Photo

Urban Zakapa: Penyegar Suasana
Ditengah hingar bingar industri K-Pop (Korean Pop), ada sejumlah musisi yang tidak berada di jalur mainstream namun memiliki pesona tersendiri yang menarik untuk diikuti perkembangannya. Jika sebelumnya saya pernah menulis tentang Hyukoh yang merupakan band indie alternative rock, kali ini saya akan mengulas Urban Zakapa, trio yang mengusung musik jazz sebagai base-nya.
Meskipun belum lama mengikuti musik mereka, tapi saya mulai menikmati album pertama mereka yang bertajuk ‘01’. Ketiga album yang telah dirilis memang hanya bertajuk angka seperti itu. Meskipun mengusung musik jazz sebagai base, namun musik Urban Zakapa cukup variatif dengan memasukkan vibe mulai dari swing, bossanova, hingga pop yang catchy.
Vokal pria dan wanita yang relatif tinggi melebur dan menghasilkan harmonisasi yang ciamik di kuping. Sebagian besar lirik lagu di album ini berkisar tentang romansa muda mudi sebagai kaum urban, mulai dari jatuh cinta, menjalani hubungan sebagai sepasang kekasih, perasaan tidak ingin berpisah, break dengan kekasih, hingga merasakan manisnya memori bersama mantan kekasih. Penggambarannya begitu sweet dan dewasa, tidak vulgar maupun norak. Secara pribadi, saya suka dengan warna vokal kedua vokalis tersebut, terasa pas.
Track ‘커피를 마시고 (read: Keopileul masigo)’ atau jika diterjemahkan secara bebas menjadi ‘Drinking Coffee’ adalah salah satu track kesukaan saya, vibe-nya lebih ke jazzy pop. Salah satu track lain yang menarik bagi saya adalah ‘Inevitabillity’ yang diawali suara terompet atau trombone dan dentingan piano yang groovy. Vokal wanita memecah bagian awal yang menghasilkan nuansa groovy jazz gitulah. (mohon maaf, penggunaan bahasa suka-suka ya)
Tidak berhenti dengan track-track dengan nuansa jazzy, swingy, poppy, dan up-beat jazz, Urban Zakapa juga memasukkan ballad ke dalam musik mereka. Sebut saja track ‘이별을 건너다 (read: Ibyeol-eul geonneoda)’ atau ‘Cross Farewell/Passing Over a Break Up’ dalam terjemahan bebas, serta pada track ‘그냥 그렇게 (read: Geunyang geuleohge)’ atau ‘Just So’ dalam terjemahan bebas yang lebih banyak diisi oleh vokalis pria.
Lalu ada satu hal lagi yang menarik bagi saya, penggunaan instrumen-instrumen yang melengkapi musik Urban Zakapa. Jika sebelumnya saya menyebutkan penggunaan terompet dan atau trombone, kali ini pada track ‘어색한 로맨스 (read: Eosaeghan lomaenseu)’ atau ‘Awkward Romance’ dalam terjemahan bebas, menggunakan instrumen harmonika yang menghasilkan nuansa jazzy swing dengan vokal wanita yang kuat.
Secara keseluruhan musik Urban Zakapa menarik dan bagi saya sangat cocok untuk didengarkan dalam kondisi apapun, terutama saat sedang menulis, mengerjakan sesuatu, atau sambil menyetir agar tetap segar dan semangat. Saya sedang mencuri-curi waktu untuk mendengarkan album mereka yang lain di tengah banyaknya jenis musik yang sedang saya dengarkan saat ini. Wish me luck! (mirtsa6)
0 notes
Photo
Menikmati Seni Modern dari Farid Stevy
Sebenarnya saya ini bukan orang yang “nyeni” atau punya darah seni atau bahkan paham seni. Sama sekali bukan. Namun saya senang menikmati seni, jadi anggap saja saya ini “penikmat seni”. Dalam ulasan ini saya juga tidak mau sok tau, namun saya hanya ingin memberikan pendapat pribadi terhadap suatu karya seni, utamanya seni modern.
Siapa sih Farid Stevy? Mungkin Anda mengenal logo Kereta Api Indonesia, penikmat makanan ringan Maicih, atau penikmat kopi dari Filosofi Kopi? Ya, logo-logo dari tiga brand tersebut adalah karya ciamik dari Farid. Atau jika Anda mengikuti scene musik indie, Anda pernah mendengar nama Festivalist atau FSTVLST? Ya, vokalis dan orang dibalik lirik lagu band tersebut adalah Farid.
Bisa dibilang dia adalah tukang seni, desainer, sekaligus musisi. Saya menyebut sebagai tukang seni karena karyanya tidak hanya dibidang desain saja, namun juga seni modern. Memang si Farid ini adalah lulusan Desain Komunikasi Visual dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta, namun inspirasi seni justru muncul dari jalanan, lingkungan, orang-orang terdekat, dan isu-isu sosial yang ada.
Farid tergabung dalam Liberation Studio (cek akun Instagramnya di @li.bs.tud) yang mendesain logo-logo yang telah saya sebutkan sebelumnya. Tidak hanya logo dan brand saja, Farid dan rekan-rekannya di LibStud juga mendesain sampul album musisi lain seperti sampul album Sheila on 7 dan Kunto Aji. Konsep album band-nya sendiri (@fstvlst) juga digarap di sini.
Jika memperhatikan karya seninya diluar desain, saya selalu amazed dengan font tulisan tangan Farid yang khas, penggunaan dua warna yaitu merah dan hitam, serta tema-tema yang unik. Keseluruhan gambar memberikan strangely interesting feeling. Sedangkan saya pernah membaca dimana gitu, Farid memang bukan pecinta literatur, namun jangan tanya saat dia menulis kata-kata pada karyanya (baik modern art maupun lirik lagu). Penggunaan diksi dan metaforanya sangat menarik dan menggelitik. Jika Anda penasaran, silakan kunjungi akun Instagramnya di @faridstevy dan untuk karya-karyanya diunggah di @frdstvy.
Diluar mendesain, menulis lirik, dan nge-band, Farid juga berkarya dibidang modern art, membuat mural, dan media lain yang unik. Farid menuangkan karya-karyanya pada clothing, kartu pos, blek kerupuk, tas, dan lain-lain. Tenang saja, jika Anda tertarik, Anda dapat membeli karya tersebut.
Tidak berhenti di situ saja, Farid juga telah berkali-kali mengadakan dan mengikuti pameran seni. Dari informasi yang saya himpun dari laman Biennale Jogja, situs resmi untuk perhelatan seni rupa di Yogyakarta, Farid terhitung telah dua belas kali mengikuti pameran seni. Sejak tahun 2011, dia telah mengadakan pameran seni tunggal dan juga secara grup serta terus aktif hingga pameran tunggalnya yang terkini bertajuk ‘Too Poor For Pop Culture – Too Hungry For Contemporary’ yang diadakan di Kedai Kebun Forum Yogyakarta pada tahun 2016. (mirtsa6)
NB: Maafkan saya kalau gambar yang saya pakai itu screenshot-an, tapi itu lebih baik, itung-itung buat yang penasaran sama karyanya Farid. Ngomong-ngomong, musik Festivalist juga asik, dilain waktu saya akan tulis review ala-ala saya tentang mereka. Juga seputar modern art, saya akan menulis yang lainnya. Nantikan!
#artist#seniman#art#modernart#popart#seni#design#designer#musician#faridstevy#faridstevyasta#fstvlst#festivalist#jogja#yogyakarta#indonesia
0 notes
Photo

Sore Terbaik Bersama Sore
Saya mulai memperbanyak mendengarkan berbagai macam jenis musik saat kuliah. Mungkin saya tidak sadar kapan pertama kali saya mendengarkan musik dari Sore. Akan tetapi setelah melakukan penelusuran saya yakin sekali pertama kali saya mendengarkan musik dari Sore adalah saat mereka mengisi soundtrack untuk film Janji Joni pada tahun 2005. Ya, saat itu saya yang masih SMP tidak tahu dan tidak ngeh.
Sore adalah salah satu band indie yang kaya akan penggunaan instrumen alat musik. Saya memang tidak paham teknis seperti memainkan alat musik, aransemen, dan lainnya, namun entah mengapa musik Sore itu strangely beautiful (frasa yang akan saya gunakan lagi nantinya) dan begitu kompleks. Entah mengapa juga, musik Sore pas sekali didengarkan saat sore hari atau malam hari sebelum tidur.
Di sini saya akan membahas album pertama Sore yang masih lengkap dengan formasi awal, yaitu album ‘Centralismo’ yang dirilis tahun 2005. Track pertama adalah ‘Ada Musik di Dalam’ yang terdengar sorrowful tetapi beautiful, jika tidak salah dengar, saya juga mendengar ada suara derik jangkrik didalamnya hahahaha. Lalu track ‘Aku’ memiliki atmosfer strangely beautiful menurut saya, hanya terdengar petikan gitar, serta liriknya sangat menyentuh.
Beberapa track di album ini memiliki atmosfer yang terdengar strangely beautiful menurut saya, unusual tetapi sangat nyaman didengarkan, ditambah dengan penggunaan wind instrument seperti saxophone dan mungkin klarinet (?). Track ‘Ambang’, ‘Bebas’, ‘Keangkuhanku’, dan ‘She’s So Beautiful’ memiliki nuansa energetic.
Sedangkan beberapa track seperti ‘Cermin’, ‘Mata Berdebu’, dan ‘Somos Libres’ memiliki nuansa yang lebih calming. Untuk track ‘Mata Berdebu’ menurut saya spesial karena adanya alat musik ritmis yang terdengar seperti djembe di telinga saya. Lalu ‘Somos Libres’ merupakan salah satu track kesukaan saya (paling sering saya putar).
Jazz vibe terdengar di track ‘Etalase’, alat musik tiup dan piano mewarnai track ini, begitu menarik dan rasanya membuat badan ingin menari. Track ‘Lihat’ memiliki nuansa jazz, swing dan kind of 70s-80s pop namun kental dengan wind instrument, yaitu saxophone. Jazzy and swingy atmosphere juga saya temui di track ‘No Fruits For Today’ yang merupakan salah satu track kesukaan saya bersama dengan track ‘Somos Libres’.
Beberapa penikmat musik Sore menganggap album ini adalah masterpiece, beserta album kedua mereka yaitu ‘Ports of Lima’ yang dirilis pada tahun 2008. Namun setelah Mondo Gascaro hengkang pada tahun 2012, banyak yang menganggap vibe Sore berubah. Memang Mondo-lah orang dibalik aransemen musik Sore, jadi wajar jika vibe-nya berbeda. Namun karena saya adalah orang yang greedy dengan beragam jenis musik, saya tetap saja menganggap musik Sore itu menarik. (mirtsa6)
0 notes
Photo

Meruntuhkan Tembok Prasangka dan Kebanggaan
Salah satu karya sastra lama (yang baru saya baca tahun lalu, dasar pemalas) yang membekas dalam pikiran saya adalah Pride and Prejudice. Karya Jane Austen ini pertama kali terbit pada tahun 1813. Cerita, karakter, dan nuansa abad 18 dalam novel ini disajikan dalam sudut pandang yang menurut saya modern. Mengapa saya menyebutnya modern? Hal ini dikarenakan pola pikir sang tokoh utama, Elizabeth Bennet, yang tidak seperti kebanyakan perempuan pada masa itu. Judul novel ini sangat mewakili karakter utamanya, Fitzwilliam Darcy yang penuh dengan kebanggaan akan dirinya dan Elizabeth Bennet yang penuh prasangka.
Pada masa itu, seorang gadis mulai dari umur belasan hingga awal umur dua puluh tahun sudah memulai memasuki usia pernikahan. Keluarga Bennet yang memiliki lima orang anak perempuan yang sudah cukup dewasa berharap bahwa putri-putri mereka segera memasuki kehidupan baru sebagai seorang istri dan ibu. Mrs. Bennet juga sangat menginginkan putri-putrinya dapat menikah dengan pria yang kaya dan terhormat agar kehidupan mereka lebih baik.
Keluarga Bennet merupakan keluarga menengah, tidak terlalu kaya, namun juga tidak terlalu miskin. Namun permasalahan pertama adalah, hak waris atas tanah Longbourn (lingkungan tempat tinggal keluarga Bennet) tidak akan jatuh ke tangan putri-putri mereka, melainkan keponakan Mr. Bennet, yaitu Mr. Collins.
Seluruh hubungan yang rumit dimulai ketika ada seorang bangsawan bernama Charles Bingley hendak menyewa rumah di dekat Longbourn, yaitu di Netherfield. Mrs. Bennet melihat kesempatan ini sebagai ajang untuk mendekatkan putri-putrinya dengan Mr. Bingley. Singkat cerita, pesta dansa pun diadakan, Mr. Bingley memang mulai tertarik dengan putri tertua keluarga Bennet, yaitu Jane. Sedangkan Lizzy justru merasa kesal karena bertemu dengan Fitzwilliam Darcy, sahabat Mr. Bingley, yang sombong dan angkuh dengan mengatakan bahwa Lizzy cukup cantik dan ceria, tapi tidak cukup menarik bagi Mr. Darcy.
Saya tidak ingin spoiler, jadi intinya sampai di sini, Lizzy langsung menaruh prasangka buruk terhadap Mr. Darcy. Menurutnya, semua pria kaya itu sombong dan angkuh, terlalu merasa percaya diri dan menganggap orang yang tidak satu level dengannya adalah rendahan. Sedangkan Mr. Darcy dengan segala kebanggannya atas status sosialnya, kekayaannya, dan ketampanannya, mulai merasa tertarik kepada Lizzy, yang meskipun tidak satu level dengannya tapi sama sekali tidak tertarik dengannya.
Konflik menarik kedua adalah hubungan Jane dengan Mr. Bingley yang juga tak kalah berliku-liku. Sejauh berjalannya cerita, kita langsung dapat memahami bahwa sebenarnya keduanya saling jatuh cinta, namun karena perbedaan status sosial membuat adik-adik Mr. Bingley kurang menyetujui hubungan keduanya.
Tokoh yang cukup menarik adalah Mr. Collins, Lady Catherine de Bourgh, dan Mrs. Bennet. Saya berkata mereka cukup menarik karena membawa “bumbu” tersendiri bagi cerita ini. Mr. Collins yang kelewat sopan dan rasa bangga yang berlebihan terhadap patronnya, Lady Catherine de Bourgh yang kaya raya dan religius. Mr. Collins sempat mengajukan lamaran terhadap Lizzy, namun ditolak dengan penuh perjuangan oleh Lizzy.
Lain lagi dengan Lady Catherine de Bourgh yang merupakan bibi Mr. Darcy. Lady Catherine sangat menyayangi keponakannya itu dan berniat menjodohkan Mr. Darcy dengan putrinya. Namun di satu sisi, dia selalu meremehkan siapapun yang tidak satu level dengannya. Apalagi melihat Lizzy yang dianggapnya kurang sopan bagi gadis yang tidak berasal dari keluarga bangsawan.
Sedangkan Mrs. Bennet adalah tipikal ibu-ibu, baik di jaman dahulu maupun di jaman sekarang yang menginginkan putri-putrinya segera menikah, terutama dengan calon yang mapan. Dalam cerita ini Mrs. Bennet digambarkan sebagai karakter yang heboh, bertindak gegabah, mudah panik, dan berpikiran sederhana.
Hal tersebut terlihat dari permasalah yang ditimbulkan oleh Lidya, putri bungsu keluarga Bennet. Lidya terlibat kawin lari dengan George Wickham, anak baptis ayah Mr. Darcy yang membuat banyak masalah terhadap keluarga Mr. Darcy dan menghambur-hamburkan uang.
Kisah menjadi semakin menarik saat Lizzy mengunjungi sahabatnya, Charlotte Lucas, yang akhirnya menikah dengan Mr. Collins. Tempat tinggal mereka, Kent, berdekatan dengan Rosings yang merupakan kediaman Lady Catherine. Melalui kunjungan Lizzy inilah dia bertemu kembali dengan Mr. Darcy yang tanpa disangkanya melamar dirinya. Mr. Darcy mengungkapkan perasaannya yang sesungguhnya kepada Lizzy. Namun Lizzy yang sempat terkejut justru menolak lamaran tersebut karena tidak masuk akal baginya. Selain itu ada alasan-alasan lain yang sebaiknya Anda baca secara langsung. Mr. Darcy yang tersinggung dan marah karena lamarannya ditolak kemudian pergi begitu saja.
Tidak butuh waktu lama bagi Mr. Darcy untuk mendinginkan kepala, ditulisnya sebuah surat untuk Lizzy yang berisi pengakuan, meluruskan tuduhan dan prasangka yang selama ini dilakukan oleh Lizzy, terutama perihal Mr. Wickham yang pernah menjelek-jelekkan namanya dihadapan Lizzy. Inilah hal pertama yang dipertimbangkan oleh Lizzy.
Hal kedua yang menjadi pertimbangan Lizzy untuk mengubah penilaiannya terhadap Mr. Darcy adalah saat kasus kaburnya Lidya dan Mr. Wickham. Mr. Darcy, yang dengan segala kehormatannya dan pernah “ditusuk dari belakang” oleh Mr. Wickham justru menolong mereka berdua dari jurang masalah. Hal ini disampaikan oleh paman Lizzy yang juga dihormati oleh Mr. Darcy, yaitu Mr. Gardiner. Mr. Gardiner mengetahui hal tersebut secara langsung karena Mr. Gardiner juga berperan untuk mencari dimana persembunyian Lidya dan Mr. Wickham.
Dinding prasangka Lizzy terhadap Mr. Darcy perlahan runtuh. Kebanggaan diri Mr. Darcy telah lama buyar karena Lizzy tidak hanya cantik dan ceria saja, namun bebasnya gaya berpikir dan kecerdasan Lizzy sangat menarik perhatian Mr. Darcy.
Kisah ini merupakan salah satu best of the best dimata saya—mungkin juga dimata Anda. Banyak hal yang bisa kita ambil dari sini, terutama tentang sikap, manner, pendidikan, sistem sosial, kekayaan, gaya patriarki yang masih kokoh, dan banyak lagi. Konfliknya rumit karena banyaknya karakter yang saling berhubungan. Namun tidak sulit untuk menghubungkan antara satu tokoh dengan tokoh lainnya, dan tentunya karena diceritakan dengan sangat apik dan menarik. Worth to read! (mirtsa6)
#books#book#goodbook#novel#novels#romance#romancenovel#janeausten#prideandprejudice#classic#literature#classicliterature#elizabethbennet#fitzwilliamdarcy
0 notes
Photo

Bangkutaman Menangkap Saya Ketika Saya “Jatuh”
Saya tidak ingat kapan persisnya saya “berkenalan” dengan Bangkutaman. Namun musik dan liriknya yang bercerita tentang perjuangan kehidupan kaum urban serta beberapa isu sosial langsung dapat meng-hook saya. Grup yang mengusung musik folk (serta beberapa input country dan blues menurut saya) ini terbentuk di Yogyakarta, tepatnya pada tahun 1999 saat mereka masih mahasiswa.
Keempat member yang memperkuat line-up Bangkutaman yaitu vocal dan lead guitar Irwin Ardy, lead vocal dan guitar Wahyu ‘Acum’ Nugroho, vocal dan bass Madava, dan drum Christo Putra. Namun saya sendiri kekurangan informasi siapa yang bermain harmonika dalam beberapa track mereka.
Kali ini saya akan membicarakan first full length album mereka, yang bertajuk ‘Ode Buat Kota’ yang dirilis pada tahun 2010. Album ini menurut saya cukup “liar” dengan warna musik yang cukup beragam seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya.
Di sinilah aku dibesarkan
Di hamparan sungai yang kian hitam
Di ujung jalan sempit yang terus tergenang
Di bawah jembatan ku bernyanyi riang
Demikian sepenggal lirik dari track yang menjadi tajuk album ini yaitu ‘Ode Buat Kota’. Musik yang saya dengarkan bercampur antara folk, pop, dan country. Terdengar genjrengan gitar akustik, tambourine, dan harmonika. Nuansanya asik buat gitar-gitaran dan bakar-bakar di pinggir pantai atau di puncak gunung, juga sembari menikmati perjalanan.
Salah satu track yang kental dengan country sound, plus permainan gitar dan harmonika yang asyik, serta menjadi track kesukaan saya yaitu ‘Coffee People’. Lirik sepenuhnya ditulis dalam bahasa Inggris yang menceritakan tentang kehidupan seorang Jurnalis.
Tidak hanya mengusung folk dan country saja, Bangkutaman juga menghadirkan musik dengan hint beraroma blues (tentu masih dalam koridor Bangkutaman yang mengusung folk). Sebut saja track ‘Hilangkan’, ‘Penat’ (nuansanya “high” dan enak sekali menurut saya), dan ‘Train Song’ yang diawali dengan sound kereta api yang berjalan perlahan. ‘Train Song’ juga menjadi salah satu track kesukaan saya.
Sedangkan track ‘Jalan Pulang’, ‘Alusi’, dan ‘Di Batas Lelah’ terdengar konsisten dengan koridor musik Bangkutaman. Humble, “padat”, namun tetap berenergi. Lalu satu lagi track kesukaan saya yang liriknya terasa “tajam” bagi saya, yaitu ‘Menjadi Manusia’.
Tutup mulut dan coba menunduk
Kita semua yang terkecil
Bangkutaman tidak melulu menulis lirik seputar kehidupan kaum urban dan isu sosial saja, namun juga lagu yang cukup romantis. Salah satu track yang menurut saya cukup romantis baik dari musik dan liriknya adalah ‘Catch Me When I Fall’. Lalu pada akhirnya saya ingin menyampaikan bahwa musik Bangkutaman telah dan akan turut serta dalam menangkap saya ketika saya jatuh, alias membantu saya ketika stuck dengan pekerjaan saya. (mirtsa6)
1 note
·
View note
Photo

Yeah, It’s Yeah Yeah Yeahs!
Trio indie rock dari New York, Amerika ini adalah salah satu favorit saya. Yeah Yeah Yeahs diperkuat oleh vokalis dan pianis Karen O, gitaris dan keyboardist Nick Zinner, dan drummer Brian Chase. Genre-nya meliputi garage rock, garage punk, post-punk revival/new wave revival/garage rock revival (saya kurang paham betul dimana letak perbedaannya) yang memiliki ciri khas distorted guitar sound.
Di sini saya akan membahas album pertama mereka yaitu Fever to Tell yang dirilis pada tahun 2003 (saya masih SMP, dan saya baru kenal musik mereka saat di bangku kuliah).
Sebagian besar musik, vokal, dan liriknya terdengar ‘strong’ dan ‘hype’ (saya tidak menemukan padanan kata yang tepat). Sebut saja track ‘Rich’ yang terdapat suara instrumen yang tidak bisa saya identifikasi, mungkin jika ada yang tahu bisa menginformasikan kepada saya, serta genjrengan gitar yang addictive.
‘Date With The Night’ dengan lengkingan suara tinggi dan growl khas Karen O. Track lainnya antara lain ‘Man’, ‘Tick’, ‘Black Tongue’ (my favorite!), ‘Pin’, ‘Cold Light’, serta ‘No No No’ yang disisipi backsound dan instrumen yang terdengar strange (dan mengingatkan saya dengan musik Bjork). ‘Y Control’ yang dreamy juga menjadi salah satu track kesukaan saya.
Namun tidak serta merta semua track Yeah Yeah Yeahs berkesan kuat, ada dua (dan tiga jika ditambahkan hidden track) track yang cukup “melankolis” yang merupakan salah satu track kesukaan saya yaitu ‘Maps’. Di sini Karen O bernyanyi tidak seperti biasanya (yang biasanya meninggikan pitch suara, scream, hingga growl), terdengar sangat sweet menurut saya. Track dengan nuansa “mild” berikutnya adalah ‘Modern Romance’. Nuansanya benar-benar strange namun teduh. Sedangkan untuk hidden track dengan nuansa serupa adalah ‘Poor Song’.
Beberapa track memiliki konten lirik yang eksplisit (sebut saja ‘Tick’ dan ‘Black Tongue’), namun di beberapa track liriknya terdapat pengulangan kalimat dengan rima tertentu yang tentunya menjadi earcatching. Hingga kini, Yeah Yeah Yeahs memiliki empat full length album dengan ‘Mosquito’ sebagai album terkini yang dirilis pada tahun 2013. God speed Yeah Yeah Yeahs! (mirtsa6)
0 notes
Photo

Kudeta Dibalik Romansa Arok & Dedes
"Mungkin kau lupa. Jatuhkan Tunggul Ametung seakan tidak dari tanganmu. Tangan orang lain harus melakukannya. Dan orang itu harus dihukum didepan umum berdasarkan bukti tak terbantahkan. Kau mengambil jarak secukupnya dari peristiwa itu"—Pramoedya Ananta Toer
Siapa yang tidak kenal nama Ken Arok, Ken Dedes, Tunggul Ametung, serta keris Mpu Gandring? Jika belum kenal ada baiknya Anda mengingat kembali pelajaran sejarah di bangku sekolah. Akan tetapi memang, belajar sejarah yang berisi rentetan kejadian dan tanggal-tanggal penting terkadang membuat jengah dan cepat lupa. Namun jika sejarah tersebut ditulis dalam sebuah roman (yang tentunya sudah dilengkapi dengan bumbu-bumbu tertentu) akan menjadi lebih menarik dan mudah dipahami serta diingat dalam jangka panjang. Salah satu penulis kesukaan saya, yaitu Pramoedya Ananta Toer, selalu berhasil meracik sebuah kisah dengan apik.
Kisah sejarah yang tercantum dalam kitab Pararaton yang dikemas ulang oleh Pram ini bukan sekedar mistis kutukan keris. Kudeta, politik (lagi-lagi saya tercebur dalam kisah berlatar politik), strategi, dan juga romansa.
Tokoh-tokoh pentingnya cukup banyak, dan hubungan antar tokoh juga terjalin dengan baik. Namun disini saya akan menggambarkan hubungan beberapa tokoh sentral. Pertama kita mulai dari Tumapel terlebih dahulu. Tumapel merupakan wilayah kekuasaan kerajaan Kediri yang dipimpin oleh seorang akuwu (semacam pemimpin daerah) yang bernama Tunggul Ametung. Tumapel sendiri merupakan asal-usul kerajaan Singasari yang nantinya didirikan oleh Arok.
Arok sendiri merupakan anak dari Ken Ndog yang dibuang dan ditemukan oleh Lembong, seorang pencuri di wilayah Tumapel. Arok kecil tumbuh menjadi seorang yang berandalan, lihai dalam setiap pergerakan, dan gemar berjudi. Dianggap merugikan, Lembong membuang Arok. Arok kemudian tinggal dan diminta membantu Bango Samparan untuk berjudi. Hingga remaja Arok semakin lihai berjudi dan mencuri, hingga akhirnya Arok bertemu dengan Lohgawe, kaum Brahmana yang bekerja di bawah Tunggul Ametung. Lohgawe percaya bahwa Arok adalah titisan dewa.
Di tangan Lohgawe, Arok belajar banyak dan berkat Lohgawe pula Arok dapat bekerja sebagai pengawal pribadi Tunggul Ametung melalui sayembara yang diadakan oleh Tunggul Ametung. Saat itu, Tunggul Ametung sudah mempersunting Dedes dengan paksaan. Berkat itu Tunggul Ametung mendapat kutukan dari Mpu Parwa, ayah Dedes, bahwa dia akan mati ditikam keris.
Loh kok ceritanya jadi panjang ya, oke, saya terlalu asyik. Saya sebenarnya tidak ingin berkisah panjang lebar, karena akan jauh lebih menarik jika Anda membacanya sendiri. Jadi saya persingkat saja ke konflik utama. Tunggul Ametung adalah seorang akuwu dari kasta Sudra (begitu pula dengan Arok yang merupakan kasta Sudra) yang dengan sombongnya menculik dan memaksa Dedes, seorang putri dari kaum Brahmana. Tunggul Ametung sendiri adalah tipikal pemimpin yang otoriter.
Kekuasaan Tunggul Ametung yang kuno dan otoriter ditentang oleh banyak pihak, sebut saja dari Lohgawe, yang melancarkan strategi mengangkat pasukan Arok. Arok sendiri sudah terlanjur terpikat dengan Dedes dan telah mengetahui semuanya. Dedes yang tidak berbahagia, siap mengkhianati Tunggul Ametung dan telah jatuh cinta pada Arok. Kebo Ijo, pengawal Tunggul Ametung dari kasta Satria yang haus akan posisi. Kebo Ijo sendiri termakan oleh siasat Arok dengan meminjamkan keris miliknya dan selalu dibawanya kemana-mana. Keris itu adalah keris terkutuk buatan Mpu Gandring yang mati oleh keris itu sendiri.
Segala macam intrik telah disiapkan oleh masing-masing kubu. It’s show time! Satu persatu pihak ditumbangkan tanpa ada yang tahu siapa pelakunya. Jika ada satu pihak yang dicurigai, maka tidak ada satupun bukti yang bisa ditunjukkan. Puncaknya adalah ketika Kebo Ijo mabuk berat, Arok mengambil keris tersebut untuk menikam Tunggul Ametung, didepan mata Dedes. Arok memang cerdas, keris tersebut dipercaya oleh banyak orang sebagai milik Kebo Ijo. Di akhir cerita, Arok lah yang mendapatkan semuanya, Tumapel, juga Dedes. Di tangan Arok pula, Tumapel berkembang menjadi sebuah kerajaan besar, yaitu kerajaan Singasari.
Alur ceritanya rumit dan tidak dapat ditebak, namun terus mengundang rasa penasaran. Tokoh yang banyak tidak menghalangi Pram untuk mengembangkan karakternya masing-masing. Hubungan dan chemistry yang terjalin antar tokoh seperti benang yang malang melintang, namun semakin kebelakang semakin jelas asal muasalnya. Romantika Arok dan Dedes begitu mempesona, kehausan Tunggul Ametung terhadap Dedes juga tak kalah menarik. Pergerakan, intrik dan strategi yang dirancang oleh setiap tokoh membuat saya berdebar dan semakin penasaran. Saya yakin bahwa roman Arok & Dedes merupakan roman tersibuk dan sanggup menyedot perhatian pembacanya karena dibawakan dengan cara yang berbeda dibandingkan dengan yang ada di buku sejarah. (mirtsa6)
#book#books#novel#roman#arokdedes#arok#dedes#tunggulametung#mpugandring#lohgawe#keboijo#pramoedyaanantatoer#pramoedya#pram#toer#literatur#sejarah#history
0 notes
Photo

Bernyanyi & Berdansa Bersama Angsa & Serigala
Terbentuk di tahun 2008 (bahkan saya belum kuliah dan belum begitu tahu pergerakan scene musik indie di Indonesia), Angsa & Serigala digawangi oleh tujuh member yang membawakan berbagai macam alat musik, termasuk pianika dan biola. Musiknya juga bervariasi mulai dari folk, alternative rock, juga baroque pop (saya juga mendengarkan ada ska vibes-nya di beberapa track).
Jujur saja saya yang teramat sangat terlambat mengenal Angsa dan Serigala (tepatnya saya baru mendengarkan di kisaran tahun 2014, dan saya masih menantikan karya terbaru mereka selain dua single yang telah dirilis pada tahun 2016 dan 2017), namun musik dan liriknya tetap dapat memikat saya. Keseluruhan lirik ditulis dalam bahasa Indonesia yang teduh dan calming. Musiknya juga sangat kaya akan instrumen. Full length album mereka bertajuk ‘Angsa & Serigala’ yang berisi dua belas track lagu.
“Warna-warni pelangi, bagiku hanya hitam dan putih.”
sepenggal lirik dari track berjudul ‘Hitam & Putih’ begitu mengejutkan saya, kesan lagunya kuat tapi sebenarnya melodinya calm. Salah satu track powerful kesukaan saya adalah ‘Dua Sisi’ dengan bait andalan saya,
“Dua sisi dunia, takkan pernah berubah. Perbedaan yang ada, tak penting semestinya. Hidup ini indah, damaikan dunia.”
Track pemberi semangat bagi saya adalah ‘Bersamaku’, ‘Sesaat yang Akan Sirna’, ‘Muda, Tangguh, & Perkasa’, ‘Bernyanyi’, dan juga ‘Inspirasi’. Warna musik yang dibawakan di setiap track terdengar berbeda, namun nuansanya sama-sama dapat membangkitkan semangat.
‘Tersenyumlah’, ‘Kala Langit Telah Senja’, ‘Bahagia’, ‘Detik & Waktu’ yang kental dengan gesekan biolanya, ‘Menarilah Sendiriku’ menjadi track penghangat suasana dan memberikan kedamaian jiwa (wuih). Ya, itu semua sekali lagi menurut perspektif saya sebagai penikmat musik Angsa & Serigala.
Selain beragam instrumen yang dimainkan oleh ketujuh member-nya, warna lagu Angsa & Serigala juga semakin beragam dengan didukung oleh vokalis pria dan vokalis wanita. Saya berharap Angsa & Serigala segera melahirkan karya baru lagi karena keunikan percampuran instrumen yang mereka bawakan, musik yang earcatching namun juga berkesan strange, serta lirik yang ditulis dengan baik. Sampai bertemu sesegera mungkin! (mirtsa6)
NB: Single ‘Bulan’ yang dirilis pada tahun 2016 merupakan track powerful dengan permainan gitar dan drum yang dinamis. Lalu single ‘Dua Harmoni’ yang baru dirilis tahun kemarin memiliki beat yang fun dengan permainan terompet yang ciamik dan synthesizer (CMIIW ya).
#musik#music#indie#indiemusic#indonesian#folk#alternativerock#baroque#baroquepop#rock#ska#angsaserigala#angsadanserigala
0 notes
Photo

Ketika ‘Politik’ Digambarkan dalam Fabel
I’m not into politics, jujur saja. Bukannya anti atau apatis atau apalah itu. Bukan, sama sekali bukan. Saya cukup update, tapi ya sebatas tahu kabar terkini saja. Paham banget juga enggak.
Namun 'Animal Farm’ karya George Orwell yang dipublikasikan pada tahun 1945 ini berhasil minat saya terhadap apa yang disebut dengan politik. Meskipun ditulis dalam bentuk fabel, yang mana serasa seperti membaca dongeng anak-anak, penulisannya menarik, alurnya dinamis, dan yang paling penting bagi saya adalah pergerakan selanjutnya yang sulit ditebak!
Kisah ini diawali dengan ide dari Old Major, babi tua yang disegani seluruh binatang di Manor Farm milik Mr. Jones, bahwa apa yang dilakukan manusia terhadap binatang peliharaan adalah sebuah penindasan. Namun pemberontakan baru terjadi saat Old Major meninggal, dengan dipimpin oleh dua babi cerdas yaitu Napoleon dan Snowball.
Konflik terbesar dari kisah ini adalah ketika mendapatkan kekuasaan maka akan timbul penindasan lainnya. Ya, setelah para binatang mendapatkan “kemerdekaan"nya dari tangan Mr. Jones, mereka dijajah kembali oleh seekor babi, sesama binatang peliharaan, bahkan dengan cara yang lebih buruk. Setidaknya demikian menurut saya.
Awalnya masih berjalan dengan baik ketika Snowball berencana untuk membangun kincir angin sebagai sumber energi yang akan memudahkan pekerjaan para binatang. Snowball pula yang membawa kedamaian kedua di Manor Farm yang diubah namanya menjadi Animal Farm, setelah penyerangan yang direncanakan oleh Mr. Jones namun harus pergi dengan sia-sia karena perjuangan para binatang untuk mempertahankan Animal Farm.
Pergerakan Snowball yang progresif dan disambut baik oleh seluruh binatang membuat Napoleon iri dan berniat untuk menyingkirkan Snowball. Napoleon memiliki kekuatan pasukan yang lebih kuat dari Snowball yang mengandalkan ide untuk kemajuan Animal Farm.
Setelah berhasil menyingkirkan Snowball dengan cara yang licik, Napoleon mendeklarasikan dirinya sebagai pemimpin tunggal di Animal Farm. Namun pergerakan dan sistemnya dalam memimpin sungguh sangat berbeda jika dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh Snowball. Napoleon juga menanamkan rasa takut kepada seluruh binatang jika tidak patuh pada dirinya, maka mereka akan bernasib sama seperti Snowball.
Bagaimana cerita berkembang? Bagaimana dengan akhir dari nasib Animal Farm? Anda akan lebih excited lagi jika membacanya secara langsung. Intriknya banyak, namun meskipun ceritanya lumayan berat dan pelik, kisah ini cukup mengaduk emosi. Beberapa kelompok binatang digambarkan seperti rakyat dari sebuah negara. Ada yang berusaha mendekati pimpinan, acuh tak acuh, kaum terpelajar, dan juga kaum miskin.
Orwell sangat pandai meracik cerita 'berat’ macam satir politik menjadi lebih mudah dipahami dan tentunya menarik untuk dibaca. (mirtsa6)
NB: Karya Orwell selanjutnya yang masih belum sempat saya baca adalah 1984, seperti yang ada di ilustrasi. Mohon maaf di ilustrasinya ada 2 buku dikarenakan bukunya sudah saya kirim ke rumah jadi tidak bisa difoto lagi.
0 notes
Photo

Tubruk First, Always
Sudah hampir dua tahun berada di Jakarta baru kesampaian mengunjungi Anomali Coffee, salah satu kafe yang menghadirkan menu minuman kopi yang berasal dari kopi lokal unggulan. Sejak di bangku kuliah saya memang ingin sekali mencicipi kopi di tempat ini, karena katanya Anomali Coffee ini ‘embah’-nya penyajian kopi lokal dengan bentuk kafe dan peralatan membuat kopi yang modern. Bagaimana tidak, kafe yang berdiri sejak tahun 2007 ini konsisten menyajikan berbagai macam kopi lokal terbaik dari seluruh wilayah di Indonesia.
Beberapa jenis kopi yang dihadirkan di Anomali Coffee antara lain adalah kopi Aceh Gayo, kopi luwak, kopi ‘black pearl’, kopi Bali, kopi Jawa Gunung Halu, kopi Toraja, dan kopi Sumatra. Kesempatan pertama saya adalah mencicipi kopi Jawa Gunung Halu yang saya pilih untuk dibuat ‘tubruk’ saja. Kenapa saya memesan menu tersebut? Saya selalu penasaran dengan bentuk, rasa, dan aroma ‘raw’ dari olahan biji kopi. Sebagai penggemar kopi ‘abal-abal’, rasanya benar-benar kuat, teksturnya pekat, dan aromanya wangi. Saya juga sengaja tidak menambahkan pemanis agar dapat menikmati kopi original.
Anomali Coffee memiliki beberapa store yang tersebar di area Jakarta yaitu Anomali Coffee Senopati, Kebayoran Baru, Anomali Coffee Kemang Roasting Facility, Anomali Coffee Setiabudi One, di Jalan Rasuna Said, Anomali Coffee Menteng, dan yang terbaru di Jalan Pakubuwono, PIK Avenue Mall, dan Plaza Pondok Indah. Selain di Jakarta, Anomali Coffee juga ada di Ubud, Bali, Bali White House di Kuta, Bali, juga Makassar. Sebagai informasi, saat itu saya dan kakak saya mendatangi Anomali Coffee yang berada di Kemang, Jakarta Selatan.
Di lantai bawah terdapat ruang roasting yang dapat dilihat oleh pengunjung yang memasuki Anomali Coffee Kemang. Sedangkan kafenya terletak di lantai dua. Begitu sampai di ujung tangga, pengunjung langsung disuguhi oleh tumpukan kemasan berbagai jenis kopi dalam berbagai ukuran. Meja dan kursinya tidak banyak, namun suasananya nyaman khas kafe. Selain berbagai macam kopi, Anomali Coffee juga menyediakan berbagai macam pastry dan menu ‘berat’ seperti nasi goreng.
Selain membuka kafe dan menjual biji kopi, dari penelusuran saya melalui laman Anomali Coffee, mereka juga membuka kelas bagi para calon barista. Tidak hanya itu, Anomali Coffee juga menjual beberapa peralatan untuk membuat kopi baik untuk keperluan rumah tangga maupun kafe. (mirtsa6)
#coffee#kopi#indonesiacoffee#kopiindonesia#kopiaceh#kopisumatra#kopijawa#kopibali#kopiluwak#anomalicoffee#anomalicoffeekemang
0 notes
Photo

I’m High
Tidak terkatakan perasaan saya setelah mendengarkan album #Hyukoh #23 ini. Kedua EP yang telah dirilis sebelumnya yaitu #20 dan #22 juga menyita seluruh indera saya untuk menyelami suasana musiknya.
Jika di-googling, genre Hyukoh adalah indie-pop dan indie-rock, tapi jika boleh berkomentar (dengen ke-sotoy-an dan ke-minim-an pengetahuan saya) Hyukoh bermain di berbagai range mulai dari rock'n'roll, swing, ballad, dan something like psychedelia? I don’t know, but it’s something like that.
Di album #23 ini, energi kuat saya rasakan di track ‘Tokyo Inn’, 'Leather Jacket’, 'Wanli’, 'Jesus lived in a motel room’, dan 'Reserved seat’. Suara husky Oh Hyuk begitu powerful dalam track tersebut. Liriknya pun (menurut penafsiran saya sendiri) berkarakter kuat, meskipun agak susah dicerna, terlalu 'artsy’. Ya, menurut saya lagi, lirik Hyukoh memang sebagian agak susah dicerna (padahal sudah dalam bentuk terjemahan, entah berbahasa Inggris atau Indonesia).
'Burning youth’ menjadi pembuka yang manis, dan ditutup dengan track keduabelas 'Surf boy’ yang terkesan santai namun tetap berenergi. Track senada berikutnya adalah '2002WorldCup’. Ketiga track tersebut saya rasa sangat cocok diputar saat berkendara atau berjalan kaki.
'TOMBOY’ merupakan salah satu track favorit saya, yang terkadang ketika didengarkan sebelum tidur membuat saya menangis tanpa sebab, hanya merasa sedih saja. 'Die alone’ sendiri saya deklarasikan sebagai spiritual song saya.
'Simon’ dan 'Paul’, dua track yang saya anggap sebagai dua bersaudara tersebut memiliki nuansa yang berbeda. 'Paul’ diiringi dengan dentingan piano yang indah, sedangkan 'Simon’ bernuansa blues? I think so.
Oh Hyuk tidak sendirian dalam membangun musik Hyukoh yang indah dan mampu memberikan nuansa “strange” bagi saya. Lim Hyunjae yang memberikan melodi-melodi melalui gitar dan terkadang piano. Im Donggun yang pendiam menyumbangkan betotan bass yang dinamis. Lalu Lee Inwoo yang ceria menggiring musik Hyukoh melalui permainan drumnya.
Saya agak kecewa karena terlambat mengenal Hyukoh, sehingga saya juga tertinggal informasi konser Hyukoh di Jakarta. Namun tak apa, rilisan fisik sudah saya dapatkan, dan saya menantikan konser di Jakarta yang akan datang (entah kapan) serta karya terbaru mereka. (mirtsa6)
#music#indie#korean#koreanmusic#indiepop#indierock#rocknroll#blues#swing#psychedelia#hyukoh#ohhyuk#hyunjae#donggun#inwoo
0 notes
Text
The Beginning
Ternyata, hidup selama lebih dari seperempat abad belum bisa menghantarkan diri ini untuk mengenal diri sendiri. Keluarga, teman, dan siapapun seringkali membantu saya untuk mengenal diri saya sendiri. Bahkan, ‘benda mati’ pun sanggup untuk membuat saya semakin mengenal diri sendiri.
Pun saya yakin, sampai akhir hidup saya nanti, saya tidak akan selesai untuk mengenal diri sendiri. Maka dari itu, proses mencari dan mengenal diri sendiri ini ada baiknya untuk ditulis, dibagikan, dan siapa tau melalui tulisan yang dibagikan tersebut saya semakin dapat mengenal diri saya sendiri.
Apa yang akan saya hadirkan dalam tulisan-tulisan saya nantinya adalah hal-hal yang biasa saya temui, mengungkapkan perasaan saya terhadap hal tersebut, dan (mungkin) sedikit trivia tentang hal tersebut.
Tidak ada urutan tertentu, namun sejumlah hal yang akan saya ‘bicarakan’ adalah tentang buku, musik, art (mostly modern and pop), film, fashion, dan sejumlah hal lainnya dari sudut pandang saya.
Terakhir, boleh juga berbagi kepada saya, memberikan masukan, atau apapun, untuk sekali lagi, membantu saya mengenal diri sendiri. (mirtsa6)
0 notes