Text
Kepada mereka yang selalu mengeluhkan tentang beratnya mengikhlaskan, selalu saya katakan bahwa : "Bersabarlah... ini hanya soal waktu."
Tidak pernah ada yang mengatakan bahwa mengikhlaskan adalah pekerjaan mudah. Sama halnya dengan niat pada suatu amal, di awal mungkin kita mengerjakan bukan untuk-Nya, maka seiring kita terus berusaha mengerjakannya, konsistensi dalam menjaga ritmenya, baru kita temukan makna dan kemana niat dari amalan ini seharusnya tertuju.
Ada 3 kata kunci penting dalam meraih keikhlasan yang demikian itu: berusaha, konsistensi dan pemaknaan.
Berusaha artinya kamu sadar bahwa apa yang kamu jalani hari ini mungkin belum sebagaimana fitrahnya. Pada kesadaran itu kamu terus berusaha, meskipun dengan segala ketidaksempurnaan-nya. Satu-satunya keyakinan yang kamu yakini adalah bahwa sesuatu yang baik memang harus terus diusahakan, dan kadang menuntut pengorbanan.
Konsistensi adalah gerbang pertamamu setelah memilih berusaha. Di tengah keterbatasan dan keraguan yang menghantui, imanmu diuji. Hatimu mulai diliputi keraguan, kesedihan, hingga menyulut keputusasaan. Akan tetapi, kamu memilih bersabar dan tetap teguh untuk konsisten berjuang meskipun sering kali dengan sekaan air mata.
Pemaknaan adalah buah dari usaha dan konsistensi yang selalu kamu jaga. Hadirnya menjadi jawaban atas segala jerih, pengorbanan, tangisan ataupun luka yang kamu alami selama itu. Pada fase ini kamu akan memahami, bahwa mengikhlaskan adalah soal waktu.
Ya, kamu hanya butuh untuk sedikit lebih bersabar.
220 notes
·
View notes
Text
Neptunus yang kau sangka sebagai jalur edarmu. Nyatanya dia pergi jauh meninggalkanmu sendirian. Mungkin bagimu semua hal didunia ini bisa pergi begitu saja tanpa berpamitan lebih dulu kepadamu. Namun satu hal yang harus kamu tahu dan kau pahami. Bahwasanya semua boleh meninggalkanmu begitu saja, namun tempat kembali hanya ada satu. Dia yang selalu melihatmu dalam keadaan terburukmu sekalipun, tetap akan menerima dengan segala hal yang telah menyakitimu hingga begitu hancur.
Allaah, ada untukmu. Dia tempatmu untuk pulang dan mengeluh tentang bagaimana dunia begitu buruk memperlakukanmu. Neptunus yang kau sangka sebagai jalan edarmu hanyalah salah satu dari ujian yang harus kamu lewati. Perlakuanmu kepadanya akan membuatmu mengerti tentang sebuah rasa mengikhlaskan atau kesadaran..
Relakan Neptunusmu pergi. Allaah akan ganti dengan Neptunus yang lain. Atau mungkin Allaah akan menghadirkan pertemuanmu dengan Saturnus, Uranus, atau mungkin Merkurius kedalam hidupmu. kamu tidak akan tahu nasib masa depan bukan? Jadi tenanglah, sepekat apapun malam. Hal itu akan berlalu juga. Sesakit apapun kesedihan, ia pun akan terlewati juga.
Jangan lupa meminta kebaikan kepada Allaah, meminta dikuatkan atas segala rasa sakit dan kehilangan yang membuatmu lebur. Mintalah ganti yang lebih besar lagi untuk kehidupanmu, sebab Allaah tak pernah bosan mendengar segala rintihmu. Siapapun nanti dan bagaimanapun jalan edarmu, kamu jangan pernah meninggalkan harap untuk selalu berbaik sangka kepadaNya.
Jangan pernah tinggalkan doamu sekalipun kamu begitu merasa hancur dan ingin sekali berhenti. Jangan pernah tinggalkan. Sebab doa adalah lentera untukmu, untuk menemukan jalan keselamatan setelah terombang-ambing diluasnya kehidupan dunia ini.
Allaah selalu ada untukmu, sekalipun kamu mungkin lupa dan berniat untuk menjauh dariNya. Allaah selalu ada dengan begitu banyak Rahmat dan kasihNya kepada makhluk ciptaanNya. Demikianlah agar kamu tahu untuk sekadar tahu diri...
205 notes
·
View notes
Text
Belajar banyak di tahun ini,
belajar tentang membenci adalah hal yang sia-sia,
belajar menghargai manusia lain yang pernah kita repotkan,
belajar mencintai tanpa tahu akhir yang pasti,
belajar mengikhlaskan hati lain yang sempat tertahan karena diri ini.
Empat bulan pertama sudah terlewati di tahun ini, bulan-bulan berikutnya mari kita amini penuh dengan kebaikan dan kebahagiaan untuk kita (manusia-manusia yang pandai mengeluh dan tak sadarkan diri).
300424 | ©elianuril
15 notes
·
View notes
Text
Tidak diperbolehkan untuk menyalin & membagikan segala tulisan di sini tanpa izin atau tanpa menyebutkan credit ⛔
Beli buku "Semua Lelah yang Perlu Kita Rasakan Saat Dewasa" di sini
Review pembaca bisa liat di sini
Archives tulisan:
How writing saves me a lot
Second memory
Kekuatan sebuah tulisan
Marry & love things
It's okay to wait long than to marry wrong
If it's the right time, everything will be easy
A letter for someone I'll call "Mas" in the future 💌
I believe you'll find it
Falling in love at this age feels so heavy
Self awareness
Life taught me a lot
Marriage talk
Kok iso?
Fall in love without any reason
Aku gak perlu bilang sayang
What kind of marriage is that i want
Dear parents, You get what you teach
Pasti ada
Gentle reminders
Bertahanlah. Setidaknya untuk dirimu sendiri
Berdoa itu gratis
Life lessons
Ujian yang tak kunjung selesai
Berteman dengan kesepian
Belajarlah untuk mati rasa
Everything happens for reasons
Yang lebih berat
I hate being poor
Grieving
Menerima penolakan
Penggugur dosa
Dilema seorang kakak
It's okay to ask for help
Perjalanan menemukan diri sendiri
Ketersediaan telinga
Krisis jati diri
Mengenal batas cukup
Jangan-jangan
Deactivated
Life gets better
Anak
Oh ternyata ini maksudnya...
Pertemanan di usia dewasa
Kita dan duka kita masing-masing
Terima kasih telah jadi orang baik
Rumus bermedia sosial
Mempertanyakan ulang mimpi-mimpi
Heals journeys
How depression feels like #part1
Aku ingin hidup lebih baik
Relapse
Quotes
Pray in silence
Prosa
Tentang jatuh cinta, patah hati, dan mengikhlaskan
Kalau aku tidak cantik lalu kenapa?
Night
Buku paling rumit
Menuju 23
Tak semua kebaikan perlu dibalas
Gak semua orang harus tau kita lagi kenapa
Ketenangan itu mahal
Less friends less problems
Some people won't stay
We suffer more often in our mind than in reality
Sama manusia secukupnya saja
How to fix our life
Gak semua hal harus kita tau jawabannya sekarang
Be okay with being understood
We never can change people
No need to prove anything
Cerpen
Antara perasaan dan realita
33 notes
·
View notes
Text
Terima kasih,
“Mungkin tugasku dihidupmu sudah selesai, begitu juga dengan tugasmu..”
Terima kasih, kamu sudah cukup memberi pelajaran dan kembali menyadarkan bahwa cinta hanya bisa dibuktikan dengan dua jalan; menghalalkan atau mengikhlaskan. Dan yang aku tau, jalan pertama masih belum terbuka untukku, sedangkan kini aku tlah tiba di jalan kedua..
Dan aku membuktikannya dengan belajar mengikhlaskanmu sedetik setelah kamu katakan akan pergi meninggalkan.
Mungkin bagimu aku terkesan begitu mudah merelakan, begitu gampang meng-iyakan. Namun bagiku, jika benar cinta, ia akan tetap bertahan walau ia memiliki beribu alasan untuk pergi meninggalkan.
Tak apa, aku tak membencimu. Sebab membenci masa lalu hanya akan memberatkan langkah. Walau belajar memaafkan semua kesalahan diri sendiri tidaklah mudah.
Termasuk tentang pertemuan dan perpisahan yang ku putuskan antara aku dan kamu. Aku bersyukur Allah izinkan aku mengenalmu, menjalani hari dengan kebahagiaan. Tak ada yang sia-sia, begitupun pertemuan kita. Juga perpisahan kita. Allah ingin aku belajar lewat dirimu. Tentang mengakui kesalahan, berani mengambil keputusan, memperbaiki diri, dan merayakan sebuah kepergian.
Perpisahan denganmu adalah pertemuanku dengan perubahan
Ku sadari apa yang telah ku lakukan. Tentang ekspresi cinta berlebihan yang kerapkali kutahan. Jika saat ini aku masih denganmu, aku khawatir mungkin aku akan semakin merasa memiliki dan semakin takut akan kehilanganmu, tanpa mau tau bahwa itu hanyalah ilusiku.
Tak pernah terpikir bahwa semua akan berakhir seperti ini. Bahwa pada akhirnya aku akan menerima keputusan ini. Merubah perasaan nyaman yang telah lama ada menjadi sebuah asing yang tak lagi ku kenal.
Apapun itu, aku mengikhlaskanmu untuk suatu alasan yang baik.
Merelakan sebuah kepergian yang terkemas sedemikian rupa demi sebuah kebaikan, jujur, tidaklah mudah. Tapi ketahuilah…
Meskipun aku harus terbiasa melangkah tanpamu, akan kujadikan setiap kenangan itu sebagai pelajaran terbaik
Kini, biarkan semua hal manis menjadi sebuah cerita rindu. Biarkan kesalahan menjadi pelajaran dan pengingat untuk terus melangkah. Semoga Allah mempertemukanku denganmu kembali, entah dalam suatu cerita yang sama atau melihatmu menulis cerita baru tanpa aku di dalamnya.
Oiya, aku tak tahu, apakah kamu masih ingin mendengar apapun dariku atau tidak, maka aku hanya bisa menuliskannya di sini, tanpa perlu ku kirimkan kepadamu, tanpa berharap kamu menemukan dan membacanya.
Semoga kamu tetap memiliki semangat untuk membangun diri, menyelesaikan segala tanggungan yang belum terselesaikan untuk hari esok yang jauh lebih menyenangkan..
Amiin
@shafiranoorlatifah
11 notes
·
View notes
Text
Tanda seseorang mulai dewasa adalah;
ia mulai berani menentukan pilihan dengan kesadaran akan konsekuensi yang akan didapatnya. Ia tetap bersikap tegas pada pilihannya layaknya seseorang yang memiliki pendirian; tanpa setengah-setengah, tanpa takut. Tanpa ingin di zona aman. Tentunya tanpa peyesalan. Karena ia sadar, setiap keputusan memiliki risiko;
ia berani tegas berkeputusan, menyadari segala bentuk kesalahan yang telah dibuatnya harus semampunya ia perbaiki; berusaha untuk tidak mengulanginya lagi, serta mampu mengembalikan semuanya seperti sedia kala semaksimal mungkin meski tak sepenuhnya seperti awal mula. Yang terpenting adalah meminimalisir kerugian yang telah disebabkannya.
Tanda seseorang mulai dewasa;
ia tak lagi egois. Tak egois untuk dirinya, tak juga egois kepada orang lain. Ia mulai merelakan apa-apa saja yang memang seharusnya direlakan meski mungkin masih ingin. Tak juga memaksa apapun didekap, jika itu bisa menjadi penyebab berantakannya kehidupan seseorang di sekitar;
ia tak lagi egois, ia mulai turut bahagia, ia mulai turut berdoa, ia mulai mengikhlaskan. Sebab ia tahu, dewasa adalah tentang penerimaan. Dewasa tentang kesadaran. Bukan lagi tentang protes terhadap yang sudah Allah gariskan; tak sabar, tak sadar. Dewasa adalah, tidak memaksakan diri jika itu bisa merusak lebih banyak. Melainkan bersikap bijaksana, mana yang harus dilakukan agar kerusakan tidak bertambah banyak.
Semoga Allah bantu dan kuatkan.
43 notes
·
View notes
Text
Taat kpd Allah swt, adalah selalu hal yang baik
di Surat al-Baqarah, Allah sebutkan beberapa nabi-nabi. Nabi Adam as disebutkan seorang diri, Nabi Nuh disebutkan seorang diri, namun Nabi Ibrahim as disebutkan bersama dengan kata keluarga. Keluarga Nabi Ibrahim as. Betapa kita tahu, kemuliaan beliau beserta dengan keluarganya. Dimana hal tersebut erat kaitannya dengan peristiwa Kurban atau yang menjadi hari raya kita umat muslim, Idul Adha.
Peristiwa tsb mengisyaratkan banyak hal. Utamanya, tentang berkurban. Bagaimana bisa terpikirkan oleh kita manusia biasa, jika ada di posisi tersebut pasti akan terheran-heran. Nabi Ibrahim yang telah 80 tahun menunggu kelahiran anaknya, justru diperintahkan untuk mengorbankannya. Siti Hajar dan bayi Nabi Ismail yang sudah berjuang di tengah gurun pasir sendirian, ditinggal oleh Nabi Ibrahim yang pun juga tidak bisa selalu membersamai mereka, diminta mengikhlaskan dan melapangkan hati untuk mengiyakan perintah Allah Swt.
Jika bukan karena mentalitas berkorban, baik dari segi ego dan akal, maka perintah itu tidak akan pernah dilaksanakan.
Tapi lihat, hal tersebut dilakukannya, hanya demi membuktikan ketaatan mereka kepada Allah swt. Demi Allah swt semata.
"Taat kepada Allah swt adalah selalu hal yang baik", pesan ust. Muhammad Nuzul Dzikri, Lc. Apapun bentuk ketaatannya, merupakan suatu hal yang baik. Sekalipun dari peristiwa Nabi Ibrahim as yang terlihat, kok tega ya.. tapi sekali lagi, ketaatan kepada Allah swt adalah selalu hal yg baik. dan itu dibuktikan oleh keluarga Nabi Ibrahim as, dengan mentalitas berkorbannya.
9 notes
·
View notes
Text
Sebagai mana kamu belajar tentang kedatangan, belajarlah tentang kepergian, belajar melepaskan, belajar mengikhlaskan.
Karena di dunia ini, tidak ada kebersamaan abadi.
54 notes
·
View notes
Note
Hai, Yunus. Kira-kira bagaimana pendapatmu tentang orang yg belum bisa mengikhlaskan pada bab perasaan? Jika kamu diposisi tersebut, apa saja yg akan kamu lakukan?
Pendapat saya, ya yaudah biarin aja. Semua orang butuh proses dalam melepaskan. Ada yang cepat, pun sebaliknya. Maka yaudah, biarkan aja, selama belum berdampak buruk buat dirinya, pun orang lain.
Rasa sakit dan meingkhlaskan itu adalah proses pendewasaan. Jadi biarkan itu jadi pembelajaran, bahwa ketika tidak ingin ditinggalkan, ya maka segerakan. Kalau belum mampu, tidak perlu coba-coba dulu buat mendekati.
Jika itu saya. Maka saya akan, banyak-banyak berkontemplasi, lebih banyak mengenal diri. Kenapa hal ini terjadi, pasti ada hikmah yang Allah beri. Bisa jadi karena memang bukan jodoh, atau ada ganti yang Allah siapakan, dsb.
Segera cari aktivitas yang menyibukkan, sehingga tersadar bahwa waktu terlalu berharga untuk menangisi seseorang yang tidak Allah kehendaki, baik dari orangnya, ataupun bentuk/status hubungannya. #ykwim
Kayaknya itu.
16 notes
·
View notes
Text
Memaksakan diri
Dipaksa lalu terbiasa. Karena memaksakan diri adalah bagian dari memantaskan diri. Banyak hal di hidup ini yang kalo dilakukan pas pertama kali emang susah banget. Makanya kudu dipaksa, dilakukan berkali-kali walau sambil menangis dan atau mengumpat, lalu terbiasa.
Tahun lalu memaksakan diri untuk merantau sebagai PM, padahal sebelumnya tinggal sama ortu yang ga pernah diijinin ke luar kota sendirian, ga bisa masak sama sekali. Ada gila-gilanya emang kalau diinget-inget, memaksa diri untuk belajar masak dan pasang gas dari video tutorial youtube, memaksa diri minum kopi dan belajar motor gigi, memaksa diri mampir ke tetangga walau pulangnya energi langsung bless abis. Semata-mata supaya bisa survive dan bisa berbaur sama warga lokal.
Lalu pas di penempatan sempat jatuh dan tangan patah, memaksakan diri untuk pulang operasi, memaksakan diri buat balik lagi ke penempatan ngelanjutin penugasan. Yang awalnya bisa motoran kemana-mana, mengikhlaskan diri untuk digonceng karena tangan belum pulih dan ga boleh motoran. Sebelum operasi malah aktivitas cuma pake 1 tangan, dan full tetep kegiatan kayak biasa. Mental tentu saja breakdown yaa, PM sehat jiwa raga aja tetep susah dijalani, ini apalagi ada episode patah tangan, ga pernah kebayang akan mengalami ini. But hey, i just finished this mission, ya tentu saja dengan memaksakan diri lahir batin. Memaksakan diri dampingi bapak ibu guru dan anak-anak di penempatan sampai akhir penugasan, karena pingin bantu sekecil apapun itu dengan kehadiranku di sana.
Sekarang, mau memaksakan diri lagi buat belajar bahasa inggris biar bisa sekolah lagii, meskipun rasanya akan sangat capek dan susah. Mau memaksakan diri rutin olahraga buat balikin berat badan normal, biar lebih mudah dan berenergi dalam beraktivitas.
Pokoknya selama apa yang dipaksakan ini baik untuk diri sendiri dalam jangka panjang, bertahan yaaa, gapapa meskipun proses dan waktu mencapai tujuan kerasa lebih lama.
Tapi, ada beberapa hal yang ga bisa dipaksakan ya Ira. "Penerimaan orang lain ke kamu, penilaian orang lain tentang kamu, juga hasil atas segala proses dan usahamu, itu di luar kendalimu. You only need to accept yourself first, no matter how the result is. so you dont have to beg other acceptance, since you have already gave your best in the process before. Kalau Allah sudah ridho, then just go :)".
Apakah semua keinginan ini harus tercapai? Sayangnya ini dunia. Banyak hal yang udah diperjuangkan sampe berdarah-darah pun, tetep ga dapat, seringnya dapat capek, nangis, dan pelajarannya aja.
When I really tired and wanna give up, so I ask to myself, kalau dengan menyerah membuat mental lebih baik dan ga kehilangan diri sendiri, gapapa nyerah aja, ga selamanya memaksakan berjuang terus itu baik. Tapi, kalau mimpi-mimpi ini penting, silakan perjuangkan dulu sampai mentok. At least, nanti di ujung ga menyesal, karena sudah mencoba berjuang.
Memaksakan diri untuk siapa? Untuk diri sendiri, untuk orang-orang yang berarti di hidupku, untuk orang-orang yang akan menerima manfaat dari ilmu dan pengalaman ini. Juga bentuk memaksimalkan peran khalifah fil ard. Perjuangan ini bukan bentuk mencari validasi dari orang lain, apalagi hanya untuk membuat orang lain menyesal. Yang bener aje, rugi dong? :)
Surabaya, 2 Februari
13 notes
·
View notes
Text
Tentang Mengikhlaskan
Bismillah,
Hari ini, kembali lagi belajar tentang Mengikhlaskan
Yaa... Aku khususnya yang sudah terbiasa bertemu dengan situasi ini, harusnya sudah lebih lapang, tapi ternyata tidak semudah itu...
Hari ini Suamiku kembali berjihad, berikhtiar menjemput rizki dengan mengorbankan kedekatan kami bedua. Kami yang masih Allah izinkan untuk berdua (karena belum nambah mamber baru), sangat berat sebetulnya untukku yang cukup sering ditinggal-tinggal, tapi dipikir-pikir ini adalah takdir terbaikNya sih. Kami masih berdua, dan aku akan lebih sedih lagi sepertinya kalau harus ditinggal tapi ngurus anak sendirian. Walaupun saat ini pasti ada juga sedihnya, bahkan pake nangis juga, kesepian apalagi.. Tapi yaa segala sesuatu harus ada pengorbanannya (kalau kata Suamiku)
Teringat beberapa sahabat pernah bilang "teh pasti kamu doanya kuat banget yaa.." "teteh kuat banget ditinggal-tinggal terus". Padahal dibalik itu ada banget aku yang merasa lemahnya, saat tidur aku cukup struggle karena isi kepala yang berisik, sekalinya bisa tidur tetiba maag kambuh, nagis sampai sesak napas, dan segala drama yang ada..
Tapi ternyata itu fase munuju Ikhlas, selain harus ada pengorbanan, harus ada nangisnya, harus ada dramanya sampai pada "Titik Menerima". Menerima atas apa yang dirasa, menerima atas segala yang ditakdirkan, sampai hilang segala beban yang dirasa. Janji Allah itu pasti.. tugas kita beriman akan takdir Allah
Teringat kalimat keren yaitu "Hadiah terbaik adalah apa yang kamu miliki, dan Takdir terbaik adalah apa yang sedang kamu jalani" -Ust. Agam-
Yaa Rabb, ridhoilah kami.. ku titipkan Suamiku padaMu, lindungilah ia.. Mudahkan segala ikhtiar dan urusan Suamiku, jagalah hati dan pikiranya, lembutkan lah hati juga akhlaknya Yaa Rabb..
3 notes
·
View notes
Text
Aima Pov
Beberapa perbandingan yang selama ini berjalan di pikiranku ternyata menemukan satu titik temu, yakni aku belum benar mencintaimu, aku belum benar move on, dan kamu belum benar mencintaiku pula.
Ketika tadi aku berbincang temanku, dia membuatku semakin menyadari, bahwa melupakan adalah bagian tersulit dari mencintai. Jika ikhlas masih bisa diusahakan dan dilakukan, jika lupa terkadang belum benar bisa.
Banyak orang yang mengatakan mengikhlaskan rasanya, tapi tidak dengan kenangannya. Karena melupakan memang seberat itu prosesnya. Ikhlas berarti menerima dengan lapang jika sudah tak bersamanya, tapi jika diperdalam pemaknaannya, mungkin tidak semua ikhlas bermuara pada hilangnya kenangan. Melupakan berarti semua tentang dia sudah hilang, tidak akan kembali, jika mengikhlaskan berarti kita berdamai dengan semua kenangan yang pernah terjadi.
Sampai sini aku memahami, mungkin aku mampu mengikhlaskan dia, tapi belum bisa melupakan. Aku masih tidak rela jika terlupakan, seolah keegoisanku meronta, enggan, dan tak kuasa. Selama ini kenangannya yang kubuat-buat sendiri maupun yang sudah ter-torehkan bersama akhir-akhir ini menjadikan aku sadar, tak selamanya kita sembuh dengan cara melupa, kita bisa sembuh dengan penerimaan yang ikhlas terhadap rasa.
Aku menolak semua pikiran sedih yang mendera, aku belum berani menghadapi perasaan kecewa, tapi aku sudah belajar mengikhlaskan. Aku yakin, lambat laun semuanya akan berlalu.
Semoga dia mencintaku dengan ugal-ugal an, dan aku bisa mencintainya dengan penuh kegilaan. Akan kurayakan setiap hari bersamanya, agar kenanganku tak menjadi boomerang di masa yang akan datang.
Aku pamit, meletakkan perasaan, mengikhlaskan kenangan, dan merelakan cinta yang tertanam.
Semua perasaan sebelum akad dilantunkan mungkin adalah cobaan, dan inilah yang harus kucobain. Aku yakin tidak gagal dalam mencintainya, yakin dia pun berusaha membangkitkan dan membangun cinta untukku, bersama-sama mengaruhi lautan ombak penuh suka duka.
2 notes
·
View notes
Text
"Bunga"
tidak selalu tentang menyambut kebahagiaan atau kedatangan seseorang, tetapi bisa juga tentang kesedihan atas ditinggalnya seseorang dan mengikhlaskan yang sudah pergi.
2 notes
·
View notes
Text
Sembuh
Ternyata perkataan ini memang benar ada; Kita perlu mengikhlaskan terlebih dahulu apa yang bukan untuk Kita. Dan suatu saat Tuhan akan mengganti semua perasaan (sedih) menjadi kebahagiaan.
Setahun lalu.. Aku menangisi keputusan Tuhan, tentang bagaiamana caranya memisahkanku dengan orang yang paling Aku inginkan. Serakah memang.. Tapi butuh waktu untuk mengerti semua ini.. Dan iya, Dia memang bukan orang yang baik untukku.. Kini.. Perihal tentang itu, Aku ingin menyerahkan semuannya pada-Nya.. Melibatkan apa yang sedang terjadi dalam sujudku..
2 notes
·
View notes
Text
Belajar Mengikhlaskan Takdir
Ada yang bertanya kepada saya tentang ini, dan relate dengan bahasan di kajian yang aku ikutin kemarin.
Poin penting ketika kita tidak ikhlas menerima sesuatu takdir itu adalah karena kita kurang mengenal Allah, kita tidak paham makna dari takdir Allah seperti apa.
Allah menciptakan takdir itu dengan penuhan takaran, Allah menyiapkan takdir dengan sebaik mungkin buat kita. Kalo kita liat di al-quran itu ada di surah Ar-rum ayat 6 "Allah tidak akan pernah mengingkari janjinya, tapi terkadang manusia tidak mengetahuinya".
Allah itu selalu menepati janjinya dengan membawa alur kehidupan bagi kita itu yang terbaik untuk kita.
Kembali ke poin "mengenal Allah", ustadz pernah berkata jika kita tidak mengenal Allah dalam hidup kita, maka hidup kita akan berantakan, tidak akan tau arah, dan hanya akan di penuhi hawa nafsu.
Makanya banyak kasus bunuh diri, karena dia kurang mengenal Allah, dia kurang paham hakikat Allah yang selalu ada bersama kita, yang selalu memberi jalan keluar.
Ustadz menyarankan kita, agar kita bisa ikhlas coba mulai sedikit demi sedikit mengenal Allah, pahami sifat allah, pahami nama nama Allah. Allah itu punya nama Al-Hakim, yang artinya Allah memberikan kepada kita sesuatu yang selalu benar, artinya setiap takdir yang kita dapatkan itu adalah sesuatu yang terbaik untuk kita, walaupun kita rasa itu sangat menyakitkan. Tapi rasa sakit itu buatan pikiran kita saja kan? Kita gak tau maksud Allah memberikan untuk kita, pasti selalu ada hal baik yang kita dapatkan setelahnya.
Saat kita sedang jatuh, percayalah Allah selalu ada untuk kita, menunggu kita bercerita. Terkadang hal pertama yang kita lakukan adalah bercerita ke temen, bukannya ke Allah. Padahal setiap manusia punya masalahnya sendiri-sendiri.
Mulai sekarang, pupuklah rasa ikhlas itu, mulai tanamkan rasa menerima atas takdir Allah, karena ketika kita berbaik sangka kepada Allah maka Allah juga akan berbaik sangka pada kita. Karena Allah adalah sesuai prasangka hambanya kan?
Maka, mari lebih kenali Allah, karena ketika kita semakin dekat dengan Allah maka kita akan semakin ikhlas dalam menjalani kehidupan.
-rekamdiksi
9 notes
·
View notes
Text
Karena hidup bukan hanya tentang terus menerus memiliki apa yang kamu cintai. Tetapi terkadang, hidup juga tentang mengikhlaskan apa-apa saja yang memang tak seharusnya kamu genggam erat di tangan.
20 notes
·
View notes