Tumgik
#negara muslim
retorikadyf · 1 year
Text
Katanya Kader Dakwah Kok Mastatho'tum Diri Saja Rendah ?
Mastatho'tum kita itu terlalu rendah terlalu banyak keluh kesah dan keputusasaan dalam fikriyah dan jasmaniah padahal dalam perjuangan dakwah dan menebarkan kebermanfaatan Mastatho'tumnya itu saat ruh di ujung kerongkongan.
Mana yang katanya pengen bermanfaat? Mana yang katanya ingin memperjuangkan dakwah islam wabil khusus dalam politik islam? Kita adalah kader dakwah jangan cengeng, jangan baperan hadapi persoalan apapun dengan tauhid dan niat yang kuat karena kita sengaja di persulit agar kita terbentuk, sengaja kita diberikan rasa berat dan capek agar kita menjadi umat yang tangguh dan dirindukan oleh Rasulullah.
Siapa lagi yang akan meneruskan perjuangan Rasulullah dalam berdakwah kalo bukan kita? Seberapa sulit Rasulullah membangun peradaban dari politik dan negara kecil yastrib menjadi negara besar islamiyah tetapi kita tidak mau berjuang dalam politik dan kebermanfaatan umat, bayangkan dengan satu kebijakan politik mampu menghancurkan khilafah ustmani dan peradaban islamiyah. Mari teruskan warisan langkah dakwah dan kebermanfaatan , mari berlelah lillah di jalan Allah dan Rasulullah
Didi Yusup
7 Juni 2023
21.27 WIB RS PUSRI
6 notes · View notes
gaulislam · 11 months
Text
Bapak dan Anak
gaulislam edisi 836/tahun ke-17 (15 Rabiul Akhir 1445 H/ 30 Oktober 2023)   Like father like son. Mungkin kamu pernah dengar ungkapan ini, ya. Gampangnya sih kalo diartikan: “anak laki-laki sama bapak, sama aja (kelakuannya, gayanya, tabiatnya dan sejenisnya)”. Kata lainnya: “seperti bapaknya, begitulah anaknya”. Mirip dengan peribahasa yang udah dikenal luas, “buah jatuh tak jauh dari pohonnya”.…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
radensahid · 2 years
Photo
Tumblr media
Tanpa bayar pajak dan retribusi lainnya ternyata rakyat di sebuah negara bisa sejahtera dan bahkan mendapat subsidi di berbagai bidang kehidupan. Ini sungguh-sungguh terjadi ketika syariat Islam digunakan sebagai dasar aturan untuk mengelola sebuah negara. Bagaimana bisa seperti itu? Adakah contoh nyata negara tanpa pajak dan sejahtera? Bisakah negara modern bertahan tanpa pajak? 🟥 *SAKSIKAN HANYA DI KHILAFAH CHANNEL REBORN* _Kajian Sejarah Peradaban Islam_ *TOP DAH! DI MASA UMAR, NEGARA KAYA TIDAK VIA PAJAK, KOK BISA?* 🎙️ Bersama : *KH. Yasin Muthohar* Host: *Guslin Al-Fikrah* 🗓️ *Selasa, 28 Februari 2023* 🕗 Pukul : *20.00 WIB* Melalui *Link*: ⤵️ https://youtu.be/L_RXIf5vQNk https://youtu.be/L_RXIf5vQNk https://youtu.be/L_RXIf5vQNk Subscribe *Khilafah Channel Reborn* ⤵️ https://mbo.is/official-kc https://mbo.is/official-kc https://mbo.is/official-kc *Jangan biarkan* informasi menarik dan berharga ini hanya berhenti di anda, *yuk sebarkan* ke teman, sanak saudara dimanapun berada. *Biar jadi amal shalih* dan kebaikan menyebar di bumi kita ini. #khilafahchannel #kcreborn #kajiansunnah #kajianislam #kajianonline #sejarah #ekonomi #peradaban #negara #sejahtera #pajak #syariat #Islam #muslim #khilafah #khalifah https://www.instagram.com/p/CpM-IM1p4Sm/?igshid=NGJjMDIxMWI=
0 notes
mamadkhalik · 2 months
Text
Uang
Apa yang kamu pikirkan tentang uang? dan bagaimana korelasinya dengan dakwah?
Ust. Anis Matta dalam buku Integrasi Politik dan Dakwah sedikit memantik diri ini tentang 2 pertanyaan diatas.
Beliau menjelaskan tentang capaian dakwah dalam satu masa yang hanya sampai 50%, karena sisanya terkendala karena tidak ada biaya.
Melihat kebelakang berdasar pengalaman pribadi, memang kosakata uang tidak terlalu dominan. Apa yang ditanamkan selama ini kurang lebih "Sunduquna Juyubuna" dengan pendekatan akidah minim tataran teknis.
Lagi-lagi ini kembali kepada mindset.
Bukan berarti kita hendak menjadi burjois dan menjadikan dakwah sebagai batu pijakan materi. Tapi dengan adanya uang menjadikan kita lebih kuat dan potensi amal kita semakin melejit.
Disini peran tarbiyah sebagai pembentuk mindset agar kita tidak terjerumus ke lubang-lubang syubhat dan maksiat karena uang.
Kalau kita ingat bagaimana negeri ini berjalan, semua kembali kepada uang dan kekayaan. Sederhananya uang yang ada ditangan orang maksiat muaranya ke arah maksiat juga. Kalau uang ada di tangan orang soleh, pasti untuk beramal, mendukung agenda dakwah, sedekah, dan lain sebagainya.
Kita lihat bagaimana Kaum Quraisy menjadi terpandang. Kita lihat Qatar, UEA, Arab Saudi, dan negara teluk lainya dipandang dunia. Kita lihat bagaimana Erdogan melanggeng menjadi PM Turki saat itu dengan sokongan Oligarki Soleh yang peduli dengan dakwah.
Dan hari ini, untuk kita yang mengaku sebagai seorang Muslim Negarawan, pengelolaan seperti apa yang ingin dilakukan kalau kita tidak memahami, menguasai, dan menempatkan uang kepada porsi kebermanfaatann besar.
Di mulai dari mindset, eksekusi, amal jamai, dan Ustadziyatul Alam. Karena itu kita tujuan kita mengikuti tarbiyah.
Sumber, 18 Juli 2024
27 notes · View notes
audadzaki · 4 months
Text
Dua Orang Kampung
Seorang imam bernama Muhammad bin Ismail pernah mendapat fitnah, dibanned oleh pemerintah hingga tidak bisa mengajar di kampungnya sendiri.
Apalah artinya kampung, beliau lalu mengajar di Naisabur, kampung tetangganya. Ternyata satu musibah itu melahirkan keajaiban, dua orang guru bermurid ini menjadi dua imam tertinggi dalam pembukuan riwayat hadits shahih: Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhari dan Imam Muslim bin Hajjaj An-Naisaburi.
Dua nama ini adalah pemilik kitab rujukan agama Islam paling otentik setelah Al-Quran. Keduanya bersatu dalam istilah "muttafaq alaih", hadits yang ditulis bersamaan oleh keduanya berarti disepakati keabsahannya oleh umat Islam.
Jadi kampung yang dimaksud di atas itu adalah Bukhara. (/bʊˈxɑːrə/ buu-KHAR-ə, romanized: Buxoro, pronounced [buχɒrɒ]) Hari ini dinaungi negara bangsa bernama Uzbekistan. Kampung tua peninggalan Persia, hanya berukuran seperempat luas Kabupaten Sleman, populasinya juga setara hanya berkisar 2.000 penduduk di setiap kilometer persegi.
Jangan-jangan Bukhara dulu hanyalah sebuah kampung seperti Sleman. Tapi siapa orang asing yang mengenal Sleman?
Kampung hanyalah sebidang tanah. Tapi Imam Ibnu Hajar menuliskan kaidah ilmu hadits dalam Nukhbatul Fikr, “Penting untuk mengetahui thabaqat para rawi, lahirnya, wafatnya, dan nama kampung halamannya,” maka kampung menjadi bukan sekadar kampung. Ia objek belajar. Setiap pelajar hadits akan tahu nama-nama kampung para rawi dan muhaddits.
Melalui wasilah muhaddits nomor wahid itu—terlebih karena nisbat utama kepada kampungnya, maka Bukhara menjadi mendunia. Namanya disebut-sebut di manapun Islam diajarkan. Setiap kali dikutip hadits dari kitab Shahih Al-Bukhari, disebutlah nisbat itu, "diriwayatkan oleh Al-Bukhari", sebagai jaminan keshahihan.
Dari Makkah kiblat umat Islam hingga ke daerah antah berantah bernama Donoharjo, Ngaglik, Sleman, nama kampung Bukhara jadi tidak lagi asing di telinga penduduknya.
Siapa yang tidak familiar dengan Bukhara?
Bahkan mungkin "Bukhara" lebih familiar daripada "Uzbekistan"—nama negaranya sendiri meskipun sedikit viral setelah membekuk garuda muda di lapangan hijau baru-baru ini.
Mengenal nama kampung bukan hanya untuk mengetahui identitas seorang rawi. Itu juga wasilah untuk merenungi bagaimana ajaibnya kampung non-Arab yang berjarak 4.500 km dari Makkah, berjeda empat negara bangsa, berbulan-bulan perjalanan dengan jalan kaki, bisa melahirkan penulis kitab mega best-seller nomor dua setelah Al-Quran untuk 12 abad bahkan hingga kiamat nanti.
Itu bukan kampung biasa. Ada benih keberkahan yang Allah tanamkan di sana untuk menumbuhkan pohon paling rindang itu.
Kita yang menikmati naungannya mungkin perlu sesekali melirik Ashomiddin, kawan saya orang Bukhara tulen ini, mungkin saja ada rahasia yang diwariskan di Uzbekistan sana.
Saya ingin sekali bertanya, kalian hobi belajar apa saja di kampung, selain latihan MMA dan belajar diving?
@audadzaki
Jami' Al-Azhar, 30 Mei 2024.
Tumblr media
10 notes · View notes
rumelihisari · 10 months
Text
STRAWBERRY PARENT
Sebagai generasi Z yang identik dengan generasi rapuh dan memiliki mentalitas yang kurang tangguh, saat tengah menyelami peran sebagai orangtua baru ini, kami cukup sadar kalo dalam mengasuh dan mendidik anak hanya mengandalkan ikhtiar ilmu dan mental yang kami miliki, maka rasanya cukup mustahil kalau generasi Shalahudin Al-ayubi mampu lahir dari generasi kami. Sebab terlalu banyak bias informasi dan distraksi saat beraksi. Entah dari luar atau dalam diri kami sendiri yang menjadi penyebabnya. Rebahan, gadget, scrolling media sosial, baper saat mendapati komentar, mudah menyerah, dikit dikit butuh me time, healing, dll. Itu semua rasanya menjadi tantangan berat untuk kami. 
Hidup dalam derasnya arus informasi parenting saat ini, membuat kami bersyukur sekaligus  tetap mengukur sebab ada banyak hal yang harus tetap kami filterisasi karena taksemua hal selaras dengan apa yang menjadi prinsip dan keyakinan kami sebagai orangtua muslim dalam mengasuh dan mendidik anak.
Banyak konten bertebaran hanya sekadar memvalidasi perasaan dan emosi kami sebagai orangtua baru yang merasa mudah lelah dan merasa tak pernah dimengerti, seolah tak ada solusi pasti terkait hal ini. Sehingga seringkali itu yang menjadi pembenaran untuk kami larut dalam ketidakmampuan. 
Larut menjadi orangtua yang mudah baper saat menerima komentar orang dalam proses mengasuh  hingga lupa fokus memaksimalkan peran. Yang padahal kami sadar kalau konsepnya, “kita tidak bisa mengendalikan omongan orang lain kepada kita, melainkan tentang bagaimana respon kita”. Sering merasa paling capek mengasuh padahal para sahabat dan shahabiyah dulu ujiannya lebih berat, namun mereka tetap tangguh tanpa gaduh seperti kami hari ini yang baru diuji anak GTM saja ngereog sana sini.
Kami sadar buku yang kami baca belum banyak, Apemahaman dan ilmu kami masih minim, bacaan alquran kami terbata-bata, hafalan kami bahkan mungkin tak ada, hari-hari kami lebih banyak potensi maksiatnya.
Lingkungan yang sudah degradasi moral serta peran negara yang abai, membuat kami sadar bahwa dalam proses mengasuh dan mendidik ini, tak ada yang menjamin anak yang tengah diamanahi kepada kami ini akan jadi seseorang yang shalih dan terlindungi.  Maka kami sadar hanya pertolongan Allah lah yang akan mewujudkannya—anak yang shalih. Allah yang melengkapi kekurangan kami dalam mengasuh dan mendidik
Pun begitu kami tetap optimis dan berupaya melayakkan diri menjadi orangtua yang taat dengan cara mengkaji ilmu dan tsaqofah islam. Bekerja sama memaksimalkan peran dan tak lupa bahwa teori parenting itu hanya 1 %, sisanya pertolongan Allah.
19 notes · View notes
hai-cahaya · 1 year
Text
Orang-orang besar hidupnya selalu jauh dari kata "nyaman".
Tumblr media
"Apa Buya tidak dendam kepada Soekarno yang sudah memenjarakan Buya?..."
"Hanya Allah yang mengetahui seseorang itu munafik atau tidak. Yang jelas sampai ajalnya dia tetap seorang muslim. Kita wajib menyelenggarakan jenazahnya dengan baik. Saya tidak pernah dendam kepada orang yang menyakiti saya. Dendam itu termasuk dosa. Selama 2 tahun 4 bulan saya ditahan, saya merasa semua itu merupakan anugerah yang tiada terkira dari Allah sehingga saya dapat menyelesaikan Kitab Tafsir Al-Qur'an 30 juz. Bila bukan dalam tahanan, tidak mungkin ada waktu saya untuk mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan itu".
"Dan Bung Karno ini berjasa besar untuk umat Islam Indonesia. Dua masjid dibangun di masanya. Satu di Istana Negara, yaitu Masjid Baitul Rahim dan satu lahi masjid terbesar di Asia Tenggara Masjid Istiqlal. Mudah-mudahan jasanya dengan kedua masjid ini dapat meringankan dosa Soekarno." - Hamka
Bagi Hamka, memaafkan adalah jalan kemerdekaan dari dendam dan penyakit hati. Ini jalan hidupnya, cara hidupnya. Dia maafkan semuanya, siapa saja. Sejak dulu, sampai nanti.
Hamka adalah seorang yang tak pandai mendendam.
Allahummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fuanhu.. semoga bisa mencontoh segala kesabaran, kekuatan, dan banyak kebaikan-kebaikan beliau.
26 notes · View notes
ameliazahara · 11 months
Text
Berurusan urusan kerjaan sama orang yang sholatnya ga bener aja susahnya minta ampun. Gimana kalau kasusnya sama pemimpin negara (yang muslim) yang tidak sholat?🥹
*tidak bermaksud menjustifikasi, hanya sekedar berandai.
9 notes · View notes
theartismi · 6 months
Text
Demokrasi : Gambaran dari Sampah Peradaban
Istilah “demokrasi” saat ini tidak dapat dilepaskan dari wacana politik apapun, baik dalam konteks mendukung, setengah mendukung, atau menentang. Mulai dari skala warung kopi pinggir jalan sampai hotel berbintang lima, demokrasi menjadi obyek yang paling sering dibicarakan, paling tidak di negeri ini. Dengan logika antitesis, lawan kata demokrasi adalah totaliter. Jika tidak demokratis, pasti totaliter. Totaliter sendiri memiliki kesan buruk, kejam, bengis, sehingga negara-negara komunis sekalipus tidak ketinggalan ikut memakai istilah demokrasi, walaupun diembel-embeli sebagai “Demokrasi Sosialis” atau “Demokrasi Kerakyatan”.
Dalam kaitannya dengan masalah ini, UNESCO pada tahun 1949 menyatakan:
“…mungkin untuk pertama kali dalam sejarah, demokrasi dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem organisasi politik dan sosial yang diperjuangkan oleh pendukung-pendukung yang berpengaruh…”
Gejala serupa juga melanda dunia Islam. Para intelektual muslim berupaya mencari titik temu antara demokrasi dan ajaran Islam. Partai-partai politik Islam, misalnya di negeri ini, berlomba-lomba mengklaim diri sebagai “paling demokratis” agar tidak terkena serangan panah beracun dari pihak Islamophobia yang mencap Islam sebagai agama totaliter dan dogmatis. Putra-putri Islam dengan susah-payah berupaya “melindungi” nama baik agamanya dengan ungkapan-ungkapan bernada defensif apologetik, walaupun hal itu menyebabkan ajaran Islam menjadi kabur atau malah lenyap.
Bagaimana hakikat demokrasi yang sebenarnya? Apakah Islam memiliki titik temu dengan demokrasi? Bagaimana realitas demokrasi sesungguhnya? Dan apa peranan negara-negara adidaya dalam pemaksaan ide demokrasi kepada negeri-negeri Islam? Tulisan berikut ini akan menguraikannya.
Kerajaan-kerajaan lokal mulai muncul di Eropa sejak tahun 476 M. Seperti halnya Romawi, gereja turut menjadi penentu dalam sepak-terjang penguasa kerajaan. Para bangsawan dan politikus—yang umumnya dari keluarga kaya—menjadi boneka yang dikendalikan penuh oleh gereja. Tetapi karena ajaran Kristen tidak mengatur urusan kenegaraan, gereja membuat berbagai fatwa menurut kemauan mereka sendiri dan hal itu diklaim sebagai wewenang yang diterimanya dari Tuhan. Tidak heran jika sosok kerajaan-kerajaan Eropa saat itu lebih mirip dengan Imperium Romawi Kuno yang paganistis dan belum mengenal agama.
Gereja memiliki supremasi yang sangat tinggi hampir dalam setiap urusan. Para pemuka gereja diyakini sebagai satu-satunya pihak yang berhak berkomunikasi langsung dengan Tuhan, dan hasil “komunikasi” itu diajukan kepada penguasa kerajaan untuk ditetapkan sebagai keputusan politik. Eropa memiliki sejarah yang cukup berdarah mengenai hal ini : ribuan wanita dibunuh ketika gereja mencap perempuan sebagai tukang sihir, kaum ilmuwan yang tidak setuju dengan pendapat gereja harus rela dipenjara atau bahkan dibunuh (seperti yang menimpa Galileo Galilei dan Nicolaus Copernicus), perampasan tanah milik rakyat untuk dibagi-bagikan kepada penguasa dan pemuka gereja, sampai orang yang hendak matipun tak luput dari pemerasan oleh gereja. Pendapatan terbesar gereja berasal dari penjualan Kunci Surga (Keys to Heaven), yaitu menjual surat pertobatan kepada orang-orang yang hendak meninggal. Dengan membayar sejumlah uang, gereja meyakinkan orang tersebut bahwa dosa-dosanya telah diampuni dan boleh memasuki surga.
Pada tahun 1618 meletus perang sipil di seluruh daratan Eropa antara pendukung dan penentang supremasi gereja. Perang itu berlangsung selama 30 tahun dan menghabiskan sepertiga penduduk Eropa serta meruntuhkan sebagian besar kerajaan yang bercokol di Eropa. Perang terlama terjadi antara Perancis dan Spanyol sampai tahun 1659. Akibatnya, para pemikir terpecah menjadi 2 kelompok:
1. yang mempelajari filsafat Yunani, disebut Naturalis, dan meyakini bahwa akal manusia mampu menyelesaikan semua persoalan;
2. yang berpihak pada gereja, disebut Realisme, dan meyakini ajaran gereja sebagai kebenaran.
Sekularisme benar-benar menggembirakan hati para filosof dan politikus. Tidak ada lagi gereja yang memenjarakan kebebasan berpikir mereka. Politik dan segala urusan duniawi telah menjadi sangat bebas nilai. Tidak ada satupun yang membatasi. Tidak nilai agama. Tidak pula nilai moral. Salahsatu lambang betapa liarnya dunia politik sekuler adalah buku karya Niccolo Machiavelli yang berjudul The Discourses on the First Ten Books of Livy dan The Prince. Salahsatu pilar pemikiran politiknya adalah: “….politik adalah sesuatu yang sekuler. Politik adalah pertarungan antar manusia untuk mencari kekuasaan. Semua orang pada dasarnya sama, brutal, dan egoisme politik harus mengikuti aturan universal yang sama untuk semua orang. Penguasa yang sukses harus belajar dari sejarah, harus mengamati para pesaingnya, dan mampu memanfaatkan kelemahan mereka.”
Sekularisme tetap dianut hingga masa kini. Menteri Luar Negeri AS, Madeleine Albright, pada tanggal 23 Oktober 1997 di depan sivitas akademika Columbus School of Law, The Catholic University, Washington D.C. menyatakan: “Di AS, kita meyakini pemisahan gereja dan negara. Konstitusi kita merefleksikan ketakutan atas penggunaan agama sebagai alat penyiksaan, yang pada abad ke-17 dan 18 menyebabkan banyak orang melarikan diri ke daratan Amerika…”
Sekularisme merupakan akar demokrasi. Dalam sistem politik yang sekularistik, dimana agama hanya menjadi “inspirasi moral dan alat penyembuhan” , kehendak akal manusia menjadi penentu semua keputusan. Dan inilah ciri yang utama dari demokrasi, yaitu menyerahkan keputusan politik kepada kehendak masyarakat (the will of the people), sesuai dengan pertimbangan akal manusia.
Ditinjau dari akar kelahirannya, Islam jelas berbeda dengan demokrasi. Sistem Islam tidak lahir dari akal-akalan manusia, tetapi merupakan wahyu Allah swt. Tetapi memang ada sementara pihak yang mencoba menyebut Islam sebagai Mohammedanism untuk menimbulkan kesan sebagai agama buatan Muhammad, seperti yang dinyatakan oleh H.A.R. Gibb.  Dalam hal ini Allah swt berfirman:
Kedaulatan (as siyadah) didefinisikan sebagai “menangani dan menjalankan suatu kehendak atau aspirasi tertentu” . Dalam sistem demokrasi kedaulatan berada di tangan rakyat. Hal ini berarti rakyat sebagai sumber aspirasi (hukum) dan berhak menangani serta menjalankan aspirasi tersebut.
Dalam sistem demokrasi, rakyat berfungsi sebagai sumber hukum. Semua produk hukum diambil atas persetujuan mayoritas rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) maupun melalui wakil-wakilnya di parlemen (demokrasi perwakilan). Inilah cacat terbesar dari sistem demokrasi. Manusia dengan segala kelemahannya dipaksa untuk menetapkan hukum atas dirinya sendiri. Pikiran manusia akan sangat dipengaruhi lingkungan dan pengalaman pribadinya. Pikiran manusia juga dibatasi oleh ruang dan waktu. Atas pengaruh-pengaruh itulah maka manusia bisa memandang neraka sebagai surga, dan surga sebagai neraka.
Dalam sistem demokrasi, jika mayoritas rakyat menghendaki dihalalkannya perzinaan, maka negara harus mengikuti pendapat tersebut. Budaya sebagian suku di Sumatera Utara yang terbiasa meminum tuak, dapat memaksa penguasa setempat untuk mengizinkan peredaran minuman keras. Mayoritas rakyat Iran pada Revolusi Islam 1979 menginginkan diterapkannya sistem pemerintahan Wilayatul Faqih, tetapi sekarang muncul gugatan terhadap sistem tersebut, maka penguasa harus memperhatikan kehendak tersebut. Walaupun dalam konsep Syi’ah, sistem Wilayatul Faqih adalah sesuatu yang tidak dapat ditawar-tawar.
Dalam sistem demokrasi, masyarakat kehilangan standar nilai baik-buruk. Siapapun berhak mengklaim baik-buruk terhadap sesuatu. Masyarakat bersikap “apapun boleh”. Di San Fransisco, para eksekutif makan siang di restoran yang dilayani oleh pelayan wanita yang bertelanjang dada. Tetapi di New York (masih di AS), seorang wanita telah ditangkap karena memainkan musik dalam suatu konser tanpa pakaian penutup dada. Newsweek menyatakan: “…kita adalah suatu masyarakat yang telah kehilangan kesepakatan….suatu masyarakat yang tidak dapat bersepakat dalam menentukan standar tingkah laku, bahasa, dan sopan santun, tentang apa yang patut dilihat dan didengar.”
Dalam Islam, penetapan hukum adalah wewenang Allah swt. Penetapan hukum tidak bermakna teknis, tetapi bermakna penentuan status baik-buruk, halal-haram, terhadap sesuatu hal. Allah swt berfirman:
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.” (QS al-An’aam : 57)
“Kemudian jika kamu (rakyat dan negara) berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya).” (QS an-Nisaa : 59)
Dengan demikian jelaslah bahwa Islam menempatkan kedaulatan di tangan Allah sebagai Musyarri’ (Pembuat Hukum), sebagai pihak yang paling berhak menentukan status baik-buruk terhadap suatu masalah. Segala produk hukum dalam sistem Islam harus merujuk kepada keempat sumber hukum Islam, yaitu al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma Shahabat, dan Qiyas (ijtihad).
2. Kekuasaan
Dalam sistem demokrasi, kekuasaan berada di tangan rakyat dan mereka “mengontrak” seorang penguasa untuk mengatur urusan dan kehendak rakyat. Jika penguasa dipandang sudah tidak akomodatif terhadap kehendak rakyat, penguasa dapat dipecat karena penguasa tersebut merupakan “buruh” yang digaji oleh rakyat untuk mengatur negara. Konsep inilah yang diperkenalkan oleh John Locke (1632-1704) dan Montesquieu (1689-1755), dikenal dengan sebutan Kontrak Sosial.
Dalam sistem Islam, kekuasaan ada di tangan rakyat. Dan atas dasar itu rakyat dapat memilih seorang penguasa (Khalifah) untuk memimpin negara. Pengangkatan seorang Khalifah harus didahului dengan suatu pemilihan dan dilandasi perasaan sukarela tanpa paksaan (ridha wal ikhtiar). Tetapi berbeda dengan sistem demokrasi, Khalifah dipilih oleh rakyat bukan untuk melaksanakan kehendak rakyat, tetapi untuk melaksanakan dan menjaga hukum Islam. Maka seorang Khalifah tidak dapat dipecat hanya karena rakyat sudah tidak suka lagi kepadanya, tetapi dapat dipecat jika tidak lagi melaksanakan hukum Islam walaupun baru sehari menjabat. Bukhari, Muslim, Ahmad, an-Nasai, dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Ubadah bin ash-Shamit:
“Kami membaiat Rasulullah saw (sebagai kepala negara) untuk mendengar dan mentaatinya dalam keadaan suka maupun terpaksa, dalam keadaan sempit maupun lapang, serta dalam hal yang tidak mendahulukan urusan kami (lebih dari urusan agama), juga agar kami tidak merebut kekuasaan dari seorang pemimpin, kecuali (sabda Rasulullah): ‘Kalau kalian melihat kekufuran yang mulai nampak secara terang-terangan (kufran bawaahan), yang dapat dibuktikan berdasarkan keterangan dari Allah.”
“Pemimpin para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Mutthalib, dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa yang lalim, lalu ia menyuruhnya berbuat baik dan mencegahnya berbuat munkar, lalu penguasa itu membunuhnya (karena marah).”
3. Kebebasan
Dalam sistem demokrasi, kebebasan adalah faktor utama untuk memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mengekspresikan kehendaknya—apapun bentuknya—secara terbuka dan tanpa batasan atau tekanan.
Masyarakat demokratis bebas memeluk agama apapun, berpindah-pindah agama, bahkan tidak beragama sekalipun. Juga bebas mengeluarkan pendapat, walaupun pendapat itu bertentangan dengan batasan-batasan agama. Bebas pula memiliki segala sesuatu yang ada di muka bumi, termasuk sungai, pulau, laut, bahkan bulan dan planet jika sanggup. Harta dapat diperoleh dari segala sumber, baik dengan berdagang ataupun dengan berjudi dan korupsi. Dalam sistem demokrasi, masyarakat juga bebas bertingkah laku tanpa peduli dengan mengabaikan tata susila dan kesopanan.
Islam tidak mengenal kebebasan mutlak. Islam telah merinci dengan jelas apa saja yang menjadi hak dan kewajiban manusia. Islam bukan hanya berorientasi kepada kewajiban, tetapi juga hak sebagai warganegara dan individu.
Ummu Athiyah dari Abu Said ra meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Jihad paling utama adalah (menyampaikan) perkataan yang haq kepada penguasa yang zalim.”
Islam melarang seseorang untuk memiliki benda-benda yang tidak berhak dimilikinya, baik secara pribadi maupun kelompok. Islam telah merinci beberapa cara pemilikan yang terlarang, misalnya pencurian, perampasan, suap (riswah), korupsi, judi, dan sebaliknya menghalalkan beberapa sebab pemilikan, yaitu bekerja, waris, mengambil harta orang lain dalam keadaan terdesak yang mengancam jiwanya, serta harta yang diperoleh tanpa pengorbanan semisal hadiah, hibah, sedekah, atau zakat.
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah orang lain, sampai kamu mendapatkan izin, dan kamu mengucapkan salam kepada penghuninya.” (QS an-Nuur : 27)
Syura = Demokrasi ?
Adanya prinsip syura dalam sistem Islam dan musyawarah dalam sistem demokrasi tidak dapat dijadikan alasan untuk menyamakan Islam dengan demokrasi. Becak memiliki roda, demikian pula dengan mobil. Tetapi bukankah becak jauh berbeda dengan mobil?
Tidak semua masalah dapat dimusyawarahkan dalam Islam. Hal inilah yang membedakannya dengan sistem demokrasi yang mengharuskan setiap keputusan diambil dengan suara terbanyak, tidak peduli apakah hasil keputusan itu melanggar batasan-batasan agama yang sudah mereka singkirkan jauh-jauh dari panggung kehidupan dunia. Islam membatasi musyawarah hanya untuk masalah-masalah yang mubah. Adapun masalah-masalah yang telah jelas halal-haramnya, tidak dapat dimusyawarahkan untuk dicabut atau sekedar mencari jalan tengah.
Untuk masalah-masalah teknis dan menyangkut keterampilan tertentu, Rasulullah saw menyerahkan keputusannya kepada para pakar dalam bidang tersebut. Ketika meletus perang Badar Kubra, Rasulullah saw menempatkan pasukannya jauh di belakang sebuah sumur (sumber air). Melihat hal ini, Hubbab bin al-Mundzir bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah ini wahyu atau sekedar pendapatmu?” Lantas dijawab oleh beliau: “Ini hanyalah pendapatku.” Hubbab al-Mundzir kemudian mengusulkan kepada beliau untuk menempatkan pasukannya di depan sumur, sehingga mereka dapat menguasai sumur tersebut dan menimbunnya jika pasukan Quraisy menyerang sehingga musuh tidak dapat mengambil air dari sumur itu. Rasulullah saw lantas mengubah pendapatnya dengan pendapat Hubbab tersebut.
Untuk masalah-masalah yang sifatnya mubah (boleh), Rasulullah saw meminta pendapat kaum muslimin. Ketika Perang Uhud, beliau dan sebagian Shahabat yang terlibat dalam Perang Badar memilih menyambut musuh dari dalam benteng kota Madinah. Tetapi mayoritas penduduk Madinah dan sebagian Shahabat yang tidak ikut Perang Badar memilih untuk menyongsong musuh di lur benteng. Melihat semangat yang begitu membara, ditambah ucapan Hamzah bin Abdul-Mutthalib yang ketika Perang Badar tidak turun ke medan laga, akhirnya Rasulullah saw memutuskan untuk menyambut musuh di luar benteng.  Dalam hal ini, beliau hanya meminta pendapat mengenai lokasi penyambutan musuh. Adapun kewajiban jihad tidak beliau musyawarahkan karena jihad merupakan kewajiban yang tidak berhenti hingga hari kiamat. Allah swt berfirman:
Dan memang pada kenyataannya, menyerahkan setiap keputusan politik kepada seluruh warganegara adalah sesuatu yang mustahil dan justru dapat mengkhianati kebenaran. Sistem polis di Yunani Kuno yang digembar-gemborkan telah menerapkan demokrasi langsung (direct democracy), ternyata melakukan diskriminasi rasial dengan memberikan hak bersuara hanya kepada golongan penduduk kaya dan menengah. Adapun golongan pedagang asing dan budak (yang merupakan mayoritas penduduk) tidak memiliki hak suara samasekali.
Dalam lapangan peradilan, sistem juri seperti yang dipakai di AS dan Inggris telah mengundang kritik yang sangat keras. Para juri dipilih mewakili setiap komunitas di suatu kota/distrik tanpa melihat kemampuan masing-masing sedangkan hakim hanya bertugas mengatur persidangan agar sesuai dengan hukum acara. Vonis terhadap terdakwa dijatuhkan berdasarkan kesepakatan atau suara mayoritas anggota juri. Dengan sistem seperti ini, diharapkan akan lahir keputusan pengadilan yang “demokratis”.
Tetapi layakkah nasib seorang terdakwa (apalagi terdakwa hukuman mati) diserahkan kepada 10-12 orang yang samasekali buta hukum? Mereka (para juri) bisa jadi buta huruf, tidak menguasai asas-asas hukum pidana, atau bahkan pernah melakukan kejahatan yang sama dengan si terdakwa. Atau termakan oleh kepandaian bersilat lidah dari para pengacara sehingga vonis yang dijatuhkan tidak lagi didasarkan pada bukti-bukti materiil yang memang hanya dapat dipahami oleh para ahli hukum. Sistem juri adalah pengadilan primitif, sisa-sisa peradilan hukum rimba, yang tidak menjunjung kebenaran hukum, tetapi mengambil suara mayoritas (siapapun orangnya) sebagai kebenaran.
Demokrasi sebagai Alat Penjajahan
Benarkah Amerika Serikat—sebagai kampiun demokrasi di dunia—telah memberi contoh terbaik tentang demokrasi? Ralph Nader pada tahun 1972 menerbitkan buku Who Really Runs Congress?, yang menceritakan betapa kuatnya para pemilik modal mempengaruhi dan membiayai lobi-lobi Kongres. Diperkuat oleh The Powergame (1986) karya Hedrick Smith yang menegaskan bahwa unsur terpenting dalam kehidupan politik Amerika adalah: (1) uang, (2) duit, dan (3) fulus. Sehingga benarlah apa yang diteriakkan Huey Newton, pemimpin Black Panther pada tahun 1960-an: “Power to the people, for those who can afford it.” (kekuasaan diperuntukkan bagi siapa saja yang mampu membayar untuk itu).
Sejak terbentuknya negara federasi pada tahun 1776, Amerika memerlukan waktu 11 tahun untuk menyusun konstitusi, 89 tahun untuk menghapus perbudakan, 144 tahun untuk memberi hak pilih pada kaum wanita, dan 188 tahun untuk menyusun draf konstitusi yang “melindungi” seluruh warganegara. Dengan masa lalu yang demikian kelam dan masa kini yang demikian jorok, Amerika dengan arogan mencoba memberi kuliah tentang demokrasi kepada negara-negara berkembang yang mayoritas negeri-negeri Islam.
Negara adidaya tersebut mempunyai kepentingan untuk membuka pasar global seluas-luasnya sehingga perusahaan Amerika dapat masuk dan menguasai pasar di negara setempat. Untuk mencapai hal itu, dibutuhkan suatu rezim yang lemah, yang dapat ditekan oleh para pemilik modal atau badan-badan keuangan internasional. Rezim yang lemah ini diharapkan dapat bekerjasama secara lebih kooperatif dengan para investor Amerika dalam sektor perdagangan, dan tentunya mudah tunduk pada tekanan politik Amerika dalam sektor diplomatik.
5 notes · View notes
coretan-sn · 6 months
Text
NGAJI JOMBLO 05 : NIKAH 103
By : ustdz Felix siauw
“Kenapa saya harus pergi kesana?” Kenapa ini menjadi suatu pertanyaan penting untuk kita jawab sebelum mau maju kemana. Seperti kenapa saya memilih Turki daripada yang lain, Turki adalah salah satu negara muslim yang seperti Eropa mudah mencari makanan halal, dimana tempat sholat ada masjid. Di Turki lah kekhalifahan terakhir umat muslim.
Jika seseorang tidak tahu “Why”nya dalam hidup maka Ia tidak akan bersemangat. Begitu juga dengan menikah, jika tidak tahu alasannya makan bisa jadi prespektifnya salah, nyarinya salah, sama siapa nikahnya salah, semua berantakan.
Setiap hidup manusia memiliki tujuan, seperti Allah menciptakan manusia juga memiliki Tujuan. Salah satu di Al Quran yaitu ingin menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi (menjaga dan memakmurkan bumi ini). Jika manusia tidak rusak maka bumi juga senantiasa membaik, maka Rasulullah di utus untuk menyempurnakan Akhlak.
Rasulullah bersabda “Sesungguhnya menikah adalah sunahku, maka yang menjalankan sunahku menjadi bagian dariku. Maka menikah lah karena aku kelak akan berbangga-bangga dengan orang-orang yang banyak daripada umatku”. Tujuannya untuk memenuhi muslim yang baik di muka bumi. Cara salah satunya adalah dengan berdakwah, cara yang lain adalah dengan punya anak yang saleh.
Ketika menikah ini diniatkan lillah, maka Allah akan jadikan segala sesuatu yang terjadi dalam pernikahan, seluruh aktifitasnya adalah bagian daripada ibadah kepada Allah yang mungkin di dapat kalau seandainya orang itu tidak menikah. Orang yang menikah dan tidak menikah akan berbeda, semakin berat beban orang yang menikah maka semakin berat pula pahala yang dijanjikan. Maka akhirnya terjawab “Kenapa kita menikah?” Karena merupakan bagian ibadah, karena ini bagian dari memenuhi tujuan Allah, menjadi hambanya yang baik, menjadi hamba yang bertakwa, menjadi hamba yang bersyukur kepadanya, menjadi hamba yang bersabar kepadanya dan kesemuanya itu ada dalam bingkai pernikahan.
Orang yang tidak menikah bisa sholat, tapi sholatnya orang menikah nilainya lebih besar daripada shalatnya orang yang belum menikah. Kok bisa begitu? Karena ketika dia sudah menikah, Allah membuat dirinya tenang. Ada satu titik dalam hidup kita, dimana ketika kita sudah baligh, maka ada banyak sekali hal-hal yang harus di Stelle down, harus di tenangkan, harus di kendalikan dan itu sangat sulit mengendalikannya kalau seandainya orang itu tidak menikah.
Karena menikah adalah ibadah maka mempersiapkannya juga sangat penting. Hal ini menjadi perbedaan yg nyata antara orang-orang yang beriman dan tidak beriman. Ketika sudah paham tujuan menikah maka tidak ada unsur perlombaan. Kenapa? Karena sudah tidak ada lagi tujuan menikah karena tidak enak dengan teman-temannya atau karena gaya-gayaan.
Terkadang kita mendengar anak sd berbicara “aku pengen nikah sama dia kalau sudah gede” kita yang mendengarnya pun ketawa dan lucu ngelihatnya, padahal ungkapannya serius. Tahu kenapa? Karena ketika kita sudah ngomong pengen nikah, maka kita tidak hanya ngomong tapi memang kita sudah mempersiapkan karena kita sudah paham.
“Ada cerita tentang sepasang kekasih yang kemudian bertaubat dan ingin menikah. Bukan tidak boleh, tapi tunggu dulu, hijrah dulu mempelajari agama, lalu mengetahui gambaran besar pernikahan itu seperti apa, bisa jadi dia berubah dan ketika dia berubah, bisa jadi pandangan dia tentang bagaimana seorang istri ideal atau seorang perempuan yang kelak nanti akan menjadi Ibu daripada anak-anaknya bisa berubah juga. Di depan saya banyak sekali orang yang berhijrah, ketika mereka sudah berhijrah lantas mereka merasa tidak cocok lagi dengan pasangannya. Kenapa? Karena ternyata bukan ini pasangan yang di perlukan ketika dia sudah punya gambaran tentang hijrah tentang Islam”
Jika baru hijrah maka tahan dulu, belajar dulu. Jika memang orang itu kemudia speknya cocok dengan alasan kenapa kita menikah maka lanjutkan. Tapi kalau tidak, coba lihat lagi bisa jadi ada pertimbangan-pertimbangan yang lain. Lebih baik menunda nikah daripada menikah dengan orang yang salah, karena akan sangat sulit untuk memperbaiki dan anda punya luka di dalam hidup anda, karena visi kita itu ditentukan banget dengan “Kenapa kita melakukan itu?”
Kenapa kita menikah dan apa itu nikah menjadi dasar untuk pembahasan-pembahasan lain. Seperti apa pasangan yang saya pilih, kalau ada permasalahan bagaimana cara menyikapinya. Semua tergantung pada semua itu. Kalau sudah paham banget tentang gambaran nikah maka tidak akan terburu-buru dan menggebu2, karena kita sudah punya pandangan yang berbeda, karena ketika kita bicara ibadah yang penting adalah prosesnya bukan hasilnya.
Nikah 103 artinya menyelesaikan semuanya. Bahwa kita pengen menjadi bagian daripada umatnya Rasulullah SAW, pengen mengikuti sunnah nabi yang mana ketika mendapat keturunan itulah yang kelak menjadi sebuah investasi kita nanti, ketika sudah meninggal. Hidup ini kan masalah berinvestasi kan?Rasul mengatakan ketika mati anak Adam, maka terputuskan amalnya kecuali 3 investasi ; ilmu yang bermanfaat yang di bagikan, shodaqoh jariyah seperti membangun masjid, membangun gedung dakwah, dan doa anak sholeh. Maka dakwah itu selalu bicara tentang investasi, bicara tentang apa yang akan kita tinggal.
Pernikahan adalah jalan kebangkitan umat, karena ketika kita menikah bukan hanya mencari pasangan tapi kita mencari “umm” atau “ibu” dan kata umm adalah kata yang mendasari dari kata “ummat”. Memilih ibu yang terbaik itu menjadi tugas Anda selaku jomblo-jomblo dan mempersiapkan menjadi ibu yang terbaik itu adalah tugas anda para jomblowati.
5 notes · View notes
fawazsidiqi · 1 year
Text
Katak Hendak Jadi Lembu : Buya Hamka tentang Racun Pemusnah Bangsa
Di dalam salah satu karyanya yang masyhur, berjudul “Dari Hati Ke Hati” Buya Hamka memberikan pesan penting, khususnya kepada generasi muda untuk menjauhi gaya hidup mewah, sebagai racun pemusnah bangsa.
Gaya hidup mewah merupakan racun yang amat berbahaya yang dapat memusnahkan kekuatan suatu bangsa, sebab orang akhirnya ingin hidup melebihi kekuatannya. Fenomena ini seperti digambarkan sebuah pepatan “Katak hendak jadi lembu”.
Syahdan, menurut Buya Hamka, taktik penjajahan jiwa yang dilakukan oleh bangsa penjajah kepada sebuah negara yang baru saja merdeka ialah dengan membangkitkan keinginan untuk hidup mewah.
Hal ini tidak lain karena kemewahan hidup membuat cita-cita menjadi pudar, dimana selalu ada dorongan untuk melebihi kemewahan orang lain baik dalam membangun dan menghiasi rumah, kendaraan, gaya hidup dan kemewahan dalam hal “hiburan” seperti perjudian dan pelacuran dalam sekian makna.
Karena gaya hidup mewah tersebut juga, muncul kemudian praktik korupsi, penyelundupan, bahkan penjualan rahasia negara. Kesetiaan pada negara dan semangat patriot pun hilang, berganti dengan keinginan untuk memenuhi gaya hidup mewah tadi.
Rumah tangga pun akhirnya rusak. Suami-istri tidak lagi menjalankan peran sebagai orang tua sebagaimana mestinya. Akhirnya, anak yang menjadi korban. Generasi penerus bangsa yang seharusnya ikut berperan dalam memperbaiki kerusakan, malah melanjutkan kerusakan yang dibuat, bahkan menambah keruh keadaan.
Oleh karena itu, kita sebagai anak bangsa terlebih seorang muslim, seharusnya memiliki visi besar dalam hidup untuk ikut terlibat dalam memperbaiki keadaan, dimulai dari memperbaiki diri salah satunya dengan menjauhi prinsip gaya hidup mewah.
Jadikan, kisah perjuangan para pahlawan bangsa yang telah berjuang merebut kemerdekaan bangsa sekalipun harus hidup dengan penuh kepayahan sebagai inspirasi, bukan justru para pecundang dan pengkhianat yang bekerjasama dengan penjajah hanya demi keuntungan dirinya sendiri.
Sleman, 10 April 2023
19 notes · View notes
gaulislam · 2 years
Text
Jangan Doyan Utang
gaulislam edisi 796/tahun ke-16 (1 Rajab 1444 H/ 23 Januari 2023) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah per 30 Desember 2022 sebesar Rp 7.733,99 triliun. Ini bisa kebayar nggak, ya? Andai setiap penduduk Indonesia kudu urunan untuk bayar utang sebesar itu, berapa kira-kira per orang kudu nyumbang bayarin utang? Perlu kamu tahu bahwa berdasarkan data Badan Pusat…
Tumblr media
View On WordPress
1 note · View note
affathimahna · 11 months
Text
Tadi lewat di berandaku.
"Ngapain dukung Palestina pake bendera 🇵🇸? Toh bendera Palestina bukan mereka yang membuat, bendera mereka adalah buatan orang Inggris, bukan islam, bukan orang Palestina"
"Ngapain dukung Palestina dengan gambar semangka🍉? Jangan mudah ikut-ikutan karena hanya warna semangka yang sama dengan warna bendera yang dibuat olehi Inggris."
Asli aku kaget.
Gimana yaa jelasinnya?
Hmmm..
Gini deh analoginya.
Indonesia mudah dikenal orang karena Merah-Putihnya.
Arab Saudi dikenal orang dengan bendera Hijau dan lambang Tauhid di tengahnya.
Dan negara-negara lain juga diingat orang, umumnya dan pada dasarnya karena "simbol" dari suatu negara tersebut, yaitu "bendera".
Bagi umat Islam, simbol untuk Palestina adalah "Masjidil Aqsha".
Tapi kita tahu, bahwa hal yang paling umum dikenal orang adalah bendera merah, hitam, putih, hijaunya Palestina. Kutegaskan, "yang paling umum."
Dengan "simbol" yang umum tersebut, Palestina bisa dikenal dan diterima oleh semua orang umum juga, bukan hanya agama Islam.
"Kenapa semangka🍉?"
Semangka sendiri adalah buah yang warnanya sama dengan bendera Palestina buah merah, kulit lapisan luar hijau, kulit lapisan dalam putih, dan biji berwarna hitam, pun tumbuh banyak di bumi Palestina. Di samping itu, Israel menganggap bahwa pengibaran bendera Palestina adalah tindakan kriminal, jadi ya "simbol" alternatifnya adalah buah semanga🍉.
Intinya, setiap kita punya cara untuk membela Palestina, berdoa, berdonasi, memboikot hal-hal yang mendukung kepada penjajahan, share kabar terkini tentang mereka, belajar sejarah tentang Palestina, dan masih banyak lagi. Yang penting ngga menjatuhkan muslim lain, "ngapain ini? ngapain itu? ngga ada tuh sumber dari hadits nabi nya."
Ibuk bapak yang terhormat, mohon maaf..Hp yang sekarang kita pakai, Sosmed yang ibu bapak pakai sekarang, itu juga ngga ada sumbernya di zaman Nabi🙏🏻☺
Teruslah kibarkan semangat penerus Shalahuddin Al-Ayyubi, hingga setiap pembelaan yang kita tunjukkan menjadi saksi kita kelak dihadapan Allah SWT.
Teruslah kibarkan semangka-semangka, walaupun tulisan "semangka" jadi "semongko" pada akhirnya.🤭
Semangka, Semangat Karena Allah! Allahu Akbar🍉🍉🍉🍉🍉
Tumblr media
6 notes · View notes
mamadkhalik · 5 months
Text
Catatan Kemenangan : Overthinking Hari Buku
Saya sepakat, menara gading intelektual itu nyata. Pengalaman pribadi, dengan membaca buku genre sosial akan memberikan pemahaman yang konstruktif atas fenomena sosial, sampai akhirnya kita mencapai kedewasaan intelektual dan memantapkan diri untuk bergerak menyongsong perubahan.
Menyambut hari buku sedunia, aku rekomendasikan 2 buku yang cukup mencengangkan. Setidaknya bagi saya yang naif ini.
1. Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur - Muhiddin M. Dahlan
Dulu membaca judulnya saja sangat anti. Pasti isinya agak tabu, pikirku sebagai seorang ADK anyaran. Ternyata isinya sangat menampar.
Tumblr media
Berkisah tentang seorang muslimah hijrah yang memiliki pergulatan pemikiran. Bersentuhan dengan kelompok sufi, Tarbiyah, hingga Negara Islam Indoneisa, membuat tokoh utama memiliki kekecewaan berat dengan jamaah hingga akhirnya masuk dalam kubangan maksiat.
Ketika perasaan itu memuncak, tidak banyak orang hadir untuk sekadar menjadi teman bicara, akhirnya orang-orang yang 'tidak bertanggungjawab itu' hadir silih berganti, memberikan kenyamanan semu, lalu pergi meninggalkan luka begitu mendalam
Cerita di dalamnya sangat relate sekali, terkhusus bagi kita yang aktif dalam jamaah dakwah. Ketika ghiroh mengalahkan amaliyah, ketika pertanyaan tidak terjawab dengan rasional, ketika kekecewaan tidak terkelola dengan baik, ketika ukhuwah sebatas lip service, dan judgment kekhilafan tanpa tabayyun.
Bagian yang sangat mengiris hati adalah ketika tokoh utama di cap pengkhianat dakwah hanya gara-gara mempertanyakan anomali dalam aktivitas dakwah.
Bukan hendak mengeneralisir tapi fenomena-fenomena itu memang banyak saya temui. Buku ini memang cerita satu arah, emosional, belum tentu kebenaranya, hanya dilakukan oknum dalam jamaah, tapi cukup memberi refleksi yang mendalam bagaimana sebuah jamaah dakwah Islam mengelola organisasinya.
Buku ini baru saja saya baca tapi cukup memvalidasi tulisan sebelumnya. Bahwa dalam dakwah bukan berarti otomatis menjadi orang baik tapi Allah menjaga dari hal-hal yang merugikan, dan menegaskan bahwa kita hanya sekumpulan manusia yang tak luput dari dosa.
Semua itu kembali lagi ke kita dalam menyikapi segala dinamika dan jamaah dakwah hanyalah wasilah. Ini penting saya utarakan.
2. Gerakan Dakwah Islam dan Kelas Menengah Muslim - Eko Novianto
Bagi kita yang aktif di tarbiyah, buku ini menyadarkan betapa pentingnya kita menganalisis mad'u dan juga kita sendiri sebagai seorang aktivis dakwah. Bagaimana melihat karateristiknya dan akhirnya memberika n pendekatan yang sesuai bagi 2 sisi.
Tumblr media
Buku ini mengupas perihal pengalaman penulis dalam melihat gerakan tarbiyah, dampak dari dakwahnya, dan fenomena sosial yang hadir setelahnya. Tak bisa dipungkiri gerakan tarbiyah cukup dominan di era pertengahan orde baru hingga saat ini dan menjadi role model kelas muslim menengah.
Tapi muncul dari kelas menengah muslim yang memiliki ghiroh tinggi, ternyata tak cukup memberikan dampak yang signifikan, terkhusus dampak elektoral. Tak bisa dipungkiri tarbiyah-PKS adalah sebuah komunitas epistemik yang memiliki ikatan kuat dalam sejarah.
Dengan gerakan yang semakin membesar akan memunculkan karateristik kader yang beragam, kebutuhan yang semakin luas, dan juga tantangan pembaharuan yang perlu disikapi dengan cepat.
Buku ini menjelaskan 2 fenomena :
a. Kelas Menengah Muslim Yang Konsumtif.
Media Sosial menjadi aktor utama pembentuk kultur masyarakat ini. Di sisi lain masyarakat sudah aware akan kajian keislaman, prinsip-prinsip Islam dalam muamalah (Bank Syariah, Kosmetik Halal) tapi itu tidak berbanding lurus dengan penerapan Islam dalam ruang yang lebih luas dalam seperti kebijakan publik dan pendidikan reguler.
Akhirnya umat hanya dijadikan komoditas bisnis dan politik, tidak memiliki bargaining position yang kuat dan mudah di pecah belah oleh oligarki dan kaum nasionalis.
b. Sindrom Eksklusifitas Gerakan
Melihat poin sebelumnya, akhirnya jamaah terkesan ekslusif, jumud, curiga satu sama lain akhirnya tidak fokus dalam penyelesaian masalah umat.
Padahal kelas menengah ini harapanya dapat menjadi jembatan untuk mengurangi disparitas antar kelas borjuis dan proletar. Apalagi mereka yang tergolong kaum terdidik dan tershibgah dengan nilai-nilai Islam tentu menjadi peluang besar untuk membumikan nilai-nilai Islam.
Tapi realitanya tidak begitu. Curiga satu sama lain bukan hanya antar gerakan, mungkin juga orang yang ada di dalamnya. Mungkin hal ini yang mengakibatkan peristiwa di buku pertama terjadi. Mungkin saja.
Sekali lagi, kejayaan Islam hanya akan tercapai ketika antar gerakan Islam saling bekerja sama satu sama lain, menghilangkan sekat-sekat perbedaan, dan fokus kepada pemberdayaan umat. Sederhana tapi sulit, namun bukan berarti tak bisa.
***
Setidaknya 2 buku ini cukup membuat overthinking. Ternyata realitas tak bisa dipandang teori saja, bukan hitam putih.
PR kita masih banyak. Untuk memperbaiki diri, menjaga komunikasi antar sesama, memberbaiki sistem gerakan, hingga akhirnya Islam berjaya kembali, menjadi soko guru perdaban, dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Selamat Hari Buku. Jangan Lupa Baca Buku.
Arroyan, 16 Syawal 1445 H.
15 notes · View notes
adestraayubs · 2 years
Text
Marifaturrasul
Rasulullah
Dalam mengenangmu
Kami susuri
Lembaran sirahmu
Pahit getir
Perjuanganmu
Membawa cahaya
Kebenaran
Engkau taburkan pengorbananmu
Untuk umatmu
Yang tercinta
Biar terpaksa tempuh derita
Cekalnya hatiMu menempuh ranjaunya
Tak terjangkau tinggi pekertimu
Tidak tergambar indahnya akhlakmu
Tidak terbalas segala jasamu
Sesungguhnya engkau Rasul mulia
Tabahnya hatiMu menempuh dugaan
Mengajar erti
Kesabaran
Menjulang panji
Kemenangan
Terukir namamu di dalam Al-Quran
Tak terjangkau tinggi pekertimu
Tidak tergambar indahnya akhlakmu
Tidak terbalas segala jasamu
Sesungguhnya engkau Rasul mulia
Tabahnya hatiMu menempuh dugaan
Mengajar erti
Kesabaran
Menjulang panji
Kemenangan
Terukir namamu di dalam Al-Quran
Rasulullah
Dalam mengenangmu
Kami susuli
Lembaran sirahmu
Pahit getir
Perjuanganmu
Membawa cahaya
Kebenaran
Ya Rasulullah
Tumblr media
Untaian kalimat di atas adalah lirik nasheed dari Hijaz yang berjudul “Rasulullah dalam mengenangmu”
Pada malam kemarin seberes aktivitas tarawih dan tadarus, kita bersepakat untuk menggelar sebuah pertemuan kecil berupa gabungan MK Khos KAMMI. Yang sebelumnya terjadwal di Wedangan Pak Sakir, ala kulli hal hujan menyebabkan kita bergeser di Pesma Ar royyan. Dengan istiqomah semilir lirih kipas angin serta lampu yang kelap kelip (mati murup hehe) menyapa dan menemani kita hingga akhir. 
Topik obrolan kami adalah marifaturrasul, sebab sebelumnya telah membereskan topik marifatullah. Topik topik di atas adalah kurikulum MK Khos KAMMI. Kita mulai dengan sebuah refleksi berupa, “Apa jadinya jika kita hidup berada di jaman nabi?”, sebab tentu hidup bersama bagina Nabi adalah dambaan kita, namun yang menjadi pertanyaan adalah lantas kita menjadi bagian kaum apa? Apakah menjadi barisan kaum nabi atau penentang atau munafik?
Maka kita yang bertemu pun bersyukur atas nikmat iman dan islam yang telah ada semenjak lahir, terlahir sebegai Muslim. Kesempatan emas untuk berbuat baik dan memperbesar peluang mendapat rahmat dari Allaah, sebab rahmat ini lah yang akan membuat masuk syurga.
Kembali kepada bahasan Rasulullah, karena pertemuan tadi malam bersama adik-adik yang sedang banyak berkiprah di organisasi, belajar menjadi seorang pemimpin. Maka begitu mulia bahwa sosok Rasulullah adalah sebaik-baik pemimpin. Beliau bervisi jauh dan pemberani. Visi Rasulullah menembus batas kemustahilan, karena Allah maha besar, tentu membawa Visi yang berorientasi kepada Allah pula. 
Ada sebuah penggalab kisah yang menggetarkan hati, bahwa selama pembangunan parit dalam perang parit, para sahabat menemukan batu yang sulit dipecah, lalu Rasulullah beranjak mendekati batu tersebut dan memecahkannya sambil meneriakkan takbir ”Allahuakbar, kita akan menaklukkan Romawi dan Kontantinopel”. Sungguh menembus batas kemustahillan, sebab pada waktu itu sedang berada di tengah kondisi paceklik, serta Romahi dan Konstantinopel adalah 2 negara yang menjadi adidaya. Seperti sebuah desa yang memiliki cita-cita mengalahkan sebuah negara besar. MasyaAllaah
Pemimpin yang menjadi duta paling berani pada sosok Rasulullah. Dengan penuh keyakinan dan kesabaran Rasulullah mendatangi Thaif untuk berdakwah, namun yang beliau jumpai tidak lain adalah cemoohan dan hinaan. Namun Rasulullah justru mendoakannya bahwa kelak di antara keturunan dari mereka akan menjadi barisan dakwah Rasulullaah, daripada menerima tawaran malaikat untuk membalikkan gunung kepada penduduk Thaif.
Kisah Visioner dan Keberanian yang lain adalah pada Hamraul Asad, kisah yang seharusnya membuat hati kita menangis. Bagaimana tidak menangis, seberes pasukan Muslim selesai dari fase perang Uhud, Rasulullaah serukan jihad kembali kepada veteran pasukan Uhud, harus yang telah ikut perang Uhud, tidak boleh ada tambahan pasukan sedikit pun. Padahal pada waktu itu, dikisahkan luka imbas sayatan pedang masih segar, perban masih melekat seberes perang, istirahat tentu belum cukup untuk memulihkannya. Namun, Rasulullaah menyerukan pengejaran kembali kepada pasukan Quraisy, dengan strategi briliannya. Hingga akhirnya mampu memenangkan dan menjatuhkan mental pasukan musyrik. Kecerdasan pengambilan momentum, ide strategi yang tidak mudah, kondisi fisik yang masih basah akibat peperangan, semua itu terhapus dengan seruan Rasulullaah. Rasulullaah memiliki visi yang kuat, tergambar jelas, mampu menjadi duta yang paling berani di antara pasukan umat Islam.
(yaitu) orang-orang yang mentaati perintah Allah dan RosulNya sesudah mereka mendapatkna luka. Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan dan bertakwa ada pahala yang besar. (yaitu) orang-orang yang jika ada yang mengatakan pada mereka “sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian, maka takutlah”, keimanan mereka bertambah dan mereka menjawab” cukuplah Allah menjadi penolong kami, dan dialah sebaik-baik pelindung.” [QS Ali Imron(3): 172-173]
Kisah tersebut terabadikan dalam Al Quran. Sedemikian besar perjuangan Rasulullaah bersama sahabat, lantas tidak kah kita bersyukur untuk hari ini? Belum lagi dengan kemuliaan yang Allah berikan sebab menjadi umat Rasulullaah, umat yang relatif berumur pendek dibanding dengan rata-rata umur umat nabi sebelumnya, namun memiliki waktu-waktu istimewa untuk mengkalibrasikan amal. MasyaAllaah. 
Sholu ala nabii Muhammad, semoga istiqomah menjadi barisan risalah Nabi, menghabiskan waktu hidup di dam barisan yang mencintai sunnah dan keturunan Nabi. Aamiin
29 notes · View notes
alizetia · 2 years
Text
Ketika beberapa negara barat melakukan diskriminasi terhadap muslim, islamophobia. Melarang pemakaian atribut keislaman, dari cara halus hingga kasar. Apakah yang dilakukan negara muslim yakni dengan teguh terhadap keyakinannya menolak hadirnya atribut pelangi, sama saja seperti apa yang dilakukan barat? Homophobia katanya. Tentu tidak.
Mengapa?
sebab diskriminasi terhadap muslim adalah diskriminasi agama, diskriminasi terhadap sesuatu yang universal, sesuatu yang seluruh manusia menyepakatinya sebagai hak hidup, sama seperti hak berbangsa dan bersuku. Berbeda dengan LGBT, pemikiran LGBT adalah pemikiran yang belakangan hadir dan hanya dimiliki segelintir orang dan diyakini sebagian kecil orang namun dipaksakan untuk diterima oleh semua orang, lebih sering lagi justru bersifat politis. Bahkan mayoritas manusia dari agama dan bangsa manapun merasa jijik terhadap perilaku LGBT, dan sepakat bahwa hal tersebut jelas jelas bertentangan dengan moral. Perilaku tersebut menyimpang dari ajaran agama manapun yang secara universal diterima oleh masyarakat dunia.
Hal seperti ini sama dengan analogi, apabila ada segelintir orang yang berpaham terorisme, lalu mereka memaksa masyarakat dunia sepakat dengan mereka lalu menganggap ketidaksepakatan terhadap pemikiran tersebut adalah diskriminasi. Tentu hal tersebut tidak bisa dibenarkan bukan? Mereka jelas jelas salah.
Menolak penyimpangan dan kesalahan karena keyakinan yang di anut adalah justru bagian dari hak asasi manusia.
40 notes · View notes