6/587 tahqiq Abdullah bin Abdul Muhsin At Turqiy
Riwayat di atas sanadnya shahih karena seluruh perawinya tsiqah (terpercaya).
Muhammad bin Mutsanna adalah perawi Kutubus Sittah yang tsiqah (terpercaya). Kesaksian ini dituturkan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab beliau At-Taqrib jilid 2 halaman 129.
Muhammad bin Ja’far Al Hudzaliy Abu Abdullah Al Bashri juga adalah perawi Kutubus Sittah yang tsiqah (terpercaya). Lihat kitab At-Tahzib jilid 9 halaman 129.
Syu’bah bin Hajjaj, juga merupakan perawi Kutubus Sittah yang tsiqah (terpercaya). Lihat kitab At-Taqrib jilid 1 halaman 418.
Abu Maslamah atau Sa’id bin Yazid bin Maslamah Al Azdi, juga perawi Kutubus Sittah yang tsiqah (terpercaya). Lihat kitab At-Taqrib jilid 1 halaman 367.
Abu Nadhrah atau Mundzir bin Malik adalah perawi hadits Bukhari yang tsiqah (terpercaya). Lihat kitab At-Taqrib jilid 2 halaman 213.
Ayat istamta’tum ditafsirkan sebagai mut’ah pun termaktub terang-benderang di website Tafsir Qur’an Online, King Saud University:
Tumblr media
“Famastamta’tum bihi minhunna”, dari Muhammad bin ‘Umar, dari Abu ‘Ashim, dari ‘Isa, dari ibnu Abi Najih, dari Mujahid, ia berkata: “ya’nii nikaahul mut’ah”, yakni Nikah Mut’ah.
KLIK & BACA SENDIRI → http://quran.ksu.edu.sa/tafseer/tabary/sura4-aya24.html
Dan berikut adalah screenshot versi cetakan dari kitab Tafsir Ath-Thabari, surat An-Nisa ayat 24, halaman 587.
Tumblr media
Riwayat yang sama, ditemukan juga dalam kitab Tafsir Ad-Duru-l Mantsur  jilid 5 halaman 484 karya Imam Jalaluddin as-Suyuthi, ulama besar Ahlu Sunnah wal Jama’ah dari aliran mazhab Syafi’i.
Tumblr media
Fakta & Kesimpulan:
Jabir bin ‘Abdullah dan para sahabat melakukan nikah mut’ah di zaman Nabi, di zaman Abu Bakar, dan di zaman ‘Umar bin Khattab. Sumber: Shahih Muslim jilid 2 halaman 1.022 hadits 15 & Musnad Ahmad bin Hanbal jilid 12 halaman 67 hadits 15.013.
Baginda Nabi Muhammad pernah mengizinkan untuk melakukan nikah hingga sementara waktu (mut’ah) kepada para sahabat. Sumber: Shahih Bukhari kitab Nikah hadits 4.804 & Musnad Ahmad bin Hanbal jilid 4 halaman 147 hadits 4.113.
Surat An-Nisa ayat 24 ditafsirkan oleh sahabat ahli tafsir, Ibnu ‘Abbas sebagai nikah mut’ah, pernikahan yang ila ajalim musamma (memiliki batas waktu yang ditentukan, alias mut’ah). Sumber: Tafsir Ath-Thabari jilid 6 halaman 587 & Tafsir Imam Jalaluddin as-Suyuthi Ad-Duru-l Mantsur jilid 5 halaman 484.
DAN, ORANG-ORANG AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH BILANG APA? “Nikah Mut’ah adalah ZINA”
Berarti… muncul 4 poin:
Jabir bin ‘Abdullah dan para sahabat melakukan ZINA.
Baginda Nabi Muhammad mengizinkan sahabat melakukan ZINA.
Surat An-Nisa ayat 24 mengajarkan & memerintahkan ZINA.
Agama Islam memerintahkan ZINA.
Wallahi... demi Allah... na’udzubillah tsumma na’udzubillahi min dzalik. 
Kepada kaum Ahlu Sunnah, yang menganggap, dan mengatakan, bahwa nikah mut’ah adalah zina, SEKALI LAGI, INI TANTANGAN KAMI:
SILAKAN REKAM WAJAH ANTUM LEWAT VIDEO, UCAPKAN 4 POIN DI ATAS: BAHWA PARA SAHABAT MELAKUKAN ZINA, BAHWA NABI MUHAMMAD MENGIZINKAN ZINA, BAHWA SURAT AN-NISA MEMERINTAHKAN ZINA, DAN BERARTI AGAMA ISLAM MENGAJARKAN ZINA. SILAKAN UCAPKAN, REKAM, DAN UPLOAD VIDEO ANTUM KE YOUTUBE, LALU KIRIMKAN VIDEO ANTUM KE MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) DAN KE SELURUH PESANTREN AHLU SUNNAH WAL JAMAAH DI SELURUH INDONESIA. 
***
PENUTUP
Di sisi kami Syi’ah Rafidhah, nikah mut’ah sama seperti poligami, boleh dilakukan dan boleh ditinggalkan, dan bukan kewajiban.
Dan di sisi kami Syi’ah Rafidhah, nikah mut’ah tetap mengikuti kaidah fiqih munakahat (hukum Islam pernikahan), yakni:
wajibnya saksi, 
pihak pria dan wanita yang sama-sama sudah akil baligh, 
adanya mahar yang disepakati, 
ucapan akad, 
dan wajibnya ‘iddah selama 2 kali siklus menstruasi bagi pihak wanita, yang artinya wanita yang sudah melakukan nikah mut’ah, tidak boleh melakukan nikah mut’ah kembali sebelum usai masa ‘iddah, sebagaimana dalam hukum nikah permanen.
Sedangkan dalam imajinasi kotor di kepala orang-orang Ahlu Sunnah wal Jama’ah, wanita yang melakukan nikah mut’ah itu bebas seperti pelacur: hari ini dimut’ah, selesai, lalu mut’ah lagi dengan pria yang baru lagi, dan begitu terus seterusnya hingga berulang-ulang. Betapa kotornya isi kepala orang-orang Ahlu Sunnah menyamakan nikah mut’ah yang diikat hukum fiqih, dengan pelacuran.
Wahai Allah Rabbul ‘Alamin, saksikanlah bahwa kami telah menyampaikan yang haqq, dan saksikanlah bahwa kami telah menjaga kehormatan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia, juga para sahabat Nabi dan juga Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 24. 
Dan saksikanlah, bahwa Ahlu Sunnah wal Jama’ah telah melontarkan fitnah yang keji kepada Nabi-Mu, kepada para sahabatnya yang mulia, dan tuduhan yang keji terhadap ayat-Mu surat An-Nisa ayat 24. 
Timpakanlah laknat kepada orang-orang Ahlu Sunnah wal Jama’ah yang telah melakukan tuduhan yang keji kepada Rasul-Mu dan kepada agama-Mu.
Tumblr media
Tentang Syi’ah Rafidhah & Ahlu Sunnah wal Jama’ah
Syi’ah Rafidhah adalah kelompok Islam yang murni, yang mengikuti ‘Ali bin Abi Thalib.as sebagaimana perintah Nabi Muhammad.saw untuk mengikuti ‘Ali sepeninggal wafat beliau.saw. Silakan lihat hadits Shahih Muslim jilid 2 halaman 279 untuk berpegang kepada Kitabullah dan Ahli Bait Nabi, dan hadits shahih kitab Mustadrak Imam al-Hakim jilid 3 halaman 123: "Siapa yang mengikuti 'Ali, berarti telah mengikutiku, dan mengikuti Allah; barang siapa yang tidak mengikuti 'Ali, berarti tidak mengikutiku, dan tidak mengikuti Allah".
Sedangkan agama Ahlu Sunnah wal Jama’ah adalah agama yang mengikuti ajaran kacau Abu Bakar, ‘Umar bin Khattab, ‘Utsman bin ‘Affan dan Mu’awiyyah bin Abu Sufyan. Ketika ‘Ali bin Abi Thalib.as dan para sahabat lain sibuk memandikan jenazah Nabi Muhammad.saw, Abu Bakar dan ‘Umar malah sibuk meributkan kekhalifahan dengan kaum Anshar, padahal itu adalah hak keluarga Nabi yakni ‘Ali bin Abi Thalib yang dididik Nabi sejak usia kanak-kanak, yang pertama kali masuk Islam dari kalangan laki-laki, dan berasal dari sesama klan Bani Hasyim (klan Quraisy yang sejak dahulu dikaruniai keistimewaan memelihara Baitullah dan keistimewaan karunia kenabian), bukan Abu Bakar dari Bani Ta’im yang baru masuk Islam setelah 50 orang, dan bukan ‘Umar bin Khattab dari Bani ‘Adi yang sebelumnya pernah menyembah berhala. Coba antum pikir, lebih afdhal mana, orang yang dididik Nabi sejak usia kecil (’Ali bin Abu Thalib), dengan orang yang baru masuk Islam setelah 50 orang (Abu Bakar) dan dengan orang yang baru masuk Islam setelah sebelumnya adalah seorang musyrik (’Umar bin Khattab)? Lebih afdhal mana? Silakan dipakai akal sehat antum.
Sebutan “Syi’ah” diucapkan oleh bibir Nabi Muhammad.saw ketika turun surat Al-Bayyinah ayat 7 di Mekkah (sejak Nabi belum Hijrah ke Madinah!) bahwa golongan yang akan diridhai di akhirat adalah ‘Ali dan Syi’ah (pengikut)-nya. Silakan lihat tafsir Ibnu Jarir ath-Thabari dan tafsir Jalaludin as-Suyuthi, tafsir Al-Qur’an surat Al-Bayyinah ayat 7.
Sedangkan sebutan “Ahlu Sunnah wal Jama’ah”, baru muncul di era dinasti kerajaan Mu’awiyah bin Abu Sufyan laknatullah pada tahun 41 Hijriyyah sebagai “am al-Jama’ah” (tahun persatuan).
2 notes · View notes
maknadalamaksara · 5 years
Text
Membaca beberapa postingan tulisan-tulisan di facebook dan sepintas melihat cuplikan berita di Indonesia yang berbau tentang SARA dan pembelaan agama, berhasil membuatku semakin sering mengernyitkan dahi dan menggelengkan kepala. Apalagi sampai ada kalimat yang saling mengkafirkan, sampai-sampai menghalalkan pembunuhan oranglain atas nama keyakinan. Miris.
Sepertinya kita manusia semakin banyak yang menuhankan agama dan keyakinannya.
Dan juga menuhankan tafsiran dari kitab suci agama.
Mungkin kita lupa bahwa Agama bukanlah Tuhan, dan Tuhan bukanlah Agama.
Mungkin kita juga lupa bahwa tafsiran dari kitab suci apapun, merupakan hasil karya manusia yang pasti hasilnya akan ada perbedaan, tergantung dari tingkat keilmuan, sudut pandang, kebijaksanaan, dan kedalaman spiritualitas sang ahli tafsir.
Menurutku, sebagai manusia yang memiliki ego, siapapun, dari manapun dan beragama apapun, merasa pendapat dan keyakinannya benar adalah hal yang manusiawi. Tapi ketika merasa benar itu meningkat menjadi Paling Benar, dan kemudian merasa paling benar itu membawa manusia sampai ke titik mengkafirkan orang lain terlebih sampai menyerukan untuk menghalalkan pembunuhan orang lain apapun alasanya adalah bukan manusiawi lagi.
Manusia seharusnya memanusiakan manusia yang lain.
Ini sudah bukan tentang memperjuangkan dan membela keyakinan, tapi sudah diperbudak kesombongan.
Karena kecenderungan manusia yang seperti inilah aku akhirnya memahami, kenapa salah satu Guru kehidupanku, Buya demikian beliau di panggil, disetiap pengajian malam Minggu, di sela-sela ceramahnya hampir selalu berpesan tentang hal ini :
" Zaman sekarang, menjadi manusia harus hati-hati, harus senantiasa ingat ; ojo ngrumangsani sing paling bener lan dhuwur, ojo ngresulo, ojo nemen-nemen maidho seng bedho karo awakmu, kabeh kejadian seng ning ndunyo iku kersaning Gusti ( jangan merasa yang paling benar dan paling tinggi, jangan mengeluh, jangan terlalu menjelek-jelekkan yang berbeda dari kita, apapun kejadian yang ada di dunia asalnya juga dari Tuhan).
Ingat kisah kejadian mengapa Setan mendapat murka dari Allah ketika dia tidak mau disuruh tunduk kepada Adam, sebabnya karena Setan MERASA DIRINYA LEBIH TINGGI kualitasnya dibanding Adam, karena dia terbuat dari api sedangkan Adam dari tanah.
Kesalahan pertama dan satu-satunya Setan hingga mendapat murka Allah dan terusir dari Surga adalah sifat sombong. Jadi Kesombongan sebenarnya adalah setan.
Jadi siapapun manusia itu, aku (Buya), kalian, pejabat, rakyat biasa, guru-guru ngaji, ustad, bahkan juga kiai yang berjubah dan bersorban sekalipun, dengan ribuan santri dan seterusnya, ketika didalam hatinya dia Merasa Paling Benar, Tinggi dan Suci dibanding manusia lain, saat itu juga dia sudah bukan sejatinya manusia. Dia sudah dikuasai setan. Sudah dikuasai kesombongan..."
Aku bersyukur dipertemukan dengan Guru-Guru kehidupan yang luar biasa, yang selalu mengajarkan hakikat kehidupan, cinta-kasih, kepedulian, dan kesyukuran. Sebagai manusia, kita tak lebih besar dari sebutir debu diantara seluruh ciptaan Tuhan. Sepintar dan seluas apapun keilmuan, pengetahuan dan pemahaman kita akan hidup, terlebih akan Agama, tak ada secuilpun dari sumber Ilmu dan PengetahuanNYA. Sangat banyak Kebenaran, Misteri dan Rahasia yang tidak kita ketahui tentang maksud dari masing-masing penciptaan. Termasuk adanya perbedaan agama, perbedaan keyakinan dan perbedaan sudut pandang manusia tentang Tuhan.
Lantas mengapa masih harus merasa paling benar sampai saling memaki apalagi menyerukan dan menggunakan kekerasan?
Semoga Allah melembutkan hati kita.
Karena sebaik-baiknya kekuatan adalah kelembutan. ❤❤❤
1 note · View note
ayojalanterus · 3 years
Text
Ada Alasan Banyak Nabi dan Rasul Diutus di Syam dan Palestina
Tumblr media
 KONTENISLAM.COM - SEBANYAK 25 nabi dan rasul yang disebutkan dalam Alquran, diutus di empat wilayah, yakni Jazirah Arabia, Irak, Mesir, serta Syam dan Palestina. Nabi dan rasul yang terbanyak adalah diutus di wilayah Syam dan Palestina. Jumlahnya mencapai 12 orang. Mereka adalah Luth, Ishak, Ya’kub, Ayub, Zulkifli, Daud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa, Zakaria, Yahya, dan Isa AS. Sami bin Abdullah al-Maghluts dalam kitabnya Athlas Tarikh al-Anbiya wa ar-rusul, menyebutkan, semua nabi dan rasul yang diperintahkan oleh Allah SWT bertugas untuk menyeru umat manusia agar senantiasa beriman kepada Allah dan berbuat kebajikan, serta menjauhi segala keburukan. Mereka semua membawa bukti-bukti yang nyata. Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (QS Al-Hadid [57]: 25). Tentu ada pertanyaan besar, mengapa nabi dan rasul banyak diutus Allah di Syam dan Palestina? Apakah sudah begitu sesatnya umat manusia sehingga Allah mengutus banyak nabi dan rasul pada kedua daerah tersebut? Tak ada keterangan yang kuat mengenai hal ini. Tentu saja, semua itu adalah kehendak (iradah) Allah. Yang pasti, tujuan nabi dan rasul berdakwah adalah untuk menyeru umat manusia agar kembali ke jalan yang lurus dan senantiasa beriman kepada Allah SWT. Dan, mengapa pula diutusnya di kedua wilayah tersebut? Dalam Alquran, Allah SWT berfirman bahwa Palestina dan Syam adalah negeri yang diberkahi oleh Allah SWT, selain Makkah dan Madinah. Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi. (QS Al-Maidah [5]: 21). Dan Kami seIamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia. (Al-Anbiya [21]: 71). Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya. (Al-Isra [17]: 1). Semua ahli tafsir sepakat bahwa negeri yang diberkahi dalam ayat di atas adalah negeri Syam dan Palestina. Misalnya, dalam Al-Qur’an Digital disebutkan, yang dimaksud dengan negeri dalam keterangan ayat di atas adalah Syam dan Palestina. Allah memberkahi negeri itu, karena kebanyakan nabi berasal dan negeri ini dan tanahnya pun subur. Palestina misalnya, disebut sebagai salah satu negeri tertua di dunia. Dan di Palestina, tepatnya Yerusalem, kota ini disebut sebagai Kota Tiga Iman. Demikian Karen Armstrong menyebutnya. Dan Armstrong menyatakan, sebelum abad ke-20 SM, negeri ini telah dihuni oleh bangsa Kanaan. Prof Dr Umar Anggara Jenie, dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menyatakan, Kota Jerusalem merupakan bukti yang paling baik dalam kekunoan permukiman-permukiman bangsa Arab?semistis purba di Palestina?yang telah berada di sana jauh sebelum bangsa-bangsa lainnya datang. Kota ini didirikan oleh suku-suku Jebus, yaitu cabang dari bangsa Kanaan yang hidup sekitar 5.000 tahun lalu. Yang pertama mendirikan Jerusalem adalah seorang raja bangsa Jebus-Kanaan, ujarnya. Wajarlah bila di negeri ini banyak diutus para nabi dan rasul, karena merupakan salah satu kota tertua di dunia. Di negeri ini terdapat Haikal Sulaiman dan Kerajaan Daud, juga tempat kelahiran Isa, tempat di azabnya kaum Luth, tempat Zakaria melaksanakan shalat, tempat Rasul SAW melaksanakan Isra dan Mikraj, masjidil Aqsha, dan lainnya. Bahkan, di salah satu menara Masjid di Damaskus, dipercaya sebagai tempat turunnya Nabi Isa di akhir zaman nanti. Wallahu a’lam. [republika]
from Konten Islam https://ift.tt/3wcxsGV via IFTTT source https://www.ayojalanterus.com/2021/05/ada-alasan-banyak-nabi-dan-rasul-diutus.html
0 notes
amirkazuma · 3 years
Text
Tuturan Fiqh Dan Uṣūl Fiqh 30 : Jalan Untuk Sampai Kepada Ijtihad Adalah Mudah
*Abdul *Azīz bin Muḥammad bin aṣ-Ṣiddīq al-Ġumāriyy, ahli hadis sufi berketurunan Rasulullah -ṣollallahu *alayhi wasallam- berkata tentang mazhab furuk fiqhnya :
وأما  الفروع، فلست بحمد الله مقيدا فيها بمذهب من المذاهب، بل مذهبي في ذلك ما  صح عن رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم من غر نظر إلى موافق أو مخالف.  ولعلك تستغرب هذا وتستبعده لقصورك وقصور من حولك عن إدراكه ولكن فضل الله  يؤتيه من يشاء ولا ينكر فضله إله القوم الخاسرون. وقبل أن تنكر وتعرض علي  وعل من يقول مثل قولي، جرِّبْ نفسك في الدخول في مثل ما دخلنا فيه  وروِّضْها على العمل بمقتضاه واعمل على الحصول على الأسباب الموصلة إليه  فإنك إن شاء الله سندرك ما أدركناه وتبلغ إلى المقام الذي بلغناه. ثم تصير  تعجب ممن يزعم بعد حصول مثل هذا كما تحتقر من يرضى في دينه بالدنية فيقلد  فيه كل ناعق ويتبع كل داع كاذب أو صادق. والوصول إلي هذا المقام سهل لمن  وفقه الله وهداه إلى العمل على الحصول عليه. فبشيء من الاجتهاد والمباثرة  على مطالعة كتب الخلاف العالي مع دوام النظر والمراجعة في كتب الأحكم من  الحديث والوقوف على شروحها المبينة لنساخها من منسوخها ومجملها من  مُفَصَّلها وخاصها من عامتها، تستطيع أن تصل إلى المرتبة تختار فيها القول  الذي تراه موافقا للدليل الصحيح من غير أن ترجع إلى قول إمام من أئمة  المذهب مطلقا. والله أعلم.
Adapun bahagian furuk, bukanlah aku -dengan segala puji bagi Allah-   terikat dengan suatu mazhab dari mana-mana mazhab. Bahkan, mazhabku pada  hal itu adalah apa yang sahih daripada Rasulullah -ṣollallahu *alayhi wa ālih wasallam- tanpa perlu melihat orang yang menyetujui atau   menyalahinya.
Mungkin sahaja engkau merasa hairan terhadap ini dan merasa asing   terhadapnya kerana keterhadanmu dan keterhadan upayamu dari mencapainya.  Akan tetapi, kurniaan Allah adalah pemberian-Nya kepada sesiapa yang   Dia kehendaki. Tidak mengingkari kurniaan ini melainkan kaum yang rugi. Sebelum engkau mengingkari dan merintangiku serta orang yang berkata   sepertimana kata-kataku, ujikajilah dirimu dalam memasuki semisal apa   yang kami masuk ke dalamnya dan latihlah untuk pengamalan yang   bersesuaian dengannya serta lakukanlah sampai ke perolehan sebab-sebab   yang menyampaikan kepadanya. Ini kerana sesungguhnya dengan izin Allah, engkau akan mencapai apa yang kami telah mencapainya dan engkau sampai kepada kedudukan yang kami telah sampai kepadanya. Kemudian engkau akan  hairan terhadap orang yang mendakwa jauhnya perolehan seperti ini   sepertimana engkau memperlekeh terhadap orang yang puas beragama dengan kenistaan, lalu dia bertaklid pada setiap yang mengoceh serta mengikut penyeru yang berdusta atau benar.
Penyampaian kepada kedudukan ini adalah mudah bagi orang yang   dituntun oleh Allah dan orang yang Dia beri hidayah kepadanya kepada   perlaksanaan untuk memperolehnya. Dengan sesuatu daripada ijtihad,   ketekunan dalam menelaah kitab-kitab khilaf yang tinggi bersama   kesentiasaan pemerhatian dan ulangkaji dalam kitab hukum-hakam hadis   serta mengetahui syarahan-syarahannya yang menjelaskan nasikh pada   mansukhnya, mujmal pada mufaṣṣolnya, kekhasannya pada keumumannya,   engkau mampu mencapai martabat yang engkau memilih pendapat yang engkau lihat bertepatan dengan dalil yang sahih padanya tanpa merujuk kepada   pendapat salah seorang imam daripada para imam mazhab secara mutlak.   Allah lebih mengetahui. [Ta*rīf al-Mu^tasī Bi Aḥwāl Nafsī, m/s 34-35,   keluaran Dār ar-Rowḍoh al-Islāmiyyah, Indonesia].
Penyebutannya: "Mungkin sahaja engkau merasa hairan terhadap ini" sehingga akhir adalah respons terhadap orang yang pesimistik dan enggan untuk percaya bahawa seseorang itu mampu mencapai tahap mujtahid dengan izin Allah jika benar-benar seseorang itu menekuninya dan berdedikasinya dengan penelusuran yang murni. Ada dua bahagian yang menyebabkan salah faham.
Yang pertama adalah pemahaman tentang mujtahid. Bagi mereka, apabila seseorang ingin menjadi mujtahid, maka dia wajib menjadi seperti Sufyān aṯ-Ṯawriyy, al-Awzā*iyy, Mālik bin Anas, Muḥammad bin Idrīs aš-Šāfi*iyy, Aḥmad bin Ḥanbal dan sebagainya. Seolah-olah seseorang itu hanya diberi pilihan sama ada untuk setaraf dengan para tokoh ilmuan tersebut yang melayakkan untuk berijtihad atau kekal menjadi seperti sang bodoh yang kekal untuk menjadi pentaklid.
Walhal, mujtahid memiliki banyak kategori mengikut kemampuan yang dapat dicapai oleh individu. Tidak semestinya perlu setara dengan jaguhan pakar bahasa, fuqaha yang terbilang tinggi dan ahli hadis yang terulung agung. Boleh sahaja seseorang itu berijtihad dalam permasalahan tertentu yang ilmunya meliputi bahagian tersebut. Malah, aš-Šāṭibiyy menyatakan bahawa aš-Šāfi*iyy bertaklid dalam ilmu hadis, tetapi masih mampu menjadi mujtahid. Katanya :
أَمَّا الْأَوَّلُ:  وَهُوَ أَنَّهُ لَا يَلْزَمُ أَنْ يَكُونَ مُجْتَهِدًا فِي كُلِّ عِلْمٍ  يَتَعَلَّقُ بِهِ الِاجْتِهَادُ عَلَى الْجُمْلَةِ؛ فَالدَّلِيلُ عَلَيْهِ  أُمُورٌ: أَحَدُهَا: أَنَّهُ لَوْ كَانَ كَذَلِكَ؛ لَمْ يُوجَدْ مُجْتَهِدٌ  إِلَّا فِي النُّدْرَةِ مِمَّنْ سِوَى الصَّحَابَةِ، وَنَحْنُ نُمَثِّلُ  بِالْأَئِمَّةِ الْأَرْبَعَةِ؛ فَالشَّافِعِيُّ عِنْدَهُمْ مقلِّد فِي  الْحَدِيثِ لَمْ يَبْلُغْ دَرَجَةَ الِاجْتِهَادِ فِي انْتِقَادِهِ  وَمَعْرِفَتِهِ، وَأَبُو حَنِيفَةَ كَذَلِكَ، وَإِنَّمَا عَدُّوا مِنْ  أَهْلِهِ مَالِكًا وَحْدَهُ، وَتَرَاهُ فِي الْأَحْكَامِ يُحِيلُ عَلَى  غَيْرِهِ كَأَهْلِ التَّجَارِبِ وَالطِّبِّ وَالْحَيْضِ وَغَيْرِ ذَلِكَ  وَيَبْنِي الْحُكْمَ عَلَى ذَلِكَ وَالْحُكْمُ لا يستقل دون ذلك  الِاجْتِهَادِ. وَلَوْ كَانَ مُشْتَرَطًا فِي الْمُجْتَهِدِ الِاجْتِهَادُ  فِي كُلِّ مَا يَفْتَقِرُ إِلَيْهِ الْحُكْمُ؛ لَمْ يَصِحَّ لِحَاكِمٍ أَنْ  يَنْتَصِبَ لِلْفَصْلِ بَيْنَ الْخُصُومِ حَتَّى يَكُونَ مُجْتَهِدًا فِي  كُلِّ مَا يَفْتَقِرُ إِلَيْهِ الْحُكْمُ الَّذِي يُوَجِّهُهُ عَلَى  الْمَطْلُوبِ لِلطَّالِبِ، وَلَيْسَ الْأَمْرُ كَذَلِكَ بِالْإِجْمَاعِ.
"Adapun yang pertama,  tidak semestinya seseorang itu menjadi mujtahid dalam setiap ilmu yang  ijtihad berkaitan dengannya secara keseluruhan. Dalilnya adalah beberapa  perkara. Pertama, kalaulah perlu sedemikian, tidak wujud mujtahid  kecuali sebilangan yang selain para Sahabat. Kita memberi misal seperti  imam yang empat. Aš-Šāfi*iyy di sisi mereka adalah pentaklid dalam hadis  yang tidak mencapai darjat ijtihad dalam kritikannya dan penguasaannya.  Abū Ḥanīfah juga sedemikian. Mereka cuma menganggap hanya Mālik sahaja  yang ahli terhadapnya. Engkau melihat bahawa hal ijtihad dalam hukum  terkumpul pada selainnya seperti ahli eksperimen, tukang perubatan,  wanita yang haid serta yang selain itu, lalu dibangunkan hukum melalui  itu. Hukum pada itu tidaklah bersendirian daripada ijtihad itu. Kalaulah   disyaratkan pada mujtahid itu berijtihad pada setiap apa yang hukum itu memerlukan ijtihadnya, maka tidak sah untuk pemerintah untuk menghakimi  setiap pertikaian sehingga menjadi mujtahid pada setiap apa yang   hukuman yang dia jatuhkannya ke atas yang dituntut untuk penuntut   memerlukan ijtihadnya. Perkara seperti ini bukanlah ijmak". [Al-Muwāfaqōt Fī Uṣūl al-Aḥkām, jilid 5, m/s 46-47, keluaran Dār Ibn *Affān].
Jika demikian, maka tidak disyaratkan menjadi mujtahid itu perlu mahir berbahasa Arab seperti Ibn al-A*rōbiyy, Sibawayh dan  al-Fārisiyy atau mahir dalam fiqh seperti al-Awzā*iyy, aṯ-Ṯawriyy, al-Layṯ bin Sa*d dan aš-Šafi*iyy atau mahir dalam ilmu hadis seperti Aḥmad bin Ḥanbal, *Aliyy bin al-Madiniyy, Yaḥyā bin Ma*īn dan al-Buẖōriyy. Jika seseorang mahir laksana mereka, maka itu adalah kurniaan Allah yang Dia berikan kepada sesiapa yang Dia kehendaki. Jika tidak, maka berijtihadlah semampunya setelah menekuninya dan bersungguh untuk mencapai tahap yang tertinggi baginya.
Yang kedua adalah mereka beranggapan bahawa ijtihad itu adalah sukar dan ia hanyalah relik yang kuno yang tidak mampu dikembalikan lagi. Walhal, ini menyalahi ketetapan para ulama bahawa ijtihad semakin mudah disebabkan kodifikasi karya dan pembukuan yang banyak yang mampu membantu seseorang untuk mencapai martabat tersebut. As-Suyūṭiyy berkata :
وَقَالَ الشَّيْخ محب  الدّين وَالِد الشَّيْخ تَقِيّ الدّين دَقِيق الْعِيد فِي كِتَابه تلقيح  الإفهام عز الْمُجْتَهد فِي هَذِه الإعصار ولَيْسَ ذَلِك لتعذر حُصُول آلَة  الِاجْتِهَاد بل لإعراض النَّاس فِي اشتغالهم عَن الطَّرِيق المفضية إِلَى  ذَلِك وَقَالَ بَعضهم الِاجْتِهَاد فِي هَذَا الزَّمَان أسهل مِنْهُ فِي  الزَّمن الأول لِأَن الْآلَات من الْأَحَادِيث وَغَيرهَا قد دونت وَسَهل  مراجعتها بِخِلَاف الزَّمن الأول فَلم يكن فِيهِ شَيْء من آلَات  الِاجْتِهَاد مدون
Berkata aš-Šayẖ  Muḥibuddīn, ayah kepada aš-Šayẖ Taqiyuddīn Daqīq al-*Īd dalam kitabnya  Talqīḥ al-Ifhām: "Sedikitnya mujtahid pada masa-masa ini dan bukanlah  itu kerana kesukaran untuk menggapai alat-alat ijtihad, tetapi zahirnya  orang ramai yang berpaling daripada jalan yang memnyampaikan kepada itu.  Berkata sebahagian mereka bahawa ijtihad pada zaman ini lebih mudah  daripada zaman yang awal kerana alat-alat yang terdiri daripada  hadis-hadis dan selainnya telah dikodifikasi dan menjadi mudah untuk  merujuknya. Berbeza dengan zaman yang awal, belum ada pada waktu itu  sesuatu yang berupa alat-alat ijtihad yang dikodifikasikan". [Taqrīr  al-Istinād Fī Tafsīr al-Ijtihād, m/s 36, keluaran Dār ad-Da*wah,  al-Iskandariyyah, tahqiq Fu^ād *Abdul Mun*im Aḥmad].
Saya dapat mengatakan bahawa mereka yang salah faham ini adalah orang yang tidak pernah menelaah karya uṣūl fiqh. Kalau mereka tahu apa sebenarnya yang penetapan ahli ilmu dalam kriteria seseorang itu menjadi mujtahid, pasti ia membatalkan tanggapan mereka tentang mujtahid dan ijthad yang mereka meletakkan syarat yang penuh dengan kepayahan dan kemustahilan yang tidak berpijak pada realiti.
Cukuplah seseorang itu membaca Taqrīr  al-Istinād Fī Tafsīr al-Ijtihād dan ar-Rodd *Alā Man Aẖlada Fī al-Arḍ Wa Jahila Anna al-Ijtihād Fī Kull *Aṣr Wa Farḍ yang kedua-duanya adalah karya as-Suyūṭiyy. Ia sudah mampu merombak semula apa yang disalah tanggap tentang mujtahid dan ijtihad. Saya juga telah menjelaskan hal ini dalam penulisan saya yang berjudul "Tafsir Surah Az-Zumar Ayat 17-18 Dan Perkara Yang Berkaitan Dengan Ijtihad".
Jika telah menghadamnya, maka seseorang sama sekali tidak akan merasa hairan dengan apa yang disebutkan *Abdul *Azīz al-Ġumāriyy.
Ambilan : https://www.wattpad.com/1068743770-al-h%CC%B1i%E1%B9%AD%C5%8Db-al-waj%C4%ABz-isu-fiqh-dan-u%E1%B9%A3%C5%ABl-fiqh-tuturan
Tumblr media
0 notes
kanzanesia · 3 years
Text
7. Musim untuk Berhias
و السابع أن بعض الشجرة فى الشتاء يكون يابسا من الاوراق عريانا و فى الربيع مزينا فكذلك يوم النشور العباد و الزهاد يلبسون لباس الطاعة و العبادات يتوجون بتاج الكرامة و يلبسون لباس العز و الشرف و الذين كانوا كالشجر اليابس طاعتهم يابسة من شناء رياح المعاصى فيكونون محرومين من ثمار العبادات و عارين من خلعة الايمان فيكونون مفضوحين بين الخلائق
Simak juga kajian tafsir surat yasin ini langsung melalui kitabnya pada : Kitab Tafsir Yasin Syaikh Hamami Zadah halaman 10 baris ke-20.
Sebagian pepohonan menjadi kering tanpa dedaunan ketika musim kemarau. Dan ketika musim hujan, pepohonan itu tumbuh subur daun dan bunganya. Begitu pula ketika hari Kebangkitan atau di Akhirat. Orang-orang ahli beribadah dan ahli zuhud memakai baju yang indah dari ketaatan dan ibadah mereka. Menggunakan mahkota kemuliaan, menggunakan baju kebesaran dan keagungan.
Adapun orang-orang yang bagaikan pohon yang sudah mati. Mereka kering karena bau busuk dari maksiat. Sehingga mereka dihalang-halangi dari mendapatkan pahala ibadah. Dan tidak memiliki baju berupa iman. Sehingga ia menjadi cemoohan makhluk-makhluk yang lain.
Didunia ini juga ada yang mulia, memiliki kehormatan dan kemuliaan. Ada juga yang menjadi cemoohan makhluk atau manusia yang lain. Kalau di akhirat yang menjadikan seperti itu adalah karena perbedaan amal ibadahnya ketika di dunia. Kalau di dunia? Yang menjadikan seperti itu apa?
Seperti firman Allah yang artinya, sesungguhnya manusia diciptakan didunia untuk menjadi khalifah atau penguasa di bumi. Seharusnya kalau khalifah atau penguasa pasti kaya raya dan mulia semuanya. Lho kok ada yang kaya tapi juga ada yang miskin? Padahal semuanya khalifah didunia ini. Apakah ada yang salah?
Oleh karena itu, kembali kepada diri masing-masing. Sebenarnya, manusia diciptakan untuk mendapatkan kenikmatan dan kemuliaan. Namun manusia itu sendiri yang merubah kenikmatan dan kemuliaan menjadi hal-hal yang kurang baik.
Oleh karena itu, Allah berfirman yang artinya, jika kamu mendapatkan kenikmatan maka memujilah kepada Allah. Karena memang Allah selalu menciptakan manusia untuk mendapatkan itu. Tapi jika kamu mendapatkan keburukan. Maka, jangan salahkan kecuali diri sendiri. Karena yang yang merubah kenikmatan menjadi keburukan adalah diri sendiri.
Kalau sudah terlanjur berubah menjadi keburukan karena salah sendiri seperti itu bagaimana? Apakah bisa dirubah lagi menjadi asalnya? Iya bisa, karena awal mula penciptaan manusia adalah untuk itu. Ibarat orang tersesat, ia kembali lagi putar jalan, tinggal merubah arahnya dan kembali ke jalan yang benar. Menuju tempat yang semestinya dan memang diciptakan disana. Yaitu menjadi khalifah di bumi, atau menjadi penguasa-penguasa di bumi.
Janji Allah bahwasannya Allah akan menjadikan orang-orang yang beriman dan beramal sholeh penguasa-penguasa di bumi terdapat pada surat An Nur Ayat 55. Syaratnya hanya 2 yaitu iman dan amal sholeh.
Lantas iman dan amal sholeh yang menjadi syarat untuk bisa menjadi penguasa-penguasa di bumi?
Iman yang kuat kepada Allah membuat seseorang yakin akan janji Allah. Yakin terhadap doa yang ia panjatkan kepada Allah pasti dikabulkan. Sehingga ia optimis dan percaya diri setiap berbuat kebaikan atau amal sholeh. Berbuat kebaikan apapun dilandasi dengan keimanan dan keyakinan yang kuat bahwa usahanya pasti berhasil. Sehingga ia bisa mendapatkan janji Allah yang berupa dijadikan golongan dari penguasa-penguasa atau khalifah di bumi Allah seperti yang terdapat pada surat An Nur ayat 55.
Namun memiliki keyakinan yang kuat itu tidak semudah membalikkan tangan. Ada yang sudah berdoa kepada Allah. Dan yakin doanya dikabulkan. Tapi ia sering ingat bahwasannya ia sudah berpuluh-puluh tahun berdoa tapi tetap seperti-seperti itu saja. Seakan-akan tidak ada perubahan terhadap taraf kehidupannya. Inilah yang disebut mental blok.
Mental blok ini sudah tertanam bisa berpuluh-puluh tahun. Sehingga sulit untuk dihilangkan. Mental blok ini bisa banyak dan terbentuk ketika ada masalah. Menumpuk dan tersusun sangat karena sudah lama bahkan bisa berpuluh-puluh tahun.
Mental blok ini yang menghalangi seseorang dari keimanan atau keyakinan itu. Belum sampai pada taraf amal sholeh, ternyata imannya masih tipis. Karena adanya mental blok yang terbentuk selama berpuluh-puluh tahun.
Yakin memang tapi yakinnya hilang jika ingat bahwa sudah berdoa berpuluh-puluh tahun. Yakinnya hilang ketika terbentur dengan mental blok seperti itu. Imannya gimana kira-kira? Keyakinannya kuat atau lema kalau memiliki mental blok semacam itu? Selain banyak tapi juga sudah sangat lama bahkan mental blok ini ada yang mulai dari kecil. Terutama jika masih kecil sudah broken home.
Mental blok ini bisa dihilangkan sedikit-demi sedikit dengan amalan-amalan seperti sholawat nariyah 41x atau membaca sholawat sebanyak-banyaknya. Atau memggunakan ijazah-ijazah yang terbukti benar-benar ampuh. Oleh karena itu, kita dianjurkan ketika mengamalkan sesuatu harus mantap, salah satunya adalah untuk menghancurkan mental blok ini.
Dengan mulai terkabulnya sebuah doa, maka mental blok ini mulai hilang sedikit-sedikit. Atau juga bisa hilang semuanya
Kalau mental blok sudah hancur. Maka ketika berdoa pasti yakin dikabulkan. Dan tidak ada ingat-ingatan yang menghalangi keyakinan itu ketika melakukan amal sholeh. Maka, lengkap sudah iman dan amal sholeh sebagai persyaratan untuk menjadi penguasa-penguasa di bumi seperti yang dijelaskan pada Surat An Nur ayat 55. Insya Allah rejeki akan datang dan janji Allah yang terdapat pada surat An Nur Ayat 55 juga akan terwujud. Karena janji Allah itu pasti.
Bagi sahabat kanzanesia yang berminat untuk mengikuti seminar bersama Ir. Mochamad Reza Akuba Ch, Cht, Ci Master Human Fix lt.
Beliau mengklaim bahwa seminar ini adalah program pertama di Indonesia bahkan mungkin pertama di dunia. Karena di seminar ini kita akan belajar untuk menggunakan 5 cara yang sudah dikombinasikan untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, yaitu :
1. Hypnoterapi 2. NLP (Bahasa Pikiran) 3. LOA (Hukum Tarik Menaarik) 4. Olah Napas 5. Spritual
Ke 5 cara itu bisa kita pelajari bersama dan bisa kita kuasai. Dan 5 cara itu nantinya kita gunakan untuk menarik rezeki sehingga rezeki itu bisa mengejar-ngejar kita tanpa harus kita yang mengejarnya.
Investasi atau biaya pendaftaran hanya 450.000. Harga yang sangat murah untuk bisa menguasai 5 cara yang sudah dikombinasikan itu. Karena ini adalah ilmu yang luar biasa dan bisa digunakan untuk seterusnya.
Untuk informasi dan pendaftaran silahkan hubungi kami. Insya Allah seminar ini akan di selenggarakan di Sidoarjo Jawa Timur. Ingat! Jangan lewatkan kesempatan emas ini.
Semoga bermanfaat. Dan jangan lupa share juga kepada yang lain.
0 notes
mandryanf · 4 years
Text
Tumblr media
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Saya Muhammad Andryan Fitryansyah dengan NIM 11190530000126 mahasiswa program studi Manajemen Dakwah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, akan menjelaskan tentang "Klasifikasi Mad'u"
1. Klasifikasi Mad'u
Pengklasifikasikan mad’u memiliki maksud untuk memperoleh pengetahuan tentang karakter-karakter yang khas dimiliki oleh suatu kelompok mad’u tertentu yang tidak terdapat pada lainnya. Pengetahuan ini, secara lebih jauh sangat berguna untuk menentukan kebijakan dakwah tentang bagaimana cara menyikapi dan berinteraksi dengan masing-masing kelompok manusia tersebut. Sekaligus sebagai pengamalan atas hadis Nabi: “khatib al-nas ‘ala qadri uqulihim” yang artinya berkomunikasilah dengan dengan taraf penalaran mereka. Pengklasifikasian mad’u dengan kata lain juga sangat berguna untuk menentukan pilihan metode dakwah yang tepat sasaran (efektif dan efisien). Secara umum mad’u menurut imam habib abdillah haddad dapat di kelompokan dalam delapan delapan kelompok, yaitu : Para ulama, Ahli zuhd dan ahli ibadah, Penguasa dan pemerintah Kelompok ahli perniagaan, industri dan sebagainya, Fakir miskin orang lemah, Anak istri dan kaum hamba sahaya Orang awam yang taat dan yang berbuat maksiat, Orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rosulnya.
2. Klasifikasi Mad’u Menurut Sikapnya Terhadap Dakwah
Pakar dakwah Abdul Karim Zaidan dalam buku ushul al-dakwah, mengelompokan manusia dalam empat kategori berdasarkan sikapnya terhadap dakwah. Empat kategori yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Pertama, al-mala’ (pemuka masyarakat), dalam al-Quran, terminologi al-mala’ digunakan untuk arti kelompok sosial yang berstatus sebagai pemuka masyarakat (asyraf al qaum), pemimpin masyarakat (ru’usahum), atau memiliki wewenang atas masyarakat (sadatuhum). Pakar al-Quran Al-Ashfahany menerjemahkan istilah al-mala sebagai suatu kelompok orang memiliki pengaruh atas pandangan umum baik lantaran kewibaannya maupun besarnya.
Kedua, jumhur al-nas (mayoritas manusia). Dilihat dari segi bahasa, jumhur al-nas berarti kelompok mayoritas, yakni kelompok terbesar dalam masyarakat. Mereka umumnya terdiri dari kaum lemah yang merupakan lapisan terbesar dalam suatu masyarakat. Dalam bahasa Indonesia, term jumhur al-nas setara dengan kata rakyat jelata. Bagi Abdul Karim Zaidan, di antara banyak kategori mad’u, jumhur al-nas, kelompok yang kemudian disebut sebagai mayoritas manusia ini adalah orang-orang yang paling tanggap menerima seruan dan ajakan dakwah.
Ketiga, kelompok munafiqun (orang-orang munafik) adalah tipe kelompok oportunis yang menyembunyikan kekufuran dibalik keIslamannya. Menurut Zaidan, mereka biasanya ditemukan dalam situasi ketika kebenaran telah menjadi opini publik dan ke-Imanan telah menjadi identitas mayoritas.
Keempat, kelompok al-‘usat (para pendurhaka). Kelompok al-usat adalah kategori orang-orang yang masih bimbang dalam menerima kebenaran. Karena itu, keimanan mereka yang tipis dinilai cukup kuat untuk menahannya dari perbuatan-perbuatan maksiat, sekalipun telah menyatakan ke-Islamannya.
3. Pengelompokan Mad’u Berdasarkan Antusiasnya kepada Dakwah
Mengenai sikap mad’u terhadap seruan dakwah, al-Quran menyebutkan tiga kelompok mad’u, yaitu: Pertama, kelompok yang bersegera dalam menerima kebenaran (al-sabiquna bi al-khairat). Menurut pakar tafsir kenamaan Wahbah Al-Zuhayli yaitu golongan mad’u yang cenderung antusias pada kebaikan dan tanggap terhadap seruan-seruan dakwah baik yang sunah apalagi yang wajib. Sebaliknya mereka amat takut mengerjakan hal-hal yang diharamkan agama, disamping berusaha sebisa mungkin menghindari yang dimakruhkan atau malah hal-hal yang masih dibolehkan (mubah).
Kedua, kelompok pertengahan (muqtashid). Kelompok ini merupakan orang-orang yang mengerjakan kewajiban-kewajiban agama dan meninggalkan yang diharamkan. Namun pada waktu yang bersamaan, mereka kerap kali melakukan hal-hal yang dimakruhkan dan kurang tanggap terhadap kebaikan yang dianjurkan. Ketiga, kelompok yang menzalimi diri sendiri (zalim linafsih).Kelompok terakhir ini adalah kelompok yang senang melampaui batasan-batasan agama, cenderung mengabaikan (al-mufrith) kewajiban agama dan kerap melakukan larangan-larangan agama. Menurut Al-Biqa’i, kelompok inilah yang justru paling banyak ditemukan dalam masyarakat.
4. Pengelompokan Mad’u Berdasarkan Kemampuannya Menangkap Pesan Dakwah
Adapun pengelompokan mad’u berdasarkan kemampuannya dalam menangkap pesan dakwah, dalam hal ini terdapat golongan orang yang sering bersinggungan dengan kebenaran dikarenakan pengetahuannya yang mendalam, kelompok ini terdiri dari para sarjana, pemikir, dan ilmuwan.
Dalam kategori ini, mad’u dikelompokan secara hierarkis dari kelompok elite hingga level bawah. Demikian itu, karena kemampuan seseorang untuk menangkap pesan dakwah terkait erat dengan kedalamannya memahami agama serta hakikatnya. Melalui cara pandang ini, filsuf Ibn Rusyd mengkategorikan manusia dalam tige kelompok:
Pertama, Ahl Al-Burhan. Ibn Rusyd menyebut kelompok yang pertama ini sebagai representasi dari pemuka agama yang umum dikenal dengan sebutan ulama atau kaum Burhani yaitu mereka yang dalam menangkap pesan-pesan dakwah didekati dengan mengajukan bukti-bukti demonstratif yang tidak terbantahkan.
Kedua, Ahl Al-Jidal. Kelompok ini adalah kelompok mad’u menengah terkait tingkat pemahaman agamanya. Dalam menerima pesan dakwah mereka belum mampu menyingkap hakikat-hakikat terdalam agama, dan baru cukup didekati dengan dialog (jadal) melalui adu argumentasi.
Ketiga, Ahl Al-Khittab. Kelompok ini adalah kelompok terbanyak dalam masyarakat. Karena tingkat pemahaman agamanya yang rendah, kelompk mad’u ini tidak tertarik kepada pendekatan pendekatan dialektis dan belum mampu memahami hakikat terdalam agama. Untuk itu cara retorik (kitaby) melalui tutur kata dan nasihat yang baik dalam menyampaikan pesan dakwah dipandang sebagai jalan yang paling bijak.
5. Kategori Mad’u Menurut Keyakinannya
Dalam pandangan ini terbagi menjadi dua kelompok, Muslim dan non Muslim. Pada pemaparan 3 kategori mad’u sebelumnya berfokus kepada Muslim, sehingga dalam kategori ini lebih ditekankan kepada mad’u yang non Muslim.
Objek dakwah sebaiknya diklasifikasikan agar memudahkan pelaksanaan dakwah, seperti kelompok awam dan intelektual, kelompok masyarakat kota dan desa, kelompok industri dan pegawai negri, serta kelompok remaja pria dan wanita. Dengan pegelompokan itu diharapkan pelaksanaan dakwah akan lebih intesif dan terkendali. Apabila objek dakwah sudah jelas dari segala aspek, maka pelaku dakwah (da’i) lebih mudah untuk mengenal dan dapat mensinkronkan dengan kegiatan dakwah yang akan diproyeksikan. Kegiatan dakwah yang punya kolerasi dengan permasalahan kehidupan yang dihadapi masyarakat akan menjadikan dakwah lebih berkesan dan menarik untuk diikuti.
Dakwah tidak dapat meniscayakan agama yang beraneka ragam. Karena ada keanekaragaman agama ini, maka ada misi dakwah. Agama yang membawa kebahagiaan memungkinkan menjadi sarang konflik, tatkala tafsiran eksklusif muncul dari masing-masing agama. Mengemukakan perang atas nama agama. Kemerdekaan agama dalam lingkup dakwah jika dilihat dengan jitu, merupakan ajang agama untuk berlomba-lomba dalam kebaikan (dimensi positif untuk menarik pengikut).
Setiap agama dituntut untuk bersikap dewasa dalam menghadapi segala problem yang berkaitan dengan interaksi antar agama. Pluralisme positif memiliki kaidah bahwa selain agama sendiri masih ada agama lain yang harus dihormati, sikap inilah yang harus dipupuk dan dikembangkan. Kebenaran agama pun tidak ditafsirkan secara Rigid (Kaku). Kebenaran abadi yang universal akan selalu ditemukan dalam setiap agama samawi, walaupun masing-masing tradisi agama memiliki bahasa dan bungkusnya yang berbeda-beda. Karena perbedaan bungkus inilah maka kesulitan, kesalahpahaman dan perselisihan antar pemeluk agama seringkali muncul ke permukaan.
Sebuah paradigma bisa dianggap menawarkan semangat pembebasan jika ia mampu meratakan jalan dan membuka kemungkinan bagi transformasi sosial dalam lingkungan kehidupan di sekitar kita. Paling tidak perubahan pada tingkat kesadaran kita, mesti lebih dahulu diwujudkan.
Agama, pendeknya, boleh menawarkan jalan kebenaran, tapi tidak boleh merasa paling benar. Agama boleh menawarkan kemenangan tapi tidak boleh cenderung ingin menang sendiri. Allah yang memiliki agama itu, boleh bersikap mutlak, tapi bukanlah kita sendiri makhluk dhaif dan tidak mutlak. Nilai toleransi beragama, ditegaskan dalam satu kaidah atau prinsip tidak ada paksaan dalam agama “tiadalah ada paksaan dalam beragama, nyatalah sudah suatu petunjuk dan kebathilan”.
Dakwah diakui sebagai ajakan universal, artinya ajakan dakwah tidak dibatasi hanya kepada kelompok tertentu dan tidak yang lainnya. Terkait dengan aneka ragam keyakinan manusia di muka bumi, dakwah juga memiliki kepentingan untuk menarik orang kejalan kepentingan untuk mrnarik orang kejalan Tuhan. Untuk itu, tentu saja dakwah dituntut untuk menyiapkan sterategi yang berbeda ketika dihadapkan dengan para kelompok mad’u yang beragama Islam dan mad’u yang tidak beragama Islam. Tiga kategori mad’u yang penulis telah paparkan, sebetulnya dimaksud untuk memilih-milih tipe mad’u yang masuk dalam kelompok mad’u muslim. Dalam ruang diskusi ini, secara singkat penulis akan memaparkan mengenai kelompok mad’u yang kedua, yaitu kelompok nonmuslim.
Terkait dengan dakwah, pemaparan mengenai ahl al-kitab kiranya sebagai representatif dari kelompok mad’u nonmuslim, diharapkan mampu memberikan pandangan bijak dalam menyampaikan pesan dakwah. Sebagai objek dakwah, di satu sisi kelompok mad’u boleh dibilang secara instiristik telah memiliki sikap “Islam” (berkebutuhan yang Maha Esa) seperti Tersurat dalam ajaran kitab suci mereka, di sisi yang lain mereka seperti pemaparan agama al-qur’an tidak lepas dasri penyimpangan- penyimpangan pandangan hidup yang benar. Gambaran inilah yang akan menjadi dasar pijakan dalam pilihan metode dakwah terhadap ahl al-kitab.
Dakwah juga tidak menutup mata terhadap kemungkinan kelompok manusia yang gemar mengingkari kebenaran atau malah berusaha melawan kebenaran itu, sukar diajak berdamai atau bekerja sama dan melulu mengingkari kesepakatan. Mereka senantiasa menghalangi kebebasan orang untuk berdakwah dan berusaha menghalang-halangi orang untuk menerima kebenaran. Kelompok mad’u inilah yang disebut sebagai kafir (harbi) yang dapat eksis dalam setiap kelompok/penganut agama. Terhadap mereka itu, da’i tidak dianjurkan untuk menunjukan sikap bersahabat dalam menyampaikan kebenaran. Lebih dari itu, adalah sikap tegas (al-ghilz) dan tegas (tasydid), bukan lagi tabligh dan pertemanan (al-rifq).
Sekian terimakasih
0 notes
daribnuabbas-blog · 4 years
Photo
Tumblr media
[TAFSIR AL-JALALAIN] Penulis: Al-Imam Jaladuddin Al-Mahalli (w. 864 H) & Al-Imam Jaladuddin As-Suyuthi (w. 911 H) Penerbit: Darussalam, Riyadh Berat: 1.462 gram Harga: Rp 125 ribu (RM 38) --- Apa jadinya bila seorang muslim belum pernah mempelajari tuntas satu buku tafsir pun seumur hidupnya? Tafsir Al-Jalalain adalah salah satu solusi terbaiknya. Hampir sepakat seluruh ulama sedunia untuk memilihnya sebagai buku tafsir yang pertama kali sebaiknya dipelajari pemula. Bahkan Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin (w. 1421 H) pun rutin mengkaji kitab ini hingga kemudian menjadi tafsir beliau yang berjilid-jilid itu. Demikian pula di Indonesia, sangat populer. Kelebihan cetakan ini adalah halaman ayat dipisah dari halaman tafsir. Biasanya tidak ada halaman ayat atau halaman ayat diletakkan di kanan dan kiri lalu di tepiannya tafsir. Bagaimanapun, ini terobosan yang sangat membantu adalam melatih daya ingat dan pemahaman, dengan coba menafsirkan ulang ayat dengan hanya melihat halaman kanan setelah sudah membaca tafsirnya di halaman kiri. (at Cipayung Jkt-tmr) https://www.instagram.com/p/CCfgUrIhig1/?igshid=106ic9mutte3g
0 notes
infomahad · 4 years
Photo
Tumblr media
#MahasiswaBaru #Purbalingga 🅓🅔🅐🅓🅛🅘🅝🅔. 20 Juni 2020 Bismillahirrahmanirrahim, Alhamdulillaah telah dibuka Penerimaan Mahasantri Baru Pondok Pesantren Tunas Ilmu - Purbalingga, #JawaTengah •Program Pengkaderan Da’i• Angkatan Ke-10 1441/1442 H – 2020/2021 M #KhususLakiLaki #Beasiswa bagi Santri yang Kurang Mampu dan Berprestasi Anda ingin menjadi pewaris para nabi? Jadilah ulama! Niscaya Anda akan menjadi pewaris mereka. Yang mewarisi ilmu, akhlaq dan semangat dakwahnya. Pondok Pesantren “Tunas Ilmu” berkomitmen tinggi mengantarkan anda menuju gerbang impian indah tersebut, Yaitu dengan program pendidikan intensif selama 3 tahun dan praktek dakwah lapangan selama 1 tahun, Materi Pelajaran: Akidah Tafsir Hadits Fiqih Sirah Nabawiyyah Bahasa Arab Metode Berdakwah Wirausaha Sinematografi, dll. Profil Lulusan: InsyaAllah lulusan memiliki kompetensi berikut: -Lancar berbahasa Arab, aktif dan pasif -Menguasai berbagai disiplin ilmu agama -Mahir berceramah dalam bahasa Arab dan Indonesia -Terampil menulis artikel ilmiah -Mampu mendakwahkan Islam dengan hikmah -Memiliki ketrampilan berwirausaha. Fasilitas Pendidikan: Masjid Ruang belajar Asrama Perpustakaan dengan ribuan koleksi kitab Arab Sarana olahraga (lapangan futsal dll) Mini market. Tenaga Pengajar: Pengajar terdiri dari para alumni S1 dan S2 Universitas Islam Madinah, Yaman, ‘Unaizah-Arab Saudi, LIPIA Jakarta dll.  Syarat-syarat: Lihat di brosur. KUOTA JUMLAH SANTRI Karena pertimbangan efesiensi pembelajaran, total santri yang akan diterima adalah 20 orang saja. #Santri wajib berasrama di tahun pertama. #Adapun selanjutnya, santri diberi keleluasaan untuk memilih berasrama atau tidak. Informasi Lebih lanjut: • Telp : (0281) 6597674 • Hp : 081319839320 • Website : http://tunasilmu.com Jangan ragu untuk share info ini kepada adik, kakak, sepupu, sahabat atau tetanggamu yang berminat Semoga menjadi amal jariah bagi kita semua, aamiin ayo tunggu apa lagi #purbalinggahitz #purbalinggakeren #purbalinggaku #purbalinggahits #purbalinggaperwira #instapurbalingga #purbalinggamengaji #orangapakorakepenak (at Purbalingga, Jawa Tengah, Indonesia) https://www.instagram.com/p/B-6hXztB0SX/?igshid=gm0o3qjife07
0 notes
danyusuf · 5 years
Text
Terpesona Harta Milik Sang Kakek
Tumblr media
“Beliau menuturkan bahwa tak kurang dari 6 judul tafsir telah beliau khatamkan.” 
Syawal lalu setelah sibuk menjadi panitia acara reuni keluarga di Tuban, saya mencoba menghilangkan kelelahan dengan “membongkar” rak-rak buku milik kakek saya. Sebenarnya sudah terlampau sering saya mengacuhkan rak tersebut, namun untuk pertama kali itu saya benar-benar menulusuri judul demi judul buku yang terpampang di dalamnya. Saat itu pula saya sadar, bahwa yang ada di hadapan saya adalah harta karun. Banyak buku-buku tahun 70-90an yang tersusun dan terawat dengan cukup baik (terlepas dari sudah jarangnya buku-buku tersebut dibuka). Salah satu yang menarik bagi saya adalah koleksi satu set lengkap Tafsir Al-Azhar buah tangan ulama besar Indonesia, Buya HAMKA. Koleksi yang bahkan sampai sekarang belum pernah saya temukan utuh di tempat lain.
Malam harinya, saya mendapatkan kesempatan untuk berbincang berdua dengan kakek. Maka dimulailah saya menginterogasinya, menanyakan sejarah di balik koleksi buku-buku tersebut. Beliau kemudian mulai menceritakan kebiasaannya mengoleksi buku yang dilakukan semenjak berada di bangku sekolah menengah. Saat itu, prinsip beliau adalah “buku lebih utama dari makan.” Terkhusus untuk tafsir, beliau menuturkan bahwa tak kurang dari 6 judul tafsir telah beliau khatamkan. Dari karya lokal hingga ulama Timur Tengah. Bahkan terakhir, beliau sedang berusaha mengkhatamkan Tafsir Al-Mishbah yang disusun oleh Quraish Shihab. 
Sampai di titik ini saya tertegun, apalah diri ini jika dibandingkan dengan beliau. Membaca Quran saja masih ogah-ogahan, apalagi mendarasnya. Meluangkan waktu saja susahnya minta ampun, apalagi menamatkan kitab tafsir yang jumlahnya berjilid-jilid itu. Seketika timbullah hasrat untuk melanjutkan kebiasaan sang kakek, agar jiwa ini bisa merasakan manisnya harta beliau. Bukan harta fisik yang dimaksud, namun lebih kepada harta jiwa yang jumlahnya tak dapat dilihat indra. Maka ketika teringat kisah ini, bergegaslah diri menuju ke perpustakaan di kompleks Masjid Kampus UGM. Mencari, mengambil, dan kemudian meminjam buku Tafsir Al Azhar jilid 1 hingga sampailah kitab ini di tangan. Sekarang, tinggal bagaimana menjaga semangat ini agar tidak luntur dan hanya berakhir euforia sementara belaka.
Yogyakarta, 4 Oktober 2019 Dan Yusuf, dalam usaha menyelami makna kalimat yang mulia.
0 notes
bayuvedha · 7 years
Photo
Tumblr media
Jangan Bajak Dakwah Sunnah @ Salam Ramadhan Selain politik isolasi terhadap Qatar dan penetapan Syaikh Yusuf Al Qardhawi sebagai teroris, hal lain yang menggegerkan jagad dakwah adalah beredarnya grafis bertajuk "Mengenal Ustadz Sunnah di Indonesia". Kami ingin memberikan beberapa catatan sebagai berikut : Pertama, Eksploitasi kata "Sunnah" Bagi para aktivis dakwah, tentu sangat paham dengan frase "dakwah sunnah, majalah sunnah, radio sunnah, kajian sunnah dll". Kami sungguh yakin, niatnya pasti baik. Yakni untuk menegaskan komitmennya yang sangat kuat terhadap sunnah nabi. Permasalahan dilapangan, kadang timbul friksi karena paham, ajaran, kitab hingga amaliah yang berbeda dengan mereka lalu dianggap tidak mengikuti sunnah alias bid'ah. Prasangka seperti ini muncul dan berkembang pesat dikalangan awam. Kami melihat perkara seperti ini perlu diluruskan dan dibicarakan baik - baik, khususnya oleh para ulama dari masing - masing pihak. Beda mazhab, beda kitab, beda guru hingga akhirnya beda amaliah, itu perkara yang sangat bagi para ahli ilmu. Tapi dikalangan awam, itu perkara besar yang memancing perdebatan dan seringkali berujung pada kapling surga dan vonis neraka. Tidakkah kita melihat realita itu dilapangan? Kedua, Manaqib Asatidz Dalam grafis tersebut, kita tengah dikenalkan dengan apa, siapa, bagaimana dan keutamaan dari sejumlah asatidz. Kami juga sedikit banyak mengenal mereka dan sungguh sangat mengakui kapasitas keilmuannya. Sampai disini, sebenarnya tidak ada hal yang perlu dipersoalkan. Karena situasi yang kurang lebih sama juga terjadi diberbagai ormas, ponpes, harakah dakwah dll. Biasanya ada penjelasan seputar silsilah, tokoh, kiprah, perjuangan, jasa dll. Hal serupa juga akan kita jumpai saat membahas disiplin ilmu tertentu. Belajar tafsir, ada bahasan seputar at tafsir wal mufassiruun. Belajar hadits, kita akan berkenalan dengan para ahli hadits dan perawinya. Hingga belajar ilmu ekonomi pun, kita akan mengkaji bab sejarah pemikiran ekonomi. Jadi, jika sekedar menjelaskan seputar manaqib asatidz sebenarnya tidak ada masalah. Masalah timbul saat melabeli mereka dengan sebutan "Ustadz Sunnah". Bagaimana dengan status para ahli ilmu diluar mereka? Bagaimana dengan status jama'ah diluar mereka? Kira - kira seperti itu situasinya. Ketiga, Model Penisbatan Penisbatan itu bisa dilakukan dengan beberapa cara. Misalnya dengan tempat asal, seperti halnya Salman Al Farisi, Syaikh Nawawi Al Banteni, Syaikh Mahmud Al Mishri dll. Hal lain, menisbatkan pada mazhab yang dianutnya, misalnya Imam Bukhari Asy Syafi'i, Imam Nawawi Asy Syafi'i, Ibnu Rajab Al Hambali dll. Penisbatan seperti ini sudah kita kenal sejak masa lalu dan relatif tidak memunculkan masalah yang berarti. Selama masih dalam keluarga besar ahlus sunnah wal jama'ah, situasinya relatif kondusif. Friksi keras baru terjadi saat berinteraksi dengan golongannmuktazilah, syiah rafidah dll. Dewasa ini, penisbatan mulai bergeser pada ormas dakwah atau harakah dakwah. Misalnya ; ulama aswaja, dai ikadi, ustadz muhammadiyah dll. Jika grafis itu diberi tajuk "Ustadz Rodja atau Ustadz Salafi", sepertinya tidak akan ada yang protes. Karena sifatnya hanya mengenalkan tentang profil dari para asatidznya. Didaftar itu, kayanya juga belum lengkap karena tidak ada nama Ustadz Abu Qatadah dll. Mungkin solusi atas masalah ini ada 2, yakni menisbatkan ke menisbatkan ke mazhabnya (contohnya : Ust Yazid bin Abdul Qadir Jawas Al Hambali) atau menisbatkan ke harakah dakwahnya (contohnya : Ust Firanda Andirja As Salafi). Keempat, Paham dan Aliran Sejumlah ustadz yang ada digrafis ini memang berasal dari golongan yang sama. Kalau ditarik ke thabaqat yang lebih atas, mungkin daftarnya adalah Syaikh Al Utsaimin, Syaikh Muqbil, Syaikh Bin Baaz hingga akhirnya Syaikh Al Albani. Sangat kecil kemungkinan, kita akan melihat Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Syaikh Ramadhan Al Buthi, Syaikh Yusuf Al Qardhawi dll muncul dalam sanad keilmuan mereka. Padahal mereka juga ulama - ulama ahlus sunnah yang kenamaan dan menjadi rujukan umat. Sampai disini, semua pasti sudah sama - sama paham tentang apa yang sebenarnya terjadi. Ahlus sunnah adalah rumah yang besar. Dalam pemahaman awam, ahlus sunnah terdiri dari 4 mazhab fikih. Keempat mazhab fikih ini memiliki sanad ilmu sampai sekarang. Timbul masalah jika salah satu dari anggota keluarga besar ahlus sunnah, membajak kata "sunnah" hanya untuk kelompoknya sendiri. Selain menimbulkan friksi dilapangan, hal itu juga berpotensi menghilangkan keragaman pendapat atas suatu perkara dan menihilkan pendapat yang berbeda. Misalnya, dengan mudahnya melabeli dengan tuduhan teroris, khawarij dll kepada personal dan kelompok lain, hanya karena mereka memprotes kebijakan penguasa. Dan ini sudah terjadi dilapangan. Khatimah Narasi ini bukan dimaksudkan untuk mendekonstruksi aktivitas dakwah yang dilakukan oleh para asatidz yang gambarnya termuat dalam grafis ini. Umat islam di Indonesia, pasti banyak yang mendengarkan ceramah mereka, membaca artikelnya dan mengkaji buku dan kitabnya. Apalagi ust Firanda Andirja yang dikenal sangat produktif dengan berbagai karya buku - bukunya. Sungguh banyak ilmu yang bermanfaat telah mereka sampaikan kepada umat. Hanya saja, jika dalam beberapa perkara umat Islam di Indonesia mengambil pendapat yang berbeda, jangan latah memberi vonis bid'ah dan sesat. Baik dalam urusan amaliah ibadah, metode dakwah hingga pola hubungan dengan penguasa. Mari kita sama - sama berfastabiqul khairat, dengan tetap mengedepankan pegangan terhadap sunah nabi, pendapat para ulama dan realita sejarah umat islam. Salam takdzim kami untuk para asatidz digrafis ini. Wallahu a'lam.
9 notes · View notes