Tumgik
rizkyabdilah · 10 years
Text
It's not about you
Whatever you say
It's not about you
It's all about him
0 notes
rizkyabdilah · 10 years
Text
Ikhlas, Pamrih dan Kecewa
Menjadi sebuah hal yang wajar (dan layak) ketika kita mengharapkan suatu kembalian dari apa yang telah kita lakukan, atau paling tidak kita mendapat perlakuan yang (hampir) sama dengan hal yang kita lakukan ke orang lain.
Contoh dalam kehidupan sehari-hari, misal kita membantu seseorang dalam kesulitannya kita pun berharap suatu saat jika kita menghadapi kesulitan yang sama kita dibantu oleh orang tersebut. Hal yang paling simpel misalnya kita berprasangka baik ke orang, kitapun ingin orang lain berprasangka baik ke kita.
Pamrih
Masalahnya bagi sebagian orang, jika kita mengharap kembalian atas apa yang sudah kita lakukan itu namanya pamrih, dan pamrih termasuk sikap yang tidak baik. Lalu apa kita tidak boleh pamrih?
"Ya tentu tidak boleh", begitu mungkin jawaban kognitif sebagian orang. Teorinya memang seperti itu, tapi menjalani praktiknya di kehidupan nyata apakah semudah mengucap teorinya? Tidak.
Kecewa
Tumblr media
We see what we want to see, and we only listen to what we want to hear
Kita hanya ingin melihat apa yang ingin kita lihat dan kita hanya ingin mendengar apa yang ingin kita dengar
Kenyataannya sering tidak seperti itu, kenyataan tidak selalu berjalan sesuai rencana atau ekspektasi kita.
Ketika hal tersebut terjadi, yang terjadi adalah perasaan kecewa. Kecewa karena orang lain tidak memperlakukan kita seperti kita memperlakukannya. Mungkin kita selalu berprasangka baik kepada orang, siap membantu jika ia kesulitan, tapi ketika posisi berbalik dan kita yang sedang butuh bantuan, apakah mereka mau menolong? Belum tentu.
Reality
Aku memikirkan hal ini sepanjang perjalanan pulang, sampai akhirnya aku makan di warung pinggiran jalan, selesai makan lewatlah pasangan suami istri meminta-minta sumbangan (suaminya tuna netra). Aku melihatnya sekilas lalu terpikir sebuah kondisi ideal bagaimana jalannya keadaan jika peminta sumbangan tadi diberi sumbangan.
Pertama orang memberi uang kepadanya, diterima, lalu dia mendoakan yang memberi tadi, sang pemberi uang tadi tersenyum, kembali duduk lalu peminta sumbangan pergi dan bisa mulai menggunakan uang tadi, selesai.
Sampai disitu adalah kondisi idealnya, dengan kondisi ideal tadi si pemberi sumbangan apakah lantas mendapat hak untuk didoakan (yang baik-baik) oleh penerima sumbangan? Apa lantas penerima sumbangan wajib memberi senyumnya kepada pemberi sumbangan?
Lalu sebaliknya jika peminta sumbangan tidak dapat uang apa lantas ia berhak untuk memasang wajah kecut kepada yang tidak memberinya sumbangan? Apa dia juga berhak mengumpat dengan mengatakan "pelit"?
Was wes wos, pertanyaan-pertanyaan tadi muncul bersaut-sautan, sampai aku melewatkan giliranku untuk bisa memberi sumbangan.
Tak begitu lama orang disebelahku langsung mengambil uang di sakunya lalu berlari mengejar pasangan suami istri tadi untuk memberikan uang tersebut ke bapaknya, karena bapak tadi tuna netra maka uangnya diselip-selipkan di tangannya, setelah selesai orang tadi kembali duduk, tersenyum dan kembali ngobrol-ngobrol ringan dengan temannya.
Subhanallah, ternyata Aku terlalu sibuk berpikir sampai kehilangan kesempatan berbuat baik. Orang tadi memberi tanpa banyak berpikir apa yang akan dia dapat, Ikhlas? entah, tapi yang pasti orang tadi sudah melakukan satu kebaikan, sedang Aku? Aku hanya termangu-mangu memanjakan pikiranku.
Moral Story: If you don't want to be disappointed, make sure you expect nothing in return, biarkan Tuhan yang membalas :)
0 notes
rizkyabdilah · 10 years
Text
Entah Dimana
Tiba-tiba aku merasa Telah begitu lama mengenalmu Bukan hanya akrab Tetapi dekat Pada suatu masa Jauh sebelum aku mati Bahkan lama setelah aku lahir Dan pada jarak antara kelahiran dan kematianku Aku merasa pernah bersatu denganmu Entah dimana
- biji.salax
Poetry that represent my feeling right now
0 notes
rizkyabdilah · 10 years
Text
Cerita Kehidupan #19 bag 1
Terlalu banyak hal yang ingin dibicarakan.
Sekumpulan pikiran tertinggal yang menuntut untuk diungkapkan.
Perlahan kehilangan makna seiring berjalannya waktu.
Hingga akhirnya tak berarti apapun.
0 notes
rizkyabdilah · 10 years
Text
Things I like about coffee
Things I like about coffee
coffee is hot
coffee makes me exited
coffee is good enought to have every day
coffee smells good
coffee makes you nervous some times
coffee gives you warm and fuzzies
even when coffee is too strong or too weak, it's still good
Things I like about you
pretty much the same as coffee
Tumblr media
Source: Blackboard Bang Naping untuk yang jauh disana, May, 29 2014.
ps: segala typo dan salah grammar asli dari yang bikin, tidak boleh dirubah, toh yang penting ngerti maksudnya :))
0 notes
rizkyabdilah · 11 years
Text
Beautiful Code
Tumblr media
Sering entah karena kita sedang diburu deadline atau karena dasarnya kita tidak peduli, dan merasa yang penting pekerjaan selesai cepat, tidak mau tahu apa sudah bagus atau belum hasil pekerjaan kita.
Sering juga kita tidak berpikir jauh ke depan, apakah kode script yang kita tulis itu jika dibaca oleh orang lain, dia akan dengan mudah mengerti tanpa perlu bertanya terlebih dahulu, atau malahan kita tidak memikirkan jika suatu saat kita buka kembali kode yang kita tulis dulu malah membuat kita bingung "ini kode maksudnya apa ya?"
Hal tersebut seringkali terjadi jika mindset kita sudah tertanam kata "yang penting selesai dan program jalan dengan benar". Memang pemikiran tersebut tidak salah, seperti filosofi dalam bahasa pemrograman Ruby "Multiple ways of doing it is A Good Thing". Artian kasarnya ada banyak cara untuk mencapai satu tujuan.
Memang benar, ada banyak cara untuk mencapai satu tujuan (tujuan: program berjalan sesuai keinginan), tapi aku sendiri lebih setuju pada filosofi di bahasa pemrograman Python "There should be one-- and preferably only one --obvious way to do it.". Artian kasarnya hanya ada satu cara untuk menyelesaikannya (dan harusnya itu cara yg terbaik).
Mungkin padanannya tidak cocok jika dihadapkan dengan kasus yang sedang kuhadapi, tapi setidaknya bisa sebagai bayangan.
Misalkan pada suatu sistem pemesanan tiket kereta terdapat bagian untuk memilih kursi (biasa dinamain seating chart). Pada kasus ini aku mempunyai sebuah fungsi untuk mengubah status kursi dari ter-booking menjadi tersedia. Berikut contoh codenya, kebetulan asal aku tulis dengan PHP agar mudah dipahami
Kode tersebut sudah berjalan sesuai yang diinginkan, hanya saja kemudian muncul kebutuhan untuk menolak permintaan mengganti status kursi jika kursi tersebut sudah terjual, atau gampangnya jika status kursi tersebut sama dengan "3".
Maka dengan quick fix, selesailah kebutuhan tadi, cukup dengan menambahi pengecekan jika status kursi sama dengan 3 maka akan ditolak (function return false). Hanya saja kemudian muncul masalah, atau lebih tepatnya muncul kebutuhan lain, yaitu ada beberapa case yang tetap memerlukan untuk mengubah status kursi menjadi tersedia tidak peduli status kursi tersebut sudah terjual atau belum (misal kursi dibatalkan pembeliannya)
Sekali lagi dengan quick fix, ditambahkan parameter baru di fungsi tersebut, namanya bypass, gunanya jika bypass di set true maka tidak akan melakukan pengecekan status kursi, simpel. Tapi justru disitulah masalahnya, lihat kode di atas, return value dari fungsi tersebut saja ada 3, terbayang jika kebetulan ada orang lain yang harus men-debug blok fungsi tersebut, terlebih dahulu dia harus memastikan blok return mana yang dieksekusi, memasang trap debug di masing-masing blok return, sangat tidak efektif dan membosankan.
Lalu karena merasa kode tersebut tidak efektif dan karena alasan kemanusiaan lainnya (kasihan yang baca kode nantinya) maka dilakukan iterasi agar kode tersebut lebih manusiawi. Dengan menambahkan "sedikit" if sehingga blok return yang dibutuhkan cukup satu saja.
Memang benar, blok return hanya satu, tapi setelah dibaca ulang justru kode ini malah membuat bingung. Terlalu banyak blok if.
Di pikir-pikir lagi, sepertinya harus di iterasi lagi kode ini, pasti ada cara yang lebih simpel. Akhirnya setelah dibaca-baca ulang kodenya terlintas pemikiran, "Oh, iya kan bisa pakai operator OR".
Diatas adalah hasil finalnya, lebih simpel, lebih mudah dibaca dan lebih hemat LoC (Line of Code), sebagai pemanis ditambahi komentar agar memudahkan pembaca kode berikutnya :).
Kembali ke judul post "Beautiful Code". Semua solusi sebenarnya sudah berjalan sesuai keinginan, dan program pun berjalan dengan benar. Tapi apa efek ke depannya jika tetap menggunakan solusi nomor 3, atau bahkan nomor 4?
Tentu tidak ada yang tahu, tapi bisa saja esok-esok hari ada teman kerja kita yang bertanya, "Eh, itu kode untuk apa sih? Bacanya gimana?" atau malah yang lebih parah karena teman kita malu untuk bertanya atau sudah terlanjur emosi melihat kode yang kita tulis acak adut susah dibaca, dia jadi berpikir "Ah, kode nggak jelas gini, aku tulis ulang sajalah.. Ctrl-A + Delete" hahaha.
Memang hal kecil, tapi justru hal kecil/detail kecil lah yang membedakan seorang profesional dengan seorang amatir. Seperti kata pepatah "The Devil is in the Details".
Sekian blog post nya, semoga berguna dan sukses menghilangkan mindset "yang penting selesai" :)
Zen of Python
Beautiful is better than ugly.
Explicit is better than implicit.
Simple is better than complex.
Complex is better than complicated.
Flat is better than nested.
Sparse is better than dense.
Readability counts.
Special cases aren't special enough to break the rules.
Although practicality beats purity.
Errors should never pass silently.
Unless explicitly silenced.
In the face of ambiguity, refuse the temptation to guess.
There should be one-- and preferably only one --obvious way to do it.
Although that way may not be obvious at first unless you're Dutch.
Now is better than never.
Although never is often better than *right* now.
If the implementation is hard to explain, it's a bad idea.
If the implementation is easy to explain, it may be a good idea.
Namespaces are one honking great idea -- let's do more of those!
0 notes
rizkyabdilah · 12 years
Text
Beginilah Harusnya Seorang Founder Startup Menghandle Customernya
Salah satu enaknya bekerja di startup itu kita punya kesempatan lebih untuk bertemu dengan orang-orang yang bisa dibilang sebagai rockstar di bidang startup. Rockstar disini aku maksudkan sebagai orang-orang yang bisa dibilang sebagai "key player" di bisnis startup, berbeda jika misal kita bekerja di perusahaan yang sudah mapan, biasanya kita hanya bertemu dengan rekan satu kerja (untuk yang ini sebetulnya tergantung dari posisinya juga).
Tumblr media
Kebetulan hal itu yang terjadi padaku hari ini. Hari ini kebetulan aku meeting dengan tim Veritrans. Sebenarnya bukan hal yang baru aku meeting dengan tim dari perusahaan lain, karena sudah sering aku ikut tim produk meeting dengan tim dari perusahaan lain untuk memberi masukan dan menjawab pertanyaan seputar/terkait teknis. Tapi ada satu hal yang membedakan disini. "How they handle their customer" mungkin kata yang tepat untuk penggambaran. Cara mereka menghandle customer sangat bagus, persis seperti cerita-cerita yang sering aku baca di Hackernews.
Sebelum aku cerita panjang lebar ada baiknya aku ceritakan terlebih dahulu apa itu Veritrans. Veritrans adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang online payment khususnya dalam hal pemrosesan transaksi kartu kredit. Jika ada yang pernah tahu Doku atau Stripe, Veritrans kurang lebih seperti itu.
Veritrans sendiri merupakan perusahaan payment gateway dari Jepang yang masuk ke Indonesia melalui bendera PT Midtrans, salah satu perusahaan di bawah grup Midplaza.
Sejauh yang aku ketahui, grup Midplaza itu dipunyai oleh Rudi Suliwan. Kebetulan salah satu peserta meeting kali ini adalah Ryu Kawano Suliwan, yang jika dilihat dari nama belakangnya Suliwan, memang Ryu adalah anak dari Rudi Suliwan.
Ryu sendiri pernah bekerja di perusahaan multinasional di Amerika dan Jepang, mungkin latar belakang itulah yang membuatnya mempunyai skill lebih dalam hal menghandle customernya. Dan hal itu pula yang menginspirasiku hari ini.
Foto Ryu diambil dari akun twitternya
Tumblr media
Banyak sebenarnya jika mau dilist satu persatu apa kelebihan dia dalam menghandle customernya, tapi inti utamanya adalah dia selalu mau mendengar dan menghargai keluhan, kesulitan ataupun saran dari customernya.
Contoh paling gampang adalah dia selalu menanyai apa kesulitanku, apa saran dariku dan apa yang membuatku kesulitan dalam menggunakan produknya. Hal ini penting karena dengan begitu customer akan ikut merasa memiliki, dan jalannya pengembangan produk akan berjalan positif.
Selain itu ia juga selalu menghargai apa yang dikatakan customernya, dan jika perlu ia membuat suatu pengecualian/perubahan untuk memberikan solusi pada problem yang dihadapi customernya. Memang customer tidaklah selalu menjadi raja, dan customer bukanlah segalanya, karena customer yang aneh-aneh justru akan menyusahkan kita. Tapi kesan 1 customer yang jelek bisa berakibat buruk pada produk kita. Seperti yang pernah dikatakan oleh Mark Zuckerberg (todo add link).
Cara mengambil keputusannya pun sangat fleksibel, tidak seperti pada kebanyakan perusahaan-perusahaan besar, yang biasanya sangat strict pada aturan baku, hingga mengakibatkan untuk berkembang jadi agak tersendat. Hal ini juga penting, karena untuk mengatasi problem-problem yang behaviournya cepat berubah, perlu adaptasi perubahan yang cepat pula.
Begitulah mungkin yang bisa aku ceritakan disini, sedikit saranku bagi teman-teman yang mungkin sekarang lagi skripsi dan sebentar lagi mau lulus kuliah, tidak ada salahnya perusahaan pertama tempat kamu bekerja itu di startup, tentunya startup yang punya potensi besar untuk berkembang. Karena menurut pendapat pribadiku, kesempatan kita untuk berkembang di perusahaan startup lebih besar daripada jika misal kita di perusahaan yang sudah mapan, karena jika di startup kita biasanya ikut menentukan atau minimal ikut mengetahui bagaimana proses bisnis sebenarnya tempat kita bekerja, jika di perusahaan yang sudah mapan biasanya kita hanya menjalankan apa yang sudah dirintis/disusun oleh pendiri perusahaan sebelumnya (sekali lagi ini tergantung dari posisi yang diduduki).
Pengalaman dan network yang didapat pastinya akan sangat berguna jika misal nantinya kita memutuskan untuk membuat perusahaan sendiri :).
1 note · View note
rizkyabdilah · 12 years
Text
Andi [1]
Tumblr media
Sore itu di daerah Pantai Losari lenggang-lenggang saja, hanya nampak muda-mudi yang sedang bengcengkrama dengan pasangannya menunggu matahari tenggelam. Hanya Adit yang nampak sibuk memotret keadaan sekitar, mungkin karena bukan musim liburan pengunjung Pantai Losari kali ini mayoritas hanyalah masyarakat lokal sekitar, karena sudah terbiasa dengan Pantai Losari, jadi tak ada perlunya mereka mengambil-ngambil foto.
Di tengah kekikukan-nya Adit meneruskan memfoto sambil berjalan-jalan di daerah Pantai Losari. Terdiam dia sejenak, di kejauhan nampak dara cantik yang dikiranya ia baru turun dari kayangan.
Dengan sedikit ragu ia berjalan ke arah wanita itu, sedikit demi sedikit mulai terlihat jelas wajahnya, setelah yakin 100% kalau wanita yang dilihatnya itu Putri Pariwisata yang pernah dilihatnya di televisi, Adit pun langsung mempercepat langkahnya dan buru-buru ingin menyapanya.
"Maaf, benar kamu Putri Pariwisata itu?" tanya Adit sambil terengah-engah, "Eh.. Iya, ada apa ya?" jawab wanita itu. Kontan Adit langsung sumringah, nggak disangka-sangka wanita cantik yang selama ini cuma dilihat Adit lewat televisi atau iklan koran itu sekarang tepat berada di depannya.
"Kenapa mas?" tanya wanita itu sambil melempar senyum ke Adit. Adit yang kelihatan kikuk itu mencoba menguasai dirinya, "Ah.. Saya sering lihat mbak di televisi" jawab Adit sekenanya, "kenalin, saya Adit?", "Oh.. Natassa, Andi Natassa" jawabnya.
Dilihat-lihat dari atas sampai bawah bidadari yang sedang ada di depannya itu, berperawakan bagus, dagu sedikit runcing dan bola mata yang bundar dengan warna hitam dan putih yang sangat kontras perbedaanya itu sungguh enak dilihat. Rambut panjang, lurus dan warna kulit coklat manis khas Indonesia tengah itu seakan mempunyai daya magis dan tingkat kecantikan tersendiri.
Heran Adit melihatnya, wanita cantik begini kok namanya Andi ya? gumamnya dalam hati. Jadi teringat ia akan temannya yang bernama Andi, lelaki, badan besar dan berbulu lebat, masuk golongan Arab kiranya.
Dalam sekelebatan mata Adit masih bingung dengan yang ada di depannya, masa iya sih wanita cantik begini namanya nama laki, apa transgender kali ya?, kali ini pikirannya ada di berita koran yang dibacanya tadi pagi, tentang transgender yang sedang marak di negeri Siam.
Pikirannya yang mulai kacau itu hilang tiba-tiba, "Mas mau kemana?" tanya Natassa, "Eh.. anu keliling sini saja" jawab Adit yang kikuk karena pikirannya kemana-mana "Boleh saya minta foto berdua sama mbak?", tanpa menggubris jawaban Natassa, Adit langsung tolah-toleh mencari orang untuk dimintai tolong mengambilkan foto.
Ckrek, "Sekali lagi mas" seru Andi pada orang yang memegang kameranya itu, ckrek, kali ini Adit bergaya sok cuek dengan Natassa terus tersenyum, hingga jika dilihat hasil fotonya terkesan si Natassa yang mau minta foto bareng Adit. Pikir Adit dalam hati, peduli amat dengan transgender, yang penting aku dapet foto bareng Natassa.
Dalam perkenalannya di televisi dan koran memang nama Putri Pariwisata itu hanya tertulis Natassa, tanpa ada embel-embel Andi didepannya.
"Nat... Take 2 sebentar lagi ya..." seru orang dari balik pohon yang tidak terlihat batang hidungnya itu. "Iya bang, 86!" jawab Natassa, "Oh ada sibuk pemotretan ya? yasudah saya lanjutkan keliling-keliling, senang bertemu dengan kamu, Natassa" kata Adit tiba-tiba mengambil kesimpulan. Tak berapa lama sudah hilang Adit di hadapan Natassa.
Baru berapa menit berjalan, Adit tiba-tiba kaget dengan sapaan "Hei, kamu mau kemana?" tanya Natassa dengan semangat. "Eh.. eh.. anu, mau ke agen tiket di seberang sana, kamu mau kemana?" jawab Adit sekenanya, permunculan Natassa yang tanpa diduga-duga membuat Adit kikuk lagi, dengan tersenyum Natassa menjawab "Tiket? Memang mau kemana?" tanya Natassa lagi, tanpa memperdulikan pertanyaan Adit sebelumnya.
Setelah Adit mampu menguasai dirinya dan hilang rasa kagetnya dengan mantap Adit menjawab: "Mau ke Kendari, keliling Sulawesi","Oh, kapan?", "Nggak tahu, besok malam mungkin, liat dulu jadwal bisnya", "Memang kamu mau kemana?", "Kendari, kan tadi sudah kubilang", "Eh, iya ya. Kamu bukan orang sini ya?", "Iya, aku jalan-jalan aja kesini, aku aslinya dari Surabaya, baru dateng ke Makassar pagi tadi naik kapal dari Tarakan".
"Wah dari Kalimantan ya? sempat liat Orang Utan nggak? Pulau Derawan?" berondong Natassa. "Cuma ke Derawan sama pasar Apung, nggak sempet liat Orang Utan", "Wah sayang, seperti ada yang kurang kalau kamu ke Kalimantan tapi nggak lihat Orang Utan." jawab Natassa yang terkesan menggurui "Di sini nginep dimana? udah dapet?", "Belum, rencananya mau di jalan apa itu... aku lupa, tiga blok dari Pantai Losari pokoknya" jawab Adit.
"Uhm, sendirian aja?" tanya Natassa lagi, "Iya, memang rencananya pingin Solo Traveling", "Ya ya ya" jawab Natassa seakan tahu apa yang dipikirkan Adit, "Jadi kamu malam ini masih disini kan?", "Iya, memang kenapa?" tanya Adit.
"Kalau mau nanti malam kesini aja, jalan jalan di Pantai Losari, kamu nggak ada temen juga kan?" tanya Natassa sekaligus menghakimi Adit, seakan Adit harus patuh dan menerima ajakan Natassa.
Ajakan? aku diajak Natassa? Putri Pariwisata, Duta Indonesia yang sering masuk berita di televisi dan iklan-iklan di koran nasional itu, Ha? masa iya sih. Masih tidak percaya si Adit, seakan ia tidak percaya dengan sistem pendengarannya. "Emm.. em..." masih ragu Adit, tidak tahu dia apa yang harus diperbuatnya kali ini, takut salah tingkah, memang sejak kecil Adit tidak terbiasa berbicara dengan makhluk terindah itu, wanita. Wajar kalau sekarang ia kelihatan kikuk di depan wanita cantik jelita itu.
Baru mau mengiyakan tiba tiba suara ringtone handphone Natassa berbunyi, lagu Jepang kiraan si Adit. "Halo? ... enggak, ini sama temen ... iya, ini aku jalan kesana" tut, "manajerku, katanya sudah siap tempat pengambilan fotonya" kata Natassa setelah menutup teleponnya, "Ya sudah, sampai ketemu nanti malem ya?" kata Natassa sambil berpaling ke arah bangunan tempat tadi bertemu dengan Adit.
Masih dengan perasaan bingung campur senang Adit melihat Natassa jalan dari belakang, sungguh anggun, seperti seorang model yang berjalan diatas catwalk, secara tak sadar tersenyum-senyum sendiri Adit melihat peragaan itu, tak berapa Natassa berhenti di persimpangan, menunggu rombongan besar yang lewat di depannya, menoleh ke kanan terlihat barisan rombongan itu masih panjang, agak lama lalu dia menoleh balik setengah badan ke arah belakang dan entah disengaja atau tidak pandang matanya bertemu dengan pandang mata Adit, Adit yang sedari tadi memperhatikan Natassa dari belakang kegagapan mengetahui dirinya ketahuan memperhatikan Natassa. Tanpa disangka-sangka senyum Adit berbalas senyum juga dari Natassa.
"Hihihi, mimpi apa ya aku semalam? Bisa ketemu Natassa, di tempat kelahirannya pula" gumam Adit dengan masih setengah tidak percaya "Ah, cantik betul memang wanita bugis itu,".
Setelah Natassa hilang dari pandangan, segera Adit berdiri untuk melanjutkan tujuan ke agen tiket bus malam yang berada tidak jauh dari Pantai Losari itu. Saat berdiri kontan Adit merasa ada yang berat dibelakangnya, "Oh iya, carrier ini belum turun juga, ke penginapan dulu aja lah". Tujuan pun direvisi, dengan langkah kaki mantap ia berjalan menuju ke penginapan yang ditunjukkan peta Google Maps di Android miliknya itu, "Tinggal lurus, ketemu gang masuk, dua perempatan lalu belok kiri, ah gampang".
Sambil tersenyum-senyum tidak jelas Andri berjalan ke arah penginapan, sambil sekali-kali menoleh ke arah gedung tempat pemotretan Natassa, dari kejauhan Adit pun bisa mengrasai, "Ah, cantik betul memang". -bersambung-
***
Cerpen: Andi
Oleh: Rizky Abdilah
Tertanggal: Jakarta, 9 Desember 2012
*) tokoh dalam cerita ini merupakan tokoh fiksi yang tidak ada dalam kehidupan nyata
0 notes
rizkyabdilah · 12 years
Text
Solo Traveling Jawa Tengah: Semarang yang Lesu [3]
Keliling pasar Johar jam tujuh pagi gara-gara handuk ketinggalan. Kecerebohan lama yang sering terulang.
Sejak malam hari sebelum berangkat semua barang sudah di packing, tujuannya untuk jaga-jaga kalau besok pulang kerja telat, jadi nggak perlu packing lagi langsung cangklong tas.
Karena paginya handuk dibuat mandi, jadinya dijemur dulu biar kering. Tapi waktu sorenya pulang kerja lihat tas yang sudah siap, langsung aja dibawa. Sampai penginapan, bongkar-bongkar tas baru inget handuk belum kebawa, huh.
Pagi itu pasar sepi, belum banyak yang buka. Pikirku pasti ada libur, tapi libur apa? Yang libur kan cuma Jakarta, libur pilkada. Lelah keliling-keliling pasar yang sepi dan tak kuat menahan perut yang keroncongan, mampirlah aku di warung soto.
Sesendok dua sendok, terjadilah basa-basi dengan penjual soto. "Hari ini libur ya mas? Kok toko-toko pada tutup?", tak lama mas penjual soto menjawab, "bukanya siang mas, jam 10-11an, enggak kayak dulu lagi" jawabnya dengan senyum.
Hah? Jam 10? Serius? Bahkan pedagang sayuran pun nggak ada, jauh banget kalo dibandingin sama Jakarta atau Malang. Jam 5 pagi pasar sudah penuh dengan penjual sayur dll. Di kedua kota tersebut jam 10 sudah hampir bersih dari pedagang sayuran, digantikan pedagang lain. Apalagi Jakarta, di daerah pasar minggu, nggak pernah mati pasarnya, 24 jam selalu ada aja yang jualan.
Di tengah makan, datang ibu setengah baya. Setelah memesan soto, ia tanya ke penjual, "bakso sebelah nggak jualan mas?". "Enggak bu, (setengah berbisik) sepi..)",  jawab masnya. "Oh tanggal tuwo mungkin ya?" balas ibunya. Hmmm, benar juga sih, tanggal 20 bisa dikategorikan 'tanggal tua'.
Setelah percakapan itu aku jadi sedikit mengerti kenapa orang sering bilang ekonomi di Semarang lesu. Bahkan banyak yang bilang Semarang itu 'cuma' jadi kota transit (hanya lewat).
0 notes
rizkyabdilah · 12 years
Text
Tentang Buah Pikiran yang Tertinggal
Tumblr media
Minggu, 21 Oktober 2012, hari ini aku meng-update status di beberapa socmed yang mana aku mendaftar disitu. "Tentang pikiran yg tertinggal, pergolakan dlm hati ketika ragu utk berbuat, rasanya semua org pasti pernah merasakannya...".
Mungkin seperti itulah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan hati yang sedang aku rasakan. Ragu-ragu, lalu karena terlalu lama memutuskan akhirnya lepaslah kesempatan itu.
Sedikit rancu dan membingungkan memang kalau dijelaskan melalui tulisan, lebih enak kalau diberi gambaran kejadian riil-nya.
****
Cerita 1.
Di dalam kelas Algoritma dan Struktur Data sang dosen yang paling diseniorkan ini (mahasiswa yang pernah diajarnya sekarang sudah jadi dosen juga) menerangkan kalau range nilai yang bisa ditampung oleh integer itu antara -32768 sampai 32767 (signed), -2 pangkat 15 sampai 2 pangkat 15 minus 1. Sang dosen juga menjelaskan kalau nilai integer itu oleh komputer dialokasikan sebanyak 2 byte, itulah kenapa nilai maksimalnya adalah 2 pangkat 15 minus 1.
Dalam hati sontak aku ingin mendebat pernyataan dosen tersebut, "Pak, itu salah, untuk arsitektur modern yang biasa dipakai sekarang (32 bit), integer itu 4 byte, berbeda lagi kalau arsitekturnya 64 bit, integer bisa menampung lebih dari itu, tergantung arsitektur komputernya".
Setelah mengalamai pergolakan hati dan deg-degan yg cukup lama, akhirnya kuputuskan untuk menyimpan saja pernyataanku tadi dalam hati. Kalah dengan rasa takut untuk berdebat dengan dosen dan kalah dengan rasa tidak enak dengan teman sekelas yang ingin mata pelajaran itu cepat selesai dan segera pulang.
****
Cerita 2.
Waktu berkendara di daerah Pejaten. Dari kejauhan kulihat ada anak perempuan yang sedang belajar naik sepeda motor lagi stuck di tanjakan, kuperhatikan dia sedang kesulitan menaik-turunkan gigi sepeda motornya. Dalam hati, kuduga-duga ketika melewati tanjakan dia menggunakan gigi besar, hingga motornya tak kuat melewati tanjakan dan akhirnya mesin motornya mati.
Reflek pertama, dalam hati langsung terpikir untuk membantunya, langsung terbayang dialog yang akan terjadi, "Kenapa, oh gini lho caranya" dan sekian banyak perkataan basa-basi lainnya. Tapi karena terlalu banyak berpikir pas di depan anak itu malah terus jalan dan nggak berhenti.
Lagi-lagi dalam hati, tak sengaja berpikir, "ah, pastilah dengan belajar sendiri pasti nanti jadinya lebih jago, seperti orang kalau kesasar (tersesat) pasti nanti jadi lebih ngerti jalan".
****
Ya, dari dua cerita diatas dapat disimpulkan aku ragu dalam memutuskan, hingga akhirnya muncul pikiran lain yang terasa benar, padahal tidak.
Dari cerita pertama, kalau saja aku berani mendebat dan mau sedikit otot-ototan adu argumen dengan pak Dosen, mungkin bisa mengubah cara pandang dosennya. Penjelasannya tentang nilai integer yang cuma bisa menampung angkat -32768 sampai 32767 bisa diterima, karena dia menjelaskan tentang signed integer dan beliau mempelajari ilmu itu ketika komputer masih berarsitektur 16bit. Berbeda dengan sekarang yang mana kebanyakan komputer itu 32bit bahkan 64bit.
Lalu di cerita kedua, mungkin saja jika dibiarkan nanti akhirnya anak tadi belajar lebih banyak, tapi tentu jadi membutuhkan waktu yang lebih lama, dan proses trial-error yang lebih banyak.
Bagaimana jika dia kuberitahu, "dinormalkan dulu, baru dinyalakan mesinnya, kalau di tanjakan pakainya gigi kecil, biar motornya bisa jalan". Tentu dia tak perlu melalui trial-error yang kadang prosesnya cukup lama dan belum tentu hasilnya benar.
Coba bayangkan kalau misal ada anak kecil yang baru pulang dari sekolahnya lalu bertanya kepadamu dengan wajah bingung. "Kak, bagaimana sih cara menghitung perkalian dan pembagian?", lalu kamu jawab "Kamu harus coba lebih keras lagi". Membiarkan dia belajar secara otodidak itu memang tidak salah, tapi tentu lebih bijaksana kalau diajari, karena pada dasarnya belajar itu harus ada gurunya.
Oke sedikit keluar topik, balik ke jalur lagi.
Intinya, ragu-ragu dalam membuat keputusan sampai akhirnya kita memilih menyimpan sendiri pikiran itu dalam hati pasti pernah dirasakan hampir semua orang, entah itu di jalan, di dalam kelas, di kantor atau dimanapun. Dan setiap keputusan pasti menghasilkan hal yang berbeda, dengan menyimpan sendiri pikiran tadi, juga menyebabkanku lebih dalam lagi memahami ilmu yg diajarkan dosennya, kalau-kalau aku paksakan berdebat dengan beliau, bisa jadi yang keluar bukan alasan logis, malahan pendapat yang kacau tidak terstruktur, karena pada saat itu lagi deg-degan.
Untuk penutup, mungkin ada baiknya aku harus lebih banyak lagi menulis blog, agar pikiran-pikiran yang tertinggal tadi tidak hilang begitu saja.
note: "pikiran yang tertinggal" sendiri berarti pikiran yang tertinggal di suatu tempat, bukan berarti pikiran yang benar-benar tertinggal (tidak maju)
0 notes
rizkyabdilah · 12 years
Text
Solo Traveling Jawa Tengah: Kabar Baik dari KAI [2]
Tumblr media
Malam itu kira-kira jam 10an, stasiun Senen masih ramai calon penumpang, maklum kereta ekonomi tujuan jarak jauh mayoritas berangkat malam. Jam 10 lebih 10 menit kereta berangkat, suara peluit dari kepala stasiun menandakan kereta diperbolehkan untuk berangkat.
Pelan-pelan kereta Tawang Jaya meninggalkan pasar Senen, melintasi kota Jakarta untuk menuju Semarang. Kira-kira 5 menit, di jendela bagian kanan terlihat plang "Stasiun Jatinegara", kereta tidak berhenti, tetap jalan meski pelan.
Setelah melewati daerah Jatinegara kereta menuju Bekasi, dari dalam kereta bisa kulihat pinggiran Jalan Raya Bekasi, yang kebetulan masih agak macet itu. "Oh, jadi ini toh pemandangan penumpang KRL Jakarta-Bekasi itu" bisikku dalam hati.
Mulai awal berangkat sudah kupaksakan untuk tidur, tapi sepertinya susah untuk beranjak tidur, sebentar-sebentar mataku terbuka, entah karena ada orang lewat atau karena mendengar pembicaraan orang diseberang kursi.
Tak ada pekerjaan lain aku coba layangkan pandangan ke sekitaran pintu masuk gerbong, tempat dudukku kebetulan dekat dengan pintu gerbong. "Tiket berdiri sudah tidak dijual lagi", begitu kira-kira percakapan yang berhasil aku tangkap dari dua orang yang duduk di depanku. Ya, efektif sejak 1 Oktober 2011 kemarin, KAI sudah tidak menjual lagi tiket berdiri, tiket yang jumlahnya bisa lebih banyak dari jumlah tiket duduknya.
Setelah tidak ada tiket berdiri, memang terasa sekali perbedaannya. Tiga tahun lalu (2009) aku naik kereta Matarmaja jurusan Jakarta-Malang dari Solo. Ketika kereta baru memasuki stasiun Solo Jebres, aku sempat ragu untuk menaikinya.
Kereta yang biasa disebut ular jawa oleh sebagian literatur buku itu memang penuh sesak, sampai banyak orang 'mentungul' di pintu kereta. Bahkan saking penuhnya, untuk sekedar berdiri pun susah. Tujuh Jam perjalanan Solo-Malang itu harus ditempuh sambil jongkok, lebih tepatnya tidur sambil jongkok.
Untung cukup empat jam aku melakukan ritual itu (tidur sambil jongkok), karena sampai stasiun Tulungagung penumpang sudah banyak yang turun hingga menyisakan cukup banyak tempat duduk kosong. Lumayan akhirnya dapat tempat duduk.
Tapi tidur sambil jongkok selama empat jam tiga tahun lalu itu masih belum ada apa-apanya dibanding waktu dua tahun lalu. Waktu itu aku (lagi-lagi) naik Matarmaja dari Jakarta tujuan Malang, dengan tiket berdiri seharga 51 ribu aku tidak bisa menuntut fasilitas yang aneh-aneh. Lagipula waktu itu kemampuan finansial memang belum mencukupi untuk beli tiket pesawat, jadi satu-satunya pilihan untuk pulang ya tiket Matarmaja seharga 51 ribu. Akhirnya jadilah 18 jam perjalanan itu (lagi-lagi) dilalui sambil jongkok.
Perjalanan waktu itu cukup berkesan kalau tidak mau dibilang sangat berkesan, tidak dapat tempat duduk, aku berdiri (dan jongkok) di sambungan kereta. Keretanya pun kotor bukan main, selalu saja begitu, kereta yang berangkat dari Jakarta tidak pernah bersih, kebalikan kalau keretanya berangkat dari Malang. Belum lagi kalau di masih di daerah Jawa Barat biasanya ada anak kecil yang pura-pura membersihkan kolong bawah kursi lalu minta uang 'sukarela', duh.
Tapi kali ini terasa sekali perbedaannya, dibanding dua tahun lalu, kereta kali ini bisa dibilang sangat sepi. Lumayan banyak kursi yang kosong, otomatis ruang untuk bernafas pun bertambah, hehehe.
Tidak ada tiket berdiri berarti semua penumpang mendapat tempat duduk. Dengan harga Rp 33.500 sudah dapat tempat duduk untuk kereta ke Semarang, plus bonus nyaman lagi. Masih lebih mahal juga tiket bus Primajasa jurusan Jakarta-Bandung, 50 ribu.
Bukan saja tidak ada tiket berdiri, sekarang peron stasiun pun diberlakukan seperti ruang tunggu di bandara, tapi tentu saja dengan suasana ekonomi, hehehe.
Semua orang yang mau masuk peron diperiksa identitasnya, kalau tidak sesuai dengan yang tertera di tiket, tidak boleh masuk. Penumpang yang sudah terlanjur ada di atas kereta pun akan diturunkan di stasiun berikutnya jika ketahuan tidak memiliki tiket, tidak ada lagi sogok-menyogok ala jawara di atas kereta. Penumpang yang melawan pun harus siap berurusan dengan polisi yang selalu siaga menemani petugas penarik tiket.
Nyari tidak ada perlawanan dari para penumpang jika terbukti bersalah, ternyata dengan tindakan yang tegas, sekarang petugas kereta lebih mendapat respek dari para penumpang, salut!
"Dilarang merokok di atas kereta", kira-kira begitu kesimpulan yang bisa aku ambil setelah membaca artikel dari pak Dahlan Iskan. Sempat tidak percaya dengan aturan tersebut, karena waktu di atas kereta kulihat sendiri beberapa orang masih merokok di sambungan kereta. Tapi akhirnya aku percaya kalau aturan itu memang benar adanya, hanya penumpangnya saja yang memang membandel dan sering curi-curi kesempatan.
Ceritanya waktu itu kebetulan aku ada di gerbong restorasi, kebetulan ada orang yang baru datang mau menyalakan rokok, tak menunggu lama petugas langsung menegurnya, dan seperti tanpa perlawanan penumpang langsung memasukkan lagi rokoknya.
Orang Jawa sukanya selonjoran
Sepertinya bukan cuma orang Jawa, tapi tak apalah, soalnya kali ini mayoritas penumpangnya itu orang Jawa :).
Yang aneh dari orang Jawa adalah, meskipun sudah mendapat tempat duduk, tapi tetap saja mereka tidur-tiduran di bawah, mungkin sudah terbiasa kali ya?
Tumblr media
[1] Gambar Stasiun Senen di pagi hari diambil dari Kompas.
[2] Artikel berikut merupakan sambungan dari artikel pertama berjudul "Solo Traveling Jawa Tengah [1]",
0 notes
rizkyabdilah · 12 years
Text
Solo Traveling ke Jawa Tengah [1]
Tanggal 20 sampai 23 September kemarin aku melakukan solo traveling ke Jawa Tengah. Perjalanan ini bisa dikatakan perjalanan yang mendadak, tidak pernah ada rencana sebelumnya kalau ingin ke Jawa Tengah. Tanggalnya sendiri bertepatan dengan pilkada di Jakarta, yang mana mayoritas karyawan diliburkan.
Awal cerita cerita dimulai pada hari Senin tanggal 17 September. Malam sebelumnya sudah terpikir kalau besok pasti akan dikirim email pengumuman libur pilkada. Pilkada Jakarta yang mengharuskan digelar dua putaran memberi keuntungan tersendiri, dapat tambahan jatah libur :).
Malam itu rencana yang terpikir adalah mau traveling ke Pulau Peucang, di Ujung Kulon sana. Tapi sedikit ragu setelah tahu harga sewa kapal untuk menyeberang ke pulaunya mencapai 1,5juta, belum ada penyeberangan rutin, jadi harus carter kapal.
Esoknya hari Senin pengumuman yang ditunggu itu datang, yap 20 September diputuskan untuk libur :). Buka socmed bentar update status, "20 sept libur pilkada, 21 sept libur penghitungan hasil pilkada". Nggak berapa lama temen sekantor banyak yang nanya, "Beneran? Beneran?", dengan sedikit muka troll face, "Tungguin saja" hehehehe.
Akhirnya nggak berapa lama cek email lagi ada ralat pengumuman, "Untuk mengantisipasi kerusuhan, hari Jum'at tanggal 20 September ditetapkan libur". WOW!
Senang membuncah, nggak nyangka becandaan tadi jadi kenyataan, hahaha. Yang pertama terpikir langsung rencana tadi malam mau ke Pulau Peucang, tapi langsung batal lagi setelah ingat harga sewa kapalnya :(.
Nggak berapa lama akhirnya terlintas ide untuk backpackeran ke Jawa Tengah, keinget sama cerita temen kantor yang pernah ke Dataran Tinggi Dieng, oke diputuskan untuk kesana.
Tapi nggak mungkin cuma ke Dieng, terlalu lama, nanti bisa-bisa malah bosen. Pinginnya sih keliling ke kota-kota di sekitarnya, buka peta dan diputuskan mau ke Semarang dulu, lalu lanjut ke Dieng, dan terakhir ke Banyumas, ke Banyumas sendiri banyak dipengaruhi oleh artikel tentang jajanan tradisional Jawa disini.
Setelah tujuan ditentukan waktunya cari tiket
Tumblr media
Cari yang paling murah, dapetnya tiket kereta Tawang Jaya, cukup Rp 33.500 sudah sampai ke Semarang. Jam berangkatnya pun pas, malam hari, jadi tidak perlu keluar biaya untuk sewa kamar hotel :). Btw, jadwal kereta di pulau Jawa ini sangat cocok untuk backpacker, hampir semua kereta ekonomi jarak jauh berangkat malam hari, jam sampai di stasiun tujuan pun pagi hari, jadi bisa langsung beraktifitas. Skip ke hari Selasa.
Hari Selasa malem langsung packing dan menyiapkan yang kira-kira nanti diperlukan, ke Indomaret beli jajanan yang kiranya nanti bisa buat ganjel di jalan, lumayan nemu roti lapis, teksturnya agak keras jadi pas buat makanan pengganjal perut, hehehe. Sempat lihat permen ting-ting dengan bungkus kertas (tradisional), langsung ambil.
Tumblr media
Hari Rabu sengaja pulang sedikit lebih awal, sampai rumah di daerah Ps. Minggu masih jam 17:40 an, ganti baju sebentar lalu sholat maghrib, lalu berangkat. Niat awal mau naik metro mini dari Ps. Minggu, tapi langsung batal gara-gara waktu jalan pulang lihat macet nggak jalan. Akhirnya diputuskan minta antar temen ke tebet. Sampai tebet lalu naik M62 ke Manggarai, baru jalan 30 meteran udah terjebak macet, Jakarta oh Jakarta.
19:40 sampai St. Pasar Senen, setelah tukar tiket, langsung masuk ke peron, peron sendiri waktu itu sedang ramai dipenuhi calon penumpang kereta api Senja Utama Solo. Karena tadi belum sempat sholat isya maka diputuskan untuk keluar dulu ke Masjid dekat loket Pasar Senen.
Waktu masuk masjid lihat banyak anggota polisi berlatih karate, ada yang sekedar tidur-tiduran. Tak berapa lama karena terlihat kebingungan ditanyai oleh salah satu polisi, "Mau kemana mas? Tempat sholat dimana ya pak? Oh, lurus saja terus belok kanan". Setelah masuk dan lihat-lihat kok nggak seperti Masjid ya? Padahal 2 tahun lalu inget banget pernah sholat Jum'at disini, waktu itu nunggu kereta Matarmaja, pertama kali pulang ke Malang dari Jakarta.
Setelah sholat langsung jalan keluar gedung, ada plang bangunan bertuliskan "Gelanggang Remaja Senen", hahaha, jadi tempat yang dulu kukira Masjid ini ternyata merupakan GOR.
Jalan-jalan sebentar melihat Pasar Senen sambil cari makan malam, cukup lama nggak menemukan tempat yang pas akhirnya kuputuskan untuk ke warteg yang dua tahun kemarin aku datangi, semoga masih ada.
Nasi putih, sayur tahu dan ikan laut, Rp 7000 sudah cukup untuk membuat perut kenyang. Bersyukur aku punya perut yang selalu bisa berkompromi saat susah dan tidak pernah protes diberi makanan apapun, mulai makanan laut, kacang-kacangan sampai produk olahan telur aku tidak ada alergi, mungkin ada kaitannya gara-gara saat kecil dulu Ibuku selalu memberiku makan yang berbeda tiap harinya, hampir semua jenis makanan pernah aku coba, alhamdullilah sekarang jadi kebal, hehehe.
Sempat nostalgia sebentar ketika melihat jalanan yang kulewati dua tahun lalu itu. Waktu itu di siang hari terik aku jalan kaki di daerah Pasar Senen, menunggu jadwal kereta api yang baru berangkat sore harinya. Waktu itu bulan November, semua rekan di kantor berangkat liburan (outing) ke Bali, aku tidak ikut karena aku karyawan baru, jadi belum dapat jatah libur tahunan. Akhirnya daripada libur Idul Adha hanya di Kos maka kuputuskan untuk pulang ke Malang.
Nggak terasa sudah jam 21:25, di tiket tertera kereta akan berangkat jam 21:40, akhirnya di kebaikan bersama :D, langsung cabut ke stasiun. Masuk peron baru kusadari ternyata ada papan yang bertuliskan jadwal kereta Tawang Jaya itu jam 22:10, oh jadi harus nunggu setengah jam lagi, oke...
Tumblr media
Jam 22:05 kereta sudah datang, penumpang dipersilahkan naik, setelah menunggu lima menit kereta diberangkatkan. Baru kusadari, cerita dari mulut-ke-mulut tentang kemajuan di perkereta-apian Indonesia memang benar adanya, tidak ada lagi calo, penumpang yang berserakan di lantai, kereta ekonomi yang dulu lebih pantas disebut kereta hewan ini (penumpang ada dimana-mana, sampai di dalam toilet pun ada) sekarang sudah naik kelas, tidak ada lagi tiket berdiri, semua toilet, pintu dan lampu berfungsi normal. Penumpang yang merokok pun terlihat segan, karena kalau terlihat petugas pasti langsung ditegur, dan tanpa perlawanan rokok langsung dibuang, kalau dulu penumpang ditegur bisa-bisa terjadi adu mulut yang berujung perkelahian. Sekarang petugas kereta api jadi terlihat lebih berwibawa, penumpang pun hormat, ah senangnya.
Kembali ke tempat duduk langsung berusaha untuk tidur, simpan tenaga untuk esok hari di Semarang. [bersambung ke part 2]
0 notes
rizkyabdilah · 12 years
Text
Hari Pertama, Semarang
Subuh jam 4-5an, kereta sampai Pekalongan, lumayan banyak yang turun. Alhamdullilah, dapat tempat duduk.
Sempat susah tidur karena lampu dalam kereta yang begitu terang, tapi karena tempat yang sekarang lebih baik dari sebelumnya (kereta restorasi, jongkok di pintu sambungan kereta, depan toilet) akhirnya tidur juga.
Tumblr media
06:41, Stasiun Semarang Poncol. Gelagapan, baru bangun tidur, keluar kereta langsung disambut suasana sepi kota Semarang. Ambil foto lalu jalan ke toilet umum, banyak yang antri.
Bingung ga punya rencana mau kemana plus otak belum penuh, duduk-duduk sebentar di depan peron. Buka ipin, search "penginapan murah Semarang", dapat info ada di Jalan Imam Bonjol, dekat simpang lima Semarang, buka Google Maps, jalan kaki sepertinya ga jauh-jauh amat. Oke berangkat!
Enaknya kalau angkutan kereta itu langsung di tengah kota, tidak seperti terminal bus atau bandara yang biasanya diletakkan jauh di luar kota.
Seperti biasa, keluar stasiun banyak yang nawar-nawarin jasanya. Tukang ojek, taksi, becak dll. Jurus ampuh keluar, "enggak pak, mau jalan kaki aja". Dengan tas carrier menempeld di punggung memang pantas kalau mau jalan kaki.
Setengah jalan, ada tukang ojek yang sedari stasiun tadi gigih mengikuti. "Ayo mas, buat jajan anak-anak, mau kemana?", Akhirnya keceplosan juga, "ke simpang lima pak, cari penginapan" (sengaja nggak nyebut hotel). Tukang ojeknya langsung menyebut hotel purnama, tapi langsung kupotong, "yang murah-murah aja pak, yang penting bersih".
Setelah diskusi sebentar tukang ojeknya menyanggupi bakal mengantar sampai ketemu, lumayan mahal juga, 20rb.
Sampai hotel purnama yang tempatnya nggak begitu jauh dari Stasiun Tawang (ini hotel sebetulnya merupakan rumah dari pak menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro) ternyata kamar yang dimaksud pak ojeknya nggak ada. Paling murah ratenya 160rb. Jauh panggang dari api.
Nggak begitu lama, pak ojek nawari losmen depan pasar Johar, oke berangkat! Jalan sebentar sampai juga di depan pasar Johar, sepi tidak banyak aktifitas. Kebetulan tempatnya di depan Masjid Agung Semarang.
Tumblr media
Masuk losmen (yang kukira awalnya merupakan rumah biasa) dan tanya rate per malamnya. Agak kaget waktu tahu ratenya "cuma" 40rb semalem, fyuh. Cek-cek kamar sebentar, langsung ambil. Well, untuk harga 40rb I can't expect too much.
Capek karena tadi kurang tidur, pagi ini mau tidur dulu sampai siang, nanti sore baru keliling Semarang.
Foto Jalan Pemuda Semarang di pagi hari.
Tumblr media
0 notes
rizkyabdilah · 12 years
Text
We All Have Friend Like This
Scene 1 Me: Hey, jalan yuk? Him: Kemana? Kapan? Naik apa? Pulang kapan? Habis berapa? Him: Nginap dimana? Kalau ada ini gimana? Scene 2 Me: Hey, jalan yuk? Him: Yuk Him: Eh, tapi nanti disana ngapain? bla bla bla Waktu hari H. Him: Eh, sorry ya, mendadak ada ...., jadi aku nggak bisa ikut, maaf ya.... Scene 3 Me: Hey, jalan yuk? Him: Sama siapa aja? Me: Sama A, B dan C, gimana? Him: Wah D nggak ikut ya? Me: Enggak, dia nggak bisa karena .... Him: Wah, sayang sekali, kalau dia ikut .... bla bla bla Kita semua pasti punya teman seperti ini, yang banyak nanya, yang ngebatalin pas menit-menit terakhir dan "yang"-"yang" lain yang pastinya sangat tidak kita harapkan. Memang menyatukan banyak otak tidaklah mudah (karena itu aku lebih suka solo backpacking), btw kesimpulan dari post ini adalah: Kalau orang atau teman yang kamu ajak banyak bertanya, mulai hal umum seperti transportasi sampai hal sepele macam "banyak nyamuk nggak?" kemungkinan besar dia ragu, dan ragu kemungkinan besar nggak ikut.
0 notes
rizkyabdilah · 12 years
Text
It Just So Amazing
Waktu itu hari Jumat dan aku diajak untuk menginap esok harinya, sabtu. Dengan sebelumnya nyempatin dulu main game online di sekitaran blimbing. Tak bisa tidur aku dibuat oleh hal ini, merencanakan perjalanan untuk esok hari, memikirkan apa yang akan terjadi, sambutan orang tuanya, dll.
Tak berhenti sampai tengah malam hingga akhirnya Ibuku yang setengah terbangun menepuk dan menyuruhku untuk segera tidur. Ya, sampai SMP aku masih tidur bersebelahan dengan Ibuku, keluargaku tak mempunyai cukup uang untuk memberi kamar bagi setiap anggotanya.
It just so amazing, itulah yang aku rasakan sekarang, memikirkan bagaimana esok aku berangkat ke Semarang naik kereta, keliling dalam kota, mencari penginapan, mencari angkutan ke Wonosobo untuk menuju Dieng dan keliling kota Banyumas untuk wisata kuliner. Oh betapa indahnya merajut rencana, hingga tak bisa tidur aku dibuatnya. Kalau aku ingat-ingat lagi, ini persis seperti waktu itu, 8 tahun lalu. Bedanya 8 tahun lalu di Malang, sekarang di Jakarta.
Kurasa hal ini akan terus terulang tiap saat aku akan melakukan perjalanan, tak lama, Oktober ini aku akan ke Sulawesi (meski rencana 2 bulan harus dipotong jadi 10 hari) lalu Januari aku akan ke .... Well aku tidak bisa bercerita tentang semua tentang semua hal yang kurencanakan disini. Tunggu saja tanggal mainnya, akan kukelilingi Indonesia ini :)
Tumblr media
0 notes
rizkyabdilah · 12 years
Text
Horor dan Sci-Fi: The Cabin in The Woods
Tumblr media
Film The Cabin in The Woods ini merupakan campuran antara film Horor dan Sci-Fi (Science Fiction). Film besutan Drew Goddard ini mempuyai rating 7-8 di IMDb, dan mendapat review yang cukup bagus dari kritikus film karena keberaniannya mengangkat film horor yang 'lain dari yang lain'.
Dilihat dari daftar pemain memang film ini diisi oleh aktor/aktris yang kurang terkenal, seperti yang aku baca disini, pemain film memang diambil dari pemeran cameo di film horor lain. Tapi jangan salah, pemain film disini tidak menentukan isi dari film itu sendiri.
Awal film dimulai dari 5 anak remaja yang ingin berlibur ke tempat terpencil. Rombongan anak remaja itu terdiri dari Curt (sepupu dari pemilik kabin di hutan), Jules (pacar Curt), Dana (teman sekamar Jules), Holden, dan Marty. Di tengah perjalanan mereka menuju kabin di tengah hutan, mereka berhenti di pom bensin tua dan bertemu penjaga disitu yang memperingatkan mereka untuk menjauhi kabin itu, tetapi mereka bersikeras dan tetap melanjutkan perjalanan mereka.
Saat awal nonton film ini aku sudah berusaha awas, karena sesuai yang aku baca di tag film "If you think you know the story, think again", jadilah aku memperhatikan dan mengingat setiap hal kecil yang terjadi, mulai penjaga pom bensin tua yang memusuhi mereka karena sikap mereka yang tidak sopan, sampai di bensin di mobil mereka yang kalo dihitung bakalan kurang untuk perjalanan pulang.
Well, tapi tetap saja, seperti yang dikatakan di berbagai review tentang film ini, akhirnya aku tetap saja dibikin bingung dengan jalan ceritanya. Karena setiap aku mengira ceritanya akan berjalan seperti ini, maka yang terjadi adalah hal sebaliknya yang tidak bisa ditebak sama sekali.
Contohnya saat gua, jalan menuju kabin di hutan yang pintunya tidak bisa longsor karena ada kerusakan listrik, awal kukira yang melakukannya adalah bapak tua penjaga pom bensin, tetapi ternyata yang melakukannya justru orang yang tidak bisa ditebak sama sekali.
Ok, aku tidak akan menceritakan dengan detail keseluruhan dari film ini, karena kamu perlu untuk menontonnya langsung di bioskop jika ingin tahu lebih lengkap (selain untuk menghargai hasil karya filmmaker).
Tapi hal yang paling aku sukai dari film ini adalah jalan ceritanya yang susah untuk ditebak, setiap membuat asumsi tentang jalannya cerita, asumsi itu langsung gagal karena yang terjadi justru sebaliknya. Hal ini membuat aku harus memutar otak lagi untuk mengingat-ingat gimana tadi awal ceritanya. Memang sih sedikit membosankan bagi kebanyakan orang, tapi tidak bagiku, karena justru dengan cara itu bisa mengajak penonton untuk ikut berpikir tentang jalannya cerita.
Tidak seperti film-film horor lain, yang kita hanya dibiarkan untuk "menikmati" jalan cerita film yang (kadang) kita sudah tahu bagaimana akhirnya. The Cabin in The Woods ini menampilkan plot film yang lain (jika dibandingkan dengan film-film horor lain), jarang ada film horor yang jalan ceritanya tidak bisa ditebak seperti ini.
Just to be honest, I'm not fan of horror movie, tapi film ini salah satu yang aku sukai. Wajib ditonton bagi anda yang suka film horor ataupun Sci-Fi :).
0 notes
rizkyabdilah · 12 years
Text
Morning Glory: Work Hard, Play Hard
Tumblr media
Morning Glory, film yang dibintangi Rachel McAdams (Becky Fuller) ini bercerita tentang seorang eksekutif produser yang bekerja pada acara TV (DayBreak) yang mempunyai rating buruk, karyawan yang tidak bersemangat dan serangkaian masalah-masalah lain.
Awal film dimulai dengan tokoh Mike Pomeroy yang mau bergabung di acara DayBreak untuk menggantikan Paul McVee  membawakan acara berita, Paul McVee sendiri secara mengejutkan dipecat oleh Becky dengan alasan tidak profesional dalam bekerja.
Bergabungnya Mike ini bukan berarti acara TV langsung sukses, tapi berujung banyak masalah karena Mike yang selalu mengungkit-ungkit kesuksesannya dulu kala saat masih bertugas menjadi reporter berita. Mike selalu menganggap pekerjaanya di DayBreak ini tidak layak untuk dikerjakan oleh orang sekaliber dia. Seringkali ia bertengkar dengan rekan pembawa acaranya.
Yang aku sukai dari film ini adalah sisi ceritanya yang tidak bisa ditebak (meski tahu akhir cerita pasti happy ending). Seperti contohnya saat rating TV yang agak sedikit naik saat dua pembawa acara saling mengejek di acara berita siaran langsung. Aku kira disitulah awal turning point (dari gagal menjadi sukses), tapi ternyata bukan turning point yang terjadi, malah disitulah awal masalah-masalah lain muncul.
Yang menarik disimak adalah ketika ia (Mike) bertengkar dengan Colleen hingga Colleen mengejek dengan mengatakan nya "Orang Bodoh", lalu Mike dengan dingin membalas dengan "Ya orang bodoh gajinya 3x lebih besar". Sedikit tapi mengena sekali.
Tumblr media
Tidak seperti kehidupan nyata, film selalu berakhir dengan happy ending. Diatas adalah dialog antara Mike dan Becky ketika akhirnya acara DayBreak mendapat bahan berita yang cukup menarik, hingga akhirnya mendapat perhatian dari publik dan rating nya naik.
Well, setelah melihat film ini, yang dapat aku tangkap dari film ini adalah kultur kerja di Amerika yang sedikit 'gila' jika dibandingkan dengan di Indonesia sini. Berangkat subuh, baru pulang ketika larut malam, dan ketika di rumah pun tetap bekerja. Memang tidak berbeda dengan kehidupan mayoritas orang Jakarta, tapi tetap saja. Susah untuk menjelaskannya, kalau sudah pernah membaca novel Travellous dan membaca ketika Andrei bercerita tentang bagaimana orang Belanda bekerja pasti bisa mengerti apa maksud dari "kultur kerja" yang aku maksudkan.
The last, ada pepatah yang berkata "Work Hard, Play Hard", tapi kalau versiku menjadi "Work and pray hard, then play harder" :).
0 notes