Tumgik
#kasian
velona-pony-fashion · 29 days
Note
Winter: kas what was all that about? you told me and theo to leave so fast that everything was a blur and next thing i know here you are laying drained after whatever happened.... i know we haven't known each other for as long as you have known the others but im here if you need somone to rely on you know that right?
Tumblr media
Mr.K: Thank you... but you better stay away from me for a while... at least until there are news from Nathalyon... cause she saw you.... and I'm sorry... *K falls quiet on the couch*
(@dawn-at-midnight challenged me, made me finish an update XD so here I come)
22 notes · View notes
morbidology · 1 year
Photo
Tumblr media Tumblr media
Blake Leibel lived a life of luxury in Los Angeles, California. Leibel was the son of Lorne Leibel, a sailor on the country’s 1979 Olympics team and prominent real estate developer, and Eleanor Leibel, the daughter of Paul and Leona Chitel who founded Alros Products Ltd.. He grew up in Toronto’s Forest Hill neighborhood before moving to Los Angeles where he lived off an allowance of $18,000 per month. Then when his mother passed away, he inherited the majority of her estate, including the lavish home in Forest Hill which he sold for $5.5 million.
Online, Leibel appeared to be thriving in the bright lights of Los Angeles. He directed several episodes of the cartoon adaption of the movie, Meatballs, and he wrote or  co-wrote a number of graphic novels and a “space opera comic series.” He also helped to run a publishing company that put out a comic in partnership with Wilmer Valderrama. He was married, had two young sons and the family lived in Beverley Hills. However, despite the fact that he seemed successful, Leibel had practically no income from his endeavors and depended on his father to pay his credit card bills. In 2015, he filed for divorce and shortly thereafter, his new girlfriend, Iana Kasian, fell pregnant.
In 2010, Leibel created the graphic novel “Syndrome.” The plot follows a doctor’s quest to isolate the root of evil in the brain and tries his experiment out on a serial killer. In a case of life imitating art, Leibel would later brutally murder Kasian in a crime which was said to “follow a script” from the graphic novel..... 𝐑𝐞𝐚𝐝 𝐌𝐨𝐫𝐞:
https://morbidology.com/a-hollywood-horror-the-murder-of-iana-kasian/
47 notes · View notes
naurasweetarudesu · 7 months
Text
Sir Handel: "I remember one day when I was still working at Mid Sodor and called Falcon, Stuart accidentally burnt his hand on the toaster.
Then he put his hand on my chest, and I asked, 'The fuck you doing?' He replied: 'Cooling my hand in your very cold heart.' And I think I never recovered from that." 😐
3 notes · View notes
spookylostboy · 1 year
Note
I’m so curious about your Skyrim oc now
Okay okay, SO:
His name is Kasian and he’s transmasc and uses He/They pronouns. (He’s bisexual too bc, well obviously.) He’s Khajiit and is Guild Master to the Thieves Guild, as well as Dragonborn! He’s the sneaky-archer-assassin type.
He was originally raised in Cyrodiil with his twin brother by their adoptive parents, a Nord and Imperial couple, who owned a town. This essentially made him nobility (a Baron) and was raised as such. Their parents ended up having a daughter and Kasian was much closer to her than their twin.
When Kas was a teen they ran away from home after being repeatedly rejected by their parents. His brother also rejected him (which he regrets to this day). So after leaving home, Kasian fell in with the criminals of Tameriel and ended up with the Thieves Guild in Riften.
And after becoming Guild Master they discovered they were Dragonborn, sending them across Skyrim to defeat Alduin. And then Solstheim to deal with Miraak.
Kasian is sharp, witty, quick to anger, and maybe a bit of a silver tongue. They’re quick to jump into action, a very “shoot first and ask questions later” kind of guy, as well as having little patience for things that bother them. But he also cares very deeply about those around him, even though he’s got abandonment issues as well as mommy and daddy issues lol. A lot of his personality is an attempt to protect himself for being hurt again.
Jokes on him though because he manages to surround himself with people that love and care about him and it helps him heal. Of course getting married helped a little too lol.
Most of his friends are modded followers, but a couple of them are also other characters I’ve created as well as npc’s from the game.
Hahhhh anyway, he’s my special little guy and I adore him 🥰
3 notes · View notes
rasiooid · 5 months
Text
Dinsos Assessment Keluarga Pengemis 'A Kasian A' Pasca Viral di Medsos
  RASIOO.id – Usai video Baliah si Pengemis ‘A Kasian A’ di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) viral, Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Bogor pun lakukan assessment ke kediaman Baliah di Desa Ciasihan, Kecamatan Pamijahan. Dinsos bersama dengan pendamping disabilitas, pendamping mental, Pemerintah Desa dan Kecamatan melakukan assessment ke kediaman Baliah. Hasilnya, Dinas Sosial…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
colognedecigarette · 1 year
Text
duuuuudeeeeeeee ini bapak bapak driver gofood NIAT BENER orderan aing bocor jadi beliyo BALIK LAGI padahal udah dibilangin gapapa gausah repot repot mana udah tengah malem dan oiya TOKONYA UDAH JADWAL TUTUP tapi beliyo kekeuh dan sekarang lagi ditungguin bikin orderan baru. 😭😭😭
0 notes
andromedanisa · 6 months
Text
Apa salah ya kalau belum hamil?
Tumblr media Tumblr media
Atas pertolongan Allaah sudah memasuki pernikahan empat tahun. Memasuki tahun keempat pertanyaan yang menghampiri lebih tajam dibandingkan dengan awal-awal pernikahan. Di awal aku tidak terlalu memikirkan, namun selalu saja aku jatuh perihal bagaimana dengan perasaan suami, orangtuaku, dan juga mertuaku. aku pikir seiring berjalannya waktu pertanyaan itu akan hilang dengan sendirinya, rupanya tidak .
Ada satu hari dimana aku dinyatakan hamil, saat memasuki pernikahan satu tahun sepuluh bulan. aku tahu benar bagaimana perasaan dan wajah-wajah bahagia dari suami, orangtua, dan mertua. Lalu sampai pada titik, Allaah berkehendak lain. Janin tersebut gugur.
Lalu hamil kembali saat usia pernikahan dua tahun sembilan bulan. Qadarullaah harus gugur dan menjalani kuretase.
"Gugur mulu" komentar yang pernah ku dapatkan..
Sedih? Jelas. aku sangat terpukul. Dan komentar lebih sangat tajam bila dibandingkan dengan sebelum hamil.
aku pikir tidak hanya yang belum hamil saja yang mendapatkan pertanyaan demikian. Yang belum menikah dan bertemu jodohnya juga sering mendapatkan pertanyaan yang kurang lebih sama. Kapan?
Hanya karena Allaah menetapkan sebuah takdir sampai detik ini masih menunggu perihal anak. Dulu pun tak luput dari pertanyaan "Kapan menikah" seolah semua keadaan harus sesuai dengan sebagaimana mestinya.
Menatap kasian, mencibir dibelakang, bahkan menanyai didepan umum dengan kondisi diiringi dengan tawa agar tidak terlihat menyakitkan kemudian memberi nasehat-nasehat yang tidak perlu. Kalau tidak diabaikan dilabeli orang yang tidak bisa menerima nasihat.
Ditatap kasihan lalu sejurus pertanyaan pamungkas, kasihan ya belum jua ketemu jodohnya. Kasihan ya belum jua punya anak nanti siapa yang akan mendoakan kita kalau kita telah tiada. Dan sebagainya, dan sebagainya yang terlalu panjang untuk dituliskan kembali
Sebetulnya ini sedikit kurang nyaman. Apa yang harus dikasiani ? Hanya karena masih sendiri? Hanya karena belum punya anak? Kedua keadaan bukan berarti diri ini kekurangan kasih sayang. Ada Allaah yang Maha Penyayangnya tidak bisa diukur dengan apapun yang senantiasa menyayangi hambanya tiada batas, ada kedua orang tua yang dengan izin Allah menyayangi dengan tulus tanpa tapi.
Hanya karena Allaah mengehendaki sebuah takdir belum menikah atau belum punya anak bukan berarti Allah tidak sayang. Melainkan setiap orang diuji dengan ujiannya masing-masing. Setiap orang sedang berusaha berdamai dengan takdir yang telah ditetapkan untuknya.
Kini, memasuki usia pernikahan empat tahun lebih sembilan bulan. aku berada di titik biar Allaah yang menentukan jalan doa kita, agar kita paham bagaimana rasanya menyerah menjadi seorang hamba. aku hanya ingin menjalani kehidupan ini dengan tenang bersama orang-orang yang ku sayangi. Kehidupan yang mungkin tidak semua orang berada dititik ini. Kehidupan yang tenang..
Menikah, dan mempunyai anak tidak menjamin sebuah kebahagiaan. Sungguh, ini bukan semata karena pembelaanku saja. Menikah dan mempunyai anak adalah salah satu anugerah Allaah yang patut diupayakan dan disyukuri dengan penuh syukur.
Keduanya bukan tolak ukur untuk bahagia. Karena pada hari ini ada yang menikah namun berpisah, ada yang memiliki anak juga berpisah. Rumah tangga sakinah mawadah warahmah adalah sebuah karunia Allaah. Dan tolak ukurnya bukan dengan ukuran dunia.
Pada akhirnya tak lupa pada setiap do'a apa pun selalu menyertakan "Terbaik menurut engkau Ya Allaah". Jadi ketika sesuatu yang aku minta belum Allaah kabulkan. Hal itu tak lantas membuat ku berburuk sangka pada Allaah.
Sebagaimana buku pertama lahir karena telah banyak kesedihan yang terlewatkan. Dalam Sedihmu Berbaik Sangkalah Kepada Allaah. Semoga pada akhirnya hanya rasa syukur yang akan dilangitkan. Tidak ada didunia ini yang abadi, sekalipun itu kesedihan dan beratnya sebuah penantian. Jangan jauh-jauh dari Allaah, biar Allaah yang kuatkan saat semua orang telah menyerah dan berhenti berupaya.
Lalu kalau ditanyai sebuah pertanyaan yang diawali dengan kapan? Apa yang harus dijawab?
Setiap kali merasa capek sama pertanyaan kapan ini kapan itu, aku yakin, aku belum seberapa dibandingkan dengan mereka yang penantiannya jauh lebih lama. Perihal jodoh ataupun buah hati.
Maka jawabku, tidak semua takdir harus kita pahami maksud dan tujuannya mengapa Allaah menguji kita dengan demikian dan demikian. Pada akhirnya tidak mengurangi sedikitpun kemuliaan ibunda Maryam meski beliau tidak menikah. Dan tidak mengurangi sedikitpun kemuliaan ibunda Aisyah radhiyallahu anha meski beliau tidak memiliki buah hati.
Urgensi hidup bukanlah perihal pencapaian melainkan beribadah kepada Allaah sebagaimana para Nabi, para sahabat yang tetap beriman sekalipun takdir itu terasa tidak menyenangkan. Manisnya sebuah takdir tidak terletak pada apa yang telah kita capai, melainkan keridhoan Allaah.
Tak selamanya hujan akan terus turun, tak selamanya malam akan terus bergulir. Kehidupan ini pun demikian, tidak selamanya. Sebab Allaah yang telah menetapkan semuanya sesuai dengan kadar kemampuan kita sebagai seorang hamba..
Menuju penghujung, 21 Desember 2023
268 notes · View notes
zapreportsblog · 9 months
Note
Can you do Gojo x male reader x Geto
❝lost and found❞
Tumblr media
✭ pairing : gojo satoru x male reader x geto suguru
✭ fandom : jujitsu kasian 
✭ summary : Everyone knows when you go food shopping with your mom you aren’t supposed to let go of her hand, because there is always the case of you ending up lost, will this isn’t the case for this scenario. Instead of it being the mom trying to find her lost kids it is Gojo and (M/n) trying to find Geto who they can’t seem to find in the supermarket.
✭ jujitsu kasian masterlist
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
It was a rare day when Gojo Satoru, Geto Suguru, and their classmate (M/n) found themselves with a day off from their arduous duties as sorcerers. The higher-ups had decided that they deserved a break, and the trio was left to decide how to spend it.
Gojo, with his characteristic swagger, looked at his companions and asked, "So, how are we going to spend this precious day off?"
Suguru, the more reserved of the group, pondered for a moment before replying, "I could really go for some pasta."
(M/n), the ever-resourceful thinker, perked up and suggested, "Why don't we go to the supermarket? We can buy ingredients and make our pasta right at home. It'll be fun!"
The idea seemed to strike a chord with all of them. It was a simple plan, but it promised a day filled with camaraderie, delicious food, and perhaps some unexpected adventures. With their day off ahead of them, the trio set out to the supermarket, ready to enjoy a break from their demanding lives as sorcerers.
As they entered the supermarket, Satoru and (M/n) shared a sly, knowing look behind Suguru's back. Their eyes sparkled with mischief, a silent agreement passing between them. This grocery run had the potential for some unexpected fun.
While Suguru dutifully examined his shopping list ready to get everything he needed for his pasta, Satoru and (M/n) discreetly slipped away, their steps light and their laughter barely contained. They navigated the supermarket aisles with the ease of seasoned explorers, their senses attuned to the promise of adventure.
As they ventured deeper into the store, Satoru whispered to (M/n), "You ready to shake things up a bit?"
(M/n) grinned, mischief dancing in their eyes. "Absolutely, Satoru. Let's give Suguru a surprise he won't forget."
As Satoru and (M/n) roamed the supermarket aisles, their mission to gather an assortment of junk food and snacks took an unexpectedly playful turn. With their cart already brimming with treats, Satoru couldn't resist the temptation any longer.
Satoru grinned mischievously at (M/n) and, with the agility of a child, jumped into the shopping cart, sitting cross-legged. He spread his arms wide, as if he were an amusement park ride operator showcasing the attractions. "Alright, (M/n), time for a snack-fueled adventure!"
(M/n) laughed, fully embracing the newfound excitement. They grabbed the handles of the cart, their imagination taking over. "Hang on, Satoru, this is going to be one wild ride!"
With a burst of enthusiasm, (M/n) started pushing the cart, maneuvering it like they were in a Mario Kart race. Satoru played along, tilting his body and pointing to different snacks on the shelves as if they were power-ups.
"Banana chips to the left!" Satoru exclaimed, leaning dramatically.
(M/n) steered the cart towards the banana chips, grabbing a bag and tossing it into the cart. "Got it! And now, it's the gummy bear shortcut!"
Satoru laughed heartily, and they sped towards the gummy bear section, adding colorful packages to their growing collection. As they approached the cookie aisle, Satoru pretended to rev an imaginary engine and shouted, "Boost mode! Let's hit those cookies!"
(M/n) picked up speed, zooming towards the cookies and tossing them into the cart. It felt like they were in their own little racing game, with snacks as their prize. Shoppers nearby couldn't help but smile at the duo's infectious energy.
Satoru, still seated in the cart, looked around at the variety of snacks they had accumulated. "I think we've got everything we need for our secret stash. Now, let's find a finish line—preferably the checkout counter!"
(M/n) grinned, feeling like they were on the verge of winning the grand prix. They navigated the cart towards the checkout counter, Satoru waving at imaginary fans along the way.
As they reached the checkout, Satoru hopped out of the cart, chuckling. "That was epic, (M/n). We should do this more often."
(M/n) nodded, their heart still racing with excitement. "Definitely, Satoru. Who knew grocery shopping could be this much fun?"
And so, with their cart filled to the brim with snacks and memories of their impromptu Mario Kart adventure, Satoru and (M/n) continued with their shopping trip, their mischievous spirits undiminished by the passage of time.
Finally done with their work the two pat themselves on the back as a job well done, Satoru and (M/n) reached the checkout counter with their cart full of snacks and their playful antics, they suddenly realized something was amiss. Suguru was nowhere to be seen.
"Wonder where Suguru wandered off to?" Satoru said, scratching his head with a puzzled expression.
(M/n) glanced around the store, their brow furrowing. "I haven’t see him since we started the Mario Kart adventure."
With growing concern, they decided to retrace their steps, calling out for Suguru as they navigated the aisles. "Suguru! Hey, Suguru! Where are you?"
But there was no response, no sign of Suguru anywhere. They retraced their steps all the way back to the checkout counter, and the cashier noticed their distressed expressions.
"Is there a problem?" the cashier asked, scanning their snacks.
Satoru exchanged a worried glance with (M/n). "We can't find our friend, Suguru. He was with us, but now he's gone."
The cashier furrowed their brow, concern growing as well. "Let me help you. I'll make an announcement."
The cashier reached for the store's intercom and spoke into it. "Attention shoppers, we have a lost customer. Geto Suguru, you have two lost children waiting for you at cash register 6. I repeat, Geto Suguru, please come to cash register 6."
Satoru and (M/n) exchanged glances again, this time with a mix of amusement and embarrassment. The announcement had certainly attracted the attention of fellow shoppers, who were now casting curious glances in their direction.
Satoru chuckled. "Well, this is one way to get Suguru's attention."
(M/n) nodded, a sheepish grin forming on their face. "I hope he hears it and comes back soon."
As they waited for Suguru to respond to the announcement, Satoru couldn't help but glance around at the snacks in their cart. "At least we have plenty of snacks to keep us entertained while we wait."
And so, with snacks in hand and an announcement echoing through the supermarket, Satoru and (M/n) waited for their lost companion to find his way back to cash register 6, where they hoped to reunite and continue their eventful shopping trip.
As Suguru approached cash register 6 in response to the announcement, he couldn't help but wear a weary expression, knowing that his friends, Satoru and (M/n), were likely the cause of this disruption. He found them there, both pouting with their arms crossed over their chests as they huffed in his direction.
Satoru pointed an accusatory finger at Suguru. "You abandoned us, Suguru!"
(M/n), chiming in from the background, added, "Yeah, what he said!"
Suguru couldn't hide the irritation on his face as he scrutinized their guilt-ridden expressions. "What kind of trouble did you two get into this time?"
Satoru, sitting comfortably in the shopping cart, leaned forward and dramatically placed a hand on his heart. "We ventured into the cleaning aisle, Suguru, the place where time stands still. We thought we'd lost you forever."
(M/n) couldn't resist joining in on the teasing. "Yeah, Suguru, we even found some ancient cleaning potions with your name on them."
Suguru let out an exasperated sigh. "You're both impossible." He then glanced at their cart, noticing the abundance of snacks. "At least you managed to get what we needed."
Satoru couldn't resist one last jab. "Oh, we got everything, Suguru, including some prune juice for you."
(M/n) laughed, playfully adding, "Don't forget the fiber-rich cereal!"
Suguru's annoyance reached its peak, and he muttered under his breath, "I'm surrounded by children."
As they approached the cashier to pay for their groceries, Satoru and (M/n) couldn't resist having the last word. They began teasing Suguru once more, chanting in sing-song voices, "Suguru's an old man, Suguru's an old man."
Suguru rolled his eyes, but he couldn't deny the warmth that spread through him at the sight of his mischievous friends. They might drive him crazy at times, but he wouldn't have it any other way. Together, they paid for their groceries and left the supermarket, their playful banter echoing in the air, a testament to their enduring friendship.
201 notes · View notes
dinisuciyanti · 6 months
Text
Debat capres #1
Semalam tadinya aku malas nonton debat, ya karna udah hopeless aja, mau ada debat atau gak, kemungkinan yang menang ya itulah, yang kampanye simpel makan siang susu yang disukai masyarakat akar rumput. Terus ternyata aku segabut itu untuk nonton selama 2.5 jam. Ditambah live komen di WA grup dengan teman-teman yang sama kritisnya.
Topiknya soal hukum dan HAM. Sesi 4 menit pertama, udah taulah ya yang bagus ngomongnya dan makjleb siapa. Sisa paslon malah meleber kemana-mana dari topik, dan bisa gak sih gausah teriak-teriak? wkwk.
Selama debat, counter argument-nya dari masing-masing paslon menarik. Yang jago ngomong jago counter argument akan tetap seperti itu, yang pasrah dengan topik karna emang merugikan buat dirinya "ya mau gimana lagi" dan memperlihatkan mimik kecapean berdiri terus, ditambah tantrum walau mengulang-ngulang kalimat "udahlah kita bukan anak kecil".
Topik hukum dan HAM, tapi pertanyaan bebas yang diajukan malah meleber ke polusi lah, ke IKN lah (ya walaupun ini berkaitan dengan Undang-undang). Mau nanya, ini timses nya emang cuma jago gimmick apa gimana? Kasian loh yang di podium, jadi bahan hujatan netizen twitter semalaman, bahkan sampe hari ini. Kasian buzzer akun gede centang biru buat dukung paslon nya, udah dibayar mahal tapi gak bisa baku hantam sama netizen yang masih bisa mikir.
Soal hukum dan HAM. Tadinya aku cuma sebatas tau "oh ada penculikan tahun 98, beberapa hilang belum tau ada dimana dan nasibnya gimana". Cuma sebatas itu. Sampai akhirnya semalam googling, cari detail kejadian kasus tersebut. Wow, serem sih, bukan cuma diculik, ternyata di-aniaya dsb. Pantesan disebut "tindak kejahatan berat".
Forum di X (twitter) itu cukup seimbang yang pros dan cons, beda sama platform sebelah (ig/tiktok) yang satu arus. Pasca debat, beberapa bilang, harus ada yang bikin resume debat tadi malam, diangkat ke tiktok, biar para genZ dan millenial yang 50% voters itu bisa lihat dan tau kasus/debat semalam, bukan cuma gimmick aja.
Any way, siapapun yang menang, kita berkontribusi terhadap negara ini akan gimana ke depannya. Semoga tulisan ini bisa terbaca oleh teman-teman yang apatis dengan per-pilpres-an tahun 2024.
13 Desember 2023
73 notes · View notes
jejaringbiru · 1 year
Text
Iya sayang, berat ya?
Sini - sini ditaruh dulu bebannya, coba, dari sekian banyak itu, mana yang sebenernya tugas kamu mana yang sebenernya hak Tuhan yang mengaturnya?
Kalau ternyata adalah bukan tugas kamu, udah ya sayang dipikulnya, kasian itu pundaknya dikasih beban lebih dari kadar mampunya.
Penghuni Jejaring Biru
Page 120 of 365
174 notes · View notes
milaalkhansah · 26 days
Text
Mempertanyakan Ulang Mimpi-mimpi
Tumblr media
Salah satu hal yang jarang kita sadari atau mungkin akui, mimpi-mimpi kita yang kerap kali berubah dari waktu ke waktu, atau ketidakonsistenan kita pada apa yang kita inginkan, bukan karena mimpi atau keinginan tersebut tidak baik. Tetapi karena hati kita yang mungkin lebih lapang untuk menerima bahwa tidak semua hal yang kita inginkan di masa ini, adalah sesuatu yang baik jika itu semua terjadi atau kita dapatkan di masa depan nanti.
Dulu, waktu SMA aku bercita-cita ingin melanjutkan pendidikanku di pondok pesantren. Aku yang saat itu sedang semangat-semangatnya mempelajari ilmu agama meyakini bahwa bisa melanjutkan pendidikan di lingkungan yang lebih baik pasti akan membuatku bahagia. Rencana, setelah tamat dari pesantren, aku akan minta dikenalkan dengan seseorang laki-laki kemudian menikah. Pemikiran yang naif sekali. Pikirku saat ini.
Memiliki cita-cita melanjutkan pendidikan di pesantren bukanlah sebuah cita-cita yang buruk. Teramat baik malah. Sayangnya waktu itu aku lupa bahwa aku punya seorang ibu yang sudah tua renta, dan kedua adik yang harus kujaga. Lambat laun, aku akhirnya bisa mengikhlaskan mimpi tersebut, kemudian menyadari tak semua hal yang aku anggap baik untuk terjadi, akan baik pula jika hal itu memang terjadi.
Mimpi selanjutnya adalah aku hanya ingin punya pekerjaan yang membuatku tak lagi harus keluar rumah dan ketemu banyak orang. Aku ingin pulang dan tinggal menemani Mama di rumah. Aku merasa kasian melihat Mama kesepian di rumah, meskipun masih ada adikku yang tinggal dengan beliau.
Mimpi itu masih kupegang setidaknya sebelum aku pulang waktu hari raya lalu. Ketidaksamaan pendapat antara aku dan Mama membuat kami sering cekcok. Berada dalam satu tempat yang sama dengannya membuatku merasa tidak aman akan segala hal yang bisa menjadi pemicu kami berdua bertengkar. Belum lagi harus kuakui, bahwa hal-hal yang pernah kualami di rumah masih menimbulkan trauma hingga saat ini. Perasaan deg-degan dan juga bayang-bayang atas apa yang pernah terjadi belum benar-benar pergi. Yah, aku masih berada ditahap menyembuhkan diri. Sehingga bukan hal yang mudah bila aku aku harus hidup dengan dikelilingi hal-hal yang bisa memicu ingatanku akan masa lalu kembali bekerja.
Melalui pengalaman itu, aku akhirnya kembali mempertanyakan mimpi-mimpiku. Seperti, apakah mimpiku yang ingin berbakti kepada orang tuaku, mengharuskanku untuk mengorbankan kebahagiaan dan ketenanganku sendiri?
Apakah memang harus selalu seperti itu?
Tidak bisakah untuk kali ini saja, aku ingin membuat mimpi yang benar-benar berasal dari keinginanku untuk membahagiakan diriku sendiri, bukan karena ingin membahagiakan atau memikirkan kebaikan orang lain?
Itu hanyalah sebagian contoh dari mimpi-mimpi yang saat ini masih kupertanyakan kembali apakah aku benar-benar ingin memperjuangkannya, merevisinya kembali, atau mungkin lebih baik bila aku melepaskannya dan menganti dengan mimpi-mimpi baru.
Menjadi dewasa berarti menerima bahwa tidak semua hal yang kita mimpikan akan terjadi nantinya. Menjadi dewasa pula berarti kita harus siap untuk secara sukarela maupun terpaksa berdamai dengan keadaan.
Termasuk berdamai dengan mimpi-mimpi yang mungkin kelak hanya akan sebatas menjadi mimpi saja. Tidak untuk kita paksakan terjadi. Bukan karena mimpi-mimpi tersebut tidak baik. Namun karena kita mengakui bahwa beberapa dari mimpi-mimpi tersebut mungkin tidak akan lagi relevan dengan diri kita di masa depan.
Karena dibanding mimpi-mimpi tersebut ada yang lebih penting untuk diusahakan. Yaitu kepercayaan kepada setiap takdir baik dan takdir yang tidak kita sukai (sebab tidak ada takdir yang buruk bila kita beriman) dan juga kelapangan hati untuk menerima, bahwa di atas mimpi-mimpi itu, ada ketentuan Allah yang menjadi pemenangnya.
Lalu bagaimana denganmu? apa mimpi yang kiranya harus kamu pertanyakan kembali?
@milaalkhansah
20 notes · View notes
manifestasi-rasa · 4 months
Text
Yang pantas merayakan kemenangan adalah yang mengupayakan kemenangan.
Dulu aku pernah menulis bahwa salah satu culture shock ku saat awal kuliah adalah: budaya mencontek yang terstruktur, masif, dan sistematif wkwk, ngga deh, lebay. Aku yang sejak berseragam merah putih hingga putih abu ini didoktrin bahwa mencontek adalah perbuatan yang engga banget, tentu bikin aku mengerutkan kening dalam-dalam saat tau bahwa mayoritas teman-temanku mencontek, baik saat ujian, ataupun curang saat mengerjakan tugas.
Mulanya aku sebal sekali, aku yang sudah belajar mati-matian, masak nilainya sama dengan mereka yang modal contekan?! bahkan kadang lebih rendah dari mereka?! Ah, tapi lambat laun aku memaknai apa itu "belajar", yaitu sebuah proses, dari pribadi yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang bodoh menjadi sedikit tidak bodoh. Dan nilai IPS ataupun IPK yang tertulis tidak bisaa menjadi tolak ukur keberhasilan belajar seseorang. Lagipula, meski dengan nilai tertulis yang sama, untuk sesiapa yang bersungguh-sungguh tentu mendapat hasil yang berbeda, ia memiliki pemahaman yang lebih, ia memiliki value yang pantas untuk menyandang nilai tersebut.
Jujur saja, sekarang tuh dapet nilai bagus gampang sekali, aku sampe ngga heran kalo nemu banyak mahasiswa yang IPK nya cukup tinggi. Tapi pas ditanyain apa bedanya psikoanalis sama humanistik gatau apa-apa. Ups. Yeah, mau gemas tapi emang itu realitanya. Banyak mahasiwa yang kuliah buat cari nilai, cari ijazah, gimana caranya ngga jadi masalah, apapun dihalalkan. Miris.
Aku yang awalnya sebal, sekarang justru merasa kasian. Kasian ya, mereka yang udah dikasih kesempatan belajar tapi ngga sadar dan ngelewatin gitu aja. Kasian ya, mereka dekat dengan banyak sumber ilmu tapi diabaikan gitu aja. Kasian ya, mereka menyandang title mahasiswa yang punya banyak kesempatan macem-macem tapi ga sadar. Kasian ya Indonesia ini, generasi mudanya melimpah, tapi kualitasnya agak nganu. Pada akhirnya, memang seharusnya yang berhak merayakan kemenangan adalah mereka yang mengusahakan. Dengan jalan yang diridhoi oleh-Nya.
48 notes · View notes
wp-blaze · 4 hours
Text
The art of obsession and why every detail matters
Tumblr media
Life as a perfectionist is challenging and can factually foster inadequacy. Focusing on attention to detail, however, is beneficial for success and culminates in high-quality outcomes.
0 notes
ibnufir · 1 year
Text
"Kalau rumah udah gabisa dipake jadi tempat ngeluh. Wajar aja, kalau setiap orang di dalamnya lebih banyak memilih diam. Atau justru, malah mencari pendengarnya di luar"
Seorang anak laki-laki, sering dipanggil tegar oleh ayahnya. Suatu hari dia pulang sambil menangis dan berdarah-darah dari sepedanya yang tak bisa ia kendalikan. 
"Jangan nangis, laki-laki ga boleh cengeng. Makanya jangan ngebut-ngebut. Udah diem, cuma kaya gitu aja kok". Sambar ayahnya memarahi. 
Tegar langsung diam, berlari ke dalam rumah sambil sesenggukan menahan tangis dan rasa sakitnya. 
Ibunya di dapur mendengarnya dari kejauhan. "Adek kenapa, jatuh di mana? Mana yang berdarah, mana yang sakit? Sini ibu bantu obati"
Tegar malah menangis sejadi-jadinya. Ia yang sudah tidak kuasa menahan tangis yang diredam ayahnya sejak tadi. Sekarang tangisnya justru semakin pecah. 
"Yaudah nangis dulu" Ucap ibunya. "Kalau udah tenang nanti kita obati ya"
Sambil dipeluk ibunya, tangis tegar mereda. Ia justru terlihat biasa-biasa saja ketika luka-lukanya diobati. 
"Lho engga perih?" Tanya ibunya. "Ini sakit lho dek"
"Engga, kata ayah laki-laki harus kuat buk" Jawab tegar mantap. "Nah iya gitu dong. Tapi kalau mau nangis mah nangis aja dek, gpp namanya juga sakit"
"Aku tadi udah pelan-pelan, pas di turunan sepedaku ga bisa direm buk. Terus di depan ada anak ayam, aku kasian. Jadinya aku menghindar, terus nyuksruk ke selokan"
"Wah iya kasian anak ayamnya ya, kalau ketabrak" Sahut ibunya. 
Bukannya menangis karena menahan perih diobati. Tegar justru lebih banyak bercerita tentang pengalaman jatuhnya. Hal-hal yang sudah berusaha ia selamatkan. 
Tapi memang ada yang tidak bisa dikendalikan. Saat ia jatuh, ia hanya berpikir rumahnya lah tempat pulang terbaiknya. 
Tempat menepikan setiap rasa sakit dan menerima tangisannya. 
Hanya itu sebetulnya satu-satunya alasan tegar untuk pulang. Ingin dipahami atas apa yang terjadi padanya. 
Seperti halnya tawa dan bahagia yang selalu disambut hangat.
—ibnufir
181 notes · View notes
rasiooid · 5 months
Text
Lika-liku dan Luka Baliah si Pengemis 'A Kasian A', Pernah Disiram Air Dua Ember dan Uangnya Dicuri
  RASIOO.id – Lika-liku dan luka Baliah si Pengemis ‘A Kasian A’ di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Pamijahan, Kabupaten Bogor begitu menyayat hati. Viralnya unggahan videonya pada saat mengemis di Kawasan TNGHS meninggalkan suka-duka tersendiri bagi Baliah. Baliah adalah wanita berusia sekitar 40 tahun yang tengah menjadi buah bibir warganet. Netizen menyoroti Baliah…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
colognedecigarette · 1 year
Text
NAHLO DOSA GUE NGASI ANAK ORANG ARAHAN NGACO.
0 notes
rubahlicik · 3 months
Text
Ada yang pengalaman rawat kucing newborn tanpa induk?
Kemarin ada newborn kitten dalam dus di gudang lantai 2. Karena emang tempatnya dipake jemur baju jadi sering kebuka. Trus kemaren pas sahur ada bunyi meong meong. Ternyata kucing newborn dalam dus. Uda kebuka sih dusnya, si newborn ada di sela sela perintilan bekas tujuh belasan taun kemarin.
Tapi iduknya ga ada,..
Dibiarin ampe menjelang siang ga ada induk yang nyamperin. Aink inisiatif bawa turun karena disana emang panas banget kalo siang. Kalo mati kering kan berabe.
Aink sempet nemu kucing betina dgn perut besar deket TKP. Dia emang suka masuk dapur buat nyari makan. Pas ketemu di luar rumah, aink ambillah, trus dideketin ke si kitten. Eh malah ngamuk.
Mungkin bukan dia ibunya 🙃
Ga mirip juga sih bulunya, sama sekali beda. Tapi, mana induknya? Iseng banget ngedrop anak baru lahir dalam dus trus ditinggal gitu aja.
Menjelang sore, aink coba tetelin air pake jari ke mulutnya, diemutin. No idea mau diapain lagi.
Pas malem nyoba di sekandangin sama si omo, malah omo nya histeris🥲
Yauda aink masukin laci yang diisi kain dengan ventilasi secukupnya. Ampe pagi hari masi survive, alhamdulillah.
Trus pagi ini aink beliin susu kucing, diinput pake spuit
Tumblr media
Tapi malah berontak. Masukin 4ml aja setengah mampus. Ga paham lah mesti diapain lagi. Di lepas ke alam bebas juga ga mungkin.
Kasian banget, baru lahir uda sendirian. Mana masi buta dan ga bisa nyari makan sendiri🥲
Kalo ada yang punya pengalaman boleh lah share, atau kalo ada temen orang bandung yang bersedia nampung boleh banget😭
17 notes · View notes
wp-blaze · 4 hours
Text
The profound impact of intention
Tumblr media
My thoughts on “The Power of Intention” by Wayne W. Dyer. I share my personal belief in a universal energy equated with intent, which has positively impacted my life, professional journey, and outlook on personal growth.
0 notes