BERSERAH♥BAHAGIA (Part 2)
Perbincangan semalam membuat Subuhku di hari selanjutnya sangat berarti. Saat itu aku terbangun dan langsung melihat jam dinding di kamar, jarum jam menunjukkan sekitar pukul 03.40 WIB, sebentar lagi memasuki waktu sholat subuh.
Seperti biasa, Mba Nisa selalu bangun terlebih dahulu dengan posisi sedang mengaji di atas sejadah berwarna navy. Aku duduk sejenak, mengumpulkan nyawaku yang masih berada di alam mimpi. Setelah sadar, aku beranjak dari kasurku menuju kamar mandi di luar kamar untuk mengambil wudhu.
Selesai melaksanakan sholat Subuh dan mengaji, aku dan Mba Nisa bergegas mandi dan bersiap-siap untuk berangkat kuliah. Sebelum berangkat, aku menyiapkan sarapan oatmeal dengan topping potongan pisang, strawberry, dan manga. Sedangkan Mba Nisa sarapan dengan nasi dan sisa lauk semalam yang dia masukkan di magiccom. “Mba, pagi ini aku mau beli buku cantik punya Mba Nisa. Itu beli dimana?” ucapku sambil menyantap sarapanku.
“Ini aku dikasih sahabatku, oleh-oleh dari suatu tempat. Kebetulan sahabatku ini kuliah di luar negeri.”kata Mba Nisa menanggapi sambil menyantap sarapannya juga.
“Yah… Padahal itu lucu banget. Ada nggak yaa di Indonesia buku seperti itu?”
“Gimana kalau weekend ini kita coba cari di Gramedia? Kayaknya lucu-lucu juga tuh di sana, aku pernah lihat.”
“Oke Mba, Sabtu ini Mba Nisa ada agenda nggak?”
“Belum ada sih. Insyaa Allah habis dzuhur aku bisa. Soalnya pagi-pagi mau cuci baju, jemur sama setrika.”
“Oke mba!” ucapku sambil mengacungkan jempolku.
“Sementara ini, kamu tulis-tulis dulu aja di laptop atau bindermu. Nanti begitu dipindahkan ke Buku Journalmu, kamu salin dan hias-hias.”
“Wah ide bagus Mba. Makasih ya untuk sarannya.”
“Sama-sama cantik! Udah selesai belum sarapannya? Yuk simpen piringnya di tempat cuci.”
“Ayok Mba!” seruku yang seraya membawa peralatan makanku ke tempat cuci piring, kami bergiliran mencuci masing-masing alat makan kami.
Selesai mencuci piring, aku dan Mba Nisa berangkat bersama menuju gedung kuliah, kebetulan kami memang satu fakultas di Fakultas Ekonomi, aku Jurusan Manajemen Bisnis sedangkan Mba Nisa Jurusan Keuangan. “Mba, kenapa pilih Jurusan Keuangan dan Perbankan Syariah?” tanyaku ditengah keheningan kami yang nyaris terlarut dengan pemandangan indah kampus kebanggaan kami. “Karena ingin ikut mengembangkan Ilmu Keuangan dan Perbankan yang sesuai dengan syariat agama Islam.” Jawab Mba Nisa.
“Wow… Itu sudah terpikirkan dari kapan Mba?” tanyaku penasaran.
“Dari SMA. Aku suka sekali dengan pelajaran Ekonomi, Matematika, Akuntansi, pokoknya hitung-hitungan dan isu tentang keuangan aku suka. Ternyata, banyak dari kita masih belum paham tentang hukum muamalah yang berkaitan dengan ekonomi. Contohnya tentang riba, masih banyak dari kita yang belum tau tentang riba, seperti apa saja praktik riba yang diselipkan dalam kegiatan ekonomi kita sehari-hari. Dari sanalah, aku ingin sekali belajar lebih, bahkan ingin membantu membuat perubahan di negeri kita yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Kenapa kamu memilih Manajemen Bisnis, Put? Dari sekian banyak Jurusan. Selain karena ingin memenuhi permintaan Ayahmu untuk memiliki pekerjaan tetap? Tentu ada alasan dong, kenapa kamu ingin Jurusan ini?”lanjut Mba Nisa sambil menunjuk buku yang kubawa karena cukup berat jika kumasukkan ke dalam tas ranselku.
“Nggak tau. Sejujurnya aku kurang suka Jurusan ini, tapi nggak tau kenapa aku merasa Jurusan ini adalah satu-satunya bisa aku selesaikan nanti. Aku malas berhitung Mba. Melihat banyak angka, membuat mataku seperti berputar, rasanya aku akan terserang vertigo dibuatnya. Tapi kalau membaca, memahami sesuatu dari bacaan, aku suka. Aku juga ada tekad untuk bisa, meskipun aku tidak suka. Hehe…” ceritaku sambil sedikit terkekeh. Alasan yang sangat cetek, beda sekali dengan Mba Nisa.
Akhirnya kami sampai di gedung Fakultas Ekonomi, kami berpisah menuju kelas masing-masing. Dari lobby Fakultas Ekonomi, Mba Nisa berbelok ke arah kiri, sedangkan aku menuju lantai 3 melalui tangga di depan meja resepsionis. “Semangat belajarnya Putri.” Ucap Mba Nisa sebelum berbelok ke arah kiri. Aku membalas dengan kepalan tangan ke atas, memberi kode bahwa aku akan bersemangat untuk belajar.
Tidak seperti biasanya, di kelas mata kuliah pagi ini hingga menjelang jam selesai kuliah, aku sangat menyimak setiap materi yang diberikan para dosen. Aku mencatat setiap materi dan insight yang aku dapatkan dari para dosen. Kemana saja aku selama ini? Ternyata banyak hal yang bisa aku dapatkan dan terapkan dari ilmu yang diberikan seluruh dosenku. Mereka menjelaskan setiap materi dengan sangat rinci, membuatku selalu penasaran dan akhirnya aktif bertanya di setiap mata kuliah.
“Cie… Ada angin apa nih hari ini? Tumben banyak tanya. Catatannya rapih dan lengkap lagi.”canda Ami, sahabatku sambil membuka buku catatan kuliahku.
“Iya nih, lagi on fire.”ujarku sambil menulis impianku yang mendadak banyak di selembar kertas.
“Apaan nih?” tanya Ami.
“Resolusi.”pungkasku
“Banyak amat resolusinya. Yakin tuh bakalan tercapai semua?”tanya Ami.
“Mau aku tulis aja kok, nanti kalau udah beli Buku Journal yang bagus, mau aku seleksi, mana impian besarku dan mana impian kecilku.”jawabku.
“Oh gitu. Ayok kita bikin impian bareng Put. Mau beli Buku Journal dimana? Aku ikut dong.”
“Di Gramedia. Mba Nisa bilang sih banyak yang bagus di sana.”
“Kapan?”tanya Ami singkat.
“Sabtu ini. Gimana? Ikut yuk! Aku bareng Mba Nisa senior yang sekamar sama aku di asrama. Rencananya Sabtu habis dzuhur.”jelasku.
“Ikut~”teriak Ami penuh semangat.
“Dih, kenceng amat bilang ikutnya. Kenapa Mi?”kataku sambil sedikit menutup kuping yang mendengung karena suara Ami.
“Mba Nisa Jurusan Keuangan itu kan? Idolaku…”jelas Ami penuh semangat.
“Iya… Wah ternyata sahabatku ini mengidolakan teman sekamarku, boleh juga nih aku jadiin bisnis. Hahaha…”kataku sambil tertawa karena candaanku yang ternyata lucu menurutku.
“Yee… Dasar ye nih anak, otak bisnisnya mulai timbul. Harga mahasiswa boleh lah yaa?”
“Nggaklah, Business is Business!”
“Pelit lu!” kata Ami sambil melempar gulungan kertas kecil ke kepalaku.
“Yaudah deh, Mie Kocok semangkok sama es teh manis ya?”tawarku.
“Oke deh!”jawab Ami singkat.
“Beneran? Asiiiikkkkkk… Makan gratisssss... Makasih sobatku yang terkaya raya se Indonesia Raya…”teriakku sambil mencubit pipi Ami yang menggemaskan.
Ami adalah sahabatku di kelas, aku tidak takut meminta traktiran darinya. Ayahnya pengusaha travel dan property terkenal di Jakarta. Sedangkan Ibunya, seorang dokter di Rumah Sakit ternama di Jakarta. Ami merupakan anak tunggal, tentunya dia sangat dimanja oleh kedua orang tuanya. Meskipun begitu Ami tidak pernah memanfaatkan fasilitas Ayah dan Ibunya dengan sembarangan.
Soal mengatur keuangan, Ami memang paling jago. Meskipun Ayah dan Ibunya memberi uang bulanan yang besar untuk mahasiswa seperti kami, tapi dia tidak pernah menggunakannya untuk berfoya-foya. Sejak SMA, Ami sudah belajar membuat bisnis kecil-kecilan sebagai reseller sebuah produk kesehatan dan kecantikan. Bahkan rencananya saat ini, dia mau membuka usaha photo copy dan ATK di ruko kawasan mahasiswa, modalnya sudah dia tabung dari uang jajannya dan uang bulanan sejak SMA sampai kuliah. Tentunya ditambah bantuan dari Ayahnya yang sangat mendukung dia mengeksplor dunia bisnis.
“Jadi, gimana usaha photo copy dan ATK mu? Kapan mau launching?”tanyaku yang sudah cukup kelelahan menulis seluruh resolusiku.
“Insyaa Allah, 3 bulan lagi launching. Doain ya! Insyaa Allah kamu bakalan aku undang ke acara syukurannya.” Jawab Ami.
“Pasti dong! Eh request dong, konsumsinya adain Mie Kocok.”
“Ah elah, Mie Kocok mulu! Awas lu kebanyakan micin nanti otak lu lemot.”
“Dih, amit-amit. Dari SD kali gue udah jadi anak micin. Masih aman-aman aja kok! Buktinya bisa masuk sini, hahaha…” ujarku sambil tertawa.
“Put, lu nggak mau mulai belajar bikin bisnis kecil-kecilan kayak gue?” tanya Ami.
“Belum berani euy Mi, takut gagal.”kataku dengan nada sedikit putus asa.
“Loh, namanya bisnis pasti ada naik turunnya Put. Dicoba dulu aja yang resikonya nggak terlalu besar. Misalnya jualan pulsa. Tapi jangan pakai sistem ngutang yak! Nanti aku ajarin caranya. Modalnya juga nggak terlalu besar.”jelas Ami.
0 notes