Tumgik
#kebodohan
lamuide · 4 months
Text
Bagaimana Jika Ceritanya Begini
Agama dan ketakutan (dan juga kebodohan) adalah dua hal yang senantiasa berkawan. Ketakutan berasal dari ketidaktahuan dan melahirkan ketidaktahuan tingkat lanjut. Di saat seperti itulah manusia membutuhkan agama. Jika agama sering melanggengkan ketakutan (dan juga kebodohan), maka barangkali memang hanya dengan seperti itu, agama bisa bertahan hidup.
Saat ketakutan melanda, agama datang memberikan harapan. Tapi, bukankah itu aneh? Agama sendiri yang memendarkan ketakutan lalu agama datang menjajakan harapan. Itu seperti dukun yang menyebarkan penyakit lalu dukun itu sendiri yang manawarkan obatnya. Mungkin juga mirip pemuka agama yang senantiasa menebarkan ketakutan tentang penderitaan dunia serta akhirat yang disebabkan oleh pembangkangan manusia untuk beribadah. Lalu pemuka agama itu hadir dengan khotbah-khotbahnya yang berisi harapan. Lalu, apakah manusia menjadi selamat karenanya? Belum tentu. Yang pasti pemuka agama itu hidup nyaman dari bayaran atas khotbah-khotbahnya.
Salah satu yang menjadi tawaran agama adalah perdamaian manusia, tapi berapa abad dari usia manusia yang harus berisi pertumpahan darah atas nama agama? Sepuluh abad? Lebih dan masing berlangsung! Lihatlah Israel vs Palestina! Itu bukti betapa dustanya khotbah-khotbah para pemuka agama. Sebuah pembelaan klasik dan hampir-hampir basi pasti terlintas di benak. “Itu bukan karena agamanya, tetapi karena pemeluknya.” Jangan-jangan, seandainya tidak ada agama, maka puluhan abad dari usia manusia tidak harus diisi oleh pertumpahan darah.
Perang suci hanyalah bentuk paling mutakhir dan paling bertahan dari dampak agama. Agama-agama yang hampir setua peradaban manusia sudah biasa mengorbankan manusia demi untuk memuaskan tuhan-tuhan mereka. Darah segar serta jantung masih berdegup dalam keadaan luka adalah persembahan paling mulia sebelum kurban-kurban itu mati dalam kesakitan yang amat sangat. Belakangan, darah manusia diganti dengan darah binatang. Tetap saja agama memerlukan darah. Kini darah yang dipersembahkan adalah darah segar orang-orang kafir sebagai tumbal kebahagiaan di nirwana.
Imajinasi bisa membawa kepada agama yang mendaku diri sebagai agama paling benar hingga semua manusia harus menganut agama itu untuk kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat. Setiap agama yang datang belakangan menjadi pengganti bagi agama yang datang lebih dahulu dan otomatis keliru selamanya. Tanpa bisa diragukan lagi, pemikiran seperti itu pasti melahirkan perang tiada henti. Korbannya bukan hanya laki-laki dewasa, tetapi juga anak-anak dan perempuan. Mungkinkah agama berhenti berfikir seperti itu? Sepertinya mustahil. Sepertinya agama memang terlahir untuk seperti itu.[]
0 notes
bangakrie · 7 months
Text
Kemiskinan dan Kebodohan: Komoditas Politik yang Paling Laris
Fakir Miskin dan Anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara UUD 1945 Pasal 34 Amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 34 mengisyaratkan kepada negara untuk menjaga agar fakir miskin dan anak terlantar memiliki taraf hidup yang layak. Benarkah sudah benar-benar dijalankan setelah hampir 80 tahun merdeka? Mungkin ada kesalahan tafsir bagi pemegang kekuasaan di negara kita, bahwa fakir miskin…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
kurnia · 1 year
Text
Tumblr media
Satu obat potensial untuk kebodohan manusia adalah sedosis kerendahan hati.
--- Yuval Noah Harari
0 notes
chillinaris · 1 year
Text
Tumblr media
Dia dibunuh setelah diduga berdebat dengan seorang mullah yang secara salah menuduhnya membakar Quran. Sambil berdebat, dia berkata:
"Saya seorang Muslim, dan Muslim tidak membakar Quran!"
Massa menyeret Farkhunda ke jalan dan memukulinya dengan kejam dan menginjaknya.
Dia dipukul dengan tongkat dan batu di luar masjid, kemudian ditempatkan di jalan dan ditabrak dengan mobil, menyeret tubuhnya sejauh 300 kaki. Polisi tidak memberikan perlawanan, dan mengarahkan lalu lintas di sekitar lokasi kejadian.
1 note · View note
anthonyed · 2 years
Text
what makes them think if they cannot get an iv line after 6 attempts on a 2 months old that by sending him to me will make a difference
3 notes · View notes
trisfant · 11 months
Text
Mengandalkan Kebijaksanaan Ilahi: Kunci Keluar dari Kebodohan (Amsal 28:26)
Amsal 28:26 Siapa yang percaya kepada hatinya sendiri adalah orang bebal, tetapi siapa yang berlaku bijak akan selamat. Amsal 28:26 menggambarkan perbedaan yang tajam antara orang yang mengandalkan diri sendiri dan orang yang hidup dalam hikmat ilahi. Hal ini menjadi sebuah panggilan untuk memahami esensi kepercayaan sejati dan memberikan refleksi mendalam tentang sumber kebijaksanaan yang…
View On WordPress
0 notes
yurikoprastiyo · 5 months
Text
Sehati-hatinya diri ini, kadang masih sering terpeleset juga. Akibat tindakan ataupun perkataan dari lidah sendiri. Karna itu tak pernah berhenti "mengutuki" diri sendiri dengan kebodohan yang tak ada habisnya. Biar setiap hari terus belajar. Berharap, esok hari bisa lebih baik lagi.
174 notes · View notes
ihsnfkri · 11 days
Text
Jika ada sakit yang ingin aku sembuhkan segera. Itu adalah kebodohanku yang tak bisa menata hati.
Jika ada kebodohan yang ingin aku akhiri secepatnya. Itu adalah hatiku yang kubiarkan terpaut kepadamu begitu saja.
Bahkan jika boleh jujur,
Tanpa adanya kamu, aku ingin jadi manusia utuh. Terbebas dari perasaan yang tidak tahu malu itu.
Tapi bodohnya, aku juga manusia biasa yang hidup dengan menggenggam perasaan yang dimilikinya.
Jadi aku mohon, sebentar saja, tolong, ajari aku untuk pura-pura.
Pura-pura untuk biasa saja, pura-pura untuk tidak peduli, pura-pura untuk tidak menaruh hati, pura-pura untuk tidak berharap apa-apa.
Ajari aku untuk tidak egois, ajari aku untuk tidak menginginkanmu seutuhnya, ajari aku untuk tidak ingin terpaut denganmu selama-lamanya.
Karena jujur, sampai saat ini, aku belum mampu.
56 notes · View notes
kayyishwr · 4 months
Text
"Abdul Qadir menjelaskan konsep qadha dan qadar. Ia menyatakan bahwa sesungguhnya semua peristiwa baik dan buruk terjadi karena takdir Allah. Namun demikian org beriman dituntut agar menolak takdir buruk dengan takdir baik."
"Untuk itu ia harus menghapus kekufuran dengan keimanan, mengganti bid’ah dengan sunnah, mengubah maksiat dengan ketaatan, menghilangkan penyakit dengan obat, menghapus kebodohan dengan pengetahuan, melawan penganiayaan dengan jihad, mengatasi kemiskinan dengan bekerja, dst"
(dari buku Model Kebangkitan Umat Islam)
So, jadi orang yang beriman, tingkatannya itu memang udah beda dari sekadar menjalankan syariat. Ia sudah seharusnya naik tahap menuju memperbaiki masyarakat, melawan kedzaliman, atau secara lebih umum membawa manfaat bagi sekitarnya.
105 notes · View notes
kurniawangunadi · 10 months
Text
Sulitnya Mengembalikan Kepercayaan
Dalam menjalani fase bertumbuh, seseorang sangat mungkin melakukan kesalahan. Di antara beberapa kesalahan yang mungkin terjadi, salah satu kesalahan yang paling berdampak adalah ketika merusak kepercayaan.
Berawal mungkin dari ketidaktahuan diri, kurang paham bahwa kesempatan itu adalah ujian kepantasan, atau memang diri yang pemalas, atau memang pada saat itu karakter diri memang demikian. Masih remaja yang galau, sensitif, problematik, dan segudang masalah lain yang membuat respon sikap kita menjadi menyakitkan bagi orang lain, mengecewakan, dan berdampak pada hilangnya rentetan kesempatan dan relasi di masa yang akan datang.
Memang mahal sekali harganya dari kesalahan tersebut. Kesalahan yang kalau diri cepat menyadari dan menginsyafi, banyak sekali evaluasi yang akan diri dapatkan. Pelajaran hidup memang selalu begitu, diuji dulu baru dapat pelajarannya.
Sekarang mungkin hal itu sudah terlewati beberapa waktu, tapi diri tidak mungkin lupa. Terlalu besar harganya untuk dilupakan, terlalu besar pelajarannya sampai tak muat dalam kenangan.
Diri ini mungkin sudah tumbuh, melewati bertahun-tahun sejak kejadian itu. Meski tak bisa memperbaiki dan kembali ke sana, kita jadi lebih hati-hati untuk menjaga kepercayaan orang lain. Tidak merusaknya dengan sengaja, apalagi dengan kebodohan dan ketidaktahuan. Lebih parah lagi kalau ternyata kita masih seperti kemarin-kemarin, tidak kunjung berubah, dan terus menerus merasa diri yang paling benar.
Kurniawan Gunadi
268 notes · View notes
nuhashofiya · 5 months
Text
Taat
Biarkan cinta berhenti di titik ketaatan. Meloncati rasa suka dan tak suka. Melampaui batas cinta dan benci. Karena hikmah sejati tak selalu terungkap di awal pagi. Karena seringkali kebodohan merabunkan kesan sesaat. Maka taat adalah prioritas yang kadang membuat perasaan perasaan terkibas.
Belajar agar cinta kita berhenti di titik ketaatan. Meloncati rasa suka dan tak suka. Karena kita tau, menaati Allah dalam hal yang tak kita suka adalah peluang bagi gelimang pahala. Karena kita tau, seringkali ketidaksukaan kita hanyalah terjemah kecil ketidaktahuan. Ia adalah bagian dari kebodohan kita.
Dalam buku Jalan Cinta Para Pejuang - Salim A Fillah
96 notes · View notes
kafabillahisyahida · 5 months
Text
Jadilah orang yang haus ilmu, yang selalu merasa bodoh dan mau belajar, karena barangsiapa tidak mau merasakan lelahnya belajar maka dia harus menderita dengan perihnya kebodohan.
Belajarlah ilmu agama dan ilmu dunia sampai kamu ada di fase, ternyata menghasilkan uang itu mudah tapi kamu ga punya cukup waktu (umur) buat meraih semuanya . Sampai kamu mengerti bahwa dunia itu ga lebih berharga dari waktu.
Orang sukses itu bukan orang yang banyak uangnya tapi orang yang berkah waktunya(umurnya). Percuma menguasai dunia tapi ketika meninggal ga punya bekal apa-apa. Asing dengan keluarga, kehilangan cinta, tidak punya nilai bagi sesama, tak berharga di mata Tuhannya. Cari uang itu mudah, jadi sukses itu yang susah tapi lebih susah lagi kalau ga sukses.
95 notes · View notes
kaktus-tajam · 4 months
Text
Mulailah dari Gelisah
“Ada satu pesan terakhir?”
Ketika pada podcast LPDP aku ditanya satu pesan akhir, aku teringat nasihat mendalam dari KH Budi Ashari: “mulailah dari rasa gelisah.”
Eh gimana gimana? Rasa gelisah memangnya positif ya?
Ternyata yang dimaksud di sini adalah rasa keprihatinan pada suatu isu. Pada suatu masalah. Pada suatu problematika.
Rasa gelisah itu bisa amat berbeda di tiap orang. Ia hadir sebagai titipan pada hati tiap individu, yang beragam latar, cara pandang, pengalaman hidup, dan lingkungannya.
Kata kakak saya yang seorang dokter anak… banyaak sekalii bayi prematur di Indonesia yang tidak tertolong karena mahal dan terbatasnya inkubator. Kenapa harus impor inkubator sementara alat ini mudah dan murah dibuat? Kenapa harus mengikuti spek ukuran di jurnal ternama? Padahal realitanya di masyarakat, kamar mereka sempit dan bersebelahan dengan kandang kambing. Mana mungkin cukup? Kenapa alatnya terlalu berat sehingga sulit ditransportasi, sementara pasien kita hidup di pegunungan dengan akses jalan kaki terjal?
Ujar seorang Professor teknik mesin penggagas gerakan inkubator gratis untuk bayi prematur di Indonesia.
Aku sakit kanker kelenjar tiroid di usia muda, usia dimana seharusnya aku bersenang dan bermimpi. Tidak hanya fisikku yang sakit, mentalku jatuh. Padahal aku sendiri kuliah psikologi. Bagaimana dengan remaja dan pemuda lain di luar sana yang sendiri menghadapi sakit kronis? Yang dikucilkan? Yang tiap hari harus konsumsi obat? Yang tiap bulan tamasya-nya ke Rumah Sakit?
Ujar seorang penggerak komunitas pasien penyakit kronis.
Rasa gelisah itu tidak bisa direkayasa.
Rasa itu muncul dari belanja masalah pada realita. Muncul dari ilmu tentang kondisi ideal yang kemilau dari hasil literasi, diskusi, dan keyakinan atas ayat-ayat suci. Semakin berilmu, semakin gelisah.
Semakin tinggi ilmunya, semakin sadar akan standar ideal yang menjadi acuan, dan betapa tidak idealnya kondisi saat ini.
Sesederhana acuan penanganan “door-to-needle-time” pasien stroke 15 menit yang sulit diterapkan. Yang kemudian mendorong tim dokter saraf merevolusioner sistem pre-hospital penerimaan pasien stroke dengan mengintegrasikan alat CT scan di ambulans.
Atau sekompleks kenapa suasana kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan umat terjadi di tengah masyarakat.. sementara pada kitab suci dan tuntunan Nabi telah dipercontohkan sebagai panduan. Yang kemudian membangkitkan seseorang berjuang mendirikan madrasah. Kemudian memberi akses pendidikan yang kini menjadi aliran amal… dari ribuan sekolah di Indonesia dari bangku TK hingga perguruan tinggi. Iya, KH Darwis, pendiri Muhammadiyah.
Rasa gelisah itu bukan kebetulan.
Dipertemukan tokoh ini dan itu, orang ini dan itu. Dipertemukan bacaan-bacaan buku. Dipertemukan guru-guru. Dipertemukan ujian ini, kondisi itu.
Jadi mulailah dari rasa gelisah. Jika belum menemukan rasa itu, mungkin itu tanda baik dari Allah untuk kita lebih semangat mencari ilmu, semangat belanja masalah, semangat membaca buku. Lalu temukan celah-celah itu. Celah besar antara realita dan kondisi ideal.
Berdirilah di celah itu, rasakan kegelisahannya. persempitlah celah itu, mulailah dari situ.
Tumblr media
Nanti akan Allah bukakan jalan untuk menjawab kegelisahannya.
InsyaaAllah.
Nabi Muhammad SAW adalah orang yang amat peduli. Amat khawatir dan gelisah tentang kondisi umat dalam kondisi kebodohan dan kerusakan serta kebiadaban saat itu. Ber-tahannuts di gua Hira, bukan karena menghindari masyarakat, justru karena beliau SAW adalah sosok yang selalu hadir di tengah masyarakat.. Rasulullah SAW merasakan kegundahan, kegelisahan, keprihatinan mendalam.
Wallahua’lam.
-h.a.
Kalau kamu, rasa gelisahnya terhadap apa?
54 notes · View notes
mnwlife · 2 months
Text
MANUSIA ASALNYA SANGAT DZOLIM DAN JAHIL
Tumblr media
Di antara tabi'at manusia, sejak lahir dia dalam keadaan sangat dzolim dan jahil. Maka seorang hamba harus tahu tabi'atnya tersebut agar dia bisa mengatur dirinya.
- Manusia itu jahil
Tidak ada seorangpun yang lahir kecuali dalam keadaan jahil. Maka selayaknya kita mengangkat kebodohan diri kita dengan menuntut ilmu agama.
Sebagaimana berkata seorang penyair dalam Syairnya
تَعَلَّمْ فَلَيْسَ الْمَرْءُ يُولَدُ عَالِمًا
"Belajarlah, karena tidak ada seorangpun manusia yang lahir dalam keadaan berilmu."
- Manusia itu dzolim
Umunya manusia mengira ketika diberikan musibah ia merasa selamanya akan demikian, lalu menambah dugaan bahwa Allah menghinakannya. Maka mereka suudzon kepada Allah, padahal para Nabi adalah orang yang paling banyak ditimpakan ujian.
Ketika diberikan kenikmatan ia mengira selamanya akan demikian, lalu menambah dugaan bahwa ia telah diberikan kemuliaan oleh Allah, padahal kenikmatan tersebut adalah sebuah ujian baginya. Maka dugaannya membuat mereka sombong, dan tidak menyandarkan kenikmatan tersebut kepada Allah, tapi menyandarkan kepada dirinya; kemampuan dan usahanya.
Faedah Kajian Ustadz Abdurrahman Thoyyib hafidzahullah - Tafsir Juz 'Amma Karya Syaikh Abdurrahman As Sa'di rahimahullah (60)
31 notes · View notes
nonaabuabu · 6 months
Text
Tumblr media
Kau sudah menjelma puisi dalam dadaku, yang menemani setiap kata yang ingin keluar dalam lembar aksaraku. Namun nalarku masih sering menarik seluruhku lebih jauh. Bolehkah aku, layakkah aku?
Seperti mencintaimu adalah sebuah kesalahan yang kusengaja, seperti mencintaimu adalah kebodohan yang kupilih, seperti mencintaimu adalah pekerjaan terlarang yang kuinginkan. Seperti mencintaimu adalah dosa.
Jika kukatakan sekarang aku sudah menjadi hilang akal, apa rasionalitas yang kau gaungkan akan berbunyi sama? Jika kukatakan aku sudah kehilangan diri sendiri, apakah kau akan mengerti bahwa cinta memang selalu seperti ini, rumit.
Entah yang kau mau ada dalam bahasa yang kian terbaca, semogaku bukan di kebencian berikutnya.
56 notes · View notes
trisfant · 1 year
Text
Jangan mengulangi kebodohan yang sama (Amsal 26:11)
Amsal 26:11 Seperti anjing kembali ke muntahnya, demikianlah orang bebal yang mengulangi kebodohannya. Perbandingan anjing dan orang bebal, adalah perbandingan yang enggak enak dibuat disini. Namun sebenarnya kenyataannya itu jauh lebih kotor daripada yang dilambangkannya. Hewan tidak mampu melakukan sesuatu yang begitu merendahkan daripada apa yang dilakukan oleh pemabuk, pelahap, pemerkosa,…
View On WordPress
0 notes