Tumgik
super-doctor · 2 months
Quote
Tiap perintah-Nya pasti bisa terlaksanakan. Tiap keterbatasan pasti ada kemampuan. Tiap kekurangan pasti ada kelebihan. Dan tiap ujian dan cobaan dari-Nya pasti bisa terselesaikan
Dari buku Inilah Jihadku (2016)
189 notes · View notes
super-doctor · 8 months
Text
Day 12: Hujan
Memasuki awal bulan Februari di tahun 2024, setiap hariku disambut oleh hujan. Teringat jembatan keledaiku sewaktu SD: Asep kepanasan dan Omar kedinginan yang maksudnya adalah dari bulan April sampai dengan September itu musim kemarau dan dari bulan Oktober sampai dengan Maret itu musim penghujan. Ada yang menggunakan jembatan keledai ini juga? Jadi merasa tua ya..anak-anak jaman sekarang sepertinya sudah tidak menghafal musim seperti ini lagi karena sekarang musimnya sering galau. Terkadang di bulan April justru hujan lebat dan di bulan Oktober malah kering kerontang. Global warming katanya.
Hari ini tetapi hujan awet sedari pagi. Jujur kalau harus memilih antara musim hujan atau kemarau, aku lebih memilih musim hujan. Suasananya sejuk dan mendayu. Suara gemericiknya bagaikan white noise untukku. Wangi tanah dan rumput basahnya pun seakan aroma terapi bagiku. Menenangkan. Rasanya ingin menarik selimut lalu tidur kembali berpelukan dengan suamiku. Namun, realita memaksaku untuk tetap bangun pagi itu. Realita cicilan rumah dan demi kesejahteraan anak-anak buluku.
Meskipun musim hujan adalah musim favoritku, tetapi ada hal-hal yang berkaitan dengan hujan yang juga tidak aku sukai. Aku tidak suka badai. Hujan deras dengan angin kencang dan petir yang menyambar-nyambar. Pernah suatu ketika aku sedang mengendarai mobilku dari RS A menuju ke RS B dalam badai. Langit sangat gelap padahal jam masih menunjukkan pukul 2 siang. Pohon-pohon bergerak ke kiri dan ke kanan tertiup angin yang kencang. Arah pandangku terbatas oleh karena hujan yang lebat. Tiba-tibak..BRUK! Sebuah dahan pohon jatuh menimpa kaca depan mobilku. Otomatis aku menginjak rem mendadak, untungnya tidak ada mobil di belakangku. Aku menyalakan hazard. Kaca mobilku tergores, tapi tidak retak..alhamdulillah.
Di lain waktu, dalam suasana yang sama dan rute yang sama, tetapi kali ini ditambah jalanan yang macet sekali. Jangan-jangan kali ini ada pohon tumbang, pikirku. Perjalanan yang harusnya hanya membutuhkan waktu 30 menit saja, kini menjadi 1 jam. Ternyata penyebabnya adalah banjir. Lumayan tinggi, hingga nyaris menutupi bemper mobil jenis sedan. Tak heran mobil-mobil yang melewati banjir tersebut memperlambat lajunya, berupaya agar air tidak masuk ke dalam mesin mobil. Begitu juga aku. Ketika itu pula aku melihat sekumpulan anak-anak kecil berenang riang di genangan banjir tersebut. Allah itu Maha Adil, hujan tidak selamanya menenangkan, tetapi tidak juga selamanya menakutkan. Kadang ia menghadirkan tawa riang bagi anak-anak di balik gerutu orang dewasa.
1 note · View note
super-doctor · 8 months
Text
Day 11: Sleep Over
Masih tentang aku dan sahabat-sahabatku sedari SMA. Ternyata quotes "You don't find a time, you make a time for the one that matter" itu benar adanya. Kalau kita terus mencari-cari waktu yang tepat, akan sulit menemukannya. Terlebih dengan adanya kesibukan dan urusan masing-masing. Kita harus sengaja meluangkan waktu. Itulah yang dilakukan oleh sahabat-sahabatku.
"Kita staycation aja yuk! Rani pulang praktek ikut nginep aja ke villa kita."
Akhirnya kami memutuskan untuk menyewa villa 5 kamar di dekat tempat kerjaku. Mereka sengaja memilih lokasi tersebut agar aku yang domisilinya paling jauh dan yang waktu liburnya paling sedikit bisa bergabung. Aku sangat terharu. Teringat sewaktu SMA dulu dengan mudah kami menghabiskan waktu bersama-sama. Entah itu saling mengunjungi rumah masing-masing sepulang sekolah atau pun sekedar jalan-jalan ke mall di saat weekend. Pokoknya gas!
Ketika bersama mereka, waktu seakan berputar kembali ke masa lalu. Rasanya seperti kembali jadi anak SMA dan kami sekedar menginap di rumah teman. Tidak terasa bahwa ternyata perjalanan kami sudah sangat jauh, tetapi tidak berarti ikatan kami menjadi renggang, justru semakin kuat. Kami yang dahulu hanya ber-6, pun kini telah menjadi 12 dan masih akan bertambah. Saat itu kami berpelukan dan tertawa. Ternyata 24 jam itu tidak lah cukup. Masih banyak yang ingin diceritakan. Kini, waktu bersama teman-teman mahal sekali harganya, seharga sewa villa. Bercanda hehe. A day spent with good friends is always a day well spent!
1 note · View note
super-doctor · 8 months
Text
Day 10: Trekking
Aku dan sahabat-sahabat SMA-ku kebetulan memilih jalur karier yang berbeda-beda. Domisili kami juga berjauhan. Bahkan salah satu sahabatku kini tinggal di luar negeri dan dalam waktu dekat ini akan menikah dengan warga lokal di sana. Hal ini yang kemudian menyebabkan kami sulit sekali untuk menyamakan jadwal bertemu. Seringkali yang tidak direncanakan justru yang berhasil mempertemukan kami berenam.
Tetapi kali ini berbeda, kami merencanakan pertemuan kami 1 bulan sebelumnya! Luar biasa! Tidak hanya itu, pertemuan kali ini bukan pertemuan biasa seperti sebelum-sebelumnya dimana kami hanya bertukar cerita di cafe atau di mall. Tidak, kali ini kami akan trekking! Kami, wanita-wanita perkotaan yang sudah memasuki awal 30-an menantang jiwa dan raga kami untuk menaklukkan alam. Bayangkan siapa yang cukup nekat trekking di musim hujan? Kami.
Baru saja kami tiba di titik awal pendakian, hujan yang cukup besar menyambut. Sambil berteduh menunggu agak reda, kami berfoto. Dokumentasi kalau-kalau hujan tidak kunjung reda dan kami batal berangkat. Setidaknya sudah ada foto yang menunjukkan keniatan kami pagi itu. Ternyata Allah mendukung tekad kami. Tak lama dari berfoto, hujan berhenti. Kami pun berangkat. Nyaris saja kami berakhir main nintendo di villa (walaupun itu juga bukan opsi yang buruk).
Pendakian kami tidak mudah, padahal kami sudah memilih jalur yang katanya "child friendly". Tetapi hujan tadi membuat tanah yang kami pijak menjadi licin dan berlumpur. Temanku sempat jatuh terpeleset beberapa kali. Bahkan suamiku pun sempat terjatuh. Kegiatan yang kami pikir akan fun dan penuh canda tawa, kini menjadi olah raga ekstrim. Intensive core dan leg training kalau kata temanku.
"Ini sih kayaknya bukan jalur buat anak-anak deh!"
"Aduh ini sepatu gue gak nge-grip, harusnya pake sepatu khusus."
Seluruh argumentasi kami terbantahkan ketika kami melewati beberapa anak kecil yang dengan mudah melewati medan kami. Bahkan sambil berlari-lari dan tertawa riang. Kami pun bertemu bapak tua yang memanggul karung entah berisi apa yang hanya mengenakan sepatu biasa, bukan sepatu khusus, dan melewati medan kami dengan santai. Terjawab sudah..ini bukan tentang medannya yang sulit atau outfit-nya yang kurang tepat (walaupun outfit yang tepat akan sangat membantu tentunya), melainkan tentang skill. Guide kami pun hanya mengenakan sepatu running biasa.
Akhirnya kami berhasil mencapai curug, setelah mengerahkan seluruh kemampuan. Wajah lelah, kelaparan, dan penuh lumpur. Hujan turun lagi, lebih lebat dari yang pertama. Alhamdulillah kini kami sudah duduk manis di bawah naungan atap warung. Kami memesan minuman hangat, gorengan, dan indomie. Nikmat. Akhirnya kami bisa menertawakan perjalanan kami tadi. Rasanya sangat menyenangkan melakukan kegiatan bersama sahabat-sahabat. I will cherish this moment forever. Semoga kalian tidak kapok ya!
1 note · View note
super-doctor · 8 months
Text
Day 9: Ayam Pop
Okay, i've been cheating. Hari ini seharusnya adalah hari ke-15 dari rangkaian #30haribercerita. Namun, untuk bisa bercerita konstan setiap hari dan mencari ide tulisannya tidak lah mudah. Aku akan berusaha mengejar ketinggalanku, meskipun sudah jauh sekali. Hari ini aku sudah dapat 3 bahan untuk kuceritakan. Semoga aku sempat merampungkannya.
Hari ini saat akan menuju ke RS B dari RS A, aku memutuskan untuk lewat jalan tol karena hujan sangat lebat. Biasanya kalau hujan lebat seperti ini, jalan pintas yang biasa aku lalui banjir. Kebetulan aku belum sempat makan siang, jadi aku memutuskan berhenti di rest area untuk makan. Pilihan tempat makannya tidak banyak. Hanya ada fast food, coffee shop pendukung genosida, dan pujasera ala kadarnya. Aku merasa lapar sekali. Aku butuh makanan berat.
Aku menelusuri kios-kios pujasera, tetapi tidak ada yang menggugah selera sampai kemudian tanpa sengaja aku membaca spanduk bertuliskan, "Telah buka Restoran Simpang Raya, istananya ayam pop!". Akhirnya aku tahu mau makan apa. Aku memesan teh manis panas, 1 porsi nasi dan ayam pop, lengkap dengan sayur nangka, daun singkong, dan sambalnya. Masya Allah..nikmaaaat sekali. Kalau bukan karena takut terlambat ke RS B, rasanya aku mau tambah.
Tidak salah klaimnya sebagai istana ayam pop. Jujur memang lebih enak dari RM Padang lainnya, bahkan dari yang lebih terkenal dan lebih mahal sekali pun. Ayam pop mereka benar-benar gurih, moist, dan juicy! Padahal aku pesan dada ayam yang biasanya kering dan cenderung lebih alot dagingnya dibandingkan paha. Sebenarnya ini bukan kali pertama aku makan di Restoran Simpang Raya, tapi memang sudah lama sekali. Dulu waktu aku masih tinggal di Bandung. Terakhir kali makan di sana saat aku masih SMP, jadi sudah lupa rasanya.
Dulu almarhumah ibuku yang suka makan di Restoran Simpang Raya, sedangkan bapakku tim Sederhana. Bumbunya lebih medok katanya. Kalau bagiku sih sama saja, tapi ayam pop yang kumakan hari ini benar-benar luar biasa rasanya. Selain rasanya, ayam pop ini juga mengingatkanku akan memoriku bersama almarhumah ibuku. Rintik hujan di luar dan ayam pop yang kini tinggal tulang-tulang membuat suasana hatiku mellow. Tepat kemarin beliau berulang tahun. Selamat ulang tahun, Ibu. I miss you, always. Al-Fatihah.
0 notes
super-doctor · 8 months
Text
Day 8: Suraqah
Kebiasaan suamiku saat kami melakukan perjalanan yang cukup jauh adalah minta dipasangkan ceramah dari youtube. Katanya supaya perjalanannya bermanfaat. Ceramah yang sering kami dengarkan biasanya yang dibawakan oleh Ustad Abdul Somad, Ustad Adi Hidayat, Ustad Khalid Basalamah, Ustad Firanda, Ustad Salim A.Fillah, dan Ustad Hanan Attaki. Masing-masing ustad tersebut memiliki pembawaannya sendiri yang cukup khas buatku.
Pada perjalanan kali itu, kami sedang mendengarkan Ustad Hanan Attaki mengisahkan tentang seorang bounty hunter bernama Suraqah bin Malik al-Madlaji. Latar belakang kisah ini adalah ketika Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar berhijrah dari Kota Makkah menuju ke Madinah. Suraqah tergiur dengan iming-iming hadiah 100 ekor unta dari Abu Jahal untuk siapa pun yang bisa menangkap Nabi Muhammad SAW hidup atau mati. Berikut aku mengutip penggalan kisah yang kudengar:
Rasulullah sudah ada di depan mata Suraqah, pedang pun sudah siap ia hunuskan untuk memenggal kepala Rasulullah. Namun, atas kehendak Allah tiba-tiba kuda yang ditungganginya jatuh terguling hingga Suraqah terhempas. Debu pasir saat ia jatuh menyebabkan mata Suraqah kelilipan dan tidak bisa melihat. Kemudian saat ia hendak menunggangi kudanya kembali, kudanya jatuh lagi berulang sampai 3 kali. Bahkan kaki kudanya seakan-akan dipaku di permukaan bumi. Tidak bisa berdiri lagi.
Dalam kepayahan, Suraqah berkata kepada Rasulullah, "Wahai Muhammad, ambillah perbekalan, harta, dan senjataku. Aku berjanji tidak akan menyerangmu dan akan kusampaikan pada setiap orang Quraisy untuk berhenti mengejarmu. Berdoalah pada Tuhanmu supaya Ia melepaskan kaki kudaku". Rasulullah menjawab, "Aku tidak butuh perbekalan dan hartamu, cukuplah engkau suruh orang-orang yang hendak melacak kami untuk kembali." Rasulullah pun menawarkan imbalan atas perlindungan Suraqah berupa jubah kebesaran Raja Persia dan seketika ia lupa pada 100 ekor unta yang ditawarkan oleh bangsawan terkaya di Makkah. Betapa mudahnya Allah membolak-balik hati manusia yang tadinya berniat membunuh, kini berbalik justru melindungi Rasulullah.
Singkat cerita, kuda Suraqah normal kembali setelah Nabi Muhammad berdoa kepada Allah dan ia melindungi beliau sesuai janjinya sampai akhirnya Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar tiba di Madinah dengan selamat. Aku yang skeptis berkata pada suamiku, "Itu mah si Suraqah nya aja yang oon ga sih? Serakah dan mata duitan?" "Engga, itu emang Suraqah lebih percaya sama Nabi Muhammad dibanding Abu Jahal", kata suamiku. Aku yang tidak puas dengan jawaban itu akhirnya mencari cerita lengkapnya di internet:
Beberapa bulan setelah pembebasan Makkah (Fath Makkah), Rasulullah berpulang ke rahmatullah. Saat itu sudah memasuki zaman Khalifah Umar bin Khattab dan Suraqah sudah memeluk Islam. Umar telah berhasil menguasai Persia setelah menang di Perang Nahavand. Salah satu harta rampasannya adalah busana Kisra raja Persia, lengkap dengan mahkota, jubah, dan sepatu kebesarannya. Umar lalu memanggil Suraqah dan memintanya untuk mengenakan semuanya. Suraqah menitikkan air mata teringat dengan janji Rasulullah dahulu, "Demi Allah, kekasihku tidak pernah berbohong! Rasulullah tidak pernah berbohong!" Serunya sambil menangis tersedu sedan.
Tak terasa air mataku juga ikut menetes saat membacanya. Masya Allah. Astagfirullah, aku sempat meragukan kuasa Allah sang Maha Segalanya. Astagfirullahaladzim. Dari Suraqah aku belajar untuk tawadhu. Suamiku benar, perjalanan ini ada manfaatnya.
0 notes
super-doctor · 8 months
Text
Day 7: Bisnis Kecil
Jarak usiaku dan suamiku terpaut cukup jauh. Di saat aku baru memulai karierku, suamiku sudah hampir di penghujung kariernya. Ada kalanya ketika pillow talk suamiku berandai-andai tentang apa yang akan dia lakukan ketika sudah pensiun. "Ikut bisnis franchise kali ya? Atau jualan sayur hidroponik ya?", tanyanya. Aku seketika membayangkan suamiku bercocok tanam sayur-sayuran hidroponik di halaman belakang rumah kami lengkap dengan topi ala-ala petani Korea. LOL.
Tidak pernah terpikirkan olehku untuk membuka sebuah bisnis/usaha. Kedua orang tuaku adalah dokter. Dari kecil yang aku tahu dengan sangat familiar adalah profesi dokter. Pertanyaan dari suamiku membuatku berpikir, "Apa yang bisa kulakukan saat pensiun nanti?". Aku dan suamiku bukanlah pegawai negeri, sehingga kami tidak memiliki jaminan hari tua. Oleh karena itu, memikirkan kegiatan yang menghasilkan di hari tua cukup krusial bagi kami yang saat ini juga masih rabun tentang investasi pasar modal.
Adikku pernah berkata, "Mba Rani jualan kue aja." Jujur saat mendengar itu aku belum percaya diri. Bias rasanya ketika pujian enak itu keluar dari keluarga sendiri. Belum tentu kalau orang lain yang makan akan sama enaknya. Terlebih sulit bagiku untuk membagi waktu berjualan kue dan tetap bekerja di rumah sakit. Sampai suatu ketika suamiku dinas di luar negeri cukup lama. Aku yang merasa kesepian di rumah akhirnya memberanikan diri untuk memulai "usaha" home baker ini.
Iseng-iseng saja sembari mengisi waktu, pikirku kala itu. Adikku menjadi pelanggan pertamaku. Aku benar-benar tidak menyangka ternyata cukup banyak yang pesan saat aku mencoba mengiklankannya di media sosialku. Meskipun pembelinya masih seputar keluarga dan teman-temanku, tetapi aku benar-benar terharu. Aku merasa didukung. Mungkin ini perasaan yang dirasakan oleh pemilik UMKM di luaran sana ketika mendapatkan pembeli. Masih banyak yang harus aku pelajari dan perbaiki, tetapi setidaknya aku jadi tahu bahwa aku mampu.
"Bikin kedai kopi yuk! Nanti akang ikut kursus barista aja, saya yang supply kue-kue dan rotinya," ujarku suatu malam sebelum tidur.
"Hmm depan rumah ya..atau kita sewa ruko? Berapa ya biayanya?"
Lalu kita berdua berkhayal tentang kedai kopi kecil kita. Kedai sederhana dengan 3 - 5 meja saja. Harum kopi bercampur harum roti yang baru dipanggang setiap pagi. Seru sekali. Semoga nanti kami bisa mewujudkan khayalan kami ini, ya Allah. Aamiin.
0 notes
super-doctor · 8 months
Text
Day 6: Baking
Manusia itu memang suka tantangan dalam hidupnya. Kalau datar-datar saja itu rasanya hambar. Setelah merasa cukup mumpuni untuk hal masak-memasak, aku mulai tertantang untuk membuat kue. Berawal dari ulang tahun suamiku yang ke-piiiiip (sensor), aku memesan alfabet cake di toko kue yang cukup terkenal di media sosial. Bentuknya cantik sekali dengan topping-topping yang estetik. Untuk rasanya, standar menurutku. Tetapi harganyaaaaaa..cukup membuatku kaget. Akibat bucin, so be it, take my money!
"Ini kayaknya cookie doang deh..kayaknya bisa bikin sendiri", batinku sombong saat memakan kue tersebut. Esoknya aku langsung beli oven di e-commerce. Aku juga menghubungi teman kecilku yang kutahu hobi membuat kue untuk menanyakan peralatan baking dasar apa saja yang harus aku punya dan bisa dibeli dimana. Tidak perlu waktu lama, aku langsung beli semuanya. Seimpulsif itu. Sejak itu feed media sosialku mendadak menjadi seputar baking. Bahkan tontonan youtube dan Netflix-ku pun tentang baking. I was so obsessed.
Saat oven dan semua peralatan baking yang kubeli datang, aku memutuskan kue pertama yang akan kubuat adalah brownies. Katanya brownies itu basic banget. Anti gagal. Aku sudah beli bahan-bahannya, premium. Toh aku juga yang makan nantinya. Aku lihat resep dari finalis master chef Indonesia di youtube. Kuikuti step by step. Semua takarannya tidak ada yang kurang atau lebih 0,01 gram pun! Guess what? I failed. Brownies-nya keras kayak batu. Bahkan suamiku si pemakan segala pun tidak bisa makan brownies buatanku. I cried.
Aku tidak tahu apa yang salah saat itu, tetapi aku jadi takut untuk mencoba lagi. Takut mubazir. Sampai suatu ketika aku ada acara reuni dengan teman-teman PK ku di Mall Taman Anggrek. Sepulang dari acara tersebut, aku dan suamiku berjalan-jalan ke mall-mall di sebelahnya karena kebetulan juga suamiku belum pernah ke sana. Lalu kami melewati konter kursus baking dan memasak. Suamiku lalu menawariku untuk trial di sana. Ternyata cocok karena jadwal kursusnya yang fleksibel dan akhirnya aku daftar menjadi member.
Dari instrukturku di sana jugalah akhirnya aku tahu masalahku. Temperatur. Ternyata oven yang kubeli itu suhunya lebih panas dari suhu setting-nya. Dia menyarankanku untuk membeli termometer oven portable. Problem solved. Aku sangat berterimakasih pada suamiku yang telah mendukung penuh obsesi istrinya. Aku kini bisa membuat kue ulang tahun sendiri dengan rasa yang bisa ku-adjust sendiri dan yang aman dimakan tentunya, tidak seperti batu bata lagi kalau kata suamiku.
1 note · View note
super-doctor · 8 months
Text
Day 5: Masak
Masih membahas tentang ketertarikan. Ketertarikanku pada masak-memasak berawal saat internship dulu. Kota tempatku internship pada saat itu kebetulan tidak memiliki makanan yang variatif, jadi ketika aku sedang ingin makan makanan yang tidak ada di sana, aku terpaksa membuatnya sendiri. Berbekal resep dari youtube. Ternyata menyenangkan, apalagi jika ternyata rasanya enak. Kesenangan ini berlanjut ketika aku lagi-lagi harus kost sendiri saat melanjutkan pendidikan profesi.
Namun, karena keterbatasan fasilitas dan tentu saja finansial (maklum kan masih anak kost ya saat itu), masakan yang kubuat pun sederhana saja. Seputar tumis-tumisan, telur mata sapi, nasi goreng dengan isian makanan sisa semalam, dan sayur sop cemplang-cemplung. Kadang kalau sedang berjiwa western ya masak pasta dan omelette (kalau sedang berjiwa warteg, aku menyebutnya telur dadar isi). Oh ya, ada 1 resep sederhana yang menurutku nikmat sekali. Resepnya dari almarhumah eyangku. Tempe goreng geprek sambal bawang kecombrang. Pakai nasi panas, makan langsung di cobeknya..wah bisa nambah beberapa kali!
Setelah menikah, ketertarikanku dengan dunia kuliner makin bertambah. Apalagi setelah tahu bahwa suamiku suka sekali makan, terutama masakan tradisional. Menurutku masakan tradisional Indonesia itu kompleks sekali (baca: repot) dibandingkan dengan masakan western. Sebagai contoh, spaghetti aglio olio dan mie goreng jawa saja lebih repot bikin mie goreng jawa. Belum lagi bikin opor ayam dan sop konro. Oh..RENDANG! Selain bumbu-bumbunya kompleks, juga menguras waktu dan tenaga cuci piring. Kalau kata juniorku, "Terkadang ada makanan yang sebaiknya kita beli saja, Teh". Aku setuju.
Despite all the hustle, memasak itu untukku tetap menyenangkan sekali. Terlebih sekarang aku sudah punya dapur sendiri. Dapur adalah ruangan healing bagiku. Tempatku berkreasi. Tempat melepas penat dari jenuhnya aktivitas di laboratorium. Bonusnya lagi adalah ketika melihat orang yang menyantap hasil masakanku dengan lahap dan berkata, "Enak, Ran!". Priceless.
1 note · View note
super-doctor · 8 months
Text
Day 4: Fashion
To be fair, hari ini seharusnya adalah hari ke-6. Hari sabtu dan minggu kemarin ternyata kurang kondusif untuk menulis, karena banyak urusan rumah tangga yang harus kukerjakan dan acara keluarga yang harus kudatangi. Jadi untuk mengejar ketinggalanku, hari ini aku akan posting 3 tulisan berturut-turut (hopefully).
Semakin beranjak dewasa, aku merasa ketertarikanku akan suatu hal mulai berubah. Dulu saat masih remaja, aku tertarik mengikuti fashion. Pokoknya aku tidak mau ketinggalan. Ada trend celana cutbray, kaos distro, you named it..aku pasti pakai juga. Tidak lupa majalah Gogirl dan Cosmo Girl yang menjadi kitab suciku dalam bergaya.
Pernah suatu ketika saat SMA aku hang out dengan teman-temanku di mall daerah Jakarta Selatan, tiba-tiba ada seorang mbak-mbak mendatangiku. Dia menunjukkan ID card-nya, dari majalah Gadis. Aku di-interview dan difoto. Gaya berpakaianku unik, katanya. Akhirnya aku masuk ke rubrik gaya majalah Gadis edisi berikutnya (kalau tidak salah di tahun 2006). Ibuku bangga sekali dan menunjukkannya ke saudara-saudaraku saat acara silaturahmi lebaran. Majalahnya disimpan oleh almarhumah ibuku dulu. Ada dimana ya sekarang? Nanti kucari deh.
Saat memasuki dunia perkuliahan, ketertarikanku akan fashion mulai meredup. Beralih ke how to survive medical school. Tapi aku masih suka eksplorasi pakaian, bahkan gaya jilbabku pun mengikuti mode yang ada saat itu (baca: rempong digubet-gubet LOL). Saat lulus S1 pun aku sempat ikut kursus self developing di sekolah modelling. Menyenangkan rasanya mempelajari cara berdandan, mix and match pakaian, dan berpose.
Kini saat sudah berkeluarga, ketertarikanku akan fashion belum sepenuhnya hilang. Hanya berubah. Aku tidak lagi mengikuti trend. Aku memilih fashionku sendiri. Gayaku sendiri. Apa yang menurutku nyaman untuk kukenakan dan tentunya nyaman untuk kupandang. Aku tak lagi ingin mencari perhatian. Aku cukup untuk diriku sendiri saja..dan suamiku tentunya.
0 notes
super-doctor · 8 months
Text
Day 3: Kios "Pijat"
Aku sedang berkendara pulang dan tiba-tiba teringat belum membeli obat titipan suamiku yang kala itu sedang flu berat. Lalu aku teringat dengan apotek kecil yang berada di ruko tak jauh dari tempat kerjaku. Bangunan ruko ini terbagi menjadi 2 gedung yang dipisahkan oleh jalanan akses ke loket masuk dan loket keluar dari area ruko tersebut. Katakanlah gedung A di sebelah kiri dari sisi loket masuk dan gedung B di sebelah kanan dari sisi loket keluar. Semoga terbayang yaa..
Gedung A ini lebih ramai terisi kiosnya. Ada cafe, bank, klinik gigi, klinik hewan 24 jam, salon, dan lain-lain. Pokoknya seperti ruko pada umumnya. Sedangkan gedung B lebih sepi, banyak kios-kios yang terpasang plang "dijual/disewakan". Nah apotek kecil tadi itu letaknya di gedung B tapi di sebelah dalam yang tidak menghadap ke jalan raya. Aku tahu apotek ini dari dokter hewan di klinik hewan 24 jam di gedung A. Waktu itu aku sedang membawa anabulku berobat ke sana dan kebetulan stok obat di klinik sedang kosong, jadi dokter hewannya menuliskan resep yang harus kutebus di apotek itu.
Tidak ada yang aneh dengan apotek itu. Obat-obatan yang mereka jual pun cukup lengkap, bahkan mereka pun menjajakan "pelumas" dan "pelindung" dengan berbagai merk di etalasenya. Di lantai 2 apotek tersebut ada tempat praktik dokter spesialis Obgyn. Saat itu siang hari, aku tidak begitu memperhatikan sekitar karena tujuanku adalah menebus resep untuk anabulku yang saat itu sedang kritis. Yang aku sadari adalah hanya aku satu-satunya yang parkir di area gedung B tersebut siang itu. Benar-benar sepi. Kalau saja dokter hewanku tidak mengatakan ada apotek di sini, aku akan berpikir ini ruko mati.
Kembali ke timeline awal, malam itu aku memutuskan untuk membeli obat suamiku di apotek tersebut. Betapa kagetnya aku saat menuju ke sebelah dalam gedung B, terang benderang. Pernah menonton film Spirited Away dari Studio Ghibli? Persis seperti abandoned amusement park yang didatangi Chihiro dan keluarganya yang tiba-tiba jadi semarak dan hidup di malam hari. Mobil-mobil yang parkir di area gedung B tersebut juga ada 2 - 3 mobil, aku tidak terlalu ingat, tapi yang pasti bukan aku seorang seperti sebelumnya.
Ternyata kios-kios di sebelah apotek itu adalah bar, lalu ada semacam tempat karaoke (tidak ada judul tulisan di depan kios tersebut, tapi aku dapat mendengar sayup-sayup suara sumbang orang yang bernyanyi diiringi alunan musik seperti layaknya tempat karaoke), dan yang paling menarik perhatianku adalah kios pijat. Di depan kios pijat itu duduklah beberapa mbak-mbak berpakaian minim. Ada yang sedang makan nasi bungkus, ada yang sedang main handphone, ada yang sedang mengobrol, dan ada yang sedang pakai maskara. Pikiranku melanglang buana. Gak mungkin kan mereka cuma sekedar lagi hang out? Di kios pijat? Kulihat jam tanganku sudah menunjukkan pukul 20.35. Aku segera membeli obat untuk suamiku dan bergegas pulang. Apotek kecil dengan klinik Obgyn di lantai 2 nya tersebut kini tak lagi sekedar apotek dan klinik Obgyn biasa di benakku.
0 notes
super-doctor · 8 months
Text
Day 2: Power Nap
Ternyata sulit juga untuk konsisten menulis setiap hari..adaaa saja kendalanya. Sebenarnya draft untuk tulisan ini sudah ada di otakku dari kemarin, tetapi belum sempat tertuang ke dalam tulisan karena 1 dan lain hal terkait pekerjaanku. Karena hari ini sudah memasuki hari ke-3, maka aku akan mem-posting 2 tulisan untuk memenuhi komitmenku dalam #30haribercerita.
Baiklah..jadi aku bekerja di 2 RS yang berbeda, akan tetapi keduanya searah dari rumahku. Di pagi hari aku akan berangkat ke RS yang pertama (sebutlah RS A), di sini aku bekerja sebagai part timer (tidak setiap hari dan hanya beberapa jam saja). Lalu siangnya sampai dengan malam hari, aku akan melanjutkan ke RS ke-2 (sebutlah RS B). Di RS B ini aku bekerja sebagai full timer dari hari Senin sampai Sabtu. Jarak dari RS A ke RS B pun hanya 30 menit saja, alhamdulillah.
Terkadang karena lalu lintas yang lancar, aku sampai di RS B terlalu cepat dari jadwal masuk kerjaku. Aku biasanya memanfaatkan waktu luang ini untuk tidur di mobil. Aku akan memasang alarm di handphone-ku antara 10 sampai 20 menit tergantung sisa waktu luangku tersebut. Pernah membaca artikel yang menyatakan bahwa power nap memberikan dampak positif pada tubuh kita (baca di sini)? Jujur aku merasa setiap bangun dari tidur siang singkat di mobil ini, aku merasa energiku pulih kembali. Jadi lebih segar dibandingkan jika aku langsung masuk kerja sehabis dari RS A.
Pernah ada kejadian lucu (?) saat aku sedang melakukan power nap. Biasanya kalau punya waktu untuk power nap, aku akan parkir di parkiran biasa supaya lebih leluasa. Tidak perlu khawatir kepergok oleh sejawat dokter lain yang parkir di basement (di RS B tersedia parkir khusus dokter di basement). Kebetulan saat itu sedang hujan jadi aku memilih parkir di basement supaya tidak repot buka-buka payung. Belum ada 5 menit aku memejamkan mata, tiba-tiba jendela mobilku diketuk oleh satpam.
"Ya, Pak?" Aku membuka jendela mobilku.
"Dokter sedang kurang sehat?"
"Oh enggak, Pak..saya cuma ngantuk aja."
"Oh syukur kalo gitu..anu punteun soalnya di basement gak boleh nyalain mesin mobil lama-lama, dok. Takutnya akumulasi karbon monoksida. Itu ada pengumumannya ditempel. Kalau masih ngantuk mangga dilanjut tidurnya di ruangan aja, dok. Punteun." Ujar satpam tersebut sambil menunjuk ke arah pengumuman yang dimaksud.
"Oh iya, Pak. Maaf ya. Terima kasih." Aku merasakan telinga dan pipiku memanas. Malu. Segera kutegakkan senderan kursiku, kututup jendelaku, lalu kumatikan AC dan mesin mobilku. Buru-buru aku keluar mobil menuju ke arah lift, tidak berani menatap wajah pak satpam tersebut. Badanku langsung segar, bukan karena power nap, tapi karena adrenalin. Pak satpam tersebut tidak salah, dia menjalankan tugasnya dengan baik. Aku yang salah pilih lokasi. Tips dariku untuk yang mau power nap di tempat kerja atau tempat umum: pilih lokasi yang nyaman dan "aman".
0 notes
super-doctor · 8 months
Text
Day 1: Emosi
Akhirnya aku memutuskan untuk meramaikan #30haribercerita, walaupun kita sudah berada di hari ke-17 di bulan Januari. Tidak apa-apa, toh dalam hashtag-nya tidak dituliskan "30 hari bercerita di bulan Januari saja". Anggap saja ini sebagai pengikatku untuk berkomitmen membuat 30 tulisan.
Di hari pertama bercerita ini, aku memutuskan untuk menceritakan tentang emosiku yang sempat meluap. Hari ini adalah hari ke-6 menstruasiku. Biasanya menjelang berakhirnya menstruasi, emosiku sudah stabil. Lebih chill. Tapi kali ini berbeda...
Telepon di laboratorium berdering lama tetapi tak kunjung diangkat oleh analisku. Aku yang mulai terganggu mendengar bunyinya memutuskan untuk mengangkatnya sendiri. Mungkin analisku sedang sibuk mengerjakan sampel jadi tidak sempat mengangkatnya, pikirku.
"Halo dengan laboratorium, ada yang bisa dibantu?"
"Eh balikin semua tubing IGD dong! Mau ngirim sampel nih!" Jawab si penelpon tanpa basa-basi dengan intonasi yang tidak ramah. Suara pria. Sepertinya perawat.
"Di sini gak ada tubing punya IGD, mas." Aku berusaha menjawab setenang mungkin, walaupun pada saat itu emosiku sudah mulai tersulut.
"Ga mungkin! Orang tadi gue ngirim sampel banyak kok ke sana! Tubingnya belom pada dibalikin dari tadi! Balikin! Gak bisa ngirim sampel nih!"
Please chill, Ran. Chill. Mungkin orang ini emang gaya bicaranya nyolot. Mungkin dia emang suka ngegas.
"SAYA UDAH BILANG GA ADA YA DI SINI!" Oops. Emosiku menang. Si penelpon tersebut masih mencoba menyanggah sepertinya, tapi aku sudah tidak mendengarkan lagi. Aku kesal setengah mati dibentak orang yang tidak kukenal. Kuletakkan gagang telepon di atas meja. Masih tersambung. Biar dia mengoceh sendirian. Aku hendak kembali ke ruanganku menenangkan emosiku, tiba-tiba analisku tergopoh dari ruang mikro, "Kenapa, dok?".
Mungkin dia kaget mendengarku berteriak, yang mana tidak pernah aku lakukan sebelumnya.
"IGD minta dibalikin tubing..orang gak ada di kita." Jawabku sambil mengedikkan kepala ke arah gagang telepon di atas meja. Analisku lalu buru-buru menjawab si penelpon dengan pernyataan yang kurang lebih sama karena memang begitulah adanya. TIDAK ADA TUBING MILIK IGD DI LAB! Iiiish..aku jadi emosi lagi. LOL.
Moral of the story..tolonglah jika berbicara dijaga sopan santunnya, terutama saat berbicara di telepon karena kita tidak bisa melihat ekspresi lawan bicara kita. Minimal dijaga intonasinya agar tidak menyinggung perasaan orang lain. Kali ini aku tidak akan menyalahkan hormon..karena tidak ada yang suka diteriaki orang lain kan? KAN?!
0 notes
super-doctor · 9 months
Text
Rindu juga menulis di sini..apakah terlambat bagiku untuk meramaikan trend #30haribercerita?
0 notes
super-doctor · 2 years
Text
Pawrent Journey (PART 5)
Ella (4): Welcoming Cookies Squad
Empat bulan sudah Ella dan Oreo tinggal di rumah bersama kami. Kami akhirnya mengetahui bahwa Ella adalah primadona. Tidak hanya Oyen yang berhasil dipikatnya, beberapa kucing jantan komplek pun tak jarang menyambangi rumah kami untuk apel. Ella kini tengah hamil besar. Entah siapa yang berhasil menghamilinya. Sudah seminggu kerjanya hanya makan, minum, tidur, dan buang hajat. Dia tidak kelayapan keluar lagi. Sesekali Ella terlihat menginspeksi rumah kami, mencari lokasi yang kira-kira cocok untuk tempatnya melahirkan. Entah itu lemari baju kami, kolong kasur, bahkan kabinet dapur kami. Suamiku pun sudah menyiapkan kardus yang dialasi keset bersih untuk persiapan persalinan Ella. Beberapa kali Ella juga masuk ke dalam kardus tersebut, mengendus setiap sudutnya, lalu keluar lagi. Setiap hari sepulang kerja, jika tidak menemukan Ella di dalam rumah, suamiku akan mengecek isi kardus tersebut..kalau-kalau Ella sudah melahirkan. Benar-benar suami kakek siaga (?).
Akhirnya hari yang dinanti-nanti pun tiba. Sepanjang hari Ella mengeong ribut. Dia seperti menyuruh kami mengikutinya ke gudang (di sana lah tempat suamiku meletakkan kardus untuk persalinannya). Rupanya Ella minta kami semua menemaninya, termasuk Oreo. Jika salah satu dari kami ada yang keluar dari gudang, Ella akan melompat dari kardusnya dan mengeong ribut sampai kami semua berkumpul kembali mengelilingi kardus tersebut. Tadinya aku menjauhkan Oreo dari Ella karena aku takut Oreo akan melukai bayinya yang lahir nanti. Tapi ternyata Ella terus ribut sampai aku mendekatkan Oreo kembali ke kardus. Ketika kami semua mengelilinginya, Ella mulai tenang dan kembali masuk ke dalam kardusnya. Suamiku mengelusnya pelan, memberikan dukungan. Ella menatap kami bertiga bergantian, lalu ia pun mulai mengejan.
Satu per satu gumpalan merah keluar dari jalan lahir Ella. Ella menjilati gumpalan-gumpalan tersebut, membersihkan selaput-selaput yang menyelimuti tubuh-tubuh mungil itu. Si kecil Oreo yang baik hati itu terus menemani ibunya. Ia sama sekali tidak mencoba mengganggu ibunya selama proses persalinan berlangsung. Hanya memberikan tatapan dan gerakan-gerakan yang menunjukkan rasa penasaran, tapi tidak lebih dari itu. Total ada 4 bayi kucing yang lahir hari itu: Wafer, Astor, Marie, dan Biscoff. Cookies Squad. 
Semuanya sehat dan menggemaskan. Aku mengelus kepala Ella yang kini tengah menyusui keempatnya. Oreo masih di sana. Suamiku sedikit pusing—literally, sedikit syok setelah melihat proses persalinan Ella, tetapi rasa bangga terpancar dari matanya. Kami punya “cucu” lagi. 
Good job, Ella. Oh, and good job for you too, Oreo!
9 notes · View notes
super-doctor · 2 years
Text
Pawrent Journey (PART 4)
Oreo (1): Jagoan Kandang
Masih ingat dengan anak semata wayang Ella? Saat pertama kali dibawa Ella ke rumah, suamiku langsung jatuh hati padanya. Tingkah lakunya, suaranya, buntutnya yang meruncing ke atas, serta bulunya yang sangat halus dan masih “jigrag” berwarna putih dengan bercak bergaris hitam sangat menggemaskan. Kami sepakat memberinya nama Oreo. Ketika usianya sekitar 3 bulan, bulunya tidak lagi “jigrag” tetapi masih halus dan warna bercak bergarisnya yang semula hitam berubah menjadi abu-abu bercampur coklat, sehingga nama Oreo kini tidak lagi relevan. Akan tetapi, kami tetap memanggilnya Oreo karena ia—dan kami tentunya, menyukainya.
Oreo tumbuh menjadi kucing yang manja. Bagaimana tidak, Ella sangat menyayangi dan menjaganya (baca tentang bagaimana overprotective-nya Ella di sini). Namun, di usianya yang sudah 3 bulan-an ini, Ella mulai melatihnya untuk lebih mandiri dan sedikit demi sedikit mulai menyapihnya. Ella juga mulai kelayapan lagi. Oreo yang terbiasa selalu didekap Ella merasa kehilangan induknya. Ia juga kehilangan teman bermainnya. Biasanya Ella yang selalu mengajaknya bermain, entah itu kejar-kejaran atau sekedar membiarkan Oreo memainkan buntutnya. Kini Oreo sendirian. Kucing kecil manja ini tidak bisa sendirian. Setiap kali Ella pergi entah kemana, Oreo selalu menangis kecil. Ia akan berlari-lari keliling rumah mencari Ella. Setelah putus asa tidak menemukan induknya, Oreo akan pergi ke kamar kami mencari teman.
Ada kalanya Ella tidak pulang beberapa hari dan itu menjadi saat yang paling berat untuk kami berdua karena harus meninggalkan Oreo sendirian di rumah ketika kami berangkat bekerja. Melihat wajah dan tangisannya saat ia mengikuti langkah kaki kami sampai ke depan pintu rasanya sungguh tidak tega. Sepertinya Allah pun tidak tega. Tak lama sejak hari-hari yang penuh drama perpisahan tiap berangkat kerja, kantor suamiku full WFH (work from home) lagi untuk kedua kalinya karena ada beberapa teman sekantornya yang positif Covid. Si manja Oreo pun tidak harus sendirian di rumah lagi. Mendadak WA-ku mulai dipenuhi kiriman foto dan video unyu Oreo yang bercengkrama dengan suamiku di rumah, sementara aku tetap harus pergi bekerja.
Suatu Ketika Ella pulang mengajak pacar barunya, tipe-tipe bad boy, si Oyen yang tersohor di jagat media sosial. Tubuhnya penuh codet dan ingusan. Literally ingusan. Meler dan bersin-bersin di teras rumah. Aku curiga, si Oyen ini lah yang dulu menulari Ella (baca tentang drama Ketika Ella sakit di sini). Namun, Ella tidak peduli. Ia sedang dilanda asmara. Dibutakan oleh cinta, Ella berguling-guling centil sambil menjilati tangannya lalu mengusapkan tangan ke wajahnya seperti gerakan mencuci muka untuk menarik perhatian si Oyen. Oreo kecil mengamati tingkah ibunya itu dari balik teralis pintu rumah kami. Tubuh dan ekornya menegang serta bulu-bulunya berdiri ketika melihat si Oyen yang tergoda mulai menghampiri Ella yang masih berguling manja. Oreo mendesis lalu berlari dan bersembunyi di bawah bufet kami, masih dengan tubuhnya yang menegang. Kemudian terjadilah adegan dewasa yang terpaksa HARUS kuinterupsi. 
Aku berlari ke teras sambil membawa sapu dan mengusir si Oyen yang tidak tahu sopan santun tersebut. Oreo mengikutiku dari belakang sambil mendesis. Rupanya ia juga tidak sudi si Oyen menjadi bapak tirinya. Didampingi olehku, Oreo mengeluarkan suara melengking, badannya melengkung ke atas. Si Oyen merasa tersudut dan akhirnya pergi. Ella yang pasrah melenggang masuk ke dalam rumah, melewati Oreo si jagoan kandang yang masih mempertahankan posisi lengkungnya sambil memamerkan taring kecilnya.  
Go, Oreo!
4 notes · View notes
super-doctor · 2 years
Text
Me as Bachelor of Culinary Arts, YouTube Tutorial University.
Tumblr media
Graduating with honors
89 notes · View notes