Tumgik
#Gigi Putih Dengan
Text
Tumblr media
WA 0852-9000-9353 DISTRIBUTOR LEVISAV Pasta Gigi Untuk Menghilangkan Bekas Luka Hitam Dan Memutihkan Gigi di Ciroyom Bandung
Gigi Putih Dengan, Gigi Agar Putih Alami, Cara Gigi Putih Alami, Gigi Putih Berseri, Gigi Putih Berkilau, Gigi Putih Bening, Gigi Biar Putih, Gigi Bercak Putih, Gigi Putih Cepat, Gigi Putih Caranya
Dengan kekuatan alami daun sirih, pasta gigi kami membantu melawan bakteri penyebab bau mulut dan menjaga kesehatan gusi. Ekstrak daun sirih telah dikenal luas karena sifat antiseptiknya yang membantu menjaga kebersihan mulut Anda.
dapatkan levisav di marketplace pilihan anda,untuk informasi lebih lanjut kunjungi levisav.com dan nomor 0852-9000-9353
Aceh Utara, Bener Meriah, Bireuen, Gayo Lues, Nagan Raya, Pidie, Pidie Jaya, Simeulue, Banda Aceh, Langsa
Gejala Sakit Gigi
Tingkat keparahan sakit gigi sangat beragam, mulai dari nyeri yang ringan dan hanya menimbulkan rasa tidak nyaman, hingga nyeri yang parah dan tak tertahankan. Rasa nyerinya sendiri dapat terasa berdenyut atau seperti ditusuk-tusuk. Selain rasa nyeri, sakit gigi dapat disertai dengan pembengkakan pada gusi, sakit kepala, dan demam. Segera temui dokter bila sakit gigi yang Anda alami sudah berlangsung lebih dari dua hari, atau jika disertai dengan:
Bau busuk di dalam mulut
Nyeri saat mengunyah
Gusi bengkak
Sulit menelan
Sesak napas
Sulit dan sakit saat membuka mulut
Nyeri telinga Diagnosis Sakit Gigi Pada pasien yang mengeluh sakit gigi, dokter gigi akan menelusuri terlebih dahulu gejala yang dirasakan oleh pasien, yaitu dengan menanyakan:
Letak nyeri
Seberapa parah nyeri yang dirasakan
Kapan nyeri tersebut biasa muncul
Hal yang membuat nyeri memburuk
Hal yang dapat meredakan nyeri.
Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan terhadap gigi, gusi, lidah, rahang, sinus, hidung, tenggorokan, bahkan leher. Kadang-kadang juga dilakukan pemeriksaan dengan merangsang gigi, misalnya dengan suhu dingin, menggigit atau mengunyah sesuatu, atau menekan gigi dengan jari. Jika dibutuhkan, dokter akan meminta pasien untuk menjalani pemeriksaan tambahan, seperti foto Rontgen gigi dan CT scan. Meredakan Sakit Gigi di Rumah Jika mengalami sakit gigi, sebaiknya segera temui dokter gigi untuk mencari tahu penyebabnya, sehingga dapat diobati dengan tepat. Namun sebelumnya, ada beberapa cara yang bisa Anda lakukan di rumah untuk meredakan sakit gigi, yaitu:
Membersihkan sela-sela gigi dengan benang gigi (dental floss) untuk menyingkirkan plak dan sisa makanan yang tersangkut.
Berkumur dengan air hangat.
Berkumur dengan obat kumur antiseptik.
Mengompres pipi dengan kompres dingin apabila sakit gigi disebabkan oleh cedera.
GigiPutihDengan #KarangGigiHarusDibersihkan #KarangGigiHitamKeras #KarangGigiHancur #KarangGigiHitamAdalah #KarangGigiHilang #KarangGigiJigong #KarangGigiKeras #KarangGigiKarenaBehel #KarangGigiMunculLagi
0 notes
ajahbesti · 6 months
Text
Tumblr media
PROMO, 0897-9279-277 Review Bubuk Rempah GAFI
0 notes
Text
Tumblr media
WA 0852-9000-9353 PUSAT PENJUALAN LEVISAV Cara Memutihkan Gigi Bekas Rokok Dan Kopi Bikin Gigi Kuning di Jl. Pasir Kunci Kota Bandung Bandung
Menghilangkan Gigi Hitam Secara Alami, Memutihkan Gigi Akibat Rokok Dan Kopi, Memutihkan Gigi Bekas Rokok, Membersihkan Gigi Bekas Rokok, Cara Memutihkan Gigi Bekas Rokok Dan Kopi, Rokok Bikin Gigi Kuning, Rokok Bikin Gigi, Sakit Gigi Dengan Rokok, Rokok Dan Gigi, Cara Memutihkan Gigi Dari Rokok
Halo, adik-adik yang hebat dan penuh semangat! Ada kabar gembira yang pasti akan membuat setiap hari kalian lebih menyenangkan. Siapa di sini yang ingin memiliki nafas segar sepanjang hari? Pasti semua setuju dong, ya! Nah, sekarang kalian bisa merasakan kesegaran nafas yang luar biasa dengan menggunakan pasta gigi peppermint 12 jam, teman setia untuk menjaga kesegaran nafasmu.
Pegunungan Bintang, Puncak, Puncak Jaya, Sarmi, Supiori, Tolikara, Waropen, Yahukimo, Yalimo, Jayapura, Teluk Wondama
Gejala Sakit Gigi
Tingkat keparahan sakit gigi sangat beragam, mulai dari nyeri yang ringan dan hanya menimbulkan rasa tidak nyaman, hingga nyeri yang parah dan tak tertahankan. Rasa nyerinya sendiri dapat terasa berdenyut atau seperti ditusuk-tusuk. Selain rasa nyeri, sakit gigi dapat disertai dengan pembengkakan pada gusi, sakit kepala, dan demam. Segera temui dokter bila sakit gigi yang Anda alami sudah berlangsung lebih dari dua hari, atau jika disertai dengan:
Bau busuk di dalam mulut
Nyeri saat mengunyah
Gusi bengkak
Sulit menelan
Sesak napas
Sulit dan sakit saat membuka mulut
Nyeri telinga Diagnosis Sakit Gigi Pada pasien yang mengeluh sakit gigi, dokter gigi akan menelusuri terlebih dahulu gejala yang dirasakan oleh pasien, yaitu dengan menanyakan:
Letak nyeri
Seberapa parah nyeri yang dirasakan
Kapan nyeri tersebut biasa muncul
Hal yang membuat nyeri memburuk
Hal yang dapat meredakan nyeri.
Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan terhadap gigi, gusi, lidah, rahang, sinus, hidung, tenggorokan, bahkan leher. Kadang-kadang juga dilakukan pemeriksaan dengan merangsang gigi, misalnya dengan suhu dingin, menggigit atau mengunyah sesuatu, atau menekan gigi dengan jari. Jika dibutuhkan, dokter akan meminta pasien untuk menjalani pemeriksaan tambahan, seperti foto Rontgen gigi dan CT scan. Meredakan Sakit Gigi di Rumah Jika mengalami sakit gigi, sebaiknya segera temui dokter gigi untuk mencari tahu penyebabnya, sehingga dapat diobati dengan tepat. Namun sebelumnya, ada beberapa cara yang bisa Anda lakukan di rumah untuk meredakan sakit gigi, yaitu:
Membersihkan sela-sela gigi dengan benang gigi (dental floss) untuk menyingkirkan plak dan sisa makanan yang tersangkut.
Berkumur dengan air hangat.
Berkumur dengan obat kumur antiseptik.
Mengompres pipi dengan kompres dingin apabila sakit gigi disebabkan oleh cedera.
MenghilangkanGigiHitamSecaraAlami #NafasBauDrHidung #BauNafasTidakEnak #NafasBauFeses #NafasBauGas #NafasBauGigiBerlubang #BiarNafasGakBau #NafasBauSetelahSikatGigi #NafasBauPadahalSudahSikatGigi #NafasHidungBau
0 notes
ibnufir · 2 years
Text
Diri kita sekarang, berawal dari kebiasaan yang dulu
Seorang kakek, usianya 75 tahun. Rambut masih hitam, gigi masih utuh, badan masih tegap, langkahnya masih belum terlihat merenta karena usia.
"Apa rahasianya?" tanyaku, ketika kami tidak sengaja bertemu saat berteduh dari derasnya hujan.
"Ah, tidak ada" jawabnya spontan karena pendengarannya pun belum terganggu. "Hadiah, ditambahin umur panjang" begitu katanya.
"Emang engga pernah sakit kek?"
"Atuh pernah, seperti banyak orang".
"Tapi kakek mah seger badannya".
"Seger, karena tiap hari jalan kaki bawa itu" Sambil menunjuk barang bawaannya. "Keringetan, jadi seger"
"Setiap hari? Engga dinaikin mobil atau motor?"
"Ya engga, kan engga bisa naik motor. Lagian orang dulu mah udah biasa jalan kaki"
"Minum kek" sambil kutawari minuman manis kemasan yang aku beli dari sebuah minimarket.
"Itu udah bawa dari rumah" sambil menujuk air putih dalam sebuah botol. "Engga biasa minum es, dan tidak suka manis" tuturnya. "Paling juga wedang teh tawar hangat"
"Singkong rebus, ayo cobain, enak. Kakek bawa bekel sarapannya ini" katanya.
Aku merenung, dan mengingat-ingat kebiasaan sehari-hari. Jelas beda, gaya hidup sehari-hari membawaku pada makanan siap saji yang mudah ditemui di mana saja.
Ditambah lagi minuman-minuman kemasan yang berjejer sepanjang jalan. Dari minimarket ke mini market yang menyuguhi begitu banyak pilihan dan merek.
Mudah, begitu mudah tanpa pernah berpikir bagaimna pengaruh kandungannnya untuk tubuh dalam jangka panjang.
Kakek memang tidak memilah makanan dan minumannya. Tapi kebiasaan membuat lidahnya asing dengan makanan dan minuman saat ini.
Ia bertahan dengan kebiasaanya, di masa muda.
Aku segera menutup botol, yang baru kubuka dan sudah habis setengahnya kuminum.
Usia memang tidak ada yang tahu, semua tetap menjadi misteri. Tetapi menyayangi tubuh, menyayangi badan sendiri, tidak ada yang instan seperti makanan siap saji.
Kita bertahan dengan kebiasaan yang tidak mungkin terbentuk begitu saja. Ada proses panjang, yang membuat kita jadi terbiasa.
Kalau tiba-tiba, kaget. Seperti menutup botol minuman manis kemasan yang ku tutup barusan. Engga sadar, sudah menghabiskan setengahnya.
Belum lagi hari-hari kemarin, dari bertahun-tahun yang lalu.
—ibnufir
125 notes · View notes
sebeningembun-world · 2 months
Text
*Day 1:*
Berkenalan dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam...
*Yang tampan!*
📜 Dari Jabir ibn Samurah, dia berkata: Aku pernah melihat Rasulullah ﷺ pada suatu malam yang tak berawan terang karena cahaya bulan. Aku menatap Rasulullah ﷺ dan rembulan bergantian sedang beliau mengenakan pakaian berwarna merah kala itu. Sungguh di mataku beliau lebih indah dari rembulan.(HR. Tirmidzi)
*Sekarang kamu tahu...*
Bahwa Rasul kamu tampan! Dikatakan ketampanan beliau melebih Nabi Yusuf alaihissalam 😮
Jika kamu penasaran bagaimana rupa beliau, kamu bisa cek deskripsi para sahabat yang pernah bertemu langsung dengan beliau sebagai berikut:
Wajah beliau bundar, tapi pipi beliau tidak tembam. Wajah beliau tidak tajam seperti pedang, melainkan bundar seperti rembulan. Dahi beliau lebar, selaput pelangi mata beliau hitam pekat, bulu mata beliau panjang, alis beliau tipis, panjang, melengkung sempurna dan tidak menyambung, di antara keduanya terdapat urat yang nampak saat beliau marah. Hidung beliau mancung, janggut beliau tebal. Terdapat celah antara gigi depan Rasulullah ﷺ. Menurut sahabat Ibn Abbas, ketika beliau berbicara seakan ada cahaya yang keluar dari mulut beliau. Beliau sangat sering tersenyum.
Kulit beliau putih tapi tidak terlalu putih, tidak juga sawo matang. Dikatakan bahwa kulit beliau putih dengan rona kemerahan.
Rambut beliau tebal, tidak keriting dan tidak juga lurus, melainkan bergelombang. Panjang rambutnya biasanya hingga cuping telinga beliau, ada riwayat yang mengatakan rambut beliau sampai menyentuh pundaknya. Jika rambut beliau panjang maka sangat mudah dibelah, namun biasanya rambut beliau tidak melebihi cuping telinga. Ketika Rasulullah ﷺ meninggal dunia, rambut putih di kepala dan janggut beliau tidak sampai dua puluh helai.
Postur tubuh beliau tidak terlalu tinggi, tidak juga terlalu pendek. Kata sahabat Hind ibn Abi Halah, beliau lebih tinggi dari rata-rata, namun lebih pendek dari orang yang jangkung. Tubuhnya bagus, badan beliau sedang, berisi namun tidak gemuk. Perut beliau rata, dada beliau lebar dan bidang.
Telapak tangan beliau lebar dan sangat lembut, lebih lembut dari sutera kalau kata sahabat Anas ibn Malik. Kaki dan tangan beliau panjang. Kata sahabat al-Aswad, tangan beliau lebih dingin dari salju dan lebih wangi dari minyak kasturi.
Bicara tentang aroma, beliau ﷺ sangatlah wangi. Sahabat Anas ibn Malik berkata: Aku belum pernah mencium suatu aroma atau wewangian yang lebih harum dari aroma atau wangi Nabi ﷺ.
Untuk deskripsi terakhir, lebih dari satu orang sahabat yang berkata: Aku tidak pernah melihat yang serupa dengan beliau sebelum maupun sesudah beliau. Seistimewa itu beliau.
❣️Semoga kita menjadi bagian dari umat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang mengenal dan mencintai beliau, yang mendapat syafaat beliau, yang beliau banggakan kelak saat kita berjumpa di akhirat nanti, aamiin 🤲🏻
#RamadhanMubarak
#RamadhanOneDayOneChallenge
#RODOC
#SmallStepsForABetterMuslim
2 notes · View notes
ihsnfkri · 1 year
Text
Tentang Sebuah Latar
"Coba aku baca ceritamu," ucap Sumi sore itu. Kami sedang bersantai di sebuah saung yang tegak berdiri di lingkungan fakultas kami.
Sebelumnya.
Saya sendirian, tapi beberapa menit lalu anak perempuan yang mempunyai gigi putih yang kecil-kecil rapi tersusun itu, dengan pupil matanya yang besar, mengenakan setelan olahraga dan kerudung langsung warna hitam (ternyata ia batal latihan tari hari ini) memaksa untuk menemani saya – begitulah—anak ini sangat pemaksa.
"cuma sendirian?" tanyanya tadi. Lewat sambungan telepon saya mengiyakan. Iya sendiri, jawab saya. Ia kembali mempertanyakan hal yang sama, kali ini dengan nada kasihan. saya tak menjawabnya karena malu, selang beberapa detik ia kembali bersuara: Oke aku temenin ya. Hmm yaudah terserah, saya mengalah.
Dan sekarang.
"Udah bagus sih," komentarnya. Saat ini saya menatapnya tajam sekali. Saya benci respon yang hanya terdengar basa-basi. Bahkan jika boleh memilih, saya lebih suka di kritik dibandingkan mendapat pujian sepintas lalu semacam ini.
"Baiklah aku akan sedikit jujur"
"Banyak juga gak apa-apa," balas saya tak mau kalah. Ia tersenyum tipis, manis sekali. Saya bahkan tak bisa mendapatkan kesimpulan atas senyum itu. Tapi—
Lupakan senyumnya. Kira-kira beginilah kritik yang dia berikan kepada saya. Meski tidak terdengar seperti nyatanya tapi beginilah saya memahami kritikannya:
Latar dalam cerita itu ibarat komponen di wajahmu. Seperti mata, hidung, rambut, mulut dan sebagainya. Nah, setelah aku baca... Ceritamu persis seperti wajah kosong datar, yang kamu kuatkan cuma karakternya dan minim sekali latar.
Hebat betul analoginya, wajah adalah karakter dan elemen pelengkapnya adalah latar cerita. Saya mengiyakan. Tapi di dalam hati masih ada yang mengganjal.
Ini memang pertama kali saya memperlihatkan tulisan saya kepadanya. Selama ini kami memang hanya bertukar cerita hidup satu sama lain. Mengintip visi dan nilai kehidupan masing-masing dan saling menunjukkan ketertarikan. Ya, mungkin sebetulnya cuma saya yang merasakan hal itu.
"Oh begitu ya?" tanya saya balik, ia nampaknya menangkap ketidakpuasan. Kini ia beringsut dekat, merapatkan jarak diantara kami. Saya seperti bisa mencium aroma strawberry dari dirinya. Mungkin parfum atau bau mulutnya? ah tidak-tidak, saya mikir apa coba. Tapi saya malah mencuri pandang ke arah bibirnya. Terlihat adanya balutan bewarna pink cerah menghiasi. Sejujurnya dengan jarak sedekat ini dada saya sudah kembang kempis, perut saya mual dan irama jantung saya bertambah cepat. Ah, saya memang tidak biasa di posisi semacam ini. Maklum jomblo.
Astaga kenapa jadi curhat dan mikir yang enggak-enggak?
"Sebetulnya..." ujar saya memulai. Anak ini kemudian mengalihkan pandangan dari laptop yang bertengger di pangkuan saya. Pupilnya nampak makin membesar, bahunya terangkat dan gerak tubuhnya nampak tertarik.
Pupil matanya sesekali berkedip kini. Entah karena penasaran atau mungkin karena tersapu angin.
Kami memang punya banyak perbedaan, sering berdebat dan tak sekali dua kali bertengkar. Tapi nampaknya itu yang membuat pertemanan kami tetap hidup. Iya, pertemanan. Bagi saya itu sudah cukup.
"sebetulnya?" Tanyanya balik.
"Sebetulnya aku memang jarang bahkan mengharamkan latar yang kentara di dalam ceritaku,"
"Kenapa?" tanyanya penasaran.
Kemudian saya menjelaskan kepadanya. Bahwa betapa latar waktu dan tempat itu membunuh imajinasi.
Saya seringkali hanya mengandalkan indra dan suasana seperti: aku saat ini bersamamu, berdampingan di sebuah saung yang atapnya pelepah rumbio, menghabiskan sisa senja dengan siluet orang-orang yang hilir mudik menuju parkiran. Dan beberapa dedauan menjatuhkan diri, seakan sedang jatuh cinta pada bumi.
Ketimbang: aku saat ini sedang berduaan dengan seorang gadis di saung, tepatnya disamping gedung L Fakultas Bisnis dan gadis itu bernama Sumi, ia terlihat cantik. Tapi bukan itu alasanku jatuh cinta padanya.
Buat apa sih saya harus memaksakan latar saung di Fakultas Bisnis. Jika dengan penggambaran sedemikian samarnya. Orang-orang akan punya bayangan tersendiri. Mungkin tentang sebuah saung di lokasi wisata, bersama istri yang ia cintai atau kenangan masa kecilnya ketika dedaunan jatuh menimpa kepalanya saat akan memakirkan motor dan kebetulan saat itu ada dua orang yang lagi kasmaran. Mungkin saja bukan?
Sudah kuduga, Sumi kelihatan tak puas. Ia berkilah, katanya latar itu harus spesifik. Kalau tidak begitu buat apa kamu capek-capek riset kemaren coba?
Oh dia benar, saya kemaren memang mengajaknya melakukan observasi ke sebuah daerah pesisir pantai yang terkenal dengan banjir rob dan tambak ikannya. Kebetulan ia sangat suka motret dan saya butuh riset untuk cerita yang baru saja dia baca.
Tapi saya tak menulis nama tempat itu dengan jelas dalam cerita. Btw, itu memang sifat alamiah saya yang tidak suka berterus terang.
"Terus kenapa di tulisan ini kamu menambahkan kota Semarang? Bukannya lebih bagus nama daerah pantai itu saja sekalian?" Sumi kembali bertanya.
"Ya, itu karena karakternya sama-sama membicarakan lumpia dan berbicara dengan logat Jawa," jelas saya.
Ia masih menatap saya dengan pandangan minta kejelasan.
Sebelumnya saya pikir saya akan gugup menjelaskannya. Karena jarak kami cukup dekat bukan? Karena mata jernihnya terpaku menatap saya. Tapi entah mengapa saya begitu tenang. Seakan ia tengah mrngenggam tangan saya, memberi saya ketenangan.
Padahal sebetulnya kedua tangan kami terpisah, sejauh 30 cm. iya sejauh itu. Meski sebetulnya amat dekat.
Tapi apa gunanya jarak sedekat 30 cm jika saya terus menerus berpikir "bukan hak saya mengenggamnya, menggandengnya atau bahkan mencium punggung tangannya".
Satu menit telah berlalu tapi rasanya jam sudah berdetak seratus kali.
"Ih, kamu nyebelin" ujarnya. Kami sama-sama membuang muka dan terdiam satu sama lain.
Saya kelagapan. Saya suka keheningan, membuat saya lebih mendengarkan isi kepala saya yang cukup berisik, sesekali si isi kepala bahkan menjerit loh. Tapi diam kali ini terasa canggung. Saya tidak suka.
"Yah, kalau misalnya di daerah pantai itu semua masyarakatnya berkelamin lelaki atau ada wanita secantik kamu tinggal disana. Mungkin saya akan menuliskan jelas nama daerahnya. Tapi itu cuma pesisir yang biasa saja dan memprihatinkan," cerocos saya membunuh situasi diam sore itu.
"Ya, gaya tulisannya gak jauh beda sama orangnya. Gak pernah ngasih kejelasan"
Sumi bicara sambil menatap ke arah taman di depan sana. Mungkin ia tengah menyaksikan serangga yang beterbangan, sampah plastik yang tersapu angin atau sejoli yang sedang pacaran?
Saya tercekat.
Entah darimana keberanian itu muncul. "Its possible are we?" tanya saya.
"We never now until we try"
Saya mengusap wajah saya yang mulai mengeras dan kaku, dari ujung matanya Sumi mungkin sedang memperhatikan saya.
Saya akhirnya membuat keputusan.
Tangan saya terangkat, mencoba menggenggam tangan anak itu dengan hati-hati. Tapi tangan mungil Sumi dengan kuteks cokelatnya tidak lagi ada disana. Rupanya tangannya sudah menggenggam sebuah tas, mengemas barang dan—
"a-aku pulang dulu ya, udah mau sore nih. Kamu jangan lupa Maghrib di masjid ya!"
"Okedeh, makasih nona cumi-cumi"
"Ih apa sih"
Sumi mengenggam pipinya, nampaknya ia masih kesal. Saya dapat melihat kedua pipinya bersemu merah, seperti cumi-cumi. Tapi lagi-lagi keberanian saya menjatuhkan diri, satu-persatu. Seperti halnya langkah Sumi yang semakin menjauh.
Dan begitulah cerita ini berakhir.
13 notes · View notes
shikanou · 1 year
Text
Rage of Past ; Satan
Tumblr media
Sosok itu lebih pekat dari apapun.
Lebih berbahaya dari apapun yang ada di sekitarmu saat ini.
Kau tahu. Kau bisa merasakannya. Tanda bahaya yang menguar dari tubuhnya, bak kobaran api hitam yang menyalak-nyalak. Memenuhi atmosfer yang sedari awal sudah begitu padat sesak ini.
"Sa ... tan ...?"
Rambut yang biasanya secerah emas itu sekarang nampak lebih suram. Seperti diselimuti oleh warna hitam--entah karena abu atau terbakar api tempat ini.
Kau tahu. Tanpa sedikit pun ragu, kau seratus persen yakin kalau makhluk bertanduk hitam dan diselimuti oleh amarah membara itu adalah orang sama yang selalu memberikan senyum paling hangatnya padamu. Lelaki yang selalu memasang ekspresi lembut setiap berbincang denganmu.
Satan yang kau tahu tidak semudah itu dikalahkan oleh amukan yang membabi buta di dalam dirinya.
Lantas, siapa ini?
Dengan rahang sekeras batu dan deretan gigi yang bergemeletuk, siapa dia?
Siapa aku?
Pertanyaan sama yang dibisikkan iblis itu dalam hatinya. Siapa aku? Tempat apa ini?
Ingatan terakhirnya begitu samar. Penuh histeris dan rasa sakit. Di sekujur badan, di dadanya. Matanya basah, tapi ia tidak tahu karena apa. Hatinya terasa terkoyak. Namun, tak ada alasan yang mendasarinya.
Dia benci.
Satan benci.
Pada sesuatu.
Pada seseorang.
Pada segalanya.
Ia benci.
Benci.
Benci.
Benci.
Balaskan.
Hancurkan.
Segalanya.
Lampiaskan. Semuanya.
Bayangan-bayangan imajiner berlalu-lalang di hadapannya. Kabur. Telinganya samar. Mendengar sesuatu yang terhalangi oleh lengkingan amarahnya sendiri. Ia marah. Marah pada sesuatu yang terus berdenging dan berputar-putar di kepalanya, tapi ia sama sekali tidak tahu apa itu.
Ia benci ketidaktahuan.
Kemudian, mata kalian bertemu. Satan yang bergerak liar menghancurkan pijakan dan pohon-pohon kering di sekitarnya, berhenti ketika menyadari kehadiranmu di antara bulu-bulu putih yang memenuhi pandangan.
Sinyal bahayamu semakin berdering kencang. Pelan, kau melangkah mundur. "Tidak ... Satan ...!" Langkah demi selangkah kau ambil. Berpikir untuk melarikan diri, tapi nyatanya kau kalah cepat.
Geraman terdengar. Satan melesat ke arahmu secepat angin yang berhembus. Kau dengan jelas bisa melihat bagaimana cakar-cakar tajam dari jarinya berada tepat di antara kedua matamu yang membeliak lebar. Siap menembus tempurung kepala di detik berikutnya.
"MC!"
Kau merasakan dirimu di tarik kencang ke belakang. Jatuh tersungkur di atas tubuh seseorang yang dadanya naik turun tak karuan. Kau masih terpaku di tempat. Dengan bola mata masih membulat sempurna. Paru-parumu bekerja keras untuk mengembalikan oksigen yang sempat direnggut tadi.
"MC! MC , kau tidak apa-apa!?"
Butuh beberapa saat untuk kau sadar seseorang memelukmu erat. Perlahan, kau mengangkat kepala. Menemukan wajah Satan yang pucat dengan keringat membasahi pelipisnya. "Satan ...?"
"Syukurlah .... Syukurlah aku tidak terlambat!" Pelukan Satan semakin erat. "Aku benar-benar panik saat kau menghilang dari kamarku, dengan sebuah buku pembuka portal tergeletak di lantai."
"Yang tadi itu ...."
"Masa lalu," jawab Satan sedikit berat. "Diriku. Di masa lalu. Awal kelahiranku." Kau bisa mendengar nada bicaranya yang penuh tekanan. Berang. Kekecewaan. "Aku sungguh minta maaf, MC. Kau harus melihatku yang seperti itu."
Kau menggeleng, "Masa lalu biarlah masa lalu. Sosok Satan yang kukenal adalah yang memelukku sehangat sekarang ini." Sambil tersenyum kau membenamkan wajah pada pelukannya. "Terima kasih sudah membawaku kembali."
Satan ikut menempelkan batang hidungnya di pucuk kepalamu. "Aku tidak akan memaafkan diriku sendiri jika harus kehilanganmu karena diriku di masa lalu."
"Akan kulakukan apapun untuk membawamu kembali."
"Karena aku mencintaimu, MC. Lebih dari apapun. Karena kau yang telah mengeluarkanku dari belenggu amarah tak berujung ini."
--fin.
Tumblr media
10 notes · View notes
putrikaguya · 2 years
Text
Bangun Kebiasaan Sejak Dini.
Melihat banyaknya pasien anak yang datang dengan gigi berlubang dibanding jumlah anak yang giginya bagus, maka sebelum tidur aku ingin mengeluarkan keresahan ini. Boleh diskip buat yang males baca atau merasa sanggup bila punya anak nanti giginya akan bagus tanpa lubang.
Oke silahkan disimak,
Selama masa kehamilan, ibu hamil penting dalam menjaga kesehatan gigi dan mulutnya, bila ibu hamil mudah mual muntah, keadaan mulut akan bertambah asam sehingga penting untuk rajin menyikat gigi dan kontrol ke dokter gigi untuk cek apakah ada gigi berlubang yang harus ditambal atau karang gigi yang harus dibersihkan biar ga kena gingivitis akibat hormonal, jangan lupa penuhi juga nutrisinya agar pertumbuhan janin serta gigi calon babynya nanti baik. Jadi yang belum nikah, gapapa dari sekarang kudu rajin cek gigi biar pas udah nikah terus dikasi hamil ga pontang panting ngurusin gigi.
Setelah bayi lahir, setiap habis mimik ASI biasakan gusi dan lidahnya dibersihkan dengan kassa atau kain steril / bersih yang diberi air putih. Hal ini diharapkan membangun kebiasaan si kecil agar ketika gigi susunya tumbuh kelak, si bayi sudah terbiasa untuk dibersihkan walau dengan metode yang berbeda. Pastinya tambah besar akan tambah banyak rintangannya dan dibutuhkan kesabaran serta ketelatenan orang tua untuk bantu gigi anak biar cakep. Metode yang dilakukan ketika gigi sudah tumbuh adalah dengan menyikat gigi pelan-pelan ditambah pasta gigi mengandung fluor. Untuk anak di bawah 3 tahun pasta gigi berfluoridenya sebiji beras aja ya jangan banyak-banyak nanti fluorosis, kalau udah di atas 3 tahun baru sebiji kacang polong.
Kenapa tadi ku bilang sebelum nikah perlu rawat gigi? Nanti ada kaitannya dengan pertanyaan "Anakku ga suka makan manis, sikat gigi selalu rutin pagi dan malam sebelum tidur, tapi kok masi bolong giginya ya? " Kalau gitu pertanyaannya, cara menyikat giginya gimana? Buru-buru ga? Terus coba cek juga gigi orang orang sekitarnya. Yang niupin makanannya kalau panas, atau yang sering kiss kiss bibirnya itu giginya ada bolongnya ga? Karna jangan salah loh bakteri itu bisa ditularkan lewat tiupan dan kiss kiss tadi. Belum lagi yang mamanya gemes anaknya lama makan terus diemutin dulu dalam mulutnya baru dipindahin ke dalam mulut babynya.
Oya jangan lupa juga kasih jeda sikat gigi 30 menit dari makan terakhir ke sikat gigi malam ya karna biasanya di waktu itu PH dalam mulut berubah.
Kalau udah cakep semuanya, batasi juga makan manisnya. Nah ini yang berat sih karna kalau anak udah sekolah pas kecolongan gimana? Makanya yang tadi aku bilang bangun kebiasaan. Dari sedini mungkin diusahakan juga dibatasi makanan manisnya. Pernah loh ada drg sp gigi anak yang cerita dia dari kecil dibatasi makan manisnya hanya ketika weekend dan itu di depan orang tuanya, jadi orang tuanya bisa kontrol kalau emang kelebihan.
Udah panjang gini nanti dinyinyirin sama tim maha benar "Ah situ belum punya anak aja jadi belum ngerasain repotnya punya anak kan? Apalagi kalau mau sikatin giginya pasti dia nangis duluan, ribet tau kalau udah punya anak".. Yhaa waktu itu kaget juga dengernya karna emang belum ngerasain langsung ya. Tapi kalau semua orang ribet punya anak kok ya ada yang punya anak banyak tanpa nanny tapi giginya bisa bagus semua tuh.
Terus aku cari jawabannya nanya langsung ke temenku yang udah punya 3 anak tapi giginya bagus-bagus. Jawabannya adalah "Dikira anak kita anteng-anteng aja kali kalo disiikatin giginya? Kita juga berjuang mati-matian tiap malem udah kayak perang Dunia ke 1000 sampai tetangga kayaknya udah biasa dengerin teriakan tangisan kalau anak gue mau di sikatin giginya. Ini tuh udah bukan dia bisa atau ga bisa, mau atau ga mau tapi WAJIB. Mending dengerin anak nangis sekarang daripada anak nangis ke dokter gigi kalau giginya rusak. "
Dan emang iya sih pada akhirnya tim ibu pertama pun merasakan membawa anak usia 1 tahun ke dokter gigi dengan keadaan anak belum kooperatif tapi ga mau makan karna giginya rusak lebih menyakitkan dan bikin pusing.
Oya satu lagi, kalau dirasa anaknya sulit sikat gigi atau mau sikat gigi tapi masih kurang bener mohon banget dibantuin. Lepas sendiri kalau emang udah bener dan giginya bagus semua. Banyak juga kasus yang dateng "Tuh dok di suruh sikat gigi males bener. " Bisa jadi anak belum ngerti, anak malas karna udah ngantuk, dsbnya yang emang harus gerak ortunya untuk bantu. Lagi lagi mau pakai kata "Bangun kebiasaan dari kecil" untuk sikat gigi bersama, atau saling sikatin gigi yang nanti ujung ujungnya kalau kurang dibantu orang tuanya. Beri contoh positif ke anak, sikat gigi bersama biar anak tau kalau itu emang wajib harus dilakukan. Sama kayak hal lain yang wajib yang juga di contohin ke anak dari kecil. Misalnya juga sama sama batasi makanan manis, jangan cuma ngelarang larang aja nih anak ga boleh makan manis tapi orang tuanya di depan anak makan coklat, eskrim dll.
Semoga cerita ini bermanfaat aamiin
16 notes · View notes
Text
Tumblr media
WA 0852-9000-9353 JUAL LEVISAV Pasta Gigi Ciptadent Dan Charcoal di Cisaranten Bina Harapan Bandung
Gigi Putih Cepat, Gigi Kuning Menjadi Putih, Gigi Kuning Membandel, Gigi Kuning Meski Rajin Sikat Gigi, Gigi Kuning Menjadi Putih Kembali, Gigi Kuning Mati, Gigi Kuning Minum Kopi, Gigi Kuning Mengapa, Gigi Menjadi Kuning, Gigi Kuning Menjadi Putih
Masa depan Anda adalah investasi yang berharga, termasuk dalam hal menjaga kesehatan mulut dan kesegaran napas Anda. Dengan menggunakan pasta gigi herbal Levisav, Anda memilih investasi yang tepat. Keberlanjutan kesegaran napas Anda menjadi prioritas, dan Levisav hadir untuk membantu Anda mencapai tujuan ini. Setiap kali Anda menggunakannya, Anda memberikan perhatian yang lebih baik pada kesehatan mulut Anda, dan ini akan berdampak pada kesejahteraan Anda dalam jangka panjang. Masa depan napas segar Anda dimulai dari hari ini, dengan Levisav sebagai mitra setia dalam perawatan kesehatan mulut Anda.
dapatkan levisav di marketplace pilihan anda,untuk informasi lebih lanjut kunjungi levisav.com dan nomor 0852-9000-9353
Tangerang, Tangerang Selatan, Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Bogor, Ciamis, Cianjur, Cirebon, Garut
Gigi Sensitif
Gigi sensitif adalah kondisi ketika muncul sensasi ngilu dan nyeri pada gigi. Sensasi tersebut muncul sebagai respons terhadap sejumlah kondisi, misalnya akibat makan atau minum yang panas atau dingin. Gigi sensitif dapat terjadi sementara atau dalam jangka panjang, baik pada satu gigi maupun beberapa gigi. Gejala Gigi Sensitif Seseorang yang mengalami gigi sensitif akan merasakan sensasi nyeri dan ngilu, terutama pada bagian akar gigi. Sensasi tersebut muncul sebagai respons atas sejumlah hal, di antaranya:
Mengonsumsi makanan dan minuman yang panas atau dingin
Mengonsumsi makanan dan minuman yang manis atau asam
Membersihkan gigi, baik dengan sikat atau benang gigi
Menggunakan obat kumur dengan kandungan alkohol
Terpapar udara dingin. Gejala gigi sensitif dapat ringan hingga berat, dan dapat hilang atau timbul dengan sendirinya. Penyebab Gigi Sensitif Gigi sensitif disebabkan oleh sejumlah kondisi, antara lain: Penipisan email
Email atau enamel adalah lapisan terluar gigi yang berfungsi melindungi gigi dari kerusakan. Meskipun email adalah jaringan paling kuat di tubuh manusia, email juga dapat menipis atau rusak. Semakin tipis email, maka risiko terjadinya gigi sensitif akan semakin tinggi. Penipisan email dapat dipicu oleh konsumsi makanan atau minuman manis, asam, minuman bersoda, sering makan es batu, serta konsumsi vitamin C yang berlebihan. Kondisi gigi dan mulut Gigi yang patah, berlubang atau membusuk dapat membuat dentin (zat di bawah email gigi) menjadi terbuka, dan memicu terjadinya gigi sensitif. Kondisi lain pada mulut yang dapat menyebabkan gigi sensitif adalah gusi yang menyusut. Penyusutan gusi dapat membuat akar gigi terlihat dan tidak terlindungi. Kondisi lambung Gigi sensitif juga dapat disebabkan oleh penyakit refluks asam lambung atau GERD. Asam lambung yang naik dari lambung dan kerongkongan, dapat mengikis email gigi, bila terjadi dalam jangka panjang. Selain penyakit refluks asam lambung, kondisi medis lain yang dapat menyebabkan gigi sensitif adalah gastroparesis atau gangguan pengosongan lambung, serta gangguan makan seperti bulimia. Kebiasaan buruk Beberapa kebiasaan buruk juga dapat menyebabkan gigi sensitif, terutama bila berlangsung dalam jangka lama. Misalnya, menyikat gigi terlalu keras atau menggunakan sikat gigi yang kasar. Kebiasaan menggertak gigi saat sedang tidur, juga dapat memicu gigi sensitif. Prosedur medis Beberapa tindakan medis pada gigi seperti tambal gigi dan pemutihan gigi, juga dapat menyebabkan gigi sensitif. Namun demikian, gigi sensitif yang timbul akibat prosedur medis hanya sementara, dan akan hilang dalam beberapa hari. Diagnosis Gigi Sensitif Dokter dapat menduga pasien mengalami gigi sensitif bila terdapat sejumlah gejala yang telah dijelaskan di atas. Namun untuk memperkuat diagnosis, dokter akan memeriksa apakah terdapat kondisi yang memicu gigi sensitif, seperti gigi berlubang atau penyusutan gusi. Bila diperlukan, dokter akan menjalankan pemeriksaan foto Rontgen, guna melihat apakah kondisi gigi atau kerongkongan.
GigiPutihCepat #BauMulutKarenaDahak #BauMulutLidahPutih #BauMulutLidahPahit #BauMulutLambung #BauMulutLama #BauMulutLidah #BauMulutLiver #BauMulutLuarBiasa #BauMulutMenyengat
0 notes
ajahbesti · 1 year
Text
Tumblr media
Foto Bubuk Rempah GAFI PREMIUM, WA 0897-9279-277
0 notes
ailathifa · 9 months
Text
#Fiksi
Bianglala
Laki-laki di depanku menikmati nasi goreng yang tinggal setengahnya. Dia adalah jenis manusia yang menyenangkan. Sangat menyenangkan versiku.
Aku bukan tidak tahu perihal kalimat yang ia sampaikan, aku hanya berpura-pura. Tentu saja tidak seanak kecil itu untuk tidak paham, tapi aku memutuskan menjadi tidak tahu saja. Kenapa? Karena itu akan lebih aman.
Kami sama dalam banyak hal, tapi..
"Ka.." Suaranya membuyarkan pikiranku.
"Eh yaa?"
"Kok kwetiaunya ngga dimakan?"
"Ehm, masih panas Dim."
"Kalau dingin namanya es teh kali, Ka."
"Ngga juga, es krim juga dingin kok."
"Masih kalah dingin kalo dibandingin sama.."
"Bodoamat!!" Aku memotong kalimatnya ketus, paham apa yang akan ia ucapkan. Dia selalu meledekku dengan kalimat itu. "Es balok takut sama kamu Ka, kalah dingin dia. Kamu seniorlah pokoknya!" Begitu katanya.
Aku celingak-celinguk.
"Nih." Dimas meletakkan wadah kecil di depanku.
"Kok tau aku nyari sambel?" Makananku memang belum cukup pedas bagiku.
"Karena ngga mungkin kamu nyari aku, ya kan?" Dia meneguk es jeruknya.
"Dih!"
"Eiya, kamu harus baca novelnya Christie yang And then there were none. Itu bagus banget!"
"Novelnya AC mana ada yang ga bagus sih."
"Besok aku bawain ya."
"Terima kasih kalau gitu."
"Untuk?"
"Novelnya, kan?"
"Bilang makasi mulu deh, kaya sambutan ketua panitia."
"Yaudah, maaf."
"Bilang maaf mulu kayaa.."
"Sambutan ketua panitia?" Aku sekali lagi memotong kalimatnya, ketebaklah.
Dia terbahak. Kami sudah menjadi teman baik walaupun belum genap satu tahun saling kenal.
🎡
"Makasih ya, Pak!" Aku menyerahkan uang parkir pada si Bapak. Beliau tersenyum ramah.
"Langsung pulang?" Dia menyerahkan helm.
"Iya aja, udah malem."
🎡
Sepuluh menit kemudian kami tiba di bangunan bercat putih.
"Thank you, Dim!"
"Oke, dua puluh ribu ya, Kak"
"Nih!" Aku menyerahkan kertas bon belanja dari saku jaketku.
"Aku masuk yaa," lanjutku.
"Kaa, bentar!" Dia menahan lenganku, untuk kedua kalinya malam ini.
"Yaa?"
"Kalau kita sama, apa ceritanya bakal beda?" suaranya hampir tidak terdengar.
Aku tahu, pertanyaan ini akan keluar dari mulutnya. Tapi aku tidak siap, aku pikir tidak secepat ini. Setelah pertanyaannya yang tiba-tiba ketika makan tadi, aku pikir percakapan tentang ini sudah selesai, ternyata tidak. Tanganku bergerak merapatkan jaket, tiba-tiba terasa dingin, mengulur waktu.
"Ceritanya akan tetap sama, kita tetap teman, kan kamu teman ter ter ter ku Dim. Terbaik terkeren ter yang lainnya pokonya!" Aku tidak tahu apa yang barusan aku katakan, memasang wajah seceria mungkin.
"Dasar!" Dia tersenyum, ganjil. "Kalo gitu terjelek, terjahat, ternyebelin juga dong! Yaudahlah sana masuk," lanjutnya.
"Baaikk!" jawabku masih dengan sisa tawa. Aku membuka gerbang.
"Kaa.." Apa lagi kali ini.
"Apaaa??" kataku galak.
"Helm nya woiii!! Marah-marah aja lu!"
"Oiya. Monmaap Kak!" aku nyengir.
"Inkaa!"
"APAAAA?"
Dia tertawa, memamerkan gigi gingsulnya. Tanpa sadar bibirku membentuk senyum tipis. Tawanya terdengar renyah.
"Oke, aku jalan yaa! Jangan kangen aku loh!"
Tapi dia memang termenyebalkan, sempurna menggagalkan rencanaku untuk sedih malam ini, atau mungkin dia sengaja membuatnya demikian. Aku mematung. Menarik nafas panjang. Malam ini harus segera tidur.
🎡
Setelah mematikan lampu kamar, aku membuka daftar putar lagu dari gawai, mengatur waktu mati otomomatis untuk sepuluh menit. Lagu pertama mengalun.
🎶I don't know why, my heart beats so fast when I'm with you~~
Ting! Notifikasi pesan masuk
Dimas:
Ka, kamu masih suka Conan?
Inka:
Masih lah, kenapa?
Dimas:
Tapi Conan suka kamu juga ngga?
Hampir keluar kata-kata kasar dari mulutku. Inilah alasan kenapa aku ingin menguasai teknik teleportasi, agar bisa berpindah ke mana-mana dalam sekejap untuk keperluan mendesak, menyiramkan air ke wajah Dimas misalnya.
Inka:
BELUM SEMPAT TANYA. BESOK AKU KABARIN LAGI YA, WAHAI PENGGEMAR!!
Dimas:
Jangan berisik woi! Kasian tetangga kamar. Ngegas terosss!!!
Inka:
Masnya mohon menunggu dengan sabar, saya baru kirimkan pukulan berdentum!!
Dimas:
Ini aku serius mau kasih saran, kurang-kurangin dah tuh konsumsi fiksi. Anda makin hari makin ngaco!
Inka:
Inka meninggalkan obrolan. Bye. Selesai.
Dimas : Mulai juga engga, main selesai selesai aja, Buk ಠ⁠_⁠ಠ
🎡
Dia benar, mau ditunggu sampai besok, atau lusa, atau besoknya lagi pun, cerita ini tidak akan pernah ada selesainya, ya karena memang tidak pernah dimulai. Ini hanya sebuah cerita pendek, bahwa aku dan Dimas berteman. Sudah, hanya itu.
🎡22 Juni 2020
2 notes · View notes
aksarabu · 1 year
Text
Rabu, di Awal Februari
Tidak ada yang namanya kebetulan, semua perihal datang dengan alasan dan tujuan. Bahkan daun kering yang jatuh dari ranting pohon. 
Perkenalkan, aku Aksara.
Februari baru saja dimulai, dan hujan adalah teman paling akrab untuk wilayah tropis yang memiliki dua musim. Jam delapan pagi dari bangunan lantai 19, sebuah apartemen di Jakarta Selatan. 
Haruskah aku memulai hari dengan menyeduh kopi, atau membuka pintu untuk melihat anak siapa yang menangis di depan pintu rumahku. 
“Bismillahirrahmanirrahim. Selamat memulai Rabu”
Begitu caraku mengawali hari, meneguk segalas air putih, menggosok gigi, mengoles sunscreen meski belum mandi. Pekerja malam tidak butuh mandi pagi, bukan? 
Ijen Lestari, 20 gram, light roast, grind size medium coarse, aeropres method, iced Japanese. Aku mendapat beans ini dari Pepeng Klinik Kopi, Yogyakarta. Aku sudah lama mengenalnya sebelum Rangga dan Cinta datang ke Kaliurang, Sleman dan membuat Klinik Kopi menjadi bagian dari Ada Apa Dengan Cinta? 2013, Klinik kopi yang kukenal ada di tengah Gejayan. Sang Empu, pasangan suami istri Pepeng dan Vivi kala itu hanya membuka kedainya di sore hingga malam. 
Ah, bukan itu yang ingin aku ceritakan. Sebentar, aku mau meneguk kopiku dulu. Percaya deh, rasanya enak. Aku tidak sempurna dalam matematika, tapi kopi adalah matematika dan rumus kimia paling indah di semesta. Aku tidak peduli jika kamu tidak percaya. Tapi, ratio kopi yang tidak seimbang, tidak akan mengeluarkan karakter kopi itu sendiri. Seperti kamu, aku, dia, mereka, kita semua yang lahir dan tumbuh membentuk karakter, pun demikian dengan kopi.
Aku selalu terbawa suasana jika menulis tentang kopi, jika ada roaster, brewer, dan Q-grader yang membaca tulisan ini, hi, jangan dianggap serius ya. Album tulisan ini bukan tentang kopi kok, tapi tentu selalu ada cerita di tengah aksara yang ada. 
Hmm… aku menghela nafas sedikit lebih panjang begitu membuka pesan dari salah satu grup WhatsApp. Memeriksa tautan yang dikirim lebih teliti dan memastikan link artikel itu siap terbit. Tap.. tap.. tap.. manusia-manusia pagi sudah mengunggah insta story. Dan, di sinilah cerita ini dimulai.
“Hi, adopt me please. Adopt me please” suara itu jelas terdengar di salah satu unggahan teman baikku. Seekor anak kucing ras, berbulu putih lebat, dan warna ekor yang bercampur dengan cokelat muda sedikit orange. Aku memandanginya berkali-kali. Aku pikir temanku baru saja menyelamatkan lagi satu kucing yang terlantar di jalan. Aku mengirim pesan dalam unggahan itu. “Mau!’
Setelah mengirim pesan, aku kembali meneguk kopi, memandangi layar kerja dengan pikiran yang tidak lagi fokus. “Damn, gue beneran mau adopt kucing itu? How come? Mau gue pelihara di mana? pelihara kucing aja nggak pernah.” Tidak lama, pesan WhatsApp masuk.
Chika: “Kak, kakak serius mau adopt kucing ini? Kalau kakak mau, aku gak akan biarin yang lain adopsi anak ini. Besok anak kucing ini mau aku bawa ke shelter biar dia dirawat di sana. Kebetulan kakak sepupuku cuma bisa anterin besok pagi”
Aksara: Jadi!
Chika: Ok kalau jadi, aku biarin di rumah dulu sampai Kakak ambil. 
Aksara: Titip ya, Chika. 2 minggu lagi di hari Minggu aku jemput dia. 
Sejak hari itu, Rabu, 1 Februari 2023, aku memiliki seekor anak kucing.
Tumblr media
Entah siapa nama dan darimana asalnya, Chika memanggilnya Snowy. Potret inilah di mana pertama kali aku melihatnya dalam unggahan Chika di hari Rabu 1 Februari 2023. Tubuhnya kotor dan entah berapa banyak kaki kecilnya melangkah untuk sampai pada rumah yang menemukannya.
2 notes · View notes
unimiff · 1 year
Text
Mengangkasa (1)
Kutatap lorong rumah sakit. Bau obat, karbol pembersih lantai, hingga bau orang sakit terasa menusuk hidungku yang cukup sensitif terhadap bau-bauan ini. Dari dulu aku memang tidak suka dengan tempat bernama rumah sakit. Segala hal yang berbau rumah sakit terasa berlebihan. Suasananya terlalu ramai, terlalu banyak orang berlalu-lalang. Dinding dan langit-langitnya terlalu putih. Dokternya terlalu serius. Obatnya terlalu pahit. Senyum perawatnya terlalu dipaksakan. Tangis keluarga pasien terlalu menyakitkan. Bahkan bentuk bangunannya pun terlalu kaku. Ah, katanya semua yang terlalu berlebihan itu tidak baik. Dan di rumah sakit, berkumpul semua hal yang terlalu berlebihan. Namun, di sinilah aku sekarang. Dan menjadi bagian dari tangis keluarga pasien yang terlalu menyakitkan itu. Kuingat-ingat bahwa kurang dari 10 jam yang lalu, aku masih di pulau seberang, menjalani aktivitas yang sama sekali berbeda. Tak pernah terpikirkan olehku bahwa satu panggilan telepon di pagi buta akan mengubah garis perjalanan hidupku. Mulai hari ini, hingga seterusnya.
***
"Halo, assalamualaikum. Ya, kenapa, Bang?" Jam digital di ponsel menunjukkan pukul 3 pagi. Aku berusaha mengumpulkan nyawa yang masih tertinggal di alam mimpi. Tak biasanya abangku menelepon, sepagi ini pula. Paling hanya berkirim pesan lewat aplikasi WhatsApp. Fakta bahwa dia menelepon di jam yang tidak lazim menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tidak beres.
"Ibu sakit." Kudengar suaranya bergetar. Ada tangis yang ditahan. Fakta bahwa abangku menangis merupakan ketidaklaziman selanjutnya. Yang kutahu, abangku merupakan sosok laki-laki kuat yang hampir tidak pernah meneteskan air mata. Apalagi di hadapanku. Aku hanya melihatnya menangis sewaktu dia selesai mengucapkan ijab kabul. Saat dia menikah, 2 tahun yang lalu. Kesadaranku mulai terkumpul.
"Sakit apa?" tanyaku. Sepengetahuanku, Ibu kami memang sudah lama tidak sehat. Yeah, sakit-sakitnya orang tualah. Entah itu demam, nyeri sendi, hingga sakit gigi datang bergantian. Namun, kali ini, sepertinya bukan itu.
"Belum tahu. Kakak bilang Ibu nggak sadar. Sudah dirujuk ke RS di kota kabupaten. Dibawa ke UGD, diperiksa, tetap tidak ada kemajuan. Sekarang mau dirujuk ke RS di provinsi untuk pengecekan lebih lanjut. Kita pulang, ya. Pesawat pagi. Masih bisa Abang pesan sekarang. Kamu siap-siap, ya."
"Hah? Pulang? Sekarang? Oh, iya, iya. Ima siap-siap." Kesadaranku sudah kembali seutuhnya meskipun aku masih belum sepenuhnya memahami apa yang terjadi. Aku bahkan tidak sempat untuk bersedih seperti abangku. Yang kuingat adalah, aku beranjak ke kamar mandi, menguatkan hati untuk mengguyurkan air dingin ke seluruh tubuhku. Berharap dinginnya air juga mengguyur segala hal negatif yang ada pada pikiranku. Sungguh, pikiranku berkecamuk. Memikirkan segala macam kemungkinan adalah hal yang aku ahli di dalamnya, sekaligus aku benci.
Seusai salat subuh, aku memesan taksi online. Aku berangkat dari kosanku di Depok, Jawa Barat, sementara abangku dari rumah kontrakannya di Ciputat, Tangerang Selatan. Kami berjanji untuk langsung bertemu di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang. Sesampainya di Bandara, kami tidak banyak berkata-kata. Seperti yang sudah disampaikannya, abangku sudah memesan tiket pesawat untuk kami berdua. Pesawat pagi ke Padang. Itulah tujuan kami pagi ini. Ibu kota provinsi Sumatera Barat itu sedang menunggu Ibu yang sedang diantar dengan mobil ambulans dari RS di kota kabupaten kami. Kota itu juga sedang menunggu kami, anak-anaknya yang sedang merantau di seberang pulau, untuk menemui ibunya.
Aku selalu suka naik pesawat. Aku akan memilih kursi di dekat jendela dan memandang ke luar. Rasanya, aku dekat sekali dengan awan. Rasanya, aku bisa menyentuh awan dan langit. Aku selalu suka awan, langit, dan perjalanan dengan pesawat. Namun, kali ini tidak. Perjalanan CGK-PDG yang hanya 1,5 jam terasa sangat lambat bagiku. Entah kenapa, pilotnya seperti berkonspirasi dengan semesta untuk menyiksaku dengan pemikiranku akan segala kemungkinan tentang penyakit ibuku. Mengapa Ibu harus sakit sekarang? Mengapa aku harus pulang sekarang? Dan pertanyaan-pertanyaan mengapa lainnya terus bermunculan, hingga pesawat mendarat dan kami melanjutkan perjalanan dengan taksi ke rumah sakit.
Perjalanan dari bandara ke rumah sakit memakan waktu 2 jam. Aku dan abangku sampai duluan. Sementara ambulans yang membawa ibuku masih di perjalanan. Ibuku ditemani kakak perempuanku. Kebetulan kakakku menetap di ibu kota kabupaten kami. Jadi, dialah yang menemani ibu. Kami menunggu dengan cemas. Aku diam, abangku bungkam. Namun, aku yakin isi kepalanya tidak jauh berbeda denganku. Atau tepatnya, aku yang mirip dia. Kata orang-orang, hampir dalam segala hal, aku mirip abangku. Mulai dari wajah, cara berpikir, buku bacaan, film yang ditonton, hingga pandangan hidup. Kemiripan itu pulalah yang membuatku mengikuti jejak sekolah abangku. Mulai dari SD sampai kuliah, kami satu almamater. Hanya saja, abangku tidak pernah jadi seniorku secara langsung karena usia kami terpaut 7 tahun. Aku masuk sekolah saat abangku sudah lulus di sekolah itu. Namun, tetap saja, guru-guru selalu mengingat abangku sebagai anak emas di sekolah mereka.
"Oh, ini Ima adiknya Fahmi, ya? Harus pintar kayak abangnya, ya!" Sering sekali aku mendengar kalimat itu terlontar dari guru-guru. Tidak hanya sekali dua. Aku sih, senang-senang saja dikenal guru sebagai adiknya Fahmi si pintar. Ada rasa tertekan juga, sih. Sejauh ini, aku masih bisa mengimbangi prestasi abangku di sekolah. Saat kuliah, aku juga mengikuti jejak abangku untuk merantau ke tanah Jawa. Berkuliah di salah satu kampus terbaik di negeri ini. Hanya saja, aku akhirnya memilih jurusan yang berbeda dengannya. Aku tidak kuat kalau harus mengambil jurusan yang laki banget alias Teknik Sipil seperti abangku itu. Aku dari dulu suka sastra dan memilih untuk berkuliah di jurusan Sastra Inggris seperti yang kuinginkan. Tak kusangka, di balik banyaknya persamaan kami, sejak hari ini kami akan ditakdirkan menghadapi garis nasib yang berbeda. Jauh berbeda.
***
Pandanganku dari lorong rumah sakit teralihkan ke gerbang masuk. Suara ambulans meraung-raung. Di badan mobil ambulans itu tertulis nama rumah sakit daerah kami. Pasti itu ambulans yang membawa Ibu! Aku tersentak. Kucengkeram lengan abangku kuat-kuat. Kami berjalan mendekati ambulans tersebut. Benar saja, di dalamnya ada Ibu dan Kakak. Kupikir, aku hanya akan sebentar saja di sini. Ternyata, saat tubuh Ibu diusung dari ambulans ke ruang UGD, saat segala hasil pemeriksaan laboratorium keluar esok hari, hari-hariku tak akan pernah sama lagi. Semuanya akan berbeda. Garis nasibku sudah dituliskan. Dan rasanya aku belum siap untuk menjalani semuanya. Namun, begitulah takdir. Siap tak siap, ia tetap memaksa siapa pun untuk menerimanya. Entah itu dengan terpaksa atau lapang dada. Aku tidak tahu, aku akan menjadi bagian yang mana di antara keduanya.
20230212
4 notes · View notes
seikhlaslangit · 1 year
Text
Tuhan, malaikat yang Engkau utus untuk menjagaku, ternyata selalu memastikan jika namaku selalu ada di dalam Doanya.
jagalah pintaku untuk senantiasa menyebut namanya.
" ma nyampe mana ? " pesanku pada jam 14.30 wib.
" ini udah perjalanan pulang, kenapa ? " balas beliau di menit yang sama.
" ngga papa. Cuma tanya aja ". Ku balas dengan ketikan agak lama dari biasanya. Ku matikan dataku lalu ku ambil charger untuk mengisi daya. Entah, kenapa semenjak sakit aku jadi lebih manja ke ibuku. Rasa ingin di dekat beliau semakin menjadi-jadi. Setiap jam setengah tiga sore aku selalu mengirimkan pesan hanya untuk menanyakan "kapan pulang".
Tak berselang lama dari pesan yang tadi aku kirimkan, tiba-tiba terdengar suara derap langkah yang semakin dekat.
"Assalam'mualaikum" suara khas yang sedikit heboh dengan senyuman yang lebar seperti biasanya mampu membuatku menoleh kearahnya.
" mau mandi a ? " tanya beliau kepadaku.
Ku lihat jam di layar handphone ku yang menunjukkan angka 15.30 wib.
" mau " ucapku dengan suara yang sok lemes .
" yaudah ayo " . Dengan cekatan mama menyiapkan segala hal yang aku butuhkan ketika mandi. Mulai dari sabun-baju ganti.
Ku matikan infusku, dan membawanya pada tangan sebelah kanan. Bisa ku pastikan jika darah ini akan segera naik ke selang infus jika aku terlalu lama mematikannya.
Setelah masuk ke kamar mandi, mama dengan sabarnya merawatku. Menyiapkan pasta gigi yang akan ku gunakan, sabun cuci muka, dan sabun mandi.
Aku tertegun " aku udah besar, tapi kalo di fase kayak gini rasanya seperti kembali menjadi seorang anak kecil ". Suara batinku mencoba menghadirkan serpihan memori di 22 tahun yang lalu. Aku yakin, ibuku pasti beranggapan hal yang sama denganku.
Dari sini, aku mulai membenarkan ucapan salah seorang yang aku lupa namanya . Beliau mengatakan bahwa "mau sampai kapanpun, orang tua kita akan menganggap diri kita sebagai anak kecil mereka".
Setelah mandi dan berganti pakaian bersih, mama memgoleskan minyak kayu putih, memberikan parfum, menyisiri rambutku, menguncitnya, lalu mengoleskan bedak taburnya di wajahku.
" selesai, kalo ginikan jadinya ngga seperti orang sakit " ujarnya kepadaku.
Tak selang lama dari itu, seorang wanita mengantarkan makanan seperti biasanya .
" terimakasih mba " ucapku berbarengan dengan mama.
Kedua tangan mama mengambil kotak nasinya lalu membukanya secara perlahan
" makan yaa menunya enak ini ada rolade, daging, nasi sama buahnya " kata mama menjelaskan menu yang akan aku makan sore ini.
" iya mam " .
Mama mulai menyuapiku secara perlahan dan tentunya dengan kesabaran tingkat tingginya.
" mugo-mugo ae awakmu diparingi jodo sg suabar yu " kalimat yang sering beliau lontarkan . Aku sadar, jika aku adalah anak gadis yang manja. Lalu, diberikannya seorang ibu dengan tingkat kesabaran yang luar biasa.
Salah satu alasan kenapa mama selalu memanjatkan doa tersebut disetiap waktu, tidak lain karna faham betul anaknya ini macam apa . Anaknya ini semanja apa, anaknya ini setidak bisa apa-apa, bahkan seringan memasang gas, beli gas, mengangkat galon, memasak makanan terenak sedunia atau membuat sambal bintang lima itu tidak akan bisa.
Bisa jadi, suatu saat nanti aku memang bakal semerepotkan itu kepada suami. Ngga tau lagi deh gimana nanti jadinya jika suamiku tidak sesabar ibuku.
Mama selalu bilang " yu, kalo cari pasangan itu yang saling mencintai, saling menghormati, dan saling merasa butuh antara satu dg yang lainnya. Biar nantinya kamu selalu dihargai, dimuliakan, dan dicintai. Karna perjalanan rumah tangga ini panjang sekali dengan segudang masalahnya, jadi cari suami yang bener. Ngga papa ngga kaya yang penting tanggung jawab. Ngga papa ngga ganteng yang penting meneduhkan ketika kamu melihatnya ".
Mama dengan segala pesannya, dan aku yang bagian mengaamiinkan segala panjatan doanya.
"Aamiin paling serius ya Allah " balasku disetiap kalimatnya dengan senyuman lebar.
Dari sini aku menyadari bahwa yang ada disetiap keadaan ku dan selalu memperjuangkan kebahagianku adalah beliau. Sosok malaikat yang Allah hadirkan untuk menemaniku.
"Tuhan, terimakasih sudah menghadirkan malaikat tercantik untuk ku. Dan semoga engkau ringankan jiwa dan ragaku untuk selalu menggapai ridhonya"
Lagi difase dibuat jatuh cinta sama mama hehe :). Makasih mam untuk semuanya .. Semogaa aku bisa selalu membaktikan diri kepada mama yaa sampai dipenghujung usia.
Suatu hari nanti, aku maunya aku yang merawat mama ketika di usia senja. Biar aku sendiri yang memantau kondisi kesehatannya mama. Dan rasa itupun juga berlaku untuk calon mertua. Rasa-rasanya aku ingin selalu ada di usia-usia senjanya sebagai bentuk rasa terimakasih karna telah melahirkan dan mendidik suamiku dengan segala sifat dan tindakannya yang membuatku semakin hari semakin mengaguminya.
Semoga Allah mudahkan ..
29-Januari-2023
4 notes · View notes
dstntflwr · 1 year
Text
Luck Draws the Unlucky (Part 23)
Tumblr media
Bagi Mazikeen, setelah tinggal ratusan tahun lamanya di dunia bawah, dia paham bahwa cuaca disini bergantung pada suasana tuannya. Dan sekarang, petir tengah menyambar beberapa roh, hujan menaungai Asphodel dan membasahi dahan kering kerontang pohon-pohonnya.
Beberapa roh yang ketakutan memukul-mukul gerbang istana, bahkan beberapa telah terbang dan menancapkan cakar mereka ke dindingnya, beberapa menggedor-gedor kaca jendela.
Dia mendengar jeritan Zelda yang begitu ketakutan.
Mazikeen berjalan ke arah Lucifer yang tengah menggerakkan apinya untuk mengusir para roh kurang ajar dari dinding dan jendela. “Hentikan ini,” pintanya. “Kau lupa kalau kau punya seorang manusia disini?”
“Dia mengatakan bahwa dia tak ingin dipedulikan, jadi aku tak peduli.”
“Tapi itu mempengaruhi suasana hatimu. Bahkan Asphodel tidak tahan banjir. Beelzebub akan datang dan protes kemari jika hujan disini mempengaruhi teritornya.” Lucifer menyentuh dadanya, wajahnya mengkerut kesakitan. “Tuanku?”
“Dimana Zelda?”
“Di ruangannya.”
Iblis itu mengangguk. “Bereskan mereka.”
Mazikeen mengangguk, api putih terbentuk di tangannya sementara Lucifer berjalan pergi, bergegas.
---
Ketika dia memasuki ruangannya, Zelda tengah meringkuk di dalam selimut. Lucifer dapat melihat beberapa roh memanjat di jendelanya, mata mereka membelalak dengan tatapan rakus, gigi taring mereka mencuat dengan lidah yang memanjang.
Dia mengerti. Zelda adalah satu-satunya manusia yang ada disini, satu-satunya manusia yang mereka lihat dalam puluhan bahkan ratusan tahun hidup mereka sebagai roh. Mereka menginginkan tubuh untuk dirasuki, untuk kembali ke dunia fana dan hidup kembali.
Lucifer mengibaskan tangannya, dan sosok tulang terbungkus kulit itu terjatuh.
“Hei,” panggilnya perlahan, menarik selimutnya terbuka, namun manusia itu menjerit, membuatnya harus menahan pundaknya yang bergetar. “Astaseul!”
“Pergi!”
“Ini aku,” dia mencoba, dan ketika dia masih memberontak, Lucifer tak punya pilihan selain memeluknya, mencoba menahannya di dalam dekapannya sementara dia meliuk untuk menghindar. “Zelda,” bisiknya. “Ini aku.”
Kini hanya terdengar isakan, dan dia dapat merasakan jemarinya meremas kemeja hitamnya. Jika ini terjadi di waktu biasa, Lucifer akan membunuh siapapun yang berani membuat bajunya kusut, namun dia membiarkannya. “Aku minta maaf,” tangisnya. “Aku minta maaf, jadi buat mereka pergi.”
Lucifer mengelus kepalanya. “Aku tak membawa mereka kemari.” Ada rasa basah di lehernya, dimana air mata Zelda menetes. “Katakan saja,” suruhnya. “Katakan perintahmu dan aku akan menghancurkan mereka.”
“Tinggal.”
Dan Lucifer merasakan dadanya berdenyut.
“Tinggal disini,” perintahnya. “Aku tak ingin sendirian.”
Lucifer menunduk untuk memperhatikannya. Kakinya menumpuk betisnya, satu tangannya melingkar di pinggangnya sementara yang lain meremas kemeja di bagian pundaknya, kepalanya masih bersembunyi di lehernya.
Zelda Astaseul tidak sekuat yang dia lihat ketika mereka biasanya bertemu. Mereka bentrok setiap waktu, berkelahi dan bicara dengan nada kasar dan keras. Namun Zelda disini tampak terlihat rapuh, seperti anak kecil yang meringkuk membutuhkan perlindungan.
Iblis itu mengangkatnya ke atasnya, sementara dia bergeser untuk berpindah ke tengah ranjang. Zelda menghela nafas ketika dia mengelus pundaknya dan menurunkan tubuhnya untuk berbaring di sampingnya. Dia melingkarkan tangannya ke perutnya, sementara kepalanya berbaring di dada.
Lucifer menutup matanya, kepalanya bersandar di atas kepala Zelda.
Tanpa mereka sadari, petir berhenti menyambar dan hujan tak lagi turun.
Suasana hati Lucifer, dia akui atau tidak, akhirnya membaik.
2 notes · View notes
nauvalbpd · 23 hours
Text
WA 0852-0114-19002 (PROMO), Jual  Neon Box Warna Biru di  Jakarta Selatan
Tumblr media
WA 0852-0114-19002 (PROMO), Jual  Neon Box Warna Biru di  Jakarta Selatan Langsung ORDER KLIK WA http://wa.me/62852011419002, Jual  Neon Box Warna Biru di  Jakarta Selatan, Jual  Neon Box Dokter Gigi di Slawi, Jual  Neon Box Hitam Putih di  Bantul, Jual  Harga Neon Box Per Meter di  Gunung Kidul, Jual  Harga Neon Box Akrilik 2 Sisi Per Meter di  Kulon Progo, Jual  Harga Neon Box Acrylic Per Meter di  Sleman, Jual  Harga Neon Box Bulat di  Yogyakarta, Jual  Harga Neon Box Per M2 di  Bantul, Jual  Harga Neon Box Acrylic di  Gunung Kidul Kami adalah perusahaan advertising yang ahli dalam pembuatan neon box, huruf timbul, papan nama, baliho, reklame, vertikal banner, wraping mobil, round tag, neon flex dan berbagai layanan promosi visual lainnya. Dengan layanan yang berkualitas dan inovatif, kami siap membantu Anda memperkuat brand dan meningkatkan visibilitas bisnis Anda. Hubungi customer service kami melalui WhatsApp di 0852 0114 19002 untuk informasi lebih lanjut. #neonbox #huruftimbul #reklame #baliho #vertikalbanner #neonflex #brandingmobil #Jual  Neon Box Warna Biru di  Jakarta Selatan, #JualNeonBoxDokterGigidiSlawi, #JualNeonBoxHitamPutihdiBantul, #JualHargaNeonBoxPerMeterdiGunungKidul, #JualHargaNeonBoxAkrilik2SisiPerMeterdiKulonProgo, #JualHargaNeonBoxAcrylicPerMeterdiSleman, #JualHargaNeonBoxBulatdiYogyakarta, #JualHargaNeonBoxPerM2diBantul, #JualHargaNeonBoxAcrylicdiGunungKidul
0 notes