Tumgik
#pegawai kantoran
qiftiyaa · 6 months
Text
(masih) aman
percaya bahwa Allah sebaik-baik penolong? tentu saja! bentuknya? jadi gini ceritanya.
suatu hari sekitar pukul 6 pagi, ada 2 orang laki-laki tidak dikenal bertamu masuk ke rumah. ada ayah sedang duduk berjemur di teras. kebetulan kondisi pagar terbuka sedikit. satu orang berpakaian pegawai kantoran (maksudnya kemeja putih rapi bersepatu) sedang ngobrol di teras. satu lagi berpakaian seperti pekerja kelistrikan/konstruksi, nyelonong masuk ke kamar utama.
karena stranger yang di teras suaranya kencang sekali, sampe terdengar di kamar saya. saya pun melihat keluar ada apa. karena ayah bicaranya terbata-bata. udah curiga; gak enak duluan. belum sampai di teras, saat melihat kamar utama terbuka lebar, loh kok ada stranger masuk sok-sok melihat langit-langit kamar. TANPA lepas sepatu. woelaah. SIAPA ANDA MASUK RUMAH ORANG GADA SOPAN-SOPANNYA 😭. sebal sekali. langsung saja, saya tegur. "loh, pak. ada apa?" "gak, kok, mbak. lihat-lihat aja." "bapak siapa? darimana?" "ini, mbak. mau ada kabel listrik." APASIH PAK. GAK JELAS BANGET INI NGOMONGNYA. MENCURIGAKAN. GAK MASUK AKAL.
lagian, umumnya mulai jam kerja kisaran 7-8 pagi. lah, mereka ini jam 6 udah main nyelonong rumah orang. mana ada kabel listrik umum, lihatnya dari dalam kamar!? gamau su'udhon tapi udah jelas banget mau berbuat jahat😡.
orangnya gak menatap mata. orang kalo berkomunikasi dengan kontak mata. ini tuh, gaaakk😭. memalingkan wajah sambil nunjuk langit-langit. kayak mandor yang sedang merencanakan sesuatu gitulo. saya mencari ibuk yang sedang prepare sayur. lah, beliau juga gak tau ada stranger masuk rumah.
saya samperin lagi bapak yang tadi di kamar, tapi sudah gaada. berjalan ke teras.
"bapak siapa? dari mana?" saya tanya tanpa celah kepada bapak-bapak yang berbaju kantoran. "ini mbak, lihat-lihat kabel listrik." "lho, memangnya kenapa?" "mau diganti mbak." "bapak namanya siapa?" gak ngaku juga si bapak. saya makin kesal.
akhirnya mereka keluar rumah melewati pagar. orang normal akan parkir di halaman atau depan pagar. mereka berdua, gak. parkir jauhan dekat jalan raya😭.
alhamdulillah, gak ada yang disakiti, dimaling atau dirampok. masih Allah jaga, lindungi, dan selamatkan. setelah kejadian itu, orang rumah diperingatkan berkali-kali untuk selalu menutup dan mengunci pagar setiap keluar-masuk rumah. bukan rumah besar-megah-mentereng, tapi sifat kehati-hatiannya yang perlu menjadi waspada.
@prawitamutia
3 notes · View notes
yasmijn · 2 years
Text
Kdrama review: Summer Strike (2022)
Kemarin baru beres catch up sama kdrama Summer Strike - ini drama slice of life slowburn yang menarik banget sih menurutku. Ceritanya lebih simpel daripada Our Blues yang tiap-tiap aktor dikasih spotlight untuk menyorot kisah masing-masing. Ini cerita soal Yeo Reum, seorang pegawai kantoran late 20s yang memutuskan untuk resign dan pergi ke sebuah kota kecil untuk... hidup aja.
Tumblr media
Biasa lah ya ada love line nya, dan di film ini Yeo Reum ketemu sama Dae Beom, seorang librarian yang aku kira bisu karena di episode pertama dia bener-bener nggak ngomong sepatah kata pun. Ternyata dia pemalu aja makanya ga ngomong, haha :”(
Gemes banget sih interaksinya Yeo Reum - Dae Beom, banyak juga adegan dimana mereka saling diem aja tapi sama-sama mesem-mesem. Mungkin mencari kata yang tepat. Bener-bener pasangan introvert. Tapi mereka berdua jujur sih, ngga ada tarik-ulur - cuma yaaa emang lama aja progressingnya karena banyak subplot lainnya. 
Ada tokoh anak SMA perempuan yang rebel dan punya bapak alkoholik yang membuat hidupnya sulit. Namanya Bom. Dan Jae Hoon, cowok yang naksir sama Bom. Di episode-episode kemarin, Jae Hoon bilang sama Yeo Reum kalau dia disuruh orangtuanya untuk balik lagi ke US dan dia takut dilupain sama Bom.
Terus Yeo Reom ngomong gini:
“If someone wants to drift away, let them. If someone wants to hate you, just let them. But you see, whenever and wherever we meet again, I’ll be just as fond of you as I am now.” 
“And when we meet again, I’ll run to you with a big smile on my face and give you a hug.”
“Then I’ll say “It’s been a while. How have you been? I missed you.” Because I like you a lot as a person.” 
💯💯💯💯💯💯💯💯
Intinya ya hiduplah sebaik yang kamu bisa, biarkan hal-hal terjadi sebagaimana mereka harus terjadi. Nggak perlu juga menggenggam erat dan mengikat orang hingga mereka merasa terkekang. Karena perasaan yang tulus itu ya... membebaskan.
Tinggal dua episode lagi nih semoga happy ending :(
------
Note: Summer Strike bisa ditonton secara legal di Viu, atau kalau yang ilegal ya bisa cari di Telegram atau Kissasian/Dramacool/Myasiantv (tapi harus cari mana mirror link yang jalan)
@racauandom​ sori aku tuh gabisa reply di post entah kenapa :(
19 notes · View notes
nrhanifah · 2 years
Text
Keluh Kesah jadi Guru SD
Dulu waktu masih kuliah di jurusan PGSD. Aku selalu bilang sama temen-temen kalo aku gak mau jadi Guru, karena ada beberapa pengalaman gak meng-enak-an yang bikin aku takut dan ngerasa gak berbakat jadi Guru.
Tapi, takdir berkata lain. Waktu itu gak sampe sebulan setelah wisuda ada tawaran dari SDIT deket rumah untuk minta aku ngajar di sana. Gak kerasa udah dua tahun aku ngajar. Selama ini aku ngerasa jadi Guru itu capek dan gak worth it. Gimana gak capek, bayangin tiap hari harus ketemu sama anak-anak dengan karakter yang beda & mood yang beda tiap jam-nya, harus selalu sabar dan bisa merespon sesuai situasi dan kondisi. Udahlah jadi Guru capek tapi bayaran yang diterima gak sepadan. Cukup muak dengan narasi kalau Guru adalah "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" Guru juga butuh makan dan hidup.
Sebagai Guru muda, terus ngeliat temen-temenku kerja di beberapa instansi BUMN atau instansi bergengsi lainnya, kadang aku ngerasa minder banget. Bahkan gak jarang aku suka males kalo diajak ketemuan.
Mungkin karena cara aku memandang definisi sukses itu masih kaku & sempit. Padahal aku juga yakin temen-temenku gak pernah meremehkan pekerjaan aku sebagai Guru ini. Tapi emang gak bisa dipungkiri kalo ngeliat temen-temenku sukses sesuai definisi yang aku pikirkan selama ini, aku ngerasa hidup gak adil, kayak kenapa bukan aku aja ya yang kerja di BUMN atau jadi pegawai kantoran dengan gaji diatas UMR? Kenapa ya aku harus jadi Guru?
Tapi pada akhirnya aku sadar kalo ternyata aku suka jadi Guru. Jadi Guru bikin aku belajar banyak hal, mulai dari belajar sabar, belajar ikhlas, belajar memahami berbagai macam emosi dan mengolahnya dengan baik, belajar parenting dan jadi sarana aku untuk menyiapkan bekal untuk diakhirat kelak. Bersyukurnya aku dapet sekolah yang lingkungannya baik dan selalu support aku sebagai Guru. Salah satu yang bikin aku kuat dan semangat jadi Guru adalah apresiasi dan kepercayaan dari wali murid. Pernah ada wali murid yang bilang, "Makasih ya Bunda sudah ajarin anak saya, anak saya itu selalu inget sama perkataan Bunda Hani dan suka diajarin sama Bunda," cerita biasa tapi bikin hati jadi hangat.
Menyadari kalo aku suka jadi seorang Guru, ternyata bikin perasaan aku campur aduk karena artinya aku harus berjuang berkali-kali lipat lebih banyak (mungkin) daripada teman-temanku yang lain, karena untuk menjadi "sejahtera" di bidang ini sungguh sulit. Harus ikut tes ini, ikut tes itu, ikut sertifikasi ini, ikut ujian itu. Banyak sekali yang harus dilewati. Untuk mencapai tahap sejahtera yang mungkin kalo dibandingkan pekerjaan lain, level sejahtera Guru masih terbilang rendah.
Kadang suka menyalahkan takdir, kenapa aku harus menyukai pekerjaan yang jenjang karirnya gitu-gitu aja, bahkan gak menjamin bisa sejahtera kalau kamu gak menyandang titel aparatur sipil negara. Tapi mungkin ini takdir yang Allah pilihkan buat aku, toh kita hidup di dunia juga cuman sebentar, semoga dengan aku jadi Guru bisa jadi ladang pahala & amal jariyah buat aku nanti.
Maaf ya kalo aku sebagai Guru masih sering ngeluh. Doain semoga aku bisa jadi Guru yang amanah dan juga sejahtera. Semoga apa yang aku ajarkan selama hampir 2 tahun ini bisa bermanfaat dan jadi bekal buat murid-muridku kelak. Aamiin.
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
15 notes · View notes
kokomeong · 1 year
Text
Tentang Masa Depan Tanpa Prospek
Tumblr media
Menulis masih jadi hal yang gratis dan menyembuhkan. Saya ingat betapa mengasyikannya tidak memiliki rasa takut –biarpun juga tak memiliki kebebasan finansial dan sekoci penyelamat sama sekali– ketika ditantang masa depan yang tidak pernah terlihat jelas atau menjanjikan. Dulu saya berpikir sepulang dari Australia saya akan bekerja jadi pegawai kantoran yang mengerjakan tugas-tugas administrasi untuk seumur hidup dengan gaji pas-pasan. Saya takut jadi dosen, sebab bagi saya, secara akademis standar terendah dosen seharusnya minimal sepintar mantan teman saya sekelas yang sedang S3 di Melbourne itu – dan saya tidak (atau belum). 
Di luar dugaan, saya menikmati pekerjaan sebagai dosen: berbagi banyak hal di kelas dan menentukan topik penelitian yang membuat kita menderita sendiri. Bertemu orang-orang baru setiap tahun yang tidak harus saya panggil ‘adik-adik’, lalu menemukan satu-dua di antara mereka yang bisa diajak membahas kombucha. Itu tiga bagian terbaik dari pekerjaan ini sehingga saya selalu heran ketika ada dosen yang lebih memilih meninggalkan jadwal mengajar dan menelantarkan penelitian demi menghadiri rapat yang tidak pernah efektif karena seringkali orang yang lebih bodoh dari kita yang bersuara atau memerintahkan apa yang harus kita lakukan, bahkan mengomentari apa yang kita kenakan. Diminta melakukan sesuatu yang konyol oleh orang yang lebih bodoh dan lebih tidak kompeten baik secara akademis atau manajerial adalah sebuah penderitaan. 
Jadi dosen sekarang terasa menjemukan. Lebih banyak laporan-laporan formalitas doang yang harus diisi ketimbang dedikasi untuk membuat materi kuliah yang bisa membuat orang berpikir. Kata seorang kolega senior, tunjangan akademis yang satu bulannya 375.000 rupiah dipotong pajak belum pernah naik sejak 1990-an. Sementara itu laju tunjangan jabatan naik melebihi kecepatan inflasi. Tak heran lebih jarang ada orang yang berniat jadi profesor beneran dibandingkan jadi profesor formal. 
Masa depan selalu terlihat muram. Memikirkan masa depan sendiri saja tak pernah ada ujungnya, apalagi kalau kita bertanggung jawab atas nasib seorang-dua orang anak di dunia. “Dunia tak pernah menawarkan apapun kecuali masalah”, kata Arswendy Beningswara di adegan aborsi Pintu Terlarang yang kutonton di bioskop bersama mantan teman sekelas yang pintar itu. Itu memang saat-saat kita masih bisa menertawakan dunia dan bukan sebaliknya.
3 notes · View notes
unimiff · 2 years
Text
Menjalani Mimpi Orang Lain
Tumblr media
Namaku Angkasa. Umurku 18. Aku ingin sekali kuliah di jurusan desain grafis atau sastra. Sayangnya, Ibu dan Bapak tidak merestui keinginanku. Kata mereka, ambil jurusan administrasi saja, yang lebih jelas jalur kerjanya. Demi menyenangkan Bapak dan Ibu, aku pun menjalani perkuliahan setengah hati. Syukurnya, aku tetap bisa mengerjakan hobi desain dan menulis di sela-sela kuliahku. Dapat cuan pula. Syukurnya pula, berkat bantuan teman-teman serta warisan otak yang lumayan moncer dari Bapak dan Ibu, aku berhasil lulus tepat waktu.
Namaku Angkasa. Umurku sekarang 22 tahun. Purna jadi sarjana, Bapak dan Ibu memintaku untuk tes CPNS dan mengambil formasi di kotaku. Kata mereka, biar masa depan aman, nanti pensiunnya terjamin. Bapak dan Ibu memang merupakan abdi negara yang bertugas di sekolah. Bagi mereka, menjadi ASN adalah kebanggaan tersendiri. Bagi mereka, pekerjaan hakiki adalah pekerjaan kantoran nan berseragam, berangkat pagi pulang sore. Mereka tidak menganggap pekerjaan kreatif yang tak mengenal jam kerja, bisa dikerjakan dari mana saja, dan berhadapan dengan dunia maya, sebagai sebuah pekerjaan. Demi menyenangkan mereka, aku pun mendaftar dan ajaibnya, lulus dalam sekali coba.
Namaku Angkasa. Umurku sekarang 44. Orang-orang menyebutku sebagai salah satu orang paling beruntung di dunia. Sudah kuliah magister dibiayai negara, punya istri nan jelita, beranak dua. Pegawai negeri dengan masa depan dan masa tua terjamin, pula. Sungguh banyak orang yang ingin menjalani hidup sepertiku. Mereka tidak tahu, sejak dahulu, aku punya rencana.
Tahun depan, aku ingin mengajukan pensiun dini. Jika dihitung masa pengabdian dan usiaku saat ini, cukup sudah persyaratannya. Cukup sudah aku mengabdi di sini. Ketika membicarakannya dengan atasanku, beliau mewanti-wanti "Angkasa, pikir-pikir dulu. Nanti kamu menyesal. Sebentar lagi kamu bahkan bisa jadi Kepala Bagian, lalu jadi Kepala Dinas, lho. Tidak banyak anak muda progresif seperti kamu di sini." Ucapan beliau cukup bijak. Ketika menyampaikan niat kepada kolega, macam-macam reaksi mereka. Ada yang mendukung, ada pula yang menentang. Salah satu yang paling kuingat, begini bunyinya "Harusnya kamu itu bersyukur. Banyak banget orang yang mau jadi pegawai. Kamu baru lulus kuliah, langsung lulus tes. Sekarang mau pensiun dini. Nanti, hidupnya gimana? Dapat uangnya dari mana? Kamu nggak takut, hidup dari uang pensiun dini yang nilainya tentu tidak sebesar kalau pensiun penuh? Sabar sedikit lagi napa, sih. Palingan juga 20 tahun lagi. Nggak berasa. Mau malas-malasan di rumah, ya? Banyak lho, yang pengen kayak kamu, berada di posisi kamu."
Ingin kujawab bahwa bukan dapat uang dari mana yang kutakutkan. Bukan akan melakukan apa setelah pensiun, yang kutakutkan. Karena semuanya sudah kupikirkan matang-matang, sedari dulu, sejak pertama kali aku menginjakkan kaki di kantor ini, memasuki dunia birokrasi ini.
Aku takut, semakin lama aku berkecimpung di sini, aku akan semakin kehilangan diriku sendiri. Jiwa kreatif yang ada dalam diriku memberontak, terbunuh oleh kakunya birokrasi dan administrasi. Unggah-ungguh dengan atasan, berkata manis di depan, saling membicarakan di belakang, aku takut suatu saat akan terbawa arus dan tenggelam. Belum lagi mutasi dan demosi yang menghantui, tergantung siapa yang sedang menapaki pucuk pimpinan tertinggi. Daripada terus maju dan tenggelam, lebih baik aku mundur pelan-pelan.
Dan, soal banyak yang ingin berada di posisiku saat ini, aku lebih takut lagi. Aku takut menjalani mimpi orang lain, hingga aku mengubur mimpiku sendiri. Maka, sebelum aku mati, aku ingin kembali menyiram mimpiku yang telah lama layu, memupuknya hingga subur dan berbunga, serta menyerahkan mimpi orang lain ini kepada yang lebih berhak memiliki.
Hai, kukenalkan lagi. Namaku Angkasa. Umurku sekarang 45. Aku percaya bahwa nama adalah doa. Seperti namaku, aku punya mimpi yang tinggi mengangkasa. Di umur segini, sejujurnya aku cukup takut untuk mewujudkannya. Namun, aku lebih takut lagi jika seumur hidup harus menjalani mimpi orang lain. Besok aku ingin mengajukan permohonan pensiun dini ke atasan. Doakan aku, ya!
20230118
Bukan 30 Hari Bercerita
6 notes · View notes
yoorlep · 13 days
Text
Today's story: [telpon]
"Setelah menikah, kau akan kehilangan dirimu sendiri"
Aku mendengar ini dari seorang wanita yang duduk tepat di sebelahku. Saat itu aku sedang mencari cafe yang cukup tenang agar aku bisa menyelesaikan tugas kuliahku. Pilihanku jatuh pada sebuah cafe dessert nuansa putih yang terletak di ujung jalan. Nuansa minimalis dengan beberapa pot bunga yang ditaruh di sudut ruangan dan aneka jenis dessert di tata rapi di etalase. Oke. Pilihan yang sangat tepat.
Tapi lupakan itu, aku sedang mengerjakan tugasku ketika seorang wanita dengan setelan jas khas pegawai kantoran dengan selop tinggi masuk ke cafe dengan wajah kesal. Belum selesai sampai disitu, dia membuka tas kesal dan mengeluarkan ponselnya. Menelepon seseorang. Entah siapa.
"kau tahu, ibu mertuaku memintaku untuk berhenti bekerja dan beralih menjadi ibu rumah tangga" itu kalimat pembukanya.
"dia bilang gajiku terlalu tinggi dibanding suamiku dan suamiku tidak suka" dia melanjutkan.
"ipar-iparku melimpahkan segala urusan rumah kepadaku! Mereka gila" dia mulai kehilangan kesabaran.
"suamiku justru lebih bodoh. Dia tak membelaku dan justru membela keluarganya! Aku muak"
Wanita itu berhenti berceloteh. Mendengarkan balasan dari orang di seberang.
"tapi aku lelah. Mereka semua mengaturku seolah aku bonekanya. Aku harus bangun lebih awal, menyiapkan sarapan, membersihkan rumah padahal mereka tau aku juga bekerja. Mereka menyuruhku ini-itu, mereka melarangku ini-itu" tambah wanita itu.
"aku kehilangan diriku sendiri jika seperti ini terus" wanita itu berbisik lirih. Aku meliriknya pelan, dan wanita itu menangis.
"oh tuhan. Jika seperti itu, kau harusnya bercerai saja" aku mendengar balasan orang di seberang telepon.
Benar. Aku mengangguk setuju meski aku bukan siapa - siapa yang kebetulan mendengarkan cerita mereka.
Ah gawat. Tugasku belum selesai. Aku memakai headsetku, memutar lagu rock dan melanjutkan tugas yang tadi terlupakan.
13/9/24
0 notes
rumi-humaira · 3 months
Text
Jeda
Minggu ini sedikit bisa menghela napas di tengah gempuran lainnya akhir-akhir ini. Meskipun memang ada saja yang menanti, selalu ada saja to-do-list yang tidak pernah selesai. Setelah berbulan-bulan berangan-angan untuk menulis kembali, baru hari ini terlaksana -- dan kagetnya ternyata hanya 2,5 bulan menuju anniversary pertama dari pernikahan. Mungkin karena banyak kesibukan, banyak hal baru, banyak yang mengagetkan. Membangun rutinitas baru, sampai seringkali melupakan waktu untuk refleksi kembali. Akhir-akhir ini, untungnya, bisa sedikit menata ulang prioritas dan tata kelola kehidupan secara umumnya.
Kemarin ada sharing session di kantor dari salah satu figur terkenal di dunia startup, yang sudah melanglangbuana ke berbagai perusahaan top global hingga membina startupnya sendiri, dan dia bertanya -- mungkin pertanyaan yang cukup khas dan typical:
"Apa yakin kehidupan kita memang hanya akan dihabiskan untuk kerja senin-jumat 9 to 5, dan setiap hari mengulang hal yang sama, sampai akhirnya pensiun dan menunggu ajal? Come on, isn't there a bigger and greater plan for us? We can do so much more in this life." Tentu, ada beberapa hal yang bisa didebat dari statement seperti itu. Bahwa pekerja kantoran pun tetap hal yang mulia, dan tidak semua orang bisa mendapat privilege seperti beliau. Statement itu juga bukan tanpa dasar: sebelumnya ia juga bekerja di korporasi, di bank, sama seperti kita semua peserta disana -- sebelum dia mengubah arah hidupnya. Kemudian, ya, belum tentu dunia startup memang lebih baik. Walaupun hari ini temanya adalah inovasi, dan memang budaya pencipta inovasi cukup kaya untuk di lingkungan startup.
Tapi ada banyak hal dari pernyataan itu. Sama seperti yang diingatkan seorang teman dekat beberapa waktu lalu dan menjadi turning point dalam berkari, beruntungnya saya terus diingatkan untuk "luruskan niatnya." "Luruskan niatnya..." Statement pembicara tadi tidak harus diserap mentah-mentah. Sure, menjadi pegawai kantoran mungkin terdengar membosankan. Sure, there is a greater plan that life has for us. But what is that 'something bigger' is our purpose for doing all this? Keluarga yang menunggu saat pulang. Pekerjaan yang diharapkan akan berdampak pada misi yang sedang dikejar. Liburan yang bisa didapatkan dari pekerjaan itu. Tentu lebih banyak experience akan menarik. Tapi semakin kini melihat bahwa pada akhirnya orang yang melanglangbuana pun akan membutuhkan tempatnya bermuara. Bukan berhenti bertumbuh, tapi membawa tujuan baru, something bigger, di muara yang awalnya sempat ditinggalkan dalam proses mencari tujuan. Luruskan niat, ingat tujuan. That's big.
1 note · View note
perspexto · 5 months
Text
We are different; source: GreePost Bulan Mei 2024 ini bener-bener surga buat siapa saja yang mendambakan istirahat. Kalendar merah penuh sesak, seolah-olah undangan untuk bernapas lega dari kepenatan sehari-hari. Tapi, tahukah kamu? Cara pandang seorang wirausaha dan pegawai kantoran terhadap serbuan hari libur ini bisa jadi serupa tapi tak sama. Pegawai kantoran kebanyakan menyambut hari libur dengan riang gembira. Bagi mereka, ini kesempatan emas untuk mengejar balik serial TV yang tertunda, menikmati kebersamaan dengan keluarga, atau sekedar menghabiskan waktu tanpa alarm yang mengganggu. Bagi mereka, hari libur adalah oasis di tengah padang pasir rutinitas kerja. Namun, seberang cerita, para wirausaha memiliki kacamata berbeda. Setiap hari libur bisa jadi dua sisi mata uang. Di satu sisi, ini kesempatan untuk melaju lebih kencang, memanfaatkan kekosongan pasar sementara kompetitor lain ‘beristirahat’. Di sisi lain, hari libur bisa jadi hambatan, terutama bagi bisnis yang bergantung pada interaksi langsung dengan pelanggan atau klien. Penurunan trafik konsumen dan gangguan dalam rantai pasokan adalah isu nyata yang bisa menghantam pengusaha. Dari sisi bisnis, pegawai kantoran cenderung mengikuti alur yang sudah ditentukan. Mereka bisa ‘mematikan tombol’ sejenak dari pekerjaan. Berbeda dengan wirausaha yang selalu harus siaga, hari libur atau tidak, karena bisnis adalah bayi yang membutuhkan perhatian 24/7. Namun, keduanya sebenarnya berbagi tantangan serupa: mencari keseimbangan. Bagi pegawai kantoran, ada bahaya ‘terlalu rileks’ yang mungkin membuat mereka sulit kembali ke ritme kerja. Wirausaha, di lain pihak, mungkin menghadapi risiko kelelahan karena tidak pernah benar-benar ‘terlepas’ dari pekerjaan. Secara psikologis, pegawai kantoran mungkin mengalami apa yang disebut dengan ‘Sunday Scaries’, kecemasan menjelang akhir hari libur dan kembalinya ke rutinitas kerja. Sementara itu, wirausaha bisa mengalami ‘The Entrepreneurial Blues’, rasa cemas konstan akan ketidakpastian dan beban tanggung jawab yang tak pernah benar-benar hilang. Dari sudut pandang yang lebih luas, bulan penuh hari libur ini adalah ujian adaptasi. Pegawai kantoran diajak untuk lebih menghargai waktu luang dan belajar kembali mengatur ritme kerja. Sementara itu, wirausaha diajak untuk mungkin, sesekali, berhenti sejenak, menghirup udara segar, dan mengingatkan diri sendiri bahwa ada dunia di luar pekerjaan yang juga pantas dinikmati. Yang menarik adalah bagaimana keduanya, meskipun berbeda, saling melengkapi dalam ekosistem kerja. Hari libur bagi pegawai kantoran adalah kesempatan untuk recharge, yang membuat mereka lebih produktif dan bersemangat ketika kembali bekerja. Untuk wirausaha, ini bisa jadi waktu untuk refleksi atau inovasi, memikirkan strategi baru saat dunia sejenak melambat. So, apa pun posisimu saat ini, coba lihat hari libur tidak hanya sebagai kesempatan untuk istirahat atau bekerja, tapi juga sebagai momen untuk belajar, beradaptasi, dan tumbuh. Di bulan Mei yang penuh warna ini, mari kita jadikan hari libur sebagai teman, bukan lawan. Enjoy the day, karena kadang, jeda sejenak adalah langkah tercepat menuju keberhasilan yang lebih besar! (clint perdana)
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
sfrzlrynd · 6 months
Text
Apa yang Ingin Diubah?
Menjadi Agent of Change (AoC) ketika berprofesi sebagai pegawai di sebuah perusahaan, tentunya akan sangat berbeda saat masih mahasiswa dulu. Di kampus kita diajarkan tentang peran dan fungsi mahasiswa (PFM), bagaimana spirit untuk mengabdi bagi negeri itu terus menerus dijejalkan ke dalam otak kita. Bagaimana idealisme selalu dikobarkan melalui gerakan-gerakan kemahasiswaan. Intinya, kita yang lugu itu memiliki pemikiran layaknya seorang negarawan, bangsawan. Banyak hal yang ingin kita ubah, kita perbaiki. Bahkan sudah berniat untuk berkontribusi sejak masih semester 1.
Apa yang berbeda ketika sudah menyandang peran sebagai karyawan kantor? Tentunya tidak semua akan related dengan pekerja BUMN. Khususnya yang bekerja di perusahaan swasta. Di dalam perusahaan milik negara, value yang dianut selalu berorientasi kepada 'pengabdian'. Namun, nilai-nilai (core value) itu bagaimanapun mengemasnya, ujung-ujungnya akan bermuara pada peningkatan revenue perusahaan. Ekspektasi pemilik saham, dalam hal ini adalah negara, menjadi tujuan bersama yang harus menjadi landasan para pekerja. Sebuah visi yang harus dipahami oleh semua anggota korporat. Karena alasan itulah konsep 'agent of change' dianggap masih diperlukan. Sebagai pion-pion untuk menginternalisasi nilai-nilai utama yang dimiliki oleh perusahaan tersebut.
Dari sini muncullah pembeda dengan konsep 'agent of change' mahasiswa. Apabila ditelisik lebih jauh, terkadang para mahasiswa yang saya sebut 'lugu' di awal tulisan, tidak benar-benar memahami apa tujuan mereka mempertahankan idealisme, kurang meyakini apa yang sebenarnya ingin mereka capai. Mengapa demikian? Karena mahasiswa masih harus menentukan kemana arah masa depannya. Meskipun ada satu dari ratusan mahasiswa, yang menjadi outlier, yang sudah memiliki tujuan hidup, cita-cita. Kalau tujuannya adalah ingin menjadi pekerja kantoran, pengusaha, semua yang bernilai materialistik, kemungkinan besar akan abai dengan peran dan fungsi mahasiswa. Sangat tak acuh dengan yang namanya idealisme. Apalagi konsep 'agent of change'.
Pun apabila mereka akhirnya bergabung ke dalam suatu organisasi seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) atau Himpunan Mahasiswa (Hima), semata-mata korban branding yang mengatakan bahwa organisasai mahasiswa akan memberikan pengalaman berorganisasi yang baik, sebagai bekal sebelum bekerja. Ini hanya akan berlaku bagi organisasi kemahasiswaan yang memang sudah profesional. Mengedepankan integritas, kedisiplinan, administrasi, dan sebagainya. Namun, ketika berada di organisasi yang tidak bagus-bagus amat, pelaku organisasi dengan tujuan materi itu akan menyadari bahwa bertahan bukanlah hal yang menguntungkan. Lebih baik menjadi komunitas keprofesian atau sekalian saja mencari kesempatan magang dan wirausaha.
Melalui program-program yang dilaksanakan oleh BEM dan Hima, menjadi agent of change akan cocok bagi mahasiswa-mahasiswa yang memang ingin mengabdi bagi masyarakat. Di dalam BEM dan Hima itu pasti memiliki departemen yang khusus mengurusi pengabdian masyarakat atau kegiatan sosial. Dengan begitu, ketulusan para AoC versi mahasiswa akan mengantarkan mereka untuk melaksanakan berbagai kebermanfaatan yang langsung dirasakan oleh masyarakat. Contohnya program sekolah binaan, desa binaan, atau penggalangan dana.
Kesimpulannya, perbedaan AoC perusahaan dan mahasiswa terletak pada orientasinya, apa tujuan yang ingin dicapai. AoC yang ada di dalam perusahaan seperti BUMN, akan menginternalisasi nilai-nilai untuk dapat meningkatkan produktivitas dan efektivitas operasional, yang hilirnya adalah revenue perusahaan yang bertambah. Sedangkan AoC mahasiswa akan mengorbankan jiwa, raga, pikirannya untuk sesuatu yang (terkadang) abstrak, tidak dapat diukur yaitu pengabdian kepada bangsa dan negara.
Namun, tentu saja esai ini tidak hanya berhenti sampai di sini, ketika sudah mendefinisikan perbedaan di antara dua jenis AoC. Saya coba memberikan sebuah gagasan win-win solution, bagaimana AoC perusahaan, apalagi milik negara, mampu memiliki mindset seperti saat menjadi mahasiswa. Saat masih mempunyai semangat untuk bermanfaat bagi orang banyak.
Fondasi pertama yang harus dimiliki oleh AoC perusahaan ialah jawaban atas pertanyaan "Apa yang ingin diubah?" Bisa saja birokrasi yang njelimet, sehingga harus dipangkas. Atau operasional yang membebani biaya produksi, yang mengharuskan untuk dilakukan efisiensi. Dengan menganalisa apa-apa saja kekurangan perusahaan yang ingin diubah dan diperbaiki, kita akan meningkatkan sense akan perubahaan. Sehingga, walaupun dihajar oleh rutinitas, kita bukanlah robot yang hanya akan melakukannya secara auto-pilot. Tanpa ada improvement. Hanya menunggu arahan dari top management.
Setelah 'menguasai' sense tersebut, dengan membiasakan diri untuk melihat apa saja yang ingin dan perlu diubah di dalam perusahaan, maka dengan sendirinya kita akan dapat membawa sense tersebut ke dalam masyarakat. Mengapa hal ini penting dan berkorelasi? Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia modern yang begitu disibukkan oleh pekerjaan, hanya punya waktu yang amat sangat sedikit untuk mengurusi kampung, masyarakat sekitarnya. Belum lagi yang tinggal di perumahaan yang acuh tak acuh dengan tetangga. Dalam case ini, memang perlu diperluas lagi wilayah sensing-nya. Namun, alasan mengapa itu penting dan berkorelasi, karena perubahan itu akan mengantarkan kita pada pemenuhan kewajiban kita sebagai seorang manusia. Yaitu bermanfaat bagi orang lain.
Selain itu, AoC perusahaan yang sudah melakukan banyak improvement, yang telah menyumbangkan berbagai efisiensi, efektivitas, inovasi, akan memberikan manfaat yang secara tidak langsung, kendati tidak langsung terjun ke dalam masyarakat. Maka, meskipun AoC perusahaan dan mahasiswa memiliki konsep dan orientasi yang berbeda, keduanya akan memiliki tujuan yang sama. Apabila didasari oleh niat yang tulus.
Sehingga, secara nasional dan tujuan yang lebih besar, AoC dapat membawa perubahan, untuk selangkah menuju keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
0 notes
ferykrisnanto27 · 8 months
Text
Motivasi S2?
Tumblr media
Salah satu hadist yang paling diinget soal "bermanfaat" adalah "Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi manusia". Inilah yang jadi semacam prinsip banyak orang untuk hidup yang sebaik baiknya buat nyebar kebermanfaatan seluas luasnya, termasuk penulis.
Mungkin sedikit orang yang tahu kalau penulis kuliah di ITB karena tragedi. Tragedinya apaan? Tujuannya bukan murni mencari ilmu, tapi ngejar orang (yang ternyata udah ngejar orang lain di lain kampus lain WKWK). Nyesek banget kan? Ckck. Cuma setelah dipikir pikir, banyak buanget hikmah yang didapat ketika penulis menjejakkan kakinya di suatu tanah antah berantah 700 km dari zona nyamannya. Kalau disebutin satu satu kayaknya ngga cukup cuma satu postingan.
Tapi ada masalah besar, terkait "motivasi". Motivasi yang dipunya ternyata udah ngacir aja, jadilah waktu itu, 2016, kehidupan kampus bener bener cuma "let it flow" aja. Kuliah TPB like other people lah, ngikutin agenda asrama lah, belajar buat UAS, dll yang standar banget. Engga ada motivasi lain, misal "Ntar lulus langsung kerja ah", "ntar langsung kuliah di Jepang keknya sedap". "jadi mapres asik nih". Bener bener nol tujuan hidup waktu itu. Inilah yang akan jadi masalah sangat besar yang dirasain sekarang.
Dan juga, menurut penulis, ada porsi salah dari orang tua penulis buat mendidik anaknya dalam hal mengarahkan anaknya mencapai tujuan hidup, kayak, dibebasin aja gitu mau ngapain dan apa (walaupun ada yang ini dan itu yang ngga boleh, misal kayak dulu pingin kuliah di TF ITS tapi gaboleh, masuk jurusan Astro tapi gaboleh). Terus, jadinya sedari kecil ngga tahu tujuan hidup mau apa, lewat mana dan gimana buat dapetinnya.
Jadilah, pas lulus 2020 bener bener gatau "ini mau ngapain ya?" diperparah sama pandemi. Jadi di tahun itu cari kerjaan sedapetnya, nganggur, cari kerja lagi, sampai sekarang. Dan setelah kerja 3 tahunan ini, kayak ngerasa, "kok bener bener ga cocok gini ya, diatur atur sama orang, lingkungan kantor yang tidak seideal ekspektasi penulis, dkk". Ngerasa kayak ga cocok aja buat jadi pekerja kantoran.
Kalau lagi gabut, iseng iseng buka profil diri sendiri di google WKWK dan salah satu yang muncul adalah gambar di atas. Dan ini sedikit sedikit memupuk motivasi buat lanjut kuliah. Walaupun dulu pas S1 rada setengah hati, tapi sekarang pas dirasa rasain, seru juga ya jadi peneliti. Lebih bebas buat berkarya dalam artinya kita menentukan apa objek yang kita mau teliti. Dan kalau kita menghasilkan publikasi terus dishare, ternyata bisa juga buat bermanfaat ke peneliti lainnya.
Karena statistik di researchgate inilah, penulis punya motivasi dasar yang mungkin akan diikuti dalam beberapa tahun ini, yaitu lanjut S2. Karena dalam pandangan penulis, sepertinya penulis akan lebih bermanfaat kalau kerja sebagai peneliti daripada pegawai kantoran. Dan juga lebih ikhlas, wkwk.
Aseli, seneng banget ngeliat jumlah readers dan citaters (?) yang pake jurnal konferensi dulu, padahal itu jurnal juga karena tugas akhir terbaik di suatu matkul. Dulu penelitiannya lama banget, terus banyak drama juga, tapi akhirnya bisa disubmit dan nongol di scopus, dan secara statistik juga banyak yang tertarik sama topiknya (walaupun skripsinya beda topik ya wkwk).
Nah sekarang, tantangan buat S2 inilah yang jadi musuh utama penulis. IELTS, CV, rekomendasi dkk atuhh mager banget, belum lagi konflik batin kalau mau daftar beasiswa. Cuma, untuk sekarang, tujuan sudah ditetapkan, dan, bismillah, semoga dalam waktu dekat bisa mewujudkan apa yang diinginkan.
0 notes
naufal-portofolio · 8 months
Text
3 Alasan Penting Kenapa Freelancer Harus Punya Asuransi
2016
TIDAK semua orang bekerja sebagai pegawai negeri atau karyawan swasta. Seiring berkembangnya zaman, kini ada istilah freelancer atau pekerja lepas.
Freelancer merupakan jenis pekerjaan yang berbasis mandiri karena tidak terikat dengan pemerintah atau perusahaan tertentu. Sederhananya, freelancer bukanlah pekerja kantoran. Oleh karena itu, pekerja lepas tidak mendapatkan kompensasi seperti pegawai pada umumnya, seperti dana pensiun, Tunjangan Hari Raya (THR), sampai asuransi. Padahal, memiliki asuransi sangatlah penting. Terlebih untuk freelancer yang bekerja sendiri.
Tabungan Biasa Tidak Akan Cukup
Masih ada freelancer yang beranggapan tabungan di bank sudah cukup membiayai kebutuhan hidup, termasuk jika terjadi sesuatu yang tak terduga, seperti kecelakaan. Namun, jika hanya mengandalkan simpanan di bank, pengeluaran menjadi tidak fokus karena harus dibagi dengan kebutuhan lainnya. Terlebih, bunga bank tidak seberapa besar. Menabung bertahun-tahun pun nilainya tidak akan bertambah secara signifikan. Selain menabung, pekerja lepas juga harus memiliki dana khusus untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan di waktu yang akan datang. Hal itu bisa diwujudkan dengan mempunyai asuransi.
Persiapan Dana di Hari Tua
Pekerja lepas pun tidak akan bekerja seumur hidup karena saat tua nanti, sudah pasti akan memilih untuk beristirahat dengan tenang sambil menikmati sisa hidup. Karena tidak akan mendapatkan tunjagan hari tua seperti pegawai kantoran, tentu freelancer harus pintar-pintar mengatur pendapatan dari hasil kerjanya agar bisa juga disisihkan untuk biaya hidup jika sudah tua nanti. Memiliki asuransi menjadi solusi karena bisa menghidupi pekerja lepas ketika sudah “pensiun”. Jadi, dana untuk hari tua sudah ada anggaran khususnya, tidak tercampur dengan tabungan biasa. 
Proteksi Kesehatan
Tidak ada yang bisa memprediksi dengan pasti bagaimana kondisi kesehatan seseorang. Terkadang, sudah berusaha menjalani hidup sesehat mungkin tapi tetap saja harus masuk rumah sakit karena satu dan lain hal. Untuk pekerja kantoran, biasanya biaya kesehatan di-cover oleh perusahaan tempat bekerja. Namun, untuk freelancer tentu tidak seperti itu. Uang tabungan akan terkuras drastis jika membiayai pengobatan. Oleh sebab itu, memiliki asuransi menjadi jalan keluar agar tidak khawatir ketika sakit. Simpanan di bank aman dan pengeluaran untuk kesehatan sudah dipersiapkan.
Jadi, sudah tidak alasan lagi untuk tidak mempunyai asuransi. Banyak manfaatnya dan tentu saja bisa jadi investasi. Terlebih, makin banyak jasa asuransi (baik yang berbasis pemerintah atau swasta) dengan biaya terjangkau. Sehingga bagi freelancer yang pendapatannya “tidak menentu” pun bisa memiliki asuransi dengan mudah. Selain itu, di era digital seperti sekarang, hampir semua orang bisa mencari tahu segala jenis asuransi yang cocok dengan kebutuhan lewat layar komputer atau gadget. Cukup gampang, bukan? ***
0 notes
syarifahsw · 9 months
Text
Dilema; pertimbangan; perdebatan
Singkatnya malam ini diputuskan memikirkan banyak hal yang akan terjadi kedepannya. Ketakutan itu masih tetap ada dalam diriku yang lemah ini. Tak ada cerita tentang keberanian untuk melangkah. Semua dipatahkan secara cuma-cuma oleh kebutuhan dan finansial. Aku percaya, dengan segala usahaku yang minimal modal keyakinan dan percaya bahwa Ibu melihat usahaku mencapai segala keinginanku. Tapi maaf, kali ini aku rasanya hampir menyerah.
Persoalan finansial yang masih aku ragukan sesaat yang akan ku tempuh selama setahun kedepan menjalankan profesi yang katanya sertifikasi setara dengan pegawai kantoran. Merayakan segalanya sepertinya butuh perdebatan antara aku dan saudara kandungku.
"Bu, jika memang ini jalan terbaik menjemput rezeki. Mudahkan, lancarkan, dan beri aku semangat. doakan aku sukses mencapai segala harapku yang pernah kugantung itu"
Perjalanan kali ini, aku masih tidak ingin mengalah atas segalanya. Masih ada usaha dengan segala dorongan dan dukungan dari teman-teman sekitar bahwa mereka ingin menguatkan aku memiliki keputusan yang bijak dalam memilih apapun hal yang terbaik dicapai dengan usaha yang sungguh-sungguh. Pertemanan itu diciptakan dari perkenalan, berujung nyaman. Oleh sebab itu, aku menemukannya pada satu waktu yang memang terbilanh Sakral di Universitas kebanggaanku.
Tersenyum. Iya, itu yang kuharapkan setiap saat ketika bersamanya. Banyak hal tak ingin ku ungkapkan padanya. Cukup beri aku semangat semoga aku bisa meraih apapun yang aku harapkan sejak dulu.
Terimakasih, Rindu bertemu.
Situbondo, 24 Desember 2023
1 note · View note
cakrajiwa-turmukti · 1 year
Text
Tumblr media
Setiadji Cokroaminoto
Pegawai kantoran
0 notes
nauvalre · 1 year
Text
Memahami Kedalaman Karya Terpilih Denny JA 24: Burung Trilili
Dalam dunia sastra Indonesia, karya-karya Denny JA dikenal sebagai karya yang memiliki kedalaman yang mendalam. Salah satu karya terpilih dari Denny JA 24 yang patut untuk dipahami adalah "Burung Trilili". Melalui artikel ini, kita akan membahas secara detail mengenai kedalaman karya ini, mulai dari tema utama, karakter, serta pesan yang ingin disampaikan. Tema utama yang diusung dalam "Burung Trilili" adalah tentang kehidupan manusia modern yang terjebak dalam rutinitas dan kebingungan identitas. Dalam karya ini, Denny ja menggambarkan tokoh utama yang terjebak dalam rutinitas sehari-hari yang monoton dan tidak bermakna. Melalui tokoh ini, Denny JA mengajak pembaca untuk merenungkan makna kehidupan yang sebenarnya. Karakter utama dalam "Burung Trilili" adalah seorang pria bernama Andi, yang merupakan representasi dari manusia modern yang terjebak dalam rutinitas. Andi adalah seorang pegawai kantoran yang hidupnya terasa hampa dan tidak berarti. Denny ja menggambarkan kehidupan Andi dengan sangat mendalam, menggambarkan perasaan kebingungan dan kekosongan yang dirasakan oleh tokoh ini. Selain karakter utama, ada juga karakter pendukung yang turut menghidupkan karya ini. Salah satunya adalah tokoh burung Trilili yang menjadi simbol kebebasan dan impian. Dalam karya ini, Denny JA menggunakan burung Trilili sebagai metafora untuk menggambarkan keinginan manusia untuk melepaskan diri dari rutinitas dan meraih impian yang sebenarnya. Pesan yang ingin disampaikan oleh Denny JA melalui "Burung Trilili" adalah pentingnya merenungkan makna kehidupan dan berani mengambil langkah untuk meraih impian. Denny JA ingin mengajak pembaca untuk tidak terjebak dalam rutinitas yang monoton, melainkan berani menghadapi perubahan dan mencari kehidupan yang lebih bermakna. Pesan ini disampaikan dengan cara yang sangat mendalam dan menggugah emosi pembaca. Dalam menulis "Burung Trilili", Denny JA menggunakan gaya bahasa yang sangat khas dan indah. Ia menggunakan kata-kata yang dipilih dengan hati-hati dan diletakkan dengan tepat untuk menggambarkan suasana dan perasaan tokoh-tokoh dalam karya ini. Gaya bahasa yang digunakan oleh Denny JA mampu membangkitkan imajinasi pembaca dan membuat mereka terhanyut dalam cerita yang dituturkan. Secara keseluruhan, "Burung Trilili" adalah salah satu karya terpilih dari Denny JA 24 yang memiliki kedalaman yang mendalam. Dalam karya ini, Denny JA berhasil menggambarkan kehidupan manusia modern dengan sangat jelas dan mengajak pembaca untuk merenungkan makna kehidupan yang sebenarnya. Melalui karakter-karakter yang kuat dan pesan yang kuat, Denny JA berhasil menciptakan sebuah karya yang indah dan menginspirasi. Dalam era digital ini, di mana banyak orang terjebak dalam rutinitas dan kebingungan identitas, "Burung Trilili" menjadi sebuah karya yang sangat relevan dan penting. Karya ini mengajarkan kita untuk tidak hanya hidup dalam rutinitas yang monoton, melainkan untuk berani meraih impian dan mencari kehidupan yang lebih bermakna. Denny JA berhasil menyampaikan pesannya dengan sangat profesional, menggunakan gaya bahasa yang indah dan menggugah emosi. Dengan memahami kedalaman karya terpilih Denny JA 24: "Burung Trilili", kita dapat belajar banyak mengenai kehidupan dan merenungkan makna kehidupan yang sebenarnya. Karya ini menjadi bukti bahwa sastra Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menginspirasi dan mengubah pandangan hidup kita.
Cek Selengkapnya: Memahami Kedalaman Karya Terpilih Denny JA 24: Burung Trilili
1 note · View note
logsunu · 1 year
Text
Haruskah kuliah?
Berdasarkan pengalaman selama bertahun-tahun dalam proses belajar-mengajar, motivasi adalah salah satu hal yang penting yang menentukan kelancaran dan keberhasilan proses kuliah mahasiswa sampai lulus. Motivasi dapat berasal dari beberapa hal, misalnya dorongan dari orangtua atau lingkungan sosial. Bisa juga dari harapan/angan-angan tentang sesuatu yang diharapkan akan dapat diperoleh.
Kalau mahasiswa tidak punya motivasi, maka proses perkuliahannya biasanya akan menjadi semakin sulit. Salah satu motivasi biasanya harapan akan mudah mendapatkan uang di masa depan, atau setidaknya mudah untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini menurut saya yang perlu setidaknya sedikit dibahas agar tidak memiliki harapan yang salah.
Di Indonesia, mungkin Anda akan sering mendengar bahwa rezeki tiap orang sudah diatur oleh Tuhan dan tidak akan tertukar. Hanya diperlukan ikhtiar yang baik saja. Maka dalam konsep ini jelas bahwa rezeki manusia tidak akan terhalang oleh selembar ijazah sarjana/perguruan tinggi atau gelar. Ketiadaan gelar sarjana tidak akan menghalangi Tuhan untuk memberi rezeki kepada Anda. Apalagi sesuatu yang memang jatah Anda.
Dalam kenyataannya Anda juga bisa menemui orang-orang yang tidak bergelar sarjana, bahkan tidak pernah berkuliah, bisa memiliki penghidupan yang baik. Bahkan bisa lebih baik daripada mereka yang lulus kuliah.
Ada banyak jenis pekerjaan atau sumber penghasilan yang tidak berlandaskan atau tergantung kepada gelar akademik, kepada pernah atau tidaknya seseorang berkuliah. Keterampilan yang dibutuhkan tidak perlu dicari di kampus perguruan tinggi, tidak perlu kuliah. Bisa melalui kursus keterampilan, proses mentoring/pelatihan, sumber belajar audiovisual, atau sumber tercetak.
Salah satu contohnya adalah pekerjaan pengelasan, apalagi pengelasan di dalam air. Pekerjaan ini sudah terkenal bisa memberikan penghasilan yang tinggi. Bisa jauh lebih tinggi daripada tipikal pekerjaan lulusan perguruan tinggi yang bekerja di perkantoran.
Contoh lain adalah bidang usaha wiraswasta. Jika memilih menjadi usahawan, pemilik usaha, Anda tidak mutlak memerlukan gelar dari perguruan tinggi. Begitu pula jika memilih menjadi pedagang. Hasil dari usaha/bisnis atau dari berdagang sering bisa jauh melebihi hasil kerja para sarjana kantoran. Ditambah lagi menurut beberapa sumber sering disebut-sebut bahwa memiliki bisnis sendiri akan memberikan 'kebebasan' yang lebih besar.
Bahkan meskipun barangkali nilai uang yang didapat tidak sebesar para sarjana pun, ada banyak pekerjaan yang bisa lebih membahagiakan daripada pekerjaan lulusan perguruan tinggi. Hidup itu konon ada banyak warna, dan kompleks.
Lalu mengapa di Indonesia (dan banyak tempat lain di dunia) ijazah perguruan tinggi masih banyak diperlukan? Salah satu alasannya adalah untuk kemudahan seleksi calon pegawai. Contohnya akan lebih mudah untuk menyeleksi calon programmer di perusahaan dengan menyertakan syarat ijazah. Meskipun kebanyakan computer programmer tidak berasal dari program studi komputasi atau bahkan tidak pernah kuliah. Sudah sangat banyak sumber belajar yang bisa membantu seseorang yang ingin menjadi programmer, tanpa harus kuliah.
Alasan lain adalah untuk 'membebaskan' perusahaan dari keperluan untuk melakukan pelatihan dasar mengenai bentuk dan pola organisasi kerja. Mereka yang pernah kuliah diharapkan pernah melakukan kerja kelompok, berdiskusi, mengenal hirarki dan bekerja dalam organisasi yang lebih besar daripada lingkup keluarga atau pertemanan informal di lingkungannya.
Jadi, singkatnya kuliah tidak menjamin kebahagiaan setelah lulus. Tidak menjamin keamanan finansial atau (mudahnya) kekayaan setelah lulus. Kuliah bahkan tidak menjamin seseorang akan mendapatkan pekerjaan setelah lulus nanti.
Kuliah hanya memberikan peluang lebih baik bagi Anda untuk mengoptimalkan kemanusiaan Anda. Hal-hal yang membedakan kita dari yang bukan manusia. Seseorang yang berkuliah dengan baik hanya memiliki peluang yang lebih besar di satu faktor, ketimbang orang lain yang tidak kuliah, (tetapi itu hanya) di faktor yang sama. Tetapi, misalnya, seorang lulusan SMK bisa jadi unggul di faktor jejaring (networking) yang memberinya akses ke lebih banyak peluang bisnis.
Jadi kalau motivasi untuk kuliah adalah agar dapat hidup enak dan kaya raya, tampaknya motivasi itu sudah tidak begitu tepat dari awal. Anda mungkin akan kecewa jika setelah menyelesaikan kuliah dengan baik, tetapi dalam persaingan dunia kerja kalah dari orang yang Anda tahu bahkan tidak pernah kuliah. Kehidupan tidak sederhana dalam bayangan yang indah. Ada banyak faktor yang terlibat, beberapa faktor yang bahkan saya kurang tega menuliskannya di sini.
Lagi, kuliah memberikan peluang untuk lebih mengoptimalkan kemanusiaan kita. Menjadi berbeda dari robot hardware, program komputer, semua jenis AI, sapi, kuda, kerbau, atau elang. Bisa mendapatkan pekerjaan yang menurut kita baik hanyalah salah satu efek samping, yang itu pun masih bergantung kepada banyak hal/faktor lainnnya.
Salah satu cerita bagus adalah mengenai Pak Subakir yang bahkan bisa menjadi direktur operasi di KAI. Silakan cari sendiri ceritanya dari berbagai sumber dengan menggunakan kata-kata kunci yang tepat di mesin pencari (Google/Bing). Berikut adalah salah satunya (link).
0 notes
septiatmanegara · 1 year
Text
Update Kehidupan
Hai guys! Ketika nulis ini aku ngga tau mau kasih judul apa karena dari beberapa hari lalu sudah sangat ingin menulis walau entah apa yang mau aku tulis. So, mungkin update kehidupan dulu ya. Sekarang aku sudah pindah ke perusahaan baru dengan suasana baru, teman baru, atasan baru, semuanya baru. Sudah setahun aku kerja di perusahaan baru ini dan so far I'm totally fine. Asam lambungku ngga pernah kambuh lagi haha, not to blame my previous company tapi mungkin itu adalah pilihan terbaik untuk hidupku. Supaya aku bisa tetap menyayangi orang-orang yang memang deserve my love dan mereka ngga perlu melihat garangnya aku, dan aku juga ngga semakin membenci orang yang (menurutku) pernah menyakiti aku. Anyway, it was past and I forgive already. Kita harus tetap bisa menjaga hubungan baik antar sesama, bukan? Hehe.
Di perusahaan baru tentu ada konflik baru. Walau aku ngga begitu ingin peduli dengan hal itu, tapi bagaimana pun karena aku jadi bagian itu aku tetap harus terlibat pada akhirnya. Aku baru aja dipromosiin; sebelumnya aku itu cuma pegawai kontrak dari agensi dan bukan karyawan asli si perusahaan itu. Mungkin takdir, mungkin juga keberuntungan, tapi mungkin juga buah dari 'just do my best of work' yang bisa membuat para atasanku melihat potensi atau faktor X yang ada di diri aku hehe jadi mereka mengangkat aku untuk jadi karyawan 'organik' perusahaan ini. Aku bersyukur sekali, karena konon untuk jadi pegawai organik itu bukan hal mudah dan prosesnya lama. Aku join per 1 Agustus nanti, hwaaa ngga nyangka sama sekali.
Aku ngga sendirian, ada 3 orang lain yang diangkat jadi pegawai organik. Betul-betul bersyukur sama hal ini, karena kesempatan ini ngga datang 2 kali. Tapi, sebenernya aku ada rasa janggal di hati. Satu sisi, ini kesempatan yang sangat baik. Sisi lain, artinya aku akan jadi pekerja kantoran lagi selama beberapa tahun ke depan. Gapapa sih, karena artinya aku bisa menata kehidupan aku. Setidaknya tingkat stress yang aku alami ngga begitu tinggi di sini. Well, kayaknya aku mulai stuck nulisnya, karena pada akhirnya aku menemukan bahwa aku lagi lagi butuh kesabaran untuk menata kehidupan aku untuk jadi lebih baik. Ada banyak mimpi yang sudah aku daftarkan sama suamiku hihi. Semoga aja semuanya tercapai ya.
Oh! Mungkin aku harus mulai buat bucket list lagi ya?! Sama kayak masa-masa sekolah dulu hehe, karena itu yang bikin aku semangat untuk beraktivitas di kehidupanku yang biasa aja ini haha. Baiklah guys, aku lagi nyuci baju, nanti lanjut lagi kalau moodku lagi baik haha. See you guys!
1 note · View note